Manajemen Mutu Terpadu (MMT) SD Negeri Peterongan Semarang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen
Menurut Manullang (2006: 5) manajemen merupakan sebuah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan sumberdaya untuk mencapai tujuan yang sudah di
tetapkan. Pengelolaan yang berkaitan dengan pembelajaran merupakan alternatif yang paling tepat
untuk mewujudkan sekolah mandiri dan memiliki
keunggulan (Sagala, 2007: 52). Pengelolaan pendidikan yang sekarang sedang dikembangkan berkecenderungan memberikan otonomi yang lebih bertumpu
pada masyarakat atau sekolah. Mengikutsertakan
masyarakat dalam pengelolaan sekolah dipandang
sebagai upaya meringankan beban pemerintah ketika
semakin tidak mencukupi dalam pendanaan sekolah
(Supriyanto, 2007: 29-30).
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa manajemen adalah suatu kegiatan berupa
proses pengelolaan setiap orang yang berada di dalam
oraganisasi, tanpa melihat status, posisi atau perannya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Manajemen berkaitan dengan suatu peningkatan
mutu pendidikan, sehingga perhatian ilmu pengelola13
an terhadap peningkatan mutu suatu produk dalam
dua dasawarsa ini meningkat pesat. Dengan demikian
untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi
diperlukan pengelolaan pendidikan yang bermutu
pula. Dalam mewujudkan pengelolaan pendidikan
yang
bermutu
tinggi
itu
diperlukan
pengelolaan
pendidikan yang profesional untuk menangani sistem
pendidikan mulai dari tingkat makro (pusat), meso
(wilayah/daerah), sampai tingkat mikro yaitu satuan
pendidikan (sekolah dan luar sekolah).
Personil pengelola pendidikan yang profesional
harus memenuhi syarat kuantitatif dan kualitatif,
memiliki karakteristik spesifik yang berbeda dari
personil manajemen pendidikan yang kurang profesional dan tenaga pengelolaan di bidang profesi-profesi
lain (Mantja, 2008: 23). Dari beberapa pendapat
tentang definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengelolaan atau manajemen adalah suatu proses kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, pengendalian,
serta
pengawasan
terhadap
penggunaan
sumberdaya organisasi, baik sumber daya manusia,
sarana prasarana, sumber dana, maupun sumberdaya
lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
14
2.2 Mutu dalam Pendidikan
Mutu merupakan keinginan pelanggan, mutu
yang tinggi merupakan kunci untuk suatu rasa
kebanggaan, tingkat produktivitas dan cermin kemampuan dalam penghasilan. Tujuan mutu harus merupakan produk dan jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Sallis (2012: 56) menyatakan
bahwa, mutu adalah sesuatu yang memuaskan dan
melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Suti (2011:2) menjelaskan bahwa, mutu dapat
dilihat dari dua segi, yaitu segi normatif dan segi
deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan
berdasarkan pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik.
Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik
sesuai standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik,
pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik
tenaga kerja yang terlatih. Secara deskriptif, mutu
ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya semisal
hasil tes prestasi belajar. Mutu pendidikan adalah
derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan
akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik
yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan
atau menyelesaikan pembelajaran tertentu.
I-Chao Lee (2010: 58) mengungkapkan bahwa:
Education quality as: that which can subtain a
targeted level that is publically identified and
15
expected.
Specifically,
education
quality
encompasses policy and regulation, administration
and system, education objectives, education
content, education process, and education results.
Mutu pendidikan sebagai apa yang dapat menopang tingkat yang ditargetkan yang teridentifikasi dan
diharapkan publik. Secara khusus, mutu pendidikan
meliputi kebijakan dan regulasi, administrasi dan
sistem, tujuan pendidikan, isi pendidikan, proses pendidikan, dan hasil pendidikan. Mutu dalam pendidikan
bukanlah barang akan tetapi layanan, dimana mutu
harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan semua pihak/pemakai dengan fokus utamanya terletak pada peserta didik (leaners). Mutu pendidikan berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud
pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Benon (2010: 13) menyatakan: “Quality learning
is a function of the three elements that can improve
quality in education, and these include the teacher, the
learner and the curriculum”. Sedangkan menurut Isjoni
(2006: 22-23), dalam pembangunan pendidikan hendaknya diarahkan kepada beberapa sektor yang merupakan kebutuhan mendasar, karena langsung memberikan dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Beberapa aspek yang harus dilakukan perbaikan
dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah sebagai
berikut:
16
a. Sarana dan Prasarana Pendidikan, meliputi pembangunan ruang belajar, renovasi dan rehabilitasi
ruang belajar beserta perangkat pendukungnya,
ruang
laboratorium,
perpustakaan,
computer,
pusat sumber belajar, termasuk rumah guru,
kepala sekolah, penjaga sekolah, WC guru dan
murid;
b. Sarana dan prasarana pembelajaran, berkaitan
dengan pengadaan alat dan media pembelajaran,
untuk bidang IPA, IPS, bahasa dan bidang lainnya.
Selanjutnya seperangkat alat praktik laboratorium,
buku-buku pegangan guru dan siswa di semua
jenjang dan jenis pendidikan, serta buku-buku
untuk perpustakaan;
c. Pembangunan SDM. Kondisi SDM yang masih
rendah perlu ditingkatkan. Program wajib belajar 9
tahun harus tuntas, demikian pula SDM guru
perlu
ditingkatkan
kualifikasi
pendidikannya,
mulai dari guru SD, SMP sampai SMA/SMK;
d. Pembangunan sektor pendidikan luar sekolah.
Mengingat jumlah anak putus sekolah cukup
tinggi. Bagi mereka yang tidak ingin melanjutkan
pendidikan untuk wajib belajar, diberikan kesempatan untuk mengikuti kursus ketrampilan yang
diselenggarakan melalui PLS;
e. Pembangunan life skill mulai tingkat sekolah
dasar, SMP, dan SMA. Hal ini dapat dijadikan
17
sebagai modal bagi mereka yang tidak mampu
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dengan
membuka usaha sendiri.
Konsep
mutu
itu
sendiri
dianggap
sebagai
ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang
terdiri atas mutu desain dan mutu kesesuaian. Mutu
desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa
jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. Namun demikian,
aspek tersebut bukanlah satu-satunya aspek mutu.
Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang
diterima secara universal, namun menurut Diana dan
Tjiptono (2003: 3-4), terdapat beberapa elemen mengenai mutu sebagai berikut:
a. Mutu meliputi suatu usaha memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan;
b. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan;
c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah
(misalnya apa yang dianggap merupakan mutu
pada saat ini mungkin dianggap kurang bermutu di masa yang akan datang).
Jadi dapat didefinisikan bahwa mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
18
2.3 Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
2.3.1 Pengertian Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
Pemikiran tentang model peningkatan mutu
pada awalnya berasal dari dunia industri. Kebangkitan
Jepang setelah mengalami kekalahan pada Perang
Dunia II, dipicu oleh gagasan W. Edward Deming
tentang pembangunan sistem kualitas atau mutu
(sekitar
tahun
1950).
Keberhasilan
itu
menarik
negara-negara industri untuk menyelidiki strategi
Jepang dalam membangun mutu. Dari sinil lahirlah
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) (Gasperz, 2002: 4).
Jepang menggunakan istilah sendiri dalam manajemen mutu dengan istilah Kaizen yaitu penyempurnaan
berkesinambungan yang melibatkan semua orang,
baik manajemen puncak, manajer maupun karyawan
(Masaaki, 1996: 16).
Pokok dari Kaizen ialah menyadari bahwa manajemen untuk memuaskan pelanggan dan memenuhi
kebutuhan pelanggan, bila ingin tetap hidup dan
memperoleh laba (Masaaki, 1996: 19). Dengan demikian, produk suatu negara harus memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Jika standar
mutu telah terpenuhi barulah produk suatu industri
dapat dipasarkan, baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. Ada beberapa standar mutu intenasional
seperti: SII (Standar Industri Indonesia), SNI (Standar
Nasional Indonesia), BS 5750 (British Standar 5750)
dan
ISO
9000
(International
Standardization
for
19
Organization 9000) (Husaini, 2006: 438).
Standar mutu international merupakan bagian
dari peningkatan Manajemen Mutu Terpadu (MMT).
MMT adalah suatu manajemen kualitas terpadu yang
didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continuous performance
improvement) pada setiap level operasi atau proses
dalam setiap arus fungsional dari organisasi, dengan
menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal
yang tersedia (Gasperz, 2002: 6-7). MMT pada prinsipnya adalah suatu standar mutu yang fokusnya memberikan kepuasan pada pelanggan.
Penerapan ISO dalam bidang pendidikan adalah
sebagai berikut (Husaini, 2006: 432):
(1) komitmen pimpinan puncak lembaga atas
mutu; (2) sistem mutu; (3) penentuan hak-hak dan
kewajiban pelanggan (stakeholders) pendidikan;
(4) dokumen pengendalian; (5) pembelian; (6) kebijakan penerimaan calon; kebijakan pembelian
sarana prasarana; (7) pelayanan prima terhadap
stakeholders terutama peserta didik; (8) arsip
induk peserta didik; (9) sistem penilaian hasil
belajar; (10) pengembangan staf edukatif dan
administratif.
MMT
adalah
pengawasan
menyeluruh
dari
anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan
sekolah. Dalam penerapannya, MMT berarti semua
warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan, sehingga membutuhkan partisipasi dari seluruh anggota sekolah untuk dapat mewujudkan manajemen sekolah agar berjalan dengan baik, sehingga
20
menghasilkan kualitas sekolah yang bermutu.
Manajemen mutu dalam pendidikan dapat disebut mengutamakan peserta didik atau program perbaikan sekolah, yang mungkin dilakukan secara lebih
kreatif dan konstruktif. Hal ini mendukung pengertian
manajemen itu sendiri, yaitu sebagai suatu alat bagi
organisasi untuk mencapai tujuan. Penekanan yang
paling penting bahwa mutu terpadu dalam programnya dapat mengubah kultur sekolah. MMT adalah
upaya menciptakan budaya mutu, yang mendorong
semua anggota staf untuk memuaskan para pelanggan. Bila di sekolah dikembangkan MMT, diharapkan
para orang tua dan stakeholder dapat terpuaskan dan
kembali lagi untuk menggunakan sekolah tersebut
sebagai lembaga pendidikan anak-anak mereka.
West
(2012:190)
Burnham
dalam
mengklaim
bahwa,
Bush
&
kemajuan
Coleman
melalui
hirarkhi terhadap MMT menghantarkan pada empat
perubahan kultural penting, yaitu:
(1) adanya kesadaran dan keterlibatan yang meningkat pada klien dan supplier; (2) tanggungjawab personal terhadap kemajuan tenaga kerja;
(3) terdapat penekanan yang kuat terhadap proses
dan produk; (4) harus menuju perubahan terusmenerus.
Cohen dalam Hamid (2010:131) mendefinisikan
Total Quality Management (MMT) sebagai berikut:
(1) Total menunjukkan pengertian mutu untuk
setiap aspek kerja, mulai dari mengidentifikasi
21
apakah pelanggan itu puas; (2) Quality berarti
memnuhi dan melampaui harapan pelanggan; (3)
Management berarti mengembangkan dan memelihara kemampuan organisasi untuk terus-menerus meningkatkan mutu.
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa manajemen mutu terpadu dalam pendidikan sebagai suatu
proses yang melibatkan pemusatan pada pencapaian
kepuasan harapan pelanggan pendidikan, perbaikan
terus menerus, pembagian tanggung jawab dengan
para pegawai, pengurangan pekerjaan tersisa, serta
pengerjaan kembali.
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan
bahwa karakteristik dalam MMT, yaitu: (1) fokus pada
pelanggan baik eksternal maupun internal; (2) adanya
keterlibatan total; (3) adanya ukuran baku mutu
lulusan sekolah; (4) adanya komitmen; dan (5) adanya
perbaikan
yang berkelanjutan. Ditambahkan oleh
Mulyasa (2006: 224) bahwa MMT merupakan pendekatan sistem secara menyeluruh (bukan suatu bidang
atau program terpisah) dan merupakan bagian terpadu strategi tingkat tinggi. Sistem ini bekerja secara
horizontal menembus fungsi dan departemen, melibatkan semua karyawan dari atas sampai bawah, meluas
ke hulu dan ke hilir, mencakup mata rantai pemasok
dan customer.
MMT dalam pendidikan adalah aplikasi konsep
manajemen mutu yang disesuaikan dengan sifat dasar
sekolah sebagai organisasi jasa kemanusian (pembina22
an
potensi peserta
didik) melalui pengembangan
pendidikan berkualitas, agar melahirkan lulusan yang
sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat, dan
pelanggan pendidikan lainnya. Empat hal yang perlu
diperhatikan guna mengetahui lebih jauh mengenai
hakikat MMT pendidikan, yaitu: pencapaian dan
pemuasan harapan pelanggan, perbaikan terus-menerus, pembagian tanggung jawab dengan para pegawai,
dan pengurangan sisa pekerjaan dan pengerjaan
ulang. Dengan demikian, yang dimaksud dengan
penerapan MMT dalam pendidikan adalah suatu pola
manajemen yang berorientasi pada mutu atau output
pendidikan dan dilaksanakan secara terpadu dengan
melibatkan semua anggota dalam proses pendidikan.
Hal ini ditandai dengan adanya proses perbaikan
secara berkelanjutan, peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas, yang diharapkan dapat memenuhi
harapan pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan.
Ada lima aspek yang menjadi tolok ukur penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan,
yaitu: (1) fokus pada pelanggan baik secara eksternal
maupun
internal;
(2)
adanya
keterlibatan
total;
(3) adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah;
(4) adanya komitmen; dan (5) adanya perbaikan yang
berkelanjutan.
23
2.4 Penerapan
Manajemen
Mutu
Terpadu
(MMT)
2.4.1 Pilar-pilar Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
Untuk mewujudkan total quality dalam lembaga
pendidikan, implementasi pilar MMT dalam pengembangan kurikulum perlu menjadi pertimbangan dan
perhatian serius. Pilar-pilar MMT tersebut adalah:
1. Fokus pada Pelanggan
Misi utama MMT adalah memenuhi kepuasan
pelanggan. Mutu harus sesuai dengan persyaratan
yang diinginkan pelanggan. Mutu adalah keinginan
pelanggan bukan keinginan sekolah. Tanpa mutu yang
sesuai dengan keinginan pelanggan, sekolah akan
kehilangan pelanggan. Bila sekolah telah kehilangan
pelanggan, pada akhirnya akan tutup dan bubar.
Memuaskan harapan pelanggan berarti mengantisipasi kebutuhan pelanggan pada masa datang.
Sekolah perlu mengembangkan kualitas, setiap orang
dalam sistem sekolah mesti mengakui bahwa output
lembaga pendidikan adalah customer (Arcaro, 1995:
11).
2. Keterlibatan Total
Prinsip MMT dalam pengembangan kurikulum
adalah setiap orang harus terlibat dalam transformasi
kualitas. Manajemen mesti memiliki komitmen untuk
memfokuskan pada kualitas, harus mendorong staf
dan peserta didik untuk mengubah cara kerja lama
24
kepada cara kerja baru. Perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kepada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bentuk mengubah
cara kerja baru. Hal ini dimaksudkan agar semua
komponen dalam lembaga pendidikan ikut terlibat
secara aktif dalam operasionalisasi lembaga pendidikan, pemberdayaan warga sekolah (pimpinan, tenaga
administrasi, tenaga
pendidik
dan
peserta
didik)
(Hasibuan, 2004:136). Dengan demikian mereka dapat
mengetahui informasi kesenjangan atau kebutuhan
yang menyangkut tentang diri mereka. Berdasarkan
kondisi tersebut, semua komponen dapat berperan
dalam mengusulkan rencana-rencana kegiatan yang
seharusnya dilaksanakan.
Keterlibatan total dalam konteks pengembangan
kurikulum berarti inisiatif pengembangan. Datangnya
bisa dari bawah seperti guru, orang tua peserta didik
atau masyarakat sekitar (stakeholders), dan semua
pihak itu memberikan secara penuh kemampuan yang
dimiliki dan pelayanan yang optimal untuk mewujudkan kualitas yang diharapkan, bahkan melebihi permintaan pelanggan (customer) baik internal maupun
eksternal (Arcaro, 1995:78). Pihak atasan (pimpinan)
selalu memberikan bimbingan dan dorongan. Untuk
memantapkan konsep pengembangan yang dirintisnya
dapat dilakukan lokakarya atau rapat terpadu guna
mencari input yang diperlukan. Konsep MMT menghendaki agar kurikulum dikembangkan dengan meli25
batkan semua unsur yang terkait dengan suatu
lembaga pendidikan, baik secara internal kelembagaan
maupun secara eksternal (stakeholders).
3. Pengukuran
Dalam pengembangan MMT, pengukuran merupakan salah satu langkah yang penting dalam proses
manajemen. Jika kualitas dapat dikelola, maka kualitas juga harus dapat diukur (measurable). Kualitas
juga merupakan keunggulan (excellence) atau hasil
yang terbaik (the best). Untuk mengejar kualitas,
kesalahan harus dieliminasi untuk mencapai keunggulan kompetitif lulusan suatu lembaga pendidikan,
dan keunggulan komparatifnya dengan yang lain
sesuai dinamika pasar tenaga kerja.
4. Komitmen
Implementasi manajemen kualitas dalam lembaga pendidikan diperlukan komitmen terhadap kualitas dan perbaikan kualitas. Total kualitas pendidikan
adalah suatu perubahan budaya organisasi sebagai
cara baru bagi kehidupan setiap orang. Sebelum
seseorang akan melakukan perubahan, mereka harus
percaya bahwa pimpinan tertinggi suatu lembaga pendidikan berkewajiban untuk mencapai budaya kualitas. Hal ini menuntut dewan sekolah dan administrator
untuk
menggunakan
dan
mengaplikasikan
elemen-elemen dan prinsip MMT pendidikan (Arcaro,
1995:13).
26
Untuk memberikan komitmen pada kualitas,
ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan MMT yaitu: (1) Mempelajari dan memahami MMT secara menyeluruh; (2) Memahami dan
mengadopsi jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus
menerus; (3) Menilai jaminan kualitas saat ini dan
program pengendalian kualitas; (4) Membangun sistem
total kualitas; (5) Mempersiapkan orang-orang untuk
perubahan, menilai budaya kualitas sebagai tujuan
untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang
untuk bekerja pada suatu kelompok kerja; (6) Mempelajari
teknik
untuk
mengatasi
akar
persoalan
(penyebab) dan mengaplikasikan tindakan korektif
dengan menggunakan teknik-teknik alat MMT; (7) Menetapkan prosedur tindakan perbaikan dan menyadari
akan keberhasilannya; (8) Menciptakan komitmen dan
strategi yang benar tentang total kualitas oleh pemimpin yang akan menggunakannya; (9) Memelihara jiwa
total kualitas dalam penyelidikan dan aplikasi pengetahuan yang amat luas.
Aplikasi konsep MMT dalam prosedur pengembangan kurikulum berarti memaknai bahwa setiap
langkah-langkahnya selalu diorientasikan pada kebutuhan pelanggan dengan mengedepankan aspek kualitas pada semua input dan prosesnya. Komitmen
kualitas dibangun mulai dari level pimpinan tertinggi
sampai pada level terbawah.
27
5. Perbaikan Berkelanjutan
Konsep dasar kualitas adalah segala sesuatu
dapat diperbaiki. Kualitas didasarkan pada konsep
bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada
proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen
baru, “bila tidak rusak, perbaikilah, karena jika anda
tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya”.
Inilah konsep perbaikan terus-menerus. Perbaikan
berkelanjutan berarti sesuatu yang belum pernah
dilakukan. Suatu tindakan pengejaran atas kualitas,
prosesnya
harus
secara
terus-menerus
diperbaiki
dengan diubah, ditambah, dikembangkan dan dimurnikan (Saifuddin, 2002: 37).
Perbaikan yang berkesinambungan merupakan
salah satu unsur paling fundamental dari MMT.
Konsep perbaikan berkesinambungan diterapkan baik
terhadap proses produk maupun orang yang melaksanakan (Tjiptono, 2003: 262). Dari beberapa pendapat
tentang perbaikan berkelanjutan menunjukkan bahwa
dalam penerapan manajemen mutu terpadu diperlukan komitmen perbaikan mutu dan proses secara
terus-menerus baik dalam hasil maupun orang yang
melaksanakan.
28
2.4.2 Elemen Pendukung dalam Manajemen Mutu
Terpadu (MMT)
1. Kepemimpinan
Sallis (2012: 169) berpendapat kepemimpan adalah unsur penting dalam MMT. Pemimpin harus
memiliki visi dan mampu menterjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang
spesifik. Lebih lanjut Tjiptono & Diana (2001: 152)
menjelaskan kepemimpinan merupakan suatu konsep
abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemimpinan mengarah pada seni tetapi seringkali berkaitan
dengan ilmu. Pada kenyataannya kepemimpinan merupakan seni sekaligus ilmu. Hal itu dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan sikap dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai
tujuan.
Sedangkan
yang
berkaitan
dengan
MMT,
Goetsch dan Davis (1994: 192) dalam Tjiptono (2001:
152) memberikan difinisi bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat
orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab
total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Dari beberapa definisi di atas pada
hakikatnya
memiliki
kesamaan
berkaitan
dengan
penerapan MMT yakni memberikan motivasi atau
inspirasi kepada orang lain dalam sebuah organisasi
untuk mencapai tujuan bersama.
29
2. Pendidikan dan Pelatihan
Tjiptono (2001: 212) menjelaskan, pendidikan
berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik,
praktis, dan segera. Pelatihan merupakan bagian dari
pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan
teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran.
3. Struktur Pendukung
Manajer senior memerlukan dukungan untuk
melakukan perubahan yang dianggap perlu dalam
melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan
semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari
dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung
yang kecil dapat membantu tim manajemen senior
untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian
lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber
mengenai
topik-topik
yang
berhubungan
dengan mutu bagi tim manajer senior (Ni’mah, 2013).
4. Komunikasi
Komunikasi
dalam
suatu
lingkungan
mutu
mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda
agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan
mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh
untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi
30
dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan (Ni’mah, 2013).
5. Penghargaan dan Pengakuan
Tjiptono (2001:140) berpendapat di dalam model
MMT, peranan penghargaan dan pengakuan terhadap
prestasi karyawan, seperti penilaian kinerja, kompensasi, program pengakuan prestasi, dan sistem promosi, yang merupakan motivasi untuk mencapai
sasaran perusahaan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses MMT akan
memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju
pekerjaan yang sukses. Dengan demikian pengakuan
dan pemberian penghargaan terhadap salah satu
individu yang sukses akan menjadi motivasi individu
yang lain, walaupun penghargaan tersebut bukan
sesuatu yang besar.
6. Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran menjadi
sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Pendapat harus diganti dengan data dan
setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting
bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya
berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan
data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur
untuk
menentukan
seberapa
jauh
pengetahuan
31
pelanggan bahwa kebutuhan mereka
benar-benar
dipenuhi. Pengumpulan data pelanggan memberikan
suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta
sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/
karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya (Ni’mah, 2013).
Di samping keenam elemen pendukung di atas,
maka ada unsur yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya
kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer
sebagai
seorang
pimpinan
melakukan
sesuatu
sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang
dilakukan oleh bawahan/karyawan.
2.4.3 Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen
Mutu Terpadu (MMT) di Sekolah
Sallis (2012: 92) menyebutkan banyak kendala
MMT yang melibatkan elemen kekhawatiran dan ketidakpastian. Ketakutan terhadap hal yang belum
diketahui atau ketakutan untuk melakukan sesuatu
yang berbeda, mempercayai orang lain, dan melakukan kesalahan, merupakan mekanisme resistensi yang
sangat kuat. Berikut ini adalah kendala-kendala yang
sering dihadapi dalam penerapan MMT, antara lain:
1. Lemahnya kepemimpinan dan delegasi wewenang
manajemen. MMT akan berjalan sesuai dengan
sasaran yang diinginkan jika pemimpin memiliki
komitmen
32
terhadap
keterlibatan
semua
pihak.
Artinya MMT tidak akan berhasil manakala hanya
diserahkan kepada tim tertentu yang ditunjuk oleh
pimpinan;
2. Proses pengaturan yang tidak memadai. Program
MMT harus mengilhami seluruh kegiatan. Bagi
sekolah, maka seluruh kegiatan akademik (proses
belajar mengajar) harus memperoleh perhatian
dalam meningkatkan kualitasnya;
3. Pemilihan pendekatan yang sempit dan dogmatik.
Pendekatan yang sempit dan dogmatik tidak dapat
secara fleksibel memenuhi tuntutan perkembangan. Ini berarti ada kemandegan atau bahkan akan
terjadi proses status quo. Pendekatan yang sempit
tidak akan memberikan kesempatan bagi peningkatan MMT. MMT berorientasi pada pelanggan.
Pelanggan memiliki kepuasan yang selalu berkembang. Oleh karenanya pendekatan dogmatik dan
sempit tidak sesuai dengan kepuasan pelanggan;
4. Kurangnya dukungan sistem informasi dan alat
ukur
keberhasilan.
Lembaga
atau
organisasi
termasuk sekolah amat sulit untuk mengetahui
adanya peningkatan kualitas pelayanan di lembaganya, manakala tidak memiliki data dasar. Oleh
karena itu setiap lembaga harus memiliki data
dasar dan tolok ukur yang dicanangkan oleh
lembaga yang bersangkutan.
33
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Darmadji (2008)
dengan judul “Implementasi Total Quality Management
sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di MAN
Model Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa implementasi prinsip MMT di MAN Model
Yogyakarta tercermin dari proses secara bertahap dan
terus-menerus dalam peningkatan mutu dengan pemenuhan harapan pelanggan (client) internal maupun
eksternal melalui dukungan, partisipasi aktif dan
dinamis dari sejumlah pihak.
Penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2012)
dengan judul “Penerapan Total Quality Management
pada Program Studi MPI Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Alauddin”. Tujuan penelitian ini untuk
mendeskripsikan (1) konsep Total Quality Management;
(2) landasan teoritis tentang Total Quality Management;
dan (3) penerapan Total Quality Management pada
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam pada
Fakultas
Tarbiyah
dan
Keguruan
UIN
Alauddin
Makassar. Terdapat beberapa landasan teori yang
mendukung pelaksanaan MMT dalam institusi pendidikan. Salah satunya adalah teori Deming yang dapat
diindentifikasi dari (a) model reaksi berantai Deming,
(b) siklus perbaikan tanpa akhir Deming, (c) teori
Deming tentang Variance, dan (d) empat belas poin
manajemen Deming. Penerapan MMT pada Program
Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah
34
dan Keguruan UIN Alauddin belum maksimal. Terdapat 70,19% responden mengatakan bahwa penerapan
MMT berada pada tingkat biasa-biasa saja, 0,90%
responden mengatakan baik, dan terdapat 1,85%
responden yang mengatakan penerapan MMT sudah
sangat baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Clayton, Marlene
(1991) dengan judul “Encouraging the Kaizen approach
to Quality in a University.” Aston University telah
menggunakan konsep Kaizen, yaitu peningkatan kualitas secara terus-menerus menuju proses perencanaan jangka panjang. Sekarang sudah sampai tahap
percobaan program MMT di seluruh universitas. Hal
ini berdasarkan premis bahwa prinsip dan praktik
manajemen, ketika dipraktikkan dan diajarkan oleh
Juran, Deming dan yang lain juga berlaku bagi
pendidikan tinggi seperti ketika dipraktikkan di dunia
industri jasa atau perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suharsono (2012)
dengan judul “Pengaruh Implementasi Total Quality
Management terhadap Kinerja Auditor dengan Kualitas
Audit
sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris
Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Malang)”. Hasil
penelitian membuktikan adanya pengaruh antara Total
Quality Management terhadap Kinerja Auditor pada
Kantor Akuntan Publik di Kota Malang. Hasil dari
Analisis
MRA
menyatakan
bahwa
Total
Quality
Management berpengaruh secara signifikan dan positif
35
terhadap Kinerja Auditor dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderasi. Oleh karena itu, kombinasi
penerapan Kualitas Audit yang baik dan implementasi
Total Quality Management yang terarah bisa berpengaruh pada peningkatan Kinerja Auditor.
Penelitian yang dilakukan oleh Magutu (2010)
dengan judul “Quality Management Practices In Kenyan
Educational Institutions: The Case Of The University Of
Nairobi”. Praktik manajemen mutu telah diselidiki
secara ekstensif (Kaynak, 2003). Meskipun sejumlah
studi telah dilakukan pada konsep dan konteks manajemen mutu dari masing-masing pendidikan tinggi,
tidak ada yang dilakukan dalam konteks universitas di
Kenya (kasus Universitas Nairobi). Oleh karena itu ada
kebutuhan untuk penelitian yang berfokus pada pelayanan akademik Universitas Nairobi dalam hubungannya dengan ciri-ciri manajemen mutu yang utama.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen
mutu dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja
keuangan organisasi dan kepuasan pelanggan.
2.6 Kerangka Pikir
SD Negeri Peterongan Semarang adalah salah
satu sekolah yang menyambut program perbaikan
mutu dari pemerintah.Melalui MMT dalam pendidikan
sebagai upaya meningkatkan pelayanan untuk memenuhi keinginan dan harapan dari para pelanggan.
36
SD Negeri
Peterongan Semarang mengadopsi
penerapan MMT dengan melakukan perubahan budaya yang ada di sekolah menuju ke arah perbaikan.
Perbaikan yang terus-menerus ini perlu dilakukan
sehingga
dapat
meningkatkan
mutu
pendidikan.
Bukan hanya mutu dari peserta didik tetapi juga mutu
dari tenaga
pendidiknya. Dalam penerapan MMT ini
terdapat peran penting dari kepala selaku manager ,
dan leader, yang berfungsi sebagai pengambil keputusan,
tetapi
juga
sebagai
educator,
inovator,
dan
motivator. Dalam penerapan MMT ini juga ditemukan
berbagai hambatan yang mengurangi kelancaran dan
keefektivan dalam penerapannya. Berbagai hambatan
tersebut harus segera diatasi agar penerapan MMT
memiliki hasil yang maksimal dalam peningkatan
mutu sekolah. Berikut ini adalah kerangka pikir dalam
penelitian ini:
Penerapan
(MMT)
Peran KS sebagai :
Educator,Manajer
Leader,Inovator, dan
Motivator
Peran Kepala Sekolah dalam
Penerapan MMT
 Penerapan Aspek Fokus
Terhadap Pelanggan
 Penerapan Aspek
Perbaikan
berkelanjutan
 Penerapan Aspek Keterli
batan total (pembagian tanggung
jawab)
 Penerapan Aspek ukuran baku
mutu lulusan sekolah.
 Penerapan Aspek pengaku
an dan penghargaan
 Penerapan Aspek Pendidik
an dan pelatihan
 Penerapan Aspek Kepemim
pinan yang efektif
Mengatasi
Hambatan
pelaksanaan
(MMT)
Peningkatan
pelayanan
kepada
pelanggan
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
37
Download