PENGGUNAAN TEORI INSTITUSIONAL DALAM PENELITIAN

advertisement
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012 (SNATI 2012)
Yogyakarta, 15-16 Juni 2012
ISSN: 1907-5022
PENGGUNAAN TEORI INSTITUSIONAL DALAM PENELITIAN TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI INDONESIA
Agung Darono 1
Balai Diklat Keuangan Malang, Kementerian Keuangan RI
Jl.Ahmad Yani Utara Nomor 200 Malang 65125
Telp. (0341)491527, Faks. (0341)492251
E-mail: [email protected]
1
ABSTRAK
Terdapat banyak faktor sosial (non-teknologi) yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi sistem
informasi sebagai perangkat manajerial organisasi. Beberapa peneliti telah mengidentifikasi bahwa salah satu
faktor tersebut adalah faktor institusional. Faktor institusional merupakan hal yang sulit (jika tidak dapat
dikatakan “tidak mungkin”) terpisahkan dari keberadaan sistem informasi dalam suatu organisasi. Berbagai
faktor institusional tersebut dapat diidentifikasi dalam berbagai area praktik TIK, mulai dari penetapan strategi,
siklus akuisisi/pengembangan sistem, operasionalisasi sistem informasi hingga tata kelola organisasi. Penelitian
dengan menggunakan analisis wacana, ini berusaha untuk menyajikan fakta bahwa terdapat faktor-faktor
institusional yang sebaiknya dipertimbangkan dalam implementasi sistem/teknologi informasi untuk melengkapi
berbagai faktor (pendekatan) teknis-informatika lainnya. Tulisan ini menampilkan ide-ide utama dari teori
institusional yang berkaitan dengan implementasi TIK disertai dengan beberapa deskripsi kasus singkat.
Pemahaman akan hal ini diharapkan membuat para peneliti/praktisi TIK dapat menganalisis berbagai artifak
TIK, tidak hanya dari sudut pandang teknis semata namun juga sebagai bagian dari struktur sosial yang lebih
luas.
Kata kunci: teori institusional, penelitian, TIK
1.
PENDAHULUAN
Organisasi dan masyarakat seharusnya tidak
lagi memandang implementasi sistem informasi
berbasis teknologi informasi hanya dengan
menggunakan
sudut
pandang
determinisme
teknologi. Dalam konteks ini, kemampuan dan
penguasaan teknologi (TIK) bukanlah satu-satunya
faktor kesuksesan implementasi dan operasionalisasi
suatu sistem. Kesadaran akan pentingnya aspekaspek institusional yang berkaitan dengan
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) secara umum ataupun dalam implementasi
sistem informasi di suatu industri/organisasi telah
menjadi salah topik menarik dalam penelitian sistem
informasi.
Terdapat banyak faktor di luar teknologi yang
dapat memengaruhi kesuksesan implementasi sistem
informasi (Orlikowski, 1991; Svejvig, 2010).
Penelitian yang dilakukan antara lain oleh Dhillon
dkk. (2011), Henningsson dan Henriksen (2011),
Wahid (2011), Priyatma dan Mohammed (2010),
Darono
(2010),
ataupun
Markus
(1983)
menunjukkan
bahwa
penggunaan
teknologi
informasi tidak dapat dilepaskan dari berbagai
konteks organisasional, kepemimpinan, sosial,
budaya,
ataupun
politik
dalam
suatu
organisasi/masyarakat/negara.
Menyadari bahwa terdapat banyak faktor
sosial-non-teknologi yang dapat memengaruhi
keberhasilan suatu sistem informasi maka Profesor
Rob Kling dan rekan-rekannya pada tahun 1996
membangun satu disiplin baru yang kemudian ia
namakan sebagai Informatika Sosial (Syahra, 2006).
Kling (1999) mendefinisikan Informatika Sosial
sebagai kajian multi-disiplin tentang perancangan,
penggunaan dan berbagai konsekuensi teknologi
informasi dengan menyertakan interaksi berbagai hal
tersebut
dengan
konteks
budaya
dan
institusionalnya. Pemilihan istilah “institusional”
dalam definisi Informatika Sosial yang diberikan
Kling tersebut tentunya mempunyai alasan
tersendiri. Beberapa hal ini mengisyaratkan bahwa
aspek institusional yang berkaitan dengan sistem
informasi merupakan satu hal yang perlu
mendapatkan perhatian khusus.
Beberapa peneliti juga telah mengungkapkan
arti penting aspek institusional dalam sistem
informasi ini sebagai tema penelitiannya. Laporan
OECD (Storz dan Moerke, 2007, h.3) menyebutkan
bahwa TIK merupakan teknologi yang dapat
mendorong pertumbuhan (drivers of growth)
masyarakat dalam suatu negara. Lebih jauh
ditekankan, bahwa negara yang tidak berhasil
memapankan industri berbasis TIK-nya maka ia
akan kehilangan kesempatan untuk tumbuh, dan
untuk itu diharapkan segera mengembangkan
kebijakan yang mendukung TIK. Storz dan Moerke
selanjutnya menelaah bagaimana pentingnya
dukungan institusional terhadap industri TIK dan
kemudian membandingkan keberadaan dukungan
institusional tersebut di tiga negara yang berbeda
(Amerika Serikat, Jepang dan Jerman).
Lebih mendalam dan detil lagi, Rowland
(2008) menggunakan teori institusional ini untuk
meneliti berbagai aspek yang berkaitan dengan
manajemen pengembangan sistem informasi (system
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012 (SNATI 2012)
Yogyakarta, 15-16 Juni 2012
development
management/SDM).
Rowland
menyimpulkan bahwa:
“... The findings show how the SDM exerts its
influence in the bank through a combination of
shared regulative, normative, and culturalcognitive elements. As a second contribution to
research, the study operationalises a framework
derived from new institutional theory that
integrates elements of a social actor model
outside its original domain to provide a deeper
understanding of the institutional forces at play
in information systems development. All these
findings are significant in that they draw
attention to the role of institutional carriers,
control structures, conflicting interests, and
power that appear largely outside the domain of
the systems developer.”
Lalu, bagaimana halnya dengan penelitian
sejenis yang dilakukan di Indonesia? Sejauh
penelusuran peneliti, belum banyak penelitian di
bidang sistem informasi di Indonesia yang
menggunakan teori institusional. Penelitian tersebut
antara lain: Pendit (2005), Utama (2007),
Pangaribuan (2008), Perdana (2011), dan Darono
(2011).
Berdasarkan berbagai uraian di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek institusional
merupakan hal yang sulit terpisahkan dari
keberadaan sistem informasi dalam suatu organisasi.
Aspek institusional ini juga dapat diidentifikasi
dalam berbagai area praktik TIK, mulai dari
penetapan strategi, siklus akuisisi/pengembangan
sistem, operasionalisasi sistem informasi hingga tata
kelola organisasi. Hal inilah yang memotivasi
penelitian ini untuk mengeksplorasi bagaimana teori
institusional ini dapat digunakan dalam penelitian
TIK.
2.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan (atau teknik
penelitian) analisis wacana (discourse analysis) atau
disebut juga analisis teks (Hamad, 2004; BPPK,
2009).
Analisis wacana lebih menekankan
pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori
sebagaimana yang dilakukan dalam analisis isi
(content analysis). Analisis wacana cenderung
memfokuskan pada pesan laten (tersembunyi) dari
makna suatu pesan dengan demikian tidak bisa
hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak nyata
dalam teks, namun harus dianalisis dari makna yang
tersembunyi. Kecenderungan analisis wacana adalah
memunculkan muatan, nuansa, dan makna dalam
teks (Eriyanto, 2002; Hamad, 2004)
Mengacu Rahardjo, (2010), alasan peneliti
menggunakan pendekatan
ini adalah karena
pendekatan ini menitikberatkan pada analisis atau
interpretasi bahan tertulis berdasarkan konteksnya.
Dalam pendekatan analisis teks ini, sumber data
penelitian dapat berupa dokumen/catatan yang
ISSN: 1907-5022
terpublikasikan, buku teks, surat kabar, majalah,
surat-surat, film, catatan harian, naskah, artikel, dan
sejenisnya. Pendekatan ini jenis ini juga dapat
menggali pikiran seseorang yang tertuang di dalam
buku atau naskah-naskah yang terpublikasikan.
Pendekatan ini nantinya akan memberikan gambaran
atas suatu topik yang berkenaan untuk kemudian
mengemukakan berbagai implikasi yang timbul.
Merujuk
Riduan,
(2008)
upaya
penginterpretasian
teks
untuk
memperoleh
pemahaman ini dikenal sebagai hermeneutika
(hermeneutics). Dalam pandangan ini, pemanfaatan
TIK dalam suatu organisasi merupakan suatu teks.
Artinya, pemanfaatan tersebut harus tidak dapat
dilepaskan dari konteks, yaitu tergantung pada siapa
yang menafsirkan, waktu, situasi, kepentingan atau
tujuan
pembacaan,
pengetahuan,
kebiasaan,
pengalaman, serta latar belakang lainnya. Menurut
Rahardjo Rahardjo, (2010), pendekatan ini bersifat
deskriptif, tidak bertujuan untuk menguji hipotesis
atau membuktikan keabsahan teori. Analisis dalam
pendekatan ini merupakan suatu eksplorasi atas
konsekuensi yang muncul dari topik penelitian.
3.
TEORI INSTITUSIONAL: RUANG
LINGKUP KAJIAN
Secara terminologi, institusional berasal dari
kata institusi. Beberapa pakar sosiologi di Indonesia
mencoba untuk memberikan padanan kata institusi
ini ke dalam Bahasa Indonesia. Soemardjan, Tan
dan Bachtiar memberikan padanan “lembaga
kemasyarakatan”. Sementara itu Koentjaraningrat
memberikan istilah “pranata” (Sunarto, 2004).
Sedangkan, Deliarnov (2006) dan juga Rachbini ()
memadankan
istilah
institusi
ini
dengan
“kelembagaan”. Tulisan ini menggunakan tetap
menggunakan istilah institusi semata-mata untuk
kepentingan praktis agar tidak rancu dengan
pengertian lembaga yang sering diartikan secara
sempit sebagai organisasi ataupun pranata yang
memang sangat jarang digunakan
Banyak definisi yang diberikan untuk istilah
institusi ini. Peneliti lebih cenderung untuk
mengemukakan beberapa karakteristik dari apa yang
nantinya bisa disebut sebagai institusi. Menurut
Gillin dan Gillin dalam Manggolo (2011),
karakteristik sebuah institusi adalah: (1) berupa
organisasi pemikiran; (2) mempunyai tingkat
kekekalan tertentu; (3) mempunyai tujuan yang
ingin dicapai; (4) mempunyai perangkat untuk
mencapai tujuannya; (5) dalam bentuk simbolsimbol; (6) memiliki dokumentasi baik tertulis
maupun tak-tertulis. Berdasarkan karakteristik
tersebut peneliti memilih definisi yang cukup
mewakili sebagaimana yang disampaikan oleh
Surbakti (2011), institusi adalah pola-pola perilaku
yang stabil, bermakna dan berulang-ulang.
Teori institusional berangkat dari kajiankajian di bidang sosiologi. Sunarto (2004, h. 53)
mengungkapkan pendapat Emile Durkheim yang
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012 (SNATI 2012)
Yogyakarta, 15-16 Juni 2012
menyatakan studi sosilogi adalah studi tentang
institusi. Selanjutnya Sunarto menjelaskan bahwa
istilah institusi ini berkembang ke disiplin ekonomi,
politik, hukum ataupun studi organisasi. Merujuk
Powell (2007), dalam ranah sosiologi organisasi ini,
muncullah nama-nama seperti John Meyer, Brian
Rowan, Richard Scott ataupun Lynne Zucker
sebagai pembawa ide neo-institusionalisme. Dalam
pandangan mereka ini struktur organisasi formal
tidak hanya merefleksikan permintaan teknis dan
kebergantuan sumber daya namun juga membentuk
tekanan institusional, termasuk mitos-mitos yang
dirasionalkan, legitimasi pengetahuan melalui
pendidikan, profesi, opini publik ataupun hukum.
Para
pendukung
neo-institusionalisme
ini
menekankan bahwa organisasi terbenam dalam
lingkungan sosial dan politik sehingga praktikpraktik dan sturktur organisasional sering berupa
refleksi
atau
tanggapan
terhadap
aturan,
kepercayaan, kebiasan yang sudah terbangung dalam
lingkungan yang lebih luas.
Scott (2004) mengemukakan bahwa teori
institusional memberi perhatian yang mendalam dan
sungguh-sungguh pada struktur sosial. Teori ini
memperhatikan bagaimana struktur, seperti skema,
aturan, norma dan rutin, menjadi bentuk yang
bersifat otoritatif untuk terjadinya perilaku sosial.
Teori institusional mempertanyakan bagaimana halhal tersebut dibuat, berpadu, diadaptasi dalam ruang
dan waktu. Merujuk Gerhard Linski dalam Sunarto
(2004) dan juga Svejvig (2010) teori institusional
dapat membahas perilaku sosial baik dalam jenjang
makro-struktur,
meso-struktur ataupun mikrostruktur.
4.
PERSPEKTIF INSTITUSIONAL DALAM
PENELITIAN TIK: MENGAPA
PENTING?
Sejalan
dengan
perkembangan
teori
institusional dalam kajian sosiologi organisasi, para
sosiolog juga mulai memperhatikan peranan TIK
sebagai salah satu faktor yang dapat memicu
perubahan sosial. Sugihartati
(2011) mengacu
Daniel Bell yang pada awal 1970an menyatakan
akan munculnya masyarakat pasca-industri di mana
pada masyarakat tersebut informasi serta teknologi
informasilah yang menjadi kekuatan utama
penggerak dinamika masyarakat dan perubahan
sosial. Selanjutnya Bell menekankan bahwa dalam
konteks hubungan dan interaksi antar manusia,
termasuk kompetisi di antara mereka, informasi
merupakan sumber daya dasarnya. Bahkan hal ini
juga memengaruhi materi pekerjaan manusia pada
umumnya yang bergeser menjadi
bagaimana
mereka mengelola informasi untuk kepentingan
sosial, ekonomi maupun politik.
Selain Bell, pakar sosiologi yang juga
menyatakan peran penting TIK dalam perubahan
sturktur sosial adalah Manuel Castell sebagaimana
dikutip
Sugihartati
(2011)
mengemukakan
ISSN: 1907-5022
munculnya network enterprise. Bentuk ini adalah
suatu perusahaan yang sistem sarananya dibangun
dari titik temu sejumlah segmen dengan sistem
tujuan otonom. Jaringan dalam konteks ini adalah
serangkaian simpul yang terkait satu sama lain.
Wujud nyatanya adalah perusahaan multinasional
yang menggurita di berbagai negara karena
didukung oleh kemampuan teknologi informasi yang
terintegrasi.
Beranjak dari berbagai prediksi di atas dan
bahkan beberapa dari prediksi tersebut sudah terjadi
maka memang diperlukan satu perspektif yang
berbeda untuk melihat keberadaan TIK dalam suatu
organisasi/masyarakat. Hal inilah yang akhirnya
menjadi jawaban dari pertanyaan dalam sub-judul
ini, mengapa perspektif institusional untuk
penelitian (dan juga praktik-operasional) TIK itu
penting.
Lebih jauh, agar perspektif ini dapat
dioperasionalisasikan, peneliti mengungkapkan
beberapa hasil penelitian terdahulu tentang
bagaimana teori institusional ini dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan penelitian TIK. Orlikowski dan
Barley (2001) mengemukakan teori institusional ini
dapat memberikan analisis alternatif dengan:
“develop a more structural and systemic
understanding for how technologies are
embedded in complex interdependent social,
economic, and political networks, and how they
are consequently shaped by such broader
institutional influences”
Sementara itu, secara lebih luas dan detil
Svejvig (2010) mengemukakan adanya ide-ide
utama (key features) dalam teori institusional yang
berkaitan dengan penelitian TIK. Walaupun Svejvig
menyebutkan spesifik dalam konteks penelitian
enterprise system namun dalam hemat peneliti hal
ini juga dapat diterapkan untukanalisis pemanfaatan
TIK dalam organisasi secara umum (Tabel 1).
Pemahaman akan key feature ini diharapkan
membuat para peneliti TIK dapat menganalisis
berbagai artifak TIK tidak hanya dari sudut pandang
teknis semata namun juga sebagai bagian dari
struktur sosial yang lebih luas.
Tabel 1. Key Features Teori Institusional untuk
Penelitian TIK (Svejvig, 2010)
Key Feature
Deskripsi
Tekanan
Tekanan dapat bersifat
kompetitif dan
koersif, normatif ataupun
institusional yang kognitif;
mengarah pada
Situasi sosial berisi
isomorfisme
elemen non-rasional dan
rasional yang saling
memengaruhi
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012 (SNATI 2012)
Yogyakarta, 15-16 Juni 2012
Key Feature
Mitos-mitos yang
dirasionalisasikan
Analisis
bertingkat yang
menghubungkan
antara strukturmakro dengan
struktur-mikro
Logika
institutional
Deskripsi
Mitos yang
dirasionalisasikan
berkaitan dengan
prosedur-prosedur teknis,
akuntansi, seleksi
personalia, ataupun
pemprosesan data;
Hal-hal tersebut
terinstitusionalisasikan
sebagai sesuatu yang
pantas, rasional, modern
walaupun belum tentu
efisien
Teori instituisonal dapat
diaplikasikan pada
berbagai tingkatan sejak
dari masyarakatm,
organisasi, sampai
dengan orang;
Proses top-down
membentuk struktur
yang lebih rendah;
Sementara proses
bottom-up mereproduksi
dan mengubah konteks
dimana mereka
beroperasi
Logika institutional
adalah serangkaian
bentuk praktis dan
simbolik yang
menghubungkan institusi
dan tindakan dan hal ini
memungkinkan
hubungan antara
perspektif struktur dan
proses-mikro
5.
BEBERAPA KASUS
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian
sebelumnya bahwa teori institusional dapat dipilih
sebagai alat analisis dalam penelitian TIK karena
karakterisitknya yang dapat menelaah berbagai
perilaku yang terjadi dalam suatu struktur sosial.
Termasuk dalam hal ini adalah beberapa kasus yang
terkait dengan pemanfaatan TIK sebagai perangkat
manajerial organisasi. Berikut adalah beberapa kasus
yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK dalam
(hubungan-antar) organisasi yang dapat dilihat
secara lebih komprehensif dengan menggunakan
perspektif teori institusional.
Sistem “Kluster” dalam Bisnis Pulsa
Telepon Elektrik
Kasus ini menarik perhatian karena sempat
terjadi demo oleh para pengusaha “server-pulsa”
yang tidak dapat berjualan pulsa elektrik secara
bebas karena adanya sistem penjatahan (“kluster”)
5.1
ISSN: 1907-5022
dari para operator telepon seluler. Hal yang cukup
menarik dari kasus ini adalah sebenarnya para
pengusaha “server-pulsa” ini mencoba mengatasi
sistem penjatahan tersebut dengan menggunakan
mekanisme saling tukar persediaan (stok) pulsa
dengan cara Host-to-Host berbasis satu protokol
antar mereka yang mereka namakan “Protokol
Bandung”.
5.2
Pembatalan e-Reporting bagi Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Kasus ini adalah bagaimana Bursa Efek
Jakarta
(sekarang
Bursa
Efek
Indonesia)
membatalkan ketentuan tentang e-Reporting karena
adanya keputusan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) yang menyatakan adanya praktik
bisnis tidak sehat dalam pelaksanaan e-Reporting
tersebut.
“... BEJ resmi mencabut surat edaran No. SE009/BEJ/10-2004, tanggal 5 Oktober 2004 tentang
penerapan penyampaian laporan oleh perusahaan
tercatat melalui sistem JSX e-reporting dan
monitoring.
BEJ sempat menyetujui untuk menggunakan PT
Limas Stokhomindo Tbk sebagai vendor sistem ereporting. Namun kemudian penunjukan itu
dibatalkan. PT Limas Stokhomindo menjadi
penyedia jasa pelaporan data emiten secara
elektronik (e-reporting) menyusul tudingan tidak
adanya transparansi menyangkut penunjukkan PT
Limas.
Akibatnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) memeriksa BEJ dan Limas. Keduanya akan
diperiksa karena diduga melanggar praktek anti
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Melihat hal itu, Bapepam berulang kali meminta
manajemen BEJ untuk mengkaji ulang penunjukan
PT Limas tersebut ...”.
(Sumber: http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=126146)
5.3
Penghimpunan Data dan Informasi yang
Berkaitan dengan Perpajakan
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 31/2012 tentang Pemberian dan
Penghimpunan Data Dan Informasi yang Berkaitan
dengan Perpajakan. Peraturan ini merupakan aturan
pelaksanaan dari Pasal 35A UU Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Hal menarik yang
perlu dicermati dari ketentuan ini dalam hemat
peneliti adalah bahwa sebenarnya secara teknis
penghimpunan data tersebut tidak terlalu sulit
namun lebih pada masalah-masalah institusional.
Perlu diingat bahwa aturan tentang hal ini sudah
meningkat “magnitude” karena pada mulanya aturan
seperti ini hanya pada tingkat keputusan presiden
(Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 42
Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) namun
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012 (SNATI 2012)
Yogyakarta, 15-16 Juni 2012
sepertinya dukungan pada level tersebut kurang kuat
sehingga perlu diperkuat dengan mencantumkannya
dalam pasal UU dan dilaksanakan dengan PP.
Berbagai kasus singkat di atas menunjukkan
bahwa teori institusional dapat digunakan
mengungkap berbagai fenomena di balik kejadian
secara lebih komprehensif untuk nantinya (jika
mungkin) menemukan solusi bisnis tertentu.
Artinya, ada tekanan-tekanan institusional tertentu
yang akhirnya mendesak para pengusaha ini mencari
solusi teknis atau sebaliknya solusi teknis yang
tidak dapat berjalan karena faktor institusional yang
tidak mendukung.
6.
PENUTUP
Penelitian di bidang TIK di Indonesia
memang sebaiknya mulai memikirkan untuk
merancang penelitian dengan horizon yang lebih
luas dengan melibatkan disiplin ilmu yang lain.
Berdasarkan beberapa kasus sederhana yang peneliti
temukan dan paparkan, terdapat beberapa hal yang
menjadikan pemanfaatan TIK sebagai perangkat
manajerial,
sosial
kemasyarakatan
ataupun
kepemenrintahan tidak berjalan efektif bukan karena
secara teknis aplikasi TIK itu tidak memadai namun
lebih pada konteks sosial (institusional)-nya tidak
terpetakan dengan baik.
Salah satu cara yang memungkinkan inklusi
disiplin non-teknik-informasi (sosial, politik,
budaya) inisiatif untuk mengintegrasikan beberapa
mata kuliah di bidang/jurusan informatika dengan
(misalnya) sosiologi. Tanpa harus membuka jurusan
barupun, dalam hemat penulis hal ini bisa dilakukan.
Secara teknis, misalnya seorang mahasiswa S-2 di
bidang informatika karena ia ingin mempunyai
keahlian dalam bidang antropologi digital maka ia
diperbolehkan mengambil 6 SKS pilihan (ekletif) di
jurusan antropologi
Siapa yang mau memulai (di Indonesia)?
DISCLAIMER
Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis. Sama
sekali tidak berhubungan/mencerminkan kebijakan
tempat penulis bekerja atau berafiliasi
ACKNOWLEGDMENT
Tulisan ini merupakan bagian dari penulisan tesis
yang sedang dikerjakan peneliti di Program Magister
Teknologi Informasi (Konsentrasi: CIO), Jurusan
Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada.
PUSTAKA
BPPK. 2009. Pedoman Penyusunan Kajian
Akademis Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan. Jakarta. Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan.
Darono, Agung. 2010. Sistem Perpajakan Self
Assessment Di Indonesia: Perspektif Politik
Informasi. Makalah yang dipresentasikan pada
ISSN: 1907-5022
Academic Conference on Accounting, Business,
and Public Sector – IKANAS 2010.
Darono, Agung. 2011. Penggunaan Teknologi
Informasi dalam Pengelolaan Keuangan Negara:
Tinjauan Paradigma Institusional Makalah yang
dipresentasikan pada Konferensi Nasional
Informatika (KNIF). Sekolah Teknik Elektro dan
Informatika Institut Teknologi Bandung.
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta.
Erlangga.
Dhillon, Gurpreet S.. Caldeira, Mário & Wenger,
Mitchell R. 2011. Intentionality and power
interplay in IS implementation: The case of an
asset management firm. Journal of Strategic
Information Systems, Volume 2011, Nomor 20.
438-448.
Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi,
Ideologi, dan Politik Media. . Yogyakarta.
LkiS,.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik
dalam Media Massa. Jakarta. Granit.
Henningsson, Stefan & Henriksen, Helle Zinner.
2011. Inscription of behaviour and flexible
interpretation in Information Infrastructures: The
case of European e-Customs. Journal of Strategic
Information Systems, Volume 2011, Nomor 20.
355-372.
Kling, Rob. 1999. What is Social Informatics and
Why Does it Matter? D-Lib Magazine, Volume
5, Nomor 1.
http://www.dlib.org/dlib/january99/kling/01kling
.html
Lim, Merlyna. 2005. @rchipelago Online: The
Internet and Political Activism in Indonesia.
Unpublished Ph.D Dissertation Enschede the
Netherlands: University of Twente
Manggolo, Herwanto Aryo. 2011. Pranata Sosial:
Pengertian dan Fungsi. Sosiologi Teks Pengantar
dan Terapan. Narwoko, J. D. & Suyanto, B.
Jakarta. Kencana.
Markus, M. Lynne. 1983. Power, Politics, and MIS
Implementation. Communications of the ACM,
Volume 26, Nomor 6.
Orlikowski, W.J. 1991. Integrated Information
Environment or Matrix of Control? The
Contradictory Implications of Information
Technology. Accounting, Management and
Information Technologies, Volume 1, Nomor 1.
9-42.
Orlikowski, W.J. & Barley, S.R. 2001. Technology
and Institutions: What can Research on
Information Technology and Research on
Organizations Learn from Each Other? . MIS
Quarterly, Volume 25, Nomor 2. 145-165.
Pangaribuan, Hisar. 2008. Sistem Informasi yang
Terintegrasi dan Akuntansi Manajemen. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Volume 2, Nomor 1. 1425.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21081425.
pdf
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012 (SNATI 2012)
Yogyakarta, 15-16 Juni 2012
Pendit, Putu Laxman. 2005. Telematika untuk
riset:sebuah kajian informatika sosial melalui
pengembangan komunitas peneliti cyber.
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Universitas Indonesia
Perdana, Arif. 2011. Isomorfisma Dalam Adopsi
Teknologi Informasi Pada Usaha Mikro, Kecil
Dan Menengah (UMKM) Makalah yang
dipresentasikan pada Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi (SNATI). Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/vie
wFile/2167/1994
Powell, Walter W. 2007. The New Institutionalism.
International Encyclopedia of Organization
Studies. Clegg, S. R. & Bailey, J. Sage
Publications, Inc.
Priyatma, Johanes Eka & Mohammed, Zainal
Abidin. 2010. Opening thr Blackbox of
Leadership in the Successful Development of eGovernment in Sragen. Makalah yang
dipresentasikan pada Konferensi Nasional
Sistem Informasi (KNSI) 2011. STMIK MDP
Palembang. 163-175.
Rahardjo, Mudjio. 2010. Jenis dan Metode
Penelitian Kualitatif.
http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/215jenis-dan-metode-penelitian-kualitatif.html.
Riduan, Akhmad. 2008. Realitas Referensial Laba
Akuntansi sebagai Refleksi Kandungan
Informasi: Studi Interpretif-Kritis dari
Komunitas Akuntan dan Non-Akuntan. Makalah
yang dipresentasikan pada Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi XI. Universitas Tanjung
Pura. Pontianak.
Rowlands, Bruce. 2008. Institutional Aspects of
Systems Development. Makalah yang
dipresentasikan pada 19th Australasian
Conference on Information Systems. 856-866.
Scott, W. Richard. 2004. Institutional Theory:
Contributing to a Theoritical Research Program.
Great Minds in Management: The Process of
Theory Development. Smith, K. G. & Hitt, M. A.
Oxford University Press.
Storz, Cornelia & Moerke, Andreas. 2007.
Institution and Learning in New Industries: An
Introduction. Competitiveness onf New
Industries: Institutional Framework and Learning
in Information Technology in Japan, US and
Germany. Storz, C. & Moerke, A. Madison Ave,
New York. Routledge.
Sugihartati, Rahma. 2011. Masyarakat Informasi dan
Net Generation di Era Post Industrial. Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan. Narwoko, J. D. &
Suyanto, B. Jakarta. Kencana.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi.
Jakarta. Lembaga Penerbit Universitas
Indonesia.
Svejvig, Per. 2010. Enterprise Systems and
Institutions Theorizing About Enterprise Systems
ISSN: 1907-5022
in Organizations using Institutional Theory – A
Case Study Approach. Unpublished Ph.D. Thesis
Aarhus University.
Syahra, Rusydi. 2006. Informatika Sosial: Peluang
dan Tantangan. Komunika, Volume 9, Nomor
1. 61-74.
Utama, Agung. 2007. Pengaruh Faktor Institusional,
Sosial Serta Individu Terhadap Keyakinan
Manfaat Menggunakan Teknologi Informasi.
Yogyakarta: Jurusan Manajemen Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
Wahid, Fathul. 2011. Explaining Failure of eGovernment Implementation in Developing
Countries: a Phenomenological Perspective.
Makalah yang dipresentasikan pada Seminar
Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI)
2011. Universita Islam Indonesia, Yogyakarta.
D21-D25.
Download