gambaran radiologis pneumonia pada foto konvensional

advertisement
GAMBARAN
RADIOLOGIS
PNEUMONIA
PADA FOTO
KONVENSIONAL
PENDAHULUAN
 Penyakit
saluran napas  penyebab angka
kematian dan kecacatan yang tinggi di di seluruh
dunia
 Pneumonia  bentuk infeksi saluran napas
bawah akut di parenkim paru dijumpai sekitar
15-20%
 Pneumonia nosokomial di ICU : PN di ruangan
umum  42% : 13%
 Sebagian besar yaitu sejumlah 47% terjadi pada
pasien yang menggunakan alat bantu mekanik.
Anatomi Paru-paru
Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:
 Lobus Superior
3 segmen: apikal, posterior, inferior
 Lobus Medius
2 segmen: lateralis dan medialis
 Lobus Inferior
5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal,
laterobasal, posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
 Lobus Superior
4 segmen: apikoposterior, anterior,
lingularis superior, lingularis inferior.
 Lobus Inferior
4 segmen: apikal, anteromediobasal,
laterobasal, dan posterobasal
Anatomi Paru-paru

Anatomi Paru
Anatomi
Definisi
 Pneumonia
 suatu peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius , dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat
 Secara radiologik  suatu proses bertambah
padatnya jaringan/parenkim paru yang berjalan
cepat mengenai suatu /beberapa segmen atau
lobus
 Berbagai
spesies bakteri, mikoplasma,
klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit
dapat menyebabkan pneumonia.
Patogenesis




Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara
mikroorganisme (MO) penyebab yang masuk melalui
berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh manusia
Kuman mencapai alveoli melalui inhalasi, aspirasi
kuman orofaring,
penyebaran hematogen dari focus infeksi lain, atau
penyebaran langsung dari lokasi infeksi.
Pada bagian saluran napas bawah, kuman menghadapi
daya tahan tubuh berupa system pertahanan mukosilier,
daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronchial,
dan neutrofil. Juga daya tahan humoral IgA dan IgG dari
sekresi bronchial.
Terjadinya pneumonia tergantung dari:
 virulensi Mikro Organisme
 tingkat kemudahan dan
 luasnya daerah paru yang terkena serta
 penurunan daya tahan tubuh.
Faktor predisposisi antara lain :
 kebiasaan merokok,
 pasca infeksi virus,
 penyakit jantung kronik,
 diabetes mellitus,
 keadaan imunodefisiensi,
 kelainan atau kelemahan struktur organ dada atau
 penurunan kesadaran.
 tindakan invasive seperti infuse, intubasi, trakheostomi,
atau pemasangan ventilator.
Penyebaran






Aspirasi patogen
individu dengan derajat kesadaran yang terganggu
(misalnya alkoholik, penyalah guna obat, pasien setelah
kejang, stroke atau anestesi umum),
disfungsi neurologik orofaring dan
gangguan menelan atau mekanisme impedimen
(misalnya pipa nasogastrik atau endotrakeal).
Adanya refleks batuk yang terganggu atau disfungsi
makrofag mukosiliaris atau alveolar akan meningkatkan
risiko pneumonia.
Inhalasi aerosol infeksiosa
Penyebaran hematogen ke seluruh
paru,  infeksi Staphylococcus aureus,
 pada penyalahguna obat melalui
intravena,
 pasien endokarditis bacterial kanan atau
kiri,
 juga pada pasien dengan infeksi akibat
kateter intravena

Etiologi
 tersering
disebabkan oleh bakteri.
 infeksi melalui droplet  sering
disebabkan Streptococcus pneumoniae,
 melalui selang infuse  oleh
Staphylococcus aureus
 infeksi pada pemakaian ventilator oleh
P.aeroginosa atau Enterobacter.
Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tipe Klinis
Pneumonia Komunitas
Pneumonia Nosokomial
Pneumonia Rekurens
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia pada
gangguan imun
Epidemiologi
Sporadis atau endemic;
muda atau orang tua
Didahului perawatan di
RS
Terdapat dasar penyakit
paru kronik
Alkoholik, usia tua
Pada pasien
transplantasi, onkologi,
AIDS
Klasifikasi Berdasar Etiologi
Bakterial
Nonbakterial
Streptococcus pneumoniae
H. influenzae
L.pneumophilia
Klebsiella
Pseudomonas
E.coli
Mycoplasma
Chlamydia
Tuberkulosis
Virus
Fungi
Parasit
Streptococcus pneumoniae  penyebab
yang paling sering dari pneumonia bakterial,
 Di antara semua pneumonia bakterial,
patogenesis dari pneumonia pneumokokus 
paling banyak diselidiki.
 Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat
percikan mukus atau saliva.
 Lobus bagian bawah paru-paru paling sering
terkena sebab efek gravitasi
Setelah mencapai alveoli, pneumokok menimbulkan
respon yang khas terdiri dari 4 tahap yang berurutan,
yaitu :




Kongesti (4 sampai 12 jam pertama) : eksudat serosa
masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah
yang berdilatasi dan bocor.
Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : paru-paru
tampak merah dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan
leukosit polimorfonuklear mengisi alveoli.
Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru-paru
tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di daerah yang terserang.
Resolusi (7 sampai 11 hari) : eksudat mengalami lisis
dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula.
Pneumonia Bentuk Khusus
I. Pneumonia Rekurens
 bila dijumpai 2 atau lebih episode infeksi paru non TB
dengan jarak waktu lebih dari 1 bulan, disertai
adanya febris, gambaran infiltrat paru dan umumnya
disertai sputum purulen, leukositosis dan respons
terhadap antibiotik yang baik.
II. Pneumonia Pada Gangguan Imun
 Pada pasien gangguan imun terdapat kekurangan
imunitas akibat proses penyakit dasarnya atau oleh
terapi.
III. Pneumonia Resolusi Lambat
 bila pengurangan gambaran konsolidasi pada foto
dada lebih kecil dari 50% dalam 2 minggu dan
berlangsung lebih dari 21 hari.
Klasifikasi infeksi pneumonia akut berdasarkan Juhl, yaitu :
Berdasarkan morfologi :

Pneumonia alveolar (lobar)
Etiologi : Pneumococcus. Eksudat alveolar yang menghasilkan konsolidasi
homogen perifer menyebar ke hillus dan cenderung menyeberangi garis
segmental. Tidak terbatas pada 1 lobus.

Pneumonia lobular (bronkhopneumonia)
Etiologi : Staphylococcus yang berasal dari jalan napas, menyebar ke alveoli
peribronkial.Gambaran radiologis memiliki pola yang bervariasi termasuk
konsolidasi konfluen, mirip pneumonia alveolar.

Pneumonia interstitial
Etiologi : virus dan mikoplasma. Interstitial sering terkena, tetapi tertutupi
eksudat alveolar. Pola bervariasi tetapi bila terdapat konsolidasi alveolar
tidak sepadat pneumonia alveolar/lobular.

Campuran (mixed)
Kombinasi pneumonia alveolar, lobular, dan interstitial.

Berdasarkan etiologi
Dibagi menjadi pneumonia karena bakteri, virus, dll.
Penegakan Diagnosis
 Diagnosis
klinis pneumonia tergantung
kepada penemuan kelainan fisik atau
bukti radiologis yang menunjukkan
konsolidasi.
 Diagnosis ini berdasarkan pada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik
yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan Fisis









Awitan akut biasanya  kuman patogen seperti S. pneumoniae,
Streptococcus spp.,Staphylococcus.
Pneumonia virus  mialgia, malaise, batuk kering, dan
nonproduktif.
Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas
menurun akibat kuman yang < patogen/oportunistik, misalnya :
Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob,
jamur.
Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik  demam, sesak
napas, tanda-tanda konsolidasi paru (tanda perkusi paru yang
pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronkial).
Bentuk klasik pada PKomunitas primer  Bronkhopneumonia,
pneumonia lobaris atau pleuropneumonia.
Gejala atau bentuk yang tidak khas dijumpai pada PKomunitas
sekunder atau PNosokomial.
Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru, seperti
efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks.
Pada pasien PNosokomial atau dengan gangguan imun dapat
dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia.
Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk
diperhatikan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologi pada umumnya memperlihatkan :




Penambahan densitas/bayangan radioopak
inhomogen mengenai satu/beberapa segmen/lobus
Perubahan volume (-), masih tampak air
bronchogram (+)
Kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar hillus
Pada stadium penyembuhan, bayangan inhomogen
opak diganti garis-garis retikuler yang kemudian akan
menghilang.
Pneumonia Bakterial


Etiologi : Diplococcus pneumoniae.
Patofisiologi : organisme penyebab tertelan bersama
droplet/saliva atau mukus sehingga lobus inferior dan
medius kanan paling sering terkena.
Gambaran radiologis (6-12 jam setelah onset) :







Konsolidasi lobar lobus inferior dan segmen posterior lobus superior
(paling sering)
Terbatas pada satu lobus/segmental secara keseluruhan.
Konsolidasi alveoli, dimulai dari bagian perifer, dan biasanya
berbatasan dengan permukaan pleura viseralis/fissura interlobar.
Air bronkogram (+).
Elevasi diafragma ipsilateral, karena splinting (terpecah), akibat
infeksi pleura.
Efusi pleura minimal di sinus costophrenicus (hal ini jarang terjadi bila
pemberian terapi secara cepat).
Volume paru tetap.







Pada pasien emfisema, bleb radiolusen dikelilingi
oleh daerah konsolidasi, sehingga mirip kavitas.
Kadang distribusinya patchy/lobular, mirip
bronkopneumonia (patchy bronchopneumonic
pattern)
Selama resolusi (selama kurang dari 8 minggu),
densitas menjadi > iregular dan > patchy.
Focal athelectasis sering timbul.
Pada anak-anak ditemukan Round pneumonia,
yaitu lesi bulat berbatas tegas.
Komplikasi : empyema, abses paru, resolusi lambat,
meningitis, endokarditis, artritis septik.
Diagnosa banding : atelektasis
Gambar 4. Pneumococcal Pneumonia. Konsolidasi alveolar
yang luas pada lobus kanan bawah dengan air bronkogram
(+) (dikutip dari Radiology on CD, 1997)8
Gambar 5. Pneumococcal pneumonia. Konsolidasi pada
lobus atas kanan dan lingula (dikutip dari Textbook of
Radiology and Imaging, halaman 132, 2003)9
Staphylococcal Pneumonia



Etiologi : Staphylococcus aureus.
Insidensi : pasien debil/bayi dalam tahun pertama atau
pada orang tua.
Patofisiologi :
1. Primer di paru (bronkhogenik)
2. Sekunder di paru, primer di tempat lain (hematogen)
Gejala klinis : onset mendadak dengan lesu berat.
Sering superinfeksi dengan influenza.
Gambaran radiologis :
 Cepat berubah dan tidak ada hubungan antara beratnya
gejala dengan gambaran pada foto rontgen.
 Biasanya bilateral, dapat difus kadang nodular, tetapi
jarang lobar.
 Resolusi lama.
Anak-anak :
 1. Daerah padat segmental dan lokal (difus).
 2. Konsolidasi cepat menyebar, mengenai seluruh
lobus (konfluen bronkopneumonia).
 3. Bronkus tertutup eksudat, air bronkogram (-).
 4. Efusi pleura.
 5. Empyema.
 6. Pneumothoraks.
 7. Pneumatocele berdinding tipis dan cepat berubah
ukuran, karena obstruksi check valve antara lumen
bronkus kecil, dan interstitium yang berbatasan.
 8. Abses.
Dewasa :
 Abses terjadi lebih sering daripada pada anak.
 Pneumothoraks dan pneumatocele jarang.
 Efusi pleura dan empyema tidak sesering seperti pada
anak.
Gambar 6. Staphylococcal pneumonia dengan nodul kavitas multipel disertai sedikit
efusi pleura pneumonia. (dikutip dari Radiology on CD, 1997)8
Gambar 7. Staphylococcal pneumonia pada lobus superior kanan dengan pembentukkan abses. (dikutip dari
Textbook of Radiology and Imaging, 2003)9
Streptococcal Pneumonia



Etiologi : Streptococcus pyogenes
Insidensi : 1-5%.
Gambaran Radiologi :






Lokasi : Segmen posterobasal lobus inferior.
Lebih difus dan tipenya interstitial.
Dengan densitas yang lebih halus, menyebar
dari hillus ke perifer.
Kombinasi infiltrat nodular, kabur, berkembang
cepat pada penderita akut, dan sesudah itu
pembentukan kavitas dibanyak tempat adalah
khas untuk Streptococcal pneumonia.
Konsolidasi pathcy.
Dapat terbentuk abses dalam daerah konsolidasi
yang patchy.
Gambar 8. Streptococcal pneumonia bilateral dan empyema disertai dengan efusi pleura ( dikutip dari
Radiology on CD, 2000)9
Friedlander Pneumonia




Etiologi : Klebsiella pneumoniae.
Insidensi : biasanya mengenai orang setengah baya atau orang tua,
dan orang debil.
Gejala Klinis : onset tiba-tiba, gejala klinis akan berjalan fatal dalam
beberapa hari.
Gambaran radiologis :









Diawali bronkopneumonia, daerah dengan kepadatan meningkat dan
patchy. Biasanya terjadi pada satu/kedua lobus, menyebar cepat
menjadi konfluen.
Dapat mengenai satu lobus secara keseluruhan.
Konsolidasi lobar t.u lobus superior kanan.
Volume paru cenderung bertambah  fissura interlobar yang
berbatasan menjadi konveks.
Destruksi jaringan ekstensif abses dinding tipis.
Sering efusi pleura.
Empyema.
Bila kronis, lebih patchy, kavitas lebih kecil, lesi mirip TBC. Bila
sembuh dapat timbul fibrosis, kontraksi lobus, dan volume paru
berkurang.
Diagnosa Banding : TBC kronis.
Gambar 10. Friedlander Pneumonia dengan konsolidasi alveolus yang luas pada lobus superior kanan (dikutip dari Radiology on
CD,2000)
CD,2000)8
Gambar 11. Klebsiella pneumonia dengan konsolidasi pada lobus inferior kanan. (dikutip dari Textbook of
Radiology and Imaging, 2003)9
Haemophyllus influenzae
Pneumonia


Etiologi : Haemophyllus influenzae
Gambaran radiologis : tidak memberikan gambaran yang
karakteristik
Tampak di daerah lapangan paru atas bayangan
pneumonia yang intensif
Bayangan infiltrasi ini dapat pula terlihat di daerah
perihiler dan daerah pararetrokardial
Bayangan infiltrasi ini dapat terlihat juga pada
bentuk pneumonia lainnya
Gambar 13. Haemophyllus influenzae pneumonia dengan nodul kecil yang tersebar.
(dikutip dari Textbook of Radiology and Imaging, 2003) 9
Mycoplasma pneumonia
 Etiologi
: Mycoplasma pneumonia
 Insidensi : Anak pada usia sekolah.
 Gambaran radiologis :
 Konsolidasi
patchy/ konfluen lobar/.segmental dengan
air bronkogram (+), beberapa berhubungan dengan
atelektasis.
 Pola retikulonodular difus bilateral, berhubungan
dengan garis-garis septa.
 Efusi pleura jarang.
 Resolusi sempurna 4 hingga 8 minggu.
Gambar 14. Mycoplasma pneumonia dengan konsolidasi berupa bercak pada lapang tengah
paru kiri. (dikutip dari Textbook of Radiology and Imaging,2003)9
Pneumonia Virus
 Infeksi
virus lebih banyak menyebabkan
eksudasi ke arah jaringan interstitial
 Pada
stadium awal secara radiologis akan terlihat
bayangan garis-garis kabur yang bertambah seperti
pada gambaran limfangitis karsinomatosa.
 Penyakit
karena virus ini akan lebih berat bila
bersama-sama dengan infeksi bakteri.
 Gambaran radiologis akan berubah sesuai
beratnya penyakit.
 Gambaran
radiologis paru karena infeksi virus
dapat terlihat :
Normal
Gambaran
pneumonia oleh karena virus (tu. virus
A influenza)
Gambaran pneumonia oleh karena bakteri
superinfeksi (tu. Staphylococcus aureus dan
Diplococcus pneumoniae)
Gambaran pneumonia gabungan virus dan bakteri
 Gambaran
pneumonia oleh karena infeksi virus
primer :
 sering
disertai dengan pembesaran kelenjar, corakan
paru yang bertambah dan relatif melebar yang sering
disertai bercak-bercak konsolidasi, edema ringan dan
garis-garis tajam linier.
 Virus
lain yang dapat menyebabkan pneumonia:
 morbili,
Q-fever, variola, varicella.
Gambar 15. Pneumonia virus dengan gambaran bronkopneumonia difus.pada kedua
lapang paru (dikutip dari Radiology on CD,2000)8
Pneumonia Aspirasi
 Pneumonia
aspirasi dapat disebabkan:
Inhalasi
mukus atau bahan mukopurulen dari
nasofaring
Inhalasi makanan dari faring atau esofagus
Inhalasi gas yang merangsang
Inhalasi minyak atau lemak
 Gambaran
Tampak
Radiologis:
bayangan konsolidasi segmental atau
bayangan berbercak di daerah lapangan paru
bawah seperti halnya dengan bronkiektasis.
Radiologis gambaran pneumonia aspirasi ini
menyerupai gambaran pneumonia atipik primer.








Pneumonia karena radiasi
Radiasi sinar pengion dosis besar , waktu singkat, kepada
daerah relatif kecil  peradangan dan nekrosis jaringan.
Radiologis berbeda dari pneumonia bakterial oleh karena
konsolidasi tampak lebih ringan,
gambaran garis-garis tajam dan linier sering menyertai
bayangan konsolidasi.
Pneumonia ini reversibel dan dapat pulih kembali.
Penyinaran yang berulang-ulang walaupun dalam dosis
kecil akan menyebabkan trombosis dari pembuluh darah
kecil yang dapat mengakibatkan fibrosis interstitial.
Jaringan pleura  kerusakan dan menjadi tebal.
Fibrosis tampak kasar dengan pembentukan bleb.
Bila proses fibrosis cukup luas  atelektasis atau infeksi
sekunder oleh bakteri.
Terima kasih….
Download