KERAJAAN SERIBU TAHUN Wahyu 20:1-15 Pendahuluan Bahan PA kita hari ini secara jujur saya akui belum pernah saya khotbahkan sepanjang sejarah saya melayani. Hanya sekali saja dipercakapkan pasal 20:11-15 dalam PA bersama Majelis Jemaat. Mengapa ? Pertama, selain perikop ini jarang muncul dalam daftar bacaan mingguan yang diterbitkan oleh gereja, kedua karena pemahaman naif saya sebelumnya, bahwa perikop ini dan secara umum kitab Wahyu akan mempertemukan saya dengan bayangan situasi-situasi sulit dan menggentarkan. Contoh : kalau mau hidup kudus dan setia pada Kristus siap-siaplah “kepala dipenggal” (meskipun setelah itu ada kebangkitan dari kematian dan kesempatan memerintah bersama Kristus), sebaliknya kalau hidup tidak kudus dan tidak setia maka siap-siaplah dilempar ke dalam api “neraka.” Walau ditulis sebagai sebuah penglihatan, namun tetap saja yang bersinggungan dengan situasi tragis seperti ini rasanya tidak mudah untuk dibahas. Ketiga, ada semacam perasaan naif bahwa saya akan sibuk dengan mimpi lalu lupa mendarat pada kenyataan. Akhirnya sebagai ganti, situasi perikop ini cukup dinyanyikan saja melalui KJ 278 “Bila Sangkakala Menggegap” yang refreinnya mengatakan “bila nama dibacakan, bila nama dibacakan,....pada saat itu aku pun serta.” Inilah salah satu gambaran nasib sebuah teks ketika berada di tangan pembaca. Semoga kesempatan PA hari ini, pemahaman naif dan perasaan naif seperti itu dapat dibongkar dan diperbaiki. Pembahasan Wahyu 20:1-15 dibagi oleh LAI ke dalam tiga perikop. Dan saya akan membahasnya menurut pembagian tersebut. A. Kerajaan seribu tahun Penglihatan Yohanes dalam pasal 20 : 1-3 sekalipun sudah dibagi ke dalam perikop baru, namun beberapa penafsir berpendapat peristiwa tersebut masih merupakan rangkaian peristiwa penaklukan kejahatan (koalisi binatang, raja-raja di bumi, tentaratentara dan nabi-nabi palsu) oleh Penunggang kuda yang dimengerti sebagai “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.” (19:16, 19:17-21). Dikatakan selanjutnya dalam penglihatan bahwa ada malaikat yang turun dari sorga dengan anak kunci jurang maut menangkap naga si ular tua, yaitu Iblis dan Satan. Perjumpaan malaikat dan naga si ular tua ini kembali terjadi lagi sebagaimana sebelumnya di pasal 12 dan 13. Pada perjumpaan di kedua pasal sebelumnya memang terjadi perlawanan, namun si ular tua masih bisa bebas berkeliaran di bumi, memerangi keturunan yang menuruti hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus serta para orang kudus. Tidak hanya itu, naga, si ular tua di gambarkan sebelumnya berkuasa dan membagi kekuatan serta kuasanya kepada binatang lain yang ditugaskan menghujat Allah. Jika demikian halnya maka kronologi cerita menjadi terang bahwa pada pasal 19, binatang sekutu kejahatan itu dan kroni-kroninya yang adalah anak buah dari si ular tua, setelah ditumpas oleh Penunggang kuda, kini giliran bosnya yang harus dibereskan. Menarik bahwa penaklukan bos kejahatan ini tidak harus dilakukan langsung oleh Raja segala raja dan tuan segala tuan, tapi cukup dengan tindakan seorang malaikat. Ini menunjukan bahwa kuasa kejahatan sekalipun mencapai titik kedigdayaannya, ia tidak pernah bisa melampaui kuasa Allah. Spirit ini adalah spirit yang harusnya membawa harapan bagi orang yang merasa bahwa tidak ada lagi harapan di tengahtengah lingkungan yang nampaknya kejahatanlah yang paling berkuasa. Apa nasib si ular tua ini? Dia diikat seribu tahun lamanya dan dilemparkan ke jurang maut, di tahan pergerakannya supaya dia tidak menyesatkan bangsa-bangsa. Dari perikop inil memang muncul konsep tentang Kerajaan seribu tahun yang sering diperdebatkan kapan itu terjadi. Dan mereka yang mempersoalkan kapan itu terjadi hingga kinipun tidak memiliki kata sepakat karena berangkat dari pendirian teologi yang berbeda-beda.1 Oleh karena itu dari pada mempersoalkan kapan itu terjadi saya memilih untuk melihat apa yang terjadi dalam masa seribu tahun itu menurut narasi yang ada dalam teks. Teks mencatat, dalam masa seribu tahun itu iblis diikat, bukan dibinasakan. Dia diikat, dilempar ke dalam jurang maut, jurang ditutup dan diberi meterai. Peristiwa ini di kontraskan dengan tahta-tahta yang diduduki orang diatasnya. Orang –orang itu diberi kuasa untuk menghakimi. Di samping itu ada jiwajiwa, dari mereka yang pernah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah, yang tidak menyembah patung dan menolak tanda-tanda di tubuh mereka. Mereka hidup dan memerintah sebagai raja bersama Kristus. Apa yang terjadi dengan orang dan jiwa-jiwa itu disebut kebangkitan pertama. Mereka juga dikatakan tidak akan mengalami kematian kedua lagi tetapi menjadi imam dan raja yang memerintah bersama dengan Kristus. Dari penggambaran itu, jelas yang ada dalam kerajaan seribu tahun adalah: kejahatan dikendalikan, adanya kebangkitan jiwa dan pemerintahan sebagai imam dan raja bersama dengan Kristus. Kalau begitu apa nasib teks ini di tangan para pembaca termasuk kita? Ada beberapa kemungkinan. Dalam konteks historis di mana jemaat kristen dalam pemerintahan romawi pada waktu itu, ketika dikejar dan dianiaya, teks ini bisa menjadi hiburan dan pengharapan iman. Dalam konteks kita saat ini, teks ini bisa berfungsi sama namun untuk kepentingan yang berbeda. Sebagaimana yang diingatkan oleh Choan - Seng Song, yang kalimatnya saya kutip demikian : “...kesalahan terjadi ketika orang menyembah dan memuliakan Yesus sebagai Juru selamat dari jiwa-jiwa pribadi mereka dan penjamin kedamaian dan kemakmuran pribadi mereka. Inilah kekeliruan yang menjadikan Yesus obyek kesalehan pribadi yang tidak terkait dengan dunia tempat kita tinggal. Yesus menjadi milik pribadi orang kristen yang terlindungi dari gejolak yang melanda bangsa-bangsa dan orang banyak. Tetapi Yesus yang terlindungi dari masalah-masalah kemasyarakatan seperti itu, bukanlah Yesus yang memberitakan dan mempraktikkan pesan pemerintahan Allah.2 Kalau kerajaan seribu tahun itu adalah pemerintahan Allah yang diwujudkan dalam Yesus Kristus, yang juga bersedia melibatkan manusia dalam pemerintahan itu, apa yang seharusnya manusia lakukan di situ ? Silahkan didiskusikan. B. Iblis dihukum Rangkaian cerita selanjutnya memperlihatkan setelah masa seribu tahun dikurung dalam jurang maut, iblis di lepaskan. Saya membayangkan seekor binatang liar yang dirantai secara paksa tentu akan memberontak. Ia menantikan saatnya untuk bisa membebaskan diri. Bisa saja penantian itu dilalui dengan marah dan dendam, sehingga pada saat ia dibebaskan, ia bertambah liar dan buas. Rupanya itu yang 1 Pandangan yang berbeda terutama pada konsep kedatangan Yesus yang kedua kali terjadi pada saat mana, apakah premilenium, milenium, ataukah postmilenium. Baca Herbert H. Wernecke, The Book of Revelation Speaks to Us, Philadelphia, The Westminster Press, 1952, p.154-155 2 Choan-Seng Song, Yesus dan Pemerintahan Allah, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2010, p. 34 terjadi dengan iblis. Ia pergi menyesatkan bangsa-bangsa, ke segala penjuru bumi ke Gog dan Magog yang dalam tradisi Yahudi adalah nama-nama yang melambangkan pertahanan kuasa jahat (Yeh 38).3 Mereka bergabung dengan kekuatan yang besar untuk menyerang “perkemahan tentara orang kudus” di “kota yang dikasihi.” Tidak ada informasi tentang kota apa yang dikasihi itu. Yang pasti kota itu adalah kota di mana orang-orang kudus berkumpul. Dan tempat di mana orang kudus berkumpul potensi diserang kekuatan jahat pun besar. Namun iblis dan sekutu yang besar jumlahnya seperti pasir di laut itu, tidak sampai mewujudkan dendamnya menghancurkan kedua tempat itu. Api dari langit menghanguskan mereka, dan khusus bagi iblis “si bos kejahatan itu” dia dilemparkan ke dalam lautan api tempat anak buahnya yaitu binatang dan nabi palsu sudah mendahului ke sana. Kekudusan memang sebuah idealisme besar, yang selalu di susul juga dengan ancaman besar. Kita memang bukan orang – orang kudus, tapi bukan berarti kita harus berhenti mengejar kekudusan itu. Perikop penghukuman iblis ini tidak melulu menampilkan sisi yang keras dan tragis, ada satu sisi lembut yang tersembunyi dibalik teks ini. Bahwa hidup kudus bukan saja mendatangkan kasih, tetapi juga pembelaan dan perlindungan dari Allah. Begitu juga semua penyesat pasti dimusnahkan seperti iblis. Pesan moralnya dari teks ini, menurut saya kalau belum bisa mencapai hidup kudus, minimal janganlah jadi penyesat di manapun kita berada. Peluang menjadi penyesat atau orang kudus selalu terbuka, apalagi peluang itu paling lebar terbuka di gereja dan sekolah-sekolah teologi, tinggal kita pilih mau jadi seperti yang mana? Silahkan didiskusikan. C. Hukuman Yang Terakhir Cerita berlanjut, Yohanes menyaksikan tahta putih di mana Allah duduk di atasnya. Dan saat itu bumi dan langit tidak ditemukan lagi tempatnya (Band. Yes 51:6, 2 Petrus 3:13). Lenyapnya langit dan bumi hanya diberi keterangan tidak ditemukan lagi. Tidak ada proses pemusnahan dengan cara yang tragis seperti yang di alami iblis dan sekutunya. Setelah itu penglihatan Yohanes beralih pada penghakiman orang mati, baik itu besar, kecil menurut perbuatan mereka yang tertera dalam kitab-kitab itu. Sebenarnya menarik untuk diperhatikan, bumi dan langit sudah lenyap, tetapi laut masih ada. Namun baiklah laut, maut dan kerajaan maut, dimengerti dalam teks ini sebagai tempat berada semua orang mati sebelum masa penghakiman. Setelah menjalankan tugasnya, dikatakan maut dan kerajaan maut ikut dimusnahkan dalam lautan api. Lalu setiap orang yang namanya tidak tertera dalam kitab kehidupan, ia dilempar ke dalam lautan api itu. Saya kira inilah sumber cerita sekolah minggu zaman dahulu yang mempengaruhi saya dan mungkin teman-teman tentang konsep “api neraka.” Manusia diadili menurut perbuatannya. Jika teks ini berbicara untuk konteks jemaat yang dianiaya, jelas ini mendatangkan rasa keadilan bagi mereka yang merasa tidak bersalah namun mengalami penganiayaan dari orang yang semenamena. Tapi pertanyaan untuk kita diskusikan, di mana tempat pengampunan Allah 3 Gog adalah nama untuk Antikus Epifanes, dan Magog adalah nama bangsa di mana dia memerintah sebagai raja. Antikus adalah musuh yang dibenci karena mencemarkan altar dengan mengorbankan binatang yang dilarang. Gog dan Magog biasanya digunakan sebagai term kelompok anti Kristus, yang bergabung dengan naga untuk menyerang orang kudus dan kota yang dikasihi. Herbert H. Wernecke, The Book of Revelation Speak to Us, 1952, p.151 dalam situasi ini? Kita memang setuju bahwa tiap perbuatan ada konsekuensi etisnya, namun kita sama-sama tahu bahwa Allah yang kita imani adalah Allah yang penuh belas kasihan dan pengampunan. Bisakah kita menerima gambaran Allah di sini sebagai Allah yang menghukum? Selamat berdiskusi. Yogyakarta, 20 April 2012 Endang Koli Milenialisme/Gerakan chiliasme dan Hukuman Terakhir Wahyu 20:1-15 Tanggapan atas Bahan PA Pdt. Endang Koli Pendahuluan Saya menghargai penjelasan yang diberi oleh Pdt. Endang, yang terutama mencoba untuk melihat perkembangan yang ada dalam teks. Tetapi menurut saya beberapa unsur inti tidak dibahas cukup dalam atau terlalu hati-hati. Yang pertama adalah interpretasi tentang kerajaan Seribu Tahun, gerakan chiliastis atau milenialisme yang sering muncul dalam sejarah gereja sampai sekarang. Hal kedua adalah intepretasi tentang hukuman Allah, jika Allah Mahabaik dan Mahapengampun, siapa masih usah takut untuk hukuman? Milenialisme4 Dalam diskusi sylabus misi dalam konteks Pak Robert pernah mengusulkan untuk membahas juga milenialisme. Nampaknya suatu gambar yang sampai sekarang masih hidup penuh dalam kalangan-kaangan kristiani tertentu, bahkan dalam pikiran orang sekuler. Contoh yang paling ngerikan adalah Hitler, yang juga mau mendirikan suatu negara yang akan berkuasa 1000 tahun. Syukur itu hanya dapat berkembang dalam zaman kuran daripada 15 tahun. Sesuai penjelasan yang sudah diberi oleh pdt Endang bisa dikatakan, bahwa harapan akan suatu kerajaan 1000 tahun muncul dalam pikiran orang yang dianiaya dan ditindas, yang mengharap keadaan baru, di mana mereka bisa hidup bebas. Saya mau melanjutkan catatan kaki, bahwa sebenarnya ada tiga bentuk milenialisme. Yang pertama adalah premilenialisme, pikiran yang muncul terutama dalam kalangan ‘Evangelikal’ yang percaya pada inerrencia Kitab Suci dan yakin bahwa pernah akan didirikan suatu kerajaan Allah penuh perdamaian yang akan berjalan selama 1000 tahun sebelum kedatangan Yesus kembali untuk mengadili semua manusia. Mereka percaya bahwa kerajaan ini akan diwujudkan di dunia ini sesuai urutan perikop hari ini. Orang yang percya pada Yesus akan dibebaskan dari semua penderitaan, dari semua kejahatan yang berasal dari Iblis. Kelompok yang kedua disebut amilenialisme, pikiran yang muncul dalam “gereja protestant traditional”. Mereka melanjutkan interpretasi dari buku Wahyu sebagai suatu buku penuh simbol. Maka bagi mereka juga 1000 tahun adalah suatu simbol dari zaman di mana Yesus berkuasa. Menurut mereka zaman itu sudah mulai dengan kebangkitan Kristus dan akan berjalan lama sampai kedatangan kedua dari Kristus. Berdasarkan ayat 4 di mana ada kata-kata takhta dan orang yang berkuasa untuk menghakimi dapat diinterpretasikan, bahwa kerajaan 1000 tahun itu diwujud dalam surga. Di sana ada para martir, yang mati karena kesaksian mereka tentang Yesus, mereka telah dibangkitkan sebagai kelompok pertama dan akan memerintah bersama Kristus selama seribu tahun. Hal itu bisa disebut sebagai komunitas para orang Kudus, yang sudah hidup bersama Kristus di surga. Dalam ayat 8 disebut keempat penjuru bumi, maka di sana perhatian dialihkan pada bumi, orang yang hidup di sana disesatkan oleh Iblis, sehingga mereka pada akhirnya akan dihanguskan oleh api dari surga. Menurut para amilenialis hal itu terjadi sekarang. Sebagian orang akan mnjadi pengikut Kristus, sebagian yang lain tetap akan melawan orang kristen. 4 Untuk menyiapkan tanggapan ini saya telah memakai literatur misiologi terkenal (Bosch, BevansSchroeder, Norman Thomas, Nussbaum lihat silabus) Selain itu di internet diambil: “They Came to Life and Reigned With Christ for a Thousand Years” Sermons on the Book of Revelation # 28 Texts: Revelation 20:1-15; Ezekiel 39:1-8 dan Larry L. Helyer dan Richard Wagner, The Book of revelation for Dummies, Indianapolis, Indiana: Wiley Publishing Inc., 2008. Interpretasi yang ketiga adalah interpretasi postmilenialisme. Kelompok ini percaya, bahwa kehidupan gereja sebenarnya mulai dengan kelahiran Yesus dan akan dilanjutkan sampai kedatangan kedua dari Yesus. Melalui kegiatan misi gereja akan lambat laun mendirikan Kerajaan Allah di seluruh dunia, sehingga kejahatan akhirnya akan diusir secara total dari dunia ini. Pada saat itu Yesus akan datang lagi untuk mendirikan suatu kerajaan yang akan berlangsung selama 1000 tahun. Pertanyaan: Jika Anda harus memilih salah satu model, Anda memilih model apa dan mengapa? Hukuman terakhir. Teks Wahyu tentang hukuman terakhir benar membingungkan, karena membicarakan tentang semua kitab yang dibuka dan juga dibuka kitan lain, kitab kehidupan. Dalam Wahyu 17:8 ditulis “Dan mereka yang tidak tertulis di dalam kitab kehidupan sejak dunia dijadikan”. Apakah mereka yang ditulis dalam buku kehidupan adalah orang yang sudah mengalami kebangkitan pertama di surga? Atau kitab itu memuat semua orang yang akan diselamatkan, yang lain tidak akan diselamatkan? Semacam predestinasi murni dan pikiran bahwa hanya 144000 orang akan diselamatkan? Bagaimana intepretasi dari kalimat ayat 12b: “dan orang-orang mati” –yang ada di surga sudah dihidupkan dan mereka tidak akan mati lagi, tidak akan mengalami kematian yang kedua- “dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu”? Bagi saya sama sekali tidak masalah, bahwa manusia akan diselamatkan oleh Anugerah Allah. Itu hak Allah untuk menyelamatkan orang. Tetapi saya merasa kita tidak harus memikirkan terlalu gampang tentang kemurahan hati Allah, yang selalu rela mengampuni. Alkitab penuh dengan hukuman Allah, sudah mulai dengan Adam dan Hawa, airbah, Sodom dan Gomora sampai dengan umpama di dalam Injil muncul hal yang sama. Yang terkenal, dan sangat mengarahkan pada perbuatan, adalah Penghakiman terakhir Mt. 25:31-46, di mana dalam ayat 41 ditulis: “Enyalah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.” Sering dikatakan, bahwa perbuatan kita seharusnya menjadi hasil dan tanda dari iman kita. Pertanyaan: apakah perbuatan kita sama sekali tidak mempengaruhi keselamatan kita? Apakah tidak ada kemungkinan, bahwa juga ada hukuman pada hari akhirat? Catatan terakhir ialah bagi saya menarik, bahwa dalam tradisi Islam ada kepercayaan, bahwa pada hari akhirat Nabi Isa akan membaca buku perbuatan setiap manusia dan berdasarkan hubungan antara perbuatan baik dan buruk Ia akan mengusulkan apakah seorang akan diselamatkan atau tidak. Jika tidak, seorang manusia masih akan ditolong oleh Nabi Muhammed, jika ia merasa ada alasan tertentu, mengapa orang yang ditolak oleh Isa toh boleh diselamatkan. Dalam agama Islam perbuatan seorang manusia sangat penting untuk keselamatan. Pertanyaan: jika melihat ini apakah mungkin ada jalan tengah bahwa keselamatan manusia oleh Rahmat Allah sebagian juga dipengaruhi oleh perbuatan-perbuatan kita? Bahkan bahwa kita dapat dihukum berdasarkan perbuatan-perbuatan itu? Sembuh Wetan, 22 april 2012 Kees de Jong