Menerima Sakramen Tobat, Menerima Rahmat [C. Riyawan, S.Pd., SD TARAKANITA BUMIJO] - Berita Umum Dalam tradisi Gereja Katolik, masa adven merupakan kesempatan untuk bermati raga, merenungkan pengalaman hidup, dan menerima sakramen tobat sebagai upaya mempersiapkan natal. Bagi orang Katolik natal bukan sekedar memperingati kelahiran Yesus. Kemeriahan perayaan natal dengan lampu warna-warni, pakaian baru dan indah, lagu-lagu dengan irama riang tidak akan ada artinya bila tidak membawa perubahan hidup yang lebih baik. Perayaan natal perlu dimaknai sebagai upaya memperbarui semangat hidup Kristiani. Semangat hidup Kristiani adalah semangat hidup meneladan Yesus Sang Juru Selamat. Oleh karena itu sebelum merayakan natal setiap orang Katolik perlu mempersiapkan hati agar pantas mengenang kembali kelahiran Yesus. Dalam rangka mempersiapkan hati agar pantas merayakan natal, selama masa adven para siswa SD Tarakanita Bumijo diajak untuk mengikuti pendalaman adven. Selain itu dalam rangka membangun kesadaran bahwa dosa mengakibatkan penderitaan karena telah memisahkan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Allah, maka Jumat, 14 Desember 2014 siswa - siswi SD Tarakanita Bumijo diajak untuk menerima sakramen tobat. Melalui Sakramen Tobat relasi yang telah rusak akibat dosa dapat dibangun kembali sehingga hati menjadi lebih layak untuk merayakan natal. Pada penerimaan sakramen pertobatan ini, para siswa dan karyawan dilayani oleh lima orang pastor, empat diantaranya para pastor dari Seminari Tinggi St. Paulus dan satu diantaranya dari komunitas Pastor Angingmamiri. Sebelum menerima Sakramen Tobat, terlebih dahulu para siswa mengikuti ibadat tobat. Ibadat tobat dipandu ibu Nining Wijayanti dengan mengambil inspirasi tentang anak yang hilang Lukas, 15;11-30. Satu hal yang menarik sebelum perayaan Sakramen Tobat dimulai, beberapa siswa merasa takut untuk mengaku dosa. Menurut Cindy ia takut mengaku dosa karena belum hafal rumusan pengakuan dan takut salah berbicara. Berbeda dengan Avi, ia takut mengaku dosa karena merasa bahwa dengan mengungkapkan dosa-dosanya di hadapan pastor, seolah-olah menelanjangi diri di hadapan orang lain. Takut dan malu bukan alasan untuk menerima sakramen tobat, rasa malu perlu dimiliki oleh setiap orang agar menjadi filter dalam setiap tindakannya. Namun sebagai orang Katolik, perasaan malu dan takut mengaku dosa, perlu disingkirkan. Mungkin dapat bertanya pada diri sendiri mana yang lebih memalukan, mencontek saat ulangan atau mengaku dosa? Mendapat nilai baik dengan hasil mencontek hanya memberi kebahagiaan semu, sedangkan mengaku dosa meski dibarengi dengan perasaan takut dan malu tetapi membawa rahmat keselamatan. (fls)