Pengaruh kelompok teman sebaya dan media

advertisement
7
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Istilah remaja dikenal dengan ”adolescence” yang berasal dari bahasa
Latin “adolescere” (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang
berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Periode masa remaja dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu masa remaja awal pada umur 10 atau 12 tahun sampai 13 atau 14
tahun, masa remaja tengah pada umur 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun, dan
masa remaja akhir pada umur 17-21 tahun (Hurlock 1980). Menurut Papalia et al
(2008), masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir
atau awal usia dua puluhan. Desmita (2009) menyebutkan batasan usia remaja
yang umum digunakan para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar baik fisik,
kognitif,
dan
psikososial
yang
saling
bertautan
dalam
semua
ranah
perkembangan. Pada fase ini, remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja
hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberikan dampak baik pada bentuk fisik
maupun psikis (Hurlock 1980).
Perubahan-perubahan fisik yang secara hebat dialami oleh anak ketika
mulai memasuki masa remaja menimbulkan permasalahan yang sangat
majemuk, salah satunya adalah perubahan pada psikologisnya. Perubahan fisik
yang terjadi sangat mengganggu remaja sehingga menyebabkan remaja selalu
memperhatikan penampilannya dan membangun citranya sendiri mengenai
bagaimana tubuh mereka tampaknya (body image). Hal ini sering menimbulkan
masalah-masalah bagi orangtua atau orang dewasa lainnya yang berhubungan
dengan kehidupan remaja, misalnya di sekolah, asrama, atau tempat
perkumpulan lainnya. Oleh karena itu, pergolakan emosi yang terjadi pada
remaja tidak terlepas dari lingkungan yang ada di sekitar remaja (Santrock 2007;
Hurlock 1980).
Menurut Erik Erickson dalam Santrock (2007) dan Papalia et al (2008)
masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri.
Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada
empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/confussion, identity
moratorium, identity foreclosure, dan identity achieved. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:
8
a.
Identity diffusion, yaitu individu yang belum mengalami krisis, dan belum
membuat komitmen. Mereka juga belum memutuskan mengenai pilihan
pekerjaan atau ideologis tetapi mereka juga tidak menunjukan minat
terhadap masalah tersebut.
b.
Identity moratorium, yaitu individu yang tengah berada pada masa krisis
tetapi belum memiliki komitmen atau kalaupun ada masih sangat kabur.
c.
Identity foreclosure, yaitu individu yang sudah membuat komitmen, tetapi
belum mengalami krisis. Hal ini paling sering terjadi ketika orangtua
memaksa komitmen tertentu pada anak remaja mereka, biasanya dengan
cara otoriter, sebelum remaja memiliki kesempatan mengeksplorasi berbagai
pendekatan, ideologi, atau karir.
d.
Identity achievement, yaitu individu yang sudah melalui masa krisis dan
sudah sampai pada sebuah komitmen.
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga
sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Oleh karena itu, masa remaja
dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang
diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan petumbuhan psikis yang bervariasi
(Hurlock 1980).
Steinberg (2001) menyebutkan bahwa masa remaja merupakan suatu
masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia. Mereka menjadi
individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya
sendiri dan remaja dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan
perkawinan. Santrock (2007) mengemukakan bahwa bersamaan dengan
berkembangnya aspek kognitif, sering muncul perbedaan pendapat dengan
orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Mereka tidak lagi memandang orang
tua sebagai sosok manusia yang mengetahui segalanya, sehingga banyak orang
berpikir bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertentangan
dan menolak nilai-nilai yang digariskan oleh orang tuanya.
Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009) menyebutkan beberapa karakteristik
remaja, yaitu: (1) keadaan emosi yang labil, (2) sikap menentang orang tua
maupun orang dewasa lainnya, (3) pertentangan dalam dirinya menjadi sebab
pertentangan dengan orang tuanya, (4) eksperimentasi atau keinginan yang
besar dari remaja untuk melakukan kegiatan orang dewasa yang dapat
ditampung melalui saluran ilmu pengetahuan, (5) eksplorasi atau keinginan untuk
menjelajahi lingkungan alam sekitar yang sering disalurkan melalui penjelajahan
9
atau petualangan, (6) banyaknya fantasi atau khalayan dan bualan, dan (7)
kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan kegiatan berkelompok.
Sementara itu, Hurlock (1980) menyebutkan tentang tugas perkembangan pada
masa remaja, yaitu:
1. Mencapai hubungan yang baru dan yang lebih matang dengan teman sebya
baik pria maupun wanita.
2. Mencapai peran sosial pria dan wanita
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
6. Mempersiapkan karier ekonomi
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan teknologi.
Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan meningkatnya
pengaruh teman sebaya dalam hidup mereka. Sebagian besar waktu remaja
dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya
(Desmita 2009). Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan
kedewasaan yang kira-kira sama (Santrock 2007). Menurut Steinberg (2001),
remaja pada umumnya sudah mampu menunjukkan pergaulan yang sebenarnya
dengan ditandai oleh pergaulan yang tidak hanya berjenis kelamin yang sama,
tetapi juga dengan yang berbeda jenis kelaminnya (heteroseksual). Pada fase
ini, remaja sudah mulai keluar dari lingkungan keluarganya dan memasuki
lingkungan pergaulan sosial dalam masyarakat yang lebih luas dan di dalam
lingkungan yang baru inilah para remaja membentuk kelompok-kelompok
(Gunarsa S & Gunasa Y 2003).
Hurlock (1980) mengemukakan bahwa remaja memiliki kecenderungan
untuk membentuk kelompok dan melakukan interaksi bersama teman-temannya,
sehingga akan berusaha melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua
atau keluarganya. Bergabungnya remaja dengan teman sebayanya akan
membentuk kelompok teman sebaya (peer group). Dalam pembentukan
kelompok teman sebaya selain diperhatikan persamaan usia, para remaja juga
memperhatikan persamaan-persamaan lainnya, seperti hobi, status sosial
10
ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah, tempat tinggal, agama,
dan juga ras (Surya dalam Ruhidawati 2005).
Menurut Berk dalam Ruhidawati (2005), kelompok teman sebaya
merupakan bentuk-bentuk kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai unik dan
memiliki standar perilaku dengan struktur sosial serta terdapat pemimpin dan
yang dipimpin. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya menurut Martin dan
Stendler dalam Ruhidawati (2005) yaitu:
1. Bentuk Good Kid atau dikenal dengan sebutan remaja kutu buku, remaja yang
termasuk kepada kelompok ini adalah remaja yang datang ke sekolah hanya
untuk belajar.
2. Bentuk Elite, merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dipimpin oleh
orang dewasa. Pada kelompok ini, selain melakukan kegiatan sekolah, remaja
juga melakukan kegiatan di luar sekolah.
3. Bentuk Gank, merupakan bentuk kelompok teman sebaya yang dibentuk dan
dipimpin oleh remaja itu sendiri, biasanya pada kelompok ini remaja tidak
menyenangi aktivitas yang berkaitan dengan sekolah sehingga mereka
kadang-kadang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan kepentingan
umum/sosial.
Kelompok teman sebaya memiliki peranan yang sangat penting dalam
penyesuaian diri remaja dan sebagai persiapan bagi kehidupan di masa yang
akan datang, serta berpengaruh pula pada pandangan dan perilaku. Hal ini
disebabkan remaja sedang berusaha untuk membebaskan diri dari keluarganya
dan tidak tergantung kepada orang tuanya (Drajat dalam Ruhidawati 2005). Jean
Piaget dan Harry Stack Sullivan dalam Desmita (2009), menekankan bahwa
melalui hubungan teman sebaya, remaja belajar tentang hubungan timbal balik
yang simetris. Remaja mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui
peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Remaja juga mempelajari secara
aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka
memuluskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan.
Manfaat Kelompok Teman Sebaya
Salah satu ciri khas kehidupan masa remaja ditandai oleh adanya
perkembangan dalam persahabatan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Semakin dekat remaja dengan teman kelompoknya akan semakin besar
pengaruhnya terhadap kehidupan remaja itu sendiri. Kondisi yang demikian
dapat membentuk pribadi remaja menjadi lebih berkembang, artinya dengan
11
masuknya remaja pada kelompok teman sebaya menjadikannya lebih mandiri
atau lebih bertangung jawab, tetapi teman sebaya ini dapat pula membawa
pengaruh yang negatif, hal ini tergantung kepada pribadi remajanya itu sendiri
(Steinberg 2001; Santrock 2007)
Pada masa remaja, teman sebaya tidak hanya berfungsi sebagai pemberi
rasa aman secara emosional, tetapi juga sebagai guru yang dapat membentuk
perilaku
sosial
seperti
bagaimana
bekerja
sama
dengan
orang
lain,
mendengarkan, dan bertoleransi terhadap pandangan yang berbeda. Pada masa
remaja hampir tidak ada pengalaman yang lebih menyakitkan individu daripada
ditolak dan diasingkan oleh kelompok teman sebaya dan sedikit pengalaman
yang dapat memperkuat diri selain dapat diterima oleh kelompok teman
sebayanya (Surya dalam Ruhidawati 2005).
Studi-studi kontemporer tentang remaja juga menunjukkan bahwa
interaksi yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian
sosial yang positif (Santrock 2007). Hartup dalam Desmita (2009) mencatat
bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis
yang penting bagi remaja. Kelly dan Hansen dalam Desmita (2009) menyebutkan
enam fungsi positif dari teman sebaya, yaitu:
1. Mengontrol impuls-impuls agresif, yaitu melalui interaksi dengan teman
sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan
dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung.
2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen.
Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi
remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. Dorongan
yang
diperoleh
remaja
dari
teman-teman
sebaya
mereka
ini
akan
menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga
mereka.
3. Meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran,
dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara
yang lebih matang. Percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya akan
membantu remaja untuk belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaanperasaan serta mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah.
4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran
berdasarkan jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis
kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman-teman sebaya.
12
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Pergaulan dengan kelompok
teman sebaya akan membantu remaja untuk mencoba mengambil keputusan
atas diri mereka sendiri. Remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan
yang dimiliki oleh teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar.
6. Meningkatkan harga diri (self-estem).
Media Massa dan Perkembangan Remaja
Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses oleh masyarakat secara
massal pula. Informasi massa adalah informasi yang diperuntukkan kepada
masyarakat secara massal, bukan informasi yang hanya boleh dikonsumsi oleh
pribadi (Bungin 2009).
Menurut Bungin (2009) media massa memiliki lima fungsi, yaitu:
1.
Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan dapat berupa peringatan dan kontrol sosial maupun
kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemberitaan bahaya
narkoba.
2.
Fungsi Social Learning
Fungsi utama dari media massa adalah untuk melakukan pendidikan sosial
kepada seluruh masyarakat.
3.
Fungsi Penyampaian Informasi
Informasi yang disampaikan melalui media massa dapat diterima pada saat
yang cepat kepada masyarakat luas.
4.
Fungsi Transformasi Budaya
5.
Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan pada media massa berkaitan erat dengan fungsi-fungsi
lainnya.
Informasi
yang
disampaikan
melalui media
massa
sering
disampaikan dengan cara menghibur agar lebih dapat diterima oleh
masyarakat. Penyampaian yang seperti ini menuntut kemampuan untuk
mengemas pesan/informasi yang menarik dan tidak melenceng dari tujuan
sebenarnya.
Media massa memainkan peranan penting dalam kehidupan anak-anak
dan remaja. Penggunaan media massa oleh anak sangat bervariasi, tidak hanya
dari segi usia, tetapi juga dari segi jenis kelamin, etnis, status sosioekonomi dan
13
kecerdasan. Menurut sebuah penelitian, anak dan remaja menghabiskan waktu
lebih banyak dan membentuk interaksi sosial dengan menonton televisi dan
menggunakan media elektronik lainnya seperti internet (Santrock 2007).
Televisi
Televisi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan
anak. Televisi bisa memberikan pengaruh positif pada perkembangan anak
dengan meningkatkan informasi mereka tentang dunia melampaui lingkungan
mereka dan dengan memberikan model bagi perilaku prososial (Clifford, Gunter,
& McAleer dalam Santrock 2007). Jadi, jika anak diberikan tontonan yang bersifat
hubungan sosial positif, secara tidak langsung hal tersebut dapat mengajarkan
anak mengenai cara menggunakan keterampilan sosialnya.
Menurut Hurlock (1980), pada fase remaja, anak mulai memiliki pola
perilaku akan hasrat penerimaan sosial yang tinggi. Sementara itu, menurut
penelitian yang dilakukan oleh Baumgardner et al. (2004) menunjukkan bahwa
semakin sering remaja menonton kekerasan televisi maka kemungkinan remaja
memiliki perilaku agresif juga akan semakin tinggi.
Internet
Perubahan revolusi teknologi yang ditandai dengan kehadiran komputer
dan internet dalam kehidupan anak dan remaja mengakibatkan ketergantungan
pada
beberapa
kompetensi
nonteknologi
dasar,
misalnya
keterampilan
komunikasi yang baik, sikap positif, dan kemampuan untuk memecahkan
masalah serta berpikir mendalam dan kreatif. Anak dan remaja menggunakan
komputer untuk berinteraksi dan berkomunikasi menggantikan pena, kartu pos,
dan telepon (Santrock 2007).
Internet (Inter-Network) merupakan sekumpulan jaringan komputer yang
menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun
perorangan. Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan
sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia.
Layanan internet meliputi komunikasi langsung (email, chat), diskusi (usenet
news, email, milis), sumberdaya informasi yang terdistribusi (world wide web/
www, Gopher), remote login dan lalu lintas file (Telnet, FTP), dan aneka layanan
lainnya (Desmita 2005). Internet merupakan inti dari komunikasi yang
menggunakan media komputer. Internet menghubungkan ribuan jaringan
14
komputer dan menyediakan jumlah informasi yang luar biasa banyaknya
(Donnerstein dalam Santrock 2007).
Internet dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap
perkembangan remaja. Dampak positif internet adalah menyediakan jaringan
komunikasi tanpa mengenal batas serta memberikan kesempatan untuk
bersosialisasi bagi remaja pemalu, remaja kaum marginal dan remaja yang
mengalami masalah sosial. Kebebasan dalam melakukan interaksi sosial yang
ditawarkan oleh internet juga dapat membantu remaja dalam membangun
kepercayaan diri dalam melakukan interaksi dalam
dunia sosial yang
sebenarnya. Namun, internet juga merupakan sumber informasi negatif yang
paling mudah diakses oleh remaja (Louge 2006).
Penggunaan internet semakin dipermudah seiring dengan perkembangan
jaman. Kini internet tidak hanya bisa diakses melalui komputer atau notebook
saja, melainkan juga dapat diakses melalui handphone dan blackberry yang saat
ini menjadi alat komunikasi yang sedang trend disemua kalangan termasuk
remaja. Internet saat ini juga menawarkan berbagi fitur menarik bagi para remaja
dan kawula muda, seperti situs jejaring sosial (facebook, Friendster, twitter), blog,
dan lain sebagainya. Facebook, salah satunya menjadi salah satu layanan
internet yang sedang populer saat ini.
Penggunanya bukan hanya orang
dewasa. Anak dan remaja juga tampak memanfaatkan fasilitas ini. Facebook
adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung dalam
komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan koneksi dan
berinteraksi dengan orang lain. Melalui layanan ini seseorang juga dapat
menambahkan teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil
pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya.
Interaksi sosial yang tinggi dengan teknologi seperti televisi dan internet
menyebabkan remaja mengisolasi diri dari lingkungan sosial disekitarnya. Hal ini
disebabkan waktu mereka dihabiskan lebih banyak di depan televisi dan internet
(Goleman 2007).
Keterampilan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan sesamanya
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwa
manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya dalam konteks
hubungan sosial. Menurut Goleman (2007), keterampilan sosial (kecerdasan
15
sosial/social intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan
bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang bebeda. Keterampilan sosial
menjadi modal dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sosial agar
dapat diterima di dalam lingkungan sosial tersebut.
Goleman (2007) menyebutkan bahwa terdapat dua unsur keterampilan
sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah
kemampuan untuk dapat merasakan keadaaan batiniah seseorang sampai
memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi:

Empati dasar, yaitu berhubungan dengan perasaan dengan orang lain
dan merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.

Penyelarasan, yaitu kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh
reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang.

Ketepatan
empatik,
yaitu
kemampuan
untuk
memahami
pikiran,
perasaan, dan maksud orang lain.

Pengertian sosial, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana dunia
sosial bekerja.
Sementara itu, fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada
kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas
sosial meliputi:

Sinkroni,
yaitu
kemampuan
yang
ditunjukkan
seseorang
dalam
berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal.

Presentasi
diri,
yaitu
berhubungan
dengan
cara
seseorang
mempresentasikan diri sendiri secara efektif.

Pengaruh. Pengaruh seseorang akan membentuk hasil interaksi sosial.

Kepedulian, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk peduli akan
kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal
itu.
Hatch dan Gardner (Goleman 2006) mengemukakan dasar-dasar
kecerdasan
sosial
terdiri
dari
kemampuan
mengorganisir
kelompok,
merundingkan perpecahan, mengelola hubungan pribadi, dan kemampuan
analisis sosial. Menurut Mu’tadin (2002), keterampilan-keterampilan sosial
meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain,
menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan
dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik,
bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila
16
keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula
bahwa remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan
maksimal.
Menurut Goleman (2006), setiap hubungan berasal dari kemampuan
untuk berempati. Keterampilan sosial seseorang akan matang apabila memiliki
kemampuan
empati dan manajemen diri yang
baik.
Tidak
dimilikinya
keterampilan sosial inilah yang menyebabkan orang yang pintar dalam bidang
akademik dapat gagal dalam membina hubungan mereka. Kemampuan sosial ini
memungkinkan
seseorang
membentuk
hubungan,
menggerakkan
dan
mengilhami orang lain, membina kedekatakan hubungan, meyakinkan dan
mempengaruhi, serta membuat orang lain merasa nyaman.
Kemampuan untuk mendapat perhatian melalui cara yang secara sosial
diterima merupakan keterampilan sosial sebagai prestasi perkembangan
sosialnya. Kemampuan untuk bersama-sama dalam suatu pertemanan dan
kelompok merupakan manifestasi keterampilan sosial dan emosional. Hal ini
merupakan hasil dari serangkaian keterampilan mengetahui dan memenuhi
harapan-harapan
sosial
yang
diembankan
kepadanya,
disertai
dengan
kemampuan mengelola emosi, serta memberikan respon emosi yang tepat
kepada orang-orang disekitarnya (Sunarti 2004).
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin (2002), dalam
kehidupan remaja terdapat delapan faktor yang membentuk keterampilan sosial
remaja (social skills) yaitu:
1. Keluarga.
Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi anak dalam
mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh seorang anak
dalam keluarga akan sangat menentukan reaksi anak terhadap lingkungan.
2. Lingkungan
Sejak dini anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan.
Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan),
lingkungan sosial (tetangga), lingkungan keluarga (keluarga primer dan
sekunder), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Pengenalan
lingkungan sejak dini akan mengajarkan anak mengenai keseluruhan
lingkungan sosialnya.
3. Kepribadian
17
Penampilan tidak dapat diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian
seseorang yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini,
penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan
semata.
4. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi.
Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapat kesegaran baik fisik
maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton, serta
mendapatkan semangat baru.
5. Pergaulan dengan lawan jenis
Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan
remaja seharusnya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman
yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan
memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi
sangat penting dalam persiapan berkeluarga maupun berkeluarga.
6. Pendidikan/sekolah
Pada dasarnya, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak.
Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial
yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik
belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua
adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh
anak
atau
remaja
dan
dikembangkan
terus-menerus
sesuai
tahap
perkembangannya.
7. Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangat besar. Remaja
sering lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan
keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan
yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan
orang lain.
8. Lapangan kerja
Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan
sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran di sekolah
mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam
masyarakat. Setelah masuk SMA mereka mendapat bimbingan karier untuk
mengarahkan karier masa depan.
18
Keterkaitan antara Teman Sebaya dan Media dengan Keterampilan Sosial
Kebutuhan untuk dapat diterima oleh lingkungan bagi setiap individu atau
remaja merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial. Oleh
karena itu, keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi
semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal
ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia
pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial
akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilanketerampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan
dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial
ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal,
tindakan kekerasan, dan sebagainya (Mu’tadin 2002).
Studi-studi kontemporer tentang remaja menunjukkan hubungan yang
positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang
positif. Sejumlah teori lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya
terhadap perkembangan anak dan remaja. Bagi sebagaian remaja ditolak atau
diabaikan oleh teman sebaya menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau
permusuhan (Santrock 2007).
Menurut White et al. (2010), pengaruh kelompok teman sebaya dalam
pencarian pasangan (pacaran) pada anak usia remaja di Amerika dapat dilihat
dari agresivitasnya. Remaja yang terlibat dalam interaksi yang bersifat agresif
dengan peer groupnya akan lebih mudah terpengaruh ke dalam perilaku seks
yang lebih cepat daripada remaja yang menghindari hal ini. Nansel et al.(2004)
dalam White et al. (2010) agresivitas anak usia sekolah hingga remaja sangat
dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya atau menjadi korban agresivitas
kelompok teman sebaya atau bisa keduanya.
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Bester
(2007)
mengenai
perkembangan kepribadian remaja dan hubungannya dengan pengaruh orang
tua dan kelompok teman sebaya mengungkapkan bahwa remaja yang masih
tinggal atau berhubungan dekat dengan orang tuanya namun lebih banyak
menghabiskan waktu dengan kelompok teman sebayanya akan mengalami
perkembangan fisik dan emosional yang cenderung lebih banyak bergantung
pada peer groupnya. Pada masa remaja, kecenderungan untuk lebih bergantung
19
pada kelompok teman sebayanya akan lebih jelas terlihat. Jika orang tua
melarang anak bergaul dengan kelompok teman sebayanya maka akan
memberikan
dampak
yang
negatif
terhadap perkembangan
sosial dan
kepribadian karena kelompok teman sebaya akan mengajarkan anak untuk
dapat bertanggung jawab secara sosial terhadap lingkungannya. Hal ini didukung
pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meijs et al. (2010) mengenai
keterampilan sosial dan prestasi akademik sebagai prediktor popularitas remaja,
yang menunjukkan bahwa keterlibatan remaja dalam aktivitas peer group dan
dapat diterima di dalamnya akan membantu remaja dalam membangun perasaan
menjadi anak yang populer. Menjadi anak yang populer dapat membantu anak
dalam melakukan tindakan prososial dan menciptakan kebiasaan membantu
kelompok teman sebayanya. Tindakan prososial yang dimaksud seperti
kemampuan untuk memecahkan masalah sosial, perilaku sosial yang positif, dan
membantu mereka dalam menjalin hubungan pertemanan.
Menurut Goleman (2006), ketika teknologi atau media menawarkan
komunikasi, sesungguhnya itu adalah sebuah isolasi karena manusia akan
terkungkung dalam suatu autisme sosial. Media dapat memungkinkan jutaan
orang mendengarkan cerita lucu yang sama, namun mereka tetap kesepian.
Media seperti internet dan televisi akan memunculkan pola baru dalam hubungan
antar manusia, yaitu cara manusia membina hubungan dan memutuskan
hubungan.
Calzo dan Suzuki (2004) menyebutkan bahwa, media massa sering
digunakan oleh remaja sebagai sumber informasi dan sebagai media komunikasi
dengan teman sebayanya. Kenneavy et al. (2006) menyebutkan bahwa pada
usia remaja, pencarian informasi merupakan salah satu hal yang paling penting,
terutama informasi mengenai seks dan aturan orang dewasa. Media massa
merupakan sumber pencarian informasi yang paling banyak digunakan oleh
remaja karena media massa sangat mudah diakses dan pesan yang
disampaikan oleh media massa juga sangat atraktif. Selain memberikan
informasi mengenai seks secara bebas, menurut Baumgardner et al. (2004),
media massa juga memberikan contoh perilaku kekerasan bagi remaja. Dalam
hal ini, media massa bertindak sebagai kontributor utama yang memberikan
informasi mengenai kekerasan sehingga menciptakan sikap agresif dan perilaku
kekerasan dalam kehidupan sehari-hari remaja.
20
Media elektronik, seperti komputer, notebook, atau handphone (ponsel)
juga dapat menghancurkan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa muda
untuk
mempelajari
kemampuan
sosial,
membaca
bahasa
tubuh
dan
pengurangan aktivitas dan interaksi langsung dengan sesama. Perilaku
berkurangnya aktifitas dan berinteraksi langsung secara face to face terhadap
orang lain juga dapat meningkatkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker,
stroke, penyakit jantung, dan dementia (kepikunan) (Desmita 2005). Sementara
itu, dampak positif media yaitu memperluas jejaring sosial dan juga menambah
informasi dan pengetahuan bagi remaja. Melalui media, kita bisa berkomunikasi
dengan orang lain di belahan dunia manapun tanpa dibatasi ruang dan waktu
(Bungin 2009).
Download