identifikasi fisik, kimia dan mikrobiologi biji kopi

advertisement
0372: Mulyana Hadipernata & Sigit Nugraha
PG-117
IDENTIFIKASI FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI BIJI KOPI LUWAK
SEBAGAI DASAR ACUAN TEKNOLOGI PROSES KOPI LUWAK
ARTIFICIAL
Mulyana Hadipernata∗ dan Sigit Nugraha
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian,Kementerian Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No 12 Bogor 16114
Telp: (0251) 8321762
∗
e-Mail: mulya [email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi fisik, kimia dan mikrobiologi biji kopi luwak. Hasil identifikasi ini
akan dijadikan acuan untuk teknologi proses kopi luwak artificial. Identifikasi yang dilakukan meliputi analisa proksimat,
gula total, mineral Ca, P, K, dan Mg, analisa warna, cemaran mikroba E coli dan Salmonella, jumlah mikroba/TPC, koloni
Lactobacillus, aktivitas enzim dan jenis bakteri. Berdasarkan analisa pada biji kopi luwak diperoleh nilai rerata TPC sebesar
1,9×109 , sedangkan koloni genus Lactobacillus yaitu 1,76×109 koloni/ml yang terdiri dari 3 isolat bakteri genus Lactobacillus
yang diketahui speciesnya yaitu 1) Lactobacillus plantarum 2) Lactobacillus fermentum, 3) Lactobacillus Jensenii. Rerata
aktivitas enzim proteolitik sebesar 6,9831 u/mg protein dan rerata unit aktivitas enzim trypsin yaitu 1,4908 unit activity. Hasil
identifikasi ini akan dijadikan sebagai dasar acuan dalam teknologi proses kopi luwak artificial yang dibuat dalam bioreaktor.
Kata Kunci: Kopi luwak, artificial, bioreaktor, cita rasa
I.
PENDAHULUAN
Kopi luwak mempunyai cita rasa yang khas sehingga
mempunyai harga jual yang tinggi di pasaran internasional.[1] Namun demikian produksi kopi luwak di
Indonesia masih sangat terbatas dikarenakan tingkat
kesulitan dalam pemanfaatan binatang luwak sebagai
satu-satunya media pembuatan kopi luwak.[2]
Luwak termasuk ke dalam hewan karnivora.[3] Sistem pencernaan pada kelompok hewan karnivora
memiliki anatomi yang berbeda dari kelompok herbivora dan omnivora. Saluran pencernaan karnivora
lebih pendek dan lebih sederhana serta memiliki kemampuan menghasilkan HCl dengan pH sangat rendah 1-2 (acidic digestive). Fungsi HCl terutama adalah
untuk memfasilitasi pemecahan protein dan membunuh mikroba/bakteri patogen yang terdapat dalam
makanannya. Karnivora umumnya tidak memiliki amilase dalam salivanya, sehingga tidak dapat mencerna
pati-patian. Jenis makanan yang tidak tercerna seperti
sayuran mentah, selulosa dan tulang hanya melewati
usus halus tanpa mengalami perubahan. Pankreas
dan liver karnivora menghasilkan enzim proteolitik
dan lipolitik.[4] Pencernaan protein menjadi asam-asam
amino dan lemak menjadi asam lemak terjadi di usus
halus untuk kemudian melewati dinding usus memasuki aliran darah. Selain biji kopi, luwak juga memakan
buah-buahan yang mengandung karbohidrat.
Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi
fisik, kimia dan mikrobiologi biji kopi luwak. Hasil
identifikasi ini akan dijadikan acuan dasar untuk teknologi proses kopi luwak artificial pada tahapan penelitian selanjutnya. Pada penelitian proses pembuatan
kopi luwak artificial akan digunakan bioreaktor dengan
pH, suhu, enzim, bakteri yang sesuai dengan identifikasi dan kondisi pencenaan luwak.
II.
METODOLOGI
Pengamatan dan identifikasi terhadap binatang
Luwak dilakukan di lokasi petani kopi luwak yang ada
di Desa Way Mengaku, Kecamatan Liwa, Kabupaten
Lampung Barat dan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Analisa laboratorium dilakukan di laboratorium BB Pascapanen. Identifikasi biji kopi yang
dilakukan dalam penelitian ini yaitu: a) Analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, abu, lemak, protein dan
karbohidrat, b) Analisis unsur P, K, Mg dan Ca, c) analisa warna, d) Penentuan jumlah mikroba (TPC), e) identifikasi bakteri asam laktat, f) Penentuan aktivitas enzim
tripsin dan proteolitik total.
Prosiding InSINas 2012
0372: Mulyana Hadipernata & Sigit Nugraha
PG-118
A. Analisa Proksimat
Kadar air dengan metode oven sesuai prosedur
AOAC tahun 1996, kadar lemak sesuai prosedur AOAC
tahun 2006, kadar protein sesuai AOAC tahun1995,
kadar abu sesuai AOAC tahun 2006, sedangkan karbohidrat (by difference)
B.
Analisis unsur P, K, Mg dan Ca.
Analisis unsur P, K, Mg dan Ca dilakukan melalui
dua tahap yaitu pertama penentuan kadar abu (total, larut dan tidak larut) dan kedua penentuan individu komponen. Tahap pertama, dilakukan penentuan kadar abu dengan cara basah yaitu ditambahkan
campuran asam sulfat dan asam nitrat sebelum proses
pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator kuat
sehingga dapat menurunkan suhu digesti bahan yaitu
pada suhu 350 ◦ C. Dengan demikian komponen P, K,
Mg dan Ca yang mudah menguap atau terdekomposisi
pada suhu tinggi dapat tetap dipertahankan.
Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida
10%. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas Whatman No. 52. Residu
yang merupakan abu tidak larut dalam asam ditimbang. Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan
dengan melarutkan abu ke dalam aquades kemudian
disaring. Filtrat dikeringkan dan ditimbang residunya.
Tahap kedua adalah penentuan individu mineral yang
ada dalam abu. Penentuan individu komponen P, K,
Mg dan Ca dilakukan dengan spektrofotometer serapan
atom.
C.
Pengukuran warna
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan
Minolta Chromameter CR 300. Hasil pengkuran dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L, a, dan b. Notasi L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai dari 0 (hitam) sampai 100
(putih), notasi a menyatakan warna kromatik campuran
merah-hijau dengan nilai +a (dari 0 sampai dengan 100)
adalah merah dan –a (0 sampai dengan -80) adalah hijau, sedangkan notasi b menyatakan warna kromatik
campuran biru-kuning dengan nilai +b (0 sampai dengan 70) adalah kuning dan nilai –b (0 sampai dengan
-70) adalah biru.
D. Penentuan jumlah mikroba (TPC)
Untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat
pada biji kopi segar selama maka dalam penelitian ini
dilakukan penghitungan jumlah koloni mikroba dengan menggunakan metode hitungan cawan (Total Plate
Count). Pada metode ini cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara
30 – 300. Metode pemupukan yang digunakan adalah
metode tuang (pour plate). Prosedurnya adalah sebagai berikut: dari pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan tersebut dipipet ke
dalam cawan petri. Kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukkan agar cair steril yang telah didinginkan
sampai suhu 47 -50◦ C sebanyak 15 – 20 ml. Kemudian gerakan cawan petri di atas meja secara hatihati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata
yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan.
Setelah agar memadat cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan di dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu dan waktu tertentu sesuai dengan jenis
mikroba yang akan dihitung.
E.
Identifikasi mikroba
Untuk mendapatkan bakteri, maka sampel harus dipanaskan terlebih dahulu untuk membunuh sel vegetatif bakteri. Jumlah bakteri dari sampel dapat dihitung menggunakan metode hitungan cawan, dimana
sebelumnya sampel dipanaskan pada suhu 80 ◦ C selama 15 sampai 30 menit. Selanjutnya sampel diperkaya
pada media cair dalam erlenmeyer berisi 30 ml minyak
zaitun, 1/5 NB (Nutrient Broth) terdiri atas 0,6 gram Beef
Extract, 1 gram pepton, dan 1000 ml aquades. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 ◦ C selama 3 sampai 4 hari.
Setelah diinkubasi dilakukan pengenceran biasa secara
desimal yaitu 1:100, 1:1000, 1:10000.
Cara isolasi bakteri dilakukan dengan metode cawan
tuang (pour plate method) pada media agar yang mengandung 15 ml minyak zaitun dan 0,001 % RhodamineB. Selanjutnya kultur dituangkan pada cawan petri
steril dengan penambahan media agar yang mengandung Rhodamine-B, kemudian diinkubasi pada suhu
37 ◦ C selama 3 hari.
Pada Isolasi bakteri asam laktat,[5] sampel disimpan dalam wadah berisi es. Sebanyak 10 gram sampel
diresuspensikan dalam 90 mL phosphate buffer saline
(PBS) dan dikocok dengan kuat menggunakan stomacher selama 1 menit. Sampel yang telah homogen tersebut kemudian diencerkan dengan beberapa seri pengenceran dan di-plating pada media MRS (Oxoid) yang
disuplementasi dengan 0,5% CaCO3 dan 0,05% (w/v)
L-cystein-hydrochloride (MRSC). Inkubasi berlangsung
selama 2 hari pada suhu 37 ◦ C dengan kondisi anaerobik dalam jar anaerobik (Merck, Darmsrtadt, Germany).
Hanya koloni bakteri yang menghasilkan asam yang
diseleksi. Hal tersebut dapat diamati dari zona bening di sekeliling koloni yang mengindikasikan adanya
pelarutan CaCO3 oleh asam. Koloni dengan morfologi yang berbeda dihitung, diambil dan dimurnikan
dengan menggores kembali pada media yang sama.
Rangkaian tes awal yang harus dilakukan untuk screening bakteri asam laktat tersebut adalah morfologi sel,
pewarnaan gram dan tes katalase. Selanjutnya akan
diseleksi strain gram positif, non spora dan katalase
negatif. Balteri asam laktat hasil seleksi dipelihara sebagai kultur stock dalam media susu skim (Oxoid) dan
disimpan pada -80 ◦ C.
Prosiding InSINas 2012
0372: Mulyana Hadipernata & Sigit Nugraha
F.
Pengukuran Aktivitas Enzim
Aktivitas proteolitik total diukur dengan menggunakan metode casein-hydrolysis. Penentuan enzimatik
menggunakan beberapa kisaran nilai pH yang terdapat dalam saluran pencernaan. Buffer yang digunakan
adalah KCl-HCl 0,1 M (pH 1,5), glisin-HCl 0,2 M (pH 3),
sitrat 0,1 M – fosfat 0,2 M (pH 4 dan 7), Tris-HCl 0,1 M
(pH 8,5 dan 9) dan glisin-NaOH 0,1 M (pH 10). Campuran reaksi enzimatik terdiri dari kasein 1% (w/v)
dalam air (0,25 ml), buffer (0,25 ml) dan ekstrak (0,1 ml).
Larutan tersebut diinkubasi dalam keadaan tertutup selama 1 jam pada 37◦ C. Reaksi enzimatik dihentikan dengan penambahan asam trikloroasetat (TCA) 8% (w/v)
sebanyak 0,6 ml. Sampel diinkubasi selama 1 jam pada
2◦ C. Setelah itu, disentrifugasi pada 1800 g selama 10
menit. Absorbansi supernatan diukur pada panjang
gelombang 280 nm. Sebagai blanko adalah ekstrak
pada akhir inkubasi sebelum penambahan asam trikloroasetat. Standar yang digunakan adalah L-tirosin.
Satu unit aktivitas proteolitik total didefinisikan sebagai
jumlah enzim yang dilepaskan oleh 1 mmol tirosin ml−1
menit−1 . Metode ini memungkinkan untuk kuantifikasi
aktivitas proteolitik lainnya dengan nilai yang berbeda,
seperti aktivitas pepsin (pH asam), kimotripsin dan
tripsin (ph netral agak basa) dan enzim lain seperti karboksipeptidase, elastases dan kolagenase (pH basa).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan, buah kopi yang biasa dikonsumsi oleh luwak adalah buah kopi dengan tingkat kematangan optimum dan berwarna
merah cerah yaitu setelah keluar bunga 6 sampai
8 bulan.[6]
Pada musim panen kopi, luwak dapat menghabiskan 2,0- 3,0 kg buah kopi segar per
hari. Buah kopi yang dimakan mengalami proses
fermentasi selama +12 jam dalam sistem pencernaan
luwak. Biji kopi yang tidak dapat dicerna kemudian
keluar bersama feces pada proses ekskresi. Feces yang
keluar dari perut luwak kemudian dipanen dan segera
dikeringkan dengan sinar matahari.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui juga
bahwa binatang luwak tidak hanya mengkonsumsi
kopi tetapi juga diberikan makanan yang lain seperti
buah pisang, buah pepaya, tulang ayam, campuran nasi
dan daging ayam, ikan sarden serta susu. Makanan
ini diberikan hanya pada pagi dan siang hari, sedangkan malam hari hanya diberikan buah kopi.[7] Binatang
Luwak termasuk kedalam jenis karnivora atau pemakan daging, tetapi suka memakan buah-buahan termasuk buah kopi sebagai makanan pelengkap. Petani
kopi memberikan makanan selain buah kopi kepada
luwak dengan menu yang berbeda setiap harinya dengan tujuan binatang luwak tidak menjadi bosan terhadap makanan yang diberikan. Makanan selain buah
kopi sangat penting untuk menjaga kesehatan dan
PG-119
kesegaran binatang luwak karena buah kopi bukan
makanan pokok binatang luwak. Pada G AMBAR 1 dapat dilihat biji kopi luwak yang keluar bersama dengan
feces luwak.
Hasil pengamatan untuk analisa sifat fisik, kimia,
mikrobiologi dan aktivitas enzim pada biji kopi yang
keluar bersama feces luwak, buah kopi segar dan biji
kopi segar. ditunjukkan pada TABEL 1.
Berdasarkan analisa proksimat diketahui biji kopi
luwak yang bercampur dengan feces binatang luwak
memiliki kadar air tinggi yaitu 38,89% sehingga masih
perlu dilakukan proses pembersihan dan proses pengeringan yang sempurna. Standar kadar air biji kopi
gabah berkisar antara 10% sampai 12%,[8] sedangkan
kadar air biji kopi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia No. 2907-2008 yaitu sebesar 12,5%.
Hasil analisa protein, lemak, abu dan karbohidrat
pada buah dan biji kopi biasa serta biji kopi luwak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Demikian halnya
kadar gula total pada biji kopi segar meningkat dibandingkan buah kopi segar. Kadar gula akan meningkat
dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis. Hasil dari proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam-asam
lain yaitu etanol, asam butirat dan propionat. Asam
lain akan memberikan onion flavor.[9] Kadar gula dan
protein ini akan berpengaruh pada saat proses roasting
atau penyangraian yaitu akan menyebabkan perubahan
warna coklat dan pembentukan senyawa volatil atau
flavor.
Hasil analisa warna diketahui bahwa notasi L biji
kopi segar memiliki nilai lebih tinggi daripada biji kopi
luwak yang artinya memiliki tingkat kecerahan yang
lebih tinggi daripada biji kopi luwak. Proses didalam
pencernan luwak menyebabkan terjadinya perubahan
warna biji kopi menjadi lebih gelap.
G AMBAR 1: Biji kopi luwak da feces luwak
Prosiding InSINas 2012
0372: Mulyana Hadipernata & Sigit Nugraha
PG-120
TABEL 1: Identifikasi Biji kopi luwak
Analisa
Air (%)
Protein (%)
Lemak(%)
Abu(%)
Karbohidrat(%)
Gula total (%)
Warna
L
a
b
Mineral
Ca (mg/100 g)
Mg (mg/100 g)
P (mg/100 g)
K (mg/100 g)
Mikrobiologi
TPC
Bakteri Genus
Lactobacillus
enzim proteolitik (u/mg protein)
enzim trypsin
(unit activity)
Cemaran
coliform
Cemaran
Salmonella
Buah
Kopi
segar
Biji
Kopi
segar
67,90a
2,89a
1,13a
2,13a
25,95a
1,39a
55,97b
4,12b
1,91c
2,06a
35,94b
1,63b
Biji kopi
dengan
feces
luwak
38,89c
5,58c
1,56b
4,18b
49,79c
2,32c
31,82
21,55
18,75
66,11
-2,23
28,50
59,27
1,77
19,87
90.29
25.01
157.34
TTD
130.73
90.08
180.63
TTD
282.47
141.63
240.94
TTD
2,46
x107
TTd
3,18
x108
TTd
1,9
x1010
1,76x109
TTd
TTd
6,9831
TTd
TTd
1,4908
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
/25g
Positif
/25g
Pada Tabel diketahui buah kopi segar utuh memiliki
nilai mineral Ca, Mg dan P masing-masing 90,29 ; 25,01
dan 157,34 mg/100 g. Sedangkan biji kopi segar dan biji
kopi luwak memiliki nilai mineral lebih tinggi.
Rerata aktivitas enzim proteolitik biji kopi yang
keluar bersama feces adalah 6,9831 u/mg protein, sedangkan jumlah protein yang diperoleh berdasarkan uji
Bradford sebesar 0,0059 mg protein. Rerata unit aktivitas enzim trypsin yaitu 1,4908 unit activity. Jumlah
tripsin berdasarkan hasil penelitian Gorril dan Friend,[4]
menyebutkan bahwa kadar tripsin dalam usus babi sekitar 14 units/g cairan digesta. Dengan demikian unit
aktivitas enzim trypsin pada feces luwak sekitar 10%
apabila dibandingkan dengan usus babi.
Nilai TPC buah kopi segar (2,46×107 ) lebih rendah daripada TPC biji kopi luwak (1,9×109 ), dengan kandungan koloni genus Lactobacillus 1,76×109
koloni/ml. Berdasarkan uji lanjut pada bakteri Lacto-
TABEL 2: Analisa isolat bakteri luwak
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Arbinosa
Aesculin
Galactose
Glucose
Lactose
Maltose
Mannitol
Rafinose
Rhamnose
Salicin
Sorbitol
Sucrose
Trehalose
Xylose
1
+
d
+
+
+
+
+
+
ISOLAT
2
3
4
+ d +
d d +
+ + +
+ + +
+ + +
+ + +
+ + +
+ + +
5
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
d
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
+
bacillus tersebut diperoleh 5 isolat bakteri genus Lactobacillus yang kemudian diidentifikasi pola fermentasinya pada karbohidrat (TABEL 2) sehingga diketahui
speciesnya yaitu 1)Lactobacillus plantarum x 2)lacto
bacillus plantarum y 3)Lactobacillus fermentum, 4)Lactobcillus plantarum z, dan 5)Lactobacillus Jensenii.
Subcpecies jenis x, y dan Z ini harus melalui karakterisasi lanjutan sehingga diketahui jenisnya. Pada
Tabel 3 dapat dilihat hasil pengujian Isolat bakteri
luwak. Lima jenis isolat ini kemudian dibiakkan atau
diperbanyak dan digunakan pada proses pembuatan
kopi luwak artificial didalam bioreaktor. Berdasarkan
pustaka[6] jumlah bakteri Lactobacillus pada feces babi
sekitar 8 sampai 9 log cfu/g atau hampir sama dibandingkan dengan hasil idetifikasi bakteri Lactobacillus
feces luwak. Populasi bakteri Lactobacillus di usus kecil
binatang anjing mencapai 108 sampai 109 dan mengalami peningkatan jumlahnya pada usus besar yaitu 1011
sampai 1012 cfu/ml.[10]
IV.
KESIMPULAN
Penelitian telah berhasil melakukan identifikasi,
fisik, kimia dan mikrobiologi biji kopi luwak artificial. Hasil identifikasi ini akan dijadikan sebagai dasar
acuan dalam teknologi proses kopi luwak artificial yang
dibuat dalam bioreaktor. Hasil ini juga dapat dijadikan
sebagai pembanding apabila kopi luwak artificial telah
dibuat di penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kompas. 2010. Kopi Luwak, dari Era Tanam Paksa
ke “Oprah Winfrey Show”. 18 Desember 2010 hal
1.
[2] Hadipernata, M., R. Thahjohutomo, I.Agustinisari
dan E. Rahayu. 2011. Teknologi Proses dan Keamanan Pangan Kopi Luwak. Prosiding Seminar:
Prosiding InSINas 2012
0372: Mulyana Hadipernata & Sigit Nugraha
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
PG-121
Innovative Technology of Agricultural Postharvest, Bogor
Bannon, G.A., Goodman, R.E., Leach, J.N., Rice, E.,
Fuchs, R.L. and Astwood, J.D. 2002. Digestive stability in the context of assessing the potential allergenicity of food proteins. Comments Toxicol. 8: 271–
285.
Gorril, A.D.L, d.W. friend, 1970. Pancreas size and
trypsin and chymotrypsin activity in the pancreas
and intestinal contents of pigs from birth to 5
weeks of age. Canadian J. of Physiology & Pharmacology 48:745-750.
Petsuriyawong, B and N. Khunajakr. 2010. Screening of Lactic acid bacteria isolated from feces for
antimicrobial activity. International Conference for
Value Added Agricultural Products. KKU Res J 15
(5).
Najiyati, S. dan Danarti. 2001. Kopi Budidaya
dan penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya.Jakarta.
Marcone, F, M., 2004. Composition and properties
of Indonesian palm civet coffee (Kopi Luwak) and
Ethiopian civet coffee. Food Research International
17 (901-912).
Jackels, S., C. Jackels,C. Vallejos, s. Kleven, R.Rivas
and S. F. Dauphinee. 2007. Control of The Coffee Fermentation Process and Quality of Resulting
Roasted Coffee. Seattle university USA.
Avallone, S., B. Guyot, J.M.Brillouet., E. Olguin,
J.P. Guiraud. 2001. Microbiological and Biochemical Study of Coffee Fermentation. Microbiology
Journal, Vol. 42 (2001), pp. 252–25
Kore, KB, S.S. Patil and B.T. Phandaba. 2010. Gastrointestinal microbial ecology and its health benefits in dogs. Veterinary World Vol 3(3): 140-144.
Calvert, K., 2008. Microbiology of Coffee Processing Part2 and of Flavours.
Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffee chemestry.
Elsevier, London,New York.
Flament, Ivon. 2002. Coffee Flavor Chemistry. John
Wiley and Sons, England.
Prosiding InSINas 2012
Download