kepekaan tanah dan tenaga eksogen

advertisement
SISWANTO
KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN
2009
ISBN : 978-602-9372-01-4
MONOGRAF
KEPEKAAN TANAH DAN
TENAGA EKSOGEN
Siswanto
Penerbit :
UPN “Veteran” Jawa Timur
Jl. Raya Rungkut Madya Gununganyar Surabaya 60294
2009
KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN
Gelar Magister Teknik diperoleh dari Institut Teknologi 10 November
Surabaya tahun 2003. Sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Tanah pada
tahun 2003 sampai 2007. Kepala bagian Perencanaan Evaluasi
dan Laporan Administrasi Akademik Biro Administrasi Akademik
UPN “veteran” Jawa Timur hingga sekarang. Tahun 2008 diperintahkan oleh Pimpinan Universitas untuk menempuh pendidikan jenjang Sarjana Jurusan Informatika. Buku yang pernah diterbitkan adalah Pengembangan Tembakau Unggulan di Sumenenp,
Pengatar Sistem Informasi Geografik, Evaluasi Sumberdaya Lahan,
sedangkan karya ilmiah yang dipublikasikan adalah: Karakteristik
Hidroulik Erosi Tanah Menggunakan Hujan Buatan (Basic Hydrology). Studi Kesesuaian Lahan Tanaman Melon di Tiga Sentra
Produksi Melon, Studi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu Lahan Kering.
SISWANTO
SISWANTO lahir di Malang tahun 1963. Lulus Sarjana Pertanian Universitas Brawijaya Malang
tahun 1988. Menjadi staf pengajar jurusan
Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang sejak tahun 1989 sampai
1991. Pada Tahun 1991 merangkap sebagai
staf pengajar Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur sampai sekarang.
Siswanto
Penerbit:
UPN “Veteran” Jawa Timur
Jl. Raya Rungkut Madya Gununganyar Surabaya 60294
KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN
Disusun oleh
: Ir. Siswanto, MT.
Dosen Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian
UPN “Veteran” Jawa Timur
ISBN
: 978-602-9372-01-4
Tahun
: 2009
Setting
: Farid
Desain Sampul
dan Gambar
: Farid
Dilarang keras mengutip, menjiplak atau mengkopi
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seijin penerbit
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
Untuk:
Istri dan
Anak-anakku
Tercinta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,
penulisan buku ini dapat kami selesaikan dengan lancar.
Penyusunan monograf ini dimaksudkan untuk memberikan informasi dan masukan yang sangat berarti bagi
semua kalayak khususnya masyarakat pecinta konservasi
tanah dan pengelolaan tanah dan air.
Monograf ini disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian
penulis yang dikompilasi dengan penelitian-peneltian sebelumnya. Dalam penulisan buku ini penulis lebih menekankan pada
teknik pengukuran faktor kepekaan tanah terhadap daya
perusak dari luar, khususnya pengaruh pukulan air hujan dan
angkutas sedimen dalam proses aliran permukaan.
Monograf Kepekaan tanah dan tenaga eksogen ini
berisi tentang permasalahan kepekaan tanah, cara-cara
mengukur kepekaan tanah, analisis kepekaan dari berbagai
jenis dan spesifikasi pengukuran untuk jenis-jenis tanah
tertentu. Kami menyadari bahwa penyusunan masih banyak
keku-angan. Untuk itu kami berharap masukan-masukan
yang konstruktif untuk penyempurnaan buku ini.
Pada kesempatan ini kami tak lupa menyampaikan
banyak-banyak terimah kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan motivasi, dorongan dan semangat untuk
menyelesaian penulisan buku nomograph ini.
Tidak ketinggalan juga kami sampaikan kepada pihak
penerbit yang telah mengizinkan tulisan ini dapat diterbitkan.
Harapan kami semoga dengan terbitnya buku ini dapat
memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi
penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Semoga apa yang Bapak Ibu berikan mendapat balasan
yang lebih dari Tuhan Yang Maha Esa dan selalu di tunjukkan ke
jalan yang benar… amin.
Surabaya, Januari 2009
Penulis,
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
i
DAFTAR ISI
Hal.
i
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Ketahanan dan Kepekaan Tanah
1.2. Karakateristik Tanah dan Erosi Lahan
1
1
3
BAB II MASALAH KEPEKAAN TANAH
2.1. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
2.2. Indeks Erosivitas Hujan
2.3 Limpasan Permukaan dan Aliran Sedimen
2.4. Kepekaan Tanah dan Gaya Perusak dari Luar
2.5. Pengukuran Kepekaan Tanah
2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kepekaan Tanah
9
11
11
13
15
18
21
BAB III METODOLOGI
3.1. Kegiatan Pendahuluan
3.2. Bahan
3.2.1. Air
3.2.2. Sampling Tanah
3.3. Alat yang Digunakan
3.4. Kalibrasi Alat
3.4.1. Modifikasi Alat
3.4.2. Kalibrasi Simulator Hujan
3.5. Pelaksanaan
3.6. Limpasan Permukaan
23
23
24
24
25
25
26
26
27
29
31
BAB IV ANALISIS DAN SOLUSI
4.1. Umum
4.2. Indeks Erosivitas Hujan
4.3. Limpasan Permukaan
4.4. Transport Sedimen
33
33
34
36
42
ii
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
BAB V
4.5. Infiltrasi
4.6. Stabilitas Agregat dan Gradasi Butir
4.7. Karakteristik Tanah dan Erodibilitas
45
51
54
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
61
61
63
DAFTAR PUSTAKA
65
Lampiran
69
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
iii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah
Tabel 3.1. Hasil Pencatatan Flowmeter Inflow dan Outflow
pada Saat kalibrasi
Tabel 3.2. Tinggi Hujan Simulasi dan Hujan Harian
Maksimum Lokasi Contoh Tanah
Tabel 4.1. Kombinasi Variasi Hujan dan Kemiringan pada
Contoh Tanah
Tabel 4.2. Data Tinggi Hujan Harian, Hujan Simulasi dan
Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan Harian dan
Indek Erosivitas Hujan Simulasi
Tabel 4.3. Hasil Analisis Varian Faktor Erosivitas Hujan
pada Erosi Tanah
Tabel 4.4. Besarnya debit Limpasan Akibat Variasi Tinggi
Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah
Tabel 4.5. Karakteristik Aliran yang Berpengaruh pada
Besarnya Aliran Limpasan Permukaan
Tabel 4.6. Hasil pengukuran Laju Infiltrasi pada Contoh
Tanah Blok Utuh
Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Kadar Lengas dan Laju
Infiltrasi pada tanah Percobaan
Tabel 4.8. Hasil Analisa DMR (mm), Dmean (mm) dan D50
(mm) di Empat Tanah Percobaan
Tabel 4.9. Persamaan Duga Erodibilitas
Tabel 4.10 Indek Erodibilitas Perhitungan dan Erodibilitas
Fungsi
Tabel 4.11 Perbandingan Dua Rata-Rata Nilai Erodibilitas
iv
20
28
30
34
35
36
39
43
46
49
52
55
56
58
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 2.1. Hubungan geometri ukuran agregat dengan
energi kinetik hujan
17
Gambar 3.1. Bagan Pengaliran di Dalam Simulasi Hujan
27
Gambar 3.2. Hubungan antara Debit Outflow (l/min) dengan 28
Debit Inflow (l/min)
Gambar 3.3. Bagan Alir Pengukuran Parameter Erosi
Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit
Gambar 4.1. Limpasan Permukaan Andosol pada
Kemiringan 9% dan 17%
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit
Limpasan
Permukaan
Latosol
pada
Kemiringan 9% dan 17%
Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit
Limpasan Permukaan Mediteran pada
Kemiringan 9% dan 17%
Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit
Limpasan Permukaan Regosol pada
Kemiringan 9% dan 17%
Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit
Limpasan Permukaan (a) Andosol dan
(b)Latosol pada Kemiringan 9% dan 17%
Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit
Limpasan Permukaan (a) Tanah Mediteran
dan (b)Regosol pada Kemiringan 9% dan
17%
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
30
37
37
37
37
41
42
v
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1.
Laju Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tinggi
Hujan
69
Lampiran 2.
Hubungan Infiltrasi dengan Erodibilitas
71
Lampiran 3.
Hubungan Diameter Butir dan Persen Agregat
72
Lampiran 4.
Grafik S Gradasi Butir
74
Lampiran 5.
Hubungan Diameter Agregat dengan
Erodibilitas
76
vi
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
PENDAHULUAN
1.1.
BAB 1
Ketahanan dan Kepekaan Tanah
Tanah adalah lapisan tipis kerak bumi hasil hancuran batubatuan oleh faktor pembentuk tanah dan menjadi media tumbuh
tanaman di atasnya. Karakteristik tanah akan berbeda-beda
tergantung pada faktor pembentuknya. Perbedaan dalam faktor
pembentuk tanah akan menentukan ciri dan sifat tanah tersebut.
Berdasarkan ciri khusus yang dimiliki, tanah dikelompokkan menjadi sepuluh jenis. Dari sepuluh jenis tersebut Andosol,
Regosol, Mediteran dan Latosol dipilih sebagai bahan penelitian
ini karena luasnya sebaran penggunaan tanah tersebut untuk
budidaya pertanian dan kawasan konservasi. Dekade terakhir
ini, di daerah hulu telah menunjukkan adanya kecenderungan
makin meningkatnya konversi kawasan konservasi menjadi lahan
kering (tegal) yang selalu dalam keadaan terbuka. Di daerah
perbukitan atau pegunungan yang tidak tertutup tanaman akan
mudah mengalami erosi bila tanpa pengelolaan yang benar.
Salah satu sifat tanah yang terbentuk akibat perbedaan
faktor pembentuk tanah adalah erodibilitas tanah atau kepekaan
dan ketahanan tanah terhadap daya perusak dari luar. Umumnya
nilai erodibilitas tanah ditentukan secara langsung di lapangan
pada plot yang mempunyai panjang 22 m, lebar 2 m dan
kemiringan lahan 9 persen (plot standard).
Pengukuran
langsung ini didasarkan pada besarnya kehilangan tanah akibat
hujan yang jatuh pada plot tersebut.
Indeks erosivitas merupakan besarnya energi pukulan
hujan yang menghancurkan agregat tanah dan yang mentranformasikan hasil hancuran (sedimen) ke tempat lain. Besarnya
indeks erosivitas sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan seperti,
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
1
ketinggian jatuh, diameter butir, intensitas hujan, durasi dan
distribusi hujan.
Hasil pengukuran lapangan nilai, erodibilitas pada beberapa jenis tanah di Jawa dilaporkan oleh Bols (1979) dan Utomo
(1994) berkisar antara 0,03 – 0,31 ton ha-1 per unit R.
Sedangkan pengukuran dengan nomograph penduga berkisar
antara 0,04 – 0,24 ton ha-1 per unit R. Nilai erodibilitas tanah
sangat dipe-ngaruhi oleh sifat dan ciri tanah. Beberapa ciri
khusus yang diduga berpengaruh pada nilai erodibilitas tanah
adalah tekstur, struktur, pembasahan dan penge-ringan, infiltrasi,
kation-kation terjerap dan kandungan bahan organik.
Walaupun sudah banyak diketahui bahwa erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah itu sendiri, tetapi informasi
tentang besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut
secara individu belum banyak dilaporkan. Pada studi di 4 (empat)
jenis tanah ini penulis mencoba mencari besarnya pengaruh
masing-masing faktor secara kuantitatif pada nilai erodibilitas.
Meskipun pengukuran di lapangan memberikan hasil yang
lebih memuaskan, namun dalam pelaksanaannya membutuhkan
persiapan yang matang dan biaya yang mahal.
Sampai saat ini pengukuran erodibilitas di lapangan masih
menunjukkan hasil yang sangat memuaskan, tetapi mengingat
pertimbangan waktu, biaya dan pertimbangan-pertimbangan
lainnya para pakar konservasi tanah dan air mencari alternatif
lain yang dirasa hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran
di lapang. Disamping pendugaan dengan nomograph
Wischmeyer, penulis mencoba mencari alternatif lain untuk
mengukur nilai erodibilitas tanah di laboratorium dengan hujan
simulasi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik
tanah yang berpengaruh.
Walaupun pengukuran nilai erodibilitas bukan merupakan
masalah baru dibidang konservasi tanah dan air, tetapi
mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka
pengkajian tentang pendugaan nilai erodibilitas di laboratorium
2
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
sebagai alternatif lain perlu dipertimbangkan. Supaya hasil yang
diperoleh dapat diaplikasikan maka perlu adanya kalibrasi
dengan hasil pengukuran di lapangan.
Bertolak dari hasil-hasil pengukuran di lapangan dan
pendugaan dengan nomograph, penulis tertarik untuk menduga
nilai erodibilitas di laboratorium berdasarkan prinsip pengukuran
di lapangan.
1.2.
Karakteristik Tanah dan Erosi Lahan
Erosi tanah terjadi melalui proses penghancuran,
pengangkutan dan pengendapan. Oleh karena itu besarnya erosi
yang terjadi ditentukan oleh faktor-faktor yang mem-pengaruhi
ketiga proses tersebut. Di dalam penilaian bahaya erosi potensial
hanya didasarkan pada faktor penyebab erosi (erosivitas) dan
faktor tanah (erodibilitas).
Kenyataan di alam, proses erosi berlangsung sangat
kompleks. Hal ini tidak hanya ditentukan oleh faktor erosivitas
dan erodibilitas tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kedua variabel di atas. Pada erosi hujan, erosivitas ditentukan oleh sifat-sifat hujan dan dipengaruhi oleh
vegetasi dan kemiringan. Sedangkan erodibilitas ditentukan oleh
sifat tanah dan dipengaruhi oleh vegetasi dan aktifitas manusia
yang menggunakan tanah tersebut.
Morgan (1995) dan Utomo (1994) mengelompokkan faktorfaktor yang ber-pengaruh pada besarnya erosi adalah erosivitas
(R), erodibilitas (K), lereng dan panjang lereng (LS), tanaman (C)
dan tingkat pengelolaan (P) yang diberikan.
Untuk menghitung indeks erosivitas Wischmeyer dan Smith
(1958) dalam Morgan (1995) dibutuhkan data tinggi hujan dan
intensitas hujan periodik. Buku ini hanya memfo-kuskan pada
erodibilitas tanah dan kesulitan mensimulasikan intensitas hujan
periodik, maka untuk menghitung indeks erosivitas hujan
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
3
didasarkan pada tinggi hujan harian
menggunakan persmaan Bols (1978).
Rh
maksimum
dengan
= 2,34.Hh1,98
Dimana:
Rh = Indeks erosivitas harian (J cm m-2 jam-1)
Hh = Tinggi hujan harian maksimum (cm)
Simulasi hujan dalam didasarkan pada tinggi hujan harian
maksimum yang jatuh merata keseluruh permukaan petak
standar dan dalam contoh tanah utuh(undisturbed) berukuran
luas 50 cm x 50 cm dengan tebal 10 cm.
Hujan yang jatuh kepermukaan tanah akan menghancurkan dan mendispersi agregat tanah. Pada kondisi tanah kering
dan porous, hisapan matrik tanah dan gaya gravitasi akan
menarik air hujan masuk ke dalam tanah sebagai infiltrasi.
Besarnya laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik
tanah.
Apabila intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan laju
infiltrasi maka air akan mengalir ke permukaan tanah sebagai
limpasan permukaan.
Aliran permukaan akan mengangkut
material hancuran dan dalam perjalanannya akan menggerus
dasar dan sisi-sisi alur permukaan tanah. Besarnya pengaruh
limpasan pada erosi para pakar Hidrologi mencirikan dengan
bilangan Reynold (Re) dan Bilangan Froude (Fr) (Reijn, 1990)
Re = Ū.h/
Fr = Ū/(g.h)0,5
Dimana:
Ū = Kecepatan rata-rata penampang (m det-1)

= Viskositas kinematik (m2 det-1)
g
= Percepatan gravitasi (m det-2)
h
= Kedalaman aliran (m)
Mengingat persamaan (12) dan (13) merupakan fungsi dari
kedalaman aliran (h) maka untuk menghitung nilai h didasarkan
pada besarnya debit aliran limpasan permukaan atau SRO
(Asdak, 1995).
4
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Dimana:
h
= Kedalaman aliran (m)
Q = Debit limpasan permukaan (m3 menit-1)
A = Luas plot standard (m2)
t
= Waktu (menit)
Sedangkan untuk menghitung kecepatan aliran diguna-kan
persamaan Manning (Chow, 1959)
Ū = 1/n x R2/3 S1/2
Dimana:
S = Kemiringan lahan (%)
n
= Angka kekasaran Manning daerah dataran banjir yang
digunakan untuk pertanian tanpa adanya tanaman = 0,04
(Chow, 1959)
Muatan sedimen tercuci (wash load sediment) menunjukkan jumlah tanah yang tererosi.
St = Bl + Sl
Dimana:
St = Jumlah tanah tererosi (ton ha-1)
Bl = Sedimen dasar (kg plot-1)
Sl = Sedimen melayang (kg plot-1)
Kemiringan plot standard 9 persen dengan panjang 22
meter akan memberikan nilai faktor lereng dan panjang lereng
(LS) sama dengan 1. Sedangkan untuk lereng dan panjang
lereng lebih besar atau lebih kecil dari plot standard diperhitungkan dengan persamaan (Morgan, 1995)
LS = (L/22)0,5 x (0,065 + 0,045S + 0,0065S2)
Dimana:
L = Panjang lereng (m)
Hasil pengukuran sedimen tercuci (16), erosivitas (11), dan
faktor LS (17) maka rumus (8) menjadi:
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
5
Dimana:
K = Nilai erodibilitas (ton ha-1 per unit R)
Rh = Indek erosivitas hujan simulasi (J cm m-2 jam-1)
Nilai erodibiitas tanah menunjukkan kemudahan tanah
tererosi. Besarnya nilai ini ditentukan oleh erosivitas dan
karakteristik tanah. Ciri-ciri tanah yang berpengaruh pada
erodibilitas adalah infiltrasi, kandungan air tanah, ukuran butir,
bahan organik dan struktur tanah.
Selanjutnya dengan memasukkan variabel bebas
karakteristik tanah tersebut ke dalam fungsi K didapat nilai duga
K.
K
=  (KA, i, DMR, Dm)
KA
= Kadar Air Tanah (%)
I
= Infoltrasi
(cm.jam-1)
DMR = Diameter Menengah Rata-Rata (mm)
Dm
6
= Diameter Menengah (mm)
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
MASALAH KEPEKAAN TANAH
BAB 2
Salah satu sifat tanah yang terbentuk akibat perbedaan
faktor pembentuk tanah adalah erodibilitas tanah atau kepekaan
dan ketahanan tanah terhadap daya perusak dari luar. Umumnya
nilai erodibilitas tanah ditentukan secara langsung di lapangan
pada plot yang mempunyai panjang 22 m, lebar 2 m dan
kemiringan lahan 9 persen (plot standard). Pengukuran langsung
ini didasarkan pada besarnya kehilangan tanah akibat hujan yang
jatuh pada plot tersebut.
Indeks erosivitas merupakan besarnya energi pukulan hujan
yang meng-hancurkan agregat tanah dan yang mentranformasikan
hasil hancuran (sedimen) ke tempat lain.
Besarnya indeks
erosivitas sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan seperti,
ketinggian jatuh, diameter butir, intensitas hujan, durasi dan
distribusi hujan.
Hasil pengukuran lapangan nilai, erodibilitas pada beberapa
jenis tanah di Jawa dilaporkan oleh Bols (1979) dan Utomo (1994)
berkisar antara 0,03 – 0,31 ton ha-1 per unit R. Sedangkan
pengukuran dengan nomograph penduga berkisar antara 0,04 –
0,24 ton ha-1 per unit R. Nilai erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah. Beberapa ciri khusus yang
diduga berpengaruh pada nilai erodibilitas tanah adalah tekstur,
struktur, pembasahan dan penge-ringan, infiltrasi, kation-kation
terjerap dan kandungan bahan organik.
Walaupun sudah banyak diketahui bahwa erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah itu sendiri, tetapi informasi
tentang besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut secara
individu belum banyak dilaporkan. Pada studi di 4 (empat) jenis
tanah ini penulis mencoba mencari besarnya pengaruh masingmasing faktor secara kuantitatif pada nilai erodibilitas dengan
menggunakan hujan simulasi.
Penggunaan hujan simulasi
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
9
didasarkan pada
pertimbangan:
tinggi
hujan
harian
maksimum
dengan
1.
tidak tersedianya data intensitas hujan periodik di lokasi
pengambilan contoh tanah.
2.
Kesulitan mengamati pola pengaliran dan infiltrasi secara
langsung di lapangan pada saat kejadiaan hujan.
3.
Penelitian dapat dilakukan setiap saat dan tidak tergantung
pada hujan alami.
4.
Meskipun pengukuran di lapangan memberikan hasil yang
lebih memuas-kan, namun dalam pelaksanaannya
membutuhkan persiapan yang matang dan biaya yang
mahal.
Sampai saat ini pengukuran erodibilitas di lapangan masih
menunjukkan hasil yang sangat memuaskan, tetapi mengingat
pertimbangan waktu, biaya dan pertimbangan-pertimbangan
lainnya para pakar konservasi tanah dan air men-cari alternatif lain
yang dirasa hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran di
lapang. Disamping pendugaan dengan nomograph Wischmeyer,
penulis men-coba mencari alternatif lain untuk mengukur nilai
erodibilitas tanah di laboratorium dengan hujan simulasi, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik tanah yang berpengaruh.
Walaupun pengukuran nilai erodibilitas bukan merupakan
masalah baru dibidang konservasi tanah dan air, tetapi mengingat
keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka pengkajian tentang
pendugaan nilai erodibilitas di laboratorium sebagai alternatif lain
perlu dipertimbangkan. Supaya hasil yang diperoleh dapat
diaplikasikan maka perlu adanya kalibrasi dengan hasil
pengukuran di lapangan.
Bertolak dari hasil-hasil pengukuran di lapangan dan
pendugaan dengan nomograph, penulis tertarik untuk menduga
nilai erodibilitas di laboratorium berdasarkan prinsip pengukuran di
lapangan.
10
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
2.1.
Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Lingkup permasalahan yang
monograf penelitian ini adalah:
menjadi
tanah
batasan
dalam
berdasarkan
prinsip
1.
Menduga nilai erodibilitas
pengukuran di lapangan.
2.
Merumuskan nilai erodibilitas berdasarkan fungsi dari kadar
air, infiltrasi, diameter massa rata-rata (DMR) dan Diameter
butir partikel (Dmean).
3.
Ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan, dispersi dan
kikisan limpasan permukaan.
Sedangkan yang menjadi batasan dan asumsi pada studi ini
adalah:
1.
Hujan yang terjadi, tersebar merata dan acak di seluruh
permukaan plot standard.
2.
Debit aliran mengalir rata di seluruh permukaan plot
standard.
3.
Selama kejadian hujan, debit nossel diasumsikan konstan.
4.
Debit nossel yang diberikan berdasarkan tinggi hujan harian
maksimum.
5.
Lama hujan simulasi didasarkan pada
konsentrasi (tc) dari hidrograf hujan simulasi.
6.
Debit nossel diasumsikan terukur seluruhnya.
7.
Pengukuran limpasan permukaan, sedimen dan infiltrasi
dimulai pada saat debit nossel telah konstan.
8.
Pengaruh penutupan tanah, tanaman dan pengelolaan
dianggap maksimum (faktor CP = 1).
lama
waktu
2.2. Indek Erosivitas Hujan
Kemampuan dari hujan untuk menyebabkan erosi dikenal
sebagai “erosivitas hujan”. Erosivitas merupakan fungsi dari
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
11
dari sifat fisik hujan seperti, curah hujan, lama hujan, intensitas,
ukuran butir dan kecepatan jatuh (Morgan, 1995).
Intensitas hujan (mm jam-1) ternyata mempunyai arti
yang lebih penting dalam hubungannya dengan erosi. Hasil
penelitian Fournier (1972) dalam Morgan (1995) menunjukkan
bahwa erosi bertambah besar dengan meningkatnya intensitas
hujan.
Hudson (1965) dalam Hudson (1985) dari hasil studinya
di daerah tropika menyimpulkan bahwa, ukuran butir hujan
cenderung menurun dengan bertam-bahnya intensitas hujan.
Berdasarkan hubungan antara ukuran butir dan inten-sitas
hujan di daerah tropis dan sub tropis Hudson (1965) dalam
Morgan (195), Utomo (1994) dan Hudson (1985) mengusulkan
persamaan sebagai berikut:
Ek = 29,8 – 125,5/I
Dimana
Ek = Energi kinetik hujan dalam Joule per m2 (J m-2)
I = Intensitas hujan (mm jam-1).
Diketahuinya hubungan antara energi kinetik hujan dan
intensitas hujan, Wischmeyer dan Smith (1958) dalam Utomo
(1994) menggabungkan antara energi kinetik (Ek) dan intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I30).
Penggunaan kedua parameter tersebut dalam “Universal
Soil Loss Equation (USLE) dikenal sebagai “Indek Erosiviatas
Hujan” (R)
R = EI30
Dimana: R = Indeks Erosivitas (J mm m-2 jam-1)
Utomo (1994) dan Morgan (1995) menjelaskan cara untuk
menghitung indeks erosivitas hujan (R), energi kinetik hujan
dihitung berdasarkan intensitas hujan periodik. Energi kinetik
12
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
total didapat dengan menjumlahkan energi kinetik periodik.
EI30 diperoleh dengan mengalikan total energi kinetik periodik
dengan intensitas hujan maksimum selama 30 menit.
Lebih lanjut Utomo (1994) menyatakan, untuk menghitung
EI30, tidak hanya dibutuhkan data jumlah hujan tetapi juga
waktu dan kenaikan hujan per satuan waktu. Data-data
demikian di lokasi contoh tanah diambil tidak tersedia, sehingga
untuk menghitung indeks erosivitas (EI30) mengalami kesulitan.
Bols (1978), Utomo (1994) dan Seto (1991) mengadobsi indeks
erosivitas hujan Wischmeyer untuk menghitung indeks
erosivitas harian menggunakan data tinggi
hujan harian
dengan persamaan:
Rh = 2,34 x (Hh)1,98
Dimana: Rh = Indeks erosivitas harian (J cm m-2 jam-1)
Hh = Tinggi hujan harian maksimum (cm),
Pemakaian persamaan Bols dalam studi ini, perhitungan
tinggi hujan dikonversi ke debit untuk memudahkan
penggunaannya dan lama hujan didasarkan pada analisis
hidrograf hujan simulasi.
2.3. Limpasan Permukaan dan Aliran Sedimen
Proses erosi tanah melibatkan tiga kejadian yang berlangsung berurutan yaitu, penghancuran (detachment), pengangkutan (transportation) dan pengen-dapan (sedimentation).
Ketiga kejadian ini umumnya berlangsung dipermukaan lahan
yang dipengaruhi oleh iklim, tofografi, karakteristik tanah,
vegetasi dan tata guna lahan (Asdak, 1995).
Pukulan air hujan merupakan gaya penggerak (driving
force) terlepasnya partikel-partikel tanah dari agregat-agregat
tanah. Hasil hancuran ini akan menyumbat pori-pori tanah yang
akan menurunkan laju infiltrasi dan menim-bulkan genangan
dipermukaan lahan. Genangan air yang ada akan menyebab“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
13
kan dispersi agregat dan melemahkan bahan pengikat (semen)
butir-butir tanah (Hudson, 1985).
Pada kondisi kandungan air tanah tinggi, kejadian hujan
dengan intensitas rendah dan durasi lama akan menimbulkan
genangan air dipermukaan lahan, namun volumenya belum
cukup untuk mengangkut sedimen hasil erosi tersebut.
Sebaliknya bila hujan dengan intensitas tinggi meskipun
durasinya pendek, air akan cepat menggenang dipermukaan
lahan dan bergerak sebagai limpasan per-mukaan yang
membawa sedimen tercuci ke arah hilir (Morgan, 1995).
Besar kecilnya volume sedimen yang terangut aliran
permukaan oleh Asdak (1995) sangat ditentukan oleh
kecepatan aliran (Ū) dan kedalaman air (h) aliran permukaan.
Apabila sedimen yang terangkut tersebut terkonsentrasi di aluralur kecil di permukaan lahan, maka kecepatan aliran dan
kedalaman air bertambah sehingga transport sedimen tercuci
makin meningkat.
Pada kondisi seperti tersebut di atas, gaya penghancur
butir hujan akan berkurang sedangkan gaya dispersi dan gaya
kikis limpasan permukaan bertam-bah besar. Menurut Pratiwi
dan Sumaryono (1995), limpasan permukaan memi-liki gaya
seret yang mampu mengangkut butiran partikel tanah.
Ketahanan tanah permukaan terhadap gaya seret limpasan
permukaan tidak merata. Di bagian yang lemah butir-butir
partikel tanah akan mudah terangkut dibanding-kan pada
bagian yang kuat. Besarnya gaya seret limpasan permukaan
dapat diduga sebagai berikut (Reijn, 1990).
b = .g.h.S
Besarnya gaya seret ini dipengaruhi oleh turbulensi aliran
dan kederasan aliran. Umumnya aliran air dipermukaan lahan
bersifat turbulen karena adanya hambatan batu-batuan,
cekungan-cekungan, sisa-sisa tanaman dan alirannya lambat.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pendugaan erosi lahan,
sifat aliran dinyatakan sebagai aliran laminer sub kritis. Ciri-ciri
khusus yang digunakan untuk mengetahui karakteristik aliran
dipermukaan lahan adalah Bilangan Reynold (Re) dan
Bilangan Froude (Fr) (Reijn, 1990 dan Chow, 1959).
14
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Lebih lanjut Pratiwi dan Sumaryono (1995) menyatakan
bahwa sedimen tercuci akan terangkut oleh limpasan
permukaan apabila gaya seret lebih besar dari pada gaya
seret kritis ( > *). Besarnya gaya seret kritis dapat diduga :
U * = ⬚ 𝑔. ℎ. 𝑆
b = .U*2
Dimana:
b
U*

g
h
S
=
=
=
=
=
=
Tegangan geser dasar (Newton m-2)
Kecepatan geser kritis (m det-1)
Rapat massa air (kg m-3)
Percepatan gravitasi (m det-2)
Kedalaman aliran (m)
Kemiringan energi yang diasumsikan sama dengan
kemiringan lahan (%)
Menurut Asdak (1995) ketinggian muka air limpasan
permukaan dapat diduga dengan mengukur debit limpasan
permukaan dikalikan durasi hujan yang terjadi dibagi luas plot
standard.
ℎ=
Q .t
A
Dimana: Q
A
t
h
=
=
=
=
Debit limpasan permukaan (m3 menit-1)
Luas plots standard (m2)
Waktu (menit)
Kedalaman aliran (m)
2.4. Kepekaan Tanah Terhadap Gaya Perusak dari Luar
Erodibilitas tanah mencerminkan kepekaan (susceptibility)
tanah dan kemantapan (stability) agregat terhadap agen
perusak dari luar yang dinyata-kan dalam satuan ton ha-1 per
unit erosivitas. Kepekaan tanah menggambarkan kemudahan
tanah, sedangkan kemantapan menunjukkan ketahanan
agregat terhadap energi jatuhan hujan, dispersi air dan kikisan
aliran permukaan.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
15
Kepekaan dan ketahanan tiap-tiap jenis tanah berbedabeda tergantung pada tekstur, kemantapan agregat, kadar
bahan organik dan kandungan kimia tanah (Morgan, 1995),
kapasitas infiltrasi (Utomo, 1994), kandungan seskui-oksida
(Landon, 1984) dan tingkat kebasahan tanah.
Variabilitas faktor pembentuk tanah (iklim, vegetasi,
tofografi, bahan induk dan waktu) menentukan jenis tanah yang
terbentuk mempunyai sebaran kandungan partikel yang
berbeda-beda. Hardjowigeno (1992) memberi batasan tekstur
tanah sebagai perbandingan relatif fraksi pasir (sand), debu
(silt) dan liat (clay). Tanah yang baru terbentuk umumnya
didominasi pertikel berukuran kasar (pasir) yang tahan terhadap erosi. Demikian juga tanah yang telah me-lapuk lanjut
umumnya tahan terhadap erosi karena tingginya kandungan
liat yang dimiliki. Walaupun fraksi liat ukurannya  2m, namun
kohesivitasnya besar karena luasnya permukaan jenis per
satuan massa tanah (Utomo, 1985).
Hasil penelitian Evan (1980) dan Richter dan Negendank
(1977) dalam Morgan (1995) menunjukkan tanah yang
mempunyai kadar liat antara 9 – 31 persen lebih peka terhadap
erosi, demikian juga tanah dengan kadar debu antara 40 – 60
persen. Menurut Turner, Willatt, Wilson dan Jobling (1984)
kandungan debu yang tinggi, tanah akan mudah terdispersi
oleh air karena rendahnya gaya kohesi dan adhesi diantara
partikel bila dibandingkan liat.
Tingginya kandungan liat yang berinteraksi dengan hasil
dekomposisi bahan organik akan mendorong pembentukan
kompleks organo-liat yang
stabil (Coleman, Oades dan
Uehara, 1989). Komplek organo-liat ini akan mengikat partikel
tanah yang lain membentuk agregat tanah yang mantap dan
tahan terhadap agen perusak dari luar. Studi besarnya energi
kinetik hujan yang diperlukan untuk menghancurkan agregat
bahan endapan yang berukuran 0,016 – 0,631 mm oleh
Proesen (1985) dalam Morgan (1995) menunjukkan, besarnya
energi kinetik hujan semakin menurun dengan bertambahnya
ukuran agregat dan mencapai minimum pada agregat
berukuran 0,100 mm. Selanjutnya energi kinetik meningkat lagi
dengan bertambah besarnya ukuran butir agregat.
16
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
energi kinetik (J.kg-1)
Kemantapan agregat juga tergantung pada tipe mineral
liat. Tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 (Illite,
Monmorilonite, Smectite) mudah membentuk flokul-flokul
karena sifatnya yang mengembang (swelling) bila basah dan
mengkerut (shrinkage) bila kering. Flokul yang terbentuk
merupa-kan tahap permulaan terbentuknya agregat tanah (Lal,
1990; Utomo 1985 dan Russell (1973). Morgan (1995)
menambahkan agregat yang terbentuk tersebut, struktur
lempeng kristalnya lebih terbuka dan mudah terdispersi
dibandingkan liat tipe 1:1 (Kaolinit, gibsite).
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
0.000
0.090
0.180
0.270
0.360
0.450
0.540
0.630
Ukuran agregat sedimen (mm)
Series1
Gambar 2.1. Hubungan geometri ukuran agregat dengan
energi kinetik hujan (Poesen, 1992 dalam
Morgan, 1995)
Bahan organik juga memegang peranan yang sangat
penting didalam mempengaruhi erodibilitas tanah. Bahan ini
secara langsung akan menurunkan erodibilitas tanah bila
digunakan sebagai mulsa yang akan mengurangi besarnya
energi jatuhan hujan. Sedangkan pengaruh tidak langsung
melalui interaksi antara bahan stabil hasil dekomposisi dengan
partikel liat dan kation divalen dan trivalen dalam tanah yang
bertindak sebagai bahan pengikat (semen). Young (1990) dari
hasil studinya menyimpulkan, penambahan bahan organik
sebesar 1 (satu) persen ke lapisan olah tanah erodibilitas tanah
turun sebesar 0,04 – 0,05.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
17
Besar kecilnya kandungan air tanah menentukan tingkat
kejenuhan (saturated) dan kebasahan (wetting) tanah. Pada
kondisi jenuh atau tingkat ke-basahan tinggi semua pori terisi
oleh air. Kondisi demikian menyebabkan melemahnya bahan
semen yang mengikat partikel tanah (Russell, 1973). Melemahnya ikatan antara partikel primer dan sekunder menjadikan agregat lebih mudah dihancurkan.
Kandungan air yang tinggi juga menurunkan laju infiltrasi
secara drastis. Penurunan ini akibat berkurangnya hisapan
matrik tanah pada air permukaan. Semakin meningkat kebasahan tanah, maka jarak antara air permukaan dan zone
kurang basah di dalam tanah makin jauh (Seto, 1991). Pada
akhirnya laju infiltrasi ke bawah praktis hanya dipengaruhi oleh
gravitasi, konduktivitas hidroulik jenuh dan besarnya hujan
menutup pori-pori permukaan (Morgan, 1995). Akibat-nya
genangan air dipermukaan akan mendispersi tanah bagian
atas yang selanjutnya mengalir sebagai aliran permukaan.
Pada kondisi tanah kering, air hujan segera masuk ke
dalam tanah dengan cepat dan mendesak udara tanah keluar.
Menurut Utomo (1985) tingginya hisapan matrik liat pada air
tersebut menyebabkan timbulnya panas pembasahan (heat of
wetting). Keluarnya panas pembasahan, mendorong agregat
tanah pecah dengan cepat dan menurunnya kapasitas infiltrasi
(Morgan, 1995).
2.5. Pengukuran Kepekaan Tanah
Penetapan erodibilitas dapat dilakukan secara langsung
di lapangan atau secara tidak langsung di laboratorium.
Walaupun sudah diketahui bahwa erodi-bilitas merupakan
faktor penentu besarnya erosi, namun sampai sekarang belum
ada cara yang mudah dan cukup memuaskan untuk
menetapkan nilai erodibilitas tanah.
Cara yang memberikan hasil cukup memuaskan yaitu
menghitung langsung kehilangan tanah di lapangan pada plot
standard. Kemudian dengan menge-tahui indek erosivitas
hujan yang menyebabkan erosi, dapat dihitung besarnya nilai
erodibilitas tanah.
18
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
𝐾=
A
Rh
Dimana: K = Erodibilitas (ton ha-1 per unit R)
A = Besarnya erosi (ton ha-1)
Rh = Erosivitas hujan harian (J cm m-2 jam-1)
Umumnya Erodibilitas tanah-tanah pertanian di Jawa yang
diukur dari per-cobaan lapang berkisar antara 0,02 ton ha-1 per
unit R (erosivitas) sampai dengan 0,32 ton ha-1 per unit R
(Utomo, 1994).
Meskipun pengukuran langsung di lapang mendapatkan
hasil yang lebih baik, namun tidak semua studi erodibilitas
dapat dilakukan di lapang mengingat terbatasnya dana dan
membutuhkan waktu yang relatif lama.
Berdasarkan
percobaan lapang, studi erodibilitas dapat dilakukan di
laboratorium dengan hujan simulasi yang dikalibrasi dengan
data hujan dan hasil percobaan di lapangan.
Sedangkan
tanah percobaan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Wischmeyer (1971) dalam Utomo (1994) menghubungkan
beberapa sifat tanah yang berpengaruh pada nilai erodibilitas
(K) dengan persamaan:
100K = 2,1 M1,14(10-4)(12 – a) + 3,25(b – 2) + 2,5(c – 3)
dimana:
K = erodibilitas tanah (ton ha-1 per unit R)
M = ukuran partikel (%debu + %pasir halus)(100-%liat)
a = kadar bahan organik (%)
b = kelas struktur tanah
c = kelas permeabilitas.
Sedangkan Boycous dalam Rahim (2000) untuk menentukan nilai erodibilitas tanah yang telah dia temukan sekitar tahun
1935–an tentang “The Clay Ratio as a Criterium Suspectibility of
Soil to Erosion” kita mendapatkan persamaan sebagai berikut:
=
t
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
19
Dimana:
E
Sand
Silt
Clay
=
=
=
=
erodibilitas
pasir
debu
liat
Hasil pengukuran nilai erodibilitas tanah di Indonesis
disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah.
Kelas
Nilai K
Tingkat Erodibilitas
1.
0,00-0,10
Sangat rendah
2.
0, 11-0,21
Rendah
3.
0,22-0,32
Sedang
4.
0,33 -0,44
Agak tinggi
5.
0,45 -0,55
Tinggi
6.
0,56 -0,64
Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad (2006).
Faktor erodibilitas menunjukkan kemudahan tanah mengalami erosi, semakin tinggi nilainya semakin mudah tanah tererosi.
Tingginya faktor erodibilitas antara satu tempat dengan yang
lainnya disebabkan kondisi tekstur tanahnya yaitu rendahnya
tekstur liat, tingginya persentase pasir sangat halus dan debu jika
dibandingkan tanah lokasi yang satu. Menurut Morgan (1986)
tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel berukuran besar
tahan terhadap daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel
halus tahan terhadap daya penghancur karena daya kohesifitasnya. Partikel yang kurang tahan terhadap keduanya adalah debu
dan pasir sangat halus.
Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar
tindakan konservasi dan pengolahan tanah dapat dilaksanakan
secara lebih tepat dan terarah. Namun demikan, Veiche (2002)
menyatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana
cara menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau
tidak sederhana karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali
sifat-sifat tanah. Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk
mendapatkan suatu indeks erodibilitas yang relatif lebih sederhana, baik didasarkan pada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di
20
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
laboratorium maupun di lapangan atau berdasarkan keragaan
(response) terhadap hujan (Arsyad, 2000).
Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan
volume limpasan permukaan serta erosi. Dua unsur topografi yang
berperan adalah panjang lereng dan kemiringan lereng (Utomo,
1989).
Semakin miring suatu lereng maka butir-butir tanah yang
terpercik ke bawah oleh tumbukan butir-butir hujan akan
menyebabkan laju erosi semakin tinggi (Arsyad, 2000).
Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi
tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan. Dengan
adanya vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumputrumputan dapat menghilangkan pengaruh topografi terhadap erosi.
Tanaman yang menutup permukaan tanah secara rapat tidak saja
memperlambat limpasan tetapi juga menghambat pengankutan
partikel tanah (Utomo, 1989).
2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kepekaan Tanah
Tanah merupakan hasil interaksi faktor pembentuk tanah
(iklim, bahan induk, tofografi, vegetasi dan waktu). Kelima
faktor pembentuk tanah tersebut secara simultan dan terus
menerus bekerja terhadap batuan tipis kerak bumi. Di daerah
tropika basah, pengaruh iklim (temperatur dan curah hujan)
lebih dominan pada proses pembentukan dan perkembangan
tanah serta mempenga-ruhi faktor pembentuk tanah yang lain
(Soepardi, 1983).
Peranan faktor iklim, tofografi dan vegetasi dalam proses
erosi permukaan lahan sangat nyata sekali. Akibatnya didalam
perhitungan besarnya kehilangan tanah oleh erosi faktor
tersebut dirumuskan tersendiri.
Sedangkan faktor hasil dari bahan induk atau “parent
material” (merupakan batuan atau mineral atau bahan organik
dimana solum tanah berkembang secara pedogenesis) dan
waktu saja yang dianggap berpengaruh pada perubahan nilai
erodibilitas tanah (Landon, 1984 dan Sarief, 1985).
Sarwono (1973) dan Hardjowigeno (1992) menyatakan,
faktor bahan induk dengan waktu yang sangat berpengaruh
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
21
pada pembentukan dan perkembangan tanah adalah tekstur,
struktur dan komposisi mineralogi bahan induk. Besar kecilnya
ukuran butir bahan induk akan menentukan kecepatan
pelapukan dan pembentukan tanah. Bahan induk akan melapuk
secara fisik-mekanis meng-hasilkan bahan-bahan baru yang
berbutir lebih kecil dengan ciri-ciri bahan asal masih ada, yang
diikuti oleh pelapukan kimia yang merubah komposisi kimia
bahan asal menjadi bahan baru dengan sifat-sifat baru
(Soepardi, 1983).
Sugiman (1982) menyatakan bahwa bahan induk berbutir
kasar (kerikil) dalam proses pelapukan menghasilkan tanah
diatasnya bertekstur kasar pula. Sedangkan dalam taraf
perkembangannya tekstur tanah lapisan atas masih di-dominasi
oleh partikel berukuran kasar (pasir). Sebaliknya tanah yang
terbentuk dan berkembang dari bahan induk berbutir halus
(aluvium) tekstur tanah didominasi oleh partikel halus (liat atau
clay).
Struktur dan komposisi kimia mineral penyusun batuan
juga menentukan keragaman jenis tanah yang terbentuk.
Mineral berstruktur kisi kristal tekto-silikat dan filo-silikat seperti
kuarsa, feldspar, muskovit, Ca dan Na-plagioklas lebih sukar
dilapuk dibandingkan mineral berstruktur kisi kristal neso-silikat
dan ino-silikat seperti olivin, piroksin dan amfibol. Kemudahan
mineral dilapuk menunjukkan kecepatan pembentukan tanah,
tekstur dan struktur tanah di-atasnya (Rogers dan Adams, 1966
dan Santoso, 1989). Lebih lanjut Santoso (1989) dan Soepardi
(1983) mengemukakan, mineral dengan kadar SiO3 (silika)
yang tinggi (bersifat asam) lebih tahan lapuk dibandingkan
mineral berkadar SiO3 rendah (bersifat basa).
Jadi jelaslah bahwa bahan induk merupakan salah satu
faktor penentu keragaman jenis tanah. Sedangkan tiap jenis
tanah mencirikan nilai erodibilitas yang berbeda-beda. Harjadi
dan Indrawati (1998) mencoba menghubungkan faktor bahan
induk dengan nilai erodibilitas tanah. Hasil percobaan di DAS
Keduang menunjukkan bahwa tanah dengan bahan induk
batuan endapan berbutir halus mempunyai erodibilitas 0,33.
Sedangkan yang berbahan induk batuan beku berbutir kasar
erodibilitasnya 0,44.
22
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
METODOLOGI
BAB 3
Penetapan kepekaan tanah dapat ditetapkan dilapangan
maupun di laboratorium. Pengukuran dilapangan dilakukan
dengan mengukur besarnya nilai erosi dan mengukur faktor
karakteristik lahan, dan pengelolan tanah.
Pengukuran dilaboratorium diawali dengan melakukan
survei untuk mengamati kondisi geomorfologi tanah secara
deskriptif dan pengambilan contoh tanah. Penentuan dan
pengambilan sampel dilakukan secara Stratified Random
Sampling dan biosequent dianggap sebagai stratum, dan sekuen
vegetasi dari sistem pertanian konservasi yang ada. Pada
masing-masing titik sampel dilakukan identifikasi data lahan dan
data tanah penentu erodibilitas tanah. Macam analisis tanah
(parameter yang diamati) dan metode yang digunakan adalah: (1)
analisis tekstur tanah (3 fraksi) dengan metode ayakan tekstur,
(2) analisis bahan organik tanah dengan metode pembakaran
kering (Poerwowidodo, 1990), (3) analisis permeabilitas tanah
dengan metode De Boot (1967)
Disamping itu penetapan kepekaan tanah dilaboratorium
juga dapat dilakukan dengan membuat model fisik penetapan
kepekaan tanah dilapangan. Pengukuran secara model dengan
memperhitungkan skala dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepekaan tanah.
3.1. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan awal dilaksanakan untuk mendapatkan data yang
representatif, agar kesahihannya dapat dipertanggung jawabkan.
Maka dari itu sebelum melakukan pengukuran dilakukan
percobaan-percobaan untuk mengetahui kondisi alat yang
sebenarnya.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
23
Apabila perilaku alat kurang bisa menggambarkan kondisi
yang terjadi di alam, maka dilakukan modifikasi-modifikasi
sehingga sesuai atau mendekati kondisi yang sebenarnya.
Bersamaan dengan hal tersebut di atas, juga dilakukan
percobaan-percobaan pada contoh tanah untuk mengetahui pola
pengalirannya dan menjajaki karakteristik tanah tersebut.
Pekerjaan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran riil kejadiankejadian hujan di alam dan gambaran transformasi hujan ke
debit.
Pengujian keakuratan alat simulator hujan dilakukan
dengan pencatatan debit masuk di “flowmeter”, debit keluar di
“flowmeter”, dan pengukuran volume hujan yang keluar dari
nossel. Volume hujan buatan yang keluar dari nossel disamakan
dengan volume hujan alami yang terjadi di alam yang jatuh pada
petak standard.
Mengingat perlunya keakuratan data yang diharapkan
maka sangat ditentukan oleh alat yang digunakan, bahan dan
pelaksanaannya. Pekerjaan Trial anda error dilakukan berulangulang sehingga faham benar perilaku alat dan bahan-bahan yang
digunakan. Disamping itu untuk memudahkan menganalisis dan
menginterpretasi data nantinya.
3.2.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
dua jenis yaitu:
1.
24
Air.
Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
simulasi hujan melalui lubang nossel bertekanan. Dalam
studi ini air yang digunakan adalah air PDAM dengan
harapan tidak mengandung beban sedimen sehingga tidak
mengganggu perhitungan jumlah sedimen tercuci yang
terbawa aliran dari contoh tanah. Disamping itu air aliran
balik sebelum digunakan diendapkan dahulu dalam
reservoar untuk menghilangkan beban sedimen yang
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
terpercik oleh pu-kulan hujan. Selain itu untuk menjaga
supaya tidak menyumbat lubang nossel yang bisa
mengganggu perhitungan debit nossel berikutnya.
2.
Contoh Tanah
Guna keperluan studi penelitian ini 4 (empat) jenis contoh
tanah blok utuh (undisturbed) yang berukuran panjang 50
cm, lebar 50 cm dan tebal 10 cm yaitu Andosol (Pujon),
Latosol (Pacet), Mediteran (Kedung Boto), dan Regosol
(Ngadirekso). Tiap-tiap jenis tanah diambil contoh tanahnya
sebanyak 2 blok untuk:
a.
Diukur besarnya limpasan permukaan, jumlah
sedimen terangkut dan laju infiltrasi dengan adanya
perlakuan simulasi hujan dengan ber-bagai volume
hujan simulasi.
b.
Didistruksi untuk diambil sampel agregat utuh untuk
analisa DMR dan sampel biasa untuk analisa gradasi
butir untuk setiap kali sebelum diperlaku-kan dengan
hujan simulasi berikutnya.
Pemilihan keempat jenis tanah tersebut didasarkan pada
luas sebaran penggunaannya untuk budidaya pertanian
dan kepekaannya pada erosi geologis.
3.3.
1.
Alat yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dalam studi ini adalah:
Simulator hujan dengan dimensi:
- Panjang
= 201,0 cm
- Lebar
= 100,0 cm
- Kedalaman basin
= 22,4 cm
- Ketinggian dasar basin = 102,0 cm
- Ketinggian nossel
= 192,0 cm
- Lebar reservoar
= 63,5 cm
- Panjang reservoar
= 121,5 cm
- Kedalaman reservoar
= 45,5 cm
- Jarak antar nossel
= 50,0 cm
- Jumlah nossel
= 8 buah
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
25
2.
Stop watch, digunakan untuk mencatat waktu kejadian
hujan buatan.
3.
Gelas ukur 1000 ml. Digunakan untuk menakar volume
infitrasi tiap satuan waktu.
4.
Gelas kimia, digunakan untuk menakar volume limpasan
hujan tiap satuan waktu.
5.
Bak plastik berkapasitas 10 liter untuk menampung volume
limpasan tiap satuan waktu.
5.
Kamera photo, digunakan untuk membuatn dokumentasi
penelitian.
6.
Alat tulis: untuk mencatat semua data hasil pengukuran
dan pengamatan.
3.4.
Kalibrasi Alat.
Sebelum dilakukan pengukuran besarnya erosi tanah
terlabih dahulu dilakukan:
3.4.1.
Modifikasi Alat
Agar simulasi hujan yang dibuat menggambarkan kondisi
kejadian hujan di alam dan volume hujan bisa diukur tersendiri
maka dilakukan modifikasi pada peralatan simulator hujan.
Modifikasi dilakukan pada bagian nossel dan bagian pengukur
volume hujan yaitu ketinggian dan besar lubang nossel.
Ketinggian nossel dinaikkan 25 cm dan lubang nossel diperkecil
sedikit dengan harapan air yang keluar dapat menyebar ke
seluruh permukaan contoh tanah. Sedangkan volumenya
dialirkan keluar basin melalui selang plastik berdiameter ¾ inchi.
Disamping itu dilakukan modifikasi pada pipa saluran masuk
untuk mengurangi kelebihan aliran (over flow) pompa. Secara
bagan proses pengaliran air dalam simulasi hujan adalah
sebagai berikut.
26
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Infiltrasi
Basin
Flowmeter
Inflow
Flowmeter
Outflow
Reservoar
Pompa
Gambar 3.1. Bagan Pengaliran di Dalam Simulasi Hujan
3.4.2. Kalibrasi Simulator Hujan
Kalibrasi alat dilakukan dengan cara mencatat angka
“flowmeter “ debit masuk dan “flowmeter” debit keluar. Bacaan
flowmeter dapat diatur dengan mengatur kran pengatur.
Pelaksanaan kalibrasi dilakukan dengan mengatur 5 (lima) kran
pengatur yaitu:
1.
2.
3.
Kran debit masuk (inflow)
Tiga (3) kran Pengatur debit berlebihan (over flow).
Kran pengatur debit nossel (Nossel)
Fungsi kalibrasi digunakan untuk mengetahui keakuratan
alat tersebut sehingga dalam pengukuran debit limpasan
permukaan, laju infiltrasi dan pem-buatan hidrograf limpasan dan
sedimen tidak terlalu menyimpang. Disamping itu untuk
mengetahui “time concentration (tc)” yang akan menentukan
lamanya simulasi hujan pada contoh tanah.
Bersamaan dengan pencatatan debit di atas, juga diamati
distribusi hujan buatan yang keluar dari nossel dan mengukur
debitnya. Besarnya debit nossel dicocokan dengan tinggi hujan
alami di lapangan.
Hasil pencatanan flowmeter inflow dan
outflow tertera dalam Tabel 3.1.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
27
Tabel 3.1. Hasil Pencatatan Flowmeter Inflow dan Outflow pada
Saat kalibrasi
No
Inflow (l/min)
X
6.0
9.0
10.0
10.0
10.0
10.0
10.0
12.0
20.0
97.0
10.8
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jumlah
Rerata
SY
CV (%)
Outflow (l/min)
Yi
7,9
10,8
10,7
10,5
11,7
11,8
11,6
12,6
20,1
105.9
11,8
Debit intflow (l/min)
2
15,21
1,00
1,21
1,69
0,01
0,00
0,04
0,64
68,89
88,69
1,177
9,98
Simpangan baku (SY) = (Yi – Y)2/(n-1)
Koefisien Keragaman (CV) = SY/Y
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
(Yi - Y)
SY = Sy/n
y = 0.8657x + 2.6366
R² = 0.9792
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Debit Ouflow (l/min)
Series1
Gambar 3.2.
28
Hubungan antara Debit Outflow (l/min) dengan
Debit Inflow (l/min)
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
3.5.
Pelaksanaan
Secara garis besar alur pelaksanaan penelitian direncanakan seperti tampak dalam bagan alur Gambar 3.3. Sedangkan
langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:
1.
Persiapan yaitu pengecekan alat simulator hujan dan
sarana pendukung lainnya yang diikuti dengan penempatan contoh tanah utuh di atas dasar basin yang telah
dipasang bak penampung air infiltrasi dengan kemiringan
tertentu yang telah dihubungkan dengan selang plastik ke
bak penampung infiltrasi, pada posisi dibawah lubang
nossel.
2.
Pengambilan Sampel untuk analisa dilakukan pada blok
tanah distruksi sebelum diperlakukan dengan hujan
simulasi.
Memasang corong pada sisi atas bagian bawah contoh
tanah untuk dihu-bungkan dengan selang ke bak plastik
untuk diukur limpasan dan sedimen-nya dan menutup
contoh tanah tersebut dengan lembaran seng. Mengatur
debit nossel sesuai dengan tinggi hujan alami. Besarnya
debit nossel dibuat seekuivalen mungkin dengan tinggi
hujanharian maksimum di lapangan dengan cara mencocokan tinggi hujan alami yang jatuh di plot standar dengan
debit nossel.
2.
Besarnya tinggi hujan alami yang dipakai sebagai acuan
penentuan debit nossel adalah sebagai berikut:
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
29
Tabel 3.2. Tinggi Hujan Simulasi dan Hujan Harian Maksimum
Lokasi Contoh Tanah
Lokasi Jan. Peb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul.
Pujon
68,0 31,0 47,0 61,0 18,0 23,0 3,0
Simulasi
67,0 31,0 46,0 61,0 18,0
Running
5
6
7
8
1
Pacet
147 67,0 51,0 77,0 28,0 6,0 0,0
Simulasi
146 66,0 51,0 77,0 28,0
Running
4
5
6
7
8
PKusumo 78,0 54,0 77,0 73,0 47,0 28,0 0,0
Simulasi
78,0 54,0
73,0 47,0
Running
5
6
7
8
Agt. Sep Okt Nop.
27,0 11,0 34,0 35,0
28,0
34,0
2
3
0,0 0,0 48,0 86,0
49,0 96,0
1
2
30,0 25,0 59,0 84,0
29,0
61,0 83,0
1
2
3
Des.
26,0
25,0
4
40,0
40,0
3
31,0
31,0
4
Sumber: DAS Brantas Tahun 2000
Debit nossel dibuat dengan cara mengatur kran nossel
untuk distribusi hujan dan kran over flow untuk mengatur inflow
hingga flowmeter inflow menunjukkan angka 10 l/min (debit ini
ditetapkan konstan), dan diikuti dengan menakar volume air yang
keluar dari nossel selama 1 (satu) menit. Apabila volumenya
lebih besar atau lebih kecil dari volume hujan alami, maka kran
over flow diputar kekiri atau kekanan hingga didapatkan volume
air dari nossel sama dengan volume air hujan alami. Secara
bagan pelaksanaan kalibrasi debit nossel adalah sebagai berikut.
Start
Hujan harian maksimum
Input
SRO
Bed Load
Stop
QHb = QHh
Suspended
Tidak
Load
Infiltrasi
Gambar 3.3. Bagan Alir Pengukuran Parameter Erosi
Ya
QHb = Debit nossel
30
QHh = Tinggi hujan harian maksimum
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
3.
Setelah debit nossel sama dengan tinggi hujan alami,
dilakukan running pada contoh tanah. Waktu running
dihitung selama 40 menit yang dimulai setelah debit nossel
konstan dan diawali pada saat seng penutup contoh tanah
diambil sampai 35 menit, ditambah 5 menit berikutnya
dengan asumsi hujan telah berhenti.
Pada pelaksanaan running ini, tiap interval waktu 5 menit
dicatat debit outflow pada flowmeter, volume limpasan
permukaan, laju infiltrasi, dan besarnya sedimen yang
terbawa.
3.6.
Limpasan Permukaan (SRO)
Pengukuran limpasan dilakukan dengan menampung air
limpasan dari contoh tanah pada bak plastik berkapasitas 10 liter.
Besarnya debit limpasan diukur dengan menakar volume air
limpasan per satuan waktu dengan gelas ukur dan gelas kimia.
Limpasan periodik dilakukan selama 35 menit pada kondisi hujan
buatan yang telah stabil. Bersamaan dengan pengukuran ini,
dilakukan pengambilan beban sedimen dasar (Bed Load) dan
beban sedimen melayang (suspended load) untuk dihitung berat
kering ovennya. Hasil peng-ukuran “SRO, bed load dan
suspended load” digunakan untuk membuat hidrograf limpasan
dan hidrohraf sedimen.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
31
ANALISIS DAN SOLUSI
4.1.
BAB 4
Umum
Studi Erodibilitas ini menggunakan empat (4) jenis tanah
yang diambil dari empat lokasi yaitu Latosol (Pacet, Mojokerto),
Andosol (Pujon, Malang), Mediteran (Sumber Boto, Mojokerto)
dan Regosol (Poncokusumo, Malang). Ke empat jenis tanah
tersebut diambil contoh tanahnya secara blok utuh (undisturbed)
berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tebal 10 cm dengan
kotak kayu. Pemilihan keempat jenis tanah tersebut didasarkan
pada luas sebaran untuk budidaya pertanian dan kepekaannya
terhadap erosi. Sedangkan pemakaian contoh tanah blok utuh
diharapkan bisa mencerminkan kondisi alaminya di lapangan.
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kondisi
kapasitas lapangan (lembab) agar mudah diambil dan tidak
banyak mengalami kerusakan pada saat pengangkutan. Hal ini
dikarenakan pada saat lembab tanah mempunyai daya kohesi
yang sedang dan gaya adhesi yang sedang pula. Cara
pengambilan contoh tanah blok utuh seperti terlihat dalam
Lampiran 2. Bersamaan dengan itu dilakukan pengambilan
contoh tanah utuh dalam ring dengan ukuran diameter  4,8 cm,
tinggi  6,5 cm, contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah
biasa (disturbed) untuk penetapan nilai permeabilitas, bulk
density, particle density, kelas struktur, tekstur dan kadar bahan
organik. Hasil peng-ukuran karakteristik tanah ini digunakan
untuk menduga nilai erodibilitas tanah dengan nomograph
sebagai pembanding hasil studi dengan simulasi hujan.
Sedangkan untuk pekerluan pengukuran karakteristik tanah yang
lain contoh tanah diambil dari contoh tanah blok utuh yang
didistruksi sebelum diperlakukan dengan hujan simulasi.
Selain diberi perlakuan delapan (8) variasi hujan yang
mewakili kejadian hujan selama 8 bulan, contoh tanah juga
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
33
diperlakukan pada dua (2) kemiringan yaitu kemiringan standar (9
persen) dan kemiringan 17 persen. Peralatan yang digunakan
untuk variasi kemiringan yang sekaligus sebagai pemanpung laju
infiltrasi. Kombinasi variasi hujan dan kemiringan pada contoh
tanah tertera dalam Tebel 4.1.
Tabel 4.1. Kombinasi Variasi Hujan dan Kemiringan pada
Contoh Tanah
Jenis
Tanah
Slope
(%)
1
2
Variasi Tinggi Hujan (mm)
3
4
5
6
7
8
Andosol
9 9.1.A 9.2.A 9.3.A 9.4.A 9.5.A 9.6.A 9.7.A 9.8.A
17 17.1.A 17.2.A 17.3.A 17.4.A 17.5.A 17.6.A 17.7.A 17.8.A
Latosol
9 9.1.L 9.2.L 9.3.L 9.4.L 9.5.L 9.6.L 9.7.L 9.8.L
17 17.1.L 17.2.L 17.3.L 17.4.L 17.5.L 17.6.L 17.7.L 17.8.L
Mediteran
9 9.1.M 9.2.M 9.3.M 9.4.M 9.5.M 9.6.M 9.7.M 9.8.M
17 17.1.M 17.2.M 17.3.M 17.4.M 17.5.M 17.6.M 17.7.M 17.8.M
Regosol
9 9.1.R 9.2.R 9.3.R 9.4.R 9.5.R 9.6.R 9.7.R 9.8.R
17 17.1.R 17.2.R 17.3.R 17.4.R 17.5.R 17.6.R 17.7.R 17.8.R
4.2.
Indek Erosivitas Hujan.
Erodibilitas mencerminkan tingkat kepekaan tanah pada
erosi.
Proses erosi air dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan,
utamanya intensitas hujan. Besarnya pengaruh hujan terhadap
erosi dinya-takan dalam indek erosivitas hujan yang dihitung
berdasarkan intensitas hujan periodik dan intensitas hujan
maksimum dalam waktu 30 menit.
Indek erosivitas hujan dalam studi ini dihitung berdasarkan
tinggi hujan harian maksimum, karena tidak tersedianya data
intensitas hujan periodik di lokasi contoh tanah. Guna keperluan
tersebut, indek erosivitas dihitung dengan persamaan (3) dan
(11), Bols (1978). Hasil perhitungan indek erosivitas hujan tertera
dalam Tabel 4.2.
34
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Tabel 4.2. Data Tinggi Hujan Harian, Hujan Simulasi dan
Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan Harian dan
Indek Erosivitas Hujan Simulasi.
No
Lokasi
Tinggi
Hujan (mm)
1
2
3
4
Bulan
5
1 Pujon
Alami
E.(A)
Simulasi
E.(S)
Selisih
68
31 47
104.1 22.0 50.1
67
31 46
101.1 22.04 48.0
-3.0
0.0 -2.1
2 Pacet
Alami
E.(A)
Simulasi
E.(S)
Selisih
147.0 67.0 51.0 77.0
476.2 101.1 58.9 33.2
146.0 66.0 51.0 77.0
472.8 98.2 58.9 133.2
-6.4 -2.9 0.0
0.0
3 Ponco- Alami
78.0
kusumo
E.(A)
136.6
Simulasi
78.0
E.(S)
136.6
Selisih
0.0
E.(A) = Erosivitas Hujan Alami,
54.0
61
84.0
61
84.0
0.0
8
10
18
27
34
7.5 16.7 26.4
18
28
34
7.5 18.0 26.4
0.0 +2.3 0.0
28.0
18.0
28.0
18.0
0.0
11
12
26
15.5
25
14.4
-1.1
48.0 96.0 40.0
53.3 206.1 36.4
49.0 96.0 40.0
54.4 206.1 36.4
+1.1
0.0 0.0
73.0 47.0 30.0 59.0
84.0 31.0
66.0
119.8 50.1 20.6 78.6 158.2 22.0
54.0
73.0 47.0 29.0 61.0 83.0 31.0
66.0
119.8 50.1 19.3 84.0 154.4 22.0
0.0
0.0 -1.3 +4.6 -3.7 0.0
E.(S) = Erosivitas hujan Simulasi.
Dari Tabel di atas terlihat bahwa ketiga lokasi contoh tanah,
indek erosi-vitas hujan simulasi dan indek erosivitas hujan alami
ada perbedaan. Hal ini disebabkan karena sulitnya menepatkan
posisi kran simulator yang pengatur debit nossel sama persis
dengan tinggi hujan harian alami di lapangan.
Indek erosivitas harian menunjukkan besarnya energi
kinetik hujan yang menyebabkan erosi. Dari hasil analisis varian
Tabel 4.3., terlihat bahwa erosivitas hujan harian berpengaruh
nyata pada besarnya erosi di plot standar 9 %, maupun plot
standar 17 %.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
35
Tabel 4.3. Hasil Analisis Varian Faktor Erosivitas Hujan
pada Erosi Tanah
Andosol, Slope 9 %
SK
Erosivitas
Error
Total
SK
Erosivitas
Error
Total
db
JK
KT
Andosol, Slope 17 %
F.hit
F.tab
7 1,563 0,223 6,346 2,21
57 2,005 0,035
64 3,568
Latosol, Slope 9 %
db
JK
KT
SK
F.hit
F.tab
7 83,7 11,96 4,933 2,21
57 138,2 2,424
64 221,9
Erosivitas
Error
Total
db
JK
KT
JK
KT
F.hit
F.tab
2,21
SK
db
Erosivitas
Error
Total
JK
KT
F.hit
7 817,7 116,8 10,02
57 664,8 11,66
64 1482
F.tab
2,21
Mediteran, Slope 17 %
F.hit
F.tab
7 68,65 9,807 3,443 2,21
57 162,4 2,849
64 231
db
KT
64 3,486
Latosol, Slope 17 %
SK
Erosivitas
Error
Total
Regosol, Slope 9 %
SK
JK
7 1,553 0,222 6,542
57 1,933 0,034
Total
Mediteran, Slope 9 %
SK
db
Erosivitas
Error
db
JK
KT
F.hit
7 988,1 141,2 4,774
57 1685,2 29,56
64 2673
F.tab
2,21
Regosol, Slope 17 %
F.hit
F.tab
SK
db
JK
KT
F.hit
Erosivitas
Error
7 45,43 6,490 9,523 2,21
57 38,85 0,682
Erosivitas
Error
7 742,8 106,1 8,419
57 718,4 12,6
Total
64 84,28
Total
64 1461,2
F.tab
2,21
Analysis of Variance didasarkan pada Completely Randomized Design
SK = Sumber keragaman
JK = Jumlah Kuadrat
Db =
KT =
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
4.3. Limpasan Permukaan
Hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan
masuk ke dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di
permukaan tanah sebagai air limpasan permukaan (Sri Harto,
1993). Setelah semua pori-pori tanah terisi oleh air (kondisi
jenuh), pergerakan air ke bawah hanya dipengaruhi oleh tarikan
gravi-tasi bumi dan kecepatannya sangat lambat. Disamping itu
pasir halus, debu dan liat yang telah terlepas dari agregat tanah
akan menyumbat pori-pori tanah, akibatnya air hujan akan
mengumpul di permukaan lahan sebagai massa air yang akan
bergerak ke titik-titik konsentrasi ke arah hilir dengan membawa
beban sedimen.
36
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Di dalam pergerakannya, air limpasan dengan beban
sedimen ini akan menggerus dasar dan dinding-dinding saluran
dan meninggalkan bekas berupa alur-alur kecil. Bilamana debit
limpasan dengan beban sedimen ini meningkat maka tidak hanya
alur yang terbentuk tetapi berupa parit-parit kecil dan seterusnya.
Besarnya debit limpasan permukaan pada plot standar di
empat jenis tanah tertera dalam Tabel 4.4. Hasil pengukuran
debit limpasan pada interval waktu tertentu pada berbagai tinggi
hujan dan dua kemiringan disajikan dalam bentuk hidrograf
limpasan permukaan terlihat dalam Gambar 4.1. s/d 4.4.
2.4
4.5
y = 0.027x + 0.177
R² = 0.789
S = 17% y = 0.0258x + 0.0158
R² = 0.7306
R² = 0.843
S = 17% y = 0.000x2 - 0.016x + 0.300
1.8
R² = 0.828
4.0
3.5
3.0
1.5
2.5
1.2
2.0
0.9
1.5
0.6
1.0
0.3
0.5
0.0
Total Debit SRO (m3/min)
2.1
Total Debit SRO (m3/min)
S = 9%
S = 9% y = 0.000x2 + 0.004x + 0.150
0.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
0
25
50
75
100
125
150
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
S = 9% y = 0.030x - 0.240
3.5
y = 0.040x - 0.535
R² = 0.865
S = 17% y = 0.031x - 0.158
R² = 0.520
S = 9%
R² = 0.803
S = 17% y = 0.027x - 0.076
R² = 0.815
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
Total Debit SRO (m3/min)
Total Debit SRO (m3/min)
Tinggi Hujan (mm)
Tinggi Hujan (mm)
Gambar 4.1. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Gambar 4.2. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total
Debit Limpasan Permukaan Andosol
Debit Limpasan Permukaan Latosol
pada Kemiringan 9% dan 17%
pada Kemiringan 9% dan 17%
0.0
0
25
50
75
100
125
150
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
Tinggi Hujan (mm)
Tinggi Hujan (mm)
Gambar 4.3. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Gambar 4.4. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total
Debit Limpasan Permukaan Mediteran
Debit Limpasan Permukaan Regosol
pada Kemiringan 9% dan 17%
pada Kemiringan 9% dan 17%
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
37
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.1 s/d 4.4 terlihat
bahwa secara umum total debit limpasan permukaan meningkat
dengan bertambahnya tinggi hujan. Tetapi waktu konsentrasinya
(Tc) berbeda-beda dengan bertambahnya tinggi hujan dan
intensitas hujan pada durasi hujan yang sama. Tinggi hujan yang
berbeda akan menyebabkan intensitas hujan yang berbeda.
Demikian juga kemampuannya menjenuhi tanah akan berbeda
pula, meskipun kapasitas infil-trasinya sama. Pernyataan ini
sesuai dengan pendapat Asdak (1995) yang me-nyatakan bahwa
besarnya aliran limpasan permukaan dipengaruhi oleh tinggi
hujan, intensitas hujan, distribusi hujan dan durasi hujan. Adanya
perbedaan tinggi hujan, menyebabkan perbedaan intensitas
hujan dan laju infiltrasi.
Akibat adanya kelebihan volume hujan maka air akan
mengalir diper-mukaan lahan yang kecepatannya dipengaruhi
oleh besarnya debit limpasan permukaan. Secara umum terlihat
bahwa semakin besar debit limpasan maka kecepatannya
semakin meningkat dan waktu konsentrasi tercapai lebih awal.
Hasil studi pada Andosol menunjukkan bahwa bertambahnya tinggi hujan sampai 67 mm dengan durasi 35 menit waktu
konsentrasi (Tc) relatif bervariasi. Hal ini karena kapasitas
infiltrasi andosol lebih besar dari pada intensitas hujan sehingga
semua hujan masuk kedalam tanah. Sedangkan aliran limpasan
permukaan yang terukur, akibat adanya aliran air bawah
permukaan yang keluar dari kolom tanah dan mencapai titik
pengukuran.
Dilihat dari satu kejadian hujan, pada intensitas hujan
konstan setelah tercapai Tc, debit limpasan permukaan seharusnya konstan. Tetapi dalam studi ini ada beberapa titik dihidrograf
limpasan menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan debit.
Kejadian ini disebabkan adanya penahanan aliran oleh udara
yang terjebak dalam saluran pengalir. Akibatnya pada interval
waktu tertentu terjadi penurunan debit dan interval waktu
berikutnya terjadi penambahan debit limpasan permukaan.
38
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Tabel 4.4.
t
min
0
5
10
15
20
25
30
35
40

Slope
(%)
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
Besarnya debit Limpasan Akibat Variasi Tinggi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah
3
18
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,00
0,01
0,04
0,01
0,02
0,01
0,02
0,01
0,02
0,00
0,02
0,05
0,10
28
0,00
0,00
0,05
0,07
0,08
0,09
0,09
0,08
0,11
0,08
0,12
0,08
0,12
0,07
0,13
0,08
0,01
0,01
0,70
0,56
Debit SRO (m /min)
34 25 67 31
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
0,08 0,10 0,24 0,02
0,00 0,00 0,12 0,01
0,09 0,13 0,26 0,04
0,00 0,00 0,16 0,01
0,10 0,14 0,28 0,05
0,00 0,01 0,16 0,01
0,10 0,09 0,30 0,05
0,01 0,01 0,16 0,02
0,11 0,11 0,29 0,05
0,03 0,01 0,16 0,02
0,11 0,12 0,31 0,05
0,03 0,01 0,17 0,02
0,12 0,09 0,32 0,05
0,03 0,01 0,16 0,03
0,01 0,01 0,02 0,01
0,00 0,00 0,01 0,00
0,72 0,79 2,01 0,32
0,09 0,03 1,07 0,12
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
46
0,00
0,00
0,11
0,05
0,13
0,06
0,14
0,06
0,13
0,06
0,13
0,06
0,13
0,06
0,12
0,06
0,01
0,01
0,91
0,41
t Slope
61 min (%) 49
0,00 0
9
0,00
0,00
17 0,00
0,17 5
9
0,01
0,14
17 0,00
0,19 10
9
0,03
0,11
17 0,00
0,19 15
9
0,07
0,14
17 0,01
0,19 20
9
0,07
0,13
17 0,01
0,19 25
9
0,07
0,13
17 0,01
0,18 30
9
0,08
0,13
17 0,02
0,19 35
9
0,09
0,14
17 0,01
0,02 40
9
0,01
0,01
17 0,00
1,32 
9
0,44
0,93
17 0,06
3
96
0,00
0,00
0,29
0,29
0,33
0,30
0,31
0,34
0,33
0,33
0,32
0,35
0,32
0,35
0,33
0,04
0,02
0,02
2,25
2,02
Debit SRO (m /min)
40 146 66 51
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
0,22 0,55 0,28 0,21
0,10 0,46 0,29 0,23
0,25 0,60 0,31 0,26
0,14 0,55 0,33 0,26
0,25 0,59 0,28 0,26
0,15 0,56 0,32 0,25
0,26 0,60 0,33 0,26
0,15 0,56 0,32 0,24
0,26 0,59 0,33 0,26
0,16 0,57 0,32 0,24
0,25 0,60 0,33 0,26
0,16 0,56 0,32 0,24
0,26 0,60 0,34 0,26
0,16 0,57 0,32 0,23
0,02 0,03 0,02 0,02
0,01 0,03 0,02 0,02
1,78 4,17 2,21 1,80
1,01 3,85 2,24 1,70
77
0,00
0,00
0,32
0,32
0,40
0,36
0,43
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,35
0,03
0,02
2,57
2,46
28
0,00
0,00
0,11
0,14
0,12
0,16
0,13
0,16
0,13
0,16
0,13
0,15
0,13
0,15
0,13
0,14
0,01
0,01
0,88
1,06
39
t
min
0
5
10
15
20
25
30
35
40

40
Slope
(%)
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
3
49
0,00
0,00
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
0,01
0,02
0,02
0,02
0,02
0,03
0,02
0,01
0,02
0,01
0,01
0,12
0,12
96
0,00
0,00
0,20
0,30
0,23
0,34
0,36
0,34
0,35
0,36
0,36
0,37
0,35
0,34
0,34
0,33
0,04
0,02
2,22
2,40
Debit SRO (m /min)
40 146 66 51
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
0,15 0,61 0,27 0,31
0,15 0,52 0,27 0,19
0,18 0,65 0,33 0,21
0,17 0,56 0,30 0,22
0,18 0,64 0,33 0,20
0,17 0,55 0,30 0,22
0,18 0,63 0,33 0,20
0,17 0,55 0,30 0,22
0,18 0,62 0,33 0,20
0,17 0,56 0,30 0,22
0,18 0,65 0,33 0,20
0,18 0,56 0,30 0,23
0,18 0,65 0,33 0,20
0,17 0,56 0,30 0,24
0,02 0,05 0,03 0,02
0,02 0,03 0,01 0,03
1,23 4,49 2,27 1,53
1,19 3,89 2,09 1,57
77
0,00
0,00
0,23
0,23
0,26
0,28
0,26
0,28
0,26
0,29
0,26
0,29
0,26
0,29
0,27
0,29
0,03
0,02
1,84
1,97
t Slope
28 min (%) 29
0,00 0
9
0,00
0,00
17 0,00
0,16 5
9
0,03
0,12
17 0,02
0,17 10
9
0,09
0,14
17 0,04
0,16 15
9
0,12
0,14
17 0,04
0,16 20
9
0,12
0,14
17 0,05
0,15 25
9
0,10
0,14
17 0,06
0,15 30
9
0,11
0,14
17 0,06
0,14 35
9
0,11
0,14
17 0,02
0,01 40
9
0,01
0,03
17 0,00
1,09 
9
0,69
0,97
17 0,29
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
3
61
0,00
0,00
0,18
0,23
0,23
0,20
0,23
0,28
0,24
0,28
0,23
0,27
0,23
0,27
0,24
0,27
0,01
0,02
1,59
1,82
Debit SRO (m /min)
83 31 78 54
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
0,35 0,10 0,34 0,14
0,35 0,09 0,13 0,35
0,38 0,13 0,38 0,20
0,40 0,13 0,17 0,36
0,38 0,14 0,37 0,19
0,40 0,13 0,16 0,36
0,37 0,09 0,37 0,22
0,41 0,13 0,16 0,36
0,37 0,11 0,36 0,16
0,41 0,13 0,17 0,36
0,36 0,12 0,37 0,18
0,40 0,13 0,17 0,35
0,36 0,09 0,36 0,18
0,40 0,13 0,18 0,36
0,02 0,01 0,03 0,01
0,02 0,01 0,02 0,02
2,61 0,79 2,58 1,29
2,78 0,87 1,16 2,50
73
0,00
0,00
0,41
0,31
0,45
0,34
0,45
0,33
0,44
0,33
0,44
0,32
0,44
0,32
0,43
0,32
0,03
0,03
3,08
2,29
47
0,00
0,00
0,19
0,11
0,23
0,18
0,21
0,17
0,21
0,16
0,21
0,16
0,20
0,15
0,20
0,16
0,01
0,01
1,47
1,10
Berdasarkan hidrograf limpasan tersebut di atas terlihat
bahwa setelah interval waktu 35 menit menunjukkan sisi
penurunan yang tajam, hal ini karena setelah 35 menit hujan
simulasi dihentikan sehingga debit limpasan permukaan yang
terukur merupakan pematusan dari hujan yang terjadi.
Dilihat dari hubungan antara tinggi hujan dan debit limpasan
permukaan (Gambar 4.5 dan Gambar 4.6) menunjukkan bahwa
bertambahnya tinggi hujan, debit limpasan permukaan untuk
Andosol meningkat secara linier dengan keefisien determinasi, R =
0,911 (slope 9%) dan R = 0.880 (slope 17%), sedangkan pada
Latosol, Mediteran dan Regosol meningkat secara linier dengan
koefisien korelasi berturut-turut R = 0.888 (slope 9%) dan R =
0.855 (slope 17%), R = 0,896 ( slope 9%) dan R = 0,903 (slope
17%) dan R = 0,930 (slope 9%) dan R = 0,721 (slope 17%).
Total Debit SRO (m3/min)
2.1
4.0
3.5
y = 0.027x + 0.177
R² = 0.789
1.8
y = 0.031x - 0.357
R² = 0.830
1.5
4.5
S = 9%
S = 17%
S = 9%
S = 17%
3.0
2.5
1.2
2.0
0.9
1.5
y = 0.026x + 0.016
R² = 0.731
0.6
0.3
1.0
y = 0.020x - 0.375
R² = 0.775
0.5
0.0
0.0
0
(a)
Total Debit SRO (m3/min)
2.4
10
20
30
40
50
60
70
0
Tinggi Hujan (mm)
25
50
75
100
125
150
(b)
Tinggi Hujan (mm)
Gambar 4.5. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan
Permukaan (a) Andosol dan (b)Latosol pada
Kemiringan 9% dan 17%
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
41
S = 9%
4.5
Total Debit SRO (m3/min)
3.5
S = 9%
S = 17%
3.0
y = 0.030x - 0.240
R² = 0.803
4.0
3.5
y = 0.031x - 0.158
R² = 0.520
3.0
2.5
2.0
2.5
1.5
2.0
y = 0.027x - 0.076
R² = 0.815
1.5
1.0
y = 0.040x - 0.535
R² = 0.865
1.0
0.5
0.0
0.5
Total Debit SRO (m3/min)
5.0
0.0
0
(a)
25
50
75
100
125
Tinggi Hujan (mm)
150
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
Tinggi Hujan (mm)
Gambar 4.6. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan
Permukaan (a) Tanah Mediteran dan (b)Regosol
pada Kemiringan 9% dan 17%
4.4. Transport Sedimen
Aliran limpasan permukaan merupakan salah satu
komponen penting dalam studi erosi tanah. Mengingat limpasan
permukaan tidak hanya bertindak sebagai agen pembawa beban
sedimen ke bagian hilir tetapi juga sebagai agen penyebab erosi
dipermukaan lahan. Bilamana gaya ikat elektrostatis antar partikel
tanah dan gaya ikat bahan semen dalam agregat tanah lebih kecil
dibandingkan gaya penghancur dari luar (butir hujan) dan gaya
urai (dispersi) air, maka partikel-partikel tanah akan lepas menjadi
individu partikel. Butiran dan lempeng partikel tanah tersebut
selanjutnya akan dipindahkan oleh aliran limpasan permukaan ke
bagian yang lebih rendah (hilir). Awal permulaan pengangkutan
sedimen akan terjadi proses “sortasi dan scouring” dimana
partikel-partikel berukuran lebih kecil terangkut lebih dulu yang
selanjutnya diikuti oleh partikel yang lebih besar sampai limpasan
permukaan tidak mampu lagi membawa partikel sedimen yang
berukuran besar. Partikel jenis terakhir ini baru bisa dipindahkan
42
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
(b)
oleh aliran limpasan permukaan bila terjadi penambahan debit
aliran.
Setelah tercapai keseimbangan antara gaya pukulan hujan
dan gaya tahan agregat tanah maka terbentuk lapisan permukaan
tanah yang tahan terhadap erosi. Kondisi demikian sering dikenal
sebagai lapisan armor. Keseimbangan lapisan tanah tersebut akan
berubah bila tanah mendapatkan perlakuan oleh aktivitas manusia
atau oleh alam yang mempengaruhi karakteristik tanah tersebut.
Hasil pengamatan di contoh tanah blok memperlihatkan bahwa
bertam-bahnya intensitas hujan juga mampu mempengaruhi
keseimbangan lapisan armor namun hanya sampai batas tertentu
kemudian stabil kembali. Demikian juga pada gaya angkut
limpasan permukaan bila kapasitas angkut lebih kecil dibandingkan beban yang dibawa maka sedimen akan mengendap
diperjalanan. Aliran limpasan permukaan dengan beban sedimen
yang dibawa, dalam perjalanannya ke hilir akan menggerus dasar
permukaan lahan. Sifat-sifat tertentu dari kemampuan aliran
permukaan yang menyebabkan erosi bisa dilihat dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Karakteristik Aliran yang Berpengaruh pada Besarnya
Aliran Limpasan Permukaan.
0,078
0,002 0,004 2,004 0,002 0,020 0,34
U*
D50
b
s
Re* 
N/m2 m/det Kg/m3 mm
0,542 2,82 0,037 1793 0,054 0,3 7,2
17.A 0,052
0,001 0,001 0,502 0,001 0,102 24,4
0,979 3,50
0,039 1793
0,063 0,3 7,1
9.L
0,006 0,011 2,011 0,006 0,231 164,3 0,972 5,04
0,071 2262
0,040 0,4 10,1 Gerak
17.L 0,225
0,005 0,003 0,510 0,005 0,285 223,4 1,280 18,86 0,085 2262
0,035 0,4 43,3 Gerak
9.M
0,005 0,011 2,011 0,005 0,214 140,2 0,940 9,02
0,068 1945
0,046 0,4 21,0 Gerak
17.M 0,205
0,005 0,002 0,509 0,005 0,261 206,2 1,219 14,79 0,079 1945
0,049 0,5 32,7 Gerak
9.R
0,220
0,005 0,010 2,010 0,005 0,219 136,2 0,984 4,44
0,067 2193
0,075 0,7 5,0
17.R 0,200
0,005 0,002 0,509 0,004 0,279 178,1 1,286 9,73
0,083 2193
0,078 0,8 10,6 Gerak
Kode
SRO
m3/min
9.A
0,251
0,231
h
m
A
m2
P
m
R
m
Viskositas Kinematik ()
n
U
m/det
Re
Fr
Shields
Diagram
Gerak
Gerak
Gerak
-6
= 8,0.10 (Reijn, 1990)
= Kekasaran Manning = 0,040 (Chow, 1959)
a = 1000 kg/m3
g
A
P = b + 2.h
R = A/P
Re = Ū.R/
Fr = Ū/(g x D)1/2
= b.h
2/3
Ū = 1/n.R .S
1/2
= 9,86 m/det2  = (s - a)/a
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
43
b = .g.R.S
U* = (g.R.S)1/2
Re*= U* D50/
 = b/(.g.D50)
Tabel 4.5 menunjukkan bawa aliran limpasan permukaan di
plot standar pada berbagai tinggi hujan mempunyai kedalaman
aliran rata-rata yang sangat tipis, dan kecepatan aliran yang
lambat. Dari pengamatan visual saat pene-litian di contoh tanah
blok terlihat bahwa kedalaman aliran dipermukaan tidak merata.
Hal ini akibat terjadinya konsentrasi massa air limpasan ke suatu
titik untuk bergerak kearah hilir karena beda kemiringan dan
membentuk alur-alur kecil.
Berdasarkan kriteria bilangan Reynold dan bilangan Froude,
terlihat bahwa untuk kemiringan 9 % semua jenis tanah yang
digunakan penelitian tipe aliran permukaannya adalah laminer
dengan Re < 500 dan bersifat subkritis dengan Fr < 1,0.
Sedangkan untuk kemiringan 17 % alirannya laminer superkritis
pada tanah Latosol, Mediteran dan Regosol dan subkritis pada
Andosol. Bertambahnya kemiringan lahan terlihat kecepatan
aliran, Reynold dan Froude bertambah. Tipe aliran laminer
subkritis mempunyai kecepatan yang seragam dan kurang erosif
dibandingkan dengan aliran turbulen super kritis. Hasil perhitungan
dalam studi ini berbeda dengan hasil penelitian Morgan (1995) di
Bedfordshire England bahwa bilangan Reynold dan Froude untuk
aliran limpasan permukaan adalah Re  75 dan Fr  0,5, karena
ada perbedaan intensitas hujan yang dipakai dasar dalam studi.
Kemampuan limpasan permukaan untuk menggerus dasar
dan dinding alur ditentukan oleh gaya geser dasar dan gaya geser
kritis. Menurut Morgan (1995), bila Re*  40 (turbulen) gaya geser
kritis diasumsikan konstan sebesar 0,05 N/m2. Sedangkan untuk
aliran limpasan permukaan bertipe laminer gaya geser kritis kirakira 0,01 N/m2. Aliran laminer dangkal menurut Yalin dan Poesen
(1979) dalam Morgan (1995) tidak lagi konstan tetapi tergantung
pada nilai Re*. Hasil perhitungan gaya geser kritis Tabel di atas,
menunjukkan bahwa gaya geser untuk semua jenis tanah pada
44
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
dua kemiringan, lebih besar dibandingkan apa yang diutarakan
Morgan (1995).
Mengacu pada Tabel 6.5 di atas, jelas bahwa aliran
limpasan permukaan tidak banyak berpengaruh pada pelepasan
partikel tanah dibandingkan gaya penghancur pukulan air hujan.
Namun demikian aliran limpasan berperan besar pada
pengangkutan hasil hancuran agregat kearah hilir.
Hal ini
ditunjukkan oleh adanya sedimen yang banyak di bak pengukur
sedimen. Ditambah hasil pengamatan sedimen di bak penampung
sedimen yang lebih didominasi oleh partikel berukuran  0,125 mm
s/d 0,016 mm (pasir sangat halus s/d debu sedang) setelah
dibiarkan selama 35 menit.
Hubungan antara debit limpasan dengan total sedimen
terangkut terlihat dalam Lampiran 5. Dari gambar tersebut terlihat
bahwa, dengan meningkatnya debit limpasan permukaan jumlah
total sedimen meningkat secara kuadratik. Hal ini karena dengan
bertambahnya debit limpasan kecepatan aliran ber-tambah
sehingga banyak sedimen yang terbawa sampai ke bak
penampung sedimen. Namun demikian bila dihubungkan antara
debit limpasan permukaan dan nilai duga erodibilitas tanah,
menunjukkan bahwa limpasan permukaan tidak berpengaruh
nyata pada indek erodibilitas tanah secara langsung.
4.5.
Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke
dalam tanah. Volume air yang masuk ke dalam tanah per satuan
waktu sering disebut laju infiltrasi, sedangkan kapasitas maksimum
tanah untuk menyerap air yang ada dipermukaan dinamakan
kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh lengas
tanah, porositas, tekstur tanah dan aktivitas biologis.
Di dalam penelitian ini yang dimaksud dengan infiltrasi
adalah air dari hujan simulasi yang masuk ke contoh tanah blok
utuh seluas 2.500 cm2, setebal 10 cm, lolos kebawah dari kolom
tersebut dan mengalir kecorong pengumpul untuk diukur
volumenya. Istilah infiltrasi disini sebenarnya kurang pas bila
digunakan untuk menggambarkan proses infiltrasi yang
sebenarnya terjadi di lapangan. Mengingat infiltrasi di lapangan
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
45
ketebalan tanahnya tidak terbatas dan gerakan air ke arah lateral
juga tidak terbatas. Namun demikian untuk melengkapi informasi
dari studi ini istilah infiltrasi digunakan pada ketebalan contoh
tanah tersebut di atas.
Tabel 4.6 dibawah menyajikan data hasil pengukuran laju
infiltrasi pada contoh tanah blok dari beberapa jenis tanah yang
diuji pada berbagai variasi tinggi hujan dalam dua (2) kemiringan.
Sedangkan grafik laju infiltrasinya disajikan dalam Gambar 4.7
sampai dengan Gambar 4.10 pada Lampiran 1.
Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa untuk laju infiltrasi Andosol
rata-rata ber-kisar antara 12,5 s/d 26,2 cm/jam, yang termasuk
kelas cepat s/d sangat cepat. Sedangkan untuk ketiga jenis tanah
yang lain berturut-turut 2,24 - 10,8 cm/jam (Latosol), 2,8 - 8,39
cm/jam (Mediteran) dan 3,15 - 10,6 cm/jam (Regosol) dengan
kategori kelas sedang sampai agak cepat (Landon, 1984). Laju
infiltrasi yang cepat pada Andosol disebabakan tanah ini
mempunyai porositas yang tinggi yaitu 49,51%, dan didominasi
oleh pori makro (100 m) dan pori meso (30–100) m.
Sebaliknya Latosol, Mediteran dan Regosol porositasnya berturutturut adalah 45,75%, 47,46% dan 45,00%.
Tabel 4.6. Hasil pengukuran Laju Infiltrasi pada Contoh Tanah
Blok Utuh
t Slope
min (%)
0
5
10
15
20
25
30
35
40

9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
46
18
0,00
0,00
0,00
14,2
2,50
27,6
4,03
32,2
9,24
32,6
10,1
30,2
10,3
30,8
10,3
30,7
3,17
11,5
49,7
210
28
0,00
0,00
20,4
4,70
31,5
15,3
30,7
16,5
28,1
15,9
26,6
15,5
25,3
15,1
24,0
14,7
6,29
4,15
193
102
Andosol
Laju Infiltrasi (cm/jam)
34
25
67
31
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
18,3 1,39 11,3 8,16
0,00 2,93 12,2 13,3
27,7 5,81 31,9 24,0
22,6 13,7 31,2 25,0
26,4 6,00 28,0 23,6
20,1 16,4 26,1 21,4
25,7 5,52 24,4 22,5
19,6 18,0 25,3 20,3
24,5 5,09 23,8 22,0
16,9 17,3 24,6 18,6
24,0 5,04 23,1 21,8
16,7 16,1 23,2 18,1
23,1 6,00 22,7 21,5
16,2 15,3 22,6 17,7
7,20 2,02 5,38 6,91
4,08 4,15 5,04 5,33
177 36,9 171 150
116 104 170 140
46
0,00
0,00
16,3
7,97
24,9
20,2
21,9
20,3
21,1
19,9
20,4
19,5
19,7
19,2
19,4
18,7
5,71
4,75
150
130
61
0,00
0,00
15,2
0,00
22,9
23,7
21,7
21,4
20,0
19,3
18,9
18,0
18,1
17,4
17,5
17,0
5,71
4,90
140
121
t Slope
min (%)
0
5
10
15
20
25
30
35
40

9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
49
0,00
0,00
1,06
0,00
10,0
2,78
18,7
9,26
14,3
10,9
13,9
11,5
12,8
12,0
11,8
11,2
3,48
4,70
86,1
62,4
96
0,00
0,00
1,44
6,72
5,66
7,56
5,47
8,18
5,04
6,72
5,18
6,67
4,61
5,78
4,18
5,47
4,03
2,35
35,6
49,5
Latosol
Laju Infiltrasi (cm/jam)
40 146 66 51
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
1,56 1,10 0,65 2,40
0,00 0,00 0,00 0,00
4,73 4,01 3,70 2,50
0,00 8,50 0,00 5,62
4,56 3,22 3,54 3,74
9,31 7,82 8,59 5,90
4,56 3,07 3,98 3,94
7,58 7,06 5,38 5,52
4,37 2,98 3,55 3,94
6,91 6,72 5,09 5,14
4,27 2,88 3,50 3,46
6,67 6,98 5,04 5,09
4,22 2,88 3,22 3,22
6,43 6,82 4,90 4,85
3,02 1,58 2,11 1,66
2,50 1,94 2,40 1,78
31,3 21,7 24,3 24,8
39,4 45,8 31,4 33,9
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
77
0,00
0,00
1,87
0,00
2,11
3,00
2,88
4,39
2,74
4,22
2,57
4,13
2,52
4,13
2,30
3,96
0,94
1,37
17,9
25,2
28
0,00
0,00
2,78
0,00
5,95
2,59
5,09
3,02
4,61
3,65
4,37
3,50
4,22
3,55
4,13
3,50
2,16
1,42
33,3
21,2
t Slope
min (%)
0
5
10
15
20
25
30
35
40

9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
18
0,00
0,00
0,14
0,00
11,9
0,00
12,0
0,00
10,3
2,98
9,29
3,46
8,93
7,03
8,59
5,54
2,66
1,58
63,8
20,6
28
0,00
0,00
3,22
0,00
7,20
5,16
6,24
8,16
6,10
10,4
5,66
8,83
5,69
8,26
5,42
7,70
3,55
2,74
43,1
51,3
Mediteran
Laju Infiltrasi (cm/jam)
34
25
67
31
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
1,10 1,63 0,77 1,97
0,00 0,00 0,00 4,37
4,99 6,29 5,28 2,26
3,26 7,44 5,18 7,51
4,94 6,62 5,23 4,03
7,10 9,36 6,58 8,40
4,37 7,13 5,04 3,79
6,60 9,65 6,43 7,68
4,37 6,96 4,80 4,15
6,19 9,58 6,10 7,63
4,27 4,08 4,73 4,08
5,69 9,36 5,71 6,79
4,27 4,18 4,61 3,94
5,38 8,88 5,38 5,86
1,87 3,60 2,88 2,45
2,40 2,98 1,94 2,40
30,2 40,5 33,3 26,7
36,6 57,2 37,3 50,6
46
0,00
0,00
0,48
0,00
2,88
4,94
3,79
6,12
3,65
5,76
3,46
5,28
3,41
4,66
3,12
5,18
1,58
2,45
22,4
34,4
61
0,00
0,00
3,70
0,00
9,36
3,48
10,5
4,15
10,3
4,10
10,0
3,98
9,89
3,84
9,89
3,74
3,46
1,54
67,1
24,8
t Slope
min (%)
0
5
10
15
20
25
30
35
40

9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
9
17
49
0,00
0,00
0,53
0,00
5,33
0,00
11,7
0,00
13,3
0,00
11,5
6,62
11,5
9,17
11,5
9,41
3,50
0,00
68,9
25,2
96
0,00
0,00
6,43
0,48
8,45
8,11
7,44
8,93
7,06
9,02
6,79
8,88
6,62
8,50
6,62
8,40
2,02
2,16
51,4
54,5
Regosol
Laju Infiltrasi (cm/jam)
40 146 66 51
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
5,14 1,39 3,64 1,44
0,00 2,02 3,33 3,89
8,23 5,81 6,86 5,86
5,18 6,48 6,49 4,13
7,87 6,00 6,38 5,76
8,40 6,38 6,50 4,16
7,49 5,52 6,48 5,66
8,02 6,29 7,63 4,34
7,63 5,09 7,15 5,38
7,61 6,19 6,98 4,56
7,13 5,04 7,44 5,33
7,49 6,14 6,47 9,94
7,25 3,12 7,49 5,30
7,39 6,07 6,30 9,82
2,98 2,02 3,05 2,02
1,97 2,64 2,25 2,62
53,7 34,0 48,5 36,7
46,1 42,2 45,9 43,4
Meskipun perbedaan porositas dari keempat jenis tanah
tersebut tidak terlalu besar namun ketiga tanah terakhir telah
digunakan untuk budidaya pertanian sehingga mengalami
pemadatan dan pori makro dan meso berkurang sedang pori
mikronya bertambah. Tidak demikian untuk Andosol yang belum
diusahakan dan didukung oleh kandungan bahan organiknya yang
tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.6 jelas terlihat bahwa untuk Andosol
sebagian besar dari hujan simulasi masuk kedalam tanah sebagai
infiltrasi dan sebagian kecil mengalir dipermukaan sebagai
limpasan permukaan. Berbeda dengan Latosol, Mediteran dan
Regosol yang sebagian besar air hujan simulasi mengalir sebagai
limpasan permukaan dan sebagian kecil masuk kedalam tanah
sebagai infiltrasi.
Lima menit pertama laju infiltrasi naik perlahan-lahan ini
diduga karena air yang masuk kedalam tanah mula-mula akan
mengisi pori-pori mikro, meso dan makro dengan mendesak udara
dalam pori keluar kearah bawah. Tetapi lima menit berikutnya
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
47
77
0,00
0,00
3,50
0,00
7,01
8,21
6,58
8,69
4,80
8,83
5,52
8,64
5,47
8,45
5,33
8,38
3,84
3,02
42,0
54,2
28
0,00
0,00
3,17
4,51
5,76
12,2
5,28
13,6
5,47
13,8
5,38
13,4
5,38
13,3
5,38
11,4
2,74
2,95
38,5
85,2
setelah semua pori jenuh oleh air, tarikan gaya gravitasi kebawah
dan dorongan air dari permukaan meloloskan air keluar dari blok
tanah akibatnya laju infiltrasinya menjadi cepat.
Sebaliknya yang terjadi di lapangan, sebelum tercapai
kondisi jenuh air masuk ke dalam tanah dengan cepat karena
adanya tarikan matrik tanah dan tarikan gravitasi bumi. Tetapi
setelah semua pori terisi oleh air dan jarak antara zone jenuh dan
zone tidak jenuh semakin pendek maka tarikan matrik tanah
berkurang tinggal gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi
gerakan air ke bawah. Adanya udara yang terjebak didalam pori,
akan menahan aliran air ke bawah. Akibatnya setalah mencapai
kondisi jenuh laju infiltrasinya berangsur-angsur menurun hingga
mencapai konstan.
Gambar 4.7 s/d Gambar 4.10 seperti dalam Lampiran 1
menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada 2 (dua) kemiringan
mempunyai pola yang relatif hampir sama, dimana pada 5 menit
pertama laju infiltrasi meningkat, dan mencapai maksimum pada
waktu 10 menit, kemudian berangsur-angsur turun. Kejadian ini
disebabkan pada 5 menit pertama volume hujan yang masuk ke
dalam tanah akan mengisi semua pori yang ada. Gerakan air
kebawah sangat dipengaruhi oleh kontinuitas (continuity) dan
kekelokan (tortuousity) pori. Setelah tercapai kondisi jenuh,
volume hujan yang masuk ke dalam tanah akan lolos keluar dari
contoh tanah blok dengan laju yang berangsur-angsur turun.
Berkurangnya laju infiltrasi terukur ini disebabkan karena
adanya pe-nyumbatan pori dibagian tengah dan atas contoh tanah
oleh partikel-partikel pasir halus s/d liat hasil hancuran agregat
tanah. Partikel debu halus dan liat yang terbawa aliran infiltrasi
akan terjebak dalam pori meso di dalam tanah. Sedangkan partikel
pasir halus dan debu kasar akan menyumbat pori meso dan
makro yang ada dipermukaan. Menurunnya laju infiltrasi ini
menyebabkan terjadinya peningkatan volume limpasan permukaan
sebesar penurunan volume infiltrasi pada intensitas hujan yang
konstan.
48
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Kandungan lengas tanah juga memegang peranan yang
tidak kalah penting dibandingkan porostitas. Besar kecilnya
kandungan lengas tanah merupakan indikator besarnya volume
pori yang diisi oleh air. Banyaknya air yang ada di dalam pori
akan menghambat gerakan air kebawah oleh tarikan matrik tanah
dibawahnya.
Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Kadar Lengas dan Laju Infiltrasi
pada tanah Percobaan
Kode
9.1.A
9.6.A
9.2.A
9.5.A
9.3.A
9.7.A
9.8.A
9.4.A
Kode
9.1.M
9.2.M
9.3.M
9,4,M
9,5,M
9,6,M
9,7,M
9,8,M
9%
KA
I
17,81 6,22
35,24 18,80
39,13 24,11
39,41 21,32
42,33 22,11
45,01 18,69
46,21 17,47
66,03 4,61
17%
KA
I
34,89 12,98
35,05 12,74
36,97 26,23
38,82 16,31
38,95 17,47
39,42 21,27
40,49 14,52
44,06 15,20
9%
KA
I
8,17 7,97
48,20 5,39
41,01 3,77
35,58 5,06
38,83 4,17
26,44 3,33
43,90 2,80
46,56 8,39
17%
KA
I
5,27 2,57
15,30 6,41
34,08 4,58
30,33 7,16
45,34 4,67
74,82 6,33
19,84 4,30
32,00 3,11
Kode
9.1.L
9.2.L
9.3.L
9,4,L
9,5,L
9,6,L
9,7,L
9,8,L
Kode
9.1.R
9.2.R
9.3.R
9.4.R
9.5.R
9.6.R
9.7.R
9.8.R
9%
KA
I
22,20 10,76
43,62 4,45
47,04 3,91
46,07 2,72
37,87 3,03
33,88 3,11
45,22 2,24
43,38 4,16
17%
KA
I
12,31 7,81
31,67 6,18
29,86 4,93
37,89 5,73
39,58 3,92
37,75 4,24
34,25 3,15
30,91 2,66
9%
KA
I
18,17 8,61
51,05 6,43
52,45 6,71
32,90 5,66
50,00 8,08
46,54 6,12
50,70 7,01
55,08 6,42
17%
KA
I
5,19 3,15
34,69 6,91
38,21 5,76
47,37 7,04
44,53 7,66
52,39 7,24
51,26 9,04
49,92 14,20
Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa, meningkatnya
kandungan lengas tanah laju infiltrasi cenderung turun meskipun
pengaruhnya tidak nyata.
Pada beberapa perlakuan variasi tinggi hujan simulasi untuk
semua jenis tanah dengan dua kemiringan menunjukkan adanya
penyimpangan pola laju infiltrasi. Penyimpangan ini diduga akibat
terjadinya kebocoran aliran ke bawah dibagian tepi contoh tanah
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
49
yang berbatasan dengan kayu dan dibagian sisi kiri-kanan corong
seng yang dipasang dibagian atas bawah contoh tanah untuk mengalirkan aliran limpasan permukaan ke bak penampung. Selain
itu volume air yang lolos kebawah dari contoh tanah akan
tertampung dalam bak penampung infiltrasi yang ada dibagian
bawah contoh tanah.
Dari bak penampung ke gelas ukur
dihubungkan dengan selang pastik yang panjangnya 1,5 m
dengan diameter  1 cm. Pengamatan visual saat penelitian
berlangsung terlihat bahwa aliran dari corong ke gelas ukur sering
tidak lancar akibat adanya gelembung-gelembung udara yang
terjebak dalam selang plastik. Bilamana volume air infiltrasi dalam
bak penampung belum mampu mendorong gelembung udara
dalam selang maka aliran ke gelas ukur belum terjadi meskipun
ada perbedaan tinggi tekan. Kejadian ini mengakibatkan adanya
pergeseran volume infiltrasi terukur pada interval waktu saat itu
dan waktu berikutnya.
Pola laju infiltrasi dalam penelitian ini menunjukkan adanya
perbedaan dengan pola laju infiltrasi yang diukur dilapangan.
Perbedaan ini diakibatkan karena pengukuran di lapangan
ketebalan kolom tanahnya tidak terbatas dan pengukuran berawal
dari pengukuran volume air yang masuk kedalam tanah per satuan
waktu per satuan luas. Sedangkan dalam penelitian ini ketebalan
kolom tanahnya terbatas dan pengukurannya berawal dari
besarnya volume air yang lolos kebawah dari kolom tanah per
satuan waktu per satuan luas. Akibat adanya perbedaan cara
pengukuran ini menyebabkan pola laju infiltrasi yang didapat
merupakan kebalikannya.
Grafik hubungan antara laju infiltrasi dengan nilai duga
erodibilitas terlihat dalam Gambar 4.12 dan 4.13 di Lampiran 2.
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa meningkatnya laju
infiltrasi, nyata menurunkan nilai erodibilitas secara linier dengan
koefisien determinasi R = 0,859 untuk kemiringan 9 % dan R =
0,804 untuk kemiringan 17 %.
Hal ini karena dengan meningkatnya laju infiltrasi pada debit
nossel konstan akan mengurangi volume limpasan permukaan.
50
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Berkurangnya volume SRO secara langsung akan menurunkan
jumlah sedimen tercuci yang sampai ke bak pengukuran.
Disamping itu sedimen yang terbawa akan diendapkan di perjalanan sebelum sampai ke bak pengukuran.
4.6. Stabilitas Agregat Tanah dan Gradasi Butir
Pengetian agregat disini adalah penggbungan partikel
primer tanah (pasir, debu dan liat) kedalam bentuk tertentu.
Agregat-agregat tersebut bila bergabung dengan ruang pori
diantaranya dikenal sebagai struktur tanah.
Permukaan tanah akan selalu menghadapi gaya perusak
dari luar, baik gaya mekanis dari peralatan yang digunakan
maupun gaya pukulan hujan dan gaya urai air. Saat terjadi hujan,
butiran hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah terbuka
akan memukul agregat tanah. Bilamana agregatnya tidak kuat
maka akan pecah menjadi agregat lebih kecil atau pecah terurai
menjadi bahan penyusunnya. Oleh karena itu stabilitas dari
agregat terhadap pukulan hujan dan gaya urai air merupakan sifat
penting yang menentukan baik buruknya struktur tanah tersebut.
Penghancuran agregat dan pemindahan partikel hasil hancuran
merupakan bagian yang vital dari proses erosi tanah.
Stabilitas struktur tanah atau ketahanan agregat biasanya
dinyatakan dalam kemantapan agregat. Umumnya, untuk menguji
kematapan agregat di-lakukan dengan cara pengayakan dalam
satu seri ayakan berdiameter tertentu. Pada penelitian ini ayakan
yang dipakai untuk menguji kemantapan agregat adalah
berdiameter 8,0; 4,76; 2,0; 1,0; 0,5; 0,25; dan 0,125 mm.
Berdasarkan pengayakan ini dapat diketahui berat hancuran
agregat yang tertinggal di masing-masing ayakan yang selanjutnya
dapat dihitung diameter massa rata-rata (DMR) menggunakan
persamaan (14). Mengingat keterbatasan yang ada pada peneliti,
maka dalam studi ini uji DMR hanya dilakukan pada pengayakan
kering saja sedangkan ayakan basah yang lebih mencerminkan
stabilitas agregat terhadap pukulan hujan dan dispersi air tidak
bisa dilakukan karena mesin penggeraknya mengalami kerusakan.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
51
Setelah dilakukan uji DMR contoh tanah digunakan untuk uji
gradasi butir terutama untuk menentukan D50 dan Dmean. Hasil
pengukuran DMR, Dmean dan D50 tersaji dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hasil Analisa DMR (mm), Dmean (mm) dan D50 (mm)
di Empat Tanah Percobaan.
Kode
DMR
9%
Dm
D50
Kode
DMR
17%
Dm
D50
Kode
DMR
9%
Dm
Kode
D50
DMR
17%
Dm
D50
9.1.A 4,042 0,135 0,050 17.1.A 3,594 0,107 0,055 9.1.L 3,100 0,078 0,035 17.1.L 2,035 0,051 0,030
9.2.A 2,384 0,125 0,055 17.2.A 4,212 0,116 0,055 9.2.L 2,381 0,066 0,035 17.2.L 2,179 0,080 0,030
9.3.A 2,826 0,141 0,050 17.3.A 2,309 0,091 0,055 9.3.L 2,615 0,083 0,035 17.3.L 2,031 0,094 0,029
9.4.A 3,427 0,107 0,065 17,4,A 2,041 0,201 0,110 9,4,L 2,615 0,098 0,035 17,4,L 2,019 0,118 0,030
9.5.A 3,071 0,138 0,060 17,5,A 2,081 0,382 0,070 9,5,L 2,372 0,120 0,040 17,5,L 2,907 0,074 0,040
9.6.A 3,828 0,108 0,055 17,6,A 2,108 0,195 0,055 9,6,L 2,477 0,093 0,040 17,6,L 2,863 0,110 0,040
9.7.A 3,484 0,095 0,050 17,7,A 2,211 0,349 0,054 9,7,L 3,216 0,093 0,040 17,7,L 2,299 0,282 0,041
9.8.A 2,472 0,109 0,050 17,8,A 2,978 0,112 0,050 9,8,L 3,586 0,079 0,040 17,8,L 2,444 0,116 0,040
Kode
9.1.M
9.2.M
9.3.M
9,4,M
9,5,M
9,6,M
9,7,M
9,8,M
9%
DMR Dm
3,097 0,303
2,816 0,262
2,900 0,247
3,200 0,223
2,668 0,317
2,226 0,449
3,091 0,552
3,763 0,203
Kode
D50
0,047
0,045
0,046
0,045
0,045
0,046
0,050
0,044
DMR
17.1.M 2,313
17.2.M 2,693
17.3.M 2,539
17,4,M 2,175
17,5,M 3,804
17,6,M 3,180
17,7,M 2,832
17,8,M 3,545
17%
Dm
0,194
0,270
0,209
0,163
0,483
0,183
0,738
0,252
Kode
D50
0,050
0,046
0,047
0,045
0,046
0,044
0,065
0,045
9.1.R
9.2.R
9.3.R
9.4.R
9.5.R
9.6.R
9.7.R
9.8.R
DMR
1,563
1,093
1,241
1,243
1,173
1,680
1,369
1,423
9%
Dm
0,170
0,183
0,233
0,253
0,268
0,237
0,607
0,250
Kode
D50
0,065
0,065
0,065
0,080
0,080
0,100
0,095
0,075
17.1.R
17.2.R
17.3.R
17,4,R
17,5,R
17,6,R
17,7,R
17,8,R
DMR
0,753
0,907
2,192
1,425
2,098
1,211
1,435
1,314
17%
Dm
0,165
0,172
0,234
0,202
0,182
0,213
0,523
0,173
Dari Tabel di atas, terlihat bahwa diameter massa rata-rata
(DMR) untuk Andosol, Latosol dan Mediteran berturut-turut
berukuran antara 2,04-4,21 mm, 2,01–3,58 mm dan 2,18–3,76
mm. Sedangkan untuk Regosol DMRnya antara 0,75 – 2,19 mm.
Russell (1973) berpendapat bahwa ukuran stabilitas agregat bila
setelah dilakukan pengayakan persentase agregat yang berukuran
lebih besar dari 2 mm lebih banyak dibandingkan persentase
agregat berukuran lebih lecil dari 2 mm. Gambar 4.13 s/d 4.16,
terlihat bahwa tiga jenis tanah yang digunakan untuk percobaan
52
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
D50
0,075
0,075
0,075
0,075
0,090
0,107
0,065
0,060
mempunyai persentase agregat yang lebih besar dari 2 mm lebih
banyak dibandingkan yang berdiameter dibawahnya.
Tanah Regosol mempunyai persentase diameter massa
rata-rata yang berukuran lebih kecil dari 2 mm lebih besar
dibandingkan ukuran di atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa
stabilitas agregatnya rendah (tidak mantap), sehingga tanah ini
bila mendapat pukulan hujan agregatnya mudah pecah menjadi
agregat yang lebih kecil atau lepas menjadi partikel penyusunnya.
Rendahnya kemantapan agregat Regosol ini karena partikel
penyusunnya sebagaian besar didominasi oleh debu halus dan
pasir sangat halus dengan kohesifitas yang rendah serta
rendahnya bahan pengikat (semen) partikel tanah tersebut.
Sebaliknya Andosol yang mempunyai kemantapan agregat yang
mantap, karena tingginya kandungan bahan organik sebagai
bahan semen yang mengikat partikel penyusun tanah.
Selain itu bahan organik yang ada berinterksi dengan
partikel liat membentuk agregat yang mantap. Hasil pengamatan
visual saat analisa gradasi butir ter-lihat bahwa agregat Andosol
tidak rusak oleh perendaman dalam air sabun dalam waktu 24
jam. Sedangkan Latosol dan Mediteran mempunyai kemantapan
agregat diantara kedua tanah diatas.
Gradasi butir menggambarkan distribusi ukuran partikel
penyusun tanah dimana penentuan D50 didasarkan pada
persentase butir tertahan komulatif (grafik S Gambar 4.17 s/d 4.20
di Lampiran 4), sedangkan nilai Dmean diperoleh dengan persamaan (15). Hasil analisa gradasi butir tanah (Tabel 4.8)
menunjukkan bahwa nilai D50 untuk semua jenis tanah berkisar
0,030 mm – 0,110 mm (debu sedang s/d pasir sangat halus). Hal
ini menunjukkan bahwa tanah untuk penelitian di atas ada yang
memiliki kadar debu dan pasir halus yang signifikan sebagai
indikator kemudahan tererosi. Hasil ini sejalan dengan apa yang
dilaporkan oleh Richter dan Negendank (1977) dalam Morgan
(1995) bahwa tanah yang memiliki kandungan debu sekitar 40–
60% lebih mudah mengalami erosi, karena kohesifitasnya rendah
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
53
dan ikatannya dalam agregat sangat ditentukan oleh bahan
semen.
Sebaliknya pertikel yang berukuran  D50 pasir sedang s/d
kerikil lebih sulit dipindahkan karena besarnya tenaga yang
diperlukan untuk mengang-katnya. Sedangkan partikel yang
berukuran jauh dibawah D50 (debu halus – liat) lebih tahan
terhadap pelepasan karena kohesifitasnya yang tinggi akibat
tarikan elektrostatis antar partikel tersebut.
Stabilitas agregat dan distribusi partikel penyusun tanah erat
kaitannya dengan indek erodibilitas tanah. Kemantapan agregat
sebagai ukuran ketahan-an tanah terhadap daya perusak dari luar,
sedangkan erodibilitas sebagai ukuran kemudahan tanah tererosi.
Tanah yang stabilitasnya tinggi sulit dihancurkan oleh pukulan
hujan dan dispersi air sehingga erodibilitasnya rendah. Namun
sebaliknya tanah yang kemantapannya rendah mudah
dihancurakan oleh gaya dari luar, akibatnya erodibilitasnya tinggi.
Gambar 4.21 dan 4.22 Lampiran 5 menunjukkan hubungan
antara diameter agregat dengan erodibilitas tanah. Secara umum,
dari grafik tersebut menunjukkan bahwa bertambahnya diameter
agregat sampai 4 mm, untuk kemiringan 9% nilai erodibilitas tanah
menurun secara linier dengan R = 0,805, sedangkan untuk
kemiringan 17 % bertambahnya diameter agregat sampai 4,5 mm,
nilai erodibilitas turun secara linier dengan R = 0,705. Penurunan
ini diduga karena bertambah banyaknya agregat yang berukuran
2- 4 mm yang lebih mantap sehingga tidak mudah mengalami
pelepasan.
4.7. Karakteristik Tanah dan Erodibilitas.
Karakteristik tanah adalah ciri-ciri khusus tanah yang dapat
diukur secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Ciri khusus
suatu tanah akan menentukan sifat atau perilaku tanah tersebut.
Secara individu atau gabungan karakteristik tanah menentukan
kualitas tanah. Salah satu sifat kualitas tanah yang merupa-kan
hail interaksi ciri-ciri khusus tanah adalah erodibilitas.
54
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Karakteristik tanah yang dianggap berpengaruh pada nilai
erodibilitas tanah adalah tekstur, kemantapan agregat, tekanan
geser, infiltrasi, kadar bahan organik dan unsur unsur kimia dalam
tanah (Morgan, 1995).
Kecuali kadar bahan organik dan
kandungan unsur kimia, empat faktor yang lainnya telah disajikan
dan dibahas sebelumnya.
Di dalam penelitian ini erodobilitas diasumsikan sebagai
fungsi dari faktor Erosivitas, kadar lengas, infiltrasi, kemantapan
agregat, dan partikel penyusun tanah. Faktor-faktor tersebut
secara individu tidak berpengaruh nyata pada nilai erodibilitas
tanah tetapi secara gabungan memberikan pengaruh yang nyata
pada nilai erodibilitas. Hasil pengukuran nilai erodibilitas tanah dan
karakteristik tanah yang diduga mempengaruhi erodibilitas secara
ringkas terlihat dalam Lampiran 6.
Berdasarkan analisis regresi berganda untuk menduga nilai
erodibilitas. Hasil uji regresi didapatkan persamaan duga seperti
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Persamaan Duga Erodibilitas
Tanah
Persamaan Duga
R
Andosol
K = 2,320 - 0,026KA - 0,026i - 0,294DMR + 0,442Dm
0,796
Latosol
K = -2,510 + 0,043KA + 0,160i + 0,165DMR + 0,045Dm 0,812
Mediteran K = 0,228 + 0,002KA + 0,054i - 0,136DMR + 0,202Dm
0,593
Regosol
K = 0,987 + 0,004KA- 0,064i - 0,098DMR - 0,573Dm
0,579
“Tanah”
K = 0,682 - 0,001KA -0,006i - 0,149DMR + 0,001Dm
0,630
Dari persamaan duga, nilai erodibilitas sebenarnya, yang
merupakan fungsi diperoleh dengan cara memasukkan variabel
bebas karakteristik tanah ke dalam persamaan tersebut. Hasil
perhitungan nilai K (hitung) dan K (fungsi) terlihat dalam Tabel
4.10.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
55
Tabel 4.10. Indek Erodibilitas Perhitungan dan Erodibilitas Fungsi
9%
Kode
9.1.A
9.2.A
9.3.A
9.4.A
9.5.A
9.6.A
9.7.A
9.8.A
Mean
2
SX
Khitung Kfungsi
0,131 0,134
0,277 0,220
0,099 0,184
0,144 0,117
0,230 0,152
0,069 0,070
0,081 0,057
0,034 0,132
0,133 0,133
0,0009 0,0004
9%
Kode Khitung Kfungsi
9.1.M
0,188 0,105
9.2.M
0,579 0,401
9.3.M
0,357 0,248
9,4,M
0,112 0,170
9,5,M
0,126 0,307
9,6,M
0,206 0,285
9,7,M
0,053 0,003
9,8,M
0,088 0,191
Mean
0,214 0,214
2
SX
0,0039 0,0019
Kode
17.1.A
17.2.A
17.3.A
17,4,A
17,5,A
17,6,A
17,7,A
17,8,A
Mean
2
SX
17%
Khitung Kfungsi
0,163 0,160
0,063 0,065
0,018 0,001
0,001 0,002
0,067 0,065
0,001 0,021
0,013 0,006
0,015 0,021
0,043 0,043
0,0004 0,0004
17%
Kode Khitung Kfungsi
17.1.M 0,019 0,030
17.2.M 0,639 0,630
17.3.M 0,162 0,199
17,4,M 0,269 0,269
17,5,M 0,099 0,158
17,6,M 0,190 0,166
17,7,M 0,289 0,263
17,8,M 0,052 0,005
Mean
0,215 0,215
SX2
0,0048 0,0047
Kode
9.1.L
9.2.L
9.3.L
9,4,L
9,5,L
9,6,L
9,7,L
9,8,L
Mean
2
SX
9%
Khitung Kfungsi
0,228 0,240
0,543 0,437
0,146 0,252
0,202 0,254
0,114 0,027
0,109 0,182
0,142 0,126
0,190 0,157
0,209 0,209
0,0025 0,0018
9%
Kode
Khitung Kfungsi
9.1.R
0,401 0,428
9.2.R
0,391 0,479
9.3.R
0,394 0,391
9.4.R
0,269 0,219
9.5.R
0,669 0,601
9.6.R
0,057 0,056
9.7.R
0,157 0,183
9.8.R
0,296 0,277
Mean
0,329 0,329
2
SX
0,0042 0,0039
Kode
17.1.L
17.2.L
17.3.L
17,4,L
17,5,L
17,6,L
17,7,L
17,8,L
Mean
2
SX
17%
Khitung Kfungsi
0,002 0,032
0,416 0,264
0,226 0,297
0,280 0,330
0,020 0,059
0,048 0,058
0,091 0,089
0,071 0,024
0,144 0,144
0,0028 0,0021
17%
Kode
Khitung Kfungsi
17.1.R
0,545 0,578
17.2.R
0,972 0,991
17.3.R
0,894 0,455
17,4,R
0,022 0,202
17,5,R
0,018 0,481
17,6,R
0,735 0,521
17,7,R
0,290 0,365
17,8,R
0,227 0,112
Mean
0,463 0,463
2
SX
0,0179 0,0089
Tabel 4.9 dan 4.10 menunjukkan bahwa rata-rata erodibilitas
hitung dan erodibilitas fungsi mempunyai angka yang sama untuk
tiap-tiap jenis tanah.
Tetapi variasi rata-rata terhadap nilai
tengahnya untuk erodibilitas fungsi lebih baik. Hal ini akibat
dimasukkannya variabel karakteristik tanah kedalam nilai
pendugaan erodibilitas yang dapat mengurangi tingkat kesalahan
pendugaan.
Dari persamaan duga yang diperoleh terlihat faktor
erosivitas hujan menunjukkan pengaruh yang tidak stabil, dimana
pada jenis tanah yang sama pada plot standar
terlihat
menurunkan erodibilitas, tetapi pada kemiringan 17 %
meningkatkan erodibilitas.
Kejadian ini diduga karena tidak
stabilnya tekanan pompa yang digunakan untuk membuat hujan
simulasi pada debit hujan yang sama.
Pengaruh kadar lengas tanah lebih banyak meningkatkan
erodibilitas, karena berhubungan dengan tingkat pembasahan
56
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
tanah. Pada tanah kering yang mengalami pembasahan oleh
hujan secara mendadak agregat tanah men-jadi mudah pecah,
karena tekanan dari udara yang terjebak dalam tanah. Disamping
itu adsorbsi molekul air ke permukaan partikel tanah berbutir halus
(liat dan debu) menyebabkan timbulnya panas pembasahan yang
mendorong pecahnya agregat tanah. Sebaliknya pada tanah
basah (kadar lengas tinggi) gaya geser, gaya ikat bahan semen
dan kohesifitas antar partikel menjadi berkurang. (Morgan, 1995
dan Utomo, 1985). Akibatnya mudah dihancurkan oleh gaya
penghancur dari luar.
Faktor infiltrasi dalam persamaan duga di atas cenderung
meningkatkan erodibilitas, karena laju infiltrasi yang digunakan
untuk pendugaan erodibilitas didasarkan pada banyaknya volume
air yang lolos meninggalkan kolom tanah per satuan waktu per
satuan luas. Sebaliknya yang terjadi dalam pengukuran infiltrasi
dilapangan didasarkan pada banyaknya volume air yang masuk ke
dalam tanah persatuan waktu per satuan luas.
Akibatnya
pengaruh infiltrasi dalam pendugaan erodibilitas merupakan
kebalikan bila yang digunakan untuk menduga laju infiltrasi hasil
pengukuran di lapangan, karena menurut Morgan (1995), Seto
(1991) dan Hudson (1981) meningkatnya kapasitas infiltrasi akan
menurunkan erodibilitas tanah.
Peranan kemantapan agregat dan distribusi ukuran butir
lebih besar pengaruhnya pada penurunan nilai erodibilitas. Dari
persamaan duga di atas terlihat bahwa DMR dan Dmean memberikan koefisien duga yang lebih besar diban-dingkan koefisien
variabel duga yang lain. Peningkatan stabilitas agregat akan
menurunkan jumlah sedimen yang terukur di bak pengukur
sedimen. Demikian juga dengan menurunnya sebaran partikel
berukuran pasir halus s/d debu kasar akan menurunkan jumlah
sedimen yang terukur.
Nilai erodibilitas fungsi, yang didapat dalam penelitian ini
perlu dibandingkan dengan nilai erodibilitas hasil pengukuran
lapang dengan nomograph penduga agar hasilnya lebih representatif dan mencerminkan kondisi erodibilitas yang sebenarnya di
lapangan meskipun didalam pelaksanaan penelitian telah diusahakan mendekati kondisi yang sebenarnya dilapangan. Perbadingan
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
57
nilai erodibilitas fungsi hasil penelitian dan nilai erodibilitas hasil
pendugaan nomograph didasarkan pada uji t-student dengan
selang kepercayaan 95 %. Hasil perbandingan kedua nilai
erodibilitas secara ringkas terlihat dalam Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Perbandingan Dua Rata-Rata Nilai Erodibilitas
Jenis
Tanah
K
K.Nomo-
Fungsi
graph
t. hit.
t.tab.95%
Andosol
0.088 0.084
0,115 2.37 (n=7)
3.18 (n=3)
Tidak beda
Latosol
0,177 0.209
-0,246
Tidak beda
Mediteran 0.215 0.258
-0,240
Tidak beda
Regosol
0.396 0.241
3,181
Tidak beda
“Tanah”
0.219 0.264
-1,069
2,042 (n=31)
Tidak beda
2,201 (n=11)
Selang Kepercayaan
Bts Bawah Bts Atas
0,049*/
0,126
-0,010
0,178
0,085
0,268
-0,187
0,604
0,179
0,263
-0,220
0,735
0,302
0,158
0,490
0,323
0,178
0,260
0,183
0,345
*/ Batas untuk K fungsi
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa antara nilai
erodibilitas fungsi dan erodibilitas nomograph tidak berbeda nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari penelitian ini
setara dengan hasil pengukuran erodi-bilitas dengan nomograph
dengan memberikan faktor koreksi untuk K-nomograph berturutturut adalah 1,046K-fungsi (Andosol), 0,847K-fungsi (Latosol),
0,859K-fungsi (Mediteran), 1,645K-fungsi (Regosol) dan 0,830Kfungsi (Tanah).
Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata tetapi secara
matematik nilai yang didapat menunjukkan perbedaan. Perbedaan
ini diduga karena di dalam perhitungan nilai K fungsi, variabel
bebas yang digunakan dihitung secara kuantitatif, sedangkan K
nomograph variabel yang digunakan untuk menghitung ada yang
dihitung secara kualitatif (penentuan stuktur tanah). Disamping itu
penentuan kelas permeabilitas dalam nomograph hanya di
dasarkan pada contoh tanah utuh yang kecil. Selain itu dalam
nomograph penduga faktor bahan organik dimasukkan sebagai
variabel bebas sedangkan di dalam K fungsi tidak diperhitungkan.
Nilai K fungsi yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya
diklasifi-kasikan menurut Klasifikasi Erodibilitas Tanah di Indonesia
58
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
(Utomo, 1994). Andosol termasuk sangat rendah, Latosol
termasuk rendah, Mediteran termasuk sedang, Regosol termasuk
sangat tinggi.
Andosol dan Latosol mempunyai erodibilitas sangat rendah
s/d rendah karena tanah tersebut diambil dari kawasan hutan
pinus, sehingga tidak ba-nyak mengalami penurunan karakateristik
tanah oleh aktifitas manusia bahkan mungkin terjadi penambahan
kadar bahan organik dari sisa-sisa tanaman yang telah mati.
Sebaliknya tanah Mediteran dan Regosol mempunyai kelas erdibilitas sedang s/d sangat tinggi karena kedua tanah tersebut diambil
dari lahan kering yang telah diusahakan. Hal ini menunjukkan
bahwa pada kedua tanah tersebut karakteristik tanah yang
mementukan nilai erodibilitas tanah telah banyak mengalami
perubahan oleh aktifitas manusia.
Sedangkan usaha-usaha
perbaikannya tidak seimbang dengan kerusakan yang ditimbulkannya. Salah satu tolok ukurnya adalah tidak adanya
pengembalian sisa-sisa tanaman sebagai bahan organik ke tanah
tersebut. Akibatnya kedua tanah tersebut mudah mengalami erosi
bila mendapat pukulan hujan dan dispersi air, maupun kikisan
limpasan permukaan.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
59
PENUTUP
BAB 5
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi erodibilitas di empat jenis tanah
dengan “Rainfall Simulator” menggunakan “Basic Hydrology
System” di Laboratorium Hidroteknik Institut Teknologi Sepuluh
Novenber (ITS) Surabaya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1.
Menggunakan uji t-student didapatkan nilai erodibilitas
fungsi yang tidak berbeda (non significant) dengan nilai
erodibilitas yang diperoleh dengan nomograph penduga
untuk keempat jenis tanah yang diperlakukan, mes-kipun
ada selisih dari penggunaan kedua metode tersebut.
2.
Persamaan duga erodibilitas yang didapat dari penelitian
ini adalah:
K = 2,320 - 0,026KA - 0,026i - 0,294DMR + 0,442Dm
(Andosol)
K = -2,510 + 0,043KA + 0,160i + 0,165DMR + 0,045Dm
(Latosol)
K = 0,228 + 0,002KA + 0,054i - 0,136DMR + 0,202Dm
(Mediteran)
K = 0,987 + 0,004KA- 0,064i - 0,098DMR
(Regosol)
- 0,573Dm
K = 0,682 - 0,001KA -0,006i - 0,149DMR + 0,001Dm
(“Tanah”)
3.
Secara individu karakteristik tanah belum menunjukkan
pengaruh yang nyata pada erodibilitas tanah, tetapi
mempunyai kecenderungan menurun-kan nilai erodibilitas
sampai batas tertentu.
Sedangkan secara gabungan
memberikan pengaruh yang nyata dengan koefisien
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
61
determinasi, R = 0,796 (Andosol), R = 0,812 (Latosol), R
= 0,593 (Mediteran), R = 0,579 (Regosol) dan gabungan 4
jenis tanah didapat R = 0,630 (“Tanah”)
4.
Secara statistik nilai K-fungsi dan K-nomograph tidak
menunjukkan adanya perbedaan, dengan memberikan
faktor koreksi untuk K-graph sebesar 1,046K-fungsi
(Andosol), 0,847K-fungsi (Latosol), 0,859K-fungsi (Mediteran), 1,645K-fungsi (Regosol) dan 0,830K-fungsi
(‘Tanah”).
5.
Nilai erodibilitas Andosol termasuk sangat rendah, Latosol
termasuk rendah, Mediteran termasuk sedang dan Regosol
termasuk tinggi.
6.
Dimasukkannya besaran-besaran kuantitatif karakteristik
tanah ke dalam penentuan nilai erodibilitas, lebih bisa
menggambarkan nilai erodibilitas yang sebenarnya sebagai
fungsi dari karakteristik tanah.
7.
Aliran limpasan permukaan tidak banyak berperan dalam
pelepasan par-tikel tanah bila dibandingkan dengan daya
penghancur butir hujan dan dispersi air hujan tetapi lebih
berperan sebagai pengangkut sedimen.
8.
Aliran limpasan permukaan pada plot standar (9%), bersifat
laminer sub- kritis dengan bilangan Reynold antara 0,34 s/d
164,3; bilangan Froude antara 0,542 s/d 0,984 dan gaya
geser antara 5,0 s/d 21,0 Nm-2 sedangkan
pada
kemiringan 17% aliran permukaan bersifat laminer
superkritis dengan bilangan Reynold antara 24,4 s/d 223,4;
bilangan Froude antara 0,979 s/d 1,286 dan gaya geser
antara 7,1 s/d 43,3 Nm-2.
9.
Perbedaan kemiringan lahan memberikan sifat-sifat aliran
dipermukaan
lahan
yang
berbeda
tetapi
tidak
mempengaruhi nilai erodibilitas.
62
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
10.
Laju infiltrasi yang didapat dalam penelitian didasarkan
pada banyaknya volume air yang lolos keluar dari blok
tanah.
11.
Bertambahnya diameter agregat lebih besar dari 2 mm s/d
4 mm dan menurunnya kadar persen butir berukuran 0,03
s/d 0,116 nilai erodibilitas cenderung menurun.
5.2.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pelaksanaan penelitian
disarankan:
1.
Supaya mendapatkan hasil yang bisa diaplikasikan ke
lapangan, maka dalam studi berikutnya hendaknya contoh
tanah blok yang digunakan lebih luas dan lebih tebal agar
betul-betul menggambarkan kondisi di lapangan. Selain itu
bila diperlukan variasi perlakuan hendaknya meng-gunakan
contoh tanah yang lain dari jenis tanah yang sama.
2.
Untuk mendapatkan distribusi hujan yang merata,
hendaknya nossel yang digunakan berlubang empat
menjadi satu atau menggunakan nossel yang berputar,
serta mengatur ketinggian jatuh butir hujan.
3.
Limpasan permukaan dan laju infiltrasi dari basin ke tempat
pengukuran hendaknya diusahakan selancar mungkin,
sehingga tidak timbul gelem-bung-gelembung udara yang
terjebak didalamnya yang menghambat gerak-an aliran.
4.
Stabilitas arus listrik dan putaran pompa mutlak diperlukan
untuk men-dapatkan debit hujan simulasi yang konstan.
5.
Pengukuran laju infiltrasi pada contoh tanah blok utuh di
laboratorim dimungkinkan dapat digunakan sebagai cara
lain untuk menetapkan laju infiltrasi di lapangan dengan
mentranformasi hasilnya dengan 1/x.
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
63
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1979. Selected Methods for Soil and Analysis.
International Institute of Tropical Agriculture. Ibadan,
Nigeria. 67 page.
Asdak C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Gadjah Mada University Press. 567 hal.
Bols, P.L., 1978. The Iso-Erodent Map of Java and Madura.
Bogor. Soil Res. Inst.
Chow, V.T., 1959. Open Channel Hydraulics. Terjemahan E.V.
Rosalina. Hidrolika saluran Terbuka. Hal. 99 – 102.
Coleman D.C, J.M. Oades, G. Uehera. 1988. Dynamics of Soil
Organik Matter in Tropical Ecosystems. Depatement of
Agronomy and Soil Science. Hawaii.
Haan C.T., 1995. StatisticalMethods in Hidrology. Iowa State
University Press Ames, Iowa 50010. p: 197-235
Hardjowigeno S., 1992. Ilmu Tanah. PT. Mediyatma Sarana
Perkosa. Jakarta. hal. 140-169
Harjadi B. dan D.R. Indrawati. 1998. Tingkat Erodibilitas Lahan
(K) dan Toleransi Erosi (T) pada Lima Tipe Batuan di sub
DAS Keduang dalam Buletin Teknologi Pengelolaan DAS.
Visi dan Misi Ilmiah BTP DAS Surakarta. hal. 1-13
_____________ , 1996. Kecenderungan Nilai K dan Nilai T
pada Berbagai Kondisi Bentuk Lahan dalam Buletin
Teknologi Pengelolaan DAS. Visi dan Misi Ilmiah BTP DAS
Surakarta. hal. 1-13
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
65
Hudson, N.W. 1993. Field Measurement of Soil and Run off.
FAO Soil Bulletin No. 68. Roma. page, 53 – 108.
Hudson N., 1985. Soil Conservation. Batsford Academic and
Educational London. 323 page.
Jansen, P.Ph., L. van Bendegom, J. van Den Berg, M/ de Vries
and A. Zanen. 1994. Principles of River Engineering (The
non-tidal alluvial river). Delftse uitgevers Maatshappij b v.
Nederlands. p: 83-118.
Lal R. B.A. Stewart, 1990. Soil Degradation in Advance in Soil
Science, Vol 11. Soil Degradation Spring Verlag, New
York. p: 179-181
Landon J.R., 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker
Agriculture International Limited. p: 72-79, 309-315 dan
355-380
Morgan R.P.C., 1995. Soil Erosion and Conservation. Second
Ed. Longman Group Limited, Malaysia, TCP. 198 page.
Pratiwi dan Sumaryono.
1995.
Pengaruh Penanaman
Hortikultura Terhadap Laju Erosi pada Lahan Bekas
Endapan Bahan Vulkanik Gunung Berapi. dalam Prosiding
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XII Himpunan Alhi Teknik
Hidroulik Indonesia (HATHI) Surabaya 21 s/d 23 November
1995. Vol. I. Hal. 408 – 417.
Reijn, L.C. van., 1990. Principles of Fluid Flow and Surface
Waves in Rivers, Estuaries, Seas and Oceans. Aqua
Publications. Netherlands. page: A.1 – A.5
Russell E.W., 1978. Soil Condition and Plant Growth. Tenth Ed.
The English Language Book Society and Longman. p:
772-778.
66
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Roger J.J.W., J.A.S. Adams., 1966. Fundamentals of Geology.
Harper and Row Publishers. New York and London. p: 95122
Sarwono. 1977. Dasar-dasar Kalsifikasi Tanah. Departemen
Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Hal. 16-23.
Seto A.K., 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam
Mulia. hal. 78-108.
Santoso B., 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu
Tanah Fakultas Per-tanian Universitas Brawijaya, Malang.
hal 25-34
Sarief E.S., 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka BuanaBandung. hal. 16-23, 58-65.
Soepardi G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
Bogor. hal 239-273
Institut Pertanian
Sugiman, 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara-Jakarta.
hal. 326-345.
Turner A.K., S.T. Willatt, J.H. Wilson and G.A. Jobling., 1984.
Soil Water Management.
International Development
Program of Australian Universities and Colleges Limited
(IDP), Canberra. p:131-144
Utomo W.H., 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Penerbit IKIP,
Malang. 194 halaman.
__________, 1985. Fisika Tanah (Dasar dan Teori). Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya Malang. hal: 7-11, 33-46,
dan 55-89.
Young A., 1990.
Agriforestry for Soil Conservation.
International Council for Research in Agriculture. p: 54
In
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
67
LAMPIRAN
35
35
30
30
25
25
Laju Infiltrasi (cm/jam)
Laju Infiltrasi (cm/jam)
Lampiran 1. Laju Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tinggi Hujan
20
15
10
9.1A
9.3A
5
9.2A
9.4A
0
0
5
10
15
20
25
30
35
20
15
10
17.1A
17.3A
5
17.2A
17.4A
0
40
0
Waktu (min)
5
10
15
20 25 30
Waktu (min)
35
40
Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada
Tanah Andosol, Slope (a) 9%, (b) 17%
14
20
9.1L
9.3L
18
9.2L
9.4L
17.1L
17.3L
12
17.2L
17.4L
10
14
Laju Infiltrasi (cm/jam)
Laju Infiltrasi (cm/jam)
16
12
10
8
6
4
2
0
8
6
4
2
0
0
5
10
15 20 25
Waktu (min)
30
35
40
0
5
10
15 20 25 30
Waktu (min)
35
Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada
Tanah Latosol, Slope (a) 9%, (b) 17%
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
69
40
Lanjutan Lampiran 1.
17.1M
17.3M
14
17.2M
17.4M
12
10
10
Laju Infiltrasi (cm/jam)
12
Laju Infiltrasi (cm/jam)
9.1M
9.3M
14
8
6
4
2
9.2M
9.4M
8
6
4
2
0
0
0
5
10
15 20 25
Waktu (min)
30
35
40
0
5
10
15 20 25 30
Waktu (min)
35
40
Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada
Tanah Mediteran, Slope (a) 9%, (b) 17%
14
17.1R
17.3R
12
14
17.2R
17.4R
12
10
Laju Infiltrasi (cm/jam)
10
Laju Infiltrasi (cm/jam)
1R
2R
3R
4R
8
6
4
2
8
6
4
2
0
0
0
5
10
15 20 25 30
Waktu (min)
35
40
0
5
10
15 20 25
Waktu (min)
30
35
Gambar 4.7. Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Tinggi Hujan pada
Tanah Regosol, Slope (a) 9%, (b) 17%
70
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
40
Lampiran 2. Hubungan Infiltrasi dengan Erodibilitas
0.30
y = -0.500x + 0.257
R² = 0.738
0.25
Erodibilitas
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.00
0.10
0.20
0.30
Laju Infiltrasi (cm/jam)
0.40
S…
Gambar 4.12. Hubungan Antara Laju Infiltrasi dengan
Nilai Erodibilitas pada kemiringan 9 %
0.35
0.30
Erodibilitas
0.25
y = -0.926x + 0.363
R² = 0.647
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.0
0.1
0.2
0.3
Laju Infiltrasi (cm/jam)
0.4
Gambar 6.13. Hubungan Antara Laju Infiltrasi dengan
Nilai Erodibilitas pada Kemiringan 17 %
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
0.5
S…
71
Lampiran 3. Hubungan Diameter Butir dan Persen Agregat
9.1.A
9.2.A
9.3.A
9.4.A
35
Persentase Agregat Tertahan (%)
Persentase Agregat Tertahahan (%)
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
4.76
3.38
2.00
1.00
0.50
17.5.A
17.6.A
17.7.A
17.8.A
30
25
20
15
10
5
0
4.76
0.25
3.38
2.00
1.00
0.50
0.25
Gambar 6.13. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan
Persentase Agregat Tertahan Tanah Andosol pada
Kemiringan (a) 9 % (b) 17 %
9.1.L
9.2.L
9.3.L
40
35
30
25
20
15
10
9.4.L
40
Persentase Agregat Tertahan (%)
Persentase Agregat Tertahan (%)
45
17.1.L
17.2.L
17.3.L
17.4.L
35
30
25
20
15
10
5
5
0
0
4.76
3.38
2.00
1.00
0.50
0.25
4.76
3.38
2.00
1.00
0.50
0.25
Gambar 4.14. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan
Persentase Agregat Tertahan Tanah Latosol pada
Kemiringan (a) 9 % (b) 17 %
72
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
9.2.M
9.3.M
9.4.M
17.1.M
17.2.M
17.3.M
17.4.M
30
9.1.M
25
20
15
10
5
0
4.76
3.38
2.00
1.00
0.50
0.25
Persentase Agregat Tertahan (%)
5
10
15
20
25
30
0
Persentase Agregat Tertahan (%)
Lanjutan Lampiran 3
4.76
3.38
2.00
1.00
0.50
0.25
40
9.1.R
9.2.R
9.3.R
9.4.R
Persentase Agregat tertahan (%)
Persentase Agregat Tertahan (%)
Gambar 4.15. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan
Persentase Agregat Tertahan Tanah Mediteran pada
Kemiringan (a) 9 % (b) 17 %
35
30
25
20
15
10
5
0
4.76
3.38
2.00
1.00
0.50
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.25
4.76
17.1.R
17.2.R
17.3.R
17.4.R
3.38
2.00
1.00
0.50
0.25
Gambar 4.16. Hubungan antara Diameter Butir Agregat dengan
Persentase Agregat Tertahan Tanah Regosol pada
Kemiringan (a) 9 % (b) 17 %
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
73
Lampiran 4. Grafik S Gradasi Butir
100
100
90
Persen Tertahan Komulatif (%)
80
70
1.A
2.A
3.A
4.A
5.A
90
80
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
10.000
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
0
10.000
Persen Tertahan Komulatif (mm)
1.A
2.A
3.A
4.A
5.A
Gambar 4.17. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah Andosol
(a) 9 %, (b) 17 %
100
90
80
Persen Tertahan Komulatif(%)
1.L"
2.L"
3.L"
4.L"
5.L
1.L
2.L
3.L
4.L
5.L
70
90
80
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
10.000
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
0
10.000
Gambar 4.18. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah Latosol
(a) 9 %, (b) 17 %
74
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Persen Tertahan Komulatif(%)
100
Lanjutan Lampiran 4.
1.M
2.M
3.M
4.M
5.M
6.M
90
Persen Tertahan Komulatif(%)
80
70
100
1.M
2.M
3.M
4.M
5.M
6.M
90
80
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
10.000
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
Persen Tertahan Komulatif(%)
100
0
10.000
Gambar 4.19. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah
Mediteran (a) 9 %, (b) 17 %
1.R
2.R
3.R
4.R
5.R
6.R
90
Persen Tertahan Komulatif(%)
80
70
100
1.R
2.R
3.R
4.R
5.R
6.R
90
80
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
10.000
0.001
0.010
0.100
1.000
Diameter Butir (mm)
0
10.000
Gambar 4.20. Distribusi Komulatif Partikel Penyusun Tanah
Regosol (a) 9 %, (b) 17 %
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
75
Persen Tertahan Komulatif(%)
100
Lampiran 5. Hubungan Diameter Agregat dengan Erodibilitas
0.45
0.40
0.35
1.0
0.9
Andosol 9%
y = -0.089x + 0.397
R² = 0.648
0.30
Erodibilitas
Erodibilitas
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
Latosol 9%
0.8
0.7
0.6
0.5
y = -0.237x + 0.900
R² = 0.497
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
Diameter Agregat (mm)
Diameter Agregat (mm)
Gambar 4.21. Hubungan antara Diameter Agregat dengan Erodibilitas tanah Andosol dan Latosol
0.40
0.40
Mediteran 9%
0.35
0.30
0.30
0.25
0.25
Erodibilitas
Erodibilitas
0.35
0.20
0.15
0.10
0.20
0.15
0.10
y = -0.0938x + 0.4629
R² = 0.2819
0.05
Regosol 9%
y = -0.183x + 0.740
R² = 0.324
0.05
0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
Diameter Agregat(mm)
0.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
Diameter Agregat (mm)
Gambar 4.22. Hubungan antara Diameter Agregat dengan Erodibilitas tanah Mediteran dan Regosol
76
“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”
Download