BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Biaya 2.1.1 Konsep Biaya Akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai “suatu nilai tukar, pengeluaran, atau pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada tanggal akuisisi dicerminkan oleh penyusutan atas kas atau asset lain yang terjadi pada saat ini atau di masa yang akan datang. Biaya dan beban memiliki perbedaan yang terkadang tidak disadari oleh beberapa orang. Beban dan biaya berbeda satu sama lain baik pengertian, penyajian, penyampaian yang berbeda. Pengertian biaya dikemukakan oleh Prawironegoro dan Purwanti (2009:19), bahwa biaya merupakan pengorbanan untuk memperoleh harta, sedangkan beban merupakan pengorbanan untuk memperoleh pendapatan. Biaya dan beban merupakan pengorbanan, namun tujuannya berbeda. Oleh karena itu, perlu diketahui perbedaan dari pengertian biaya dan beban. Pengertian biaya menurut Supriyono (2011:14), biaya dalam arti cost (harga pokok) adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang dalam rangka pemilikan barang dan jasa yang diperlukan perusahaan, baik pada masa lalu (harga perolehan yang telah terjadi) maupun pada masa yang akan datang (harga perolehan yang akan terjadi). Sprouse and Moonitz dalam Carter (2009:2-1), mendefinisikan biaya sebagai “an exchange price, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit. In financial accounting, the forgoing or sacrifice at date of acquisition is represented by a current or future diminution in cash or other assets”. Ony Widilestariningtyas, Sony W.F, Sri Dewi Anggadini (2012:10), menyatakan biaya adalah biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Menurut Mulyadi (2010:8), pengertian luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. 13 14 Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut: 1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, 2. Diukur dalam satuan uang, 3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Sedangkan, beban dalam arti luas merupakan semua biaya yang telah habis masa berlakunya yang mengurangi pendapatan perusahaan. Beban dapat terjadi karena penggunaan atas beban itu hadir ketika melakukan pemakaian tertentu. Beban dapat didefinisikan sebagai pengeluaran untuk mendapatkan pendapatan pada suatu periode tertentu. Beban atau expense dikurangkan pada pendapatan untuk memperoleh laba. Unsur yang belum termasuk dalam perhitungan rugi-laba merupakan biaya menurut Purwanti dan Prawironegoro (2013:19). Supriyono (2011:14) mengungkapkan pengertian beban (expense) adalah biaya yang dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh pendapatan (revenues) dalam suatu periode akuntansi terntentu. 2.1.2 Penggolongan Biaya Penggolongan adalah proses pengelompokan atas seluruh elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu, yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi biaya yang lebih berarti (Supriyono, 2011:16). Penggolongan Biaya menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:12) adalah suatu proses pengelompokkan biaya secara sistematis atas keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan penting. Penggolongan biaya menurut Mulyadi (2010:13-19) dengan berbagai cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya dikenal konsep: “different costs for different purposes”. Biaya dapat digolongkan menurut: 1. Objek pengeluaran 2. Fungsi pokok dalam perusahaan 3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai 4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahaan volume kegiatan 5. Jangka waktu manfaatnya 15 A. Penggolongan Biaya menurut Objek Pengeluaran Dalam penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. Contoh penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran dalam perusahaan sepatu adalah sebagai berikut: biaya desai, biaya sablon, biaya gaji dan upah, biaya jahit, biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya bunga, biaya zat warna. B. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok Perusahaan Dalam perusahaan manufaktur, ada 3 fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi dan umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok: 1. Biaya produksi Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan equipment, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagianbagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi. 2. Biaya Pemasaran Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan bagian-bagian yang melakukan kegiatan pemasaran. 3. Biaya administrasi dan umum Merupakan biaya-biaya untuk mengkordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia, dan bagian hubungan masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan, biaya fotocopy. Jumlah biaya pemasaran dan biaya administasi dan umum sering pula disebut dengan istilah biaya komersial (comersial expenses). Biaya komersial biasanya merupakan biaya gaji-gaji karyawan atau pegawai kantor yang tetap maupun tidak tetap guna mempertahankan eksistensi operasional perusahaan. 16 C. Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan: 1. Biaya langsung (direct cost) 2. Biaya tidak langsung (indirect cost) Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi dua : biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Dalam hubungannya dengan departemen, biaya dibagi menajdi dua golongan: biaya langsung departemen dan biaya tidak langsung departemen. Biaya langsung, biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Dengan demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen (direct departemental cost) adalah semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. Biaya tidak langsung, biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk tersebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead costs). Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk tertentu. Gaji mandor yang mengawasi pembuatan produk A, B, dan C merupakan biaya tidak langsung bagi A, B, maupun C, karena gaji mandor tersebut terjadi bukan hanya karena perusahaan memproduksi salah satu produk tersebut melainkan karena memproduksi ketiga jenis produk tersebut D. Penggolongan Biaya Menurut Perilakunya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Aktifitas Beberapa jenis biaya berubah secara proporsional terhadap perubahan dalam volume produksi atau output, sementara yang lainnya tetap relatif konstan dalam jumlah. 1. Biaya variabel Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan 17 aktivitas dalam rentang yang relevan (relevant range). Biaya variabel biasanya memasukkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Contoh biaya yang dipenggolongankan sebagai biaya variabel, yaitu: biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 2. Biaya tetap Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan meningkatnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Contoh biaya yang biasanya dipenggolongankan sebagai biaya tetap yaitu: gaji eksekutif produksi, depresiasi, pajak properti, sewa, gaji satpam dan pegawai kebersihan. 3. Biaya semivariabel Biaya semivariabel adalah biaya yang memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel. Contoh: biaya listrik, biaya inspeksi, biaya jasa departemen penggajian, biaya asuransi kompensasi, biaya pemeliharaan dan perbaikan mesin-mesin pabrik. E. Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan. 1. Pengeluaran modal (capital expenditure) Biaya yang dikeluarkan untuk membeli aktiva tetap, tambahan komponen aktiva tetap yang ada. Dengan tujuan memperoleh manfaat, meningkatkan beban, kapasitas, dan memperpanjang masa manfaat..contohnya: pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap. 2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) Biaya-biaya yang hanya akan datang memberi manfaat pada periode berjalan, sehingga pengeluaran tidak dapat dikapitalisasi sebagai aktiva tetap di neraca, maka di bebankan ke dalam laporan laba rugi. Contohnya: biaya iklan, dan biaya tenaga kerja. 18 Tabel 2.1 Ringkasan Penggolongan Biaya Tujuan Penggolongan Biaya Penggolongan Biaya Dasar penggolongan biaya Biaya Objek Pengeluaran Biaya yang teerjadi di dalam 1. Biaya produksi perusahaan manufaktur 2. Biaya Pemasaran 3. Biaya administrasi dan umum Biaya untuk membiayai produk 1. Biaya langsung atau departemen 2. Biaya tidak langsung Memprediksi perilaku biaya 1. Biaya Variabel untuk merespons perubahan 2. Biaya Tetap aktivitas 3. Biaya Semivariabel Biaya kualitas/ Mutu 1. Biaya pencegahan (Preventive Cost) 1. Biaya Penilaian (Appraisal Cost) 2. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost) 2. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost) Biaya dalam hubungannya 1. Pengeluaran dengan periode akuntansi expenditure) modal (capital 2. Pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) Sumber : Ray Garrison, Eric Noreen & Peter Brewer: Akuntansi Manajerial, Edisi 14, Salemba Empat, Jakarta, 2013. 2.2 Kualitas (quality) 2.2.1 Pengertian Kualitas Definisi Kualitas sangat beraneka ragam. Kualitas merupakan kata lain dari Kualitas. Banyak pakar dan organisasi yang mecoba mendefinisikan 19 kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa pakar mendefinisikan kualitas sebagai berikut (Yamit, 2010:7) : 1. Philip B Crosby Crosby menyatakan, bahwa kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan persyaratan atau standard yang telah ditentukan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standard kualitas yang telah ditentukan. 2. W. Edwards Deming Deming menyatakan, bahwa kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan. 3. Joseph M. Juran Menurut Juran, kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut : a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan b. Psikologi, yaitu citra rasa atau status c. Waktu, yaitu kehandalan d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan e. Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur. 4. Garvin dan Davis Garvin dan Davis menyatakan, bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, seta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Adapun menurut Vincent Gaspersz (2007) bahwa secara konvensional, kualitas adalah hal yang menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk. Seperti performa, keandalan, easy to use, dll. secara strategi, kualitas adalah segala sesuatu yang memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan. Kualitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan terus-menerus. Prawirosentono (2007:25) mengemukakan, biaya kualitas produk atau biaya kualitas adalah kegiatan mengidentifikasi semua biaya yang timbul berkaitan dengan upaya mengubah produk berkualitas buruk (bad quality 20 product) menjadi produk berkualitas baik (good quality product). Biaya kualitas merupakan biaya-biaya yang timbul karena kualitas buruk mungkin dan memang ada. Biaya kualitas berkaitan dengan dua sub ketegori dari aktivitas yang berkaitan dengan kualitas, yaitu aktivitas kontrol dan aktivitas gagal. Aktivitas kontrol adalah aktivitas yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk menghindari atau mendeteksi kualitas buruk. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun dari kelima definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu elemen-elemen sebagai berikut : a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan b. Kualitas mencakup produk,jasa manusia, proses dan lingkungan c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (saat ini dianggap berkualitas mungkin di masa mendatang menjadi kurang berkualitas) Berdasarkan ketiga elemen di atas, kualitas adalah usaha yang dilakukan oleh manusia (perusahaan) untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan yang selalu berubah dan dinamis, melalui produk, jasa, proses, dan lingkungan yang dihasilkan. Menurut Yamit (2010:8), membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (20011:441), kualitas dalam bahasa inggris bahwa “Quality is a relative measure of goodness”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kualitas merupakan tingkat keunggulan (excellence) atau ukuran relatif dari kebaikan (goodness). Menurut Garvin yang dikutip Tjiptono (2012:143) menyatakan bahwa terdapat lima perspektif mengenai kualitas, salah satunya yaitu bahwa kualitas dilihat tergantung pada orang yang menilainya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Menurut Luthfia (2012), kualitas produk dapat diartikan sebagai kemampuan dari produk untuk menjalankan fungsinya yang mencakup daya 21 tahan, kehandalan atau kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya. David A. Garvin mengidentifikasi 5 (lima) pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan kualitas (Yamit, 2010:9), yaitu: 1. Transcendental Approach (Pendekatan Transenden) Kualitas didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni drama, dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataanpernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank), dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 2. Product-based Approach (Pendekatan Berdasarkan Produk) Dalam pendekatan ini, kualitas adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual. 3. User-based Approach (Pendekatan Berdasarkan Konsumen) Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitness for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 4. Manufacturing-based Approach (Pendekatan Manufaktur) Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang 22 ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based Approach (Pendekatan Nilai) Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualita paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli. 2.2.2 Dimensi Kualitas David Garvin mengidentifikasi 8 dimensi kualitas yang dapat digunakan oleh perusahaan manufaktur yang menghasilkan barang (Yamit, 2010:13), meliputi: 1. Kinerja (Performance), yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik pokok dari suatu produk. 2. Keunikan (Feature), yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap atau tambahan dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan. 3. Kehandalan (Reliability), yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah. 4. Kesesuaian (Conformance), yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5. Ketahanan (Durability), yaitu tingkat ketahanan produk atau berapa lama produk dapat terus digunakan. 6. Kemampuan pelayanan (Serviceability), yaitu kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika (Esthetics), yaitu menyangkut penampilan wujud suatu produk (corak, rasa, dan daya tarik produk). 23 8. Kualitas yang dirasakan (Perceived quality), yaitu fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu sendiri. 2.2.3 Jenis Kualitas Menurut Supriyono, pada umumnya terdapat 2 jenis kualitas yang diakui (Wijaya, 2011:12), yaitu : A. Kualitas rancangan (Quality of Design) Kualitas rancangan adalah fungsi berbagai spesifikasi produk. Artinya, fungsi dari suatu produk sama, hanya desain produk yang berbeda. Suatu produk dikatakan memenuhi kualitas rancangan apabila produk tersebut memenuhi spesifikasi produk yang bersangkutan secara fisik atau performance saja. Kualitas desain digunakan untuk menentukan target pasar yang akan dimasuki oleh perusahaan. Bila pasar sudah ditentukan maka untuk memenangkan persaingan adalah dengan kualitas. Di sinilah kualitas kesesuaian menjadi penentu. B. Kualitas Kesesuaian (Quality of Conformance) Kualitas kesesuaian adalah ukuran mengenai cara produk memenuhi berbagai persyaratan atau spesifikasi. Suatu produk dikatakan memiliki kualitas kesesuaian apabila produk tersebut tidak menyimpang dari spesifikasi yang ditetapkan dan dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga konsumen merasa puas dengan produk yang diterimanya. Kualitas kesesuaian yang tinggi menyebabkan total biaya menjadi rendah, karena biaya yang dikeluarkan untuk keperluan produk rusak atau cacat tidak ada lagi. Untuk itu kualitas kesesuaian harus benar-benar diperhatikan oleh pihak manajemen dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan kualitas yang baik sejak awal. 2.3 Biaya Kualitas 2.3.1 Pengertian Biaya Kualitas Biaya Kualitas (the cost of quality) merupakan biaya untuk mencapai kualitas yang tinggi suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, biaya yang dikeluarkan karena adanya produk yang kurang berkualitas. 24 Kualitas atau kualitas dapat diukur melalui berapa besarnya biaya yang dikeluarkan. Perusahaan pasti menginginkan biaya kualitas yang rendah untuk mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidaknya mencapai target kualitas tertentu. Bila kerusakan produk mencapai nol, maka perusahaan harus menanggung biaya pencegahan dan penilaian produk yang tergolong dalam jenis biaya kualitas. Biaya kualitas sebagai pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas suatu produk yang dihasilkan. Biaya kualitas yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengendalian kualitas yang di terapkan oleh perusahaan, apakah pengendalian terhadap produktivitas perusahaan sudah berjalan dengan efektif. Biaya kualitas mengacu pada semua biaya yang dikorbankan untuk mencegah terjadinya barang cacat atau biaya yang harus dikeluarkan karena adanya barangcacat (Garrison et al., 2008: 82). Menurut James R.Evans dan William M,Lindsay dalam buku An Introduction to Six Sigma & Process Improvement (2007:80) bahwa biaya tinggi, banyaknya kecacatan, keluhan pelanggan yang kasar, atau rendahnya kepuasan pelanggan sering sekali mencirikan kualitas dan kinerja yang berantakan. 2.3.2 Jenis-jenis Biaya Kualitas Dalam perusahaan industri diperlukannya biaya kualitas, karena adanya perbaikan kualitas suatu produk dan pencegahan kerusakan. Menurut Sofia dan Septian (2015:105), biaya kualitas tidak hanya dapat biaya untuk memperoleh kualitas (kualitas) tapi juga merupakan biaya-biaya yang timbul untuk mencegah terjadinya kualitas yang rendah. Jenis Biaya kualitas dapat dikelompokkan ke dalam 3 penggolongan besar : 1. Biaya pencegahan (prevention cost). 2. Biaya penilaian (appraisal cost) 3. Biaya kegagalan internal ( failure cost) Berdasarkan ketiga jenis biaya kualitas di atas, maka diuraikan satu persatu sebagai berikut: 1. Biaya pencegahan (prevention cost) Biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya kegagalan produk atau produksi produk-produk yang tidak sesuai denga spesifikasi yang 25 ditetapkan. Biaya pencegahan adalah biaya yang di kerluarkan untuk mendesai produk dan sistem produksi berkualitas tinggi, termasuk biaya untuk menerapkan dan memelihara sistem tersebut. Pencegahan kegagalan produk dimulai dengan mendesain kualitas ke dalam produk dan proses produksi. Biaya ini dapat meliputi : a. Biaya perencanaan kualitas (quality planning cost) Biaya-biaya yang berkaitan dengan perencanaan kualitas produk dan sistem pengembangan kualitas produk. Misalnya biaya kebijakan untuk mendesain prosedur sejak mulai (set up) sampai operasi berjalan sesuai dengan (berkaitan dengan kualitas produk), pengembangan perencanaan inspeksi (development of inspection planning), dan biaya komunikasi kepada karyawan berkaitan dengan perencanaan kualitas produk (sebagai kegiatan sosialisasi kualitas produk yang harus ditetapkan). b. Biaya desain produk dan tinjau ulang (product design and review cost) Kenaikan biaya yang berkaitan dengan membuat desain produk dalam rangka memperbaiki kualitas produk (product improvement). Dengan istilah kenaikan (increment) biaya berarti tidak termas uk biaya orisinalnya untuk mendesain produk (not included the basic cost of the original product design). c. Biaya mendesain proses dan tinjau ulang (cost of process design and review) Biaya tambahan atau kenaikan biaya (increment cost) dari proses produksi yang baru untuk memperbaiki dan meninjau ulang proses produksi yang ada, sehingga memungkinkan terjadi hasil produk yang berkualitas lebih baik (product quality improvement). Termasuk di dalamnya adalah biaya pembelian alat baru yang memperbaiki kualitas produk. d. Biaya desain tugas dan pelatihan (cost of job design and training) Biaya-biaya tersebut adalah biaya untuk mengembangkan metode kerja baru (developing work method) dan biaya implementasinya dalam bentuk biaya pelatihan untuk para karyawan dalam rangka perbaikan kualitas produk. Termasuk di dalamnya adalah biaya persiapan pelatihan dan manualnya (petunjuknya). 26 e. Biaya kendali proses (cost of process control) Biaya kendali untuk mencapai kualitas yang direncanakan dalam pengertian kualitas yang lebih baik (product quality improvement). Misalnya pengendaliannya memerlukan alat baru yang lebih canggih 23 (sophisticated), maka harga alat kendali tersebut dimasukkan sebagai biaya kendali proses. f. Biaya koleksi, analisis, dan laporan (cost of data collection, analysis, and report) Biaya-biaya pengumpulan data yang berkaitan dengan perbaikan kualitas, termasuk data produk rusak (defect product), masalah kualitas, biaya kualitas penghentian produksi (down time), dan biaya analisis serta biaya penyusunan laporannya. g. program perbaikan kualitas (cost of quality improvement program) Biaya kegiatan khusus atau proyek yang dibentuk untuk memonitor dan memperbaiki kualitas produk, seperti program pengurangan tingkat kerusakan produk atau lingkaran kualitas (quality circle). 2. Biaya penilaian (appraisal cost) Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Biaya ini dapat meliputi : a. Biaya pemeriksaan bahan yang datang (incoming material inspection cost) Biaya pemeriksaan atas bahan baku yang masuk dari pemasok. b. Biaya pemeriksaan selama proses produksi (in process inspection and testing cost) Pemeriksaan (inspeksi dan pengetesan) atas komponen-komponen barang yang dalam proses produksi (work in process) untuk menjamin adanya kesesuaian (conforming) kualitas dengan kualitas yang telah ditetapkan. Mungkin termasuk biaya kecocokan kualitas yang dilakukan oleh beberapa konsumen dan laboratorium pihak ketiga (third party laboratories). c. Biaya pemeliharaan alat untuk test (maintaining equipment) 27 Biaya pemeliharaan alat-alat pengetesan agar semua mesin berada dalam kondisi kerja yang baik (good working condition) termasuk biaya kalibrasi untuk menjamin ukuran produk yang tepat karena peralatan test yang juga tepat ukuran. d. Biaya evaluasi persediaan (cost of evaluation stock) Biaya untuk mengevaluasi kondisi bahan baku dan bahan pembantu dan juga produk akhir yang berada digudang. 3. Biaya Kegagalan (failure cost) Biaya kegagalan adalah biaya yang terjadi saat produk gagal, kegagalan tersebut dapat terjadi secara internal dan eksternal. A. Kegagalan internal (internal failure cost) Kegagalan internal adalah biaya yang terjadi ketika produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi dapat dideteksi sebelum dikirim ke konsumen (selama proses produksi). Biaya kegagalan internal meliputi : a. Biaya disposisi Biaya untuk menentukan langkah kegiatan atau tindakan yang harus dilaksanakan sehubungan dengan adanya kerusakan pada suatu produk yang ditemukan. Bentuk tindakan tersebut antara lain mengerjakan ulang (rework), membuangnya (scrap), atau memperbaiki melalui proses. b. Biaya membuangnya menjadi barang apkir (scrap cost) Biaya ini timbul karena kualitas suatu barang buruk sekali sehingga lebih baik dibuang atau apkir. Biaya yang harus dihitung selain biaya bahan, juga upah dan biaya lain yang terkait dengan scrap tersebut. c. Biaya mengerjakan kembali (ulang) atau rework cost Biaya yang dikeluarkan untuk mengoreksi atau memperbaiki produk atau bagian dari produk yang cacat atau rusak, agar barang tersebut dapat digunakan dan dapat dijual. Jadi, ini adalah biaya koreksi atas produk yang rusak, agar produk tersebut layak dijual. 28 d. Biaya tes ulang (retest cost) Biaya untuk mengetes kembali atas produk yang mengalami pengerjaan ulang. Sebenarnya bukan saja biaya terulang, tetapi juga biaya inspeksi ulang selama proses pengerjaan ulang. e. Biaya bahan sisa (yield losses cost) Biaya atas bahan-bahan sisa yang secara teknis tidak dapat dihindarkan, mau tidak mau harus ada bahan yang terbuang. f. Biaya menganggur (down time cost) Biaya yang harus dikeluarkan untuk buruh yang terpaksa “menganggur” (idle) akibat adanya fasilitas atau proses produksi terhenti karena masalah kualitas produk (quality problem). Misalnya proses produksi ditentukan karena perlunya mesin disesuaikan (adjusting time) agar mesin tersebut berfungsi sesuai dengan kualitas yang direncanakan. Misalnya produksi terhenti di percatakan, karena adanya kertas yang macet dalam mesin, atau karena adanya barang setengah jadi yang rusak. g. Biaya persediaan cadangan penyelamat (inventory safety stock cost) Biaya yang harus dikeluarkan akibat perusahaan harus mengadakan persediaan penyelamat agar proses produksi tidak terhenti akibat kehabisan bahan (out of stock). Dalam hal ini sebenarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena perusahaan harus menyimpan cadangan 20 persediaan ekstra akibat harus membuat komponen-komponen atau produk yang rusak. h. Biaya lembur akibat produk rusak Biaya lembur yang harus dikeluarkan karena pekerja harus melakukan kerja lembur akibat adanya komponen atau produk yang rusak (product defect). i. Biaya kelebihan kapasitas (excess capacity cost) biaya kelebihan kapasitas yang harus dipelihara (to be maintained) untuk menutupi kapasitas yang hilang (loss capacity) akibat membuat komponen atau produk yang rusak. Biaya-biaya ini meliputi biaya pengadaan fasilitas ekstra 29 atauperalatan ekstra yang diperlukan agar proses produksi terbebas dari kerusakan produk (defect free). Hal ini mungkin biaya yang tersembunyi, tetapi merupakan biaya yang besar. B. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost) Biaya kegagalan eksternal terjadi karena produk-produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi dideteksi setelah dikirim kepelanggan. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost) terdiri atas: a. Biaya keluhan konsumen (the cost complaint, investigation and adjustment) Biaya ini dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan konsumen atas produk yang dibeli, sehingga perlu biaya untuk meneliti kerusakan produk dan kemudian memperbaikinya. b. Biaya penggantian (the cost of return, replace or allowance) Biaya ini dikeluarkan untuk mengganti barang yang rusak dengan barang yang baru, meliputi biaya pengiriman kembali dan biaya kompensasi kepada konsumen berupa allowance (tunjangan kerugian karena tidak puas menggunakan produk rusak). c. Biaya jaminan (warranty expenses) Biaya yang dikeluarkan karena terjadi keluhan selama masa garansi, misalnya biaya perbaikan dan atau biaya sewa ganti selama barang yang rusak sedang diperbaiki. Yang dimaksud terakhir adalah selama mesin rusak diperbaiki, diberi pinjam mesin yang sama atau produksi berjalan terus, atau selama TV sedang diperbaiki, konsumen diberi pinjam TV agar konsumen tetap dapat menikmatinya. d. Ganti rugi (liability) Biaya yang dikeluarkan perusahaan karena konsumen mengalami kecelakaan (bahkan sampai tingkat kematian). Biaya ini termasuk biaya rumah sakit, bahkan kerugian usaha (business losses). e. Nama baik (goodwill) Biaya yang dikeluarkan atau kehilangan keuntungan masa depan (future profit) akibat kerusakan produk berkualitas 30 rendah. Biaya ini memang sulit dihitung, tetapi bisa dapat jumlah yang besar dan berimplikasi luas, misalnya produk selalu mendapat complaint dalam berbagai media massa yang akan merusak citra produk tersebut. Tabel 2.2 Contoh Biaya kualitas berdasarkan kategori Prevention Costs Appraisal (Detection) Costs Quality engineering Inspection of materials Quality training Packaging inspection Recruiting Product acceptance Quality audits Process acceptance Design reviews Field testing Quality circles Continuing supplier verification Marketing research Prototype inspection Vendor certification Internal Failure Costs External Failure Costs Scrap Lost sales (performance-related) Rework Returns/allowances Downtime (defect-related) Warranties Reinspection Discounts due to defects Retesting Product liability Design changes Complaint adjustment Repairs Recalls Ill will Sumber : Hansen, Mowen, Introduction to Cost Accounting, South-Western Cengage Learning, 2011. 2.3.3 Dasar Pengukuran Biaya Kualitas Beberapa perusahaan menggunakan ukuran biaya kualitas sebagai indikator keberhasilan program perbaikan kualitas, yang dapat dihubungkan dengan ukuran-ukuran biaya lain, yaitu: 1. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan, semakin rendah nilai ini menunjukkan program kualitas semakin sukses. 31 2. Biaya kualitas dibandingkan terhadap keuntungan, semakin rendah nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses. 3. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan (cost of goods sold), semakin rendah nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses. 2.4 Manfaat Informasi Biaya Kualitas Manfaat informasi biaya kualitas menurut Garrison et al. (2008:90) adalah 1. Membantu para manajer melihat keuntungan finansial dari cacat. Para manajer biasanya tidak sadar dengan besarnya biaya kualitas mereka karena biaya-biaya ini melintasi batas departemen dan tidak dapat ditelusuri dan diakumulasikan secara normal oleh sistem biaya 2. Para manajer mengidentifikasikan pentingnya masalah-masalah kualitas yang dihadapi perusahaan. Dengan adanya informasi biaya kualitas, para manajer mempunyai ide yang lebih bagus mengenai di mana harus memfokuskan usahanya. 3. Membantu para manajer melihat apakah biaya-biaya kualitas diperusahaan mereka didistribusikan secara tidak baik. Umumnya, biaya- biaya kualitas seharusnya lebih didistribusikan ke arah aktivitas-aktivitas pencegahan dan penilaian dan kurang diarakan ke kegagalan. 2.5 Manajemen Kualitas Total ( Total Quality Manajemen-TQM) Menurut Sofia Prima Dewi (2015:107), Manajemen kualitas total (total quality manajemen-TQM) adalah pendekatan terpadu tingkat perusahaan atas perbaikan kualitas yang mencari cara untuk memperbaiki kualitas di semua proses dan aktivitas. Oleh karena produk dan proses produksi suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan yang lain, menyebabkan TQM-nya juga dapat berbeda, namun ada karakteristik yang bersifat umum, yaitu: a. Tujuan perusahaan atas semua aktivitas bisnisnya adalah untuk melayani pelanggan. b. Manajemen puncak memberikan peran secara aktif dalam perbaikan kualitas. c. Semua karyawan berperan secara aktif dalam perbaikan kualitas. d. Perusahaan memiliki sistem untuk mengidentifikasi masalah kualitas, mengembangkan solusi dan menetapkan tujuan perbaikan kualitas. 32 e. Perusahaan menghargai karyawannya dan memberikan pelatihan. 2.6 Produk Rusak Perusahaan sangat tidak menginginkan produk yang dihasilkannya mengalami kerusakan, adanya produk yang rusak mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Dalam produk rusak telah menyerap banyak biaya-biaya antara lain biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik sehingga membuat perusahaan merugi dengan adanya produk rusak. Produk rusak (spoiled goods) adalah produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan, secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang baik (Mulyadi, 2010:302). Menurut pandangan tradisional produk dikatakan cacat atau rusak apabila kriteria produk tersebut terletak diluar batas atas dan batas bawah dari batasan spesifikasi yang telah ditetapkan. Maka suatu produk dinyatakan rusak apabila produk tersebut tidak memenuhi spesifikasinya (Hansen dan Mowen, 20011:7). Dari definisi di atas dapat diambil intisari bahwa produk yang rusak adalah produk yang tidak sesuai spesifikasi sehingga tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan, tidak dapat dikerjakan ulang (rework) dan memiliki nilai jual yang rendah sebagai nilai sisa (disposal value). Dalam proses pengolahan produk yang di lakukan secara pesanan, seringkali muncul produk rusak yang tidak bisa dihindari baik secara normal maupun karena kesalahan dalam proses produksi. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:69) pengertian produk rusak sebagai adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, di mana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat di perbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, dimana biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki. Definisi lain dari produk rusak dikemukakakn oleh Mulyadi (2010:298) sebagai berikut: “produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik.” Produk rusak dapat diakibatkan oleh dua sebab, yaitu: 1. Produk rusak disebabkan oleh kondisi eksternal, misalnya karena spesifikasi pengerjaan yang sulit yang ditetpkan oleh pemesan, atau kondisi ini biasa disebut “sebab abnormal”. 33 2. Produk rusak yang disebabkan oleh pihak internal yang biasa disebut “sebab normal”, misalnya bahan baku yang kurang baik, peralatan dan tenaga kerja ahli Produk rusak (spoiled goods) menurut Mulyadi (2010,302), perlakuan tersebut tergantung dari sifat dan sebab terjadinya: 1. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau faktor luar biasa yang lain, maka harga pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan produk rusak tersebut. 2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya produk rusak dibebankan kepada produk si secara keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhead pabrik. Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan Produk Rusak (spoiled goods) Jika dalam proses produksi terdapat produk rusak, masalah yang timbul adalah bagaimana memperlakukan produk rusak tersebut, jika laku dijual dan jika tidak laku dijual. Perlakuan akuntansi produk rusak menurut Mursyidi (2010;115) adalah sebagai: 1. Produk rusak bersifat normal, laku dijual: Produk rusak yang bersifat normal dan laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak diperlakukan sebagai: a. Penghasilan lain-lain b. Pengurang biaya overhead pabrik c. Pengurang setiap elemen biaya produksi d. Pengurang harga pokok produk selesai 2. Produk rusak bersifat normal, tidak laku dijual: Produk rusak yang bersifat normal tapi tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak akan dibebankan ke produk selesai, yang mengakibatkan harga pokok produk selesai menjadi lebih besar. 3. Produk rusak bersifat abnormal, laku dijual: Produk rusak karena kesalahan dan laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak. 34 4. Produk rusak bersifat abnormal, tidak laku dijual: Produk rusak bersifat abnormal dan tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak diperlakukan sebagai kerugian dengan perkiraan tersendiri yaitu kerugian produk rusak. Dalam proses produksi, apabila terjadi produk rusak maka produk tersebut akan diperhitungkan, karena produk tersebut telah menyerap biaya produksi. Rumus Harga Pokok Produk Rusak : Biaya Produksi : Unit yang diproduksi) x Produk 2.7 Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan analisis terhadap penerapan biaya kualitas terhadap peningkatan kualitas produk tabung baja pada PT EBT selama periode 2007-2015. Agar dapat mengendalikan kualitas produk yang dihasilkan, perusahaan perlu mengetahui biaya kualitas yang terjadi. Maka itu, penelitian ini akan melakukan analisis terhadap biaya yang termasuk dalam kategori biaya kualitas dan seberapa besar pengaruhnya terhadap volume produksi tabung baja yang baik dan produksi yang rusak. Untuk lebih jelasnya, peneliti menjelaskan kerangka berpikir melalui gambar berikut ini : Penerapan Biaya Kualitas -Biaya pencegahan Produk -Biaya penilaian mutu -Biaya kegagalan Internal -Biaya kegagalan eksternal Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Rusak