13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Biaya 2.1.1 Konsep

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Biaya
2.1.1 Konsep Biaya
Akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai “suatu nilai tukar,
pengeluaran, atau pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan
manfaat. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan pada
tanggal akuisisi dicerminkan oleh penyusutan atas kas atau asset lain yang
terjadi pada saat ini atau di masa yang akan datang. Biaya dan beban
memiliki perbedaan yang terkadang tidak disadari oleh beberapa orang.
Beban dan biaya berbeda satu sama lain baik pengertian, penyajian,
penyampaian yang berbeda.
Pengertian biaya dikemukakan oleh Prawironegoro dan Purwanti
(2009:19), bahwa biaya merupakan pengorbanan untuk memperoleh harta,
sedangkan beban merupakan pengorbanan untuk memperoleh pendapatan.
Biaya dan beban merupakan pengorbanan, namun tujuannya berbeda. Oleh
karena itu, perlu diketahui perbedaan dari pengertian biaya dan beban.
Pengertian biaya menurut Supriyono (2011:14), biaya dalam arti cost
(harga pokok) adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang dalam
rangka pemilikan barang dan jasa yang diperlukan perusahaan, baik pada
masa lalu (harga perolehan yang telah terjadi) maupun pada masa yang akan
datang (harga perolehan yang akan terjadi).
Sprouse and Moonitz dalam Carter (2009:2-1), mendefinisikan biaya
sebagai “an exchange price, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit. In
financial accounting, the forgoing or sacrifice at date of acquisition is
represented by a current or future diminution in cash or other assets”. Ony
Widilestariningtyas, Sony W.F, Sri Dewi Anggadini (2012:10), menyatakan
biaya adalah biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk
memperoleh manfaat.
Menurut Mulyadi (2010:8), pengertian luas biaya adalah pengorbanan
sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
13
14
Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,
2. Diukur dalam satuan uang,
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi,
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Sedangkan, beban dalam arti luas merupakan semua biaya yang telah habis
masa berlakunya yang mengurangi pendapatan perusahaan. Beban dapat
terjadi karena penggunaan atas beban itu hadir ketika melakukan pemakaian
tertentu. Beban dapat didefinisikan sebagai pengeluaran untuk mendapatkan
pendapatan pada suatu periode tertentu. Beban atau expense dikurangkan
pada pendapatan untuk memperoleh laba. Unsur yang belum termasuk dalam
perhitungan rugi-laba merupakan biaya menurut Purwanti dan Prawironegoro
(2013:19). Supriyono (2011:14) mengungkapkan pengertian beban (expense)
adalah biaya yang dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh
pendapatan (revenues) dalam suatu periode akuntansi terntentu.
2.1.2 Penggolongan Biaya
Penggolongan adalah proses pengelompokan atas seluruh elemen
yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu, yang lebih ringkas untuk
dapat memberikan informasi biaya yang lebih berarti (Supriyono, 2011:16).
Penggolongan Biaya menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:12)
adalah suatu proses pengelompokkan biaya secara sistematis atas keseluruhan
elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih
ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan penting.
Penggolongan biaya menurut Mulyadi (2010:13-19) dengan berbagai
cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang
hendak dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya
dikenal konsep: “different costs for different purposes”. Biaya dapat
digolongkan menurut:
1. Objek pengeluaran
2. Fungsi pokok dalam perusahaan
3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai
4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahaan volume
kegiatan
5. Jangka waktu manfaatnya
15
A. Penggolongan Biaya menurut Objek Pengeluaran
Dalam penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar
penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar,
maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut
“biaya bahan bakar”. Contoh penggolongan biaya atas dasar objek
pengeluaran dalam perusahaan sepatu adalah sebagai berikut: biaya desai,
biaya sablon, biaya gaji dan upah, biaya jahit, biaya depresiasi mesin, biaya
asuransi, biaya bunga, biaya zat warna.
B. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok Perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada 3 fungsi pokok, yaitu fungsi
produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi dan umum. Oleh karena itu dalam
perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok:
1. Biaya produksi
Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah
bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya
adalah biaya depresiasi mesin dan equipment, biaya bahan baku, biaya
bahan penolong, biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagianbagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan
dengan proses produksi.
2. Biaya Pemasaran
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan
pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi,
biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli, gaji
karyawan bagian-bagian yang melakukan kegiatan pemasaran.
3. Biaya administrasi dan umum
Merupakan biaya-biaya untuk mengkordinasi kegiatan produksi dan
pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji karyawan
bagian keuangan, akuntansi, personalia, dan bagian hubungan
masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan, biaya fotocopy.
Jumlah biaya pemasaran dan biaya administasi dan umum sering pula disebut
dengan istilah biaya komersial (comersial expenses). Biaya komersial
biasanya merupakan biaya gaji-gaji karyawan atau pegawai kantor yang tetap
maupun tidak tetap guna mempertahankan eksistensi operasional perusahaan.
16
C. Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang
Dibiayai
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam
hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan
menjadi 2 golongan:
1. Biaya langsung (direct cost)
2. Biaya tidak langsung (indirect cost)
Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi
dua : biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Dalam
hubungannya dengan departemen, biaya dibagi menajdi dua golongan: biaya
langsung departemen dan biaya tidak langsung departemen.
Biaya langsung, biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya
adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Dengan demikian biaya
langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang dibiayai. Biaya
produksi langsung terdiri dari bahan baku langsung dan tenaga kerja
langsung. Biaya langsung departemen (direct departemental cost) adalah
semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu.
Biaya tidak langsung, biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan
oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan
produk tersebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya
overhead pabrik (factory overhead costs). Biaya ini tidak mudah
diidentifikasikan dengan produk tertentu. Gaji mandor yang mengawasi
pembuatan produk A, B, dan C merupakan biaya tidak langsung bagi A, B,
maupun C, karena gaji mandor tersebut terjadi bukan hanya karena
perusahaan memproduksi salah satu produk tersebut melainkan karena
memproduksi ketiga jenis produk tersebut
D. Penggolongan Biaya Menurut Perilakunya dalam Hubungannya
dengan Perubahan Volume Aktifitas
Beberapa jenis biaya berubah secara proporsional terhadap perubahan
dalam volume produksi atau output, sementara yang lainnya tetap relatif
konstan dalam jumlah.
1. Biaya variabel
Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap
perubahan
17
aktivitas dalam rentang yang relevan (relevant range). Biaya variabel
biasanya memasukkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.
Contoh biaya yang dipenggolongankan sebagai biaya variabel, yaitu:
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap
Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan.
Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan
meningkatnya aktivitas dalam rentang yang relevan.
Contoh biaya yang biasanya dipenggolongankan sebagai biaya tetap
yaitu: gaji eksekutif produksi, depresiasi, pajak properti, sewa, gaji
satpam dan pegawai kebersihan.
3. Biaya semivariabel
Biaya semivariabel adalah biaya yang memiliki elemen biaya tetap
dan biaya variabel. Contoh: biaya listrik, biaya inspeksi, biaya jasa
departemen
penggajian,
biaya
asuransi
kompensasi,
biaya
pemeliharaan dan perbaikan mesin-mesin pabrik.
E. Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua
pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
1. Pengeluaran modal (capital expenditure)
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli aktiva tetap, tambahan
komponen aktiva tetap yang ada. Dengan tujuan memperoleh
manfaat, meningkatkan beban, kapasitas, dan memperpanjang masa
manfaat..contohnya: pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap.
2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure)
Biaya-biaya yang hanya akan datang memberi manfaat pada periode
berjalan, sehingga pengeluaran tidak dapat dikapitalisasi sebagai
aktiva tetap di neraca, maka di bebankan ke dalam laporan laba rugi.
Contohnya: biaya iklan, dan biaya tenaga kerja.
18
Tabel 2.1 Ringkasan Penggolongan Biaya
Tujuan Penggolongan Biaya
Penggolongan Biaya
Dasar penggolongan biaya
Biaya Objek Pengeluaran
Biaya yang teerjadi di dalam
1. Biaya produksi
perusahaan manufaktur
2. Biaya Pemasaran
3. Biaya administrasi dan umum
Biaya untuk membiayai produk
1. Biaya langsung
atau departemen
2. Biaya tidak langsung
Memprediksi perilaku biaya
1. Biaya Variabel
untuk merespons perubahan
2. Biaya Tetap
aktivitas
3. Biaya Semivariabel
Biaya kualitas/ Mutu
1. Biaya pencegahan (Preventive Cost)
1. Biaya Penilaian (Appraisal Cost)
2. Biaya Kegagalan Internal (Internal
Failure Cost)
2. Biaya Kegagalan
Eksternal
(External Failure Cost)
Biaya dalam hubungannya
1. Pengeluaran
dengan periode akuntansi
expenditure)
modal
(capital
2. Pengeluaran penghasilan (revenue
expenditure)
Sumber : Ray Garrison, Eric Noreen & Peter Brewer: Akuntansi Manajerial,
Edisi 14, Salemba Empat, Jakarta, 2013.
2.2
Kualitas (quality)
2.2.1 Pengertian Kualitas
Definisi Kualitas sangat beraneka ragam. Kualitas merupakan kata
lain dari Kualitas. Banyak pakar dan organisasi yang mecoba mendefinisikan
19
kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa pakar
mendefinisikan kualitas sebagai berikut (Yamit, 2010:7) :
1. Philip B Crosby
Crosby menyatakan, bahwa
kualitas adalah conformance to
requirement, yaitu sesuai dengan persyaratan atau standard yang telah
ditentukan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan
standard kualitas yang telah ditentukan.
2. W. Edwards Deming
Deming menyatakan, bahwa kualitas adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa
yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan.
3. Joseph M. Juran
Menurut Juran, kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk
(fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut :
a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan
b. Psikologi, yaitu citra rasa atau status
c. Waktu, yaitu kehandalan
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur.
4. Garvin dan Davis
Garvin dan Davis menyatakan, bahwa kualitas adalah suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja,
proses dan tugas, seta lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan.
Adapun
menurut
Vincent
Gaspersz
(2007)
bahwa
secara
konvensional, kualitas adalah hal yang menggambarkan karakteristik
langsung dari suatu produk. Seperti performa, keandalan, easy to use, dll.
secara strategi, kualitas adalah segala sesuatu yang memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan. Kualitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan terus-menerus.
Prawirosentono (2007:25) mengemukakan, biaya kualitas produk atau
biaya kualitas adalah kegiatan mengidentifikasi semua biaya yang timbul
berkaitan dengan upaya mengubah produk berkualitas buruk (bad quality
20
product) menjadi produk berkualitas baik (good quality product). Biaya
kualitas merupakan biaya-biaya yang timbul karena kualitas buruk mungkin
dan memang ada. Biaya kualitas berkaitan dengan dua sub ketegori dari
aktivitas yang berkaitan dengan kualitas, yaitu aktivitas kontrol dan aktivitas
gagal. Aktivitas kontrol adalah aktivitas yang dilakukan oleh sebuah
organisasi untuk menghindari atau mendeteksi kualitas buruk.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, namun dari kelima definisi di atas terdapat beberapa persamaan,
yaitu elemen-elemen sebagai berikut :
a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan
b. Kualitas mencakup produk,jasa manusia, proses dan lingkungan
c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (saat ini
dianggap berkualitas mungkin di masa mendatang menjadi kurang
berkualitas)
Berdasarkan ketiga elemen di atas, kualitas adalah usaha yang
dilakukan oleh manusia (perusahaan) untuk memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan yang selalu berubah dan dinamis, melalui produk, jasa, proses, dan
lingkungan yang dihasilkan.
Menurut Yamit (2010:8), membuat definisi kualitas yang lebih luas
cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen
(20011:441), kualitas dalam bahasa inggris bahwa “Quality is a relative
measure of goodness”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kualitas
merupakan tingkat keunggulan (excellence) atau ukuran relatif dari kebaikan
(goodness). Menurut Garvin yang dikutip Tjiptono (2012:143) menyatakan
bahwa terdapat lima perspektif mengenai kualitas, salah satunya yaitu bahwa
kualitas dilihat tergantung pada orang yang menilainya, sehingga produk
yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi.
Menurut Luthfia (2012), kualitas produk dapat diartikan sebagai
kemampuan dari produk untuk menjalankan fungsinya yang mencakup daya
21
tahan, kehandalan atau kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan
dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya.
David A. Garvin mengidentifikasi 5 (lima) pendekatan yang dapat
digunakan untuk mendefinisikan kualitas (Yamit, 2010:9), yaitu:
1. Transcendental Approach (Pendekatan Transenden)
Kualitas didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini
umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari,
seni drama, dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan,
perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataanpernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi),
kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank), dan tempat
berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk
dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas.
2. Product-based Approach (Pendekatan Berdasarkan Produk)
Dalam pendekatan ini, kualitas adalah suatu karakteristik atau atribut
yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya
perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi
pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan
preferensi individual.
3. User-based Approach (Pendekatan Berdasarkan Konsumen)
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk
yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan
selera (fitness for used) merupakan produk yang berkualitas paling
tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang
berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,
sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang
dapat dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach (Pendekatan Manufaktur)
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari
sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu
yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan
prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang
22
ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang
menentukan
kualitas
adalah
standar-standar
yang
ditetapkan
perusahaan dan bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach (Pendekatan Nilai)
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi
nilai
dan
harga.
Kualitas
didefinisikan
sebagai
“affordable
excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat
relatif, sehingga produk yang memiliki kualita paling tinggi belum
tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah
produk yang paling tepat beli.
2.2.2 Dimensi Kualitas
David Garvin mengidentifikasi 8 dimensi kualitas yang dapat
digunakan oleh perusahaan manufaktur yang menghasilkan barang (Yamit,
2010:13), meliputi:
1. Kinerja (Performance), yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama
produk itu sendiri atau karakteristik pokok dari suatu produk.
2. Keunikan (Feature), yaitu ciri khas produk yang membedakan dari
produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap atau tambahan
dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan.
3. Kehandalan (Reliability), yaitu kepercayaan pelanggan terhadap
produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan
yang rendah.
4. Kesesuaian (Conformance), yaitu kesesuaian produk dengan syarat
atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Ketahanan (Durability), yaitu tingkat ketahanan produk atau berapa
lama produk dapat terus digunakan.
6. Kemampuan pelayanan (Serviceability), yaitu kecepatan, kompetensi,
kenyamanan, kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan
keluhan yang memuaskan.
7. Estetika (Esthetics), yaitu menyangkut penampilan wujud suatu
produk (corak, rasa, dan daya tarik produk).
23
8. Kualitas
yang
dirasakan
(Perceived
quality), yaitu
fanatisme
konsumen akan merek suatu produk tertentu karena citra atau reputasi
produk itu sendiri.
2.2.3 Jenis Kualitas
Menurut Supriyono, pada umumnya terdapat 2 jenis kualitas yang
diakui (Wijaya, 2011:12), yaitu :
A. Kualitas rancangan (Quality of Design)
Kualitas rancangan adalah fungsi berbagai spesifikasi produk.
Artinya, fungsi dari suatu produk sama, hanya desain produk yang
berbeda. Suatu produk dikatakan memenuhi kualitas rancangan
apabila
produk
tersebut
memenuhi
spesifikasi
produk
yang
bersangkutan secara fisik atau performance saja. Kualitas desain
digunakan untuk menentukan target pasar yang akan dimasuki oleh
perusahaan. Bila pasar sudah ditentukan maka untuk memenangkan
persaingan adalah dengan kualitas. Di sinilah kualitas kesesuaian
menjadi penentu.
B. Kualitas Kesesuaian (Quality of Conformance)
Kualitas kesesuaian adalah ukuran mengenai cara produk memenuhi
berbagai persyaratan atau spesifikasi. Suatu produk dikatakan
memiliki
kualitas
kesesuaian
apabila
produk
tersebut
tidak
menyimpang dari spesifikasi yang ditetapkan dan dapat memenuhi
permintaan konsumen sehingga konsumen merasa puas dengan
produk
yang
diterimanya.
Kualitas
kesesuaian
yang
tinggi
menyebabkan total biaya menjadi rendah, karena biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan produk rusak atau cacat tidak ada lagi.
Untuk itu kualitas kesesuaian harus benar-benar diperhatikan oleh
pihak manajemen dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan
kualitas yang baik sejak awal.
2.3
Biaya Kualitas
2.3.1 Pengertian Biaya Kualitas
Biaya Kualitas (the cost of quality) merupakan biaya untuk mencapai
kualitas yang tinggi suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan,
biaya yang dikeluarkan karena adanya produk yang kurang berkualitas.
24
Kualitas atau kualitas dapat diukur melalui berapa besarnya biaya yang
dikeluarkan. Perusahaan pasti menginginkan biaya kualitas yang rendah
untuk mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidaknya mencapai target
kualitas tertentu. Bila kerusakan produk mencapai nol, maka perusahaan
harus menanggung biaya pencegahan dan penilaian produk yang tergolong
dalam jenis biaya kualitas.
Biaya kualitas sebagai pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan
untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas suatu produk yang
dihasilkan. Biaya kualitas yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat
digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengendalian kualitas yang
di terapkan oleh perusahaan, apakah pengendalian terhadap produktivitas
perusahaan sudah berjalan dengan efektif. Biaya kualitas mengacu pada
semua biaya yang dikorbankan untuk mencegah terjadinya barang cacat atau
biaya yang harus dikeluarkan karena adanya barangcacat (Garrison et al.,
2008: 82). Menurut James R.Evans dan William M,Lindsay dalam buku An
Introduction to Six Sigma & Process Improvement (2007:80) bahwa biaya
tinggi, banyaknya kecacatan, keluhan pelanggan yang kasar, atau rendahnya
kepuasan pelanggan sering sekali mencirikan kualitas dan kinerja yang
berantakan.
2.3.2 Jenis-jenis Biaya Kualitas
Dalam perusahaan industri
diperlukannya biaya kualitas, karena
adanya perbaikan kualitas suatu produk dan pencegahan kerusakan. Menurut
Sofia dan Septian (2015:105), biaya kualitas tidak hanya dapat biaya untuk
memperoleh kualitas (kualitas) tapi juga merupakan biaya-biaya yang timbul
untuk mencegah terjadinya kualitas yang rendah. Jenis Biaya kualitas dapat
dikelompokkan ke dalam 3 penggolongan besar :
1. Biaya pencegahan (prevention cost).
2. Biaya penilaian (appraisal cost)
3. Biaya kegagalan internal ( failure cost)
Berdasarkan ketiga jenis biaya kualitas di atas, maka diuraikan satu
persatu sebagai berikut:
1. Biaya pencegahan (prevention cost)
Biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya kegagalan produk atau
produksi produk-produk yang tidak sesuai denga spesifikasi yang
25
ditetapkan. Biaya pencegahan adalah biaya yang di kerluarkan untuk
mendesai produk dan sistem produksi berkualitas tinggi, termasuk
biaya untuk menerapkan dan memelihara sistem tersebut. Pencegahan
kegagalan produk dimulai dengan mendesain kualitas ke dalam
produk dan proses produksi. Biaya ini dapat meliputi :
a. Biaya perencanaan kualitas (quality planning cost)
Biaya-biaya yang berkaitan dengan perencanaan kualitas produk
dan sistem pengembangan kualitas produk. Misalnya biaya
kebijakan untuk mendesain prosedur sejak mulai (set up) sampai
operasi berjalan sesuai dengan (berkaitan dengan kualitas produk),
pengembangan perencanaan inspeksi (development of inspection
planning), dan biaya komunikasi kepada karyawan berkaitan
dengan perencanaan kualitas produk (sebagai kegiatan sosialisasi
kualitas produk yang harus ditetapkan).
b. Biaya desain produk dan tinjau ulang (product design and review
cost)
Kenaikan biaya yang berkaitan dengan membuat desain produk
dalam
rangka
memperbaiki
kualitas
produk
(product
improvement). Dengan istilah kenaikan (increment) biaya berarti
tidak termas uk biaya orisinalnya untuk mendesain produk (not
included the basic cost of the original product design).
c. Biaya mendesain proses dan tinjau ulang (cost of process design
and review) Biaya tambahan atau kenaikan biaya (increment cost)
dari proses produksi yang baru untuk memperbaiki dan meninjau
ulang proses produksi yang ada, sehingga memungkinkan terjadi
hasil produk yang berkualitas lebih baik (product quality
improvement). Termasuk di dalamnya adalah biaya pembelian alat
baru yang memperbaiki kualitas produk.
d. Biaya desain tugas dan pelatihan (cost of job design and training)
Biaya-biaya tersebut adalah biaya untuk mengembangkan metode
kerja baru (developing work method) dan biaya implementasinya
dalam bentuk biaya pelatihan untuk para karyawan dalam rangka
perbaikan kualitas produk. Termasuk di dalamnya adalah biaya
persiapan pelatihan dan manualnya (petunjuknya).
26
e. Biaya kendali proses (cost of process control) Biaya kendali untuk
mencapai kualitas yang direncanakan dalam pengertian kualitas
yang lebih baik (product quality improvement). Misalnya
pengendaliannya memerlukan alat baru yang lebih canggih 23
(sophisticated), maka harga alat kendali tersebut dimasukkan
sebagai biaya kendali proses.
f. Biaya koleksi, analisis, dan laporan (cost of data collection,
analysis, and report) Biaya-biaya pengumpulan data yang
berkaitan dengan perbaikan kualitas, termasuk data produk rusak
(defect product), masalah kualitas, biaya kualitas penghentian
produksi (down time), dan biaya analisis serta biaya penyusunan
laporannya.
g. program perbaikan kualitas (cost of quality improvement program)
Biaya kegiatan khusus atau proyek yang dibentuk untuk
memonitor dan memperbaiki kualitas produk, seperti program
pengurangan tingkat kerusakan produk atau lingkaran kualitas
(quality circle).
2. Biaya penilaian (appraisal cost)
Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk menentukan
apakah produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan. Biaya ini dapat meliputi :
a. Biaya pemeriksaan bahan yang datang (incoming material
inspection cost)
Biaya pemeriksaan atas bahan baku yang masuk dari pemasok.
b. Biaya pemeriksaan selama proses produksi (in process inspection
and testing cost)
Pemeriksaan (inspeksi dan pengetesan) atas komponen-komponen
barang yang dalam proses produksi (work in process) untuk
menjamin adanya kesesuaian (conforming) kualitas dengan
kualitas yang telah ditetapkan. Mungkin termasuk biaya
kecocokan kualitas yang dilakukan oleh beberapa konsumen dan
laboratorium pihak ketiga (third party laboratories).
c. Biaya pemeliharaan alat untuk test (maintaining equipment)
27
Biaya pemeliharaan alat-alat pengetesan agar semua mesin berada
dalam kondisi kerja yang baik (good working condition) termasuk
biaya kalibrasi untuk menjamin ukuran produk yang tepat karena
peralatan test yang juga tepat ukuran.
d. Biaya evaluasi persediaan (cost of evaluation stock)
Biaya untuk mengevaluasi kondisi bahan baku dan bahan
pembantu dan juga produk akhir yang berada digudang.
3. Biaya Kegagalan (failure cost)
Biaya kegagalan adalah biaya yang terjadi saat produk gagal,
kegagalan tersebut dapat terjadi secara internal dan eksternal.
A. Kegagalan internal (internal failure cost)
Kegagalan internal adalah biaya yang terjadi ketika produk yang
tidak sesuai dengan spesifikasi dapat dideteksi sebelum dikirim ke
konsumen (selama proses produksi). Biaya kegagalan internal
meliputi :
a. Biaya disposisi
Biaya untuk menentukan langkah kegiatan atau tindakan yang
harus dilaksanakan sehubungan dengan adanya kerusakan
pada suatu produk yang ditemukan. Bentuk tindakan tersebut
antara lain mengerjakan ulang (rework), membuangnya
(scrap), atau memperbaiki melalui proses.
b. Biaya membuangnya menjadi barang apkir (scrap cost)
Biaya ini timbul karena kualitas suatu barang buruk sekali
sehingga lebih baik dibuang atau apkir. Biaya yang harus
dihitung selain biaya bahan, juga upah dan biaya lain yang
terkait dengan scrap tersebut.
c. Biaya mengerjakan kembali (ulang) atau rework cost
Biaya yang dikeluarkan untuk mengoreksi atau memperbaiki
produk atau bagian dari produk yang cacat atau rusak, agar
barang tersebut dapat digunakan dan dapat dijual. Jadi, ini
adalah biaya koreksi atas produk yang rusak, agar produk
tersebut layak dijual.
28
d. Biaya tes ulang (retest cost)
Biaya untuk mengetes kembali atas produk yang mengalami
pengerjaan ulang. Sebenarnya bukan saja biaya terulang, tetapi
juga biaya inspeksi ulang selama proses pengerjaan ulang.
e. Biaya bahan sisa (yield losses cost)
Biaya atas bahan-bahan sisa yang secara teknis tidak dapat
dihindarkan, mau tidak mau harus ada bahan yang terbuang.
f. Biaya menganggur (down time cost) Biaya yang harus
dikeluarkan untuk buruh yang terpaksa “menganggur” (idle)
akibat adanya fasilitas atau proses produksi terhenti karena
masalah kualitas produk (quality problem). Misalnya proses
produksi ditentukan karena perlunya mesin disesuaikan
(adjusting time) agar mesin tersebut berfungsi sesuai dengan
kualitas yang direncanakan. Misalnya produksi terhenti di
percatakan, karena adanya kertas yang macet dalam mesin,
atau karena adanya barang setengah jadi yang rusak.
g. Biaya persediaan cadangan penyelamat (inventory safety stock
cost)
Biaya yang harus dikeluarkan akibat perusahaan harus
mengadakan persediaan penyelamat agar proses produksi tidak
terhenti akibat kehabisan bahan (out of stock). Dalam hal ini
sebenarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena
perusahaan harus menyimpan cadangan 20 persediaan ekstra
akibat harus membuat komponen-komponen atau produk yang
rusak.
h. Biaya lembur akibat produk rusak
Biaya lembur yang harus dikeluarkan karena pekerja harus
melakukan kerja lembur akibat adanya komponen atau produk
yang rusak (product defect).
i. Biaya kelebihan kapasitas (excess capacity cost)
biaya kelebihan kapasitas yang harus dipelihara (to be
maintained) untuk menutupi kapasitas yang hilang (loss
capacity) akibat membuat komponen atau produk yang rusak.
Biaya-biaya ini meliputi biaya pengadaan fasilitas ekstra
29
atauperalatan ekstra yang diperlukan agar proses produksi
terbebas dari kerusakan produk (defect free). Hal ini mungkin
biaya yang tersembunyi, tetapi merupakan biaya yang besar.
B. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost)
Biaya kegagalan eksternal terjadi karena produk-produk yang tidak
sesuai dengan spesifikasi dideteksi setelah dikirim kepelanggan.
Biaya kegagalan eksternal (external failure cost) terdiri atas:
a. Biaya keluhan konsumen (the cost complaint, investigation
and adjustment)
Biaya ini dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan
konsumen atas produk yang dibeli, sehingga perlu biaya untuk
meneliti kerusakan produk dan kemudian memperbaikinya.
b. Biaya penggantian (the cost of return, replace or allowance)
Biaya ini dikeluarkan untuk mengganti barang yang rusak
dengan barang yang baru, meliputi biaya pengiriman kembali
dan biaya kompensasi kepada konsumen berupa allowance
(tunjangan kerugian karena tidak puas menggunakan produk
rusak).
c. Biaya jaminan (warranty expenses)
Biaya yang dikeluarkan karena terjadi keluhan selama masa
garansi, misalnya biaya perbaikan dan atau biaya sewa ganti
selama barang yang rusak sedang diperbaiki. Yang dimaksud
terakhir adalah selama mesin rusak diperbaiki, diberi pinjam
mesin yang sama atau produksi berjalan terus, atau selama TV
sedang diperbaiki, konsumen diberi pinjam TV agar konsumen
tetap dapat menikmatinya.
d. Ganti rugi (liability)
Biaya
yang
dikeluarkan
perusahaan
karena konsumen
mengalami kecelakaan (bahkan sampai tingkat kematian).
Biaya ini termasuk biaya rumah sakit, bahkan kerugian usaha
(business losses).
e. Nama baik (goodwill)
Biaya yang dikeluarkan atau kehilangan keuntungan masa
depan (future profit) akibat kerusakan produk berkualitas
30
rendah. Biaya ini memang sulit dihitung, tetapi bisa dapat
jumlah yang besar dan berimplikasi luas, misalnya produk
selalu mendapat complaint dalam berbagai media massa yang
akan merusak citra produk tersebut.
Tabel 2.2 Contoh Biaya kualitas berdasarkan kategori
Prevention Costs
Appraisal (Detection) Costs
Quality engineering
Inspection of materials
Quality training
Packaging inspection
Recruiting
Product acceptance
Quality audits
Process acceptance
Design reviews
Field testing
Quality circles
Continuing supplier verification
Marketing research
Prototype inspection
Vendor certification
Internal Failure Costs
External Failure Costs
Scrap
Lost sales (performance-related)
Rework
Returns/allowances
Downtime (defect-related)
Warranties
Reinspection
Discounts due to defects
Retesting
Product liability
Design changes
Complaint adjustment
Repairs
Recalls
Ill will
Sumber : Hansen, Mowen, Introduction to Cost Accounting, South-Western Cengage
Learning, 2011.
2.3.3 Dasar Pengukuran Biaya Kualitas
Beberapa perusahaan menggunakan ukuran biaya kualitas sebagai
indikator keberhasilan program perbaikan kualitas, yang dapat dihubungkan
dengan ukuran-ukuran biaya lain, yaitu:
1. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan, semakin rendah
nilai ini menunjukkan program kualitas semakin sukses.
31
2. Biaya kualitas dibandingkan terhadap keuntungan, semakin rendah
nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.
3. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan (cost of
goods sold), semakin rendah nilai ini menunjukkan program
perbaikan kualitas semakin sukses.
2.4
Manfaat Informasi Biaya Kualitas
Manfaat informasi biaya kualitas menurut Garrison et al. (2008:90) adalah
1. Membantu para manajer melihat keuntungan finansial dari cacat. Para
manajer biasanya tidak sadar dengan besarnya biaya kualitas mereka karena
biaya-biaya ini melintasi batas departemen dan tidak dapat ditelusuri dan
diakumulasikan secara normal oleh sistem biaya
2. Para manajer mengidentifikasikan pentingnya masalah-masalah kualitas yang
dihadapi perusahaan. Dengan adanya informasi biaya kualitas, para manajer
mempunyai ide yang lebih bagus mengenai di mana harus memfokuskan
usahanya.
3. Membantu para manajer melihat apakah biaya-biaya kualitas diperusahaan
mereka didistribusikan secara tidak baik. Umumnya, biaya- biaya kualitas
seharusnya lebih didistribusikan ke arah aktivitas-aktivitas pencegahan dan
penilaian dan kurang diarakan ke kegagalan.
2.5
Manajemen Kualitas Total ( Total Quality Manajemen-TQM)
Menurut Sofia Prima Dewi (2015:107), Manajemen kualitas total (total
quality manajemen-TQM) adalah pendekatan terpadu tingkat perusahaan atas
perbaikan kualitas yang mencari cara untuk memperbaiki kualitas di semua proses
dan aktivitas. Oleh karena produk dan proses produksi suatu perusahaan berbeda
dengan perusahaan yang lain, menyebabkan TQM-nya juga dapat berbeda, namun
ada karakteristik yang bersifat umum, yaitu:
a. Tujuan perusahaan atas semua aktivitas bisnisnya adalah untuk melayani
pelanggan.
b. Manajemen puncak memberikan peran secara aktif dalam perbaikan kualitas.
c. Semua karyawan berperan secara aktif dalam perbaikan kualitas.
d. Perusahaan memiliki sistem untuk mengidentifikasi masalah kualitas,
mengembangkan solusi dan menetapkan tujuan perbaikan kualitas.
32
e. Perusahaan menghargai karyawannya dan memberikan pelatihan.
2.6
Produk Rusak
Perusahaan
sangat
tidak
menginginkan
produk
yang
dihasilkannya
mengalami kerusakan, adanya produk yang rusak mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan. Dalam produk rusak telah menyerap banyak biaya-biaya antara lain
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik sehingga membuat
perusahaan merugi dengan adanya produk rusak. Produk rusak (spoiled goods)
adalah produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan,
secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang baik (Mulyadi,
2010:302). Menurut pandangan tradisional produk dikatakan cacat atau rusak apabila
kriteria produk tersebut terletak diluar batas atas dan batas bawah dari batasan
spesifikasi yang telah ditetapkan. Maka suatu produk dinyatakan rusak apabila
produk tersebut tidak memenuhi spesifikasinya (Hansen dan Mowen, 20011:7).
Dari definisi di atas dapat diambil intisari bahwa produk yang rusak adalah
produk yang tidak sesuai spesifikasi sehingga tidak memenuhi standar kualitas yang
telah ditentukan, tidak dapat dikerjakan ulang (rework) dan memiliki nilai jual yang
rendah sebagai nilai sisa (disposal value). Dalam proses pengolahan produk yang di
lakukan secara pesanan, seringkali muncul produk rusak yang tidak bisa dihindari
baik secara normal maupun karena kesalahan dalam proses produksi.
Menurut Bastian dan Nurlela (2009:69) pengertian produk rusak sebagai
adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, di mana produk yang
dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan, tetapi secara
ekonomis produk tersebut dapat di perbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu,
dimana biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk
tersebut diperbaiki.
Definisi lain dari produk rusak dikemukakakn oleh Mulyadi (2010:298)
sebagai berikut: “produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar kualitas
yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk
yang baik.” Produk rusak dapat diakibatkan oleh dua sebab, yaitu:
1. Produk rusak disebabkan oleh kondisi eksternal, misalnya karena
spesifikasi pengerjaan yang sulit yang ditetpkan oleh pemesan, atau
kondisi ini biasa disebut “sebab abnormal”.
33
2. Produk rusak yang disebabkan oleh pihak internal yang biasa disebut
“sebab normal”, misalnya bahan baku yang kurang baik, peralatan dan
tenaga kerja ahli
Produk rusak (spoiled goods)
menurut Mulyadi (2010,302), perlakuan
tersebut tergantung dari sifat dan sebab terjadinya:
1. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau
faktor luar biasa yang lain, maka harga pokok produk rusak dibebankan
sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang
bersangkutan. Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil
penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan
yang menghasilkan produk rusak tersebut.
2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses
pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya
produk rusak dibebankan kepada produk si secara keseluruhan, dengan
cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhead
pabrik.
Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan Produk Rusak (spoiled goods) Jika
dalam proses produksi terdapat produk rusak, masalah yang timbul adalah bagaimana
memperlakukan produk rusak tersebut, jika laku dijual dan jika tidak laku dijual.
Perlakuan akuntansi produk rusak menurut Mursyidi (2010;115) adalah sebagai:
1. Produk rusak bersifat normal, laku dijual: Produk rusak yang bersifat
normal dan laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak diperlakukan
sebagai:
a. Penghasilan lain-lain
b. Pengurang biaya overhead pabrik
c. Pengurang setiap elemen biaya produksi
d. Pengurang harga pokok produk selesai
2. Produk rusak bersifat normal, tidak laku dijual: Produk rusak yang
bersifat normal tapi tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak
akan dibebankan ke produk selesai, yang mengakibatkan harga pokok
produk selesai menjadi lebih besar.
3. Produk rusak bersifat abnormal, laku dijual: Produk rusak karena
kesalahan dan laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak
diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak.
34
4. Produk rusak bersifat abnormal, tidak laku dijual: Produk rusak bersifat
abnormal dan tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak
diperlakukan sebagai kerugian dengan perkiraan tersendiri yaitu kerugian
produk rusak. Dalam proses produksi, apabila terjadi produk rusak maka
produk tersebut akan diperhitungkan, karena produk tersebut telah
menyerap biaya produksi. Rumus Harga Pokok Produk Rusak :
Biaya Produksi : Unit yang diproduksi) x Produk
2.7
Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan analisis terhadap penerapan
biaya kualitas terhadap peningkatan kualitas produk tabung baja pada PT EBT
selama periode 2007-2015. Agar dapat mengendalikan kualitas produk yang
dihasilkan, perusahaan perlu mengetahui biaya kualitas yang terjadi. Maka itu,
penelitian ini akan melakukan analisis terhadap biaya yang termasuk dalam kategori
biaya kualitas dan seberapa besar pengaruhnya terhadap volume produksi tabung
baja yang baik dan produksi yang rusak. Untuk lebih jelasnya, peneliti menjelaskan
kerangka berpikir melalui gambar berikut ini :
Penerapan Biaya Kualitas
-Biaya pencegahan
Produk
-Biaya penilaian mutu
-Biaya kegagalan Internal
-Biaya kegagalan eksternal
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Rusak
Download