1 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SMP DALAM

advertisement
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SMP DALAM MELAKSANAKAN KURIKULUM
2013 PADA RUMPUN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN NORMATIF
oleh :
Nani Nur’aeni
Prodi PPKn
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Nusantara, Bandung
ABSTRAK
Perubahan kurikulum dalam pendidikan, membawa dampak terhadap dinamika keseluruhan
kegiatan kependidikan, terutama tanggungjawab Guru sebagai pengembang kurikulum secara
aktual. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pengembangan pola pembelajaran yang bersifat
holistik, komprehensif dan kontekstual, namun sementara sikap, pemikiran dan tindakan
kependidikan dan pola pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih “terkungkung” oleh
pemikiran, sikap dan tindakan yang bersifat tekstual dan parsial. Penelitian dimaksudkan untuk
menemukan model pengembangan kompetensi pedagogik Guru SMP di Kota Bandung dalam
melaksanakan kurikulum 2013 dimaksud.
Kata kunci : kurikulum 2013, holistik, komprehensif, kontekstual
Pendahuluan
Kurikulum 2013 merubah pola kebijakan sistem desentralisasi pengelolaan kependidikan
dengan sistem yang bersifat sentralisasi. Tentu perubahan ini dilatarbelakangi dengan nilai-nilai
filosofis, sosiologis, psikologis dan perkembangan ilmu dan teknologis, yang diperlukan untuk
optimaliasasi pencapaian tujuan kependidikan itu sendiri. Ada nilai mendasar yang menjadi
karakteristik dari kurikulum 2013, yakni integrasi pendidikan karakter dengan pendekatan
pembelajaran yang berbasis saintifik dan pemecahan masalah. Kurikulum 2013 lebih
menekankan pada pengembangan pola pembelajaran yang bersifat holistik, komprehensif dan
kontekstual, namun sementara sikap, pemikiran dan tindakan kependidikan dan pola
pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih “terkungkung” oleh pemikiran, sikap dan tindakan
yang bersifat tekstual dan parsial. Dalam implementasi kurikulum , kompetensi pedagogik guru
merupakan hal mendasar. Aspek penting dari kompetensi pedagogik guru berhubungan dengan
kemampuan guru dalam memahami karakter peserta didik , menemukan strategi pembelajaran
yang efektif, mengembangkan bahan belajar, media dan sumber belajar serta melakukan
penilaian terhadap pencapaian potensi peserta didik sesuai tuntutan normatif tujuan pendidikan
yang diharapkan.
Standar Nasional Pendidikan , pasal 28 ayat (3) butir a, merumuskan kompetensi
pedagogik sebagai kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri No. 16 tahun 2007 (lampiran), kompetensi pedagogik
guru dikembangkan dalam 10 aspek berikut : a). Menguasai karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, moral sosial, kultural, emosional, dan intelektual. b). Menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. c). Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan
mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. d). Menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik.e). Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
1
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
pembelajaran. f). Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki. g). Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
peserta didik.h). Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. i).
Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.j). Melakukan
tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Sebagai pembanding, kompetensi pedagogis dirumuskan juga dalam the Southeast
Asian Teaching Competency Standars Framework. (2010), meliputi aspek berikut : Knows the
content of his /her subject matter, Knows his / her student, Knows his/her sudent learn and how
effectively teach them, Prepare clear, effective lessons plans, and learning program based on
textbooks, manual; and other learning material. Kompetensi tersebut meliputi kemampuan
untuk mengetahui isi mata pelajaran yang dibinanya, mengetahui karakteristik peserta didik
yang dibinanya, mengetahui cara belajar peserta didiknya dan cara mengajarnya yang efektif.
Mempersiapkan rencana pembelajaran yang efektif, dan mengembangkan program belajar
yang didasarkan pada buku teks, buku pedoman dan bahan belajar lainnya.
Kompetensi pedagogik berhubungan dengan bagaimana cara mengembangkan
pembelajaran dan bimbingan terhadap peserta didik, agar memiliki kedewasaan bertindak untuk
kehidupan pribadi maupun sosialnya. Kompetensi pedagogik menyangkut proses implementatif
pendidikan dengan menggunakan berbagai strategi untuk mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal , sebagai tujuan utama dari penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Beberapa hasil
penelitian tentang kompetensi pedagogik Guru terdahulu, menunjukkan adanya pengaruh
terhadap persepsi dan hasil belajar peserta didik di SMP (Mufidah:2013; Marwan:2013).
Penelitian Maharani (2007) menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik guru mampu
mendorong motivasi belajar peserta didik. Hal lain dikemukakan Agustina (2011), bahwa
Kompetensi pedagogik memiliki keterkaitan yang erat dengan wawasan kependidikan dan
akademik . Demikian pula hasil penelitian Nur’aeni (2013), menunjukkan bahwa model
pembelajaran berbasis pengembangan kreatif, didasari oleh optimalisasi kompetensi pedagogik
guru. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik Guru berdampak
terhadap pengembangan proses pembelajaran , motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
implementasi kompetensi pedagogik guru SMP di Kota Bandung , masalah , kelemahan dan
faktor penguat sehingga ditemukan model pengembangan kompetensi guru untuk efektifitas
pelaksanaan kurikulum 2013.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif naturalistik .
Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk menggali permasalahan dan menemukan hakikat
penelitian secara objektif dan mendalam pada fakta yang nyata. Teknik pengumpulan data
meliputi :
wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan diskusi terfokus (Focus Group
Discussion). Penelitian dilaksanakan di 4 SMP Negeri di wilayah Kota Bandung yang telah
memiliki kesiapan untuk menerapkan kurikulum 2013. Subjek penelitian adalah Guru mata
pelajaran yang bersifat normatif , yakni mata pelajaran Agama, Bahasa Indonesia dan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Penetapan subjek penelitian didasarkan atas
kesamaan pengembangan nilai pembelajaran yang mengedepankan konsep, nilai, moral dan
norma secara khusus untuk pengembangan karakter peserta didik.
2
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
Pembahasan
Penelitian terfokus dilakukan terhadap 16 Guru dari 4 Sekolah SMP Negeri di Kota
Bandung. Guru-guru sebagai subjek penelitian secara normatif telah memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang dituntut oleh Pemerintah, yakni berpendidikan S-1, memiliki sertifikat
pendidik dan masa kerja yang cukup (lebih dari 10 tahun). Untuk implementasi kurikulum
2013, Guru telah memiliki pelatihan, pembinaan oleh kepala sekolah, pembinaan melalui forum
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan pengembangan kompetensi secara mandiri.
1. Kemampuan Guru Menerapkan Kaidah Kompetensi Pedagogik
Secara normatif , kompetensi pedagogik sebagai kemampuan dasar Guru dalam
mengembangkan pengelolaan pembelajaran, telah dimiliki Guru. Namun ,40 % dari Guru
yang diamati, belum memiliki keterampilan optimal mengembangkan pengelolaan
pembelajaran, tentu dengan berbagai sebab. Keterpahaman Guru dalam memahami kaidah
kompetensi pedagogik belum sepenuhnya dapat dikembangkan dalam prosess pembelajaran
secara aktual. Kompetensi yang teramati meliputi hal berikut :
a.
Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
Secara konseptual Guru telah memahami landasan filosofi pendidikan dengan benar,
memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait
dengan mata pelajaran yang diampu, dan memiliki pehamanan berbagai pendekatan, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik dalam mata pelajaran yang diampu.
Pemahaman Guru didasari dengan latar pendidikan
yang relevan, pengalaman
mengembangkan pendidikan, pengakuan sertifikasi pendidik dan pembekalan kompetensi
untuk implementasi kurikulum. Akan tetapi pemahaman terhadap terhadap kependidikannya
oleh sebagian Guru, belum dikembangkan sepenuhnya dalam implementasi pembelajaran.
Masih ada
Guru yang menggunakan model pembelajaran yang sifatnya indoktrinatif,
ekspositoris dan kurang membangun suasana belajar yang menyenangkan, sehingga memiliki
dampak motivasi rendah untuk mengikuti partisipasi belajar secara optimal.
b.
Pemahaman terhadap peserta didik
Secara konseptual Guru telah memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan
dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial
budaya; memahami potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu; menguasai
bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu; memahami kesulitan belajar
peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. Namun sebagian Guru masih belum optimal
mengimplementasikan pemahamannya dalam proses pembelajaran, yang berdampak terhadap
minat dan suasana belajar peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Sebagian
Guru masih mengabaikan entry behavior (perilaku/kondisi awal belajar) peserta didik ketika
memulai pembelajaran. Rombongan belajar dalam kelas yang banyak memerlukan perhatian
yang luar biasa dari Guru. Belajar bukan sekedar siap secara fisik, melainkan juga secara
mental. Sehingga peserta didik “duduk manis” belum tentu sudah siap belajar, perlu
pengkondisian mental yang dibangun secara ineteraktif untuk optimalisasi hasil belajar.
c.
Pengembangan kurikulum/ silabus;
Secara konseptual Guru telah memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum;
menentukan tujuan pembelajaran yang diampu; menentukan pengalaman belajar yang sesuai
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu; memilih materi pembelajaran yang
diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran; menata materi
pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta
didik; mengembangkan indikator dan instrument penilaian. Namun secara empiris
pengembangan kurikulum yang dilakukan Guru lebih terfokus kepada apa yang tekstual
dalam “kurikulum” belum kontekstual mengangkat masalah dengan kehidupan nyata terkait
3
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
dengan kondisi sosial peserta didik dan dinamika perkembangan sosial dan perkembangan
peradaban yang terus mengalami banyak perubahan.
Pola pembelajaran dengan kurikulum 2013 terpusat pada “bahan ajar” yang telah
dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi tuntutan kebutuhan belajar yang bersifat
konstruktifistik. Implementasi krikuler, Guru terfokus pada bahan yang tersedia dalam buku
teks, sehingga buku teks menjadi “wajib ada” bagi peserta didik. Bahkan pemerintah
menetapkan kebijakan yang bersifat tertutup, dimana guru dan siswa hanya menggunakan
bahan ajar yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah Ketersediaan buku teks, sisi lain
melemahkan upaya Guru untuk menggali lebih kreatif bahan-bahan belajar yang relevan
secara kontekstual terkait dengan perkembangan sosial yang terjadi dalam lingkungannya
yang bersifat progresif . Orientasi pengembangan kurikuler terfokus pada buku ajar peserta
didik , bukan pada kurikulum yang harus dimaknai sebagai sumber utama pengembangan
pembelajaran. Pembelajaran akan lebih optimal apabila pengayaan bahan ajar dikembangkan
pula oleh Guru melalui interaksi proses pembelajaran.
Guru mendapatkan kesulitan dalam mensinkronkan antara silabus dengan buku ajar yang
susunan dan isi materinya tidak semuanya sejalan. Untuk mengatasi masalah tersebut, belum
ada petunjuk yang jelas dan pasti bagi guru dan penyelenggara pendidikan di sekolah. Dalam
kondisi tersebut Guru lebih fokus pada tuntunan buku ajar dibanding pada rumusan kurikuler,
karena dirasakan lebih rumit dan mengharuskan kerja keras untuk memenuhinya. Selayaknya
Guru memahami nilai kurikuler, kemudian mengembangkan tujuan dan isi bahan belajar
serta menggali strategi pembelajaran yang relevan.
d. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
Secara konseptual Guru memahami strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan
santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain; memahami berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi
kegiatan/permainan yang mendidik . Namun secara empirik, sebagian Guru dalam beberapa
hal penting yang teramati masih belum optimal untuk mewujudkan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis. Pola komunikasi Guru sebagian masih kurang memacu tumbuhnya
nilai-nilai positif yang mendorong motivasi, semangat, kepercayaan diri sehingga mereka
menjadi manusia yang bermanfaat, produktif, dan bermental unggul serta memiliki budaya
mutu yang baik. Pengembangan pembelajaran yang berbasis kompetensi inti yang bersifat
spiritual dan sosial, kurang dikembangkan dalam proses pembelajaran. Orientasi guru adalah
kompetensi keilmuan dan keterampilan. Dalam kondisi tersebut, peserta didik yang memiliki
kesadaran tinggi dalam belajar dapat mengaktualisasi diri untuk partisipasi belajar, akan tetapi
peserta didik yang semangat belajarnya lemah, tidak akan memperoleh manfaaat dari proses
belajarnya. Manajemen pendidikan dan kinerja mengajar guru lebih menitikberatkan pada
tuntutan administratif daripada menciptakan budaya belajar yang bermutu. Manajemen
pendidikan yang menggunakan system Manajemen Pendidian Berbasis Sekolah dengan
program pendidikan yang bersifat alokatif, tidak bebas mengembangkan kemampuan
komprehensif karena terikat oleh program alokatif yang ditetapkan dalam kebijakan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bersifat kaku dan tidak bisa mengikuti tuntutan
perubahan secara cepat dan akurat.
e. Evaluasi hasil belajar;
Secara konseptual Guru memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan
hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu; memahami aspekaspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran yang diampu; memahami prosedur penilaian dan evaluasi proses
dan hasil belajar; memahami instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar;
memahami administrasi penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan
menggunakan berbagai instrument; memahami hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk
berbagai tujuan; memahami evaluasi proses dan hasil belajar. Namun hasil belajar yang
4
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
diamati lebih terfokus pada pencapaian kompetensi yang bersifat kognitif. Aspek afeksi
sebagai unsurr penciri pengembangan karakter kurang optimal dikembangkan.
Sistem penilaian yang seharusnya sudah menggunakan sistem yang bersifat kualitatif,
kenyataannya Guru tetap menggunakan pola evaluasi yang berbau kuantitatif. Sehingga,
peserta didik masih tetap mengejar angka daripada melakukan proses pematangan kualitas
dan jati dirinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh keadaan dimana pemerintah dan sekolah
sebagai pelaksana pendidikan, belum memiliki alat evaluasi yang relevan dengan tuntutan
kurikulum yang bersifat komprehensif, utuh, mendalam, dan kontekstual.
2. Masalah dalam Proses Pembelajaran
Kurikulum 2013 bersifat sentralistik, sehingga diberikan tuntunan implementasi
pembelajaran melalui buku panduan untuk Guru dan buku paket untuk belajar peserta didik.
Namun beberapa masalah lainya terkait dengan pengembangan proses pembelajaran yang
belum optimal dikembangkan guru, antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut :
 Kemampuan mengembangkan keterampilan berfikir tahapan tingkat tinggi.
Guru belum optimal mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi. Sebagian
Guru masih dominan mengembangkan pola pembelajaran “ceramah” lalu dikuti dengan
“kegiatan belajar kelompok membahas materi dari buku”. Berfikir tingkat tinggi adalah
berfikir kritis tidak dapat diajarkan melalui metode ceramah, karena berpikir kritis
merupakan proses aktif. Keterampilan intelektual dari berpikir kritis mencakup berpikir
analisis, berpikir sintesis, berpikir reflektif, berfikir evaluatif dan berfikir kreatif, harus
dikembangkan melalui aktualisasi penampilan (performance). Guru belum memerankan
diri sebagai “konduktor” belajar klasikal dengan stimulasi masalah yang merangsang
sensitifitas peserta didik untuk terlibat berfikir secara kritis terhadap materi yang
dipelajari.
Sistem belajar klasikal dengan jumlah rombongan belajar yang besar (40 orang),
perlu didukung dengan sarana pengaturan tempat duduk dan ketersediaan bahan belajar
yang cukup. Fasilitas belajar yang cukup refresentatif , antara lain kursi dan meja yang
fleksibel untuk digunakan belajar individual dan belajar kelompok, serta bahan belajar
yang tersedia untuk membangun partisipasi belajar yang cukup tinggi. Sebaliknya
kursi/tempat duduk peserta didik yang besar-besar, menyulitkan untuk terjadinya
dinamika belajar di kelas, terlebih dengan kurangnya bahan belajar yang merata untuk
digunakan belajar secara bersama.
 Kemampuan mengembangkan kemampuan belajar untuk melahirkan
gagasan berfikir orisinal
Gagasan berfikir orisinal adalah salah satu indikator keterampilan kerfikir kreatif.
Guru belum optimal menggali potensi kreatif peserta didik dengan menstimulasi gagasan
berfikirnya yang memungkinkann dapat melahirkan gagasan yang dibangun oleh dirinya
sendiri, bahkan mungkin berbeda dari yang lain. Stimulasi untuk explorasi potensi kreatif
memerlukan kesabaran dan kecerdasan Guru dalam menggali potensi dengan pertanyaanpertanyaan yang konstruktif dan memotivasi.
 Kemampuan kreatif dalam mengembangkan model pembelajaran kelompok
yang efektif .
Kurikulum 2013 memberi ruang untuk pembelajaran kelompok. Melalui kegiatan
belajar kelompok peserta didik dapat berinteraksi, berkomunikasi, berbagi pengetahuan,
membangun tanggungjawab, membangun komitmen dan manfaat lain yang dapat
diperoleh peserta didik sehingga mental, kecakapan intelektual dan kecakapan sosial
emosionalnya terlatih. Sebagian Guru masih memperlakukan kegiatan belajar kelompok
hanya sebagai “tuntutan kurikuler”, tetapi kurang memberi makna terhadap nilai manfaat
5
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
dari kegiatan kelompok itu sendiri. Seperti : pengelompokan belajar lebih dari 10 orang,
pengaturan tempat diskusi kelompok yang tidak kondusif, variasi kegiatan belajar
kelompok kurang menantang kegairahan belajar peserta didik, presentasi hasil belajar
kelompok membaca buku teks sehingga interaksi belajar kurang kondusif. Kebijakan
pembelajaran kelompok melalui kegiatan diskusi belum berkembang secara baik. belum
sejalan dengan kenyataan bahwa budaya baca dan atau budaya belajar merupakan bagian
mendasar peserta didik. Guru memaksakan peserta didiknya aktif berdiskusi, tapi
sebagian besar peserta didik tidak terlibat dalam diskusi. Ada kelompok diskusi yang
melaksanakan tugasnya hanya membaca buku, dan itupun tidak banyak dipahami oleh
peserta didik lainnya.
 Kemampuan menggali fakta realitas sosial sesuai materi yang dipelajari
secara kontekstual
Fakta realitas sosial dimaksud adalah peristiwa atau fenomena yang terjadi dalam
kehidupan nyata yang dapat dihadirkan ke dalam proses pembelajaran secara kontekstual
sesuai materi yang dipelajari. Sebagian Guru terpaku kepada contoh dan petunjuk dalam
“buku teks”, kurang menggali realitas soisial yang terjadi dalam lingkungan peserta didik.
Substansi materi Agama, PPKn dan Bahasa Indonesia sangat erat hubungannya dengan
masalah sosial yang senantiasa berkembang mengikuti dinamika masyarakatnya itu
sendiri, sehingga nilai-nilai normatif yang ada pada masyarakat harus menjadi isi yang
diintegrasikan dalam pembelajaran.
 Mengembangkan
inquiry/discovery
model
pembelajaran
berbasis
saintifik
seperti
Sebagian Guru yang diamati masih belum optimal mengembangkan model
pembelajaran berbasis saintifik. Pembelajaran saintifik adalah pembelajaran berbasis fakta
dan data . Pembelajaran saintifik memberi kesempatan peserta didik untuk secara
langsung menggali fakta dan menghubungkannya dengan konsep yang dipelajari. Model
berbasis riset merupakan bentuk latihan berfikir kritis , mengasah keshalihan sosial ,
memberikan solusi atas masalah. Pendekatan pembelajaran bersifat induktif dan deduktif.
Pendekatan yang bersifat induktif, pembelajaran dimulai dengan fakta dan data yang
diangkat dari realitas sosial dan pengalaman peserta didak kemudian diangkat ke teori atau
konsep. Sedangkan pendekatan pembelajaran yang bersifat deduktif memulai dengan
konsep atau teori kemudian dihubungkan dengan realitas yang ada. Pembelajaran saintifik
mengharuskan peserta didik dapat belajar didukung dengan fakta dan data kemudian
dianalisis dengan konsep materi ajar, diranngsang dengan stimulant kreatif yang bersifat
masalah kemudian melakukan evaluasi untuk menemukan keyakinan atas pembenaran
penghayatan yang dipelajarinya. Sarana dan prasarana pendidikan belum dipersiapkan
sebagai sumber daya yang mampu membantu peserta didik mengembangkan kemampuan
komprehensifnya. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada sekarang, merupakan sarana
dan prasarana yang didesain untuk membantu melakukan proses pembelajaran yang
bersifat tekstual dan parsial.
 Kemampuan mengembangkan pembelajaran dengan stimulasi masalah
Pembelajaran berbasis masalah membuka ruang berfikir untuk belajar dan
membangun proses belajar secara konstruktif. Sebagian guru belum optimal untuk
menghadirkan proses belajar berbasis masalah yang efektif. Orientasi kajian masalah
terfokus ke buku sumber belajar peserta didik, padahal buku sumber dibawa-bawa peserta
didik, sehingga masalah yang tersaji tidak lagi menantang untuk dipelajari. Guru kurang
mengembangkan stimulasi masalah yang aktual, realistis dengan kehidupan peserta
didik, konsep yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan mendorong
proses berfikir inkuiri .
6
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
 Kemampuan mengembangkan media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan alat bantu belajar yang memungkinkan dapat
mempermudah pemahaman peserta didik memahami materi yang dipelajari. Media
mendekatkan realitas objek pengetahuan dengan daya fikir pebelajar/peserta didik.
Kurikulum 2013 membuka ruang untuk menggunakan media yang variatif termasuk media
yang bersifat elektronik. Seiring dengan pesatnya teknologi dan komunikasi, maka
komputer dan media internet menjadi rujukan belajar peserta didik. Namun pemanfaatan
komputer dan internet memerlukan kecakapan Guru baik dalam memilih isi maupun
mengorganisasikannya untuk tujuan pembelajaran yang efektif. Guru kurang kreatif
menghadirkan stimulan media sebagai daya tarik belajar, pada sisi lain peserta didik terlalu
terbuka diberi ruang untuk memanfaatkan internet sebagai bahan belajar dengan bebas.
Peserta didik harus dibimbing untuk menggali isi bahan ajar yang sesuai dengan usia
peserta didik itu sendiri karena internet terlalu kuat juga dengan akses situs yang tidak
edukatif.
Kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran siswa aktif. Guru lebih berperan
sebagai fasilitator belajar. Selain itu, kebijakan pembelajaran yang mengarahkan peserta
didik untuk mengambil sumber bahan ajar dari internet, tidak berjalan dengan baik,
karena tidak semua peserta didik memiliki handphone yang bisa akses ke internet. Bahkan
ada ekses dimana peserta didik lebih tertarik pada berita dan photo serta adegan yang tidak
pantas ditonton oleh anak-anak seusia SMP.
 Kemampuan Guru mengintegrasikan pendidikan karakter dalam proses
pembelajaran,
Kurikulum 2013 mengembangkan pendidikan karakter melalui pengembangan
kompetensi inti spiritual dan kompetensi sosial yang terintegrasi dalam pengembangan
keilmuan dan keterampilan. Namun upaya Guru lebih bersifat formalistik , dikondisikan
di awal dan di akhir. Kompetensi inti yang bersifat spiritual dan bersifat sosial emosional
sebagai pijakan pendidikan karakter, belum dikembangkan menjadi bagian dari proses
yang dapat ditunjukkan melalui keteladanan, loyalitas, daya juang, komitmen, yang
terintegrasi ke dalam pengembangan proses pembelajaran.
 Mengembangkan evaluasi pembelajaran berbasis masalah secara kontekstual
dan konstruktifistik.
Sebagian Guru belum menggali kemampuan potensi peserta didik secara optimal
berdasarkan realitas nilai-nilai pengetahuan dan masalah-masalah yang terjadi secara
aktual dalam kehidupan yang nyata. Evaluasi pembelajaran lebih terfokus pada evaluasi
yang tersurat dalam buku teks (buku ajar ) peserta didik, kurang mengangkat hal yang
secara realistis ada di sekitar lingkungan sosial dalam konteks kekinian. Evaluasi
pembelajaran yang bersifat kontekstual dan konstruktifistik , menghadirkan masalah yang
digali dari kehidupan nyata yang terjadi atau memungkinkan dapat dikenali peserta didik,
yang harus dikaji secara kritis dengan dukungan fakta yang relevan
3. Upaya Perbaikan ke Depan untuk Mengembangkan Kompetensi Pedagogik Guru
SMPN dalam Kaitannya dengan Tuntutan Kurikulum 2013
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan
berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih
dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa
mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai
informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di
7
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengahtengah peserta didiknya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran
informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia
akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk
menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan
proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya
secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna
mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan
dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut
asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para
siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru
untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan
konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Terkait dengan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan upaya dan langkah efektif,
antara lain:
a. Untuk menyediakan guru yang berkemampuan komprehensif, kontekstual dan holistic
sebagaimana tuntutan kurikulum berbasis saintifik (kurikulum 2013), perlu ada kebijakan
stratejik yang diambil oleh para pengambil kebijakan di lingkungan kementrian pendidikan
dan kebudayaan. Dengan demikian, diharapkan lembaga pendidikan tenaga kependidikan,
dapat mencetak calon guru yang berkemampuan komprehensif sebagaimana tuntutan
kurikulum 2013.
b. Untuk mengatasi kekurangan buku bahan ajar dan buku pedoman bagi guru, diatasi
dengan cara mewajibkan siswa mendownload materi atau bahan ajar tersebut dari web
kementrian pendidikan dan kebudayaan. Ke depan diusulkan agar bahan ajar dan pedoman
mengajar bagi guru mendapatkan perhatian dan prioritas dari kementrian pendidikan dan
kebudayaan..
c. Untuk mengatasi ketidaksinkronan antara silabus dengan buku ajar, guru bidang studi
melakukan kajian dan diskusi rutin untuk menetapkan pola dan langkah pembelajaran
mana yang diambil, apakah memperhatikan susunan silabus atau susunan materi yang ada
dalam buku bahan ajar. Guru-guru umumnya bersepakat untuk mengajar berdasar buku
bahan ajar, namun tidak mengenyampingkan silabus.
d. Sumber daya pendidikan dikembangkan untuk mendukung tercapainya tujuan
pengembangan kurikulum berbasis saintifik. Sarana dan prasarana pendidikan
dikembangkan sebagai sumber daya yang mampu membantu siswa mengembangkan
kemampuan komprehensifnya. Sarana dan prasarana pendidikan didesain dan
dikembangkan untuk membantu melakukan proses pembelajaran yang bersifat
komprehensif, utuh dan kontekstual.
e. Proses pembelajaran secara perlahan dikembangkan ke arah pembelajaran yang
menitikberatkan pada mutu proses dan mutu hasil belajar. Penghargaan terhadap angka
dan ijasah secara perlahan dialihkan ke penghargaan terhadap performance, sehingga
semua pihak mulai menghargai kemampuan, keimanan, ketaqwaan, kejujuran, kesantuan,
keadilan, kebenaran, kemanusiaan dan nilai luhur lainnya.
f.
Sstem penilaian secara resmi menggunakan sistem evaluasi dan penilaian hasil belajar
yang bersifat kualitatif. Sehingga terjadi proses pembelajaran yang menekankan pada
pematangan kualitas dan jati dirinya secara utuh. Dengan demikian, evaluasi hasil belajar
lebih relevan dengan tuntutan kurikulum yang bersifat komprehensif, utuh, mendalam, dan
kontekstual. Untuk itu, saatnya dilakukan evaluasi terhadap Ujian Nasional yang
instrument dan pola penilaianya masih berbau kuantitatif.
g. Pola pembelajaran tidak ada puncaknya, tapi semua langkah dari perencanaan, proses
pembeajaran, sistem evaluasi dan pengembangan merupakan aspek dan langkah yang
8
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
sama pentingnya. Dengan demikian, ujian tidak dijadikan sebagai puncaknya
pembelajaran, dan kemampuan menjawab sejumlah soal dalam ujian tidak dijadikan
sebagai ukuran puncaknya keberhasilan belajar.
h. Manajemen pendidikan Berbasis Sekolah, secara konsisten harus didukung oleh kebijakan
tentang otonomi pendidikan yang harus dipusatkan di sekolah. Hingga sekarang, otonomi
pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah masih diabaikan. Bahkan dengan keluarnya PP nomor 38 tahun 2007, terkesan
pendidikan disentralisasi kembali ke kementrian.
Kesimpulan
Secara umum hasil penelitian menunjukkan gambaran bahwa Kompetensi Pedagogik Guru
SMP dalam
Melaksanakan Kurikulum 2013 pada
Rumpun Mata Pelajaran Pendidikan
Normatif di Kota Bandung , masih perlu pengembangan. Umumnya Guru telah memahami
karakteristik kurikulum 2013 sebagai kurikulum
yang berpusat
pada anak
berbasis
konstruktifistik, kontekstual, berbasis masalah, berbasis karakter dan berbasis saintifik. Guru
yang aktif dalam mengembangkan aktualisasi profesinya, memiliki dukungan kuat terhadap
kualitas hasil belajar peserta didik. Namun sebagian guru yang telah memiliki pemahaman
terhadap kurikulum, belum sepenuhnya mengaktualisasikan pemahamannya dalam proses
pembelajaran , sehingga kualitas hasil belajar peserta didik belum optimal.
Beberapa hal yang masih bermasalah ditunjukkan dengan :
gaya
mengajar guru,
pengorganisasian kelas, strategi pengelompokan belajar, strategi pembelajaran konstruktifitik
tingkat tinggi, kreatifitas mengembangkan metode pembelajaran, perencanaan yang efektif,
pemaknaan terhadap “siswa aktif” bersifat formalistik, kurang upaya guru membangun nilai
kreatif dalam mengeksplorasi potensi siswa secara optimal , sistem evaluasi yang orientasi
pada hasil bukan proses. Hal-hal tersebut dipengaruhi pula oleh faktor jumlah kelas dan
jumlah peserta didik, faktor sarana dan prasarana sekolah sebagai sebagian kendala yang harus
dihadapi guru dalam mengembangkan efektifitas tnilai-nilai kurikulum 2013.
9
Volume 2 No. 01 Juni 2015 /ISSN 2460-1802
PUSTAKA
Anderson, Lorin W. 2001. Learning, Teaching and Assessing, New York : Longman.
Beestlestone, Florence, 2012. Creative Learing, Startegi Pembelajarn untuk Melesatkan
Kreatifitas Siswa, Bandung: Nusa Media.
Celik, Servet. 2011. Characteristics and Competencies for Teacher Educators: Addressing the
Need for Improved Professional Standards in Turky. Australian Journal of Teacher
Education, 36 (4), http://ro.ecu.edu.au
DePorter, Bobbi. 2010.Quantum Teaching, Bandung : Kaifa
E. Bright Wilson , Jr. 1990, An Introduction to Scientific Research, Canada: General Publishing
Company , books. google.co.id , akases 23 April 2 014
Fosnot , Catherine Twomey. 1996. Constructivism : Theory, Perspectives and Practice, New
York and London : Teacher Colege, Columbia University
Hergenhahn,, BR. & Matthew H.Olson . (2009). Theories of Learning, Jakarta : Kancana
John Dewey, 1916, Democracy and Education, The Project Gutenberg EBook, January 26, 201,
http://www.gutenberg.org/, 20 Aprl 2013
Joice, Bruce; Marsha Weil (1986). Models of Teaching, Third Edition, New Jersey : Prentice
Hall Inc.
Joke Voogt, Teacher Competencies for 21st Century Pedagogy , editlib.org.naaccess /36545,
akses 20 April 2014
Lickona,Thomas. 1991, Educating for Character: How our Schools Can Teach Respect and
Responsibility, terjemah Juma Abdu Wamaungo , Jakarta : PT Bumi Aksara.
M. W. Travers, Robert. 1982. Essentials of Learning, The Cognitive Learning for Students of
Education, New York- Macmillan Publishing.
Meier, Dave . 2000. The Accelerated Learning Handbook, New York : McGraw-Hill.
Mulyasa, E. 2014. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013, Bandung : Rosda.
……………. 2014. Pengembangan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : Rosda.
Mufidah, Roykhatul (2013) , Hubungan Antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Pedagogik
Guru PAI dengan Hasil Belajar, http://eprints.walisongo.,
Muijs, Daniel & David Reynolds,( 2008). Effective Teaching , Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
Pedagogical
Competences
The
Key
to
Efficient
Education,
http://www.iojes.net/userfiles/Article
Priatna , Nanang. 2013. Pengembangan Profesi Guru, Bandung : Rosda.
Slavin, Robert. E. (2005). Cooperative Learning, Theory, Research and Practce, London :
Allymand Bacon. .
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum , Teori dan Praktek, Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Woolfolk, Anita . 2009. Educational Psychology, Active Learning Edition, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
http/ss..uno.edu/SS// TeachDevel/TeachMethods (1 Juni 2004) Inquiry Models of Instruction.
http://www.csulb.edu/~dkumrow/conference/learning_theory.html, 2013
http://www.learning-theories.com/discovery-learning-bruner., akses 8 April 2014
http://www.psy.cmu.edu/~siegler/vygotsky, akses 15 April 2014
http://www.slideshare.net/guruonline/teaching-competency-standards-in-southeast-asiancountries, akses 21 April 2014
10
Download