DETEKSI CEMARAN Escherichia coli PADA

advertisement
DETEKSI CEMARAN Escherichia coli PADA DAGING BURGER
PENJUAL KAKI LIMA DI DESA KOPELMA DARUSSALAM DAN
RESTORAN CEPAT SAJI DI BANDA ACEH
Bunga Fatimah Ademi dan Tristia Rinanda
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan membandingkan tingkat cemaran
Escherichia coli pada daging burger yang dijual di kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan
restoran cepat saji di Banda Aceh. Metode yang digunakan adalah metode Most Probable Number
(MPN) yang terdiri dari tes perkiraan (Presumptive Test), tes penegasan (Confirmative Test) dan
tes pelengkap (Completed Test). Sampel penelitian ini adalah daging burger dari 5 penjual burger
kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan daging burger dari 5 restoran cepat saji di Banda Aceh
dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Pengambilan sampel
dilakukan tiga kali dengan interval waktu 1 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
pengambilan pertama didapatkan cemaran E. coli pada 40% sampel daging burger penjual kaki
lima dan 60% sampel daging burger restoran cepat saji. Pada pengambilan kedua diperoleh 100%
sampel daging burger penjual kaki lima dan sampel daging burger restoran cepat saji tercemar E.
coli. Pada pengambilan ketiga didapatkan 100% sampel daging burger penjual kaki lima dan 80%
sampel daging burger restoran cepat saji tercemar E. coli. Hasil positif pada sampel yang diperoleh
tidak memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. Nilai rata-rata
MPN E. coli pada sampel daging burger penjual kaki lima lebih tinggi dibandingkan dengan
sampel daging burger restoran cepat saji. (JKS 2011; 3:134-142)
Kata Kunci: Escherichia coli, daging burger, penjual burger kaki lima
Abstract. The aim of this study was to determine and compare the contamination rate of
Escherichia coli in meat burger of stalls in Kopelma Village of Darussalam and fast-food
restaurants in Banda Aceh. This study conducted by Most Probable Number (MPN) method,
which consist of presumptive test, confirmative test and completed test. Samples of this study were
meat burgers from 5 stalls in Kopelma Village of Darussalam and meat burgers from 5 fast-food
restaurants in Banda Aceh which was taken by total sampling method. The samples were taken
three times within the interval period of one week. Data was presented descriptively. The result
shown that the first sampling obtained 40% of meat burger samples of stalls and 60% of meat
burger samples of fast-food restaurants was contaminated by E. coli. In the second sampling
acquired 100% of samples was contamined by E. coli in both stalls’s and fast-food restaurants’s.
In the third sampling earned 100% meat burger samples of stalls and 80% meat burger samples of
fast-food restaurants was contaminated by E. coli. All positive results were not qualify the
provisions of Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. The average value of MPN E. coli
was higher in meat burger samples of stalls than fast-food restaurants. (JKS 2011; 3:134-142)
Key words: Escherichia coli, meat burger, stall, fast-food restaurant
I. Pendahuluan
Penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) biasanya bersifat toksik maupun
infeksius dan disebabkan oleh agen
penyakit yang masuk ke dalam tubuh
melalui
konsumsi
makanan
yang
terkontaminasi. Beberapa agen penyakit
Bunga Fatimah Ademi adalah mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Tristia Rinanda adalah Dosen Bagian Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
atau
bakteri
yang paling
sering
menyebabkan penyakit bawaan makanan
adalah
Salmonella,
Clostridium,
Staphylococcus dan Escherichia coli.
Escherichia coli dapat masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui konsumsi
pangan yang tercemar, misalnya daging
mentah, daging yang dimasak setengah
matang, susu mentah dan cemaran
fekal pada air dan pangan1. Keberadaan E.
coli pada daging yang tidak matang
sepenuhnya
dapat
menyebabkan
134
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 3 Desember 2011
keracunan, karena bakteri tersebut dapat
bertahan hidup dan berkembang biak di
dalam tubuh kita. Hanya perlu 10 E. coli
hidup dalam burger untuk dapat
menyebabkan keracunan makanan2.
Burger adalah salah satu makanan cepat
saji yang saat ini banyak dikonsumsi.
Burger yang kaya akan karbohidrat, lemak
dan protein merupakan makanan impor
yang cocok dengan selera lidah masyarakat
Indonesia. Sekarang ini banyak orang yang
gemar mengkonsumsi burger, mulai anakanak, mahasiswa sampai orang tua.
Khususnya bagi mahasiswa, burger
biasanya menjadi makanan jajanan yang
sering dikonsumsi oleh karena rasanya
yang
enak
dan
mudah
untuk
mendapatkannya. Menurut penelitian,
15%-20% dari 471 remaja di Jakarta
mengkonsumsi fried chicken dan burger
sebagai makan siang3,4.
Perkembangan makanan cepat saji yang
sangat cepat, seperti burger, yang kini
banyak
dikonsumsi
oleh
kalangan
masyarakat, menyebabkan penjual burger
tidak lagi memperhatikan kebersihan atau
kualitas dari daging burger tersebut. Hal ini
dapat dilihat dari segi pengolahan dan
penyajian yang tidak higienis. Lokasi
penjualan burger, terutama di kaki lima,
umumnya terletak dekat dengan parit atau
selokan yang terdapat lalat sebagai vektor
perantara3.
Saat ini penjualan burger di Banda Aceh
semakin ramai baik penjualan burger kaki
lima maupun restoran cepat saji, namun
sejauh ini belum ada yang melakukan
penelitian terhadap kualitas dari burger
terutama daging burger yang dijual.
Penelitian dilakukan terhadap daging
burger yang dijual oleh penjual burger kaki
lima di Desa Kopelma Darussalam yang
merupakan kawasan ramai mahasiswa dan
pelajar
karena
terdapat
beberapa
universitas dan sekolah, dan akan
dibandingkan dengan kualitas daging
burger restoran cepat saji di Banda Aceh
yang diketahui sebagai tempat penjualan
makanan yang sudah memiliki izin dari
instansi pengawasan makanan terkait.
II. Metode
Penelitian dilakukan dari bulan Januari
hingga Februari 2012 dimana sampel
penelitian berupa daging burger dari 5
penjual burger kaki lima di Desa Kopelma
Darussalam dan 5 restoran cepat saji di
Banda Aceh diteliti di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
Banda Aceh. Cemaran E. coli pada sampel
dideteksi dengan menggunakan metode
Most Probable Number (MPN) dengan seri
tabung 7 (5-1-1).
Sampel makanan dibeli dari pedagang
sebanyak satu porsi, kemudian dibayar
sebagaimana biasa untuk mencegah
kemungkinan diberikannya contoh yang
sudah dipersiapkan sebelumnya. Sampel
makanan dimasukkan ke dalam beaker
glass yang sudah disterilkan, diberi kode
dan tanggal pengambilan. Pengiriman
dilakukan secepatnya dan sampai di
laboratorium dalam waktu maksimal 24
jam. Sampel makanan harus diletakkan
dalam wadah kedap udara dengan suhu
dibawah 8ºC saat dibawa.
Pemeriksaan MPN terdiri dari tes perkiraan
( presumptive test) pada media Lactose
Broth, tes penegasan (confirmative
test)pada media Brilliant Green Lactose
Broth (BGLB) 2% serta tes pelengkap
(completed test) dengan penanaman pada
media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA).
Hasil positif pada uji pelengkap
dicocokkan dengan tabel MPN. Pewarnaan
Gram juga dilakukan sebagai uji lanjutan
dari tes pelengkap.
Higiene sanitasi dari penjual burger akan
dinilai
melalui
observasi
dengan
menggunakan lembar observasi berupa
checklist yang menyatakan 2 jawaban,
yaitu “Ya” dan “Tidak”. Checklist ini
berisi ketentuan-ketentuan higiene dan
sanitasi makanan menurut Kepmenkes RI
No. 942/Menkes/SK/VII/2003.
III. Hasil dan Pembahasan
Tes Perkiraan (Presumptive Test)
Hasil dari tes perkiraan menunjukkan
bahwa hampir semua sampel menunjukkan
hasil positif baik pada pengambilan
pertama, kedua dan ketiga. Hanya satu
sampel yaitu sampel D yang menunjukkan
135
Bunga Fatimah Ademi dan Tristia Rinanda, Deteksi Cemaran
hasil negatif dimana didapatkan tidak
terbentuknya gas berupa gelembung udara
pada tabung Durham. Hasil positif
diperoleh apabila terjadi pembentukan gas
berupa gelembung pada tabung Durham
sebanyak minimal 10% dari volume tabung
Durham. Hal ini disebabkan oleh proses
fermentasi laktosa oleh bakteri golongan
coliform yang menghasilkan gas dan
asam5.
Tes Penegasan (Confirmative Test)
Tes
penegasan
dilakukan
untuk
memisahkan E. coli dari bakteri coliform
non fecal yang tidak dapat hidup pada
suhu 44ºC6. Hasil positif ditandai
dengan pembentukan gelembung gas
pada tabung Durham. Berdasarkan tes
penegasan yang telah dilakukan, hasil
positif pada daging burger penjual kaki
lima pada pengambilan pertama adalah
sebanyak 2 sampel yaitu daging burger A
dan C (40%), kemudian pada pengambilan
kedua dan ketiga keseluruhan sampel
(100%) menunjukkan hasil positif. Hasil
positif tes penegasan pada daging burger di
restoran cepat saji pada pengambilan
pertama adalah sebanyak 3 sampel yaitu P,
Q, dan R (60%), sedangkan pada
pengambilan kedua sebanyak 100%
dimana semua sampel menunjukkan hasil
positif dan pada pengambilan ketiga
didapatkan 4 sampel menunjukkan hasil
positif yaitu P, R, S, dan T (80%).
Pada tes penegasan yang telah dilakukan
juga diperoleh beberapa sampel daging
burger yang menunjukkan hasil positif
pada tes perkiraan ternyata memiliki hasil
negatif pada tes penegasan. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel tersebut
mengandung bakteri golongan coliform
non fecal yang tidak bertahan ketika
diinkubasi dengan suhu 44ºC6.
Hasil positif pada tes penegasan
dikonfirmasikan
pada
tabel
Most
Probable Number (MPN). Hasil MPN E.
coli pada daging burger kaki lima di Desa
Kopelma Darussalam dan restoran
cepat saji di Banda Aceh yang
dinilai berdasarkan Kepmenkes RI No.
1098/Menkes/SK/VII/2003 digolongkan
menjadi 2 kelompok yaitu memenuhi
syarat (MS) dan tidak memenuhi
syarat (TMS) dapat dilihat pada Tabel 3.1
dan 3.2.
Tabel 3.1 Hasil MPN E. coli pada Daging Burger Kaki Lima di Desa Kopelma Darussalam
Pengambilan Pertama
Pengambilan Kedua
MPN E.
MPN E.
coli/ 100
Keterangan
coli/ 100
Keterangan
ml
ml
A
2,2
TMS
28
TMS
B
0
MS
4,4
TMS
C
5
TMS
5
TMS
D
MS
7,6
TMS
E
0
MS
2,2
TMS
Keterangan :
MS
: Memenuhi Syarat
TMS
: Tidak Memenuhi Syarat
Daging
Burger
Pengambilan Ketiga
MPN E.
coli/ 100
Keterangan
ml
12
TMS
240
TMS
96
TMS
2,2
TMS
7,5
TMS
Tabel 3.2 Hasil MPN E. coli pada Daging Burger Restoran Cepat Saji di Banda Aceh
Pengambilan Pertama
Pengambilan Kedua
MPN
MPN
E. coli/
Keterangan
E. coli/
Keterangan
100 ml
100 ml
P
4,4
TMS
2,2
TMS
Q
5
TMS
5
TMS
R
2,2
TMS
12
TMS
S
0
MS
7,5
TMS
T
0
MS
4
TMS
Keterangan :
MS
: Memenuhi Syarat
TMS
: Tidak Memenuhi Syarat
Daging
Burger
Pengambilan Ketiga
MPN
E. coli/
Keterangan
100 ml
21
TMS
0
MS
21
TMS
96
TMS
15
TMS
136
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 3 Desember 2011
Berdasarkan Tabel 3.1, didapatkan bahwa
pada pengambilan pertama terdapat 2
sampel (40%) tidak memenuhi syarat
dimana nilai MPN E. coli lebih dari nol
yaitu sampel A dan C. Pada pengambilan
kedua dan ketiga, didapatkan bahwa semua
sampel (100%) tidak memenuhi syarat
karena semua sampel memiliki nilai MPN
E. coli lebih dari nol. Hasil pada Tabel 3.2,
menunjukkan bahwa pada pengambilan
pertama terdapat 3 sampel daging burger
(60%) tidak memenuhi syarat (TMS) yaitu
sampel P,Q dan R. Pada pengambilan
kedua diperoleh seluruh sampel daging
burger (100%) tidak memenuhi syarat,
sedangkan
pada pengambilan ketiga
didapatkan bahwa 4 sampel daging burger
(80%) yaitu sampel P,R,S dan T tidak
memenuhi syarat. Semua sampel yang
tidak memenuhi syarat memiliki nilai MPN
E. coli lebih dari nol.
Tes Pelengkap (Completed Test)
a. Pemeriksaan dengan Media EMBA
Eosyn Methylene Blue Agar adalah salah
satu media selektif untuk E. coli.
Escherichia coli pada EMBA diidentifikasi
sebagai koloni bulat, licin dengan warna
hijau metalik dan bintik hitam di
tengahnya, sedangkan bakteri coliform non
fecal akan menghasilkan koloni berwarna
merah muda karena menfermentasi laktosa
dengan lambat5,7.
Semua sampel positif pada tes penegasan
yang ditananam pada media EMBA baik
sampel daging burger penjual kaki lima
maupun restoran cepat saji menunjukkan
koloni dengan bentuk bulat, licin, berwarna
hijau metalik dan terdapat bintik hitam di
tengah koloni yang merupakan ciri-ciri dari
bakteri E. coli.
b. Pewarnaan Gram
Pewarnaan
Gram
dilakukan
untuk
memastikan bahwa bakteri yang tumbuh
pada media EMBA adalah E. coli yang
terlihat sebagai bakteri Gram negatif pada
pemeriksaan dibawah mikroskop. Hasil
dari pewarnaan Gram yang dilakukan pada
koloni di EMBA dari hasil positif tes
penegasan adalah berupa bakteri berbentuk
batang dan berwarna merah yang
merupakan bakteri ciri-ciri bakteri E. coli.
Dari hasil pemeriksaan mikrobiologi yang
telah dilakukan pada sampel daging burger
dari 5 penjual kaki lima di Desa Kopelma
Darussalam dan 5 restoran cepat saji di
Banda Aceh hampir semuanya tercemar
oleh bakteri E. coli. Pencemaran makanan
oleh E. coli tidak terlepas dari alur atau
proses pengelolaan makanan mulai dari
pemilihan bahan makanan, penyimpanan
bahan makanan, pengolahan makanan,
penyimpanan makanan, pengangkutan dan
penyajian makanan itu sendiri. Menurut
Depkes RI tahun 2004, keenam proses
tersebut dikenal dengan prinsip higiene
sanitasi makanan8,9.
Kualitas bahan makanan yang baik dapat
dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya
seperti bentuk, warna, kesegaran, bau dan
lainnya. Penyimpanan bahan makanan
seperti daging burger harus disimpan
pada suhu tertentu menurut lama
penggunaan. Apabila daging burger
digunakan dalam 3 hari atau kurang, maka
suhu penyimpanannya harus -5ºC sampai
0ºC10,11.
Pengolahan makanan yang baik meliputi
cara pemasakan yang baik, dimana dari
segi waktu dan suhu pemasakan harus
diperhatikan. Menurut Depkes RI tahun
1989, bakteri E. coli akan mati pada suhu
60º C dalam waktu 30 menit. Oleh karena
itu daging burger harus dimasak diatas
suhu 60º C apabila waktu pemasakannya
dipersingkat agar E. coli pada daging
burger mati. Dalam proses pengolahan
makanan, menjaga kebersihan peralatan
masak yang digunakan, tempat pengolahan
dan kebersihan penjamah makanan
menjadi hal yang juga penting untuk
diperhatikan. Peralatan masak yang
digunakan tidak boleh dicampur adukan
fungsi penggunaannya karena dapat
menimbulkan kontaminasi3,10.
Tempat
pengolahan
makanan
ini
memerlukan sanitasi, baik dari segi
kontruksinya, perlengkapan yang ada
maupun tata letak perlengkapan yang ada.
137
Bunga Fatimah Ademi dan Tristia Rinanda, Deteksi Cemaran
Adapun syarat-syarat tempat pengolahan
makanan yang baik adalah memenuhi
syarat-syarat kesehatan, harus selalu
bersih, terlindung dari insekta dan binatang
pengerat lainnya12.
Tahap penting lainnya adalah penyajian
makanan, karena pada tahap ini
mikroorganisme dapat berkembang biak
dan dapat mencemari makanan. Menurut
penelitian yang dilakukan Djaja (2003),
terdapat kontaminasi terhadap makanan
disajikan dengan rata-rata sebanyak 12,2%
pada beberapa jenis TPM di Jakarta12,13.
Saat penyajian, makanan harus diletakkan
pada wadah yang tertutup seperti yang
disebutkan dalam Kepmenkes RI No.
1098/Menkes/SK/VII/2003. Selain itu,
higiene perorangan penjamah makanan
juga sangat mempengaruhi terjadinya
pencemaran oleh bakteri. Keberadaan
bakteri seperti E. coli pada tangan
penjamah makanan dapat terjadi karena
setelah buang air besar, penjamah makanan
tidak mencuci tangan dengan bersih14.
Perbandingan Tingkat Cemaran E. coli
pada Daging Burger Kaki Lima di Desa
Kopelma Darussalam dan Restoran
Cepat Saji di Banda Aceh.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah
dilakukan pada pengambilan pertama
terdapat kontaminasi E. coli pada sampel
daging burger penjual kaki lima sebanyak
40% dan pada sampel daging burger
restoran cepat saji sebanyak 60% dengan
kisaran nilai MPN E. coli pada kedua jenis
sampel adalah 2,2/100 ml hingga 5/100 ml.
Pada pengambilan kedua didapatkan
kontaminasi E. coli sebanyak 100% baik
pada sampel daging burger penjual kaki
lima maupun pada sampel daging burger
restoran cepat saji. Kisaran nilai MPN E.
coli pada sampel daging burger penjual
kaki lima adalah 2,2/100 ml hingga 28/100
ml dan pada sampel restoran cepat saji
adalah 2,2/100 ml hingga 12/100 ml. Pada
pengambilan ketiga diperoleh kontaminasi
E. coli pada sampel daging burger penjual
kaki lima sebanyak 100% dan pada sampel
daging burger restoran cepat saji sebanyak
80%. Kisaran nilai MPN E. coli pada
sampel daging burger kaki lima adalah
sebanyak 2,2/100 ml hingga 240/100 ml,
sedangkan pada sampel daging burger
restoran cepat saji adalah sebanyak 15/100
ml hingga 96/100 ml.
Perbandingan tingkat cemaran E. coli pada
sampel daging burger penjual kaki lima di
Desa Kopelma Darussalam dan restoran
cepat saji di Banda Aceh pada
pengambilan pertama, kedua dan ketiga
dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Perbandingan Tingkat Cemaran E. coli pada Daging Burger Penjual Kaki Lima di
Desa Kopelma Darussalam dan Restoran Cepat Saji di Banda Aceh
Daging Burger
Pengambilan
Pertama
MPN E. coli / 100 ml
Persentase
Pengambilan Kedua
MPN E. coli / 100 ml
Persentase
Pengambilan Ketiga
MPN E. coli / 100 ml
Persentase
Penjual Kaki Lima
2,2
0
5
0
0
40%
28
4,4
5
7,6
2,2
100%
12
240
96
2,2
7,5
100%
Restoran Cepat Saji
4,4
5
2,2
0
0
60%
2,2
5
12
7,5
4
100%
21
0
21
96
15
80%
138
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 3 Desember 2011
Pemeriksaan yang dilakukan
pada
pengambilan pertama menunjukkan bahwa
lebih banyak sampel daging burger
restoran cepat saji yang terkontaminasi E.
coli dibandingkan dengan sampel daging
burger penjual kaki lima. Selanjutnya pada
pengambilan kedua dan ketiga juga
menunjukkan bahwa nilai MPN E. coli
pada daging burger restoran cepat saji
cukup tinggi. Pencemaran daging burger
pada restoran cepat saji dapat disebabkan
oleh faktor-faktor dalam pengelolaan
makanan yang termasuk dalam 6 prinsip
higiene sanitasi makanan.
Pemilihan daging burger yang tidak
berkualitas dan penyimpanan yang kurang
baik dapat membuat daging burger rusak
dan tercemar oleh bakteri seperti E. coli.
Selanjutnya faktor pengolahan makanan
seperti cara pemasakan, peralatan serta
faktor tangan penjamah makanan pada
restoran
cepat
saji
juga
sangat
mempengaruhi terjadinya pencemaran E.
coli. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Djaja (2003), kontaminasi tangan
pengolah makanan lebih tinggi pada
restoran
yaitu
sebanyak
18,8%
dibandingkan oleh pedagang kaki lima
yang sebanyak 12,9%. Kontaminasi bakteri
pada tangan penjamah makanan dapat
disebabkan penjamah tidak mencuci
tangan ataupun tidak menggunakan sarung
tangan saat menjamah makanan9,13.
Penggunaan pembungkus seperti kertas
untuk penyajian makanan yang biasa
digunakan oleh restoran cepat saji dapat
juga menjadi sumber pencermaran jika
bahan-bahan tersebut tidak dalam keadaan
bersih. Meskipun restoran cepat saji
merupakan tempat penjualan makanan
yang sudah terstandar dan memiliki ijin,
pencemaran pada daging burger dapat
terjadi pada semua tahap pengolahan
makanan mulai dari pemilihan makanan
hingga penyajiannya. Oleh karena itu
makanan harus dikelola dengan baik agar
aman untuk dikonsumsi.
Nilai MPN E. coli pada daging burger
penjual kaki lima cukup tinggi terutama
pada pengambilan kedua dan ketiga.
Berdasarkan observasi terhadap 2 prinsip
higiene sanitasi makanan pada penjual
burger kaki lima, didapatkan bahwa semua
penjual tidak memenuhi syarat higiene
sanitasi pada tahap pengolahan dan
penyajian makanan. Observasi dilakukan
dengan menggunakan checklist yang
merujuk kepada Kepmenkes RI No.
942/Menkes/SK/VII/2003.
Tabel 3.4 Observasi Higiene Sanitasi pada Penjual Burger Kaki Lima di Desa Kopelma
Darussalam
Penjual
A
B
C
D
E
Keterangan:
Pengolahan Daging Burger
Tempat
Penjamah
Peralatan
Pengolahan
Makanan
Makanan
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
MS
TMS
MS
: Memenuhi Syarat
TMS
: Tidak Memenuhi Syarat
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa
semua penjual burger kaki lima memiliki
higiene dan sanitasi yang tidak memenuhi
syarat hampir di semua tahap
pengolahan dan penyajian daging burger.
Penjual B, C dan D didapatkan tidak
Penyajian daging
Burger
TMS
TMS
TMS
TMS
TMS
menggunakan celemek, tutup kepala,
sarung tangan serta tidak mencuci tangan
saat menjamah makanan. Penjual A
menggunakan sarung tangan tetapi penjual
tersebut juga tetap memakai sarung
tangannya saat memegang alat-alat lain
139
Bunga Fatimah Ademi dan Tristia Rinanda, Deteksi Cemaran
seperti kompor. Selanjutnya Penjual E,
selain tidak menggunakan celemek, tutup
kepala, sarung tangan dan tidak mencuci
tangan, penjual ini juga terlihat menggaruk
anggota
badannya
saat
menangani
makanan.
Menurut penelitian Susanna (2003), 85%
penjamah makanan tidak menggunakan
celemek ketika menjamah makanan dan
tidak ada penjamah makanan yang
menggunakan tutup kepala pada penelitian
yang dilakukan. Kebiasaan tidak mencuci
tangan sebelum menangani makanan
merupakan sumber pencemaran yang
cukup berpengaruh terhadap kebersihan
makanan15,16. Menurut Agustina (2009),
terdapat 86,9% dari jumlah 23 responden
pedagang makanan jajanan yang diteliti
tidak mencuci tangan dan 69,9% tidak
menggunakan
sarung
tangan
saat
menjamah makanan. Sentuhan tangan
merupakan penyebab yang paling umum
terjadinya
pencemaran
makanan.
Mikroorganisme yang melekat pada tangan
akan berpindah ke dalam makanan dan
akan berkembang biak dalam makanan17.
Peralatan yang digunakan oleh penjual A,
B, C dan D dicuci dengan air yang
ada dalam ember. Hal ini serupa
dengan hasil observasi yang dilakukan
Agustina (2009) dimana semua pedagang
makanan yang diteliti mencuci peralatan
dengan cara dicelupkan ke dalam seember
air. Menurut Kepmenkes RI No.
942/Menkes/SK/VII/2003, peralatan yang
digunakan untuk menangani makanan
harus dicuci dengan air mengalir.
Berdasarkan hasil observasi, diketahui
bahwa kelima penjual burger kaki lima
terletak dekat dengan sumber pencemaran
seperti jalan raya, selokan dan terdapat
vektor pembawa mikroorganisme seperti
lalat. Menurut penelitian yang dilakukan
Ginting (2005) terhadap 10 lokasi
pedagang burger kaki lima disekitar
kampus USU Medan, ternyata seluruh
tempat penjualan (100%) berada dekat
sumber pencemaran seperti debu, asap dan
serangga. Hal ini menjadi faktor yang
memungkinkan daging burger yang dijual
oleh pedagang kaki lima untuk lebih
banyak terkontaminasi oleh bakteri seperti
E. coli dibandingkan daging burger
restoran cepat saji3.
Menurut
Kepmenkes
RI
No.
942/Menkes/SK/VII/2003, sebuah tempat
pengolahan makanan harus memiliki
tempat sampah yang tertutup, namun dari
observasi yang dilakukan, ternyata semua
tempat penjual burger kaki lima memiliki
tempat sampah yang terbuka. Hal ini
dapat menjadi sumber kontaminasi
makanan
karena
sampah
tersebut
dapat mendatangkan vektor pembawa
mikroorganisme.
Pada tahap penyajian didapatkan bahwa
semua penjual burger melakukan kontak
langsung dengan makanan. Hal ini
tidak sesuai dengan higiene dan sanitasi
pada makanan menurut Kepmenkes
RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 yang
menyatakan bahwa penyaji tidak boleh
melakukan kontak langsung terhadap
makanan yang disajikan. Selanjutnya
pembungkus yang digunakan untuk
menyajikan makanan oleh penjual B dan C
tercemar karena diletakkan diatas meja
tanpa pelindung. Pembungkus makanan
yang tidak disimpan dengan baik atau
diletakkan di atas meja dapat terpapar oleh
debu yang kemudian dapat mencemari
makanan yang disajikan.
Tahap lain yang dapat menyebabkan
pencemaran E. coli pada makanan adalah
pemilihan bahan makanan, penyimpanan
bahan makanan, penyimpanan makanan
masak dan pengangkutan makanan yang
merupakan 4 prinsip higiene sanitasi yang
tidak dapat diobservasi dalam penelitian
ini. Pemilihan dan penyimpanan bahan
makanan yang salah dapat menimbulkan
pencemaran makanan seperti daging
burger. Menurut Djaja (2007) terdapat
kontaminasi
pada
bahan
makanan
sebanyak rata-rata 40% pada beberapa
jenis TPM di Jakarta13. Angka ini cukup
tinggi dibandingkan dengan angka
kontaminasi oleh penjamah makanan
maupun kontaminasi pada saat makanan
140
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 3 Desember 2011
disajikan. Oleh karena itu bahan makanan
seperti
daging
burger
seharusnya
memiliki kualitas yang baik dan disimpan
pada suhu tertentu sesuai dengan lama
penggunaannya. Penyimpanan makanan
masak dan pengangkutan makanan masak
dalam penelitian ini tidak dapat dinilai
karena sampel daging burger yang dibeli
langsung disajikan oleh pedagang tanpa
melalui
tahap
penyimpanan
dan
pengangkutan.
IV. Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap
sampel daging burger dari 5 penjual kaki
lima di Desa Kopelma Darussalam dan 5
restoran cepat saji di Banda Aceh
menunjukkan bahwa pada pengambilan
pertama didapatkan 40% sampel daging
burger penjual kaki lima dan 60% sampel
daging burger restoran cepat saji tercemar
E. coli. Pada pengambilan kedua
didapatkan 100% sampel daging burger
baik dari penjual kaki lima maupun
restoran cepat saji tercemar E. coli. Pada
pengambilan ketiga didapatkan 100%
sampel daging burger penjual kaki lima
dan 80% sampel daging burger restoran
cepat saji tercemar E. coli. Semua sampel
yang tercemar oleh E. coli tidak memenuhi
syarat ketentuan Kepmenkes RI No.
1098/Menkes/SK/VII/2003 dimana ratarata nilai MPN E. coli lebih tinggi pada
sampel daging burger penjual kaki lima di
Desa Kopelma Darussalam dibandingkan
sampel daging burger restoran cepat saji di
Banda Aceh.
Hasil observasi pada penjual burger kaki
lima menunjukkan bahwa semua penjual
tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi
pada tahap pengolahan dan penyajian
makanan. Pencemaran E. coli pada daging
burger penjual kaki lima maupun restoran
cepat saji dapat terjadi pada semua tahap
pengelolaan
makanan,
mulai
dari
pemilihan bahan makanan sampai pada
tahap penyajiannya. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya peningkatan higiene dan
sanitasi baik pada penjual kaki lima
maupun restoran cepat saji dan perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui faktor penyebab dan sumber
pencemaran bakteri E. coli pada daging
burger yang dijual oleh penjual kaki lima
maupun restoran cepat saji serta penelitian
lebih lanjut tentang proses pengolahan
daging burger pada restoran cepat saji
secara lebih spesifik.
V. Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BPOM RI. 2008. Pengujian Mikrobiologi
Pangan. Jakarta: Info POM. 9(2) pp. 1-9
Umasangaji, MS. 2011. Keracunan
Makanan. Skripsi. Ternate: Jurusan Gizi
Politeknik
Kesehatan
Kementrian
Kesehatan
Ginting, EP. 2005. Kandungan Bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. pada
Daging Burger yang Dijual di Sekitar
Kampus USU Medan Tahun 2005.
Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatra Utara
Heryanti, E. 2009. Hubungan Kebiasaan
Konsumsi Makanan Cepat Saji (fast food
modern), Aktivitas Fisik, dan Faktor
Lainnya Dengan Status Gizi Pada
Mahasiswa Penghuni Asrama UI Depok
Tahun 2009. Skripsi. Depok: Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Indonesia
Shodikin, MA. 2007. Kontaminasi Bakteri
Coliform pada Air Es yang Digunakan
oleh Pedagang Kaki Lima di Sekitar
Kampus Universitas Jember. Biomedis 1
(1) pp. 26-33
Widiyanti, NLPM., Ristianti, NP. 2004.
Analisis Kualitatif Bakteri Koliform Pada
Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota
Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan
3(1) pp. 64-73
Marlina, ET., Harlia, E., Astuti, YH.
2011. Evaluasi Jumlah Bakteri Kelompok
Koliform pada Susu Perah di TPS
Cimanggung Tandangsari. Lokakarya
Nasional Keamanan Pangan Produk
Peternakan pp. 69-73
Husain, Albasar, MI. 2011. Keberadaan
Escherichia coli Pada Makanan Siap Saji
141
Bunga Fatimah Ademi dan Tristia Rinanda, Deteksi Cemaran
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Di Instalasi Gizi Badan Rumah Sakit
Umum Daerah Luwuk Kabupaten
Banggai. Skripsi. Luwuk : Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Tompotika Luwuk
Purnamasari, IA. 2009. Hygiene Sanitasi
dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri
Escherichia coli Pada Es Krim Yang
Dijajakan di Kecamatan Medan Petisah
Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Medan:
Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
Kusmayadi, A., Sukandar, D. 2007. Cara
Memilih dan Mengolah Makanan Untuk
Perbaikan
Gizi
Masyarakat.
[email protected] [diakses pada: 3
Maret 2012]
Mukono, HJ. 2000. Prinsip Dasar
Kesehatan
Lingkungan.
Surabaya:
Airlangga University Press
Yunita, NLP., Dwipayanti, NMU. 2010.
Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo
Berdasarkan Angka Lempeng Total,
Coliform
Total
Dan
Kandungan
Escherichia coli. Jurnal Biologi XIV (1)
pp. 15-9.
Djaja, IM. 2008. Kontaminasi E. coli pada
Makanan Dari Tiga Jenis Tempat
Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta
Selatan 2003. Makara 12(1) pp. 36-41.
Taylor, H., Brown, K., Toivenne, J. 2002.
A Microbiological Evaluation of Warm
Air Hand Driers with Respect to Hand
Hygiene
and
The
Washroom
Environment. J. Appl. Microbiol. 89 pp.
910-9.
Susanna, D., Budi, H. 2003. Pemantauan
Kualitas Makanan Ketoprak dan GadoGado di Lingkungan Kampus UI Depok
Melalui
Pemeriksaan
Bakteriologis.
Makara 7(1) pp. 21-9
Arisman. 2000. Identifikasi Perilaku
Penjamah Makanan yang Beresiko
Sebagai Sumber Keracunan Makanan.
Laporan Penelitian. Palembang: Lembaga
Penelitian Universitas Sriwijaya
Agustina, F., Pambayun, R., Febry, F.
2009. Higiene dan Sanitasi pada Pedagang
Makanan
Jajanan
Tradisional
di
Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan
Demang Lebar Daun Palembang tahun
2009. Jurnal Ilmiah Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya
142
Download