SISWANTO KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN 2009 ISBN : 978-602-9372-01-4 MONOGRAF KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN Siswanto Penerbit : UPN “Veteran” Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya Gununganyar Surabaya 60294 2009 KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN Gelar Magister Teknik diperoleh dari Institut Teknologi 10 November Surabaya tahun 2003. Sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Tanah pada tahun 2003 sampai 2007. Kepala bagian Perencanaan Evaluasi dan Laporan Administrasi Akademik Biro Administrasi Akademik UPN “veteran” Jawa Timur hingga sekarang. Tahun 2008 diperintahkan oleh Pimpinan Universitas untuk menempuh pendidikan jenjang Sarjana Jurusan Informatika. Buku yang pernah diterbitkan adalah Pengembangan Tembakau Unggulan di Sumenenp, Pengatar Sistem Informasi Geografik, Evaluasi Sumberdaya Lahan, sedangkan karya ilmiah yang dipublikasikan adalah: Karakteristik Hidroulik Erosi Tanah Menggunakan Hujan Buatan (Basic Hydrology). Studi Kesesuaian Lahan Tanaman Melon di Tiga Sentra Produksi Melon, Studi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu Lahan Kering. SISWANTO SISWANTO lahir di Malang tahun 1963. Lulus Sarjana Pertanian Universitas Brawijaya Malang tahun 1988. Menjadi staf pengajar jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang sejak tahun 1989 sampai 1991. Pada Tahun 1991 merangkap sebagai staf pengajar Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sampai sekarang. Siswanto Penerbit: UPN “Veteran” Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya Gununganyar Surabaya 60294 KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN Disusun oleh : Ir. Siswanto, MT. Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur ISBN : 978-602-9372-01-4 Tahun : 2009 Setting : Farid Desain Sampul dan Gambar : Farid Dilarang keras mengutip, menjiplak atau mengkopi sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seijin penerbit HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG Untuk: Istri dan Anak-anakku Tercinta KATA PENGANTAR Alhamdulillah, atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulisan buku ini dapat kami selesaikan dengan lancar. Penyusunan monograf ini dimaksudkan untuk memberikan informasi dan masukan yang sangat berarti bagi semua kalayak khususnya masyarakat pecinta konservasi tanah dan pengelolaan tanah dan air. Monograf ini disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian penulis yang dikompilasi dengan penelitian-peneltian sebelumnya. Dalam penulisan buku ini penulis lebih menekankan pada teknik pengukuran faktor kepekaan tanah terhadap daya perusak dari luar, khususnya pengaruh pukulan air hujan dan angkutas sedimen dalam proses aliran permukaan. Monograf Kepekaan tanah dan tenaga eksogen ini berisi tentang permasalahan kepekaan tanah, cara-cara mengukur kepekaan tanah, analisis kepekaan dari berbagai jenis dan spesifikasi pengukuran untuk jenis-jenis tanah tertentu. Kami menyadari bahwa penyusunan masih banyak keku-angan. Untuk itu kami berharap masukan-masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan buku ini. Pada kesempatan ini kami tak lupa menyampaikan banyak-banyak terimah kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, dorongan dan semangat untuk menyelesaian penulisan buku nomograph ini. Tidak ketinggalan juga kami sampaikan kepada pihak penerbit yang telah mengizinkan tulisan ini dapat diterbitkan. Harapan kami semoga dengan terbitnya buku ini dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga apa yang Bapak Ibu berikan mendapat balasan yang lebih dari Tuhan Yang Maha Esa dan selalu di tunjukkan ke jalan yang benar… amin. Surabaya, Januari 2009 Penulis, “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” i DAFTAR ISI Hal. i KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Ketahanan dan Kepekaan Tanah 1.2. Karakateristik Tanah dan Erosi Lahan 1 1 3 BAB II MASALAH KEPEKAAN TANAH 2.1. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah 2.2. Indeks Erosivitas Hujan 2.3 Limpasan Permukaan dan Aliran Sedimen 2.4. Kepekaan Tanah dan Gaya Perusak dari Luar 2.5. Pengukuran Kepekaan Tanah 2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kepekaan Tanah 9 11 11 13 15 18 21 BAB III METODOLOGI 3.1. Kegiatan Pendahuluan 3.2. Bahan 3.2.1. Air 3.2.2. Sampling Tanah 3.3. Alat yang Digunakan 3.4. Kalibrasi Alat 3.4.1. Modifikasi Alat 3.4.2. Kalibrasi Simulator Hujan 3.5. Pelaksanaan 3.6. Limpasan Permukaan 23 23 24 24 25 25 26 26 27 29 31 BAB IV ANALISIS DAN SOLUSI 4.1. Umum 4.2. Indeks Erosivitas Hujan 4.3. Limpasan Permukaan 4.4. Transport Sedimen 33 33 34 36 42 ii “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” BAB V 4.5. Infiltrasi 4.6. Stabilitas Agregat dan Gradasi Butir 4.7. Karakteristik Tanah dan Erodibilitas 45 51 54 PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran 61 61 63 DAFTAR PUSTAKA 65 Lampiran 69 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” iii DAFTAR TABEL Hal. Tabel 2.1. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah Tabel 3.1. Hasil Pencatatan Flowmeter Inflow dan Outflow pada Saat kalibrasi Tabel 3.2. Tinggi Hujan Simulasi dan Hujan Harian Maksimum Lokasi Contoh Tanah Tabel 4.1. Kombinasi Variasi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah Tabel 4.2. Data Tinggi Hujan Harian, Hujan Simulasi dan Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan Harian dan Indek Erosivitas Hujan Simulasi Tabel 4.3. Hasil Analisis Varian Faktor Erosivitas Hujan pada Erosi Tanah Tabel 4.4. Besarnya debit Limpasan Akibat Variasi Tinggi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah Tabel 4.5. Karakteristik Aliran yang Berpengaruh pada Besarnya Aliran Limpasan Permukaan Tabel 4.6. Hasil pengukuran Laju Infiltrasi pada Contoh Tanah Blok Utuh Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Kadar Lengas dan Laju Infiltrasi pada tanah Percobaan Tabel 4.8. Hasil Analisa DMR (mm), Dmean (mm) dan D50 (mm) di Empat Tanah Percobaan Tabel 4.9. Persamaan Duga Erodibilitas Tabel 4.10 Indek Erodibilitas Perhitungan dan Erodibilitas Fungsi Tabel 4.11 Perbandingan Dua Rata-Rata Nilai Erodibilitas iv 20 28 30 34 35 36 39 43 46 49 52 55 56 58 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 2.1. Hubungan geometri ukuran agregat dengan energi kinetik hujan 17 Gambar 3.1. Bagan Pengaliran di Dalam Simulasi Hujan 27 Gambar 3.2. Hubungan antara Debit Outflow (l/min) dengan 28 Debit Inflow (l/min) Gambar 3.3. Bagan Alir Pengukuran Parameter Erosi Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Gambar 4.1. Limpasan Permukaan Andosol pada Kemiringan 9% dan 17% Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan Latosol pada Kemiringan 9% dan 17% Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan Mediteran pada Kemiringan 9% dan 17% Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan Regosol pada Kemiringan 9% dan 17% Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan (a) Andosol dan (b)Latosol pada Kemiringan 9% dan 17% Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan (a) Tanah Mediteran dan (b)Regosol pada Kemiringan 9% dan 17% “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 30 37 37 37 37 41 42 v DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1. Laju Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tinggi Hujan 69 Lampiran 2. Hubungan Infiltrasi dengan Erodibilitas 71 Lampiran 3. Hubungan Diameter Butir dan Persen Agregat 72 Lampiran 4. Grafik S Gradasi Butir 74 Lampiran 5. Hubungan Diameter Agregat dengan Erodibilitas 76 vi “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” PENDAHULUAN 1.1. BAB 1 Ketahanan dan Kepekaan Tanah Tanah adalah lapisan tipis kerak bumi hasil hancuran batubatuan oleh faktor pembentuk tanah dan menjadi media tumbuh tanaman di atasnya. Karakteristik tanah akan berbeda-beda tergantung pada faktor pembentuknya. Perbedaan dalam faktor pembentuk tanah akan menentukan ciri dan sifat tanah tersebut. Berdasarkan ciri khusus yang dimiliki, tanah dikelompokkan menjadi sepuluh jenis. Dari sepuluh jenis tersebut Andosol, Regosol, Mediteran dan Latosol dipilih sebagai bahan penelitian ini karena luasnya sebaran penggunaan tanah tersebut untuk budidaya pertanian dan kawasan konservasi. Dekade terakhir ini, di daerah hulu telah menunjukkan adanya kecenderungan makin meningkatnya konversi kawasan konservasi menjadi lahan kering (tegal) yang selalu dalam keadaan terbuka. Di daerah perbukitan atau pegunungan yang tidak tertutup tanaman akan mudah mengalami erosi bila tanpa pengelolaan yang benar. Salah satu sifat tanah yang terbentuk akibat perbedaan faktor pembentuk tanah adalah erodibilitas tanah atau kepekaan dan ketahanan tanah terhadap daya perusak dari luar. Umumnya nilai erodibilitas tanah ditentukan secara langsung di lapangan pada plot yang mempunyai panjang 22 m, lebar 2 m dan kemiringan lahan 9 persen (plot standard). Pengukuran langsung ini didasarkan pada besarnya kehilangan tanah akibat hujan yang jatuh pada plot tersebut. Indeks erosivitas merupakan besarnya energi pukulan hujan yang menghancurkan agregat tanah dan yang mentranformasikan hasil hancuran (sedimen) ke tempat lain. Besarnya indeks erosivitas sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan seperti, “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 1 ketinggian jatuh, diameter butir, intensitas hujan, durasi dan distribusi hujan. Hasil pengukuran lapangan nilai, erodibilitas pada beberapa jenis tanah di Jawa dilaporkan oleh Bols (1979) dan Utomo (1994) berkisar antara 0,03 – 0,31 ton ha-1 per unit R. Sedangkan pengukuran dengan nomograph penduga berkisar antara 0,04 – 0,24 ton ha-1 per unit R. Nilai erodibilitas tanah sangat dipe-ngaruhi oleh sifat dan ciri tanah. Beberapa ciri khusus yang diduga berpengaruh pada nilai erodibilitas tanah adalah tekstur, struktur, pembasahan dan penge-ringan, infiltrasi, kation-kation terjerap dan kandungan bahan organik. Walaupun sudah banyak diketahui bahwa erodibilitas tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah itu sendiri, tetapi informasi tentang besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut secara individu belum banyak dilaporkan. Pada studi di 4 (empat) jenis tanah ini penulis mencoba mencari besarnya pengaruh masing-masing faktor secara kuantitatif pada nilai erodibilitas. Meskipun pengukuran di lapangan memberikan hasil yang lebih memuaskan, namun dalam pelaksanaannya membutuhkan persiapan yang matang dan biaya yang mahal. Sampai saat ini pengukuran erodibilitas di lapangan masih menunjukkan hasil yang sangat memuaskan, tetapi mengingat pertimbangan waktu, biaya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya para pakar konservasi tanah dan air mencari alternatif lain yang dirasa hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran di lapang. Disamping pendugaan dengan nomograph Wischmeyer, penulis mencoba mencari alternatif lain untuk mengukur nilai erodibilitas tanah di laboratorium dengan hujan simulasi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik tanah yang berpengaruh. Walaupun pengukuran nilai erodibilitas bukan merupakan masalah baru dibidang konservasi tanah dan air, tetapi mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka pengkajian tentang pendugaan nilai erodibilitas di laboratorium 2 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” sebagai alternatif lain perlu dipertimbangkan. Supaya hasil yang diperoleh dapat diaplikasikan maka perlu adanya kalibrasi dengan hasil pengukuran di lapangan. Bertolak dari hasil-hasil pengukuran di lapangan dan pendugaan dengan nomograph, penulis tertarik untuk menduga nilai erodibilitas di laboratorium berdasarkan prinsip pengukuran di lapangan. 1.2. Karakteristik Tanah dan Erosi Lahan Erosi tanah terjadi melalui proses penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Oleh karena itu besarnya erosi yang terjadi ditentukan oleh faktor-faktor yang mem-pengaruhi ketiga proses tersebut. Di dalam penilaian bahaya erosi potensial hanya didasarkan pada faktor penyebab erosi (erosivitas) dan faktor tanah (erodibilitas). Kenyataan di alam, proses erosi berlangsung sangat kompleks. Hal ini tidak hanya ditentukan oleh faktor erosivitas dan erodibilitas tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi kedua variabel di atas. Pada erosi hujan, erosivitas ditentukan oleh sifat-sifat hujan dan dipengaruhi oleh vegetasi dan kemiringan. Sedangkan erodibilitas ditentukan oleh sifat tanah dan dipengaruhi oleh vegetasi dan aktifitas manusia yang menggunakan tanah tersebut. Morgan (1995) dan Utomo (1994) mengelompokkan faktorfaktor yang ber-pengaruh pada besarnya erosi adalah erosivitas (R), erodibilitas (K), lereng dan panjang lereng (LS), tanaman (C) dan tingkat pengelolaan (P) yang diberikan. Untuk menghitung indeks erosivitas Wischmeyer dan Smith (1958) dalam Morgan (1995) dibutuhkan data tinggi hujan dan intensitas hujan periodik. Buku ini hanya memfo-kuskan pada erodibilitas tanah dan kesulitan mensimulasikan intensitas hujan periodik, maka untuk menghitung indeks erosivitas hujan “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 3 didasarkan pada tinggi hujan harian menggunakan persmaan Bols (1978). Rh maksimum dengan = 2,34.Hh1,98 Dimana: Rh = Indeks erosivitas harian (J cm m-2 jam-1) Hh = Tinggi hujan harian maksimum (cm) Simulasi hujan dalam didasarkan pada tinggi hujan harian maksimum yang jatuh merata keseluruh permukaan petak standar dan dalam contoh tanah utuh(undisturbed) berukuran luas 50 cm x 50 cm dengan tebal 10 cm. Hujan yang jatuh kepermukaan tanah akan menghancurkan dan mendispersi agregat tanah. Pada kondisi tanah kering dan porous, hisapan matrik tanah dan gaya gravitasi akan menarik air hujan masuk ke dalam tanah sebagai infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah. Apabila intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi maka air akan mengalir ke permukaan tanah sebagai limpasan permukaan. Aliran permukaan akan mengangkut material hancuran dan dalam perjalanannya akan menggerus dasar dan sisi-sisi alur permukaan tanah. Besarnya pengaruh limpasan pada erosi para pakar Hidrologi mencirikan dengan bilangan Reynold (Re) dan Bilangan Froude (Fr) (Reijn, 1990) Re = Ū.h/ Fr = Ū/(g.h)0,5 Dimana: Ū = Kecepatan rata-rata penampang (m det-1) = Viskositas kinematik (m2 det-1) g = Percepatan gravitasi (m det-2) h = Kedalaman aliran (m) Mengingat persamaan (12) dan (13) merupakan fungsi dari kedalaman aliran (h) maka untuk menghitung nilai h didasarkan pada besarnya debit aliran limpasan permukaan atau SRO (Asdak, 1995). 4 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Dimana: h = Kedalaman aliran (m) Q = Debit limpasan permukaan (m3 menit-1) A = Luas plot standard (m2) t = Waktu (menit) Sedangkan untuk menghitung kecepatan aliran diguna-kan persamaan Manning (Chow, 1959) Ū = 1/n x R2/3 S1/2 Dimana: S = Kemiringan lahan (%) n = Angka kekasaran Manning daerah dataran banjir yang digunakan untuk pertanian tanpa adanya tanaman = 0,04 (Chow, 1959) Muatan sedimen tercuci (wash load sediment) menunjukkan jumlah tanah yang tererosi. St = Bl + Sl Dimana: St = Jumlah tanah tererosi (ton ha-1) Bl = Sedimen dasar (kg plot-1) Sl = Sedimen melayang (kg plot-1) Kemiringan plot standard 9 persen dengan panjang 22 meter akan memberikan nilai faktor lereng dan panjang lereng (LS) sama dengan 1. Sedangkan untuk lereng dan panjang lereng lebih besar atau lebih kecil dari plot standard diperhitungkan dengan persamaan (Morgan, 1995) LS = (L/22)0,5 x (0,065 + 0,045S + 0,0065S2) Dimana: L = Panjang lereng (m) Hasil pengukuran sedimen tercuci (16), erosivitas (11), dan faktor LS (17) maka rumus (8) menjadi: “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 5 Dimana: K = Nilai erodibilitas (ton ha-1 per unit R) Rh = Indek erosivitas hujan simulasi (J cm m-2 jam-1) Nilai erodibiitas tanah menunjukkan kemudahan tanah tererosi. Besarnya nilai ini ditentukan oleh erosivitas dan karakteristik tanah. Ciri-ciri tanah yang berpengaruh pada erodibilitas adalah infiltrasi, kandungan air tanah, ukuran butir, bahan organik dan struktur tanah. Selanjutnya dengan memasukkan variabel bebas karakteristik tanah tersebut ke dalam fungsi K didapat nilai duga K. K = (KA, i, DMR, Dm) KA = Kadar Air Tanah (%) I = Infoltrasi (cm.jam-1) DMR = Diameter Menengah Rata-Rata (mm) Dm 6 = Diameter Menengah (mm) “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” MASALAH KEPEKAAN TANAH BAB 2 Salah satu sifat tanah yang terbentuk akibat perbedaan faktor pembentuk tanah adalah erodibilitas tanah atau kepekaan dan ketahanan tanah terhadap daya perusak dari luar. Umumnya nilai erodibilitas tanah ditentukan secara langsung di lapangan pada plot yang mempunyai panjang 22 m, lebar 2 m dan kemiringan lahan 9 persen (plot standard). Pengukuran langsung ini didasarkan pada besarnya kehilangan tanah akibat hujan yang jatuh pada plot tersebut. Indeks erosivitas merupakan besarnya energi pukulan hujan yang meng-hancurkan agregat tanah dan yang mentranformasikan hasil hancuran (sedimen) ke tempat lain. Besarnya indeks erosivitas sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan seperti, ketinggian jatuh, diameter butir, intensitas hujan, durasi dan distribusi hujan. Hasil pengukuran lapangan nilai, erodibilitas pada beberapa jenis tanah di Jawa dilaporkan oleh Bols (1979) dan Utomo (1994) berkisar antara 0,03 – 0,31 ton ha-1 per unit R. Sedangkan pengukuran dengan nomograph penduga berkisar antara 0,04 – 0,24 ton ha-1 per unit R. Nilai erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah. Beberapa ciri khusus yang diduga berpengaruh pada nilai erodibilitas tanah adalah tekstur, struktur, pembasahan dan penge-ringan, infiltrasi, kation-kation terjerap dan kandungan bahan organik. Walaupun sudah banyak diketahui bahwa erodibilitas tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah itu sendiri, tetapi informasi tentang besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut secara individu belum banyak dilaporkan. Pada studi di 4 (empat) jenis tanah ini penulis mencoba mencari besarnya pengaruh masingmasing faktor secara kuantitatif pada nilai erodibilitas dengan menggunakan hujan simulasi. Penggunaan hujan simulasi “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 9 didasarkan pada pertimbangan: tinggi hujan harian maksimum dengan 1. tidak tersedianya data intensitas hujan periodik di lokasi pengambilan contoh tanah. 2. Kesulitan mengamati pola pengaliran dan infiltrasi secara langsung di lapangan pada saat kejadiaan hujan. 3. Penelitian dapat dilakukan setiap saat dan tidak tergantung pada hujan alami. 4. Meskipun pengukuran di lapangan memberikan hasil yang lebih memuas-kan, namun dalam pelaksanaannya membutuhkan persiapan yang matang dan biaya yang mahal. Sampai saat ini pengukuran erodibilitas di lapangan masih menunjukkan hasil yang sangat memuaskan, tetapi mengingat pertimbangan waktu, biaya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya para pakar konservasi tanah dan air men-cari alternatif lain yang dirasa hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran di lapang. Disamping pendugaan dengan nomograph Wischmeyer, penulis men-coba mencari alternatif lain untuk mengukur nilai erodibilitas tanah di laboratorium dengan hujan simulasi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik tanah yang berpengaruh. Walaupun pengukuran nilai erodibilitas bukan merupakan masalah baru dibidang konservasi tanah dan air, tetapi mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka pengkajian tentang pendugaan nilai erodibilitas di laboratorium sebagai alternatif lain perlu dipertimbangkan. Supaya hasil yang diperoleh dapat diaplikasikan maka perlu adanya kalibrasi dengan hasil pengukuran di lapangan. Bertolak dari hasil-hasil pengukuran di lapangan dan pendugaan dengan nomograph, penulis tertarik untuk menduga nilai erodibilitas di laboratorium berdasarkan prinsip pengukuran di lapangan. 10 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 2.1. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Lingkup permasalahan yang monograf penelitian ini adalah: menjadi tanah batasan dalam berdasarkan prinsip 1. Menduga nilai erodibilitas pengukuran di lapangan. 2. Merumuskan nilai erodibilitas berdasarkan fungsi dari kadar air, infiltrasi, diameter massa rata-rata (DMR) dan Diameter butir partikel (Dmean). 3. Ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan, dispersi dan kikisan limpasan permukaan. Sedangkan yang menjadi batasan dan asumsi pada studi ini adalah: 1. Hujan yang terjadi, tersebar merata dan acak di seluruh permukaan plot standard. 2. Debit aliran mengalir rata di seluruh permukaan plot standard. 3. Selama kejadian hujan, debit nossel diasumsikan konstan. 4. Debit nossel yang diberikan berdasarkan tinggi hujan harian maksimum. 5. Lama hujan simulasi didasarkan pada konsentrasi (tc) dari hidrograf hujan simulasi. 6. Debit nossel diasumsikan terukur seluruhnya. 7. Pengukuran limpasan permukaan, sedimen dan infiltrasi dimulai pada saat debit nossel telah konstan. 8. Pengaruh penutupan tanah, tanaman dan pengelolaan dianggap maksimum (faktor CP = 1). lama waktu 2.2. Indek Erosivitas Hujan Kemampuan dari hujan untuk menyebabkan erosi dikenal sebagai “erosivitas hujan”. Erosivitas merupakan fungsi dari “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 11 dari sifat fisik hujan seperti, curah hujan, lama hujan, intensitas, ukuran butir dan kecepatan jatuh (Morgan, 1995). Intensitas hujan (mm jam-1) ternyata mempunyai arti yang lebih penting dalam hubungannya dengan erosi. Hasil penelitian Fournier (1972) dalam Morgan (1995) menunjukkan bahwa erosi bertambah besar dengan meningkatnya intensitas hujan. Hudson (1965) dalam Hudson (1985) dari hasil studinya di daerah tropika menyimpulkan bahwa, ukuran butir hujan cenderung menurun dengan bertam-bahnya intensitas hujan. Berdasarkan hubungan antara ukuran butir dan inten-sitas hujan di daerah tropis dan sub tropis Hudson (1965) dalam Morgan (195), Utomo (1994) dan Hudson (1985) mengusulkan persamaan sebagai berikut: Ek = 29,8 – 125,5/I Dimana Ek = Energi kinetik hujan dalam Joule per m2 (J m-2) I = Intensitas hujan (mm jam-1). Diketahuinya hubungan antara energi kinetik hujan dan intensitas hujan, Wischmeyer dan Smith (1958) dalam Utomo (1994) menggabungkan antara energi kinetik (Ek) dan intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I30). Penggunaan kedua parameter tersebut dalam “Universal Soil Loss Equation (USLE) dikenal sebagai “Indek Erosiviatas Hujan” (R) R = EI30 Dimana: R = Indeks Erosivitas (J mm m-2 jam-1) Utomo (1994) dan Morgan (1995) menjelaskan cara untuk menghitung indeks erosivitas hujan (R), energi kinetik hujan dihitung berdasarkan intensitas hujan periodik. Energi kinetik 12 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” total didapat dengan menjumlahkan energi kinetik periodik. EI30 diperoleh dengan mengalikan total energi kinetik periodik dengan intensitas hujan maksimum selama 30 menit. Lebih lanjut Utomo (1994) menyatakan, untuk menghitung EI30, tidak hanya dibutuhkan data jumlah hujan tetapi juga waktu dan kenaikan hujan per satuan waktu. Data-data demikian di lokasi contoh tanah diambil tidak tersedia, sehingga untuk menghitung indeks erosivitas (EI30) mengalami kesulitan. Bols (1978), Utomo (1994) dan Seto (1991) mengadobsi indeks erosivitas hujan Wischmeyer untuk menghitung indeks erosivitas harian menggunakan data tinggi hujan harian dengan persamaan: Rh = 2,34 x (Hh)1,98 Dimana: Rh = Indeks erosivitas harian (J cm m-2 jam-1) Hh = Tinggi hujan harian maksimum (cm), Pemakaian persamaan Bols dalam studi ini, perhitungan tinggi hujan dikonversi ke debit untuk memudahkan penggunaannya dan lama hujan didasarkan pada analisis hidrograf hujan simulasi. 2.3. Limpasan Permukaan dan Aliran Sedimen Proses erosi tanah melibatkan tiga kejadian yang berlangsung berurutan yaitu, penghancuran (detachment), pengangkutan (transportation) dan pengen-dapan (sedimentation). Ketiga kejadian ini umumnya berlangsung dipermukaan lahan yang dipengaruhi oleh iklim, tofografi, karakteristik tanah, vegetasi dan tata guna lahan (Asdak, 1995). Pukulan air hujan merupakan gaya penggerak (driving force) terlepasnya partikel-partikel tanah dari agregat-agregat tanah. Hasil hancuran ini akan menyumbat pori-pori tanah yang akan menurunkan laju infiltrasi dan menim-bulkan genangan dipermukaan lahan. Genangan air yang ada akan menyebab“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 13 kan dispersi agregat dan melemahkan bahan pengikat (semen) butir-butir tanah (Hudson, 1985). Pada kondisi kandungan air tanah tinggi, kejadian hujan dengan intensitas rendah dan durasi lama akan menimbulkan genangan air dipermukaan lahan, namun volumenya belum cukup untuk mengangkut sedimen hasil erosi tersebut. Sebaliknya bila hujan dengan intensitas tinggi meskipun durasinya pendek, air akan cepat menggenang dipermukaan lahan dan bergerak sebagai limpasan per-mukaan yang membawa sedimen tercuci ke arah hilir (Morgan, 1995). Besar kecilnya volume sedimen yang terangut aliran permukaan oleh Asdak (1995) sangat ditentukan oleh kecepatan aliran (Ū) dan kedalaman air (h) aliran permukaan. Apabila sedimen yang terangkut tersebut terkonsentrasi di aluralur kecil di permukaan lahan, maka kecepatan aliran dan kedalaman air bertambah sehingga transport sedimen tercuci makin meningkat. Pada kondisi seperti tersebut di atas, gaya penghancur butir hujan akan berkurang sedangkan gaya dispersi dan gaya kikis limpasan permukaan bertam-bah besar. Menurut Pratiwi dan Sumaryono (1995), limpasan permukaan memi-liki gaya seret yang mampu mengangkut butiran partikel tanah. Ketahanan tanah permukaan terhadap gaya seret limpasan permukaan tidak merata. Di bagian yang lemah butir-butir partikel tanah akan mudah terangkut dibanding-kan pada bagian yang kuat. Besarnya gaya seret limpasan permukaan dapat diduga sebagai berikut (Reijn, 1990). b = .g.h.S Besarnya gaya seret ini dipengaruhi oleh turbulensi aliran dan kederasan aliran. Umumnya aliran air dipermukaan lahan bersifat turbulen karena adanya hambatan batu-batuan, cekungan-cekungan, sisa-sisa tanaman dan alirannya lambat. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pendugaan erosi lahan, sifat aliran dinyatakan sebagai aliran laminer sub kritis. Ciri-ciri khusus yang digunakan untuk mengetahui karakteristik aliran dipermukaan lahan adalah Bilangan Reynold (Re) dan Bilangan Froude (Fr) (Reijn, 1990 dan Chow, 1959). 14 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Lebih lanjut Pratiwi dan Sumaryono (1995) menyatakan bahwa sedimen tercuci akan terangkut oleh limpasan permukaan apabila gaya seret lebih besar dari pada gaya seret kritis ( > *). Besarnya gaya seret kritis dapat diduga : U * = ⬚ 𝑔. ℎ. 𝑆 b = .U*2 Dimana: b U* g h S = = = = = = Tegangan geser dasar (Newton m-2) Kecepatan geser kritis (m det-1) Rapat massa air (kg m-3) Percepatan gravitasi (m det-2) Kedalaman aliran (m) Kemiringan energi yang diasumsikan sama dengan kemiringan lahan (%) Menurut Asdak (1995) ketinggian muka air limpasan permukaan dapat diduga dengan mengukur debit limpasan permukaan dikalikan durasi hujan yang terjadi dibagi luas plot standard. ℎ= Q .t A Dimana: Q A t h = = = = Debit limpasan permukaan (m3 menit-1) Luas plots standard (m2) Waktu (menit) Kedalaman aliran (m) 2.4. Kepekaan Tanah Terhadap Gaya Perusak dari Luar Erodibilitas tanah mencerminkan kepekaan (susceptibility) tanah dan kemantapan (stability) agregat terhadap agen perusak dari luar yang dinyata-kan dalam satuan ton ha-1 per unit erosivitas. Kepekaan tanah menggambarkan kemudahan tanah, sedangkan kemantapan menunjukkan ketahanan agregat terhadap energi jatuhan hujan, dispersi air dan kikisan aliran permukaan. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 15 Kepekaan dan ketahanan tiap-tiap jenis tanah berbedabeda tergantung pada tekstur, kemantapan agregat, kadar bahan organik dan kandungan kimia tanah (Morgan, 1995), kapasitas infiltrasi (Utomo, 1994), kandungan seskui-oksida (Landon, 1984) dan tingkat kebasahan tanah. Variabilitas faktor pembentuk tanah (iklim, vegetasi, tofografi, bahan induk dan waktu) menentukan jenis tanah yang terbentuk mempunyai sebaran kandungan partikel yang berbeda-beda. Hardjowigeno (1992) memberi batasan tekstur tanah sebagai perbandingan relatif fraksi pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Tanah yang baru terbentuk umumnya didominasi pertikel berukuran kasar (pasir) yang tahan terhadap erosi. Demikian juga tanah yang telah me-lapuk lanjut umumnya tahan terhadap erosi karena tingginya kandungan liat yang dimiliki. Walaupun fraksi liat ukurannya 2m, namun kohesivitasnya besar karena luasnya permukaan jenis per satuan massa tanah (Utomo, 1985). Hasil penelitian Evan (1980) dan Richter dan Negendank (1977) dalam Morgan (1995) menunjukkan tanah yang mempunyai kadar liat antara 9 – 31 persen lebih peka terhadap erosi, demikian juga tanah dengan kadar debu antara 40 – 60 persen. Menurut Turner, Willatt, Wilson dan Jobling (1984) kandungan debu yang tinggi, tanah akan mudah terdispersi oleh air karena rendahnya gaya kohesi dan adhesi diantara partikel bila dibandingkan liat. Tingginya kandungan liat yang berinteraksi dengan hasil dekomposisi bahan organik akan mendorong pembentukan kompleks organo-liat yang stabil (Coleman, Oades dan Uehara, 1989). Komplek organo-liat ini akan mengikat partikel tanah yang lain membentuk agregat tanah yang mantap dan tahan terhadap agen perusak dari luar. Studi besarnya energi kinetik hujan yang diperlukan untuk menghancurkan agregat bahan endapan yang berukuran 0,016 – 0,631 mm oleh Proesen (1985) dalam Morgan (1995) menunjukkan, besarnya energi kinetik hujan semakin menurun dengan bertambahnya ukuran agregat dan mencapai minimum pada agregat berukuran 0,100 mm. Selanjutnya energi kinetik meningkat lagi dengan bertambah besarnya ukuran butir agregat. 16 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” energi kinetik (J.kg-1) Kemantapan agregat juga tergantung pada tipe mineral liat. Tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 (Illite, Monmorilonite, Smectite) mudah membentuk flokul-flokul karena sifatnya yang mengembang (swelling) bila basah dan mengkerut (shrinkage) bila kering. Flokul yang terbentuk merupa-kan tahap permulaan terbentuknya agregat tanah (Lal, 1990; Utomo 1985 dan Russell (1973). Morgan (1995) menambahkan agregat yang terbentuk tersebut, struktur lempeng kristalnya lebih terbuka dan mudah terdispersi dibandingkan liat tipe 1:1 (Kaolinit, gibsite). 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0.000 0.090 0.180 0.270 0.360 0.450 0.540 0.630 Ukuran agregat sedimen (mm) Series1 Gambar 2.1. Hubungan geometri ukuran agregat dengan energi kinetik hujan (Poesen, 1992 dalam Morgan, 1995) Bahan organik juga memegang peranan yang sangat penting didalam mempengaruhi erodibilitas tanah. Bahan ini secara langsung akan menurunkan erodibilitas tanah bila digunakan sebagai mulsa yang akan mengurangi besarnya energi jatuhan hujan. Sedangkan pengaruh tidak langsung melalui interaksi antara bahan stabil hasil dekomposisi dengan partikel liat dan kation divalen dan trivalen dalam tanah yang bertindak sebagai bahan pengikat (semen). Young (1990) dari hasil studinya menyimpulkan, penambahan bahan organik sebesar 1 (satu) persen ke lapisan olah tanah erodibilitas tanah turun sebesar 0,04 – 0,05. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 17 Besar kecilnya kandungan air tanah menentukan tingkat kejenuhan (saturated) dan kebasahan (wetting) tanah. Pada kondisi jenuh atau tingkat ke-basahan tinggi semua pori terisi oleh air. Kondisi demikian menyebabkan melemahnya bahan semen yang mengikat partikel tanah (Russell, 1973). Melemahnya ikatan antara partikel primer dan sekunder menjadikan agregat lebih mudah dihancurkan. Kandungan air yang tinggi juga menurunkan laju infiltrasi secara drastis. Penurunan ini akibat berkurangnya hisapan matrik tanah pada air permukaan. Semakin meningkat kebasahan tanah, maka jarak antara air permukaan dan zone kurang basah di dalam tanah makin jauh (Seto, 1991). Pada akhirnya laju infiltrasi ke bawah praktis hanya dipengaruhi oleh gravitasi, konduktivitas hidroulik jenuh dan besarnya hujan menutup pori-pori permukaan (Morgan, 1995). Akibat-nya genangan air dipermukaan akan mendispersi tanah bagian atas yang selanjutnya mengalir sebagai aliran permukaan. Pada kondisi tanah kering, air hujan segera masuk ke dalam tanah dengan cepat dan mendesak udara tanah keluar. Menurut Utomo (1985) tingginya hisapan matrik liat pada air tersebut menyebabkan timbulnya panas pembasahan (heat of wetting). Keluarnya panas pembasahan, mendorong agregat tanah pecah dengan cepat dan menurunnya kapasitas infiltrasi (Morgan, 1995). 2.5. Pengukuran Kepekaan Tanah Penetapan erodibilitas dapat dilakukan secara langsung di lapangan atau secara tidak langsung di laboratorium. Walaupun sudah diketahui bahwa erodi-bilitas merupakan faktor penentu besarnya erosi, namun sampai sekarang belum ada cara yang mudah dan cukup memuaskan untuk menetapkan nilai erodibilitas tanah. Cara yang memberikan hasil cukup memuaskan yaitu menghitung langsung kehilangan tanah di lapangan pada plot standard. Kemudian dengan menge-tahui indek erosivitas hujan yang menyebabkan erosi, dapat dihitung besarnya nilai erodibilitas tanah. 18 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 𝐾= A Rh Dimana: K = Erodibilitas (ton ha-1 per unit R) A = Besarnya erosi (ton ha-1) Rh = Erosivitas hujan harian (J cm m-2 jam-1) Umumnya Erodibilitas tanah-tanah pertanian di Jawa yang diukur dari per-cobaan lapang berkisar antara 0,02 ton ha-1 per unit R (erosivitas) sampai dengan 0,32 ton ha-1 per unit R (Utomo, 1994). Meskipun pengukuran langsung di lapang mendapatkan hasil yang lebih baik, namun tidak semua studi erodibilitas dapat dilakukan di lapang mengingat terbatasnya dana dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Berdasarkan percobaan lapang, studi erodibilitas dapat dilakukan di laboratorium dengan hujan simulasi yang dikalibrasi dengan data hujan dan hasil percobaan di lapangan. Sedangkan tanah percobaan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Wischmeyer (1971) dalam Utomo (1994) menghubungkan beberapa sifat tanah yang berpengaruh pada nilai erodibilitas (K) dengan persamaan: 100K = 2,1 M1,14(10-4)(12 – a) + 3,25(b – 2) + 2,5(c – 3) dimana: K = erodibilitas tanah (ton ha-1 per unit R) M = ukuran partikel (%debu + %pasir halus)(100-%liat) a = kadar bahan organik (%) b = kelas struktur tanah c = kelas permeabilitas. Sedangkan Boycous dalam Rahim (2000) untuk menentukan nilai erodibilitas tanah yang telah dia temukan sekitar tahun 1935–an tentang “The Clay Ratio as a Criterium Suspectibility of Soil to Erosion” kita mendapatkan persamaan sebagai berikut: = t “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 19 Dimana: E Sand Silt Clay = = = = erodibilitas pasir debu liat Hasil pengukuran nilai erodibilitas tanah di Indonesis disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah. Kelas Nilai K Tingkat Erodibilitas 1. 0,00-0,10 Sangat rendah 2. 0, 11-0,21 Rendah 3. 0,22-0,32 Sedang 4. 0,33 -0,44 Agak tinggi 5. 0,45 -0,55 Tinggi 6. 0,56 -0,64 Sangat Tinggi Sumber : Arsyad (2006). Faktor erodibilitas menunjukkan kemudahan tanah mengalami erosi, semakin tinggi nilainya semakin mudah tanah tererosi. Tingginya faktor erodibilitas antara satu tempat dengan yang lainnya disebabkan kondisi tekstur tanahnya yaitu rendahnya tekstur liat, tingginya persentase pasir sangat halus dan debu jika dibandingkan tanah lokasi yang satu. Menurut Morgan (1986) tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel berukuran besar tahan terhadap daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel halus tahan terhadap daya penghancur karena daya kohesifitasnya. Partikel yang kurang tahan terhadap keduanya adalah debu dan pasir sangat halus. Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengolahan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikan, Veiche (2002) menyatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk mendapatkan suatu indeks erodibilitas yang relatif lebih sederhana, baik didasarkan pada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di 20 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” laboratorium maupun di lapangan atau berdasarkan keragaan (response) terhadap hujan (Arsyad, 2000). Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan permukaan serta erosi. Dua unsur topografi yang berperan adalah panjang lereng dan kemiringan lereng (Utomo, 1989). Semakin miring suatu lereng maka butir-butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir-butir hujan akan menyebabkan laju erosi semakin tinggi (Arsyad, 2000). Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan. Dengan adanya vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumputrumputan dapat menghilangkan pengaruh topografi terhadap erosi. Tanaman yang menutup permukaan tanah secara rapat tidak saja memperlambat limpasan tetapi juga menghambat pengankutan partikel tanah (Utomo, 1989). 2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kepekaan Tanah Tanah merupakan hasil interaksi faktor pembentuk tanah (iklim, bahan induk, tofografi, vegetasi dan waktu). Kelima faktor pembentuk tanah tersebut secara simultan dan terus menerus bekerja terhadap batuan tipis kerak bumi. Di daerah tropika basah, pengaruh iklim (temperatur dan curah hujan) lebih dominan pada proses pembentukan dan perkembangan tanah serta mempenga-ruhi faktor pembentuk tanah yang lain (Soepardi, 1983). Peranan faktor iklim, tofografi dan vegetasi dalam proses erosi permukaan lahan sangat nyata sekali. Akibatnya didalam perhitungan besarnya kehilangan tanah oleh erosi faktor tersebut dirumuskan tersendiri. Sedangkan faktor hasil dari bahan induk atau “parent material” (merupakan batuan atau mineral atau bahan organik dimana solum tanah berkembang secara pedogenesis) dan waktu saja yang dianggap berpengaruh pada perubahan nilai erodibilitas tanah (Landon, 1984 dan Sarief, 1985). Sarwono (1973) dan Hardjowigeno (1992) menyatakan, faktor bahan induk dengan waktu yang sangat berpengaruh “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 21 pada pembentukan dan perkembangan tanah adalah tekstur, struktur dan komposisi mineralogi bahan induk. Besar kecilnya ukuran butir bahan induk akan menentukan kecepatan pelapukan dan pembentukan tanah. Bahan induk akan melapuk secara fisik-mekanis meng-hasilkan bahan-bahan baru yang berbutir lebih kecil dengan ciri-ciri bahan asal masih ada, yang diikuti oleh pelapukan kimia yang merubah komposisi kimia bahan asal menjadi bahan baru dengan sifat-sifat baru (Soepardi, 1983). Sugiman (1982) menyatakan bahwa bahan induk berbutir kasar (kerikil) dalam proses pelapukan menghasilkan tanah diatasnya bertekstur kasar pula. Sedangkan dalam taraf perkembangannya tekstur tanah lapisan atas masih di-dominasi oleh partikel berukuran kasar (pasir). Sebaliknya tanah yang terbentuk dan berkembang dari bahan induk berbutir halus (aluvium) tekstur tanah didominasi oleh partikel halus (liat atau clay). Struktur dan komposisi kimia mineral penyusun batuan juga menentukan keragaman jenis tanah yang terbentuk. Mineral berstruktur kisi kristal tekto-silikat dan filo-silikat seperti kuarsa, feldspar, muskovit, Ca dan Na-plagioklas lebih sukar dilapuk dibandingkan mineral berstruktur kisi kristal neso-silikat dan ino-silikat seperti olivin, piroksin dan amfibol. Kemudahan mineral dilapuk menunjukkan kecepatan pembentukan tanah, tekstur dan struktur tanah di-atasnya (Rogers dan Adams, 1966 dan Santoso, 1989). Lebih lanjut Santoso (1989) dan Soepardi (1983) mengemukakan, mineral dengan kadar SiO3 (silika) yang tinggi (bersifat asam) lebih tahan lapuk dibandingkan mineral berkadar SiO3 rendah (bersifat basa). Jadi jelaslah bahwa bahan induk merupakan salah satu faktor penentu keragaman jenis tanah. Sedangkan tiap jenis tanah mencirikan nilai erodibilitas yang berbeda-beda. Harjadi dan Indrawati (1998) mencoba menghubungkan faktor bahan induk dengan nilai erodibilitas tanah. Hasil percobaan di DAS Keduang menunjukkan bahwa tanah dengan bahan induk batuan endapan berbutir halus mempunyai erodibilitas 0,33. Sedangkan yang berbahan induk batuan beku berbutir kasar erodibilitasnya 0,44. 22 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” METODOLOGI BAB 3 Penetapan kepekaan tanah dapat ditetapkan dilapangan maupun di laboratorium. Pengukuran dilapangan dilakukan dengan mengukur besarnya nilai erosi dan mengukur faktor karakteristik lahan, dan pengelolan tanah. Pengukuran dilaboratorium diawali dengan melakukan survei untuk mengamati kondisi geomorfologi tanah secara deskriptif dan pengambilan contoh tanah. Penentuan dan pengambilan sampel dilakukan secara Stratified Random Sampling dan biosequent dianggap sebagai stratum, dan sekuen vegetasi dari sistem pertanian konservasi yang ada. Pada masing-masing titik sampel dilakukan identifikasi data lahan dan data tanah penentu erodibilitas tanah. Macam analisis tanah (parameter yang diamati) dan metode yang digunakan adalah: (1) analisis tekstur tanah (3 fraksi) dengan metode ayakan tekstur, (2) analisis bahan organik tanah dengan metode pembakaran kering (Poerwowidodo, 1990), (3) analisis permeabilitas tanah dengan metode De Boot (1967) Disamping itu penetapan kepekaan tanah dilaboratorium juga dapat dilakukan dengan membuat model fisik penetapan kepekaan tanah dilapangan. Pengukuran secara model dengan memperhitungkan skala dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan tanah. 3.1. Kegiatan Pendahuluan Kegiatan awal dilaksanakan untuk mendapatkan data yang representatif, agar kesahihannya dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu sebelum melakukan pengukuran dilakukan percobaan-percobaan untuk mengetahui kondisi alat yang sebenarnya. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 23 Apabila perilaku alat kurang bisa menggambarkan kondisi yang terjadi di alam, maka dilakukan modifikasi-modifikasi sehingga sesuai atau mendekati kondisi yang sebenarnya. Bersamaan dengan hal tersebut di atas, juga dilakukan percobaan-percobaan pada contoh tanah untuk mengetahui pola pengalirannya dan menjajaki karakteristik tanah tersebut. Pekerjaan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran riil kejadiankejadian hujan di alam dan gambaran transformasi hujan ke debit. Pengujian keakuratan alat simulator hujan dilakukan dengan pencatatan debit masuk di “flowmeter”, debit keluar di “flowmeter”, dan pengukuran volume hujan yang keluar dari nossel. Volume hujan buatan yang keluar dari nossel disamakan dengan volume hujan alami yang terjadi di alam yang jatuh pada petak standard. Mengingat perlunya keakuratan data yang diharapkan maka sangat ditentukan oleh alat yang digunakan, bahan dan pelaksanaannya. Pekerjaan Trial anda error dilakukan berulangulang sehingga faham benar perilaku alat dan bahan-bahan yang digunakan. Disamping itu untuk memudahkan menganalisis dan menginterpretasi data nantinya. 3.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua jenis yaitu: 1. 24 Air. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk simulasi hujan melalui lubang nossel bertekanan. Dalam studi ini air yang digunakan adalah air PDAM dengan harapan tidak mengandung beban sedimen sehingga tidak mengganggu perhitungan jumlah sedimen tercuci yang terbawa aliran dari contoh tanah. Disamping itu air aliran balik sebelum digunakan diendapkan dahulu dalam reservoar untuk menghilangkan beban sedimen yang “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” terpercik oleh pu-kulan hujan. Selain itu untuk menjaga supaya tidak menyumbat lubang nossel yang bisa mengganggu perhitungan debit nossel berikutnya. 2. Contoh Tanah Guna keperluan studi penelitian ini 4 (empat) jenis contoh tanah blok utuh (undisturbed) yang berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tebal 10 cm yaitu Andosol (Pujon), Latosol (Pacet), Mediteran (Kedung Boto), dan Regosol (Ngadirekso). Tiap-tiap jenis tanah diambil contoh tanahnya sebanyak 2 blok untuk: a. Diukur besarnya limpasan permukaan, jumlah sedimen terangkut dan laju infiltrasi dengan adanya perlakuan simulasi hujan dengan ber-bagai volume hujan simulasi. b. Didistruksi untuk diambil sampel agregat utuh untuk analisa DMR dan sampel biasa untuk analisa gradasi butir untuk setiap kali sebelum diperlaku-kan dengan hujan simulasi berikutnya. Pemilihan keempat jenis tanah tersebut didasarkan pada luas sebaran penggunaannya untuk budidaya pertanian dan kepekaannya pada erosi geologis. 3.3. 1. Alat yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam studi ini adalah: Simulator hujan dengan dimensi: - Panjang = 201,0 cm - Lebar = 100,0 cm - Kedalaman basin = 22,4 cm - Ketinggian dasar basin = 102,0 cm - Ketinggian nossel = 192,0 cm - Lebar reservoar = 63,5 cm - Panjang reservoar = 121,5 cm - Kedalaman reservoar = 45,5 cm - Jarak antar nossel = 50,0 cm - Jumlah nossel = 8 buah “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 25 2. Stop watch, digunakan untuk mencatat waktu kejadian hujan buatan. 3. Gelas ukur 1000 ml. Digunakan untuk menakar volume infitrasi tiap satuan waktu. 4. Gelas kimia, digunakan untuk menakar volume limpasan hujan tiap satuan waktu. 5. Bak plastik berkapasitas 10 liter untuk menampung volume limpasan tiap satuan waktu. 5. Kamera photo, digunakan untuk membuatn dokumentasi penelitian. 6. Alat tulis: untuk mencatat semua data hasil pengukuran dan pengamatan. 3.4. Kalibrasi Alat. Sebelum dilakukan pengukuran besarnya erosi tanah terlabih dahulu dilakukan: 3.4.1. Modifikasi Alat Agar simulasi hujan yang dibuat menggambarkan kondisi kejadian hujan di alam dan volume hujan bisa diukur tersendiri maka dilakukan modifikasi pada peralatan simulator hujan. Modifikasi dilakukan pada bagian nossel dan bagian pengukur volume hujan yaitu ketinggian dan besar lubang nossel. Ketinggian nossel dinaikkan 25 cm dan lubang nossel diperkecil sedikit dengan harapan air yang keluar dapat menyebar ke seluruh permukaan contoh tanah. Sedangkan volumenya dialirkan keluar basin melalui selang plastik berdiameter ¾ inchi. Disamping itu dilakukan modifikasi pada pipa saluran masuk untuk mengurangi kelebihan aliran (over flow) pompa. Secara bagan proses pengaliran air dalam simulasi hujan adalah sebagai berikut. 26 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Infiltrasi Basin Flowmeter Inflow Flowmeter Outflow Reservoar Pompa Gambar 3.1. Bagan Pengaliran di Dalam Simulasi Hujan 3.4.2. Kalibrasi Simulator Hujan Kalibrasi alat dilakukan dengan cara mencatat angka “flowmeter “ debit masuk dan “flowmeter” debit keluar. Bacaan flowmeter dapat diatur dengan mengatur kran pengatur. Pelaksanaan kalibrasi dilakukan dengan mengatur 5 (lima) kran pengatur yaitu: 1. 2. 3. Kran debit masuk (inflow) Tiga (3) kran Pengatur debit berlebihan (over flow). Kran pengatur debit nossel (Nossel) Fungsi kalibrasi digunakan untuk mengetahui keakuratan alat tersebut sehingga dalam pengukuran debit limpasan permukaan, laju infiltrasi dan pem-buatan hidrograf limpasan dan sedimen tidak terlalu menyimpang. Disamping itu untuk mengetahui “time concentration (tc)” yang akan menentukan lamanya simulasi hujan pada contoh tanah. Bersamaan dengan pencatatan debit di atas, juga diamati distribusi hujan buatan yang keluar dari nossel dan mengukur debitnya. Besarnya debit nossel dicocokan dengan tinggi hujan alami di lapangan. Hasil pencatanan flowmeter inflow dan outflow tertera dalam Tabel 3.1. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 27 Tabel 3.1. Hasil Pencatatan Flowmeter Inflow dan Outflow pada Saat kalibrasi No Inflow (l/min) X 6.0 9.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 12.0 20.0 97.0 10.8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah Rerata SY CV (%) Outflow (l/min) Yi 7,9 10,8 10,7 10,5 11,7 11,8 11,6 12,6 20,1 105.9 11,8 Debit intflow (l/min) 2 15,21 1,00 1,21 1,69 0,01 0,00 0,04 0,64 68,89 88,69 1,177 9,98 Simpangan baku (SY) = (Yi – Y)2/(n-1) Koefisien Keragaman (CV) = SY/Y 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 (Yi - Y) SY = Sy/n y = 0.8657x + 2.6366 R² = 0.9792 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Debit Ouflow (l/min) Series1 Gambar 3.2. 28 Hubungan antara Debit Outflow (l/min) dengan Debit Inflow (l/min) “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 3.5. Pelaksanaan Secara garis besar alur pelaksanaan penelitian direncanakan seperti tampak dalam bagan alur Gambar 3.3. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah: 1. Persiapan yaitu pengecekan alat simulator hujan dan sarana pendukung lainnya yang diikuti dengan penempatan contoh tanah utuh di atas dasar basin yang telah dipasang bak penampung air infiltrasi dengan kemiringan tertentu yang telah dihubungkan dengan selang plastik ke bak penampung infiltrasi, pada posisi dibawah lubang nossel. 2. Pengambilan Sampel untuk analisa dilakukan pada blok tanah distruksi sebelum diperlakukan dengan hujan simulasi. Memasang corong pada sisi atas bagian bawah contoh tanah untuk dihu-bungkan dengan selang ke bak plastik untuk diukur limpasan dan sedimen-nya dan menutup contoh tanah tersebut dengan lembaran seng. Mengatur debit nossel sesuai dengan tinggi hujan alami. Besarnya debit nossel dibuat seekuivalen mungkin dengan tinggi hujanharian maksimum di lapangan dengan cara mencocokan tinggi hujan alami yang jatuh di plot standar dengan debit nossel. 2. Besarnya tinggi hujan alami yang dipakai sebagai acuan penentuan debit nossel adalah sebagai berikut: “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 29 Tabel 3.2. Tinggi Hujan Simulasi dan Hujan Harian Maksimum Lokasi Contoh Tanah Lokasi Jan. Peb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Pujon 68,0 31,0 47,0 61,0 18,0 23,0 3,0 Simulasi 67,0 31,0 46,0 61,0 18,0 Running 5 6 7 8 1 Pacet 147 67,0 51,0 77,0 28,0 6,0 0,0 Simulasi 146 66,0 51,0 77,0 28,0 Running 4 5 6 7 8 PKusumo 78,0 54,0 77,0 73,0 47,0 28,0 0,0 Simulasi 78,0 54,0 73,0 47,0 Running 5 6 7 8 Agt. Sep Okt Nop. 27,0 11,0 34,0 35,0 28,0 34,0 2 3 0,0 0,0 48,0 86,0 49,0 96,0 1 2 30,0 25,0 59,0 84,0 29,0 61,0 83,0 1 2 3 Des. 26,0 25,0 4 40,0 40,0 3 31,0 31,0 4 Sumber: DAS Brantas Tahun 2000 Debit nossel dibuat dengan cara mengatur kran nossel untuk distribusi hujan dan kran over flow untuk mengatur inflow hingga flowmeter inflow menunjukkan angka 10 l/min (debit ini ditetapkan konstan), dan diikuti dengan menakar volume air yang keluar dari nossel selama 1 (satu) menit. Apabila volumenya lebih besar atau lebih kecil dari volume hujan alami, maka kran over flow diputar kekiri atau kekanan hingga didapatkan volume air dari nossel sama dengan volume air hujan alami. Secara bagan pelaksanaan kalibrasi debit nossel adalah sebagai berikut. Start Hujan harian maksimum Input SRO Bed Load Stop QHb = QHh Suspended Tidak Load Infiltrasi Gambar 3.3. Bagan Alir Pengukuran Parameter Erosi Ya QHb = Debit nossel 30 QHh = Tinggi hujan harian maksimum “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 3. Setelah debit nossel sama dengan tinggi hujan alami, dilakukan running pada contoh tanah. Waktu running dihitung selama 40 menit yang dimulai setelah debit nossel konstan dan diawali pada saat seng penutup contoh tanah diambil sampai 35 menit, ditambah 5 menit berikutnya dengan asumsi hujan telah berhenti. Pada pelaksanaan running ini, tiap interval waktu 5 menit dicatat debit outflow pada flowmeter, volume limpasan permukaan, laju infiltrasi, dan besarnya sedimen yang terbawa. 3.6. Limpasan Permukaan (SRO) Pengukuran limpasan dilakukan dengan menampung air limpasan dari contoh tanah pada bak plastik berkapasitas 10 liter. Besarnya debit limpasan diukur dengan menakar volume air limpasan per satuan waktu dengan gelas ukur dan gelas kimia. Limpasan periodik dilakukan selama 35 menit pada kondisi hujan buatan yang telah stabil. Bersamaan dengan pengukuran ini, dilakukan pengambilan beban sedimen dasar (Bed Load) dan beban sedimen melayang (suspended load) untuk dihitung berat kering ovennya. Hasil peng-ukuran “SRO, bed load dan suspended load” digunakan untuk membuat hidrograf limpasan dan hidrohraf sedimen. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 31 ANALISIS DAN SOLUSI 4.1. BAB 4 Umum Studi Erodibilitas ini menggunakan empat (4) jenis tanah yang diambil dari empat lokasi yaitu Latosol (Pacet, Mojokerto), Andosol (Pujon, Malang), Mediteran (Sumber Boto, Mojokerto) dan Regosol (Poncokusumo, Malang). Ke empat jenis tanah tersebut diambil contoh tanahnya secara blok utuh (undisturbed) berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tebal 10 cm dengan kotak kayu. Pemilihan keempat jenis tanah tersebut didasarkan pada luas sebaran untuk budidaya pertanian dan kepekaannya terhadap erosi. Sedangkan pemakaian contoh tanah blok utuh diharapkan bisa mencerminkan kondisi alaminya di lapangan. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kondisi kapasitas lapangan (lembab) agar mudah diambil dan tidak banyak mengalami kerusakan pada saat pengangkutan. Hal ini dikarenakan pada saat lembab tanah mempunyai daya kohesi yang sedang dan gaya adhesi yang sedang pula. Cara pengambilan contoh tanah blok utuh seperti terlihat dalam Lampiran 2. Bersamaan dengan itu dilakukan pengambilan contoh tanah utuh dalam ring dengan ukuran diameter 4,8 cm, tinggi 6,5 cm, contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah biasa (disturbed) untuk penetapan nilai permeabilitas, bulk density, particle density, kelas struktur, tekstur dan kadar bahan organik. Hasil peng-ukuran karakteristik tanah ini digunakan untuk menduga nilai erodibilitas tanah dengan nomograph sebagai pembanding hasil studi dengan simulasi hujan. Sedangkan untuk pekerluan pengukuran karakteristik tanah yang lain contoh tanah diambil dari contoh tanah blok utuh yang didistruksi sebelum diperlakukan dengan hujan simulasi. Selain diberi perlakuan delapan (8) variasi hujan yang mewakili kejadian hujan selama 8 bulan, contoh tanah juga “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 33 diperlakukan pada dua (2) kemiringan yaitu kemiringan standar (9 persen) dan kemiringan 17 persen. Peralatan yang digunakan untuk variasi kemiringan yang sekaligus sebagai pemanpung laju infiltrasi. Kombinasi variasi hujan dan kemiringan pada contoh tanah tertera dalam Tebel 4.1. Tabel 4.1. Kombinasi Variasi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah Jenis Tanah Slope (%) 1 2 Variasi Tinggi Hujan (mm) 3 4 5 6 7 8 Andosol 9 9.1.A 9.2.A 9.3.A 9.4.A 9.5.A 9.6.A 9.7.A 9.8.A 17 17.1.A 17.2.A 17.3.A 17.4.A 17.5.A 17.6.A 17.7.A 17.8.A Latosol 9 9.1.L 9.2.L 9.3.L 9.4.L 9.5.L 9.6.L 9.7.L 9.8.L 17 17.1.L 17.2.L 17.3.L 17.4.L 17.5.L 17.6.L 17.7.L 17.8.L Mediteran 9 9.1.M 9.2.M 9.3.M 9.4.M 9.5.M 9.6.M 9.7.M 9.8.M 17 17.1.M 17.2.M 17.3.M 17.4.M 17.5.M 17.6.M 17.7.M 17.8.M Regosol 9 9.1.R 9.2.R 9.3.R 9.4.R 9.5.R 9.6.R 9.7.R 9.8.R 17 17.1.R 17.2.R 17.3.R 17.4.R 17.5.R 17.6.R 17.7.R 17.8.R 4.2. Indek Erosivitas Hujan. Erodibilitas mencerminkan tingkat kepekaan tanah pada erosi. Proses erosi air dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan, utamanya intensitas hujan. Besarnya pengaruh hujan terhadap erosi dinya-takan dalam indek erosivitas hujan yang dihitung berdasarkan intensitas hujan periodik dan intensitas hujan maksimum dalam waktu 30 menit. Indek erosivitas hujan dalam studi ini dihitung berdasarkan tinggi hujan harian maksimum, karena tidak tersedianya data intensitas hujan periodik di lokasi contoh tanah. Guna keperluan tersebut, indek erosivitas dihitung dengan persamaan (3) dan (11), Bols (1978). Hasil perhitungan indek erosivitas hujan tertera dalam Tabel 4.2. 34 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Tabel 4.2. Data Tinggi Hujan Harian, Hujan Simulasi dan Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan Harian dan Indek Erosivitas Hujan Simulasi. No Lokasi Tinggi Hujan (mm) 1 2 3 4 Bulan 5 1 Pujon Alami E.(A) Simulasi E.(S) Selisih 68 31 47 104.1 22.0 50.1 67 31 46 101.1 22.04 48.0 -3.0 0.0 -2.1 2 Pacet Alami E.(A) Simulasi E.(S) Selisih 147.0 67.0 51.0 77.0 476.2 101.1 58.9 33.2 146.0 66.0 51.0 77.0 472.8 98.2 58.9 133.2 -6.4 -2.9 0.0 0.0 3 Ponco- Alami 78.0 kusumo E.(A) 136.6 Simulasi 78.0 E.(S) 136.6 Selisih 0.0 E.(A) = Erosivitas Hujan Alami, 54.0 61 84.0 61 84.0 0.0 8 10 18 27 34 7.5 16.7 26.4 18 28 34 7.5 18.0 26.4 0.0 +2.3 0.0 28.0 18.0 28.0 18.0 0.0 11 12 26 15.5 25 14.4 -1.1 48.0 96.0 40.0 53.3 206.1 36.4 49.0 96.0 40.0 54.4 206.1 36.4 +1.1 0.0 0.0 73.0 47.0 30.0 59.0 84.0 31.0 66.0 119.8 50.1 20.6 78.6 158.2 22.0 54.0 73.0 47.0 29.0 61.0 83.0 31.0 66.0 119.8 50.1 19.3 84.0 154.4 22.0 0.0 0.0 -1.3 +4.6 -3.7 0.0 E.(S) = Erosivitas hujan Simulasi. Dari Tabel di atas terlihat bahwa ketiga lokasi contoh tanah, indek erosi-vitas hujan simulasi dan indek erosivitas hujan alami ada perbedaan. Hal ini disebabkan karena sulitnya menepatkan posisi kran simulator yang pengatur debit nossel sama persis dengan tinggi hujan harian alami di lapangan. Indek erosivitas harian menunjukkan besarnya energi kinetik hujan yang menyebabkan erosi. Dari hasil analisis varian Tabel 4.3., terlihat bahwa erosivitas hujan harian berpengaruh nyata pada besarnya erosi di plot standar 9 %, maupun plot standar 17 %. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 35 Tabel 4.3. Hasil Analisis Varian Faktor Erosivitas Hujan pada Erosi Tanah Andosol, Slope 9 % SK Erosivitas Error Total SK Erosivitas Error Total db JK KT Andosol, Slope 17 % F.hit F.tab 7 1,563 0,223 6,346 2,21 57 2,005 0,035 64 3,568 Latosol, Slope 9 % db JK KT SK F.hit F.tab 7 83,7 11,96 4,933 2,21 57 138,2 2,424 64 221,9 Erosivitas Error Total db JK KT JK KT F.hit F.tab 2,21 SK db Erosivitas Error Total JK KT F.hit 7 817,7 116,8 10,02 57 664,8 11,66 64 1482 F.tab 2,21 Mediteran, Slope 17 % F.hit F.tab 7 68,65 9,807 3,443 2,21 57 162,4 2,849 64 231 db KT 64 3,486 Latosol, Slope 17 % SK Erosivitas Error Total Regosol, Slope 9 % SK JK 7 1,553 0,222 6,542 57 1,933 0,034 Total Mediteran, Slope 9 % SK db Erosivitas Error db JK KT F.hit 7 988,1 141,2 4,774 57 1685,2 29,56 64 2673 F.tab 2,21 Regosol, Slope 17 % F.hit F.tab SK db JK KT F.hit Erosivitas Error 7 45,43 6,490 9,523 2,21 57 38,85 0,682 Erosivitas Error 7 742,8 106,1 8,419 57 718,4 12,6 Total 64 84,28 Total 64 1461,2 F.tab 2,21 Analysis of Variance didasarkan pada Completely Randomized Design SK = Sumber keragaman JK = Jumlah Kuadrat Db = KT = Derajat Bebas Kuadrat Tengah 4.3. Limpasan Permukaan Hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan masuk ke dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan tanah sebagai air limpasan permukaan (Sri Harto, 1993). Setelah semua pori-pori tanah terisi oleh air (kondisi jenuh), pergerakan air ke bawah hanya dipengaruhi oleh tarikan gravi-tasi bumi dan kecepatannya sangat lambat. Disamping itu pasir halus, debu dan liat yang telah terlepas dari agregat tanah akan menyumbat pori-pori tanah, akibatnya air hujan akan mengumpul di permukaan lahan sebagai massa air yang akan bergerak ke titik-titik konsentrasi ke arah hilir dengan membawa beban sedimen. 36 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Di dalam pergerakannya, air limpasan dengan beban sedimen ini akan menggerus dasar dan dinding-dinding saluran dan meninggalkan bekas berupa alur-alur kecil. Bilamana debit limpasan dengan beban sedimen ini meningkat maka tidak hanya alur yang terbentuk tetapi berupa parit-parit kecil dan seterusnya. Besarnya debit limpasan permukaan pada plot standar di empat jenis tanah tertera dalam Tabel 4.4. Hasil pengukuran debit limpasan pada interval waktu tertentu pada berbagai tinggi hujan dan dua kemiringan disajikan dalam bentuk hidrograf limpasan permukaan terlihat dalam Gambar 4.1. s/d 4.4. 2.4 4.5 y = 0.027x + 0.177 R² = 0.789 S = 17% y = 0.0258x + 0.0158 R² = 0.7306 R² = 0.843 S = 17% y = 0.000x2 - 0.016x + 0.300 1.8 R² = 0.828 4.0 3.5 3.0 1.5 2.5 1.2 2.0 0.9 1.5 0.6 1.0 0.3 0.5 0.0 Total Debit SRO (m3/min) 2.1 Total Debit SRO (m3/min) S = 9% S = 9% y = 0.000x2 + 0.004x + 0.150 0.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 0 25 50 75 100 125 150 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 S = 9% y = 0.030x - 0.240 3.5 y = 0.040x - 0.535 R² = 0.865 S = 17% y = 0.031x - 0.158 R² = 0.520 S = 9% R² = 0.803 S = 17% y = 0.027x - 0.076 R² = 0.815 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 Total Debit SRO (m3/min) Total Debit SRO (m3/min) Tinggi Hujan (mm) Tinggi Hujan (mm) Gambar 4.1. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Gambar 4.2. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan Andosol Debit Limpasan Permukaan Latosol pada Kemiringan 9% dan 17% pada Kemiringan 9% dan 17% 0.0 0 25 50 75 100 125 150 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Tinggi Hujan (mm) Tinggi Hujan (mm) Gambar 4.3. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Gambar 4.4. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan Mediteran Debit Limpasan Permukaan Regosol pada Kemiringan 9% dan 17% pada Kemiringan 9% dan 17% “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 37 Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.1 s/d 4.4 terlihat bahwa secara umum total debit limpasan permukaan meningkat dengan bertambahnya tinggi hujan. Tetapi waktu konsentrasinya (Tc) berbeda-beda dengan bertambahnya tinggi hujan dan intensitas hujan pada durasi hujan yang sama. Tinggi hujan yang berbeda akan menyebabkan intensitas hujan yang berbeda. Demikian juga kemampuannya menjenuhi tanah akan berbeda pula, meskipun kapasitas infil-trasinya sama. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Asdak (1995) yang me-nyatakan bahwa besarnya aliran limpasan permukaan dipengaruhi oleh tinggi hujan, intensitas hujan, distribusi hujan dan durasi hujan. Adanya perbedaan tinggi hujan, menyebabkan perbedaan intensitas hujan dan laju infiltrasi. Akibat adanya kelebihan volume hujan maka air akan mengalir diper-mukaan lahan yang kecepatannya dipengaruhi oleh besarnya debit limpasan permukaan. Secara umum terlihat bahwa semakin besar debit limpasan maka kecepatannya semakin meningkat dan waktu konsentrasi tercapai lebih awal. Hasil studi pada Andosol menunjukkan bahwa bertambahnya tinggi hujan sampai 67 mm dengan durasi 35 menit waktu konsentrasi (Tc) relatif bervariasi. Hal ini karena kapasitas infiltrasi andosol lebih besar dari pada intensitas hujan sehingga semua hujan masuk kedalam tanah. Sedangkan aliran limpasan permukaan yang terukur, akibat adanya aliran air bawah permukaan yang keluar dari kolom tanah dan mencapai titik pengukuran. Dilihat dari satu kejadian hujan, pada intensitas hujan konstan setelah tercapai Tc, debit limpasan permukaan seharusnya konstan. Tetapi dalam studi ini ada beberapa titik dihidrograf limpasan menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan debit. Kejadian ini disebabkan adanya penahanan aliran oleh udara yang terjebak dalam saluran pengalir. Akibatnya pada interval waktu tertentu terjadi penurunan debit dan interval waktu berikutnya terjadi penambahan debit limpasan permukaan. 38 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Tabel 4.4. t min 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Slope (%) 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 Besarnya debit Limpasan Akibat Variasi Tinggi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah 3 18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,01 0,04 0,01 0,02 0,01 0,02 0,01 0,02 0,00 0,02 0,05 0,10 28 0,00 0,00 0,05 0,07 0,08 0,09 0,09 0,08 0,11 0,08 0,12 0,08 0,12 0,07 0,13 0,08 0,01 0,01 0,70 0,56 Debit SRO (m /min) 34 25 67 31 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,08 0,10 0,24 0,02 0,00 0,00 0,12 0,01 0,09 0,13 0,26 0,04 0,00 0,00 0,16 0,01 0,10 0,14 0,28 0,05 0,00 0,01 0,16 0,01 0,10 0,09 0,30 0,05 0,01 0,01 0,16 0,02 0,11 0,11 0,29 0,05 0,03 0,01 0,16 0,02 0,11 0,12 0,31 0,05 0,03 0,01 0,17 0,02 0,12 0,09 0,32 0,05 0,03 0,01 0,16 0,03 0,01 0,01 0,02 0,01 0,00 0,00 0,01 0,00 0,72 0,79 2,01 0,32 0,09 0,03 1,07 0,12 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 46 0,00 0,00 0,11 0,05 0,13 0,06 0,14 0,06 0,13 0,06 0,13 0,06 0,13 0,06 0,12 0,06 0,01 0,01 0,91 0,41 t Slope 61 min (%) 49 0,00 0 9 0,00 0,00 17 0,00 0,17 5 9 0,01 0,14 17 0,00 0,19 10 9 0,03 0,11 17 0,00 0,19 15 9 0,07 0,14 17 0,01 0,19 20 9 0,07 0,13 17 0,01 0,19 25 9 0,07 0,13 17 0,01 0,18 30 9 0,08 0,13 17 0,02 0,19 35 9 0,09 0,14 17 0,01 0,02 40 9 0,01 0,01 17 0,00 1,32 9 0,44 0,93 17 0,06 3 96 0,00 0,00 0,29 0,29 0,33 0,30 0,31 0,34 0,33 0,33 0,32 0,35 0,32 0,35 0,33 0,04 0,02 0,02 2,25 2,02 Debit SRO (m /min) 40 146 66 51 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,22 0,55 0,28 0,21 0,10 0,46 0,29 0,23 0,25 0,60 0,31 0,26 0,14 0,55 0,33 0,26 0,25 0,59 0,28 0,26 0,15 0,56 0,32 0,25 0,26 0,60 0,33 0,26 0,15 0,56 0,32 0,24 0,26 0,59 0,33 0,26 0,16 0,57 0,32 0,24 0,25 0,60 0,33 0,26 0,16 0,56 0,32 0,24 0,26 0,60 0,34 0,26 0,16 0,57 0,32 0,23 0,02 0,03 0,02 0,02 0,01 0,03 0,02 0,02 1,78 4,17 2,21 1,80 1,01 3,85 2,24 1,70 77 0,00 0,00 0,32 0,32 0,40 0,36 0,43 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,35 0,03 0,02 2,57 2,46 28 0,00 0,00 0,11 0,14 0,12 0,16 0,13 0,16 0,13 0,16 0,13 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,01 0,01 0,88 1,06 39 t min 0 5 10 15 20 25 30 35 40 40 Slope (%) 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 3 49 0,00 0,00 0,01 0,01 0,01 0,01 0,03 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 0,01 0,02 0,01 0,01 0,12 0,12 96 0,00 0,00 0,20 0,30 0,23 0,34 0,36 0,34 0,35 0,36 0,36 0,37 0,35 0,34 0,34 0,33 0,04 0,02 2,22 2,40 Debit SRO (m /min) 40 146 66 51 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,15 0,61 0,27 0,31 0,15 0,52 0,27 0,19 0,18 0,65 0,33 0,21 0,17 0,56 0,30 0,22 0,18 0,64 0,33 0,20 0,17 0,55 0,30 0,22 0,18 0,63 0,33 0,20 0,17 0,55 0,30 0,22 0,18 0,62 0,33 0,20 0,17 0,56 0,30 0,22 0,18 0,65 0,33 0,20 0,18 0,56 0,30 0,23 0,18 0,65 0,33 0,20 0,17 0,56 0,30 0,24 0,02 0,05 0,03 0,02 0,02 0,03 0,01 0,03 1,23 4,49 2,27 1,53 1,19 3,89 2,09 1,57 77 0,00 0,00 0,23 0,23 0,26 0,28 0,26 0,28 0,26 0,29 0,26 0,29 0,26 0,29 0,27 0,29 0,03 0,02 1,84 1,97 t Slope 28 min (%) 29 0,00 0 9 0,00 0,00 17 0,00 0,16 5 9 0,03 0,12 17 0,02 0,17 10 9 0,09 0,14 17 0,04 0,16 15 9 0,12 0,14 17 0,04 0,16 20 9 0,12 0,14 17 0,05 0,15 25 9 0,10 0,14 17 0,06 0,15 30 9 0,11 0,14 17 0,06 0,14 35 9 0,11 0,14 17 0,02 0,01 40 9 0,01 0,03 17 0,00 1,09 9 0,69 0,97 17 0,29 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 3 61 0,00 0,00 0,18 0,23 0,23 0,20 0,23 0,28 0,24 0,28 0,23 0,27 0,23 0,27 0,24 0,27 0,01 0,02 1,59 1,82 Debit SRO (m /min) 83 31 78 54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,35 0,10 0,34 0,14 0,35 0,09 0,13 0,35 0,38 0,13 0,38 0,20 0,40 0,13 0,17 0,36 0,38 0,14 0,37 0,19 0,40 0,13 0,16 0,36 0,37 0,09 0,37 0,22 0,41 0,13 0,16 0,36 0,37 0,11 0,36 0,16 0,41 0,13 0,17 0,36 0,36 0,12 0,37 0,18 0,40 0,13 0,17 0,35 0,36 0,09 0,36 0,18 0,40 0,13 0,18 0,36 0,02 0,01 0,03 0,01 0,02 0,01 0,02 0,02 2,61 0,79 2,58 1,29 2,78 0,87 1,16 2,50 73 0,00 0,00 0,41 0,31 0,45 0,34 0,45 0,33 0,44 0,33 0,44 0,32 0,44 0,32 0,43 0,32 0,03 0,03 3,08 2,29 47 0,00 0,00 0,19 0,11 0,23 0,18 0,21 0,17 0,21 0,16 0,21 0,16 0,20 0,15 0,20 0,16 0,01 0,01 1,47 1,10 Berdasarkan hidrograf limpasan tersebut di atas terlihat bahwa setelah interval waktu 35 menit menunjukkan sisi penurunan yang tajam, hal ini karena setelah 35 menit hujan simulasi dihentikan sehingga debit limpasan permukaan yang terukur merupakan pematusan dari hujan yang terjadi. Dilihat dari hubungan antara tinggi hujan dan debit limpasan permukaan (Gambar 4.5 dan Gambar 4.6) menunjukkan bahwa bertambahnya tinggi hujan, debit limpasan permukaan untuk Andosol meningkat secara linier dengan keefisien determinasi, R = 0,911 (slope 9%) dan R = 0.880 (slope 17%), sedangkan pada Latosol, Mediteran dan Regosol meningkat secara linier dengan koefisien korelasi berturut-turut R = 0.888 (slope 9%) dan R = 0.855 (slope 17%), R = 0,896 ( slope 9%) dan R = 0,903 (slope 17%) dan R = 0,930 (slope 9%) dan R = 0,721 (slope 17%). Total Debit SRO (m3/min) 2.1 4.0 3.5 y = 0.027x + 0.177 R² = 0.789 1.8 y = 0.031x - 0.357 R² = 0.830 1.5 4.5 S = 9% S = 17% S = 9% S = 17% 3.0 2.5 1.2 2.0 0.9 1.5 y = 0.026x + 0.016 R² = 0.731 0.6 0.3 1.0 y = 0.020x - 0.375 R² = 0.775 0.5 0.0 0.0 0 (a) Total Debit SRO (m3/min) 2.4 10 20 30 40 50 60 70 0 Tinggi Hujan (mm) 25 50 75 100 125 150 (b) Tinggi Hujan (mm) Gambar 4.5. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan (a) Andosol dan (b)Latosol pada Kemiringan 9% dan 17% “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 41 S = 9% 4.5 Total Debit SRO (m3/min) 3.5 S = 9% S = 17% 3.0 y = 0.030x - 0.240 R² = 0.803 4.0 3.5 y = 0.031x - 0.158 R² = 0.520 3.0 2.5 2.0 2.5 1.5 2.0 y = 0.027x - 0.076 R² = 0.815 1.5 1.0 y = 0.040x - 0.535 R² = 0.865 1.0 0.5 0.0 0.5 Total Debit SRO (m3/min) 5.0 0.0 0 (a) 25 50 75 100 125 Tinggi Hujan (mm) 150 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Tinggi Hujan (mm) Gambar 4.6. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan (a) Tanah Mediteran dan (b)Regosol pada Kemiringan 9% dan 17% 4.4. Transport Sedimen Aliran limpasan permukaan merupakan salah satu komponen penting dalam studi erosi tanah. Mengingat limpasan permukaan tidak hanya bertindak sebagai agen pembawa beban sedimen ke bagian hilir tetapi juga sebagai agen penyebab erosi dipermukaan lahan. Bilamana gaya ikat elektrostatis antar partikel tanah dan gaya ikat bahan semen dalam agregat tanah lebih kecil dibandingkan gaya penghancur dari luar (butir hujan) dan gaya urai (dispersi) air, maka partikel-partikel tanah akan lepas menjadi individu partikel. Butiran dan lempeng partikel tanah tersebut selanjutnya akan dipindahkan oleh aliran limpasan permukaan ke bagian yang lebih rendah (hilir). Awal permulaan pengangkutan sedimen akan terjadi proses “sortasi dan scouring” dimana partikel-partikel berukuran lebih kecil terangkut lebih dulu yang selanjutnya diikuti oleh partikel yang lebih besar sampai limpasan permukaan tidak mampu lagi membawa partikel sedimen yang berukuran besar. Partikel jenis terakhir ini baru bisa dipindahkan 42 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” (b) oleh aliran limpasan permukaan bila terjadi penambahan debit aliran. Setelah tercapai keseimbangan antara gaya pukulan hujan dan gaya tahan agregat tanah maka terbentuk lapisan permukaan tanah yang tahan terhadap erosi. Kondisi demikian sering dikenal sebagai lapisan armor. Keseimbangan lapisan tanah tersebut akan berubah bila tanah mendapatkan perlakuan oleh aktivitas manusia atau oleh alam yang mempengaruhi karakteristik tanah tersebut. Hasil pengamatan di contoh tanah blok memperlihatkan bahwa bertam-bahnya intensitas hujan juga mampu mempengaruhi keseimbangan lapisan armor namun hanya sampai batas tertentu kemudian stabil kembali. Demikian juga pada gaya angkut limpasan permukaan bila kapasitas angkut lebih kecil dibandingkan beban yang dibawa maka sedimen akan mengendap diperjalanan. Aliran limpasan permukaan dengan beban sedimen yang dibawa, dalam perjalanannya ke hilir akan menggerus dasar permukaan lahan. Sifat-sifat tertentu dari kemampuan aliran permukaan yang menyebabkan erosi bisa dilihat dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5. Karakteristik Aliran yang Berpengaruh pada Besarnya Aliran Limpasan Permukaan. 0,078 0,002 0,004 2,004 0,002 0,020 0,34 U* D50 b s Re* N/m2 m/det Kg/m3 mm 0,542 2,82 0,037 1793 0,054 0,3 7,2 17.A 0,052 0,001 0,001 0,502 0,001 0,102 24,4 0,979 3,50 0,039 1793 0,063 0,3 7,1 9.L 0,006 0,011 2,011 0,006 0,231 164,3 0,972 5,04 0,071 2262 0,040 0,4 10,1 Gerak 17.L 0,225 0,005 0,003 0,510 0,005 0,285 223,4 1,280 18,86 0,085 2262 0,035 0,4 43,3 Gerak 9.M 0,005 0,011 2,011 0,005 0,214 140,2 0,940 9,02 0,068 1945 0,046 0,4 21,0 Gerak 17.M 0,205 0,005 0,002 0,509 0,005 0,261 206,2 1,219 14,79 0,079 1945 0,049 0,5 32,7 Gerak 9.R 0,220 0,005 0,010 2,010 0,005 0,219 136,2 0,984 4,44 0,067 2193 0,075 0,7 5,0 17.R 0,200 0,005 0,002 0,509 0,004 0,279 178,1 1,286 9,73 0,083 2193 0,078 0,8 10,6 Gerak Kode SRO m3/min 9.A 0,251 0,231 h m A m2 P m R m Viskositas Kinematik () n U m/det Re Fr Shields Diagram Gerak Gerak Gerak -6 = 8,0.10 (Reijn, 1990) = Kekasaran Manning = 0,040 (Chow, 1959) a = 1000 kg/m3 g A P = b + 2.h R = A/P Re = Ū.R/ Fr = Ū/(g x D)1/2 = b.h 2/3 Ū = 1/n.R .S 1/2 = 9,86 m/det2 = (s - a)/a “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 43 b = .g.R.S U* = (g.R.S)1/2 Re*= U* D50/ = b/(.g.D50) Tabel 4.5 menunjukkan bawa aliran limpasan permukaan di plot standar pada berbagai tinggi hujan mempunyai kedalaman aliran rata-rata yang sangat tipis, dan kecepatan aliran yang lambat. Dari pengamatan visual saat pene-litian di contoh tanah blok terlihat bahwa kedalaman aliran dipermukaan tidak merata. Hal ini akibat terjadinya konsentrasi massa air limpasan ke suatu titik untuk bergerak kearah hilir karena beda kemiringan dan membentuk alur-alur kecil. Berdasarkan kriteria bilangan Reynold dan bilangan Froude, terlihat bahwa untuk kemiringan 9 % semua jenis tanah yang digunakan penelitian tipe aliran permukaannya adalah laminer dengan Re < 500 dan bersifat subkritis dengan Fr < 1,0. Sedangkan untuk kemiringan 17 % alirannya laminer superkritis pada tanah Latosol, Mediteran dan Regosol dan subkritis pada Andosol. Bertambahnya kemiringan lahan terlihat kecepatan aliran, Reynold dan Froude bertambah. Tipe aliran laminer subkritis mempunyai kecepatan yang seragam dan kurang erosif dibandingkan dengan aliran turbulen super kritis. Hasil perhitungan dalam studi ini berbeda dengan hasil penelitian Morgan (1995) di Bedfordshire England bahwa bilangan Reynold dan Froude untuk aliran limpasan permukaan adalah Re 75 dan Fr 0,5, karena ada perbedaan intensitas hujan yang dipakai dasar dalam studi. Kemampuan limpasan permukaan untuk menggerus dasar dan dinding alur ditentukan oleh gaya geser dasar dan gaya geser kritis. Menurut Morgan (1995), bila Re* 40 (turbulen) gaya geser kritis diasumsikan konstan sebesar 0,05 N/m2. Sedangkan untuk aliran limpasan permukaan bertipe laminer gaya geser kritis kirakira 0,01 N/m2. Aliran laminer dangkal menurut Yalin dan Poesen (1979) dalam Morgan (1995) tidak lagi konstan tetapi tergantung pada nilai Re*. Hasil perhitungan gaya geser kritis Tabel di atas, menunjukkan bahwa gaya geser untuk semua jenis tanah pada 44 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” dua kemiringan, lebih besar dibandingkan apa yang diutarakan Morgan (1995). Mengacu pada Tabel 6.5 di atas, jelas bahwa aliran limpasan permukaan tidak banyak berpengaruh pada pelepasan partikel tanah dibandingkan gaya penghancur pukulan air hujan. Namun demikian aliran limpasan berperan besar pada pengangkutan hasil hancuran agregat kearah hilir. Hal ini ditunjukkan oleh adanya sedimen yang banyak di bak pengukur sedimen. Ditambah hasil pengamatan sedimen di bak penampung sedimen yang lebih didominasi oleh partikel berukuran 0,125 mm s/d 0,016 mm (pasir sangat halus s/d debu sedang) setelah dibiarkan selama 35 menit. Hubungan antara debit limpasan dengan total sedimen terangkut terlihat dalam Lampiran 5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa, dengan meningkatnya debit limpasan permukaan jumlah total sedimen meningkat secara kuadratik. Hal ini karena dengan bertambahnya debit limpasan kecepatan aliran ber-tambah sehingga banyak sedimen yang terbawa sampai ke bak penampung sedimen. Namun demikian bila dihubungkan antara debit limpasan permukaan dan nilai duga erodibilitas tanah, menunjukkan bahwa limpasan permukaan tidak berpengaruh nyata pada indek erodibilitas tanah secara langsung. 4.5. Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Volume air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu sering disebut laju infiltrasi, sedangkan kapasitas maksimum tanah untuk menyerap air yang ada dipermukaan dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh lengas tanah, porositas, tekstur tanah dan aktivitas biologis. Di dalam penelitian ini yang dimaksud dengan infiltrasi adalah air dari hujan simulasi yang masuk ke contoh tanah blok utuh seluas 2.500 cm2, setebal 10 cm, lolos kebawah dari kolom tersebut dan mengalir kecorong pengumpul untuk diukur volumenya. Istilah infiltrasi disini sebenarnya kurang pas bila digunakan untuk menggambarkan proses infiltrasi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Mengingat infiltrasi di lapangan “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 45 ketebalan tanahnya tidak terbatas dan gerakan air ke arah lateral juga tidak terbatas. Namun demikian untuk melengkapi informasi dari studi ini istilah infiltrasi digunakan pada ketebalan contoh tanah tersebut di atas. Tabel 4.6 dibawah menyajikan data hasil pengukuran laju infiltrasi pada contoh tanah blok dari beberapa jenis tanah yang diuji pada berbagai variasi tinggi hujan dalam dua (2) kemiringan. Sedangkan grafik laju infiltrasinya disajikan dalam Gambar 4.7 sampai dengan Gambar 4.10 pada Lampiran 1. Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa untuk laju infiltrasi Andosol rata-rata ber-kisar antara 12,5 s/d 26,2 cm/jam, yang termasuk kelas cepat s/d sangat cepat. Sedangkan untuk ketiga jenis tanah yang lain berturut-turut 2,24 - 10,8 cm/jam (Latosol), 2,8 - 8,39 cm/jam (Mediteran) dan 3,15 - 10,6 cm/jam (Regosol) dengan kategori kelas sedang sampai agak cepat (Landon, 1984). Laju infiltrasi yang cepat pada Andosol disebabakan tanah ini mempunyai porositas yang tinggi yaitu 49,51%, dan didominasi oleh pori makro (100 m) dan pori meso (30–100) m. Sebaliknya Latosol, Mediteran dan Regosol porositasnya berturutturut adalah 45,75%, 47,46% dan 45,00%. Tabel 4.6. Hasil pengukuran Laju Infiltrasi pada Contoh Tanah Blok Utuh t Slope min (%) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 46 18 0,00 0,00 0,00 14,2 2,50 27,6 4,03 32,2 9,24 32,6 10,1 30,2 10,3 30,8 10,3 30,7 3,17 11,5 49,7 210 28 0,00 0,00 20,4 4,70 31,5 15,3 30,7 16,5 28,1 15,9 26,6 15,5 25,3 15,1 24,0 14,7 6,29 4,15 193 102 Andosol Laju Infiltrasi (cm/jam) 34 25 67 31 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 18,3 1,39 11,3 8,16 0,00 2,93 12,2 13,3 27,7 5,81 31,9 24,0 22,6 13,7 31,2 25,0 26,4 6,00 28,0 23,6 20,1 16,4 26,1 21,4 25,7 5,52 24,4 22,5 19,6 18,0 25,3 20,3 24,5 5,09 23,8 22,0 16,9 17,3 24,6 18,6 24,0 5,04 23,1 21,8 16,7 16,1 23,2 18,1 23,1 6,00 22,7 21,5 16,2 15,3 22,6 17,7 7,20 2,02 5,38 6,91 4,08 4,15 5,04 5,33 177 36,9 171 150 116 104 170 140 46 0,00 0,00 16,3 7,97 24,9 20,2 21,9 20,3 21,1 19,9 20,4 19,5 19,7 19,2 19,4 18,7 5,71 4,75 150 130 61 0,00 0,00 15,2 0,00 22,9 23,7 21,7 21,4 20,0 19,3 18,9 18,0 18,1 17,4 17,5 17,0 5,71 4,90 140 121 t Slope min (%) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 49 0,00 0,00 1,06 0,00 10,0 2,78 18,7 9,26 14,3 10,9 13,9 11,5 12,8 12,0 11,8 11,2 3,48 4,70 86,1 62,4 96 0,00 0,00 1,44 6,72 5,66 7,56 5,47 8,18 5,04 6,72 5,18 6,67 4,61 5,78 4,18 5,47 4,03 2,35 35,6 49,5 Latosol Laju Infiltrasi (cm/jam) 40 146 66 51 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,56 1,10 0,65 2,40 0,00 0,00 0,00 0,00 4,73 4,01 3,70 2,50 0,00 8,50 0,00 5,62 4,56 3,22 3,54 3,74 9,31 7,82 8,59 5,90 4,56 3,07 3,98 3,94 7,58 7,06 5,38 5,52 4,37 2,98 3,55 3,94 6,91 6,72 5,09 5,14 4,27 2,88 3,50 3,46 6,67 6,98 5,04 5,09 4,22 2,88 3,22 3,22 6,43 6,82 4,90 4,85 3,02 1,58 2,11 1,66 2,50 1,94 2,40 1,78 31,3 21,7 24,3 24,8 39,4 45,8 31,4 33,9 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 77 0,00 0,00 1,87 0,00 2,11 3,00 2,88 4,39 2,74 4,22 2,57 4,13 2,52 4,13 2,30 3,96 0,94 1,37 17,9 25,2 28 0,00 0,00 2,78 0,00 5,95 2,59 5,09 3,02 4,61 3,65 4,37 3,50 4,22 3,55 4,13 3,50 2,16 1,42 33,3 21,2 t Slope min (%) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 18 0,00 0,00 0,14 0,00 11,9 0,00 12,0 0,00 10,3 2,98 9,29 3,46 8,93 7,03 8,59 5,54 2,66 1,58 63,8 20,6 28 0,00 0,00 3,22 0,00 7,20 5,16 6,24 8,16 6,10 10,4 5,66 8,83 5,69 8,26 5,42 7,70 3,55 2,74 43,1 51,3 Mediteran Laju Infiltrasi (cm/jam) 34 25 67 31 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,10 1,63 0,77 1,97 0,00 0,00 0,00 4,37 4,99 6,29 5,28 2,26 3,26 7,44 5,18 7,51 4,94 6,62 5,23 4,03 7,10 9,36 6,58 8,40 4,37 7,13 5,04 3,79 6,60 9,65 6,43 7,68 4,37 6,96 4,80 4,15 6,19 9,58 6,10 7,63 4,27 4,08 4,73 4,08 5,69 9,36 5,71 6,79 4,27 4,18 4,61 3,94 5,38 8,88 5,38 5,86 1,87 3,60 2,88 2,45 2,40 2,98 1,94 2,40 30,2 40,5 33,3 26,7 36,6 57,2 37,3 50,6 46 0,00 0,00 0,48 0,00 2,88 4,94 3,79 6,12 3,65 5,76 3,46 5,28 3,41 4,66 3,12 5,18 1,58 2,45 22,4 34,4 61 0,00 0,00 3,70 0,00 9,36 3,48 10,5 4,15 10,3 4,10 10,0 3,98 9,89 3,84 9,89 3,74 3,46 1,54 67,1 24,8 t Slope min (%) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 9 17 49 0,00 0,00 0,53 0,00 5,33 0,00 11,7 0,00 13,3 0,00 11,5 6,62 11,5 9,17 11,5 9,41 3,50 0,00 68,9 25,2 96 0,00 0,00 6,43 0,48 8,45 8,11 7,44 8,93 7,06 9,02 6,79 8,88 6,62 8,50 6,62 8,40 2,02 2,16 51,4 54,5 Regosol Laju Infiltrasi (cm/jam) 40 146 66 51 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,14 1,39 3,64 1,44 0,00 2,02 3,33 3,89 8,23 5,81 6,86 5,86 5,18 6,48 6,49 4,13 7,87 6,00 6,38 5,76 8,40 6,38 6,50 4,16 7,49 5,52 6,48 5,66 8,02 6,29 7,63 4,34 7,63 5,09 7,15 5,38 7,61 6,19 6,98 4,56 7,13 5,04 7,44 5,33 7,49 6,14 6,47 9,94 7,25 3,12 7,49 5,30 7,39 6,07 6,30 9,82 2,98 2,02 3,05 2,02 1,97 2,64 2,25 2,62 53,7 34,0 48,5 36,7 46,1 42,2 45,9 43,4 Meskipun perbedaan porositas dari keempat jenis tanah tersebut tidak terlalu besar namun ketiga tanah terakhir telah digunakan untuk budidaya pertanian sehingga mengalami pemadatan dan pori makro dan meso berkurang sedang pori mikronya bertambah. Tidak demikian untuk Andosol yang belum diusahakan dan didukung oleh kandungan bahan organiknya yang tinggi. Berdasarkan Tabel 4.6 jelas terlihat bahwa untuk Andosol sebagian besar dari hujan simulasi masuk kedalam tanah sebagai infiltrasi dan sebagian kecil mengalir dipermukaan sebagai limpasan permukaan. Berbeda dengan Latosol, Mediteran dan Regosol yang sebagian besar air hujan simulasi mengalir sebagai limpasan permukaan dan sebagian kecil masuk kedalam tanah sebagai infiltrasi. Lima menit pertama laju infiltrasi naik perlahan-lahan ini diduga karena air yang masuk kedalam tanah mula-mula akan mengisi pori-pori mikro, meso dan makro dengan mendesak udara dalam pori keluar kearah bawah. Tetapi lima menit berikutnya “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 47 77 0,00 0,00 3,50 0,00 7,01 8,21 6,58 8,69 4,80 8,83 5,52 8,64 5,47 8,45 5,33 8,38 3,84 3,02 42,0 54,2 28 0,00 0,00 3,17 4,51 5,76 12,2 5,28 13,6 5,47 13,8 5,38 13,4 5,38 13,3 5,38 11,4 2,74 2,95 38,5 85,2 setelah semua pori jenuh oleh air, tarikan gaya gravitasi kebawah dan dorongan air dari permukaan meloloskan air keluar dari blok tanah akibatnya laju infiltrasinya menjadi cepat. Sebaliknya yang terjadi di lapangan, sebelum tercapai kondisi jenuh air masuk ke dalam tanah dengan cepat karena adanya tarikan matrik tanah dan tarikan gravitasi bumi. Tetapi setelah semua pori terisi oleh air dan jarak antara zone jenuh dan zone tidak jenuh semakin pendek maka tarikan matrik tanah berkurang tinggal gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi gerakan air ke bawah. Adanya udara yang terjebak didalam pori, akan menahan aliran air ke bawah. Akibatnya setalah mencapai kondisi jenuh laju infiltrasinya berangsur-angsur menurun hingga mencapai konstan. Gambar 4.7 s/d Gambar 4.10 seperti dalam Lampiran 1 menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada 2 (dua) kemiringan mempunyai pola yang relatif hampir sama, dimana pada 5 menit pertama laju infiltrasi meningkat, dan mencapai maksimum pada waktu 10 menit, kemudian berangsur-angsur turun. Kejadian ini disebabkan pada 5 menit pertama volume hujan yang masuk ke dalam tanah akan mengisi semua pori yang ada. Gerakan air kebawah sangat dipengaruhi oleh kontinuitas (continuity) dan kekelokan (tortuousity) pori. Setelah tercapai kondisi jenuh, volume hujan yang masuk ke dalam tanah akan lolos keluar dari contoh tanah blok dengan laju yang berangsur-angsur turun. Berkurangnya laju infiltrasi terukur ini disebabkan karena adanya pe-nyumbatan pori dibagian tengah dan atas contoh tanah oleh partikel-partikel pasir halus s/d liat hasil hancuran agregat tanah. Partikel debu halus dan liat yang terbawa aliran infiltrasi akan terjebak dalam pori meso di dalam tanah. Sedangkan partikel pasir halus dan debu kasar akan menyumbat pori meso dan makro yang ada dipermukaan. Menurunnya laju infiltrasi ini menyebabkan terjadinya peningkatan volume limpasan permukaan sebesar penurunan volume infiltrasi pada intensitas hujan yang konstan. 48 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Kandungan lengas tanah juga memegang peranan yang tidak kalah penting dibandingkan porostitas. Besar kecilnya kandungan lengas tanah merupakan indikator besarnya volume pori yang diisi oleh air. Banyaknya air yang ada di dalam pori akan menghambat gerakan air kebawah oleh tarikan matrik tanah dibawahnya. Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Kadar Lengas dan Laju Infiltrasi pada tanah Percobaan Kode 9.1.A 9.6.A 9.2.A 9.5.A 9.3.A 9.7.A 9.8.A 9.4.A Kode 9.1.M 9.2.M 9.3.M 9,4,M 9,5,M 9,6,M 9,7,M 9,8,M 9% KA I 17,81 6,22 35,24 18,80 39,13 24,11 39,41 21,32 42,33 22,11 45,01 18,69 46,21 17,47 66,03 4,61 17% KA I 34,89 12,98 35,05 12,74 36,97 26,23 38,82 16,31 38,95 17,47 39,42 21,27 40,49 14,52 44,06 15,20 9% KA I 8,17 7,97 48,20 5,39 41,01 3,77 35,58 5,06 38,83 4,17 26,44 3,33 43,90 2,80 46,56 8,39 17% KA I 5,27 2,57 15,30 6,41 34,08 4,58 30,33 7,16 45,34 4,67 74,82 6,33 19,84 4,30 32,00 3,11 Kode 9.1.L 9.2.L 9.3.L 9,4,L 9,5,L 9,6,L 9,7,L 9,8,L Kode 9.1.R 9.2.R 9.3.R 9.4.R 9.5.R 9.6.R 9.7.R 9.8.R 9% KA I 22,20 10,76 43,62 4,45 47,04 3,91 46,07 2,72 37,87 3,03 33,88 3,11 45,22 2,24 43,38 4,16 17% KA I 12,31 7,81 31,67 6,18 29,86 4,93 37,89 5,73 39,58 3,92 37,75 4,24 34,25 3,15 30,91 2,66 9% KA I 18,17 8,61 51,05 6,43 52,45 6,71 32,90 5,66 50,00 8,08 46,54 6,12 50,70 7,01 55,08 6,42 17% KA I 5,19 3,15 34,69 6,91 38,21 5,76 47,37 7,04 44,53 7,66 52,39 7,24 51,26 9,04 49,92 14,20 Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa, meningkatnya kandungan lengas tanah laju infiltrasi cenderung turun meskipun pengaruhnya tidak nyata. Pada beberapa perlakuan variasi tinggi hujan simulasi untuk semua jenis tanah dengan dua kemiringan menunjukkan adanya penyimpangan pola laju infiltrasi. Penyimpangan ini diduga akibat terjadinya kebocoran aliran ke bawah dibagian tepi contoh tanah “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 49 yang berbatasan dengan kayu dan dibagian sisi kiri-kanan corong seng yang dipasang dibagian atas bawah contoh tanah untuk mengalirkan aliran limpasan permukaan ke bak penampung. Selain itu volume air yang lolos kebawah dari contoh tanah akan tertampung dalam bak penampung infiltrasi yang ada dibagian bawah contoh tanah. Dari bak penampung ke gelas ukur dihubungkan dengan selang pastik yang panjangnya 1,5 m dengan diameter 1 cm. Pengamatan visual saat penelitian berlangsung terlihat bahwa aliran dari corong ke gelas ukur sering tidak lancar akibat adanya gelembung-gelembung udara yang terjebak dalam selang plastik. Bilamana volume air infiltrasi dalam bak penampung belum mampu mendorong gelembung udara dalam selang maka aliran ke gelas ukur belum terjadi meskipun ada perbedaan tinggi tekan. Kejadian ini mengakibatkan adanya pergeseran volume infiltrasi terukur pada interval waktu saat itu dan waktu berikutnya. Pola laju infiltrasi dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan dengan pola laju infiltrasi yang diukur dilapangan. Perbedaan ini diakibatkan karena pengukuran di lapangan ketebalan kolom tanahnya tidak terbatas dan pengukuran berawal dari pengukuran volume air yang masuk kedalam tanah per satuan waktu per satuan luas. Sedangkan dalam penelitian ini ketebalan kolom tanahnya terbatas dan pengukurannya berawal dari besarnya volume air yang lolos kebawah dari kolom tanah per satuan waktu per satuan luas. Akibat adanya perbedaan cara pengukuran ini menyebabkan pola laju infiltrasi yang didapat merupakan kebalikannya. Grafik hubungan antara laju infiltrasi dengan nilai duga erodibilitas terlihat dalam Gambar 4.12 dan 4.13 di Lampiran 2. Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa meningkatnya laju infiltrasi, nyata menurunkan nilai erodibilitas secara linier dengan koefisien determinasi R = 0,859 untuk kemiringan 9 % dan R = 0,804 untuk kemiringan 17 %. Hal ini karena dengan meningkatnya laju infiltrasi pada debit nossel konstan akan mengurangi volume limpasan permukaan. 50 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Berkurangnya volume SRO secara langsung akan menurunkan jumlah sedimen tercuci yang sampai ke bak pengukuran. Disamping itu sedimen yang terbawa akan diendapkan di perjalanan sebelum sampai ke bak pengukuran. 4.6. Stabilitas Agregat Tanah dan Gradasi Butir Pengetian agregat disini adalah penggbungan partikel primer tanah (pasir, debu dan liat) kedalam bentuk tertentu. Agregat-agregat tersebut bila bergabung dengan ruang pori diantaranya dikenal sebagai struktur tanah. Permukaan tanah akan selalu menghadapi gaya perusak dari luar, baik gaya mekanis dari peralatan yang digunakan maupun gaya pukulan hujan dan gaya urai air. Saat terjadi hujan, butiran hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah terbuka akan memukul agregat tanah. Bilamana agregatnya tidak kuat maka akan pecah menjadi agregat lebih kecil atau pecah terurai menjadi bahan penyusunnya. Oleh karena itu stabilitas dari agregat terhadap pukulan hujan dan gaya urai air merupakan sifat penting yang menentukan baik buruknya struktur tanah tersebut. Penghancuran agregat dan pemindahan partikel hasil hancuran merupakan bagian yang vital dari proses erosi tanah. Stabilitas struktur tanah atau ketahanan agregat biasanya dinyatakan dalam kemantapan agregat. Umumnya, untuk menguji kematapan agregat di-lakukan dengan cara pengayakan dalam satu seri ayakan berdiameter tertentu. Pada penelitian ini ayakan yang dipakai untuk menguji kemantapan agregat adalah berdiameter 8,0; 4,76; 2,0; 1,0; 0,5; 0,25; dan 0,125 mm. Berdasarkan pengayakan ini dapat diketahui berat hancuran agregat yang tertinggal di masing-masing ayakan yang selanjutnya dapat dihitung diameter massa rata-rata (DMR) menggunakan persamaan (14). Mengingat keterbatasan yang ada pada peneliti, maka dalam studi ini uji DMR hanya dilakukan pada pengayakan kering saja sedangkan ayakan basah yang lebih mencerminkan stabilitas agregat terhadap pukulan hujan dan dispersi air tidak bisa dilakukan karena mesin penggeraknya mengalami kerusakan. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 51 Setelah dilakukan uji DMR contoh tanah digunakan untuk uji gradasi butir terutama untuk menentukan D50 dan Dmean. Hasil pengukuran DMR, Dmean dan D50 tersaji dalam Tabel 4.8. Tabel 4.8. Hasil Analisa DMR (mm), Dmean (mm) dan D50 (mm) di Empat Tanah Percobaan. Kode DMR 9% Dm D50 Kode DMR 17% Dm D50 Kode DMR 9% Dm Kode D50 DMR 17% Dm D50 9.1.A 4,042 0,135 0,050 17.1.A 3,594 0,107 0,055 9.1.L 3,100 0,078 0,035 17.1.L 2,035 0,051 0,030 9.2.A 2,384 0,125 0,055 17.2.A 4,212 0,116 0,055 9.2.L 2,381 0,066 0,035 17.2.L 2,179 0,080 0,030 9.3.A 2,826 0,141 0,050 17.3.A 2,309 0,091 0,055 9.3.L 2,615 0,083 0,035 17.3.L 2,031 0,094 0,029 9.4.A 3,427 0,107 0,065 17,4,A 2,041 0,201 0,110 9,4,L 2,615 0,098 0,035 17,4,L 2,019 0,118 0,030 9.5.A 3,071 0,138 0,060 17,5,A 2,081 0,382 0,070 9,5,L 2,372 0,120 0,040 17,5,L 2,907 0,074 0,040 9.6.A 3,828 0,108 0,055 17,6,A 2,108 0,195 0,055 9,6,L 2,477 0,093 0,040 17,6,L 2,863 0,110 0,040 9.7.A 3,484 0,095 0,050 17,7,A 2,211 0,349 0,054 9,7,L 3,216 0,093 0,040 17,7,L 2,299 0,282 0,041 9.8.A 2,472 0,109 0,050 17,8,A 2,978 0,112 0,050 9,8,L 3,586 0,079 0,040 17,8,L 2,444 0,116 0,040 Kode 9.1.M 9.2.M 9.3.M 9,4,M 9,5,M 9,6,M 9,7,M 9,8,M 9% DMR Dm 3,097 0,303 2,816 0,262 2,900 0,247 3,200 0,223 2,668 0,317 2,226 0,449 3,091 0,552 3,763 0,203 Kode D50 0,047 0,045 0,046 0,045 0,045 0,046 0,050 0,044 DMR 17.1.M 2,313 17.2.M 2,693 17.3.M 2,539 17,4,M 2,175 17,5,M 3,804 17,6,M 3,180 17,7,M 2,832 17,8,M 3,545 17% Dm 0,194 0,270 0,209 0,163 0,483 0,183 0,738 0,252 Kode D50 0,050 0,046 0,047 0,045 0,046 0,044 0,065 0,045 9.1.R 9.2.R 9.3.R 9.4.R 9.5.R 9.6.R 9.7.R 9.8.R DMR 1,563 1,093 1,241 1,243 1,173 1,680 1,369 1,423 9% Dm 0,170 0,183 0,233 0,253 0,268 0,237 0,607 0,250 Kode D50 0,065 0,065 0,065 0,080 0,080 0,100 0,095 0,075 17.1.R 17.2.R 17.3.R 17,4,R 17,5,R 17,6,R 17,7,R 17,8,R DMR 0,753 0,907 2,192 1,425 2,098 1,211 1,435 1,314 17% Dm 0,165 0,172 0,234 0,202 0,182 0,213 0,523 0,173 Dari Tabel di atas, terlihat bahwa diameter massa rata-rata (DMR) untuk Andosol, Latosol dan Mediteran berturut-turut berukuran antara 2,04-4,21 mm, 2,01–3,58 mm dan 2,18–3,76 mm. Sedangkan untuk Regosol DMRnya antara 0,75 – 2,19 mm. Russell (1973) berpendapat bahwa ukuran stabilitas agregat bila setelah dilakukan pengayakan persentase agregat yang berukuran lebih besar dari 2 mm lebih banyak dibandingkan persentase agregat berukuran lebih lecil dari 2 mm. Gambar 4.13 s/d 4.16, terlihat bahwa tiga jenis tanah yang digunakan untuk percobaan 52 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” D50 0,075 0,075 0,075 0,075 0,090 0,107 0,065 0,060 mempunyai persentase agregat yang lebih besar dari 2 mm lebih banyak dibandingkan yang berdiameter dibawahnya. Tanah Regosol mempunyai persentase diameter massa rata-rata yang berukuran lebih kecil dari 2 mm lebih besar dibandingkan ukuran di atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas agregatnya rendah (tidak mantap), sehingga tanah ini bila mendapat pukulan hujan agregatnya mudah pecah menjadi agregat yang lebih kecil atau lepas menjadi partikel penyusunnya. Rendahnya kemantapan agregat Regosol ini karena partikel penyusunnya sebagaian besar didominasi oleh debu halus dan pasir sangat halus dengan kohesifitas yang rendah serta rendahnya bahan pengikat (semen) partikel tanah tersebut. Sebaliknya Andosol yang mempunyai kemantapan agregat yang mantap, karena tingginya kandungan bahan organik sebagai bahan semen yang mengikat partikel penyusun tanah. Selain itu bahan organik yang ada berinterksi dengan partikel liat membentuk agregat yang mantap. Hasil pengamatan visual saat analisa gradasi butir ter-lihat bahwa agregat Andosol tidak rusak oleh perendaman dalam air sabun dalam waktu 24 jam. Sedangkan Latosol dan Mediteran mempunyai kemantapan agregat diantara kedua tanah diatas. Gradasi butir menggambarkan distribusi ukuran partikel penyusun tanah dimana penentuan D50 didasarkan pada persentase butir tertahan komulatif (grafik S Gambar 4.17 s/d 4.20 di Lampiran 4), sedangkan nilai Dmean diperoleh dengan persamaan (15). Hasil analisa gradasi butir tanah (Tabel 4.8) menunjukkan bahwa nilai D50 untuk semua jenis tanah berkisar 0,030 mm – 0,110 mm (debu sedang s/d pasir sangat halus). Hal ini menunjukkan bahwa tanah untuk penelitian di atas ada yang memiliki kadar debu dan pasir halus yang signifikan sebagai indikator kemudahan tererosi. Hasil ini sejalan dengan apa yang dilaporkan oleh Richter dan Negendank (1977) dalam Morgan (1995) bahwa tanah yang memiliki kandungan debu sekitar 40– 60% lebih mudah mengalami erosi, karena kohesifitasnya rendah “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 53 dan ikatannya dalam agregat sangat ditentukan oleh bahan semen. Sebaliknya pertikel yang berukuran D50 pasir sedang s/d kerikil lebih sulit dipindahkan karena besarnya tenaga yang diperlukan untuk mengang-katnya. Sedangkan partikel yang berukuran jauh dibawah D50 (debu halus – liat) lebih tahan terhadap pelepasan karena kohesifitasnya yang tinggi akibat tarikan elektrostatis antar partikel tersebut. Stabilitas agregat dan distribusi partikel penyusun tanah erat kaitannya dengan indek erodibilitas tanah. Kemantapan agregat sebagai ukuran ketahan-an tanah terhadap daya perusak dari luar, sedangkan erodibilitas sebagai ukuran kemudahan tanah tererosi. Tanah yang stabilitasnya tinggi sulit dihancurkan oleh pukulan hujan dan dispersi air sehingga erodibilitasnya rendah. Namun sebaliknya tanah yang kemantapannya rendah mudah dihancurakan oleh gaya dari luar, akibatnya erodibilitasnya tinggi. Gambar 4.21 dan 4.22 Lampiran 5 menunjukkan hubungan antara diameter agregat dengan erodibilitas tanah. Secara umum, dari grafik tersebut menunjukkan bahwa bertambahnya diameter agregat sampai 4 mm, untuk kemiringan 9% nilai erodibilitas tanah menurun secara linier dengan R = 0,805, sedangkan untuk kemiringan 17 % bertambahnya diameter agregat sampai 4,5 mm, nilai erodibilitas turun secara linier dengan R = 0,705. Penurunan ini diduga karena bertambah banyaknya agregat yang berukuran 2- 4 mm yang lebih mantap sehingga tidak mudah mengalami pelepasan. 4.7. Karakteristik Tanah dan Erodibilitas. Karakteristik tanah adalah ciri-ciri khusus tanah yang dapat diukur secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Ciri khusus suatu tanah akan menentukan sifat atau perilaku tanah tersebut. Secara individu atau gabungan karakteristik tanah menentukan kualitas tanah. Salah satu sifat kualitas tanah yang merupa-kan hail interaksi ciri-ciri khusus tanah adalah erodibilitas. 54 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Karakteristik tanah yang dianggap berpengaruh pada nilai erodibilitas tanah adalah tekstur, kemantapan agregat, tekanan geser, infiltrasi, kadar bahan organik dan unsur unsur kimia dalam tanah (Morgan, 1995). Kecuali kadar bahan organik dan kandungan unsur kimia, empat faktor yang lainnya telah disajikan dan dibahas sebelumnya. Di dalam penelitian ini erodobilitas diasumsikan sebagai fungsi dari faktor Erosivitas, kadar lengas, infiltrasi, kemantapan agregat, dan partikel penyusun tanah. Faktor-faktor tersebut secara individu tidak berpengaruh nyata pada nilai erodibilitas tanah tetapi secara gabungan memberikan pengaruh yang nyata pada nilai erodibilitas. Hasil pengukuran nilai erodibilitas tanah dan karakteristik tanah yang diduga mempengaruhi erodibilitas secara ringkas terlihat dalam Lampiran 6. Berdasarkan analisis regresi berganda untuk menduga nilai erodibilitas. Hasil uji regresi didapatkan persamaan duga seperti Tabel 4.9. Tabel 4.9. Persamaan Duga Erodibilitas Tanah Persamaan Duga R Andosol K = 2,320 - 0,026KA - 0,026i - 0,294DMR + 0,442Dm 0,796 Latosol K = -2,510 + 0,043KA + 0,160i + 0,165DMR + 0,045Dm 0,812 Mediteran K = 0,228 + 0,002KA + 0,054i - 0,136DMR + 0,202Dm 0,593 Regosol K = 0,987 + 0,004KA- 0,064i - 0,098DMR - 0,573Dm 0,579 “Tanah” K = 0,682 - 0,001KA -0,006i - 0,149DMR + 0,001Dm 0,630 Dari persamaan duga, nilai erodibilitas sebenarnya, yang merupakan fungsi diperoleh dengan cara memasukkan variabel bebas karakteristik tanah ke dalam persamaan tersebut. Hasil perhitungan nilai K (hitung) dan K (fungsi) terlihat dalam Tabel 4.10. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 55 Tabel 4.10. Indek Erodibilitas Perhitungan dan Erodibilitas Fungsi 9% Kode 9.1.A 9.2.A 9.3.A 9.4.A 9.5.A 9.6.A 9.7.A 9.8.A Mean 2 SX Khitung Kfungsi 0,131 0,134 0,277 0,220 0,099 0,184 0,144 0,117 0,230 0,152 0,069 0,070 0,081 0,057 0,034 0,132 0,133 0,133 0,0009 0,0004 9% Kode Khitung Kfungsi 9.1.M 0,188 0,105 9.2.M 0,579 0,401 9.3.M 0,357 0,248 9,4,M 0,112 0,170 9,5,M 0,126 0,307 9,6,M 0,206 0,285 9,7,M 0,053 0,003 9,8,M 0,088 0,191 Mean 0,214 0,214 2 SX 0,0039 0,0019 Kode 17.1.A 17.2.A 17.3.A 17,4,A 17,5,A 17,6,A 17,7,A 17,8,A Mean 2 SX 17% Khitung Kfungsi 0,163 0,160 0,063 0,065 0,018 0,001 0,001 0,002 0,067 0,065 0,001 0,021 0,013 0,006 0,015 0,021 0,043 0,043 0,0004 0,0004 17% Kode Khitung Kfungsi 17.1.M 0,019 0,030 17.2.M 0,639 0,630 17.3.M 0,162 0,199 17,4,M 0,269 0,269 17,5,M 0,099 0,158 17,6,M 0,190 0,166 17,7,M 0,289 0,263 17,8,M 0,052 0,005 Mean 0,215 0,215 SX2 0,0048 0,0047 Kode 9.1.L 9.2.L 9.3.L 9,4,L 9,5,L 9,6,L 9,7,L 9,8,L Mean 2 SX 9% Khitung Kfungsi 0,228 0,240 0,543 0,437 0,146 0,252 0,202 0,254 0,114 0,027 0,109 0,182 0,142 0,126 0,190 0,157 0,209 0,209 0,0025 0,0018 9% Kode Khitung Kfungsi 9.1.R 0,401 0,428 9.2.R 0,391 0,479 9.3.R 0,394 0,391 9.4.R 0,269 0,219 9.5.R 0,669 0,601 9.6.R 0,057 0,056 9.7.R 0,157 0,183 9.8.R 0,296 0,277 Mean 0,329 0,329 2 SX 0,0042 0,0039 Kode 17.1.L 17.2.L 17.3.L 17,4,L 17,5,L 17,6,L 17,7,L 17,8,L Mean 2 SX 17% Khitung Kfungsi 0,002 0,032 0,416 0,264 0,226 0,297 0,280 0,330 0,020 0,059 0,048 0,058 0,091 0,089 0,071 0,024 0,144 0,144 0,0028 0,0021 17% Kode Khitung Kfungsi 17.1.R 0,545 0,578 17.2.R 0,972 0,991 17.3.R 0,894 0,455 17,4,R 0,022 0,202 17,5,R 0,018 0,481 17,6,R 0,735 0,521 17,7,R 0,290 0,365 17,8,R 0,227 0,112 Mean 0,463 0,463 2 SX 0,0179 0,0089 Tabel 4.9 dan 4.10 menunjukkan bahwa rata-rata erodibilitas hitung dan erodibilitas fungsi mempunyai angka yang sama untuk tiap-tiap jenis tanah. Tetapi variasi rata-rata terhadap nilai tengahnya untuk erodibilitas fungsi lebih baik. Hal ini akibat dimasukkannya variabel karakteristik tanah kedalam nilai pendugaan erodibilitas yang dapat mengurangi tingkat kesalahan pendugaan. Dari persamaan duga yang diperoleh terlihat faktor erosivitas hujan menunjukkan pengaruh yang tidak stabil, dimana pada jenis tanah yang sama pada plot standar terlihat menurunkan erodibilitas, tetapi pada kemiringan 17 % meningkatkan erodibilitas. Kejadian ini diduga karena tidak stabilnya tekanan pompa yang digunakan untuk membuat hujan simulasi pada debit hujan yang sama. Pengaruh kadar lengas tanah lebih banyak meningkatkan erodibilitas, karena berhubungan dengan tingkat pembasahan 56 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” tanah. Pada tanah kering yang mengalami pembasahan oleh hujan secara mendadak agregat tanah men-jadi mudah pecah, karena tekanan dari udara yang terjebak dalam tanah. Disamping itu adsorbsi molekul air ke permukaan partikel tanah berbutir halus (liat dan debu) menyebabkan timbulnya panas pembasahan yang mendorong pecahnya agregat tanah. Sebaliknya pada tanah basah (kadar lengas tinggi) gaya geser, gaya ikat bahan semen dan kohesifitas antar partikel menjadi berkurang. (Morgan, 1995 dan Utomo, 1985). Akibatnya mudah dihancurkan oleh gaya penghancur dari luar. Faktor infiltrasi dalam persamaan duga di atas cenderung meningkatkan erodibilitas, karena laju infiltrasi yang digunakan untuk pendugaan erodibilitas didasarkan pada banyaknya volume air yang lolos meninggalkan kolom tanah per satuan waktu per satuan luas. Sebaliknya yang terjadi dalam pengukuran infiltrasi dilapangan didasarkan pada banyaknya volume air yang masuk ke dalam tanah persatuan waktu per satuan luas. Akibatnya pengaruh infiltrasi dalam pendugaan erodibilitas merupakan kebalikan bila yang digunakan untuk menduga laju infiltrasi hasil pengukuran di lapangan, karena menurut Morgan (1995), Seto (1991) dan Hudson (1981) meningkatnya kapasitas infiltrasi akan menurunkan erodibilitas tanah. Peranan kemantapan agregat dan distribusi ukuran butir lebih besar pengaruhnya pada penurunan nilai erodibilitas. Dari persamaan duga di atas terlihat bahwa DMR dan Dmean memberikan koefisien duga yang lebih besar diban-dingkan koefisien variabel duga yang lain. Peningkatan stabilitas agregat akan menurunkan jumlah sedimen yang terukur di bak pengukur sedimen. Demikian juga dengan menurunnya sebaran partikel berukuran pasir halus s/d debu kasar akan menurunkan jumlah sedimen yang terukur. Nilai erodibilitas fungsi, yang didapat dalam penelitian ini perlu dibandingkan dengan nilai erodibilitas hasil pengukuran lapang dengan nomograph penduga agar hasilnya lebih representatif dan mencerminkan kondisi erodibilitas yang sebenarnya di lapangan meskipun didalam pelaksanaan penelitian telah diusahakan mendekati kondisi yang sebenarnya dilapangan. Perbadingan “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 57 nilai erodibilitas fungsi hasil penelitian dan nilai erodibilitas hasil pendugaan nomograph didasarkan pada uji t-student dengan selang kepercayaan 95 %. Hasil perbandingan kedua nilai erodibilitas secara ringkas terlihat dalam Tabel 4.11. Tabel 4.11. Perbandingan Dua Rata-Rata Nilai Erodibilitas Jenis Tanah K K.Nomo- Fungsi graph t. hit. t.tab.95% Andosol 0.088 0.084 0,115 2.37 (n=7) 3.18 (n=3) Tidak beda Latosol 0,177 0.209 -0,246 Tidak beda Mediteran 0.215 0.258 -0,240 Tidak beda Regosol 0.396 0.241 3,181 Tidak beda “Tanah” 0.219 0.264 -1,069 2,042 (n=31) Tidak beda 2,201 (n=11) Selang Kepercayaan Bts Bawah Bts Atas 0,049*/ 0,126 -0,010 0,178 0,085 0,268 -0,187 0,604 0,179 0,263 -0,220 0,735 0,302 0,158 0,490 0,323 0,178 0,260 0,183 0,345 */ Batas untuk K fungsi Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa antara nilai erodibilitas fungsi dan erodibilitas nomograph tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari penelitian ini setara dengan hasil pengukuran erodi-bilitas dengan nomograph dengan memberikan faktor koreksi untuk K-nomograph berturutturut adalah 1,046K-fungsi (Andosol), 0,847K-fungsi (Latosol), 0,859K-fungsi (Mediteran), 1,645K-fungsi (Regosol) dan 0,830Kfungsi (Tanah). Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata tetapi secara matematik nilai yang didapat menunjukkan perbedaan. Perbedaan ini diduga karena di dalam perhitungan nilai K fungsi, variabel bebas yang digunakan dihitung secara kuantitatif, sedangkan K nomograph variabel yang digunakan untuk menghitung ada yang dihitung secara kualitatif (penentuan stuktur tanah). Disamping itu penentuan kelas permeabilitas dalam nomograph hanya di dasarkan pada contoh tanah utuh yang kecil. Selain itu dalam nomograph penduga faktor bahan organik dimasukkan sebagai variabel bebas sedangkan di dalam K fungsi tidak diperhitungkan. Nilai K fungsi yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya diklasifi-kasikan menurut Klasifikasi Erodibilitas Tanah di Indonesia 58 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” (Utomo, 1994). Andosol termasuk sangat rendah, Latosol termasuk rendah, Mediteran termasuk sedang, Regosol termasuk sangat tinggi. Andosol dan Latosol mempunyai erodibilitas sangat rendah s/d rendah karena tanah tersebut diambil dari kawasan hutan pinus, sehingga tidak ba-nyak mengalami penurunan karakateristik tanah oleh aktifitas manusia bahkan mungkin terjadi penambahan kadar bahan organik dari sisa-sisa tanaman yang telah mati. Sebaliknya tanah Mediteran dan Regosol mempunyai kelas erdibilitas sedang s/d sangat tinggi karena kedua tanah tersebut diambil dari lahan kering yang telah diusahakan. Hal ini menunjukkan bahwa pada kedua tanah tersebut karakteristik tanah yang mementukan nilai erodibilitas tanah telah banyak mengalami perubahan oleh aktifitas manusia. Sedangkan usaha-usaha perbaikannya tidak seimbang dengan kerusakan yang ditimbulkannya. Salah satu tolok ukurnya adalah tidak adanya pengembalian sisa-sisa tanaman sebagai bahan organik ke tanah tersebut. Akibatnya kedua tanah tersebut mudah mengalami erosi bila mendapat pukulan hujan dan dispersi air, maupun kikisan limpasan permukaan. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 59 PENUTUP BAB 5 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi erodibilitas di empat jenis tanah dengan “Rainfall Simulator” menggunakan “Basic Hydrology System” di Laboratorium Hidroteknik Institut Teknologi Sepuluh Novenber (ITS) Surabaya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Menggunakan uji t-student didapatkan nilai erodibilitas fungsi yang tidak berbeda (non significant) dengan nilai erodibilitas yang diperoleh dengan nomograph penduga untuk keempat jenis tanah yang diperlakukan, mes-kipun ada selisih dari penggunaan kedua metode tersebut. 2. Persamaan duga erodibilitas yang didapat dari penelitian ini adalah: K = 2,320 - 0,026KA - 0,026i - 0,294DMR + 0,442Dm (Andosol) K = -2,510 + 0,043KA + 0,160i + 0,165DMR + 0,045Dm (Latosol) K = 0,228 + 0,002KA + 0,054i - 0,136DMR + 0,202Dm (Mediteran) K = 0,987 + 0,004KA- 0,064i - 0,098DMR (Regosol) - 0,573Dm K = 0,682 - 0,001KA -0,006i - 0,149DMR + 0,001Dm (“Tanah”) 3. Secara individu karakteristik tanah belum menunjukkan pengaruh yang nyata pada erodibilitas tanah, tetapi mempunyai kecenderungan menurun-kan nilai erodibilitas sampai batas tertentu. Sedangkan secara gabungan memberikan pengaruh yang nyata dengan koefisien “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 61 determinasi, R = 0,796 (Andosol), R = 0,812 (Latosol), R = 0,593 (Mediteran), R = 0,579 (Regosol) dan gabungan 4 jenis tanah didapat R = 0,630 (“Tanah”) 4. Secara statistik nilai K-fungsi dan K-nomograph tidak menunjukkan adanya perbedaan, dengan memberikan faktor koreksi untuk K-graph sebesar 1,046K-fungsi (Andosol), 0,847K-fungsi (Latosol), 0,859K-fungsi (Mediteran), 1,645K-fungsi (Regosol) dan 0,830K-fungsi (‘Tanah”). 5. Nilai erodibilitas Andosol termasuk sangat rendah, Latosol termasuk rendah, Mediteran termasuk sedang dan Regosol termasuk tinggi. 6. Dimasukkannya besaran-besaran kuantitatif karakteristik tanah ke dalam penentuan nilai erodibilitas, lebih bisa menggambarkan nilai erodibilitas yang sebenarnya sebagai fungsi dari karakteristik tanah. 7. Aliran limpasan permukaan tidak banyak berperan dalam pelepasan par-tikel tanah bila dibandingkan dengan daya penghancur butir hujan dan dispersi air hujan tetapi lebih berperan sebagai pengangkut sedimen. 8. Aliran limpasan permukaan pada plot standar (9%), bersifat laminer sub- kritis dengan bilangan Reynold antara 0,34 s/d 164,3; bilangan Froude antara 0,542 s/d 0,984 dan gaya geser antara 5,0 s/d 21,0 Nm-2 sedangkan pada kemiringan 17% aliran permukaan bersifat laminer superkritis dengan bilangan Reynold antara 24,4 s/d 223,4; bilangan Froude antara 0,979 s/d 1,286 dan gaya geser antara 7,1 s/d 43,3 Nm-2. 9. Perbedaan kemiringan lahan memberikan sifat-sifat aliran dipermukaan lahan yang berbeda tetapi tidak mempengaruhi nilai erodibilitas. 62 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 10. Laju infiltrasi yang didapat dalam penelitian didasarkan pada banyaknya volume air yang lolos keluar dari blok tanah. 11. Bertambahnya diameter agregat lebih besar dari 2 mm s/d 4 mm dan menurunnya kadar persen butir berukuran 0,03 s/d 0,116 nilai erodibilitas cenderung menurun. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pelaksanaan penelitian disarankan: 1. Supaya mendapatkan hasil yang bisa diaplikasikan ke lapangan, maka dalam studi berikutnya hendaknya contoh tanah blok yang digunakan lebih luas dan lebih tebal agar betul-betul menggambarkan kondisi di lapangan. Selain itu bila diperlukan variasi perlakuan hendaknya meng-gunakan contoh tanah yang lain dari jenis tanah yang sama. 2. Untuk mendapatkan distribusi hujan yang merata, hendaknya nossel yang digunakan berlubang empat menjadi satu atau menggunakan nossel yang berputar, serta mengatur ketinggian jatuh butir hujan. 3. Limpasan permukaan dan laju infiltrasi dari basin ke tempat pengukuran hendaknya diusahakan selancar mungkin, sehingga tidak timbul gelem-bung-gelembung udara yang terjebak didalamnya yang menghambat gerak-an aliran. 4. Stabilitas arus listrik dan putaran pompa mutlak diperlukan untuk men-dapatkan debit hujan simulasi yang konstan. 5. Pengukuran laju infiltrasi pada contoh tanah blok utuh di laboratorim dimungkinkan dapat digunakan sebagai cara lain untuk menetapkan laju infiltrasi di lapangan dengan mentranformasi hasilnya dengan 1/x. “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 63 DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1979. Selected Methods for Soil and Analysis. International Institute of Tropical Agriculture. Ibadan, Nigeria. 67 page. Asdak C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. 567 hal. Bols, P.L., 1978. The Iso-Erodent Map of Java and Madura. Bogor. Soil Res. Inst. Chow, V.T., 1959. Open Channel Hydraulics. Terjemahan E.V. Rosalina. Hidrolika saluran Terbuka. Hal. 99 – 102. Coleman D.C, J.M. Oades, G. Uehera. 1988. Dynamics of Soil Organik Matter in Tropical Ecosystems. Depatement of Agronomy and Soil Science. Hawaii. Haan C.T., 1995. StatisticalMethods in Hidrology. Iowa State University Press Ames, Iowa 50010. p: 197-235 Hardjowigeno S., 1992. Ilmu Tanah. PT. Mediyatma Sarana Perkosa. Jakarta. hal. 140-169 Harjadi B. dan D.R. Indrawati. 1998. Tingkat Erodibilitas Lahan (K) dan Toleransi Erosi (T) pada Lima Tipe Batuan di sub DAS Keduang dalam Buletin Teknologi Pengelolaan DAS. Visi dan Misi Ilmiah BTP DAS Surakarta. hal. 1-13 _____________ , 1996. Kecenderungan Nilai K dan Nilai T pada Berbagai Kondisi Bentuk Lahan dalam Buletin Teknologi Pengelolaan DAS. Visi dan Misi Ilmiah BTP DAS Surakarta. hal. 1-13 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 65 Hudson, N.W. 1993. Field Measurement of Soil and Run off. FAO Soil Bulletin No. 68. Roma. page, 53 – 108. Hudson N., 1985. Soil Conservation. Batsford Academic and Educational London. 323 page. Jansen, P.Ph., L. van Bendegom, J. van Den Berg, M/ de Vries and A. Zanen. 1994. Principles of River Engineering (The non-tidal alluvial river). Delftse uitgevers Maatshappij b v. Nederlands. p: 83-118. Lal R. B.A. Stewart, 1990. Soil Degradation in Advance in Soil Science, Vol 11. Soil Degradation Spring Verlag, New York. p: 179-181 Landon J.R., 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agriculture International Limited. p: 72-79, 309-315 dan 355-380 Morgan R.P.C., 1995. Soil Erosion and Conservation. Second Ed. Longman Group Limited, Malaysia, TCP. 198 page. Pratiwi dan Sumaryono. 1995. Pengaruh Penanaman Hortikultura Terhadap Laju Erosi pada Lahan Bekas Endapan Bahan Vulkanik Gunung Berapi. dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XII Himpunan Alhi Teknik Hidroulik Indonesia (HATHI) Surabaya 21 s/d 23 November 1995. Vol. I. Hal. 408 – 417. Reijn, L.C. van., 1990. Principles of Fluid Flow and Surface Waves in Rivers, Estuaries, Seas and Oceans. Aqua Publications. Netherlands. page: A.1 – A.5 Russell E.W., 1978. Soil Condition and Plant Growth. Tenth Ed. The English Language Book Society and Longman. p: 772-778. 66 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Roger J.J.W., J.A.S. Adams., 1966. Fundamentals of Geology. Harper and Row Publishers. New York and London. p: 95122 Sarwono. 1977. Dasar-dasar Kalsifikasi Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Hal. 16-23. Seto A.K., 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. hal. 78-108. Santoso B., 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Per-tanian Universitas Brawijaya, Malang. hal 25-34 Sarief E.S., 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka BuanaBandung. hal. 16-23, 58-65. Soepardi G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor. hal 239-273 Institut Pertanian Sugiman, 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara-Jakarta. hal. 326-345. Turner A.K., S.T. Willatt, J.H. Wilson and G.A. Jobling., 1984. Soil Water Management. International Development Program of Australian Universities and Colleges Limited (IDP), Canberra. p:131-144 Utomo W.H., 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Penerbit IKIP, Malang. 194 halaman. __________, 1985. Fisika Tanah (Dasar dan Teori). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. hal: 7-11, 33-46, dan 55-89. Young A., 1990. Agriforestry for Soil Conservation. International Council for Research in Agriculture. p: 54 In “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 67 LAMPIRAN 35 35 30 30 25 25 Laju Infiltrasi (cm/jam) Laju Infiltrasi (cm/jam) Lampiran 1. Laju Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tinggi Hujan 20 15 10 9.1A 9.3A 5 9.2A 9.4A 0 0 5 10 15 20 25 30 35 20 15 10 17.1A 17.3A 5 17.2A 17.4A 0 40 0 Waktu (min) 5 10 15 20 25 30 Waktu (min) 35 40 Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada Tanah Andosol, Slope (a) 9%, (b) 17% 14 20 9.1L 9.3L 18 9.2L 9.4L 17.1L 17.3L 12 17.2L 17.4L 10 14 Laju Infiltrasi (cm/jam) Laju Infiltrasi (cm/jam) 16 12 10 8 6 4 2 0 8 6 4 2 0 0 5 10 15 20 25 Waktu (min) 30 35 40 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (min) 35 Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada Tanah Latosol, Slope (a) 9%, (b) 17% “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 69 40 Lanjutan Lampiran 1. 17.1M 17.3M 14 17.2M 17.4M 12 10 10 Laju Infiltrasi (cm/jam) 12 Laju Infiltrasi (cm/jam) 9.1M 9.3M 14 8 6 4 2 9.2M 9.4M 8 6 4 2 0 0 0 5 10 15 20 25 Waktu (min) 30 35 40 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (min) 35 40 Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada Tanah Mediteran, Slope (a) 9%, (b) 17% 14 17.1R 17.3R 12 14 17.2R 17.4R 12 10 Laju Infiltrasi (cm/jam) 10 Laju Infiltrasi (cm/jam) 1R 2R 3R 4R 8 6 4 2 8 6 4 2 0 0 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (min) 35 40 0 5 10 15 20 25 Waktu (min) 30 35 Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada Tanah Regosol, Slope (a) 9%, (b) 17% 70 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 40 Lampiran 2. Hubungan Infiltrasi dengan Erodibilitas 0.30 y = -0.500x + 0.257 R² = 0.738 0.25 Erodibilitas 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0.00 0.10 0.20 0.30 Laju Infiltrasi (cm/jam) 0.40 S… Gambar 4.12. Hubungan Antara Laju Infiltrasi dengan Nilai Erodibilitas pada kemiringan 9 % 0.35 0.30 Erodibilitas 0.25 y = -0.926x + 0.363 R² = 0.647 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0.0 0.1 0.2 0.3 Laju Infiltrasi (cm/jam) 0.4 Gambar 6.13. Hubungan Antara Laju Infiltrasi dengan Nilai Erodibilitas pada Kemiringan 17 % “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 0.5 S… 71 Lampiran 3. Hubungan Diameter Butir dan Persen Agregat 9.1.A 9.2.A 9.3.A 9.4.A 35 Persentase Agregat Tertahan (%) Persentase Agregat Tertahahan (%) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 4.76 3.38 2.00 1.00 0.50 17.5.A 17.6.A 17.7.A 17.8.A 30 25 20 15 10 5 0 4.76 0.25 3.38 2.00 1.00 0.50 0.25 Gambar 6.13. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan Persentase Agregat Tertahan Tanah Andosol pada Kemiringan (a) 9 % (b) 17 % 9.1.L 9.2.L 9.3.L 40 35 30 25 20 15 10 9.4.L 40 Persentase Agregat Tertahan (%) Persentase Agregat Tertahan (%) 45 17.1.L 17.2.L 17.3.L 17.4.L 35 30 25 20 15 10 5 5 0 0 4.76 3.38 2.00 1.00 0.50 0.25 4.76 3.38 2.00 1.00 0.50 0.25 Gambar 4.14. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan Persentase Agregat Tertahan Tanah Latosol pada Kemiringan (a) 9 % (b) 17 % 72 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 9.2.M 9.3.M 9.4.M 17.1.M 17.2.M 17.3.M 17.4.M 30 9.1.M 25 20 15 10 5 0 4.76 3.38 2.00 1.00 0.50 0.25 Persentase Agregat Tertahan (%) 5 10 15 20 25 30 0 Persentase Agregat Tertahan (%) Lanjutan Lampiran 3 4.76 3.38 2.00 1.00 0.50 0.25 40 9.1.R 9.2.R 9.3.R 9.4.R Persentase Agregat tertahan (%) Persentase Agregat Tertahan (%) Gambar 4.15. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan Persentase Agregat Tertahan Tanah Mediteran pada Kemiringan (a) 9 % (b) 17 % 35 30 25 20 15 10 5 0 4.76 3.38 2.00 1.00 0.50 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0.25 4.76 17.1.R 17.2.R 17.3.R 17.4.R 3.38 2.00 1.00 0.50 0.25 Gambar 4.16. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan Persentase Agregat Tertahan Tanah Regosol pada Kemiringan (a) 9 % (b) 17 % “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 73 Lampiran 4. Grafik S Gradasi Butir 100 100 90 Persen Tertahan Komulatif (%) 80 70 1.A 2.A 3.A 4.A 5.A 90 80 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10 0 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) 10.000 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) 0 10.000 Persen Tertahan Komulatif (mm) 1.A 2.A 3.A 4.A 5.A Gambar 4.17. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah Andosol (a) 9 %, (b) 17 % 100 90 80 Persen Tertahan Komulatif(%) 1.L" 2.L" 3.L" 4.L" 5.L 1.L 2.L 3.L 4.L 5.L 70 90 80 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10 0 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) 10.000 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) 0 10.000 Gambar 4.18. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah Latosol (a) 9 %, (b) 17 % 74 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” Persen Tertahan Komulatif(%) 100 Lanjutan Lampiran 4. 1.M 2.M 3.M 4.M 5.M 6.M 90 Persen Tertahan Komulatif(%) 80 70 100 1.M 2.M 3.M 4.M 5.M 6.M 90 80 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10 0 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) 10.000 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) Persen Tertahan Komulatif(%) 100 0 10.000 Gambar 4.19. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah Mediteran (a) 9 %, (b) 17 % 1.R 2.R 3.R 4.R 5.R 6.R 90 Persen Tertahan Komulatif(%) 80 70 100 1.R 2.R 3.R 4.R 5.R 6.R 90 80 70 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10 0 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) 10.000 0.001 0.010 0.100 1.000 Diameter Butir (mm) 0 10.000 Gambar 4.20. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah Regosol (a) 9 %, (b) 17 % “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen” 75 Persen Tertahan Komulatif(%) 100 Lampiran 5. Hubungan Diameter Agregat dengan Erodibilitas 0.45 0.40 0.35 1.0 0.9 Andosol 9% y = -0.089x + 0.397 R² = 0.648 0.30 Erodibilitas Erodibilitas 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Latosol 9% 0.8 0.7 0.6 0.5 y = -0.237x + 0.900 R² = 0.497 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Diameter Agregat (mm) Diameter Agregat (mm) Gambar 4.21. Hubungan antara Diameter Agregat dengan Erodibilitas tanah Andosol dan Latosol 0.40 0.40 Mediteran 9% 0.35 0.30 0.30 0.25 0.25 Erodibilitas Erodibilitas 0.35 0.20 0.15 0.10 0.20 0.15 0.10 y = -0.0938x + 0.4629 R² = 0.2819 0.05 Regosol 9% y = -0.183x + 0.740 R² = 0.324 0.05 0.00 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Diameter Agregat(mm) 0.00 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Diameter Agregat (mm) Gambar 4.22. Hubungan antara Diameter Agregat dengan Erodibilitas tanah Mediteran dan Regosol 76 “Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”