7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja dikenal dengan ”adolescence” yang berasal dari bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Periode masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masa remaja awal pada umur 10 atau 12 tahun sampai 13 atau 14 tahun, masa remaja tengah pada umur 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir pada umur 17-21 tahun (Hurlock 1980). Menurut Papalia et al (2008), masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan. Desmita (2009) menyebutkan batasan usia remaja yang umum digunakan para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar baik fisik, kognitif, dan psikososial yang saling bertautan dalam semua ranah perkembangan. Pada fase ini, remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberikan dampak baik pada bentuk fisik maupun psikis (Hurlock 1980). Perubahan-perubahan fisik yang secara hebat dialami oleh anak ketika mulai memasuki masa remaja menimbulkan permasalahan yang sangat majemuk, salah satunya adalah perubahan pada psikologisnya. Perubahan fisik yang terjadi sangat mengganggu remaja sehingga menyebabkan remaja selalu memperhatikan penampilannya dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya (body image). Hal ini sering menimbulkan masalah-masalah bagi orangtua atau orang dewasa lainnya yang berhubungan dengan kehidupan remaja, misalnya di sekolah, asrama, atau tempat perkumpulan lainnya. Oleh karena itu, pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari lingkungan yang ada di sekitar remaja (Santrock 2007; Hurlock 1980). Menurut Erik Erickson dalam Santrock (2007) dan Papalia et al (2008) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/confussion, identity moratorium, identity foreclosure, dan identity achieved. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 8 a. Identity diffusion, yaitu individu yang belum mengalami krisis, dan belum membuat komitmen. Mereka juga belum memutuskan mengenai pilihan pekerjaan atau ideologis tetapi mereka juga tidak menunjukan minat terhadap masalah tersebut. b. Identity moratorium, yaitu individu yang tengah berada pada masa krisis tetapi belum memiliki komitmen atau kalaupun ada masih sangat kabur. c. Identity foreclosure, yaitu individu yang sudah membuat komitmen, tetapi belum mengalami krisis. Hal ini paling sering terjadi ketika orangtua memaksa komitmen tertentu pada anak remaja mereka, biasanya dengan cara otoriter, sebelum remaja memiliki kesempatan mengeksplorasi berbagai pendekatan, ideologi, atau karir. d. Identity achievement, yaitu individu yang sudah melalui masa krisis dan sudah sampai pada sebuah komitmen. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Oleh karena itu, masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan petumbuhan psikis yang bervariasi (Hurlock 1980). Steinberg (2001) menyebutkan bahwa masa remaja merupakan suatu masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia. Mereka menjadi individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya sendiri dan remaja dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan perkawinan. Santrock (2007) mengemukakan bahwa bersamaan dengan berkembangnya aspek kognitif, sering muncul perbedaan pendapat dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Mereka tidak lagi memandang orang tua sebagai sosok manusia yang mengetahui segalanya, sehingga banyak orang berpikir bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dan menolak nilai-nilai yang digariskan oleh orang tuanya. Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009) menyebutkan beberapa karakteristik remaja, yaitu: (1) keadaan emosi yang labil, (2) sikap menentang orang tua maupun orang dewasa lainnya, (3) pertentangan dalam dirinya menjadi sebab pertentangan dengan orang tuanya, (4) eksperimentasi atau keinginan yang besar dari remaja untuk melakukan kegiatan orang dewasa yang dapat ditampung melalui saluran ilmu pengetahuan, (5) eksplorasi atau keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar yang sering disalurkan melalui penjelajahan 9 atau petualangan, (6) banyaknya fantasi atau khalayan dan bualan, dan (7) kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan kegiatan berkelompok. Sementara itu, Hurlock (1980) menyebutkan tentang tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu: 1. Mencapai hubungan yang baru dan yang lebih matang dengan teman sebya baik pria maupun wanita. 2. Mencapai peran sosial pria dan wanita 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya 6. Mempersiapkan karier ekonomi 7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga 8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan teknologi. Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam hidup mereka. Sebagian besar waktu remaja dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya (Desmita 2009). Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama (Santrock 2007). Menurut Steinberg (2001), remaja pada umumnya sudah mampu menunjukkan pergaulan yang sebenarnya dengan ditandai oleh pergaulan yang tidak hanya berjenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan yang berbeda jenis kelaminnya (heteroseksual). Pada fase ini, remaja sudah mulai keluar dari lingkungan keluarganya dan memasuki lingkungan pergaulan sosial dalam masyarakat yang lebih luas dan di dalam lingkungan yang baru inilah para remaja membentuk kelompok-kelompok (Gunarsa S & Gunasa Y 2003). Hurlock (1980) mengemukakan bahwa remaja memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok dan melakukan interaksi bersama teman-temannya, sehingga akan berusaha melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua atau keluarganya. Bergabungnya remaja dengan teman sebayanya akan membentuk kelompok teman sebaya (peer group). Dalam pembentukan kelompok teman sebaya selain diperhatikan persamaan usia, para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya, seperti hobi, status sosial 10 ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah, tempat tinggal, agama, dan juga ras (Surya dalam Ruhidawati 2005). Menurut Berk dalam Ruhidawati (2005), kelompok teman sebaya merupakan bentuk-bentuk kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai unik dan memiliki standar perilaku dengan struktur sosial serta terdapat pemimpin dan yang dipimpin. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya menurut Martin dan Stendler dalam Ruhidawati (2005) yaitu: 1. Bentuk Good Kid atau dikenal dengan sebutan remaja kutu buku, remaja yang termasuk kepada kelompok ini adalah remaja yang datang ke sekolah hanya untuk belajar. 2. Bentuk Elite, merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dipimpin oleh orang dewasa. Pada kelompok ini, selain melakukan kegiatan sekolah, remaja juga melakukan kegiatan di luar sekolah. 3. Bentuk Gank, merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dibentuk dan dipimpin oleh remaja itu sendiri, biasanya pada kelompok ini remaja tidak menyenangi aktivitas yang berkaitan dengan sekolah sehingga mereka kadang-kadang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan kepentingan umum/sosial. Kelompok teman sebaya memiliki peranan yang sangat penting dalam penyesuaian diri remaja dan sebagai persiapan bagi kehidupan di masa yang akan datang, serta berpengaruh pula pada pandangan dan perilaku. Hal ini disebabkan remaja sedang berusaha untuk membebaskan diri dari keluarganya dan tidak tergantung kepada orang tuanya (Drajat dalam Ruhidawati 2005). Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan dalam Desmita (2009), menekankan bahwa melalui hubungan teman sebaya, remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang simetris. Remaja mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Remaja juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka memuluskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan. Manfaat Kelompok Teman Sebaya Salah satu ciri khas kehidupan masa remaja ditandai oleh adanya perkembangan dalam persahabatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Semakin dekat remaja dengan teman kelompoknya akan semakin besar pengaruhnya terhadap kehidupan remaja itu sendiri. Kondisi yang demikian dapat membentuk pribadi remaja menjadi lebih berkembang, artinya dengan 11 masuknya remaja pada kelompok teman sebaya menjadikannya lebih mandiri atau lebih bertangung jawab, tetapi teman sebaya ini dapat pula membawa pengaruh yang negatif, hal ini tergantung kepada pribadi remajanya itu sendiri (Steinberg 2001; Santrock 2007) Pada masa remaja, teman sebaya tidak hanya berfungsi sebagai pemberi rasa aman secara emosional, tetapi juga sebagai guru yang dapat membentuk perilaku sosial seperti bagaimana bekerja sama dengan orang lain, mendengarkan, dan bertoleransi terhadap pandangan yang berbeda. Pada masa remaja hampir tidak ada pengalaman yang lebih menyakitkan individu daripada ditolak dan diasingkan oleh kelompok teman sebaya dan sedikit pengalaman yang dapat memperkuat diri selain dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya (Surya dalam Ruhidawati 2005). Studi-studi kontemporer tentang remaja juga menunjukkan bahwa interaksi yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif (Santrock 2007). Hartup dalam Desmita (2009) mencatat bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang penting bagi remaja. Kelly dan Hansen dalam Desmita (2009) menyebutkan enam fungsi positif dari teman sebaya, yaitu: 1. Mengontrol impuls-impuls agresif, yaitu melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung. 2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka. 3. Meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya akan membantu remaja untuk belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaanperasaan serta mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah. 4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran berdasarkan jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman-teman sebaya. 12 5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Pergaulan dengan kelompok teman sebaya akan membantu remaja untuk mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar. 6. Meningkatkan harga diri (self-estem). Media Massa dan Perkembangan Remaja Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Informasi massa adalah informasi yang diperuntukkan kepada masyarakat secara massal, bukan informasi yang hanya boleh dikonsumsi oleh pribadi (Bungin 2009). Menurut Bungin (2009) media massa memiliki lima fungsi, yaitu: 1. Fungsi pengawasan Fungsi pengawasan dapat berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemberitaan bahaya narkoba. 2. Fungsi Social Learning Fungsi utama dari media massa adalah untuk melakukan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. 3. Fungsi Penyampaian Informasi Informasi yang disampaikan melalui media massa dapat diterima pada saat yang cepat kepada masyarakat luas. 4. Fungsi Transformasi Budaya 5. Fungsi Hiburan Fungsi hiburan pada media massa berkaitan erat dengan fungsi-fungsi lainnya. Informasi yang disampaikan melalui media massa sering disampaikan dengan cara menghibur agar lebih dapat diterima oleh masyarakat. Penyampaian yang seperti ini menuntut kemampuan untuk mengemas pesan/informasi yang menarik dan tidak melenceng dari tujuan sebenarnya. Media massa memainkan peranan penting dalam kehidupan anak-anak dan remaja. Penggunaan media massa oleh anak sangat bervariasi, tidak hanya dari segi usia, tetapi juga dari segi jenis kelamin, etnis, status sosioekonomi dan 13 kecerdasan. Menurut sebuah penelitian, anak dan remaja menghabiskan waktu lebih banyak dan membentuk interaksi sosial dengan menonton televisi dan menggunakan media elektronik lainnya seperti internet (Santrock 2007). Televisi Televisi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Televisi bisa memberikan pengaruh positif pada perkembangan anak dengan meningkatkan informasi mereka tentang dunia melampaui lingkungan mereka dan dengan memberikan model bagi perilaku prososial (Clifford, Gunter, & McAleer dalam Santrock 2007). Jadi, jika anak diberikan tontonan yang bersifat hubungan sosial positif, secara tidak langsung hal tersebut dapat mengajarkan anak mengenai cara menggunakan keterampilan sosialnya. Menurut Hurlock (1980), pada fase remaja, anak mulai memiliki pola perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Sementara itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Baumgardner et al. (2004) menunjukkan bahwa semakin sering remaja menonton kekerasan televisi maka kemungkinan remaja memiliki perilaku agresif juga akan semakin tinggi. Internet Perubahan revolusi teknologi yang ditandai dengan kehadiran komputer dan internet dalam kehidupan anak dan remaja mengakibatkan ketergantungan pada beberapa kompetensi nonteknologi dasar, misalnya keterampilan komunikasi yang baik, sikap positif, dan kemampuan untuk memecahkan masalah serta berpikir mendalam dan kreatif. Anak dan remaja menggunakan komputer untuk berinteraksi dan berkomunikasi menggantikan pena, kartu pos, dan telepon (Santrock 2007). Internet (Inter-Network) merupakan sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan. Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (email, chat), diskusi (usenet news, email, milis), sumberdaya informasi yang terdistribusi (world wide web/ www, Gopher), remote login dan lalu lintas file (Telnet, FTP), dan aneka layanan lainnya (Desmita 2005). Internet merupakan inti dari komunikasi yang menggunakan media komputer. Internet menghubungkan ribuan jaringan 14 komputer dan menyediakan jumlah informasi yang luar biasa banyaknya (Donnerstein dalam Santrock 2007). Internet dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkembangan remaja. Dampak positif internet adalah menyediakan jaringan komunikasi tanpa mengenal batas serta memberikan kesempatan untuk bersosialisasi bagi remaja pemalu, remaja kaum marginal dan remaja yang mengalami masalah sosial. Kebebasan dalam melakukan interaksi sosial yang ditawarkan oleh internet juga dapat membantu remaja dalam membangun kepercayaan diri dalam melakukan interaksi dalam dunia sosial yang sebenarnya. Namun, internet juga merupakan sumber informasi negatif yang paling mudah diakses oleh remaja (Louge 2006). Penggunaan internet semakin dipermudah seiring dengan perkembangan jaman. Kini internet tidak hanya bisa diakses melalui komputer atau notebook saja, melainkan juga dapat diakses melalui handphone dan blackberry yang saat ini menjadi alat komunikasi yang sedang trend disemua kalangan termasuk remaja. Internet saat ini juga menawarkan berbagi fitur menarik bagi para remaja dan kawula muda, seperti situs jejaring sosial (facebook, Friendster, twitter), blog, dan lain sebagainya. Facebook, salah satunya menjadi salah satu layanan internet yang sedang populer saat ini. Penggunanya bukan hanya orang dewasa. Anak dan remaja juga tampak memanfaatkan fasilitas ini. Facebook adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Melalui layanan ini seseorang juga dapat menambahkan teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya. Interaksi sosial yang tinggi dengan teknologi seperti televisi dan internet menyebabkan remaja mengisolasi diri dari lingkungan sosial disekitarnya. Hal ini disebabkan waktu mereka dihabiskan lebih banyak di depan televisi dan internet (Goleman 2007). Keterampilan Sosial Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya dalam konteks hubungan sosial. Menurut Goleman (2007), keterampilan sosial (kecerdasan 15 sosial/social intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang bebeda. Keterampilan sosial menjadi modal dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sosial agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial tersebut. Goleman (2007) menyebutkan bahwa terdapat dua unsur keterampilan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi: Empati dasar, yaitu berhubungan dengan perasaan dengan orang lain dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal. Penyelarasan, yaitu kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang. Ketepatan empatik, yaitu kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain. Pengertian sosial, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja. Sementara itu, fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi: Sinkroni, yaitu kemampuan yang ditunjukkan seseorang dalam berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal. Presentasi diri, yaitu berhubungan dengan cara seseorang mempresentasikan diri sendiri secara efektif. Pengaruh. Pengaruh seseorang akan membentuk hasil interaksi sosial. Kepedulian, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Hatch dan Gardner (Goleman 2006) mengemukakan dasar-dasar kecerdasan sosial terdiri dari kemampuan mengorganisir kelompok, merundingkan perpecahan, mengelola hubungan pribadi, dan kemampuan analisis sosial. Menurut Mu’tadin (2002), keterampilan-keterampilan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila 16 keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. Menurut Goleman (2006), setiap hubungan berasal dari kemampuan untuk berempati. Keterampilan sosial seseorang akan matang apabila memiliki kemampuan empati dan manajemen diri yang baik. Tidak dimilikinya keterampilan sosial inilah yang menyebabkan orang yang pintar dalam bidang akademik dapat gagal dalam membina hubungan mereka. Kemampuan sosial ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan, menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatakan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, serta membuat orang lain merasa nyaman. Kemampuan untuk mendapat perhatian melalui cara yang secara sosial diterima merupakan keterampilan sosial sebagai prestasi perkembangan sosialnya. Kemampuan untuk bersama-sama dalam suatu pertemanan dan kelompok merupakan manifestasi keterampilan sosial dan emosional. Hal ini merupakan hasil dari serangkaian keterampilan mengetahui dan memenuhi harapan-harapan sosial yang diembankan kepadanya, disertai dengan kemampuan mengelola emosi, serta memberikan respon emosi yang tepat kepada orang-orang disekitarnya (Sunarti 2004). Menurut hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin (2002), dalam kehidupan remaja terdapat delapan faktor yang membentuk keterampilan sosial remaja (social skills) yaitu: 1. Keluarga. Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh seorang anak dalam keluarga akan sangat menentukan reaksi anak terhadap lingkungan. 2. Lingkungan Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan), lingkungan sosial (tetangga), lingkungan keluarga (keluarga primer dan sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Pengenalan lingkungan sejak dini akan mengajarkan anak mengenai keseluruhan lingkungan sosialnya. 3. Kepribadian 17 Penampilan tidak dapat diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini, penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata. 4. Rekreasi Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapat kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton, serta mendapatkan semangat baru. 5. Pergaulan dengan lawan jenis Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja seharusnya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting dalam persiapan berkeluarga maupun berkeluarga. 6. Pendidikan/sekolah Pada dasarnya, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak atau remaja dan dikembangkan terus-menerus sesuai tahap perkembangannya. 7. Persahabatan dan solidaritas kelompok Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangat besar. Remaja sering lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain. 8. Lapangan kerja Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran di sekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SMA mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan. 18 Keterkaitan antara Teman Sebaya dan Media dengan Keterampilan Sosial Kebutuhan untuk dapat diterima oleh lingkungan bagi setiap individu atau remaja merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilanketerampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sebagainya (Mu’tadin 2002). Studi-studi kontemporer tentang remaja menunjukkan hubungan yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif. Sejumlah teori lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap perkembangan anak dan remaja. Bagi sebagaian remaja ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan (Santrock 2007). Menurut White et al. (2010), pengaruh kelompok teman sebaya dalam pencarian pasangan (pacaran) pada anak usia remaja di Amerika dapat dilihat dari agresivitasnya. Remaja yang terlibat dalam interaksi yang bersifat agresif dengan peer groupnya akan lebih mudah terpengaruh ke dalam perilaku seks yang lebih cepat daripada remaja yang menghindari hal ini. Nansel et al.(2004) dalam White et al. (2010) agresivitas anak usia sekolah hingga remaja sangat dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya atau menjadi korban agresivitas kelompok teman sebaya atau bisa keduanya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bester (2007) mengenai perkembangan kepribadian remaja dan hubungannya dengan pengaruh orang tua dan kelompok teman sebaya mengungkapkan bahwa remaja yang masih tinggal atau berhubungan dekat dengan orang tuanya namun lebih banyak menghabiskan waktu dengan kelompok teman sebayanya akan mengalami perkembangan fisik dan emosional yang cenderung lebih banyak bergantung pada peer groupnya. Pada masa remaja, kecenderungan untuk lebih bergantung 19 pada kelompok teman sebayanya akan lebih jelas terlihat. Jika orang tua melarang anak bergaul dengan kelompok teman sebayanya maka akan memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan sosial dan kepribadian karena kelompok teman sebaya akan mengajarkan anak untuk dapat bertanggung jawab secara sosial terhadap lingkungannya. Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meijs et al. (2010) mengenai keterampilan sosial dan prestasi akademik sebagai prediktor popularitas remaja, yang menunjukkan bahwa keterlibatan remaja dalam aktivitas peer group dan dapat diterima di dalamnya akan membantu remaja dalam membangun perasaan menjadi anak yang populer. Menjadi anak yang populer dapat membantu anak dalam melakukan tindakan prososial dan menciptakan kebiasaan membantu kelompok teman sebayanya. Tindakan prososial yang dimaksud seperti kemampuan untuk memecahkan masalah sosial, perilaku sosial yang positif, dan membantu mereka dalam menjalin hubungan pertemanan. Menurut Goleman (2006), ketika teknologi atau media menawarkan komunikasi, sesungguhnya itu adalah sebuah isolasi karena manusia akan terkungkung dalam suatu autisme sosial. Media dapat memungkinkan jutaan orang mendengarkan cerita lucu yang sama, namun mereka tetap kesepian. Media seperti internet dan televisi akan memunculkan pola baru dalam hubungan antar manusia, yaitu cara manusia membina hubungan dan memutuskan hubungan. Calzo dan Suzuki (2004) menyebutkan bahwa, media massa sering digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi dengan teman sebayanya. Kenneavy et al. (2006) menyebutkan bahwa pada usia remaja, pencarian informasi merupakan salah satu hal yang paling penting, terutama informasi mengenai seks dan aturan orang dewasa. Media massa merupakan sumber pencarian informasi yang paling banyak digunakan oleh remaja karena media massa sangat mudah diakses dan pesan yang disampaikan oleh media massa juga sangat atraktif. Selain memberikan informasi mengenai seks secara bebas, menurut Baumgardner et al. (2004), media massa juga memberikan contoh perilaku kekerasan bagi remaja. Dalam hal ini, media massa bertindak sebagai kontributor utama yang memberikan informasi mengenai kekerasan sehingga menciptakan sikap agresif dan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari-hari remaja. 20 Media elektronik, seperti komputer, notebook, atau handphone (ponsel) juga dapat menghancurkan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa muda untuk mempelajari kemampuan sosial, membaca bahasa tubuh dan pengurangan aktivitas dan interaksi langsung dengan sesama. Perilaku berkurangnya aktifitas dan berinteraksi langsung secara face to face terhadap orang lain juga dapat meningkatkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker, stroke, penyakit jantung, dan dementia (kepikunan) (Desmita 2005). Sementara itu, dampak positif media yaitu memperluas jejaring sosial dan juga menambah informasi dan pengetahuan bagi remaja. Melalui media, kita bisa berkomunikasi dengan orang lain di belahan dunia manapun tanpa dibatasi ruang dan waktu (Bungin 2009).