PERAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN

advertisement
57
SELEKSI BAKTERI ENDOSIMBIOTIK MIKORIZA
TERHADAP DAYA KECAMBAH SPORA FMA
Gigaspora margarita DAN DAYA HAMBATNYA TERHADAP
PATOGEN Ganoderma boninense Pat
Selection of Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria on Spores
Germination of Arbuscular Mycorrhizal Fungi Gigaspora
margarita and Their Inhibition Towards Fungal Pathogen
Ganoderma boninense Pat
Abstrak
Komposisi populasi bakteri di area mikorizosfir tanaman bermikoriza
mempengaruhi interaksi antara tanaman dan fungi mikoriza arbuskular. Di daerah
rizosfir beberapa bakteri berasosiasi dengan struktur fungi mikoriza arbuskular
(FMA) seperti spora dan hifa yang disebut juga dengan bakteri endosimbiotik
mikoriza. Asosiasi tersebut dapat menguntungkan, negatif ataupun netral terhadap
perkembangan FMA sendiri. Pada penelitian terdahulu diperoleh 20 isolat bakteri
endosimbiotik mikoriza dari rizosfir kelapa sawit. Isolat-isolat bakteri tersebut
perlu diuji kemampuannya dalam mempengaruhi perkecambahan spora FMA
Gigaspora margarita dan potensinya dalam menginduksi ketahanan tanaman
kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense in vitro. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lima isolat bakteri yaitu B17 (Bacillus subtilis B17), B1
(Streptomyces sp. B1), B6 (Enterobacter sp. B6), B12 (Alcaligenes faecalis B12)
dan B10 (Bacillus subtilis B10) meningkatkan persentase berkecambah spora
FMA Gigaspora margarita, dengan rata-rata panjang hifa mencapai 2178.11 μm,
1606,00 μm, 1398,96 μm, 1150,17 μm dan 1053,32 μm secara berurutan. Dari
keduapuluh bakteri endosimbiotik mikoriza terdapat delapan isolat (B7, B10, B12,
B14, B16, B17, B18 dan B20) yang memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan patogen Ganoderma boninense in-vitro dan isolat bakteri B10
(Bacillus subtilis B10) memiliki kemampuan menghambat paling tinggi
dibandingkan kontrol dengan luas zona bening yang terbentuk mencapai 81.87
mm2.
Kata kunci: bakteri endosimbiotik mikoriza, daya kecambah spora FMA, daya
hambat terhadap patogen Ganoderma boninense
Abstract
The compositions of bacterial populations in the area of mycorrhizal plants
(mycorrhizosphere) affect the interaction between plants and arbuscular
mycorrhizal fungi. In areas of rhizosphere some bacteria associated with
58
arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) structure, such as spores and hyphae which
is called mycorrhizal endosymbiotic bacteria. The association might be beneficial,
negative or neutral toward the development of AMF itself. In our previous studies,
twenty isolates of mycorrhizal endosymbiotic bacteria were obtained from
rhizosphere of oil palm. Thus, the aims of this study are to find out the ability of
mycorrhizal endosymbiotic bacteria isolated from AMF spores from the
rhizosphere of oil palm in accelerating the germination process of AMF spores
Gigaspora margarita as well as its potential in inducing plant resistance against
biotic stresses of pathogen Ganoderma boninense in vitro. The results showed that
five isolates which were B17 (Bacillus subtilis B17), B1 (Streptomyces sp. B1),
B6 (Enterobacter sp. B6), B12 (Alcaligenes faecalis B12) and B10 (Bacillus
subtilis B10) have ability to accelerate the germination of spores of AMF
Gigaspora margarita, with an average length of hyphae reached 2178.11 μm,
1606.00 μm, 1398.96 μm, 1150.17 μm and 1053.32 μm, respectively. Among
those isolates, we found eight isolates (B7, B10, B12, B14, B16, B17, B18 and
B20) have the ability to inhibit the growth of pathogen Ganoderma boninense in
vitro and isolate B10 (Bacillus subtilis B10) gained the biggest inhibition with
area of clearing zone reached 81.87 mm2 compared to control.
Key words: mycorrhizal endosymbiotic bacteria, AMF spore germination,
inhibition of pathogenic Ganoderma boninense
Pendahuluan
Dalam hubungan simbiosis dengan akar tanaman, fungi mikoriza
arbuskular (FMA) meningkatkan luas permukaan akar untuk penyerapan hara dan
air dari dalam tanah oleh miselia eksternal untuk tanaman inang (Smith & Read
2008). Sebagai komponen terbesar biomassa mikroba tanah, FMA membentuk
jalinan miselia yang ekstensif di dalam matriks tanah dan hifa menjadi tempat
interaksi yang penting dengan mikroorganisme tular tanah lainnya (Lioussanne
2010). Berbagai macam mikroba hidup dekat dengan akar tanaman atapun dekat
dengan mikoriza di daerah mikorizosfir, yaitu daerah rizosfir dari akar yang
terinfeksi oleh fungi mikoriza dan mendapatkan manfaat dari berbagai macam
senyawa organik yang dikeluarkan oleh tanaman. Mikroba ini termasuk dalam
kelompok taksonomi dari mikroba heterotropik aerobik dan anaerobik, dari
bakteri sampai fungi (Garbaye 1991). Dikarenakan fungi mikoriza menggunakan
beberapa eksudat akar dan memodifikasi fungsi akar, komunitas mikroba di
daerah mikorizosfir akan berbeda dengan mikroba di daerah rizosfir dan di dalam
59
tanah. Spesifisitas dari mikroba mikorizosfir ini telah banyak ditunjukkan pada
berbagai macam kondisi (Garbaye 1991). Komposisi populasi bakteri di area
mikorizosfir dari tanaman bermikoriza akan mempengaruhi interaksi antara
tanaman dan FMA (Andrade et al. 1997). Perubahan dalam populasi bakteri dapat
terjadi melalui beberapa cara, seperti kompetisi hara, perubahan struktur tanah,
perubahan pola eksudat akar dan senyawa kaya energi yang diberikan oleh miselia
FMA ekstraradikal (Andrade et al. 1997; Söderberg et al. 2002).
Di daerah rizosfir, beberapa bakteri berasosiasi dengan struktur FMA yang
disebut juga dengan bakteri endosimbiotik mikoriza. Asosiasi tersebut dapat
berdampak menguntungkan, negatif ataupun netral terhadap perkembangan FMA
sendiri. Dampak negatif bakteri endosimbiotik mikoriza terhadap FMA dapat
berupa penurunan kemampuan perkecambahan spora FMA, pengurangan panjang
hifa pada tahap ekstramatrikal, penurunan kolonisasi akar dan aktivitas metabolik
di dalam miselium internal (Mc Allister et al. 1995; Wyss et al. 1992). Walaupun
keberadaan Trichoderma harzianum dengan penambahan hara organik dapat
menurunkan kolonisasi FMA pada akar, akan tetapi tidak terjadi penurunan
kerapatan hifa dan biomasa miselia Glomus intraradices, sehingga dapat
dikatakan bersifat netral (Hodge 2000). Pengaruh positif bakteri endosimbiotik
mikoriza terhadap FMA telah banyak dilaporkan. Sebagai contoh dual inokulasi
bakteri Pseudomonas putida dan FMA menginduksi peningkatan pertumbuhan
tanaman Subterranean clover ketika ditambahkan bersama daripada sendirisendiri (Meyer & Linderman 1986). Keberadaan bakteri endosimbiotik mikoriza
meningkatkan kolonisasi akar oleh FMA, meningkatkan pertumbuhan miselia
spora Glomus mosseae (Azcon 1987).
Asosiasi antara FMA dengan bakteri endosimbiotik mikoriza yang bersifat
menguntungkan telah banyak dibahas oleh para peneliti. Mansfeld-Giese et al.
(2002) melaporkan bakteri genus Paenibacillus berasosiasi dengan miselium
FMA Glomus intraradices. Sementara Artursson & Jansson (2003) menemukan
bahwa Bacillus cereus yang diisolasi dari tanah menunjukkan pelekatan yang kuat
terhadap hifa Glomus dusii jika dibandingkan dengan strain bakteri lain, yang
mungkin disebabkan oleh adanya sekresi eksudat spesifik yang dikeluarkan oleh
spesies FMA spesifik.
60
Beberapa penelitian lain menyatakan bahwa bakteri yang berasosiasi
dengan spora FMA (bakteri endosimbiotik mikoriza) dapat mempengaruhi
perkecambahan spora dan pertumbuhan FMA (Bianciotto & Bonfante 2002;
Xavier & Germida 2003) dan formasi dari mikorizosfir (Budi et al. 1999).
Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Toro et al. (1997) yang
menemukan bahwa Enterobacter sp dan Bacillus subtillis merangsang kestabilan
pembentukan FMA Glomus intraradices serta meningkatkan biomassa tanaman
dan kadar N dan P dalam jaringan. Sementara Kim et al. (1998) menemukan
bahwa kadar P pada tanaman tomat meningkat dengan inokulasi baik itu oleh
FMA, Glomus etunicatum ataupun dengan bakteri pelarut fosfat, Enterobacter
agglomerans. Akan tetapi penyerapan P dan N tertinggi diperoleh ketika tanaman
tomat diinokulasi dengan kedua mikroorganisme tersebut.
Bakteri endosimbiotik mikoriza juga berpotensi meningkatkan ketahanan
terhadap patogen. Penelitian Budi et al. (1999) menemukan 12.5% dari bakteri
yang diisolasi dari mikorizosfir memiliki kemampuan antagonis yang potensial
terhadap beberapa patogen tanah (in vitro) dan kemampuan antagonis terhadap
Phytophthora parasitica (in vivo). Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa
mikorizosfir kaya akan Plant Health Promoting Bacteria (PHPB), akan tetapi
informasi mengenai mikroorganisme yang memiliki kemampuan antagonis
potensial dari bakteri endosimbiotik mikoriza masih jarang. Secilia & Bagyaraj
(1987) menemukan lebih banyak actinomycetes antagonis patogen di daerah
rizosfir tanaman yang bermikoriza daripada di daerah rizosfir tanaman yang tidak
bermikoriza (kontrol). Bakteri endosimbiotik mikoriza bersama-sama dengan
struktur FMA diduga mensekresikan senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan patogen, seperti yang disimpulkan oleh Meyer & Linderman (1986)
bahwa cairan dari rizosfir tanaman yang bermikoriza menghambat pembentukan
spora patogen Phytophthora cinnamomi, sementara cairan dari rizosfir tanaman
tanpa mikoriza tidak memberikan pengaruh.
Isolasi bakteri dari spora FMA yang diisolasi dari tanah di sekitar kelapa
sawit belum dilakukan. Seperti FMA dari tanaman lain, spora FMA dari kelapa
sawit juga banyak mengandung bakteri-bakteri yang mungkin dapat membantu
FMA dalam proses perkecambahan spora ataupun mempunyai potensi dalam
61
kemampuan antagonis terhadap penyakit busuk pangkal batang oleh G. boninense
yang menyerang kelapa sawit. Penelitian
ini dilakukan dengan tujuan untuk
melihat sejauh mana bakteri yang berasal dari spora FMA yang diisolasi dari
kelapa sawit dapat mempengaruhi kemampuan spora FMA dalam berkecambah
serta potensinya dalam menginduksi ketahanan tanaman kelapa sawit terhadap
cekaman biotik G. boninense secara in vitro.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agromikrobiologi Balai
Pengkajian Bioteknologi Serpong dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2008.
Bahan dan Alat yang Digunakan
Spora FMA yang digunakan adalah jenis Gigaspora margarita yang
diperoleh dari inokulum ”Technofert” produksi Balai Pengkajian Bioteknologi
BPPT. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan spora FMA G. margarita
memberikan persentase berkecambah yang lebih baik. Pada penelitian ini hanya
digunakan satu jenis spora FMA yaitu G. margarita agar diperoleh kondisi yang
sama dari semua perlakuan. Isolat Ganoderma boninense yang digunakan berasal
dari koleksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit unit produksi Marihat, Pematang
Siantar. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah media tanah Podzolik Merah
Kuning (PMK) untuk mewakili kondisi tanah di Indonesia, yang diperoleh dari
daerah Gajrug Kabupaten Bogor, larutan chloramine-T 2% dalam akuades, larutan
trypan blue, media malt ekstrak agar (MEA), akuades steril dan media cair
nutrient broth, media malt ekstrak broth.
Pelaksanaan Penelitian
Seleksi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap Daya Kecambah Spora
FMA.
Bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi dari spora FMA diuji
kemampuannya
dalam
mempercepat
perkecambahan
spora
FMA
dan
pertumbuhan hifa secara in vitro menggunakan modifikasi metode Azc‚n-Aguilar
62
et al. (1986). Spora FMA yang digunakan adalah jenis Gigaspora margarita yang
terdapat dalam inokulum FMA merek “Technofert” produksi Balai Pengkajian
Bioteknologi – BPPT. Spora FMA G. margarita disterilisasi dengan dua tahap
yaitu (1) sterilisasi spora di dalam larutan chloramine-T 2% dan Tween 20 selama
dua menit, dan (2) sterilisasi spora di dalam larutan streptomycin (200 mg/L) dan
gentamycin (100 mL/L) selama sepuluh menit. Kemudian spora diletakkan di atas
media bacto agar dan diteteskan dengan 20 …L inokulum bakteri endosimbiotik
mikoriza.
Untuk memperoleh inokulum masing-masing bakteri endosimbiotik
mikoriza terlebih dahulu dibuat starter bakteri yang diperoleh dengan
menumbuhkan bakteri di dalam gelas erlenmeyer yang berisi media cair nutrient
broth dan pseudomonas cair, dikocok selama 24 jam dengan orbital shaker pada
suhu 28 oC. Untuk mendapatkan inokulum bakteri yang akan diinokulasi pada
spora FMA, sebanyak 1 ml starter inokulum bakteri ditumbuhkan dalam gelas
erlenmeyer yang berisi media cair nutrient broth dan pseudomonas cair, dikocok
selama 48 jam dengan orbital shaker pada suhu 28 oC. Sebanyak 20 l inokulum
masing-masing bakteri diinokulasikan pada spora FMA. Untuk mendapatkan
jumlah yang relatif sama terlebih dahulu dilakukan penghitungan jumlah sel
bakteri (konsentrasi 108 CFU mL-1). Cawan Petri yang berisi spora FMA dan
bakteri ditutup rapat menggunakan selotip dan diinkubasi dalam inkubator dengan
suhu 28 oC, selama 4 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat
perkembangan perkecambahan spora FMA.
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor yaitu jenis
bakteri yang diperoleh dari isolasi dari spora FMA, yaitu:
B0 = Tanpa inokulasi bakteri (kontrol)
B1 = Bakteri Jenis 1
B2 = Bakteri Jenis 2
B3 = Bakteri Jenis 3
sampai dengan
B20 = Bakteri Jenis 20
63
Setiap kombinasi perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 20 x 4= 80 satuan
penelitian.
Model linier rancangan yang digunakan adalah:
Yij =  + αi + εij
Dimana:
Yijk = Hasil pengamatan perlakuan jenis bakteri ke-i pada ulangan ke-j

= nilai rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan jenis bakteri ke-i
εij
= pengaruh galat penelitian dari perlakuan jenis bakteri ke-i dan pada
ulangan ke-j
i
= 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
j
= 1, 2, 3, 4
Uji Antagonis Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap G. boninense In
Vitro
Isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang telah diseleksi kemampuannya
dalam mempercepat perkembangan hifa dari spora FMA kemudian diuji
kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan G. boninense secara in vitro.
Pembuatan Media Agar Mengandung Inokulum G. boninense.
Starter biakan G. boninense dibuat dengan cara menumbuhkannya dalam
media malt ekstrak broth dan dikocok selama 48 jam dengan orbital shaker pada
suhu 28 oC. Untuk membuat inokulum cair G. boninense sebanyak 1 ml starter
biakan fungi G. boninense diinokulasikan ke dalam 25 ml media malt extract
broth dalam gelas erlenmeyer, kemudian dikocok dengan orbital shaker selama
48 jam dengan suhu 28 oC dan inokulum siap digunakan. Malt extract agar
ditimbang dan dilarutkan dalam 500 ml akuades dalam gelas erlenmeyer,
kemudian disterilisasi dengan autoklaf. Setelah media agar mencapai suhu 50 oC
diinokulasikan 5 ml inokulum fungi G. boninense. Media malt extract agar yang
sudah diinokulasi inokulum G. boninense dituangkan ke dalam cawan-cawan Petri
diameter 9 cm dan biarkan mengeras untuk digunakan dalam uji antagonis bakteri
endosimbiotik mikoriza terhadap G. boninense.
64
Pembuatan Inokulum Bakteri Endosimbiotik Mikoriza.
Starter
biakan
bakteri
endosimbiotik
mikoriza
dibuat
dengan
menumbuhkannya ke dalam media cair nutrient broth dan pseudomonas broth
dengan cara mengocok selama 12 jam dengan orbital shaker pada suhu 28 oC.
Sebanyak 1 ml starter ditumbuhkan ke dalam media cair nutrient broth dan
pseudomonas broth kemudian dikocok lagi dengan orbital shaker dengan suhu 28
o
C selama 12 jam. Inokulum bakteri siap digunakan.
Uji Antagonis Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap G. boninense.
Pada media potato dextrosa agar dalam cawan Petri yang telah diberi
inokulum G. boninense di letakkan 4 kertas cakram diameter 0,6 cm dengan posisi
membentuk belah ketupat saling berseberangan. Kemudian inokulum bakteri
dipipet ditengah kertas cakram. Sebagai kontrol positif digunakan antifungi
nystatin dengan konsentrasi 10.000 ppm dan sebagai kontrol negatif adalah
akuades steril. Cawan Petri di seal dan diinkubasikan dalam inkubator pada suhu
28 oC. Pengamatan dilakukan dengan mengukur luas zona hambat (bening) yang
terbentuk oleh bakteri disekeliling kertas cakram. Terbentuknya zona hambat
bening berarti bakteri tersebut memiliki kemampuan antagonis terhadap G.
boninense.
Rancangan Penelitian. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu
faktor: jenis bakteri yang diperoleh dari isolasi dari spora FMA, yaitu:
B0
= Tanpa inokulasi bakteri (kontrol)
B1
= Bakteri Jenis 1
B2
= Bakteri Jenis 2
B3
= Bakteri Jenis 3
sampai dengan
B20 = Bakteri Jenis 20
Setiap kombinasi perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 20 x 4 = 80 satuan
penelitian.
Model linier rancangan yang digunakan adalah:
65
Yij =  + αi + εij
Dimana:
Yijk
= Hasil pengamatan perlakuan jenis bakteri ke-i pada ulangan ke-j

= nilai rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan jenis bakteri ke-i
εij
= pengaruh galat penelitian dari perlakuan jenis bakteri ke-i dan
pada ulangan ke-j
i
= 1, 2,3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
j
= 1, 2, 3, 4
Analisis Data. Analisis data dilakukan secara statistik program SSP dan bila
pengaruh perlakuan nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Seleksi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap Persentase Berkecambah
Spora FMA
Munculnya hifa dari spora FMA merupakan tanda bahwa spora FMA telah
berkecambah. Hifa yang tumbuh diukur panjangnya menggunakan mikroskop
yang dilengkapi dengan program NIS-element pada perbesaran 100x. Hasil
pengukuran rata-rata panjang hifa dari spora FMA dengan inokulasi bakteri
endosimbiotik mikoriza disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa enam
isolat bakteri dari keduapuluh bakteri yang diisolasi dari spora FMA, yaitu bakteri
B1, B6, B10, B12, B16, B17 secara nyata mampu meningkatkan persentase
berkecambah spora FMA G. margarita yang ditandai dengan pertumbuhan hifa
yang jauh lebih panjang dibandingkan spora yang tidak diberi inokulasi bakteri
(kontrol), dengan panjang hifa terpanjang mencapai 2178.11 oleh bakteri B17.
Sementara keempat belas bakteri lainnya tidak nyata dalam meningkatkan
persentase berkecambah spora FMA bahkan inokulasi bakteri B4 dan B15
memiliki panjang hifa jauh lebih pendek, yaitu 77.80 μm untuk B4 dan 140.42 μm
66
untuk B15. Panjang hifa tersebut jauh lebih pendek jika dibandingkan kontrol atau
tanpa inokulasi bakteri endosimbiotik mikoriza (353.82 μm).
Tabel 6 Rata-rata panjang hifa pada perkecambahan spora fungi mikoriza
arbuskular Gigaspora margarita pada hari ke empat belas
dengan inokulasi bakteri endosimbiotik mikoriza
Kode Sampel
Asal Bakteri
B0 (Kontrol)
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
B13
B14
B15
B16
B17
B18
B19
B20
Tn 2-A
Ps 3.1
Tn 2-B
Dp 3.2-A
Ps 3.1
Dd 1
Ps 4
Dp 3.2-B
Ps 4
Dd 4.1-B
Dp 3.2-C
Dp 3.2-2
Dp 4.1
Dd 3.2
Dp 2.1
Ps 1.1
Tn 1
Dp 2.1-C
Tn 4.2
Ps 3.3
Rata-rata Panjang Hifa (μm)
353.82 ab
1606.00 bc
324.05 ab
399.30 ab
77.80 a
584.87 ab
1398.96 abc
258.60 ab
523.11 ab
565.45 ab
1053.32 abc
805.63 ab
1150.17 abc
617.24 ab
641.38 ab
140.42 a
905.64 abc
2178.11 c
803.39 ab
314.50 ab
323.93 ab
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan
uji Duncan pada taraf 5%
Dari keduapuluh bakteri terlihat bahwa hifa terpanjang dari spora FMA G.
margarita diperoleh ketika spora diinokulasi dengan bakteri B17, dengan rata-rata
panjang hifa mencapai 2178.11 μm. Pertumbuhan hifa dari spora FMA G.
margarita yang diberi inokulum bakteri endosimbiotik mikoriza B17 tumbuh
sangat panjang dan bercabang banyak, sementara hifa spora FMA yang tidak
diberi inokulum bakteri (kontrol) tumbuh pendek dan relatif lurus (Gambar 3).
67
Gambar 3 Panjang hifa (garis hijau) dari perkecambahan spora FMA
Gigaspora margarita dengan inokulasi bakteri B17 Bacillus
subtilis N43 (kiri) dan tanpa inokulasi bakteri sebagai
kontrol (kanan), pada perbesaran 100x.
Keenam bakteri endosimbiotik mikoriza yang memiliki kemampuan
mempercepat perkecambahan spora FMA G. margarita tersebut diidentifikasi
berdasarkan 16S rDNA sebagai Streptomyces sp. B1 (isolat B1), Enterobacter sp.
B6 (isolat B6), Bacillus subtilis B10 (isolat B10), Alcaligenes faecalis B12 (isolat
B12), Bacillus thuringiensis B16 (isolat B16) dan Bacillus subtilis B17 (isolat
B17). Empat bakteri tersebut di antaranya merupakan bakteri Gram positif (B1,
B10, B16 dan B17) dan dua isolat adalah bakteri Gram negatif (B6 dan B12).
Uji Antagonis Bakteri Endosimbiotik Mikoriza terhadap G. boninense In
Vitro
Aktivitas bakteri endosimbiotik mikoriza terhadap pertumbuhan fungi
patogen G. boninense dapat dilihat pada Gambar 4. Dari grafik batang tersebut
terlihat bahwa delapan dari dua puluh bakteri endosimbiotik mikoriza secara nyata
menghambat pertumbuhan G. boninense yang terlihat dengan besarnya luas zona
hambat yang terbentuk jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Kedelapan
bakteri tersebut adalah isolat B7, B10, B12, B14, B16, B17, B18 dan B20,
sementara sebelas bakteri lainnya yaitu isolat B1, B2, B3, B4, B5, B6, B8, B9,
B11, B13, B15 tidak signifikan dalam menghambat pertumbuhan G. boninense.
Kedelapan bakteri tersebut merupakan jenis Alcaligenes faecalis B7 dan B12
(isolat B7 dan B12), Bacillus subtilis B10 (isolat B10), Bacillus thuringiensis B14
dan B16 (isolat B14 dan B16), Bacillus subtilis B17 (isolat B17), Alcaligenes sp.
B18 (isolat B18), dan Pseudomonas stutzeri B20 (isolat B20).
68
Luas zona hambat terbesar yang dibentuk oleh bakteri endosimbiotik
mikoriza terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense, diperoleh ketika
diinokulasi dengan inokulum bakteri B10 (Bacillus subtilis B10) dengan luas zona
hambat mencapai 81,87 mm2 yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan luas
zona bening dari kontrol positif antifungi nystatin 10.000 ppm yaitu 16,09 mm2
(Gambar 4). Bakteri yang meningkatkan persentase berkecambah spora FMA
didominasi oleh kelompok bakteri Gram positif, sementara bakteri endosimbiotik
mikoriza yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan patogen G.
boninense empat isolat merupakan kelompok bakteri Gram positif dan empat
isolat lainnya termasuk kelompok bakteri Gram negatif.
Gambar 4 Grafik aktivitas bakteri endosimbiotik mikoriza pada hari keempat
setelah inokulasi terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense
berupa luas zona bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram.
Terlihat bakteri B10 memiliki luas zona hambat terbesar. Huruf yang
berbeda menunjukkan beda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%.
Bukti adanya aktivitas penghambat pertumbuhan fungi patogen G. boninense oleh
bakteri endosimbiotik mikoriza dapat dilihat pada Gambar 5, dimana daerah
sekitar kertas cakram yang berisi inokulum bakteri B10 terbentuk zona bening
sementara pada perlakuan kontrol (tanpa inokulasi bakteri endosimbiotik
mikoriza) tidak terlihat adanya zona bening di sekitar kertas cakram.
69
Gambar 5 Aktivitas bakteri endosimbiotik mikoriza B10 (kanan)
terhadap pertumbuhan G. boninense in vitro pada hari
keempat. Zona bening yang terbentuk (tanda panah)
menunjukkan aktivitas penghambatan oleh bakteri
B10 (kanan) dan tanpa inokulasi bakteri
endosimbiotik mikoriza (kiri)
Pembahasan
Di daerah rizosfir, banyak bakteri termasuk plant growth promoting
rhizobacteria (PGPR) yang disebut juga dengan mycorrhizal helper bacteria
(MHB), yang membantu aktivitas dan perkembangan FMA dan biasanya bersifat
spesifik terhadap fungi tapi tidak bersifat spesifik terhadap tanaman (Rillig et al
2005). Beberapa mikroba yang diisolasi dari rizosfir yang terinfeksi oleh mikoriza
(mikorizosfir) diketahui dapat membantu perkembangan dan stabilitas infeksi dari
fungi mikoriza arbuskular (FMA). Mikroba rizosfir yang dominan adalah
golongan bakteri (termasuk beberapa jenis aktinomisetes) akan tetapi juga
terdapat beberapa jenis fungi (termasuk yeast). Banyak kemungkinan mekanisme
untuk stimulasi ini. Senyawa flavonoid yang terdapat di dalam eksudat akar,
terlibat dalam pengenalan sinyal pada interaksi FMA dan tanaman inang.
Senyawa flavonoid berperan dalam pertumbuhan dan diferensiasi hifa FMA dan
kolonisasi akar oleh FMA (Morandi 1996). Sejumlah senyawa flavonoid
memberikan efek stimulasi terhadap pertumbuhan hifa FMA dan efek ini
sepertinya sangat tergantung pada struktur kimia dari senyawa (Becard et al.
1992). Menariknya, efek stimulasi dari senyawa-senyawa flavonoid lebih nyata
dengan kehadiran CO2 pada konsentrasi yang sama dengan flavonoid di daerah
rizosfir (Becard et al. 1992: Poulin et al. 1993). Pada penelitian ini bakteri hasil
70
isolasi dari spora FMA dari rizosfir tanaman kelapa sawit ternyata mampu
meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Gigaspora margarita.
Diketahui bahwa mikroba dari daerah mikorizosfir dapat menghasilkan substrat
yang digunakan oleh fungi mikoriza termasuk FMA. Perkecambahan spora FMA
Glomus mosseae meningkat dengan adanya senyawa mudah menguap yang
diproduksi oleh aktinomisetes (Azcon 1987; Azcon-Aguilar et al. 1986). Hasil ini
menyarankan bahwa bakteri endosimbiotik mikoriza tertentu dengan FMA dapat
diko-inokulasi untuk mengoptimalkan pembentukan dan fungsi FMA.
Beberapa ahli menyatakan bahwa tingkat kolonisasi FMA meningkat
dengan adanya mikroba mikorizosfir. Meyer & Linderman (1986) menyimpulkan
bahwa
asosiasi
antara
Pseudomonas
putida
dengan
indigenous
FMA
meningkatkan pertumbuhan tanaman clover. Sementara pada penelitian ini isolat
B17 (Bacillus subtilis B17) yang diisolasi dari spora FMA dari rizosfir kelapa
sawit ternyata mampu meningkatkan persentase berkecambah spora fungi
mikoriza arbuskular. Mekanisme pasti dari bakteri endosimbiotik mikoriza dalam
meningkatkan perkecambahan spora FMA masih belum jelas (Xavier & Germida
2003). Di duga beberapa mekanisme terlibat di dalam proses tersebut seperti
adanya kontak fisik antara bakteri dengan FMA, dimana awalnya ikatan lemah di
antara keduanya akan muncul dan pada tahap kedua ikatan yang lebih kuat akan
terbentuk dengan mekanisme pembentukan fibril selulosa ataupun polimer
ekstraselular lainnya yang dikeluarkan oleh bakteri (Bianciotto et al. 1996).
Pelekatan melalui kontak sel antara bakteri dan FMA ini akan menguntungkan
keduanya melalui fasilitasi dari interaksi senyawa metabolik tertentu seperti hara
dan carbon exchange. Roesti et al. (2005) menyatakan bahwa peranan bakteri
yang berasosiasi dengan spora FMA dapat mempercepat perkecambahan spora
dengan cara mengikis dinding spora, dengan memproduksi senyawa stimulan
seperti CO2 dan senyawa mudah menguap lainnya atau dengan mempengaruhi
FMA dalam pengambilan fosfor (P). Lebih lanjut Roesti menyatakan bahwa
eksudat akar secara tidak langsung juga meningkatkan perkecambahan spora
FMA, yaitu melalui stimulasi pertumbuhan bakteri yang bermanfaat bagi FMA.
Bakteri endosimbiotik mikoriza dapat menstimulasi pertumbuhan miselia
ataupun meningkatkan pembentukan formasi FMA. Mikroba tanah termasuk
71
bakteri endosimbiotik mikoriza diketahui menghasilkan senyawa-senyawa yang
dapat meningkatkan eksudasi akar dan pada akhirnya akan menstimulasi
perkembangan hifa FMA ataupun fasilitasi penetrasi akar oleh FMA. Hormon
tumbuhan yang dihasilkan oleh mikroba tanah juga diketahui mempengaruhi
formasi FMA. Perkembangan FMA di dalam korteks akar akan mengubah aspek
fisiologi penting tanaman. Hal ini termasuk komposisi hara mineral jaringan
tanaman, keseimbangan hormon dan pola alokasi karbon (C), sehingga status
simbiotik FMA akan mengubah komposisi kimia dari eksudat akar. Sementara
pembentukan miselium FMA akan berfungsi sebagai sumber karbon bagi
komunitas mikroba, yang pada akhirnya akan memodifikasi sifat fisik lingkungan
sekitar akar (Barea et al. 2005). Fungi mikoriza arbuskular diketahui menginduksi
produksi senyawa metabolit sekunder dari tanaman, yang bermanfaat dalam
proses simbiosis FMA pada tanaman seperti mempercepat perkecambahan spora
FMA dan kecepatan kolonisasi FMA pada akar (Fester et al. 1999).
Empat dari enam bakteri endosimbiotik mikoriza yang meningkatkan
persentase berkecambah spora FMA G. margarita pada penelitian ini termasuk
kelompok bakteri Gram positif. Penemuan ini sejalan dengan kesimpulan dari
penelitian yang dilakukan oleh Mansfeld-Giese et al. (2002), dimana isolat bakteri
Paenibacillus macerans dan Paenibacillus polymyxa yang membentuk spora
Gram positif sangat erat berasosiasi dengan miselium eksternal dari FMA Glomus
intraradices. Sejalan dengan penemuan pada penelitian ini, Mugnier & Mosse
(1987) juga menemukan bahwa perkecambahan spora FMA Glomus mosseae in
vitro sangat tergantung pada keberadaan bakteri Streptomyces orientalis yang
merupakan bakteri Gram positif. Banyak peneliti menyimpulkan bahwa asosiasi
antara bakteri endosimbiotik mikoriza dengan FMA bersifat spesifik (Artursson et
al. 2005), yang menunjukkan adanya komunikasi di antara bakteri dengan FMA
yang distimulasi oleh eksudat yang dikeluarkan oleh fungi tersebut (Artursson et
al. 2006).
Pada penelitian ini, beberapa bakteri endosimbiotik mikoriza yang termasuk
dalam kelompok mycorrhizal helper bacteria (MHB) berhasil diisolasi dari spora
FMA ternyata memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen G.
boninense in vitro. Xavier & Germida (2003) menyatakan bahwa kebanyakan MHB
72
memiliki kemampuan antagonis terhadap patogen tular tanah. Sebagai contoh,
isolat Paenibacillus sp B2 yang diisolasi dari mikorizosfir Glomus mosseae
memiliki aktivitas antagonistik terhadap beberapa patogen tular tanah in vitro dan
mampu menurunkan nekrotik akar pada tanaman tomat yang disebabkan oleh
patogen Phytophthora nicotianae (Budi et al. 1999). Isolat tersebut memiliki
aktivitas selulolitik, proteolitik, kitinolitik, pektinolitik dan menghasilkan senyawa
antibiotik polymixin B1 dan senyawa seperti polymixin yang mampu menghambat
pertumbuhan patogen Fusarium solani dan Fusarium acuminatum (Budi et al.
2000; Selim et al. 2005). Keberadaan isolat bakteri Paenibacillus sp B2 tersebut
menyebabkan kerusakan dinding sel dan isi sel dari patogen Phytophthora
nicotianae dan Fusarium oxysporum.
Isolat bakteri endosimbiotik mikoriza B10 (Bacillus subtilis B10) memiliki
daya hambat yang tinggi terhadap pertumbuhan fungi patogen G. boninense in vitro,
yang ditandai dengan terbentuknya diameter luas zona bening terbesar. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penemuan Budi et al. (1999) yang menyatakan bahwa
12,5% dari bakteri yang diisolasi dari mikorizosfir memiliki potensi sebagai agen
antagonis terhadap berbagai patogen tular tanah secara in vitro dan menyimpulkan
bahwa daerah mikorizosfir kaya akan Plant Health Promoting Bacteria (PHPR). Di
antara PHPR tersebut, Pseudomonas spp dan Bacillus spp memiliki potensi terbesar
sebagai agen biokontrol, karena keberadaannya sangat dominan di daerah rizosfir
(Mahafee & Kloepper 1997). Bakteri Burkholderia cepacia dan Pseudomonas
aeruginosa yang diisolasi dari jaringan akar kelapa sawit, menunjukkan potensi
sebagai penghambat penyebaran G. boninense. Kedua bakteri tersebut dapat
menghambat populasi G. boninense tetap berada di bawah populasi minimum untuk
menginisiasi penyakit busuk pangkal batang dengan menghambat pertumbuhan dan
kolonisasi G. boninense pada tanaman kelapa sawit (Zaiton et al. 2008). Aktivitas
biokontrol yang dilakukan oleh FMA di dalam tanah terutama daerah rizosfir
berkaitan dengan bakteri yang berasosiasi dengan FMA (Cruz et al. 2008).
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa Bacillus subtilis mengeluarkan senyawa
aktif yang bersifat antifungi terhadap fungi patogen tanaman Sclerotium rolfsii, dan
penambahan sumber karbon serta suplemen gilingan akar tanaman kelapa sawit
meningkatkan aktivitas kemampuan senyawa antifungi tersebut (Nelisha et al.
73
2006). Namun demikian, perbedaan karakteristik antara strain Bacillus yang
berbeda akan memberikan fungsi yang berbeda pula (Xiang et al. 2008). Sebagai
contoh Bacillus subtilis JA yang dikarakterisasi sebagai strain Bacillus yang
memiliki kemampuan antifungi, ternyata menghambat perkecambahan spora FMA,
pertumbuhan hifa FMA dan juga menurunkan kemampuan kolonisasi akar oleh
FMA.
Menurut Weller (1988) Bacillus spp merupakan salah satu bakteri yang
memiliki potensi sebagai biokontrol karena menghasilkan endospora yang sangat
toleran terhadap panas dan desikasi. Namun demikian, bakteri lain seperti
Enterobacter (Chernin et al. 1995), Streptomyces (Singh et al. 1999) ternyata
terbukti efektif mengontrol penyakit yang disebabkan fungi patogen tular tanah.
Mekanisme yang bertanggungjawab dalam aktivitas biokontrol adalah melalui
produksi senyawa antifungi (Ligon et al. 2000). Siderofor yang mengangkut Fe
(besi) ke dalam sel-sel bakteri dapat menyerap Fe (III) sehingga mengurangi
ketersediaan Fe bagi patogen (Yang & Crowley 2000). Beberapa bakteri diketahui
mampu menghasilkan enzim litik yang dapat mendegradasi dinding sel patogen
(Singh et al. 1999). Mekanisme antibiosis sebagai dasar mekanisme biokontrol oleh
PHPR pada tanaman menjadi semakin mudah dipahami selama dua dekade terakhir.
Beberapa studi sebelumnya menemukan dan mengidentifikasi berbagai antibiotik,
termasuk senyawa seperti oligomycin A, kanosamine, zwittermicin A, dan
xanthobaccin yang diproduksi oleh Bacillus, Streptomyces, dan Stenotrophomonas
spp. (Milner et al. 1995; Milner et al. 1996; Nakayama et al. 1999; Kim et al. 1999;
Raaijmakers 2002).
Kombinasi inokulasi antara FMA dengan bakteri endosimbiotik mikoriza
dapat mendukung produksi inokulum FMA. Beberapa penelitian telah berhasil
membuktikan bahwa beberapa FMA menunjukkan kemampuan sebagai agen
biokontrol terhadap patogen akar. Apakah FMA dapat digunakan sebagai agen
praktis biokontrol atau kemungkinan fungsi sebagai vektor bagi bakteri yang
berasosiasi dengan sifat biokontrol masih terus dieksplorasi (Johansson 2004).
Berdasarkan temuan dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa bakteri
endosimbiotik mikoriza yang diisolasi dari spora FMA memiliki potensi dalam
meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap fungi patogen G. boninense
74
penyebab penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit. Diperlukan studi lebih
lanjut untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri
endosimbiotik mikoriza yang memiliki aktivitas untuk menekan pertumbuhan G.
boninense in vitro dan in vivo, sehingga dapat meningkatkan daya adaptasi tanaman
kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense di lapangan.
Simpulan
Dari keduapuluh isolat bakteri yang diisolasi dari spora fungi mikoriza
arbuskular (FMA) dari rizosfir kelapa sawit, enam isolat memiliki kemampuan
dalam meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Gigaspora margarita
dan delapan isolat dapat menghambat pertumbuhan patogen Ganoderma
boninense in vitro. Isolat B17 (Bacillus subtilis B17) memiliki kemampuan
tertinggi dalam meningkatkan persentase berkecambah spora FMA Bakteri
endosimbiotik mikoriza dapat menstimulasi pertumbuhan miselia ataupun
meningkatkan pembentukan formasi FMA Gigaspora margarita sehingga
meningkatkan persentase berkecambah spora FMA. Bakteri B10 (Bacillus subtilis
B10) mempunyai daya hambat terbesar terhadap patogen Ganoderma boninense
in vitro. Penghambatan tersebut dimungkinkan dengan mekanisme produksi
senyawa antifungi, siderofor ataupun enzim yang dapat mendegradasi dinding sel
patogen. Selain memiliki kemamuan menghambat patogen G. boninense, bakteri
B10 (Bacillus subtilis B10) juga memiliki kemampuan meningkatkan persentase
berkecambah spora FMA G. margarita. Kemampuan tersebut membuktikan
bahwa bakteri endosimbiotik mikoriza memiliki kemampuan multifungsi, baik
terhadap fungsi FMA sendiri maupun fungsi bagi tanaman inangnya. Bakteri
endosimbiotik mikoriza yang diisolasi dari spora FMA memiliki potensi dalam
meningkatkan daya adaptasi bibit kelapa sawit terhadap fungi patogen G.
boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit.
Daftar Pustaka
Andrade G, Mihara KL, Linderman RG, Bethlenfalvay GJ. 1997. Bacteria from
rhizosphere and hyphosphere soils of different arbuscular-mycorrhizal
fungi. Plant and Soil 192:71–79.
75
Artursson V, Jansson JK. 2003. Use of bromodeoxyuridine immunocapture to
identify active bacteria associated with arbuscular mycorrhizal hyphae.
Appl Environ Microb 69: 6208–6215.
Artursson V, Finlay RD, Jansson JK. 2005. Combined bromodeoxyuridine
immunocapture and terminal restriction fragment length polymorphism
analysis highlights differences in the active soil bacterial metagenome due
to Glomus mosseae inoculation or plant species. Environ Microbiol
7:1952–1966.
Artursson V, Finlay RD, Jansson JK. 2006. Interactions between arbuscular
mycorrhizal fungi and bacteria and their potential for stimulating plant
growth. Environ Microbiol 8:1–10
Azcon R. 1987. Germination and hyphal growth of Glomus mosseae in vitro:
eˆects of rhizosphere bacteria and cell-free culture media. Soil Biol.
Biochem. 19: 417-419.
Barea JM, Pozo MJ, Azc‚n R, Azc‚n-Aguilar C. 2005. Microbial co-operation in
the rizosphere. J. Exp. Bot. 56:1761-1778.
B‰card G, Douds DD, Pfeffer PE. 1992. Extensive in vitro hyphal growth of
vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi in the presence of CO2 and
flavonols. Appl. Environ. Microbiol. 68:1260-1264.
Bianciotto V, Bonfante P. 2002. Arbuscular mycorrhizal fungi: a specialised niche
for rhizospheric and endocellular bacteria. Proceedings of 9th International
Symposium on Microbial Ecology, Antonie van Leeuwenhoek, Kluwer
Academic Publishers 81:365-371.
Bianciotto V, Minerdi D, Perotto S, Bonfante P. 1996. Cellular interactions
between arbuscular mycorrhizal fungi and rhizosphere bacteria.
Protoplasma 193, 123–131.
Budi SW, Van-Tuinen D, Martinotti G, Gianinazzi S. 1999. Isolation from the
Sorghum bicolor mycorrhizosphere of a bacterium compatible with
arbuscular mycorrhiza development and antagonistic towards soil borne
fungal pathogens. Appl. Environ. Microbiol. 65:5148-5150.
Budi SW, Van-Tuinen D, Arnould C, Dumasgaudot E, Gianinazzi-Pearson V,
Gianinazzi S. 2000. Hydrolytic enzyme activity of Paenibacillus sp. strain
B2 and effects of the antagonistic bacterium on cell integrity of two soilborne pathogenic fungi. Appl Soil Ecol 15:191-199.
Chernin L, Ismailov Z, Haran S, Chet I. 1995. Chitinolytic Enterobacter
agglomerans antagonistic to fungal plant pathogens. Appl Environ
Microbiol 61:1720-1726.
76
Cruz AF, Horii S, Ochiai A, Yasuda A, Ishii A. 2008. Isolation and analysis of
bacteria associated with spores of Gigaspora margarita. J Appl Microbiol
104:1711-1717.
Garbaye J. 1991. Biological interaction in the mycorrhizosphere. Experientia
47:370-375.
Hodge A. 2000. Microbial ecology of the arbuscular mycorrhiza. FEMS
Microbiology Ecology 32:91-96.
Johansson JF, Paul LR, Finlay RD. 2004. Microbial interactions in the
mycorrhizosphere and their significance for sustainable agriculture. FEMS
Microbiol Ecol 48:1-13.
Kim BS, Moon SS, Hwang BK. 1999. Isolation, identification and antifungal
activity of a macrolide antibiotic, oligomycin A, produced by Streptomyces
libani. Can J Bot 77:850–858.
Ligon JM, Hill DS, Hammer PE, Torkewitz NR, Hofmann D, Kempf HJ, Van Pee
KH. 2000. Natural products antifungal activity from Pseudomonas
biocontrol bacteria. Pest Manag Sci 56:688-695.
McAllister CB, Garcia-Romera I, Martin J, Godeas A, Ocampo JA. 1995.
Interaction between Aspergillus niger van Tiegh. and Glomus mosseae
(Nicol. and Gerd.) Gerd. and Trappe. New Phytol. 129:309-316.
Mahafee WF, Kloepper JW. 1997. Temporal changes in the bacterial communities
of soil, rhizosphere and endorhiza associated with field grown cucumber
(Cucumis sativus, L.). Can J Microbiol 34:210-223.
Mansfeld-Giese K, John L, Lars B. 2002. Bacterial populations associated with
mycelium of the arbuscular mycorrhizal fungus Glomus intraradices.
FEMS Microbiology Ecology 41:133–140.
Meyer JR, Linderman RG. 1986. Response of Subterranean clover to dualinoculation with vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi and a plant
growth-promoting bacterium, Pseudomonas putida. Soil Biol. Biochem.
18:185-190.
Milner JL, Raffel SJ, Lethbridge BJ, Handelsman J. 1995. Culture conditions that
influence accumulation of zwittermicin A by Bacillus cereus UW85. Appl
Microbiol Biotechnol 43:685–691.
Milner JL, Silo-Suh L, Lee JC, He H, Clardy J, Handelsman J. 1996. Production of
kanosamine by Bacillus cereus UW85. Appl Environ Microbiol 62:3061–
3065.
77
Morandi D. 1996. Occurrence of phytoalexins and phenolic compounds on
endomycorrhizal interactions, and their potential role in biological control.
Plant Soil 185: 241-251.
Mugnier J, Mosse B. 1987. Spore germination and viability of a vesicular
arbuscular mycorrhizal fungus, Glomus mosseae. Trans Br Mycol Soc
88:411–413.
Nakayama T, Homma Y, Hashidoko Y, Mizutani J, Tahara S. 1999. Possible role
of xanthobaccins produced by Stenotrophomonas sp. strain SB-K88 in
suppression of sugar beet damping-off disease. Appl Environ Microbiol
65:4334–4339.
Nalisha I, Muskhazli M, Nor Farizan T. 2006. Production of bioactive compounds
by Bacillus subtilis against Sclerotium rolfsii. Malay Microbiology 2:19-23.
Poulin MJ, Bel-Rhlid R, Pich‰ Y, ChŠnevert R. 1993. Flavonoids released by
carrot (Daucus carota) seedlings stimulate hyphal development of
vesicular arbuscular mycorrhizal fungi in the presence of optimal CO2
enrichment. J. Chem. Ecol. 19: 2317-2327.
Raaijmakers JM, Vlami M, de Souza JT. 2002. Antibiotic production by bacterial
biocontrol agents. Antonie Leeuwenhoek 81:537–547.
Rillig MC, Lutgen ER, Ramsey PW, Klironomos JN, Gannon JE. 2005.
Microbiota accompanying different arbuscular mycorrhizal fungal isolates
influence soil aggregation. Pedobiologia 49: 251-259.
Roesti D, Ineichen K, Braissant O, Redecker D, Wiemken A, Aragno M. 2005.
Bacteria associated with spores of arbuscular mycorrhizal fungi Glomus
geosporum and Glomus constrictum. Applied and Environmental
Microbiology 71:6673-6679.
Secilia J, Bagyaraj DJ. 1987. Bacteria and actinomycetes associated with pot
cultures of vesicular-arbuscular mycorrhizas. Can. J. Microbiol. 33:10691073.
Selim S, Negrel J, Govaerts C, Gianinazzi S, Van-Tuinen D. 2005. Isolation and
partial characterization of antagonistic peptides produced by Paenibacillus
sp. strain B2 isolated from the sorghum mycorrhizosphere. Appl Environ
Microbiol 71:6501-6507.
Singh PP, Shin YC, Park CS, Chung YR. 1999. Biological control of Fusarium
wilt of cucumber by chitinolytic bacteria. Phytopathol 89:92-99.
Soderberg KH, Olsson PA, Baath E. 2002. Structure and activity of the bacterial
community in the rhizosphere of different plant species and the effect of
78
arbuscular mycorrhizal colonisation. FEMS Microbiology Ecology 40:223–
231.
Toro M, Azcon R, Barea JM. 1997. Improvement of arbuscular mycorrhiza
development by inoculation of soil with phosphate-solubilizing
rhizobacteria to improve rock phosphate bioavailability (32P) and nutrient
cycling. Appl. Environ. Microbiol. 63: 4408-4412.
Weller DM. 1988. Biological control of soilborne plant pathogens in the
rhizosphere with bacteria. Annu Rev Phytopathol 26:379-407.
Wyss P, Boller TH, Wiemken A. 1992. Testing the effect of biological control
agents on the formation of vesicular arbuscular mycorrhiza. Plant Soil 147:
159-162.
Xavier LCJ, Germida JL. 2003. Bacteria associated with Glomus clarum spores
influence mycorrhizal activity. Soil Biol Biochem 35:471-478.
Xiang X, Hao C, Hua C, Jun W, Chong R, Lijun W. 2008. Impact of Bacillus
subtilis JA, a biocontrol strain of fungal plant pathogens, on arbuscular
mycorrhiza formation in Zea mays. World J Microbiol Biotechnol
24:1133–1137
Yang CH, Crowley DE. 2000. Rhizosphere microbial community structure in
relation to root location and plant iron nutritional status. Appl. Environ.
Microbiol. 66: 461-465.
Zaiton S, Sariah M, Zainal AMA. 2008. Effect of endophytic bacteria on growth
and suppression of Ganoderma infection in oil palm. Int. J. Agri. Biol. 10:
127-132.
Download