SECRET CHURCH 6 Salib Kristus Dr. David Platt Kalau kita meninggalkan sesuatu dalam pembahasan, kita seringkali meninggalkan bagian dimana kita harus berbicara mengenai karakter Allah, keberdosaan manusia dan ketegangan di antara keduanya—khususnya mengenai pengakuan akan adanya ketegangan itu, kasih, kekudusan dan murka Allah. Bagaimana Allah bisa kudus di dalam kasih-Nya dan kudus di dalam murka-Nya? Ketika kita berbicara mengenai Allah memuaskan kehendak-Nya, mungkin ini bukan istilah yang tepat, tetapi gambarannya adalah, bagaimana Allah bisa benar di dalam hakekat-Nya, bagaimana Ia bisa menyatakan kekudusan-Nya tanpa menghukum kita di dalam dosa kita? Bagaimana Ia bisa menunjukkan kasih-Nya tanpa mengadili kita di dalam keberdosaan kita? Bagaimana ia bisa menghakimi dosa dan sekaligus membenarkan orangorang berdosa? Bagaimana Ia bisa memuaskan kehendak-Nya dan sekaligus menyelamatkan kita? Ini dilema yang kita lihat. Alkitab menjelaskan hal itu kepada kita, dan hal itu perlu sungguh-sungguh ditanamkan di dalam pikiran kita. Ini adalah gambaran yang berpusat kepada Allah tentang apa yang harus kita lakukan, memandang kepada kayu salib, bagaimana Allah bisa adil dan sekaligus penuh rahmat kepada orang-orang berdosa. Ini dilemanya, masalahnya, ketegangannya, dan semua membawa kepada kenyataan ini. Jangan melewatkan bagian ini karena hal ini membawa kita kepada kenyataan yang dinyatakan di kayu salib. Kenyataan yang pertama dan terutama, kayu salib adalah pertunjukan dari karakter Allah. Dengarkan Roma 3:25 dan 26, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.” Mengapa Ia melakukannya? Mengapa Ia melakukan hal itu, Paulus? Untuk menunjukkan keadilan-Nya. Karena kesabaran-Nya, Ia telah membiarkan dosadosa yang telah terjadi dahulu. Apa artinya menunjukkan keadilan-Nya? Mari kita lihat masalah yang ditunjukkan dalam penjelasan itu, Roma 3, Allah membiarkan dosadosa yang telah terjadi dahulu. Jadi, ada dosa yang belum dihukum. Suatu kekejian bagi Allah membenarkan orang fasik, namun bagaimana ada dosa yang tidak dihukum dan Allah tetap adil di dalam segala jalan-Nya? Kebenaran-Nya dipertaruhkan di sini. Di sinilah kita memahami pengampunan dari Allah atas dosa-dosa kita sebenarnya merupakan ancaman bagi karakterNya. Sebagai ilustrasi, 2 Samuel 12, Daud di dalam Perjanjian Lama bersalah atas dosa perjinahan, dusta dan pembunuhan. Natan sang nabi menegur dia dan langsung menegur saat itu juga mengenai kesalahan itu. Bagaimana tanggapan Daud? Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.” Anda lihat? Perjinahan, pembunuhan, dusta dilewatkan begitu saja. Apakah itu keadilan? Kalau ada hakim di pengadilan jaman sekarang yang menghakimi seorang pejinah, pendusta, dan pembunuh dan kemudian ia mengatakan, “Diampuni, dibebaskan,” kita akan meminta dia turun dari jabatannya sebagai hakim saat itu juga. Itu tidak adil. Itu tidak benar. Di sinilah kita harus berhadapan dengan pertanyaan yang sangat umum ini. Banyak orang bertanya, “Mengapa Allah tidak bisa langsung saja mengampuni dosa? Mengapa harus ada kayu salib segala? Bukankah Allah mengajarkan supaya manusia saling mengampuni? Mengapa Ia tidak langsung saja mengampuni kita?” Ini yang dijelaskan oleh Anselmus. Ia mengatakan bahwa kalau ada orang yang menganggap bahwa Allah bisa langsung saja mengampuni dosa seperti kita mengampuni dosa sesama kita, orang itu tidak memahami betapa seriusnya beban dosa itu. Ia tidak memahami kebesaran dari Dia yang sudah dilanggar kekudusan-Nya dengan dosa kita. Dan bagaimana karakter-Nya sudah dipertaruhkan di sini dalam tanggapan-Nya akan dosa. John Stott mengatakan, "Bagi Allah pengampunan adalah masalah yang paling besar.” Bishop Westcott mengatakan, “Secara sepintas nampaknya tidak ada yang lebih sederhana dibandingkan dengan pengampunan, tetapi, kalau kita perhatikan secara mendalam, tidak ada yang lebih misterius atau yang lebih sulit dibandingkan dengan pengampunan,” bagaimana Allah bisa adil dan benar dan pada saat yang sama mengampuni dosa, membiarkan dosa? Di sinilah kita melihat di depan salib, bahwa yang dilakukan Allah di kayu salib itu adalah bagi Allah sendiri. Ia menunjukkan keadilan-Nya. Allah menunjukkan keadilan-Nya. Ia menunjukkan kebenaranNya. Mengapa Yesus mati di kayu salib? Untuk siapa Yesus mati di kayu salib? Dia mati bagi saya? Tentu saja. Mati bagi anda? Tentu saja. Tetapi yang paling utama, Yesus mati bagi Allah. Kayu salib pada hakekatnya adalah berkisar pada pernyataan karakter Allah. Watchman Nee mengatakan, “Kalau saya mau menghargai darah Kristus, saya harus menerima penilaian Allah atasnya, karena darah itu yang terutama sekali bukan untuk saya, tetapi untuk Allah.” Kita perlu mendengar hal ini. Kita sudah mendengar Injil dijelaskan sebagai jawaban Allah untuk masalah manusia, dan dalam banyak hal itu benar sekali. Memang demikian, tetapi yang terutama sekali, salib adalah jawaban Allah untuk masalah Ilahi, dan inilah yang membawa Yesus naik ke kayu salib. Kemuliaan Allah yang membawa Yesus naik ke kayu salib. Perhatikan Yohanes 12, “apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu!" Kita sering mengatakan, “Anda ada di dalam pikiran Yesus ketika Ia naik ke kayu salib. Saya ada di dalam pikiran-Nya ketika Ia naik ke kayu salib.” Saudara, Allah Bapa yang ada di dalam pikiran Yesus ketika ia naik ke kayu salib. Kemuliaan Allah yang membawa-Nya ke sana, dan kita akan melihat bagaimana hal itu berpengaruh terhadap kita, tetapi perhatikan kayu salib dalam hubungannya dengan karakter Allah. Yang dilakukan Allah di kayu salib adalah Ia menunjukkan kepada kita bahwa dosa untuk selamanya merupakan pelanggaran. Kedahsyatan dosa ditunjukkan di sini. Tidak ada tempat untuk memuliakan diri sendiri di kayu salib. Kita sering bertanya-tanya, apa yang dilihat Yesus di dalam diri saya sehingga Ia naik ke kayu salib bagi saya? Yesus tidak melihat apa-apa di dalam diri saya dan anda. Tidak ada kebaikan apapun. Tidak ada di sini dan tidak ada di kayu salib yang berbicara mengenai sesuatu yang layak atau yang merupakan hak untuk kita dapatkan atau yang seharusnya kita miliki. Tidak ada kesempatan untuk memuliakan diri sama sekali. Kayu salib bukanlah mengenai menunjukkan nilai-nilai kehidupan kita. Kayu salib adalah semata-mata untuk menunjukkan nilai Allah. Yang ada di kayu salib hanyalah pemuliaan kepada Allah. Kayu salib adalah akhir dari pemuliaan diri sendiri. Inilah sebabnya sangat masuk akal ketika Yesus mengatakan, “Memikul salib, menyangkal diri.” Menyangkal diri. Salib itu sepenuhnya, seluruhnya, dan secara total adalah mengenai kemuliaan Allah. Ia menunjukkan kepada kita bahwa dosa sampai selamanya merupakan pelanggaran kepada-Nya dan bahwa Allah sampai selamanya mulia. Kayu salib bukanlah pertunjukkan dari nilai kehidupan manusia yang terbatas. Salib bukanlah gambaran tentang betapa bernilainya manusia. Salib adalah gambaran tentang betapa bernilainya Allah itu. Salib adalah pertunjukkan, bukan untuk nilai kehidupan manusia yang terbatas, tetapi akan nilai Allah yang tidak terbatas. Ketika kita mulai melihat kayu salib pertama-tama dan terutama sekali sebagai kabar baik dari Allah, saat itulah untuk pertama kalinya kita akan mulai menyadari betapa indahnya kabar baik itu bagi kita, karena salib bukanlah mengenai meninggikan diri dan nilai kehidupan kita. Salib adalah mengenai memuliakan Allah dan menunjukkan nilai Allah yang akan kita nikmati secara luar biasa sampai selama-lamanya. Keselamatan anda sekarang didasarkan kepada Allah yang secara radikal berpegang kepada kemuliaan-Nya dan kehendak-Nya sampai selamanya, memampukan umat-Nya melalui kayu salib untuk menikmati kemuliaan itu, di dalam jaminan-Nya. Salib adalah mengenai menunjukkan kepada kita, bukan akan nilai diri kita, tetapi akan nilai Allah yang akan beserta kita sampai selamanya. Berpusat kepada Allah. Karena Ia akan memelihara jaminan-Nya, sesuai dengan karakter-Nya. Jadi, bagaimana Ia melakukan hal itu? Bagaimana Ia memuaskan kehendak-Nya dan menyelamatkan kita? Bagaimana kepuasan Ilahi ini terjadi—yang kedua—melalui pengganti Ilahi? Satu Allah, titik awal dari 1 Timotius 2, ayat 5, dan 6, dan satu pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Yesus Kristus yang mengorbankan diri-Nya. Satu pengantara. Di sinilah kita mulai melihat kayu salib bukan hanya salah satu dari 10 pilihan dimana Allah bisa menyelamatkan orang-orang berdosa. Dari antara pilihan itu, Aku akan memilih yang ini. Bukan demikian. Salib adalah satu-satunya cara. Mengapa? Apa yang membuat Kristus begitu penting? Pengganti Ilahi, apa arti kata-kata ini? Allah memuaskan diri-Nya dengan menempatkan diri-Nya sebagai pengganti orang-orang berdosa. Allah membuat Dia yang tidak berdosa, menjadi berdosa karena kita. Menggantikan kita. Sekarang, agar kita mendapatkan pemahaman mengenai penggantian itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal tentang Kristus. Pertama-tama, perhatikan siapakah Dia, pribadi Kristus. Kita perlu melihat kemanusiaan dan keilahian Kristus, dan keduanya sangat penting. Saya yakin bahwa salah satu hal yang disayangkan adalah bahwa di jaman ini, di antara pengkhotbah atau pemberita Injil, anda hanya menemukan sedikit saja yang berbicara mengenai kepenuhan kemanusiaan dan kepenuhan keilahian Kristus. Kadangkala bahkan seolah-olah hal itu menjadi nampak tidak penting, padahal ini kebenaran yang teramat sangat penting. Inilah yang menjadi ciri khas Kekristenan, Injil Kristen, Injil Perjanjian Baru yang membedakannya dengan banyak pandangan keyakinan lain di jaman ini. Inilah gambarannya, kemanusiaan dan keilahian. Stott mengatakan, “Kemungkinan terjadinya penggantian tergantung kepada identitas dari si pengganti itu.” Saya mengutip banyak dari John Stott, dan di dalam salah satu buku yang saya rekomendasikan untuk dibaca adalah The Cross of Christ oleh John Stott, buku yang luar biasa. “Kemungkinan terjadinya penggantian tergantung kepada identitas dari si pengganti itu.” Siapakah Yesus? Pertama-tama, Ia sepenuhnya manusia. Ibrani 2:17 mengatakan, “dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya.” Bagaimana Ia menjadi sama dengan kita? Ia dilahirkan. Jelas sekali ada perbedaan besar antara Dia dengan kita, karena Ia dilahirkan oleh seorang anak dara. Ini gambaran mengenai pembuahan rohani dari Kristus. Ia dilahirkan. Ia memiliki keseluruhan ciri kemanusiaan. Ia memiliki tubuh manusia. “Ia dibungkus dengan kain lampin ketika lahir, Ia bertambah besar dan kuat.” Lukas 10. Yohanes 4, “Ia memiliki tubuh yang bisa menjadi lelah.” Maksud saya, Ia menjadi lelah setelah melalui malam yang panjang. Matius 4, “Ia merasa lapar.” Saya membayangkan perut-Nya juga bisa keroncongan seperti kita. Ini gambarannya. Ia sepenuhnya manusia, tubuh manusia. Ia memiliki pikiran manusia, yang bertumbuh hikmat-Nya. Pikiran manusia, jiwa manusia, “Gelisah hati-Ku.” Yesus pernah merasa gelisah, Yohanes 13. Matius 26, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.” Jiwa manusia, perasaan manusia. Matius 8:10 berbicara tentang Yesus merasa heran setelah mendengar sesuatu. Yohanes 11:35, "Yesus menangis." Ibrani 5: 7 dan 8, " Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan.” Ia memiliki perasaan manusia dan pengamatan manusia. Nampak di sini, ini tafsiran saya, di dalam Matius 13 banyak orang bertanya, darimanakah Dia memperoleh hikmat dan kuasa melakukan mujizat, bukankah Ia anak seorang tukang kayu? Darimana Manusia ini mendapatkan semua hal itu. Mereka memandang kepada Yesus sebagai manusia. Mereka melihat Dia sebagai manusia. Mereka memandang diri-Nya sebagai sepenuhnya manusia. Itu berarti bahwa Ia bisa sepenuhnya menyamakan diri dengan mereka. Ia bukannya sesuatu hakekat yang berbeda yang berusaha melakukan apa yang manusia lakukan. Ia adalah wakil kita. Kalau Ia tidak sepenuhnya manusia, Ia tidak sama dengan kita, dan Ia tidak bisa mewakili kita. Perhatikan Ibrani 4:14 sampai 16, “Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.” Yesus sangat mengenal masalah kita. Ia sangat mengenal pergumulan kita. Saudara yang sekarang sedang merasakan kepedihan, Ia mengenal kepedihan anda. Ia mengenal penderitaan kita. Semakin lama saya berjalan dengan Kristus, kemanusiaan Kristus ini yang semakin memberikan penghiburan kepada saya. Ada sebuah istilah musik yang disebut resonansi simpatetic. Kalau ada dua piano di atas panggung dan anda memencet tuts C, maka nada itu akan bergema di dalam piano yang satunya, dan kunci yang sama di piano itu juga akan tersentuh oleh gelombang suaranya dan ikut mengeluarkan suara meski pelan. Ini mengingatkan anda bahwa ketika anda menjalani masa-masa berat di dalam kehidupan anda, dan ketika hati anda hancur dan menangis dan terluka, ada resonansi yang akan muncul dari Dia. Ia adalah resonansi simpatetic kita, gambaran yang luar biasa. Sepenuhnya manusia. Yang kedua, Ia sepenuhnya adalah Allah. Sepenuhnya Allah. C.S. Lewis mengatakan, "Doktrin keilahian Kristus, bagi saya, bukanlah sesuatu yang bisa menempel dan bisa dilepas, tetapi sesuatu yang muncul di seluruh bagian, jadi kalau anda mau menghilangkannya, anda harus membongkar seluruhnya.” Ada banyak orang yang percaya bahwa Yesus adalah manusia sepenuhnya. Tetapi lebih sedikit jumlah orang yang percaya bahwa Ia sepenuhnya Allah. Identitas-Nya, Yohanes 1:1-4, “Pada mulanya adalah Allah. Firman itu bersama-sama dengan Allah. Ia kekal.” Ibrani 1:8, “Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya.” Yesus itu kekal. Ia Pencipta kita. Kita sudah melihat Allah sebagai Pencipta. Kolose 1:15 dan 16 mengatakan, “di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Ia adalah Pencipta. Ia pemelihara. Anda melihat bahwa Ia disebutkan setara dengan Allah di sini. “Segala sesuatu ada di dalam Dia.” Kolose 1:17. Ia mahakuasa, “Ia berdiri dan angin dan ombak taat kepada-Nya,” Matius 8. matius 14, Ia melipatgandakan makanan. Ia mahatahu. Yesus tahu di dalam roh-Nya apa yang dipikirkan oleh banyak orang. Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia. Mereka mengatakan, kami tahu bahwa Engkau mengetahui segala sesuatu. Ini membuat kami percaya bahwa Engkau dari Allah. Ia berkuasa. Saya mengambil dari Markus 2 dimana Yesus mengatakan bahwa Ia memiliki kuasa untuk mengampuni dosa. Bagi C.S Lewis, hal inilah yang membuatnya yakin akan keilahian Kristus. Untuk memiliki kuasa yang demikian, untuk menjadi pihak yang dilanggar di dalam dosa dan kemudian memiliki kuasa untuk mengampuni dosa itu. Kemudian saya melihat di dalam Matius 11, “Segala sesuatu telah diberikan kepada-Ku oleh Bapa.” Ini kesaksian-Nya. Yesus menyatakan kesetaraan-Nya dengan Bapa. “Sesungguhnya, sebelum Abraham ada, Aku ada.” Ia memakai gambaran “Akulah” di dalam Perjanjian Lama untuk menyebutkan diri-Nya. "Aku dan Bapa adalah satu.” Yohanes 10:30. Kesaksian manusia akan diri-Nya, Thomas mengatakan, “Tuhanku dan Allahku,” setelah Ia bangkit dari kubur. Kolose 2:9, Paulus menuliskan, “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan.” Kemudian anda melihat penulis surat Ibrani menjelaskan bahwa Yesus adalah gambaran yang mewakili keberadaan Allah. Kemudian di dalam Kitab Wahyu, anda melihat Yohanes menuliskan, “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa." Ini yang disebut quintilemma. Artinya? Lima pilihan. Quintilemma yang pertama adalah, apakah Yesus hanyalah sekedar legenda? Apakah semua tulisan mengenai Dia hanyalah sekedar cerita saja? Apakah Ia hanya sekedar mithos yang berkembang sejalan dengan waktu? Kita tidak akan menggali secara mendalam di sini, tetapi yang mau saya jelaskan adalah bahwa ada lebih banyak kepastian sejarah di dalam Perjanjian Baru dibandingkan dengan semua buku-buku kuno lain di dalam sejarah. Bukan hanya legenda. Kedua, apakah Yesus hanyalah seorang guru dari Timur, seperti para tokoh guru dari Timur lainnya? Apakah ketika Ia mengatakan bahwa Dia adalah Allah, Ia sedang mengatakan, “Aku dan Allah adalah satu, sebagaimana segala sesuatu yang lain juga”? Perlu diingat bahwa Ia adalah seorang Yahudi. Hal itu sama sekali tidak cocok dengan keseluruhan pola pikir dan kehidupan yang diwakili-Nya. Yang ketiga, apakah Ia seorang pendusta? Ia mengatakan kalau diri-Nya adalah Allah. Kalau Ia bukan Allah dan Ia tahu bahwa memang Ia bukan Allah, maka Ia seorang pendusta. Bahkan tokoh sekuler juga mengakui bahwa Ia seorang besar. Apakah Ia sungguh-sungguh seorang besar kalau Ia berjalan berkeliling dan menyatakan bahwa ia adalah satu dengan sang Pencipta dunia, yang artinya Dia mendustai orang banyak? Apakah hal itu tetap menjadikan-Nya orang besar? Apakah itu membuat Dia nampak sebagai seorang yang rendah hati dan lemah lembut, seperti yang dikatakan-Nya sendiri? Keempat, apakah Ia seorang gila? Mungkin Ia mengatakan bahwa Ia adalah Allah dan sungguhsungguh berpikir bahwa diri-Nya memang Allah, padahal kenyataannya bukan. Kalau Ia bukan sekedar legenda, bukan guru, bukan pendusta, bukan orang gila, maka inilah kesimpulan C.S. Lewis, Ia memang Tuhan. Anda bisa mendiamkan-Nya dan menganggap Dia orang bodoh. Anda bisa meludahi Dia dan membunuh-Nya dan menganggap-Nya kerasukan, atau anda bisa sujud di kaki-Nya dan mengakui Dia sebagai Tuhan dan Allah, tetapi jangan sampai kita hanya menganggap Dia sebagai guru yang besar saja. Ia tidak mungkin hanya guru manusia yang besar saja, dan Ia memang tidak menyatakan diri-Nya sebagai guru saja. Ia bisa sepenuhnya menyatakan kesetaraan-Nya dengan Allah. Yesus adalah Allah dalam pemahaman dan tingkatan yang sama dengan Bapa. Ia tidak kurang taraf keallahan-Nya dibandingkan dengan Bapa. Ia sepenuhnya setara dengan Allah. Yohanes 1 mengatakan, “Ia menderita bukan sebagai Allah, tetapi Dia yang menderita itu memang adalah Allah.” Memang gambaran ini sama sekali tidak sederhana, sepenuhnya manusia, sepenuhnya Allah, pribadi Kristus adalah kesatuan yang penuh misteri antara kedua hakekat itu. Ada sebuah Pengakuan Iman Athanasius yang mengatakan, Kesatuan yang penuh misteri, bukan pertentangan, tetapi misteri. Bagaimana kedua hal itu berjalan bersama? Saya membaca beberapa tulisan mengenai hakekat Kristus itu, dan satu tulisan dari Arthur Pink rasanya sangat menolong kita memahaminya. "Pembedaan yang sangat penting ini menuntut pemikiran yang sangat berhati-hati mengenai pribadi yang memiliki hikmat, yang ada dari diri-Nya sendiri. Pribadi kedua di dalam Tritunggal mengambil rupa manusia dan memberikan bentuk baru dalam kesatuan dengan kepribadian keilahian-Nya. Ia hanyalah manusia biasa kalau tidak disatukan dengan hakekat-Nya sebagai Anak Allah, tetapi karena disatukan dengan hal itu, Ia bukan hanya sekedar manusia karena manusia tidak pernah ada karena diri-Nya sendiri, seperti semua manusia lain, dan karena itu ada kekuatan yang kudus yang dilahirkan. Tidak mungkin bagi pribadi Ilahi untuk menjadi pribadi lain yang ada dari dirinya sendiri dan untuk menjadi satu dengan diri-Nya, karena dua pribadi yang tetap dua namun menjadi satu adalah sebuah kontradiksi.” Baik. Jadi, kita melihat ada kesatuan yang penuh misteri di sini. Bagaimana semuanya itu saling berkaitan? Pertama-tama, hakekat kemanusiaan dan keilahian-Nya sangat berbeda. Ada halhal yang dilakukan-Nya yang menyatakan—yang memberikan kepada kita gambaran tentang hakekat manusia dan ada yang dilakukan-Nya yang menyatakan hakekat keilahian-Nya. Ada perbedaan di sini, di satu sisi. Kita akan melihat bagaimana semuanya itu bisa menjadi satu, tetapi kita akan mulai dengan contoh terlebih dahulu. Ia kembali ke surga dalam hakekat kemanusiaan dan Ia menyertai kita, dalam hakekat keilahian. Ia berusia 30 tahun tetapi Ia ada sejak kekekalan. Memang harus disadari bahwa pembahasan yang begini bisa membuat sakit kepala. Tetapi mari kita perhatikan dengan seksama. Yesus pernah merasa lelah. Luar biasa. Matius 8 menjelaskan hal itu. Ia lelah. Ia kehabisan tenaga, sampai tertidur di dalam perahu, dan kemudian ia bangun dan menghardik ombak dan badai dan keduanya taat kepada-Nya. Kelelahan tetapi tetap mahakuasa, keduanya bersamasama. Ia dilahirkan sebagai seorang bayi, tetapi Ia yang memelihara alam semesta. Ia kehilangan nyawa manusia-Nya, tetapi Ia memiliki kedaulatan Ilahi. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Ini adalah gambaran dari hakekat manusia dan hakekat Ilahi secara bersama, namun berbeda. Hakekat kemanusiaan dan hakekat keilahian itu berbeda, namun pada saat yang sama, hakekat kemanusiaan dan hakekat keilahian itu menyatu, dan yang saya maksudkan di sini adalah bahwa apapun yang dilakukan Yesus yang menunjukkan gambaran kemanusiaanNya adalah sungguh-sungguh pribadi Yesus sendiri, dan di saat yang sama, apa saja yang dilakukan oleh Kristus yang menunjukkan gambaran hakekat keilahian-Nya, juga sungguhsungguh pribadi Yesus sendiri. Ketika Ia mengatakan di dalam Yohanes 8:58, “Sesungguhnya, sebelum Abraham ada, Aku ada.” Ia tidak mengatakan, “Sebelum Abraham ada, hakekat keilahian-Ku ada.” Bukan itu yang dikatakan-Nya. Ini seperti saya menuliskan surat kepada anda dan saya mengatakan, “Tangan saya menuliskan surat ini kepadamu, tetapi kakiku sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal itu.” Saya tidak akan mengatakan hal demikian. Apa saja yang dilakukan tangan saya pastilah mewakili keseluruhan diri saya. Jadi, itu gambarannya, dan itulah gambaran yang kita lihat ketika Paulus menuliskan perkataan ini, “Hal yang sangat penting ini kuteruskan kepadamu, bahwa Kristus mati bagi kita sesuai dengan yang dikatakan Kitab Suci.” Apakah Allah mati? Apakah Allah mati di kayu salib? Gambarannya jelas sekali bahwa di dalam kemanusiaan-Nya, Ia mati. Hakekat keilahian-Nya, yang memelihara keseluruhan alam semesta, tidak bisa mati, kalau Ia mati dalam hakekat keilahian ini, bagaimana kita bisa terus ada? Hakekat keilahian tidak mati. Jadi, gambarannya adalah—apakah boleh kita mengatakan bahwa Allah mati di kayu salib? Ya dan tidak dalam arti bahwa Yesus secara pribadi mati. Ya, tetapi hakekat keilahian-Nya tidak mati. Berbeda tetapi dalam kesatuan. Ketika Ia mengatakan, “Aku datang dari Bapa dan masuk ke dalam dunia. Sekarang Aku akan meninggalkan dunia dan kembali kepada Bapa,” dan kemudian Ia mengatakan, “Aku akan menyertai kamu senantiasa.” Jadi, berkaitan dengan pribadi Kristus di kayu salib, ini bukan hanya manusia Yesus saja seolah-olah Ia tidak memiliki hakekat keilahian. Juga bukan Ia sebagai Allah saja seolah-olah Ia tidak memiliki hakekat kemanusiaan, tetapi Dia yang disalib itu adalah Allah dan Kristus. Bukan Allah saja, bukan manusia saja, tetapi Allah di dalam Kristus, sepenuhnya Allah, sepenuhnya manusia, ditunjukkan secara sangat indah di dalam Kolose 1:19-20, “Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” Inilah pribadi Kristus, sepenuhnya sama dengan kita, sepenuhnya sama dengan Allah, manusia sempurna, Allah sempurna. Inilah pribadi-Nya. Apa tujuan-Nya? Ia datang dengan tujuan untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Yesus datang, bayangkan hal itu dalam dua gambaran. Ia datang untuk menjalani kehidupan yang tidak berdosa. Ia datang untuk menjalani kehidupan sehingga kita bisa hidup. Perhatikan hal itu dituliskan di sini, Yohanes 18:38, “Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” Ibrani 4:15, “Ia tidak berbuat dosa.” 1 Petrus 1, “Anak domba yang tak bercacat.” 1 Yohanes 3, “Di dalam Dia tidak ada dosa.” Ia taat secara sempurna kepada Allah. Ini sangat penting. Ini sangat penting karena, tentu saja Yesus tidak datang dan memberi hidupNya bagi kita di kayu salib sebagai seorang anak. Ia taat. Ia menunjukkan ketaatan-Nya kepada hukum Allah, menggenapi hukum Allah di dalam ketaatan-Nya. Yohanes 15:10, "Aku telah menuruti perintah Bapa-Ku." Ia taat, dan ketaatan-Nya diperlukan untuk keselamatan kita, dan Dia benar, Dia benar. Kita perlu, agar bisa didamaikan dengan Allah, kita tidak hanya perlu terbebas dari dosa. Kita harus mengenakan kebenaran. Jadi, perlu bahwa Kristus itu benar, dan anda melihat ayat-ayat yang memberikan gambaran itu kepada kita. Jadi, Dia datang untuk menjalani kehidupan tanpa dosa, taat dan benar, dan Dia yang datang untuk mati menanggung kematian. Ini adalah tujuan kedatangan-Nya. Anda perhatikan setiap kitab dari kitab-kitab Injil, Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, dan anda akan melihat dengan cara yang berbeda gambaran akan kenyataan bahwa salib itu bukan kecelakaan. Inilah tujuan kedatangan Yesus. Markus 8, 9, 10 dari awal sampai akhir, Yesus memberikan kepada kita gambaran mengenai ke mana Ia akan pergi. Lukas menunjukkan kita bagaimana Ia pergi ke Yerusalem. Yohanes terus berbicara mengenai waktunya akan datang. Ini bukan waktunya. Ada saat-saat ketika mereka ingin merajam Yesus atau ingin melempar Yesus dari tebing, dan ada semacam gambaran yang melintas di depan. Belum waktunya. Ia datang untuk mati dalam kematian yang sudah direncanakan pada waktu yang tepat. Kematian sebagai pengganti, apa artinya? Artinya adalah Ia memakai identitas kita. Mari kita pikirkan hal ini. Apakah upah untuk dosa? Maut. Kemudian, karena Yesus itu taat dan benar, maka Dia tidak harus membayar upah itu. Dia tidak pantas mati. Lalu, kalau Dia mati, itu bukan karena diri-Nya sendiri, tetapi itu karena Dia mati bagi orang lain. Dia memakai identitas kita, agar Dia menjadi, kata Ibrani 2, "Penebusan bagi dosa-dosa manusia,” dan gambarannya adalah bahwa Ia mati—dan kata kuncinya di sini— mengganti orang-orang berdosa. Dia mati menggantikan orang-orang fasik. Anda melihat ada ayat-ayat yang didaftarkan di sana, Yohanes 11, Roma 5 dan seterusnya dan kemudian uga 2 Korintus dan Galatia, dan yang anda lihat di sana adalah sebuah kata yang diulangi berulang-kali. Satu orang mati untuk orang banyak, kata Kayafas, lalu di dalam Roma 5 anda melihatnya diulangi beberapa kali, “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah,” lingkari kata “mati” di sana, kemudian, “Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati.” Ada sebuah kata depan dalam bahasa Perjanjian Baru di dalam ayat ini yang bisa berarti bagi atau untuk. Gambarannya adalah seperti yang disimpulkan di dalam 2 Korintus 5, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.” Ini artinya mewakili. Ini artinya menggantikan. Ia melakukan sesuatu bukan hanya bagi, tetapi juga untuk, yaitu menggantikan tempat, mewakili pihak lain. Perhatikan Galatia 3, “Kristus telah menebus kita”—perhatikan selanjutnya “dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” Ia sendiri menanggung dosa-dosa ke atas tubuh-Nya sehingga kita mati bagi dosa itu, dan dengan bilur-bilur-Nya, kita menjadi sembuh. Jadi, Ia memakai identitas kita, dan sebagai hasilnya, Ia menggenapkan keselamatan kita sehingga Paulus bisa mengatakan, “Aku sudah disalibkan bersama dengan Kristus.” Ada kesatuan dis ini, dan dengan Dia memakai identitas kita, Ia menggenapkan keselamatan kita. Ia mengasihi kita dan memberikan nyawa-Nya bagi kita, menggantikan saya, mewakili saya. Demikianlah Allah memperdamaikan kita dengan diri-Nya. Kolose 1, jadi kita kembali kepada dilema Ilahi, dan kita melihat bagaimana hal itu diselesaikan. Pemuasan Ilahi, sekarang lihat kepada salib. Menyangkut semua hal yang kita bicarakan ketika berbicara mengenai pemuasan melalui penggantian. Pemuasan Ilahi, totalitas dari karakter Allah dinyatakan di kayu salib. Kita melihat keseluruhan gambaran keadilan-Nya dan murka-Nya dan kekudusan-Nya dan kasih-Nya dan rahmat-Nya. Di sini saya mencatat Mazmur 85, dan kita melihat ada gambaran tentang kasih dan kesetiaan yang berada bersama-sama dan murka yang berdampingan dengan rahmat. Semuanya bergabung, semua sifat Allah bergabung di kayu salib, keseluruhan karakter Allah dinyatakan di kayu salib, penggantian Ilahi, keselamatan melalui Anak Allah dicapai. Anak yang unik, sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Pikirkan tentang hal ini, hakekat dosa, manusia menggantikan dirinya sendiri di hadapan Allah. Manusia membusungkan dadanya di hadapan Allah dan menempatkan diri di tempat yang hanya layak bagi Allah. Ini hakekat dosa. Bagaimana dengan keselamatan? Hakekat keselamatan, Allah menjadikan diri-Nya sebagai pengganti manusia. Allah di dalam Kristus mengorbankan diriNya bagi manusia dan meletakkan diri-Nya di tempat yang seharusnya ditempati manusia. Inilah yang dijelaskan di dalam 2 Korintus 5:21. Allah membuat Dia yang tidak berdosa, menjadi berdosa karena kita. Bukannya diri kita, Dia yang menggantikan kita, sehingga kita bisa menjadi benar di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih besar dari hal ini. Ia menjalani kehidupan yang tidak bisa kita jalani. Ia menjalani kematian yang tidak ingin kita jalani. Menggantikan kita. Ia menjadi pengganti sendiri, dan di kayu salib, Allah melakukan semuanya itu. Ia menyatakan penghakiman-Nya atas dosa. Perhatikan keindahan kayu salib di sini. Di kayu salib, Allah menyatakan penghakiman-Nya atas dosa. Pada saat yang sama, Allah yang menahan hukuman-Nya atas dosa. Ia menyatakan penghakiman atas dosa dan sekaligus menahan hukuman atas dosa. Ini hanya bisa terjadi melalui penggantian di kayu salib, Allah memampukan keselamatan bagi orang-orang berdosa. Kristus, Allah juga manusia, adalah satu-satunya yang bisa menjadi pengganti yang membawa kepuasan bagi kemuliaan Allah dan keselamatan bagi manusia. ditunjukkan di sini. Itulah gambaran yang Yesaya 53, silahkan membuka Alkitab anda, dan perhatikan Yesaya 53. Ini adalah nubuatan, yang dituliskan 700 tahun sebelum Kristus naik ke kayu salib. Perhatikan apa yang dikatakan di sana. Saya mau menunjukkan di sini, pemuasan melalui penggantian. Pasal 53, mulai ayat 1, “Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan? Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul. Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.” Ini gambaran yang sangat indah di dalam Alkitab. Yang bisa kita lihat di sini, beberapa kebenaran di sini, merupakan bagian yang sangat penting, 8 dari 12 ayat. Ayat 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan dua kali di dalam ayat 11. Delapan dari dua belas ayat. Hal itu juga dikutip sampai tujuh kali di dalam Perjanjian Baru. Tujuh kali, dan anda juga bisa melihat daftar paralel yang ada dalam buku petunjuk. Dikutip tujuh kali, dan tentu saja ada gambaran yang ditunjukkan di sana. Mari kita coba perhatikan ayat demi ayat yang ada, dan kita akan melihat bagaimana kebenaran ini dijelaskan di dalam pasal yang sangat indah ini, pasal yang sangat bermakna. Yang pertama, lihat pribadi Kristus. Bagian ini menunjukkan kepada kita bahwa di dalam kemanusiaan-Nya, Ia sangat mengenal penderitaan. Ayat 3, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan.” Yesus bukanlah Juruselamat berambut panjang dengan wajah yang tak bercela yang senantiasa nampak bersih dan tampan dan senantiasa memakai mahkota di atas kepala-Nya. Ia sangat dihina dan tidak ada sesuatupun yang menarik dari diri-Nya. Ia sangat mengenal penderitaan, sangat mengenal kesakitan, seperti kita di dalam kemanusiaan-Nya. Keilahian-Nya bebas dari dosa. Ia sama sekali tidak melakukan kekerasan dan tipu daya tidak keluar dari mulut-Nya. Tidak memiliki dosa dan sepenuhnya benar, seperti yang sudah kita lihat, itulah pribadi Kristus. Yang kita lihat di dalam pasal ini justru keberdosaan manusia. Ayat 4 sampai 6, 8 dan 12, kita melihat dosa-dosa kita di seluruh bagian pasal ini, dan ini membawa kita kepada penggantian dari Allah. Ayat 4 sampai 6, anda bisa melihat Ia menanggung pelanggaran kita. Pelanggaran siapa yang ditanggung-Nya? Pelanggaran kita. Tertusuk karena pelanggaran kita, diremukkan karena kesalahan kita. Oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh. Tuhan sudah meletakkan ke atas diri-Nya segala kelemahan kita. Semua ditanggungkan kepada-Nya sebagai pengganti kita. Berulangkali kita melihat di dalam bagian ini, penggantian dari Allah. Pemuasan Alah, siapa yang membuat Yesus disalibkan? Siapa yang meremukan Yesus di kayu salib? Itu adalah kehendak Bapa. Adalah kehendak Bapa untuk meremukkan Dia, ayat 10. Orang-orang Yahudi, bukan bangsa Romawi, yang juga bertanggungjawab atas kematian Kristus. Allah Bapa yang paling bertanggungjawab untuk kematian Kristus. Adalah kehendak Tuhan untuk meremukkan Dia. Allah, penggantian dari Allah, pemuasan Allah membawa kepada keselamatan manusia di dalam ayat 11, setelah penderitaan jiwa-Nya, Ia akan melihat terang dan dipuaskan. Dengan pengetahuan-Nya, hamba-Ku yang benar akan membenarkan banyak orang, dan Ia akan memikul pelanggaran mereka. Cara kita dibenarkan adalah karena pemuasan dan penggantian dari Allah yang membawa kepada keselamatan kita, itulah gambarannya. Kalau kita bisa membayangkan bahwa kayu salib adalah intan yang sangat berharga, saya mau mengundang anda untuk melihat, dan memandangnya melalui penggantiannya. Allah memuliakan diri-Nya dengan diri-Nya mati di kayu salib sebagai pengganti. Dan atas gambaran itu, ini yang saya ingin untuk kita lakukan. Saya ingin kita melihat bagian narasinya, empat babak, dan kemudian memiringkan sedikit intannya serta melihat cahaya yang berpendar dari intan itu. Kemudian kita akan memiringkannya sedikit lagi di Taman Getsemani dan kita akan melihat ada pendaran di dalam intan itu juga, dan kemudian kita akan sampai ke kayu salib dan mendengar Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” dan kita akan melihatnya berpendar lagi, dan kemudian kita akan melihat pernyataan kemenangan yang diserukan, “Sudah selesai,” dan dari empat sisi itu, kita akan melihat gambaran pemuasan melalui penggantian yang sungguh-sungguh menjadi hidup. Perjalanan menuju salib. Itulah arah perjalanan kita. Ada empat babak yang berbeda. Apa maksudnya, 1 Timotius 2:5, saat kita memusatkan perhatian kepada tabusan itu? Perjamuan Terakhir, Taman Getsemani, seruan kepedihan, pernyataan kemenangan. Mari kita memperhatikan Perjamuan Terakhir itu. Kita akan membahasnya dengan cepat tetapi sejelas mungkin. Kita tidak akan menggalinya secara mendalam karena banyak hal yang ada di dalamnya, khususnya dari bagian ini, tetapi anda sudah tahu bahwa Yesus membagikan makanan Paskah, dan saat itu menjelasng Paskah, seperti yang dijelaskan dalam Matius 26. Yang akan kita lakukan adalah bahwa kita akan melihat kembali bagian ini. Ada tiga komponen dari masing-masing babak yang akan kita perhatikan. Saya ingin kita memikirkan mengenai tema, bagian kunci yang akan menolong kita untuk memahami hal itu dan kebenaran kuncinya. Jadi, tema kunci di bagian Perjamuan Terakhir itu adalah pengorbanan. Pada dasarnya kita akan melihat empat tema kunci yang didasarkan kepada empat peristiwa, pengorbanan, dan kebenaran kunci di sini adalah bahwa Yesus mati bagi kematian kita. Sekali lagi, perhatikan mengenai penggantian di sini. Ia mati bagi kematian kita sebagai pengganti bagi kita, sehingga Ia, dan bukan kita, yang menjalani kematian. Teks kunci akan kita perhatikan dan kita sentuh sedapat mungkin, Keluaran 12, Keluaran 24, Imamat 16, dan kemudian 1 Korintus 11 yang merupakan penjelasan dari Paulus mengenai Perjamuan Terakhir di dalam surat Perjanjian Baru. Pengorbanan, Yesus mati bagi kematian kita. Di sinilah fakta pengajaran Kitab Suci: kita layak mati karena dosa kita. Allah membuatnya sangat jelas di dalam Kejadian 2, “Ketika kamu memakannya, kamu akan mati.” Roma 6:23, “Upah dosa adalah maut.” Kita layak mati karena dosa kita. Di kayu salib, Yesus mengorbankan diri-Nya dan mati menggantikan kita. Ia memberikan diri-Nya bagi kita. Ia mengorbankan diriNya. Ibrani 9:26, sekarang anda bisa melihat gambaran pengorbanan mulai dari Perjanjian Lama yang bisa ditarik mulai dari Keluaran 12, dan bahkan mulai dari Kejadian 22, para Bapa Leluhur, dan bahkan sebelum anda melihat gambaran mengenai Kain dan Habel yang memberikan persembahan kepada Allah dan bagi dosa manusia. Bahkan di dalam Kejadian 3 anda bisa melihat Adam dan Hawa, sesaat setelah mereka melakukan dosa, ada binatang yang dikorbankan untuk menutupi diri mereka. Jadi, yang anda lihat adalah adanya korban sejak awal di dalam Kitab Suci, sebuah tema yang dominan, dimana anda melihat adanya korban pengganti di dalam Kejadian 22. Abraham dan anaknya, Ishakm yang terlibat di dalam hal ini juga. Allah mengatakan, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Apa intinya di sini? Mengapa Allah memerintahkan Abraham melakukan hal itu? Abraham dalam ketaatannya membawa anaknya dan mengangkat pisau atasnya. Pada saat itu, Allah turun tangan dan Ia mengatakan, “Jangan membunuh anakmu. Aku sudah menyediakan domba di semak. Ambillah domba jantan itu, dan korbankanlah domba jantan itu menggantikan anakmu.” Penggantian. Kejadian 22, sejak awal sekali. Kalau anda adalah seorang Israel yang mendengarkan kisah itu disampaikan, anda akan menyamakan diri anda dengan Ishak. Ishak adalah keturunan Abraham. Anak Abraham, jalur yang dijanjikan dari Abraham. Kalau Ishak mati, jalur Abraham akan musnah. Itu menjadi ketegangan. Klimaks di sini adalah kejadian saat pisau itu diangkat atas jalur keturunan yang dijanjikan Allah, dan Allah kemudian mengatakan, “Aku akan menyelamatkan umat-Ku dengan menyediakan korban pengganti bagi mereka.” Inilah gambaran yang ada dalam Kejadian 22, dan kemudian anda melihat Keluaran 12, gambaran tentang Paskah, dan di dalam buku petunjuk saya langsung meletakkan Matius 26 dan Yohanes 19 karena minggu penyaliban Kristus adalah minggu Paskah. Yohanes—ada sedikit selisih kalau anda membandingkan Injil-Injil Sinoptik dengan Injil Yohanes, tetapi itu karena maksud Yohanes adalah menunjukkan kepada kita, dalam Yohanes 19:14 bahwa itu adalah masa persiapan Paskah, pada jam keenam hari itu, atau jam tiga sore. Jadi, maksud Yohanes adalah menunjukkan kepada kita bahwa saat Yesus disalibkan adalah masa pengorbanan Paskah. Dalam Perjanjian Lama kita melihat contohnya di dalam Keluaran 12, anda mengingat bahwa umat Allah menjadi budak di Mesir, lalu ada sembilan tulah yang menunjukkan kemuliaan Allah di mata bangsa Mesir dan Firaun, tetapi mereka tidak menangkap maksudnya. Jadi, tulah kesepuluh terjadi, dan Allah mengatakan bahwa Ia akan berjalan melewati Mesir, dan mendatangi setiap rumah, baik rumah bangsa Mesir maupun bangsa Israel, dan Aku akan membunuh semua anak sulung di setiap rumah. Aku akan melewati rumahmu kalau engkau mengambil seekor domba yang tak bercacat, membawanya ke rumahmu, menyembelihnya sebagai korban, mengoleskan darahnya di ambang pintu rumahmu, dan ketika Aku melihat darah di ambang pintu rumahmu, Aku akan melewati rumahmu. Inilah gambaran dari Keluaran 12. Ini gambaran yang dirayakan setiap tahun pada hari Paskah. Jadi, apa yang kita lihat mengenai Allah di dalam gambaran ini? Ada tiga gambaran tentang Allah. Ia adalah hakim yang Mahakuasa. Ia mengatakan di dalam Keluaran 12:12, “kepada semua allah di Mesir akan Kujatuhkan hukuman, Akulah, TUHAN.” Ia adalah Hakim. Ia adalah Juruselamat yang penuh rahmat. Ia akan menyelamatkan rumah-rumah itu, dan Ia adalah pemelihara yang setia. Ia akan menyediakan jalan keluar. Aku akan menyiapkan anak domba bagimu, dan kamu akan mengambil darah anak domba itu dan mengoleskannya di ambang pintu rumahmu, dan kamu akan mengingat kesetiaan-Ku kepadamu karena Aku akan melakukan apa yang Aku janjikan dan membebaskanmu dari perbudakan di Mesir. Yang pertama adalah pembebasan dari penguasa Mesir. Mereka sudah menajdi budak selama tiga ratus tahun. Mereka dikeluarkan dari keadaan itu. Allah sudah mendengar seruan mereka, melihat penderitaan mereka, membebaskan mereka dari penguasa Mesir, bukan hanya dari perbudakan saja. Mereka juga dibebaskan dari hukuman Allah. Ini menarik sekali. Ketika anda melihat semua tulah yang lain, semuanya—tulah yang diturunkan oleh Allah kepada bangsa Mesir itu. Allah menjatuhkan tulah itu baik kepada bangsa Mesir yang menimpa bangsa Israel juga. Tidak peduli siapapun anda, kalau anda tidak mengoleskan darah di ambang pintu rumah anda, maka anak sulung anda pasti akan mati, dan karena itu mereka dibebaskan dari penguasa Mesir dan juga dari hukuman Allah di dalam Keluaran 12, dan hal yang sangat menentukan untuk pembebasan itu adalah darah dari korban pengganti, anak domba yang tak bercacat. Ambil anak domba ini dan oleskan darahnya di ambang pintu rumahmu. Inilah gambaran di dalam Perjanjian Lama, dan ini menjadi panggung untuk terjadinya perayaan Paskah di dalam Perjanjian Baru, di kayu salib, Allah akan menyatakan diri-Nya dengan cara yang sama, sebagai hakim yang agung. Kita sudah berbicara mengenai hal ini. Ia akan menunjukkan keadilan-Nya sebagai Juruselamat yang penuh rahmat, sebagai Pribadi yang sudah mengutus Anak-Nya untuk menyelamatkan dunia. Ia akan menyediakan jalan keluar, sebagai pemelihara yang setia. Beberapa gambaran kita lihat tentang Allah di dalam Perjanjian Lama, sebagai pre-representasi dari apa yang akan terjadi di dalam Perjanjian Baru. Di kayu salib, Allah membebaskan kita dari kuasa dosa. Bukan lagi budak atas dosa, Roma 6, kita bukan lagi budak atas dosa, yang terjadi di kayu salib adalah kita dibebaskan dari perbudakan itu dan bukan hanya dari dosa, tetapi juga dari hukuman atas dosa. Kita dibebaskan dari penghukuman Allah yang penuh murka atas dosa, dan semua yang terjadi karena satu unsur itu: darah korban pengganti, Anak Domba Allah. Inilah sebabnya hal ini sangat menarik. Anda melihat di dalam Keluaran 12 bahwa pada masa Paskah, makanan harus dimakan di dalam rumah, dan tidak membawa sebagianpun keluar dari rumah. Tidak boleh mematahkan satu tulangpun dari dombanya. Inilah sebabnya Yohanes dengan sengaja menunjukkan terjadinya semuanya itu sebagai penggenapan dari Kitab Suci, tidak ada satu tulangpun yang dipatahkan. Inilah sebabnya ketika kita melihat Perjamuan Tuhan kita tidak melihat Yesus mengatakan bahwa itulah tubuh-Nya yang dihancurkan bagi mereka. Ia mengatakan, Inilah tubuh-Ku yang Kuberikan kepadamu; ini sebuah penggambaran yang dilakukan dengan sengaja. Yohanes sedang menjelaskan Kristus sebagai Anak Domba Paskah dan pendahuluan penjelasan mengenai Kristus di dalam Injil Yohanes dimulai dengan perkataan Yohanes Pembaptis, “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapuskan segala dosa dunia.” 1 Korintus 5:7, “Kristus adalah Anak Domba Paskah.” Masuk lagi ke peristiwa di Gunung Sinai, Keluaran pasal 19, dan apa yang terjadi di dalam Keluaran 19 sampai 24 dan 25 adalah Allah memasuki perjanjian dengan umat-Nya. Ketika Yesus berkata di dalam Matius 26, “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” Apa yang dilakukan Matius ketika ia mengangkat kembali gambaran dari perjanjian yang lama ini, perjanjian Musa? Apa yang terjadi? Sebuah pengamatan, Keluaran 19, Allah membawa umatNya ke Gunung Sinai, dan kemudian di dalam Keluaran 19:12 Allah memberikan perintah itu kepada mereka, Ia melarang mereka mendekat dengan mengatakan, “Menjauhlah dari gunung ini dalam ketakutan. Menjauhlah dengan kegentaran. Buat pembatas untuk gunung ini dan peringatkan bangsa itu agar mereka berhati-hati. Jangan mendaki gunung itu ataupun menyentuhnya. Barangsiapa menginjakkan kakinya di gunung itu harus dihukum mati.” Allah mau menyatakan kemuliaan-Nya, dan gambaran di dalam Keluaran 19, Allah menyatakan kemuliaan-Nya di atas gunung itu, dan seluruh gunung itu bergetar. Ada asap yang menyelimutinya. Ini kejadian yang sangat menegangkan, dan semua orang duduk dalam ketakutan dan tidak berani bergerak mendekat karena Allah sudah melarang mereka. Yang terjadi dalam Keluaran 20, Allah memberikan Dasa Titah kepada umat-Nya. Di dalam pasal sesudah itu, Ia memberikan hukum, aturan dan ketetapan yang lain. Ia masuk dalam perjanjian dengan mereka, sampai anda masuk ke dalam Keluaran 24, dan anda bisa melihat Allah dalam hubungan yang hampir sama dengan hubungan perkawinan dengan umat-Nya. Anda hampir bisa membayangkan, Allah masuk dalam sebuah perjanjian yang mirip dengan perkawinan dengan umat-Nya, dalam Perjanjian Musa, dan Ia berjanji akan memberkati mereka dan setia kepada mereka dan menyertai mereka. Perjanjian itu diteguhkan dengan darah. Umat perjanjian yang lama, membutuhkan darah pengorbanan. Musa mengambil darah, memercikannya ke arah bangsanya dan berkata, “Inilah darah perjanjian yang dibuat Tuhan denganmu, sesuai dengan semua perkataan itu.” Bangsa itu sungguh-sungguh membutuhkan darah pengorbanan, tetapi karena mereka memiliki dosa dan karena mereka tidak bisa taat kepada Hukum Taurat. Yang kemudian terjadi ketika perjanjian itu terlaksana, adalah bangsa itu menanggapi dengan mengatakan, “Kami akan melakukan semua yang dikatakan Tuhan. Kami akan taat.” Keluaran 24:7, tetapi kemudian saya sudah mendaftarkan di sepanjang Perjanjian Lama dan melihat bagaimana umat Allah berbalik dari Allah, berbalik dari perjanjian dengan Allah. Jadi, kita melihat di dalam Yeremia 31 yang masih tergolong dalam janji dalam Perjanjian yang lama, “Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN,” Ini yang disampaikan Yeremia, “Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.” Itu janji yang diberikan. Inilah perjanjian yang baru yang akan datang, dan yang kita lihat di dalam Kristus adalah perjanjian yang baru itu diteguhkan, perjanjian yang baru itu digenapi. Roh Kudus bersaksi mengenai hal ini. “Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu," Ini yang dituliskan dalam Ibrani 10, "Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka.” Ini tepat seperti yang dikatakan Yeremia, “Aku akan mengampuni mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.” Bagaimana? Umat perjanjian yang baru. Umat perjanjian yang baru memerlukan darah pengorbanan. Umat perjanjian yang baru, dikuduskan dengan darah pengorbanan. Umat perjanjian yang lama, tidak bisa mentaati hukum. Umat perjanjian yang baru, dimampukan untuk mentaati hukum. Kristus menutupi dosa-dosa mereka, dan mengubahkan mereka dari hati mereka. Undangan dari perjanjian yang lama, justru menjauhkan mereka dari hadirat Allah. Menjauhlah dalam kegentaran. Undangan dari perjanjian yang baru, mendekatlah dalam iman. Saudara. Kita memiliki keyakinan untuk menghadap tahta dari tempat maha kudus, Allah yang mahakudus dan kita bisa datang setiap saat karena darah dari perjanjian yang baru itu. Inilah yang dijelaskan dalam Ibrani 10. Kemudian, Keluaran meletakkan dasar untuk Imamat karena di dalam perjanjian itu, Allah mengatakan bahwa Ia akan berdiam dengan mereka, tetapi bagaimana mungkin Allah yang kudus berdiam di antara manusia yang berdosa, dan Kitab Imamat memberikan jawaban untuk pertanyaan dengan penyelamatan melalui pengorbanan. Harus ada korban untuk menghapus dosa. Bagian dari kitab Imamat, Imamat 16, ada satu hari, Hari Raya Penebusan. Yang kita lihat adalah disebutkanya peraturan, hari kesepuluh pada bulan ketujuh, mereka harus menyangkal diri, dan berhenti dari pekerjaan, baik mereka yang lahir dari antara bangsa itu maupun orang-orang asing di antara mereka, karena pada saat itu penebusan akan dibuat untuk membasuh mereka. Di hadapan Tuhan, mereka akan dibasuhkan dari segala dosa mereka. Jadi inilah yang terjadi. Di dalam Perjanjian Lama yang kita lihat adalah perjanjian yang lama, sebuah korban tahunan pada Hari Raya Penebusan. Yom Kippur, Hari Raya Penebusan. Sekali setahun yang akan terjadi adalah seorang imam akan masuk – kita sudah lihat tadi bahwa Allah berdiam di antara umat-Nya –imam masuk ke Kemah Suci dimana di dalamnya ada ruangan luar dan ruangan dalam, dan pusatnya adalah Ruang Maha Kudus, dan di dalam Ruang Maha Kudus itu terletak loh batu hukum, seperti yang dituliskan dalam Keluaran 25. Ada perjanjian yang dibuat antara Allah dengan umat-Nya, dan atas dasar perjanjian itu anda mendapatkan tutup penebusan di atas tabut perjanjian. Di sini anda melihat gambaran tentang Allah berdiam di antara umat-Nya. Jelas sekali, Allah ada di mana-mana, Ia maha ada, tetapi dengan cara yang khusus, kemuliaanNya berdiam di antara umat-Nya. Pusat dari gambaran yang paling utama adalah di dalam Ruang Maha Kudus itu. Jadi, sekali setahun pada Hari Raya Penebusan seorang imam akan masuk ke dalam Ruang Maha kudus, imam itu masuk tempat yang kudus di dunia ini. Imam itu harus membasuh dirinya. Ini yang harus kita ingat. Kalau imam meremehkan hal ini seperti yang dilakukan anak-anak Harun sebelumnya di dalam kitab Imamat, anda akan dipukul mati. Jadi, seorang imam masuk ke tempat itu, dan ada ketegangan yang muncul. Sejarah mencatat, Alkitab menjelaskan imam itu akan menjahitkan lonceng-lonceng di ujung-ujung punca jubahnya sehingga ketika ia masuk ke Ruang Maha kudus itu, orang banyak akan bisa mendengar ia berjalan, dan kalau bunyi itu berhenti, mereka tahu bahwa ia juga tidak berjalan lagi. Kemudian— ada sejarah yang mengisahkan bahwa kaki imam besar itu akan diikat dengan tali yang panjang sampai ke luar sehingga kalau ia masuk ke Ruang Mahakudus dan mati di sana, maka orang banyak akan bisa menarik dia keluar. Bisakah anda membayangkan ketegangan yang terjadi, duduk di luar ruangan dimana Allah berdiam dengan umat-Nya, dan anda mendengarkan dengan seksama dalam keheningan akan suara lonceng-lonceng kecil karena ada seseorang yang mau menghadap Allah? Ia keluar dan semua orang mengambil nafas dengan penuh kelegaan. Imam masuk ke dalam tempat kudus dunia. Yang dilakukannya adalah ia akan masuk, dan kemudian mengambil darah korban dan ia melakukannya dua kali. Ia akan melakukan pertama-tama untuk memperdamaikan dosadosanya sendiri, dan kemudian ia akan melakukan lagi untuk memperdamaikan dosa bangsanya, dan ia akan memercikkan darah ke atas tutup pendamaian sehingga ketika kehadiran Allah memandang dan melihat bahwa hukum sudah dilanggar, bukannya Ia melihat pelanggaran bangsa itu yang akan mendatangkan hukuman bagi mereka, Ia akan dipuaskan dengan darah pengganti, dan darah korban yang dipercikan itu menjadi pengganti bagi dosa-dosa manusia, yang akan memperdamaikan dosa-dosa mereka. Darah dari binatang yang tak bercacat, dan ini adalah bentuk pengorbanan yang perlu dilakukan berulang-ulang. Ini adalah korban yang harus diulang-ulang karena mereka harus melakukannya setiap tahun, tahun demi tahun. Mereka harus melakukannya berulangkali. Dengan demikian efek dari perjanjian yang lama, adalah untuk mengingatkan kita akan segala dosa kita. Ibrani 10 mengatakan, “Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa.” jadi, anda masuk ke dalam Perjanjian Baru. Kita tidak lagi memiliki korban tahunan pada Hari Raya Penebusan. Namun, dalam pemeliharaan Perjanjian Baru, kita memiliki korban yang tinggal tetap di dalam kematian Kristus. Kita sudah dikuduskan melalui korban tubuh Yesus Kristus sekali untuk selamanya. Di sinilah elemen dari perjanjian yang baru. Imam besar masuk, tetapi bukan di tempat kudus dunia, melainkan tempat kudus surgawi. Yesus tidak masuk ke tempat yang sekedar melambangkan kemuliaan kehadiran Allah di antara umat-Nya. Ia masuk langsung ke ruang tahta Allah di hadapan Allah, tempat kudus surgawi, bukan hanya sekedar tiruannya saja, Ibrani 9 mengatakan, “dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.” Jangan lewatkan kebenaran ini. Yesus membawa darah-Nya sendiri di tutup pendamaian sehingga ketika Allah Bapa memandang kepada kehidupan anda dan saya, dan melihat bahwa kasih-Nya sudah dilanggar, bukannya mencurahkan murka-Nya kepada kita, Ia melihat darah pengganti itu. Ia melihat darah yang sudah dikorbankan menggantikan kita, dan itulah sebabnya Ibrani 10 mengatakan, “Hati kita sudah diperciki darah itu, dan hati nurani kita bebas dari kesalahan, dimurnikan. Kita bisa masuk ke dalam ruang tahta Allah, dan itulah korban yang akan tinggal tetap sampai selamanya. Efek dari perjanjian yang baru: dihapuskannya segala dosa kita dan penggenapan dari nubuat Yeremia. Saudara seiman, ketika anda percaya kepada darah Kristus, Ia tidak lagi mengingat dosa-dosa anda. Mungkin kita mengatakan bahwa kita tidak ingat apa yang kita lakukan minggu lalu, anda tidak sadar betapa buruknya perbuatan kita. Tetapi kita tidak akan dihukum untuk itu. Kita tidak lagi bersalah atasnya. Dengan darah Kristus maka kita tidak lagi bersalah. Korban. Inilah gambaran dari Perjamuan Terakhir itu, Yesus mati bagi dosa-dosa kita. Jadi, ketika kita melihat di dalam Matius 26 Ia mengatakan, “Ambillah dan makanlah, inilah tubuh-Ku, minumlah dari cawan ini, inilah darah-Ku,” ini adalah gambaran tentang korban. Ingat Paskah. Kita dibebaskan oleh darah-Nya. Ingat perjanjian itu. Kita dimeteraikan dengan darah-Nya; hubunganNya dengan kita dimeteraikan dengan darah Kristus, dan ingatlah Hari raya Penebusan. Kita sudah ditutupi dengan darah-Nya.