BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Menurut Manullang (2006: 5) manajemen merupakan sebuah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan sumberdaya untuk mencapai tujuan yang sudah di tetapkan. Pengelolaan yang berkaitan dengan pembelajaran merupakan alternatif yang paling tepat untuk mewujudkan sekolah mandiri dan memiliki keunggulan (Sagala, 2007: 52). Pengelolaan pendidikan yang sekarang sedang dikembangkan berkecenderungan memberikan otonomi yang lebih bertumpu pada masyarakat atau sekolah. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan sekolah dipandang sebagai upaya meringankan beban pemerintah ketika semakin tidak mencukupi dalam pendanaan sekolah (Supriyanto, 2007: 29-30). Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan berupa proses pengelolaan setiap orang yang berada di dalam oraganisasi, tanpa melihat status, posisi atau perannya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Manajemen berkaitan dengan suatu peningkatan mutu pendidikan, sehingga perhatian ilmu pengelola13 an terhadap peningkatan mutu suatu produk dalam dua dasawarsa ini meningkat pesat. Dengan demikian untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi diperlukan pengelolaan pendidikan yang bermutu pula. Dalam mewujudkan pengelolaan pendidikan yang bermutu tinggi itu diperlukan pengelolaan pendidikan yang profesional untuk menangani sistem pendidikan mulai dari tingkat makro (pusat), meso (wilayah/daerah), sampai tingkat mikro yaitu satuan pendidikan (sekolah dan luar sekolah). Personil pengelola pendidikan yang profesional harus memenuhi syarat kuantitatif dan kualitatif, memiliki karakteristik spesifik yang berbeda dari personil manajemen pendidikan yang kurang profesional dan tenaga pengelolaan di bidang profesi-profesi lain (Mantja, 2008: 23). Dari beberapa pendapat tentang definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengelolaan atau manajemen adalah suatu proses kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, pengendalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumberdaya organisasi, baik sumber daya manusia, sarana prasarana, sumber dana, maupun sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. 14 2.2 Mutu dalam Pendidikan Mutu merupakan keinginan pelanggan, mutu yang tinggi merupakan kunci untuk suatu rasa kebanggaan, tingkat produktivitas dan cermin kemampuan dalam penghasilan. Tujuan mutu harus merupakan produk dan jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Sallis (2012: 56) menyatakan bahwa, mutu adalah sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Suti (2011:2) menjelaskan bahwa, mutu dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih. Secara deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya semisal hasil tes prestasi belajar. Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu. I-Chao Lee (2010: 58) mengungkapkan bahwa: Education quality as: that which can subtain a targeted level that is publically identified and 15 expected. Specifically, education quality encompasses policy and regulation, administration and system, education objectives, education content, education process, and education results. Mutu pendidikan sebagai apa yang dapat menopang tingkat yang ditargetkan yang teridentifikasi dan diharapkan publik. Secara khusus, mutu pendidikan meliputi kebijakan dan regulasi, administrasi dan sistem, tujuan pendidikan, isi pendidikan, proses pendidikan, dan hasil pendidikan. Mutu dalam pendidikan bukanlah barang akan tetapi layanan, dimana mutu harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan semua pihak/pemakai dengan fokus utamanya terletak pada peserta didik (leaners). Mutu pendidikan berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia. Benon (2010: 13) menyatakan: “Quality learning is a function of the three elements that can improve quality in education, and these include the teacher, the learner and the curriculum”. Sedangkan menurut Isjoni (2006: 22-23), dalam pembangunan pendidikan hendaknya diarahkan kepada beberapa sektor yang merupakan kebutuhan mendasar, karena langsung memberikan dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan. Beberapa aspek yang harus dilakukan perbaikan dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah sebagai berikut: 16 a. Sarana dan Prasarana Pendidikan, meliputi pembangunan ruang belajar, renovasi dan rehabilitasi ruang belajar beserta perangkat pendukungnya, ruang laboratorium, perpustakaan, computer, pusat sumber belajar, termasuk rumah guru, kepala sekolah, penjaga sekolah, WC guru dan murid; b. Sarana dan prasarana pembelajaran, berkaitan dengan pengadaan alat dan media pembelajaran, untuk bidang IPA, IPS, bahasa dan bidang lainnya. Selanjutnya seperangkat alat praktik laboratorium, buku-buku pegangan guru dan siswa di semua jenjang dan jenis pendidikan, serta buku-buku untuk perpustakaan; c. Pembangunan SDM. Kondisi SDM yang masih rendah perlu ditingkatkan. Program wajib belajar 9 tahun harus tuntas, demikian pula SDM guru perlu ditingkatkan kualifikasi pendidikannya, mulai dari guru SD, SMP sampai SMA/SMK; d. Pembangunan sektor pendidikan luar sekolah. Mengingat jumlah anak putus sekolah cukup tinggi. Bagi mereka yang tidak ingin melanjutkan pendidikan untuk wajib belajar, diberikan kesempatan untuk mengikuti kursus ketrampilan yang diselenggarakan melalui PLS; e. Pembangunan life skill mulai tingkat sekolah dasar, SMP, dan SMA. Hal ini dapat dijadikan 17 sebagai modal bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dengan membuka usaha sendiri. Konsep mutu itu sendiri dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas mutu desain dan mutu kesesuaian. Mutu desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. Namun demikian, aspek tersebut bukanlah satu-satunya aspek mutu. Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang diterima secara universal, namun menurut Diana dan Tjiptono (2003: 3-4), terdapat beberapa elemen mengenai mutu sebagai berikut: a. Mutu meliputi suatu usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; b. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan; c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu pada saat ini mungkin dianggap kurang bermutu di masa yang akan datang). Jadi dapat didefinisikan bahwa mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. 18 2.3 Manajemen Mutu Terpadu (MMT) 2.3.1 Pengertian Manajemen Mutu Terpadu (MMT) Pemikiran tentang model peningkatan mutu pada awalnya berasal dari dunia industri. Kebangkitan Jepang setelah mengalami kekalahan pada Perang Dunia II, dipicu oleh gagasan W. Edward Deming tentang pembangunan sistem kualitas atau mutu (sekitar tahun 1950). Keberhasilan itu menarik negara-negara industri untuk menyelidiki strategi Jepang dalam membangun mutu. Dari sinil lahirlah Manajemen Mutu Terpadu (MMT) (Gasperz, 2002: 4). Jepang menggunakan istilah sendiri dalam manajemen mutu dengan istilah Kaizen yaitu penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan semua orang, baik manajemen puncak, manajer maupun karyawan (Masaaki, 1996: 16). Pokok dari Kaizen ialah menyadari bahwa manajemen untuk memuaskan pelanggan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, bila ingin tetap hidup dan memperoleh laba (Masaaki, 1996: 19). Dengan demikian, produk suatu negara harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Jika standar mutu telah terpenuhi barulah produk suatu industri dapat dipasarkan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ada beberapa standar mutu intenasional seperti: SII (Standar Industri Indonesia), SNI (Standar Nasional Indonesia), BS 5750 (British Standar 5750) dan ISO 9000 (International Standardization for 19 Organization 9000) (Husaini, 2006: 438). Standar mutu international merupakan bagian dari peningkatan Manajemen Mutu Terpadu (MMT). MMT adalah suatu manajemen kualitas terpadu yang didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses dalam setiap arus fungsional dari organisasi, dengan menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal yang tersedia (Gasperz, 2002: 6-7). MMT pada prinsipnya adalah suatu standar mutu yang fokusnya memberikan kepuasan pada pelanggan. Penerapan ISO dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut (Husaini, 2006: 432): (1) komitmen pimpinan puncak lembaga atas mutu; (2) sistem mutu; (3) penentuan hak-hak dan kewajiban pelanggan (stakeholders) pendidikan; (4) dokumen pengendalian; (5) pembelian; (6) kebijakan penerimaan calon; kebijakan pembelian sarana prasarana; (7) pelayanan prima terhadap stakeholders terutama peserta didik; (8) arsip induk peserta didik; (9) sistem penilaian hasil belajar; (10) pengembangan staf edukatif dan administratif. MMT adalah pengawasan menyeluruh dari anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Dalam penerapannya, MMT berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan, sehingga membutuhkan partisipasi dari seluruh anggota sekolah untuk dapat mewujudkan manajemen sekolah agar berjalan dengan baik, sehingga 20 menghasilkan kualitas sekolah yang bermutu. Manajemen mutu dalam pendidikan dapat disebut mengutamakan peserta didik atau program perbaikan sekolah, yang mungkin dilakukan secara lebih kreatif dan konstruktif. Hal ini mendukung pengertian manajemen itu sendiri, yaitu sebagai suatu alat bagi organisasi untuk mencapai tujuan. Penekanan yang paling penting bahwa mutu terpadu dalam programnya dapat mengubah kultur sekolah. MMT adalah upaya menciptakan budaya mutu, yang mendorong semua anggota staf untuk memuaskan para pelanggan. Bila di sekolah dikembangkan MMT, diharapkan para orang tua dan stakeholder dapat terpuaskan dan kembali lagi untuk menggunakan sekolah tersebut sebagai lembaga pendidikan anak-anak mereka. West (2012:190) Burnham dalam mengklaim bahwa, Bush & kemajuan Coleman melalui hirarkhi terhadap MMT menghantarkan pada empat perubahan kultural penting, yaitu: (1) adanya kesadaran dan keterlibatan yang meningkat pada klien dan supplier; (2) tanggungjawab personal terhadap kemajuan tenaga kerja; (3) terdapat penekanan yang kuat terhadap proses dan produk; (4) harus menuju perubahan terusmenerus. Cohen dalam Hamid (2010:131) mendefinisikan Total Quality Management (MMT) sebagai berikut: (1) Total menunjukkan pengertian mutu untuk setiap aspek kerja, mulai dari mengidentifikasi 21 apakah pelanggan itu puas; (2) Quality berarti memnuhi dan melampaui harapan pelanggan; (3) Management berarti mengembangkan dan memelihara kemampuan organisasi untuk terus-menerus meningkatkan mutu. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa manajemen mutu terpadu dalam pendidikan sebagai suatu proses yang melibatkan pemusatan pada pencapaian kepuasan harapan pelanggan pendidikan, perbaikan terus menerus, pembagian tanggung jawab dengan para pegawai, pengurangan pekerjaan tersisa, serta pengerjaan kembali. Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa karakteristik dalam MMT, yaitu: (1) fokus pada pelanggan baik eksternal maupun internal; (2) adanya keterlibatan total; (3) adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah; (4) adanya komitmen; dan (5) adanya perbaikan yang berkelanjutan. Ditambahkan oleh Mulyasa (2006: 224) bahwa MMT merupakan pendekatan sistem secara menyeluruh (bukan suatu bidang atau program terpisah) dan merupakan bagian terpadu strategi tingkat tinggi. Sistem ini bekerja secara horizontal menembus fungsi dan departemen, melibatkan semua karyawan dari atas sampai bawah, meluas ke hulu dan ke hilir, mencakup mata rantai pemasok dan customer. MMT dalam pendidikan adalah aplikasi konsep manajemen mutu yang disesuaikan dengan sifat dasar sekolah sebagai organisasi jasa kemanusian (pembina22 an potensi peserta didik) melalui pengembangan pendidikan berkualitas, agar melahirkan lulusan yang sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat, dan pelanggan pendidikan lainnya. Empat hal yang perlu diperhatikan guna mengetahui lebih jauh mengenai hakikat MMT pendidikan, yaitu: pencapaian dan pemuasan harapan pelanggan, perbaikan terus-menerus, pembagian tanggung jawab dengan para pegawai, dan pengurangan sisa pekerjaan dan pengerjaan ulang. Dengan demikian, yang dimaksud dengan penerapan MMT dalam pendidikan adalah suatu pola manajemen yang berorientasi pada mutu atau output pendidikan dan dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan semua anggota dalam proses pendidikan. Hal ini ditandai dengan adanya proses perbaikan secara berkelanjutan, peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas, yang diharapkan dapat memenuhi harapan pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan. Ada lima aspek yang menjadi tolok ukur penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, yaitu: (1) fokus pada pelanggan baik secara eksternal maupun internal; (2) adanya keterlibatan total; (3) adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah; (4) adanya komitmen; dan (5) adanya perbaikan yang berkelanjutan. 23 2.4 Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) 2.4.1 Pilar-pilar Manajemen Mutu Terpadu (MMT) Untuk mewujudkan total quality dalam lembaga pendidikan, implementasi pilar MMT dalam pengembangan kurikulum perlu menjadi pertimbangan dan perhatian serius. Pilar-pilar MMT tersebut adalah: 1. Fokus pada Pelanggan Misi utama MMT adalah memenuhi kepuasan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pelanggan. Mutu adalah keinginan pelanggan bukan keinginan sekolah. Tanpa mutu yang sesuai dengan keinginan pelanggan, sekolah akan kehilangan pelanggan. Bila sekolah telah kehilangan pelanggan, pada akhirnya akan tutup dan bubar. Memuaskan harapan pelanggan berarti mengantisipasi kebutuhan pelanggan pada masa datang. Sekolah perlu mengembangkan kualitas, setiap orang dalam sistem sekolah mesti mengakui bahwa output lembaga pendidikan adalah customer (Arcaro, 1995: 11). 2. Keterlibatan Total Prinsip MMT dalam pengembangan kurikulum adalah setiap orang harus terlibat dalam transformasi kualitas. Manajemen mesti memiliki komitmen untuk memfokuskan pada kualitas, harus mendorong staf dan peserta didik untuk mengubah cara kerja lama 24 kepada cara kerja baru. Perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bentuk mengubah cara kerja baru. Hal ini dimaksudkan agar semua komponen dalam lembaga pendidikan ikut terlibat secara aktif dalam operasionalisasi lembaga pendidikan, pemberdayaan warga sekolah (pimpinan, tenaga administrasi, tenaga pendidik dan peserta didik) (Hasibuan, 2004:136). Dengan demikian mereka dapat mengetahui informasi kesenjangan atau kebutuhan yang menyangkut tentang diri mereka. Berdasarkan kondisi tersebut, semua komponen dapat berperan dalam mengusulkan rencana-rencana kegiatan yang seharusnya dilaksanakan. Keterlibatan total dalam konteks pengembangan kurikulum berarti inisiatif pengembangan. Datangnya bisa dari bawah seperti guru, orang tua peserta didik atau masyarakat sekitar (stakeholders), dan semua pihak itu memberikan secara penuh kemampuan yang dimiliki dan pelayanan yang optimal untuk mewujudkan kualitas yang diharapkan, bahkan melebihi permintaan pelanggan (customer) baik internal maupun eksternal (Arcaro, 1995:78). Pihak atasan (pimpinan) selalu memberikan bimbingan dan dorongan. Untuk memantapkan konsep pengembangan yang dirintisnya dapat dilakukan lokakarya atau rapat terpadu guna mencari input yang diperlukan. Konsep MMT menghendaki agar kurikulum dikembangkan dengan meli25 batkan semua unsur yang terkait dengan suatu lembaga pendidikan, baik secara internal kelembagaan maupun secara eksternal (stakeholders). 3. Pengukuran Dalam pengembangan MMT, pengukuran merupakan salah satu langkah yang penting dalam proses manajemen. Jika kualitas dapat dikelola, maka kualitas juga harus dapat diukur (measurable). Kualitas juga merupakan keunggulan (excellence) atau hasil yang terbaik (the best). Untuk mengejar kualitas, kesalahan harus dieliminasi untuk mencapai keunggulan kompetitif lulusan suatu lembaga pendidikan, dan keunggulan komparatifnya dengan yang lain sesuai dinamika pasar tenaga kerja. 4. Komitmen Implementasi manajemen kualitas dalam lembaga pendidikan diperlukan komitmen terhadap kualitas dan perbaikan kualitas. Total kualitas pendidikan adalah suatu perubahan budaya organisasi sebagai cara baru bagi kehidupan setiap orang. Sebelum seseorang akan melakukan perubahan, mereka harus percaya bahwa pimpinan tertinggi suatu lembaga pendidikan berkewajiban untuk mencapai budaya kualitas. Hal ini menuntut dewan sekolah dan administrator untuk menggunakan dan mengaplikasikan elemen-elemen dan prinsip MMT pendidikan (Arcaro, 1995:13). 26 Untuk memberikan komitmen pada kualitas, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menerapkan MMT yaitu: (1) Mempelajari dan memahami MMT secara menyeluruh; (2) Memahami dan mengadopsi jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus menerus; (3) Menilai jaminan kualitas saat ini dan program pengendalian kualitas; (4) Membangun sistem total kualitas; (5) Mempersiapkan orang-orang untuk perubahan, menilai budaya kualitas sebagai tujuan untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang untuk bekerja pada suatu kelompok kerja; (6) Mempelajari teknik untuk mengatasi akar persoalan (penyebab) dan mengaplikasikan tindakan korektif dengan menggunakan teknik-teknik alat MMT; (7) Menetapkan prosedur tindakan perbaikan dan menyadari akan keberhasilannya; (8) Menciptakan komitmen dan strategi yang benar tentang total kualitas oleh pemimpin yang akan menggunakannya; (9) Memelihara jiwa total kualitas dalam penyelidikan dan aplikasi pengetahuan yang amat luas. Aplikasi konsep MMT dalam prosedur pengembangan kurikulum berarti memaknai bahwa setiap langkah-langkahnya selalu diorientasikan pada kebutuhan pelanggan dengan mengedepankan aspek kualitas pada semua input dan prosesnya. Komitmen kualitas dibangun mulai dari level pimpinan tertinggi sampai pada level terbawah. 27 5. Perbaikan Berkelanjutan Konsep dasar kualitas adalah segala sesuatu dapat diperbaiki. Kualitas didasarkan pada konsep bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen baru, “bila tidak rusak, perbaikilah, karena jika anda tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya”. Inilah konsep perbaikan terus-menerus. Perbaikan berkelanjutan berarti sesuatu yang belum pernah dilakukan. Suatu tindakan pengejaran atas kualitas, prosesnya harus secara terus-menerus diperbaiki dengan diubah, ditambah, dikembangkan dan dimurnikan (Saifuddin, 2002: 37). Perbaikan yang berkesinambungan merupakan salah satu unsur paling fundamental dari MMT. Konsep perbaikan berkesinambungan diterapkan baik terhadap proses produk maupun orang yang melaksanakan (Tjiptono, 2003: 262). Dari beberapa pendapat tentang perbaikan berkelanjutan menunjukkan bahwa dalam penerapan manajemen mutu terpadu diperlukan komitmen perbaikan mutu dan proses secara terus-menerus baik dalam hasil maupun orang yang melaksanakan. 28 2.4.2 Elemen Pendukung dalam Manajemen Mutu Terpadu (MMT) 1. Kepemimpinan Sallis (2012: 169) berpendapat kepemimpan adalah unsur penting dalam MMT. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menterjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik. Lebih lanjut Tjiptono & Diana (2001: 152) menjelaskan kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemimpinan mengarah pada seni tetapi seringkali berkaitan dengan ilmu. Pada kenyataannya kepemimpinan merupakan seni sekaligus ilmu. Hal itu dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan sikap dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan. Sedangkan yang berkaitan dengan MMT, Goetsch dan Davis (1994: 192) dalam Tjiptono (2001: 152) memberikan difinisi bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Dari beberapa definisi di atas pada hakikatnya memiliki kesamaan berkaitan dengan penerapan MMT yakni memberikan motivasi atau inspirasi kepada orang lain dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan bersama. 29 2. Pendidikan dan Pelatihan Tjiptono (2001: 212) menjelaskan, pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran. 3. Struktur Pendukung Manajer senior memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu dalam melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior (Ni’mah, 2013). 4. Komunikasi Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi 30 dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan (Ni’mah, 2013). 5. Penghargaan dan Pengakuan Tjiptono (2001:140) berpendapat di dalam model MMT, peranan penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi karyawan, seperti penilaian kinerja, kompensasi, program pengakuan prestasi, dan sistem promosi, yang merupakan motivasi untuk mencapai sasaran perusahaan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses MMT akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses. Dengan demikian pengakuan dan pemberian penghargaan terhadap salah satu individu yang sukses akan menjadi motivasi individu yang lain, walaupun penghargaan tersebut bukan sesuatu yang besar. 6. Pengukuran Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan 31 pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi. Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/ karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya (Ni’mah, 2013). Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsur yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan. 2.4.3 Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) di Sekolah Sallis (2012: 92) menyebutkan banyak kendala MMT yang melibatkan elemen kekhawatiran dan ketidakpastian. Ketakutan terhadap hal yang belum diketahui atau ketakutan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, mempercayai orang lain, dan melakukan kesalahan, merupakan mekanisme resistensi yang sangat kuat. Berikut ini adalah kendala-kendala yang sering dihadapi dalam penerapan MMT, antara lain: 1. Lemahnya kepemimpinan dan delegasi wewenang manajemen. MMT akan berjalan sesuai dengan sasaran yang diinginkan jika pemimpin memiliki komitmen 32 terhadap keterlibatan semua pihak. Artinya MMT tidak akan berhasil manakala hanya diserahkan kepada tim tertentu yang ditunjuk oleh pimpinan; 2. Proses pengaturan yang tidak memadai. Program MMT harus mengilhami seluruh kegiatan. Bagi sekolah, maka seluruh kegiatan akademik (proses belajar mengajar) harus memperoleh perhatian dalam meningkatkan kualitasnya; 3. Pemilihan pendekatan yang sempit dan dogmatik. Pendekatan yang sempit dan dogmatik tidak dapat secara fleksibel memenuhi tuntutan perkembangan. Ini berarti ada kemandegan atau bahkan akan terjadi proses status quo. Pendekatan yang sempit tidak akan memberikan kesempatan bagi peningkatan MMT. MMT berorientasi pada pelanggan. Pelanggan memiliki kepuasan yang selalu berkembang. Oleh karenanya pendekatan dogmatik dan sempit tidak sesuai dengan kepuasan pelanggan; 4. Kurangnya dukungan sistem informasi dan alat ukur keberhasilan. Lembaga atau organisasi termasuk sekolah amat sulit untuk mengetahui adanya peningkatan kualitas pelayanan di lembaganya, manakala tidak memiliki data dasar. Oleh karena itu setiap lembaga harus memiliki data dasar dan tolok ukur yang dicanangkan oleh lembaga yang bersangkutan. 33 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Darmadji (2008) dengan judul “Implementasi Total Quality Management sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di MAN Model Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi prinsip MMT di MAN Model Yogyakarta tercermin dari proses secara bertahap dan terus-menerus dalam peningkatan mutu dengan pemenuhan harapan pelanggan (client) internal maupun eksternal melalui dukungan, partisipasi aktif dan dinamis dari sejumlah pihak. Penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2012) dengan judul “Penerapan Total Quality Management pada Program Studi MPI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin”. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan (1) konsep Total Quality Management; (2) landasan teoritis tentang Total Quality Management; dan (3) penerapan Total Quality Management pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar. Terdapat beberapa landasan teori yang mendukung pelaksanaan MMT dalam institusi pendidikan. Salah satunya adalah teori Deming yang dapat diindentifikasi dari (a) model reaksi berantai Deming, (b) siklus perbaikan tanpa akhir Deming, (c) teori Deming tentang Variance, dan (d) empat belas poin manajemen Deming. Penerapan MMT pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah 34 dan Keguruan UIN Alauddin belum maksimal. Terdapat 70,19% responden mengatakan bahwa penerapan MMT berada pada tingkat biasa-biasa saja, 0,90% responden mengatakan baik, dan terdapat 1,85% responden yang mengatakan penerapan MMT sudah sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Clayton, Marlene (1991) dengan judul “Encouraging the Kaizen approach to Quality in a University.” Aston University telah menggunakan konsep Kaizen, yaitu peningkatan kualitas secara terus-menerus menuju proses perencanaan jangka panjang. Sekarang sudah sampai tahap percobaan program MMT di seluruh universitas. Hal ini berdasarkan premis bahwa prinsip dan praktik manajemen, ketika dipraktikkan dan diajarkan oleh Juran, Deming dan yang lain juga berlaku bagi pendidikan tinggi seperti ketika dipraktikkan di dunia industri jasa atau perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Suharsono (2012) dengan judul “Pengaruh Implementasi Total Quality Management terhadap Kinerja Auditor dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Malang)”. Hasil penelitian membuktikan adanya pengaruh antara Total Quality Management terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Kota Malang. Hasil dari Analisis MRA menyatakan bahwa Total Quality Management berpengaruh secara signifikan dan positif 35 terhadap Kinerja Auditor dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderasi. Oleh karena itu, kombinasi penerapan Kualitas Audit yang baik dan implementasi Total Quality Management yang terarah bisa berpengaruh pada peningkatan Kinerja Auditor. Penelitian yang dilakukan oleh Magutu (2010) dengan judul “Quality Management Practices In Kenyan Educational Institutions: The Case Of The University Of Nairobi”. Praktik manajemen mutu telah diselidiki secara ekstensif (Kaynak, 2003). Meskipun sejumlah studi telah dilakukan pada konsep dan konteks manajemen mutu dari masing-masing pendidikan tinggi, tidak ada yang dilakukan dalam konteks universitas di Kenya (kasus Universitas Nairobi). Oleh karena itu ada kebutuhan untuk penelitian yang berfokus pada pelayanan akademik Universitas Nairobi dalam hubungannya dengan ciri-ciri manajemen mutu yang utama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen mutu dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan organisasi dan kepuasan pelanggan. 2.6 Kerangka Pikir SD Negeri Peterongan Semarang adalah salah satu sekolah yang menyambut program perbaikan mutu dari pemerintah.Melalui MMT dalam pendidikan sebagai upaya meningkatkan pelayanan untuk memenuhi keinginan dan harapan dari para pelanggan. 36 SD Negeri Peterongan Semarang mengadopsi penerapan MMT dengan melakukan perubahan budaya yang ada di sekolah menuju ke arah perbaikan. Perbaikan yang terus-menerus ini perlu dilakukan sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan. Bukan hanya mutu dari peserta didik tetapi juga mutu dari tenaga pendidiknya. Dalam penerapan MMT ini terdapat peran penting dari kepala selaku manager , dan leader, yang berfungsi sebagai pengambil keputusan, tetapi juga sebagai educator, inovator, dan motivator. Dalam penerapan MMT ini juga ditemukan berbagai hambatan yang mengurangi kelancaran dan keefektivan dalam penerapannya. Berbagai hambatan tersebut harus segera diatasi agar penerapan MMT memiliki hasil yang maksimal dalam peningkatan mutu sekolah. Berikut ini adalah kerangka pikir dalam penelitian ini: Penerapan (MMT) Peran KS sebagai : Educator,Manajer Leader,Inovator, dan Motivator Peran Kepala Sekolah dalam Penerapan MMT Penerapan Aspek Fokus Terhadap Pelanggan Penerapan Aspek Perbaikan berkelanjutan Penerapan Aspek Keterli batan total (pembagian tanggung jawab) Penerapan Aspek ukuran baku mutu lulusan sekolah. Penerapan Aspek pengaku an dan penghargaan Penerapan Aspek Pendidik an dan pelatihan Penerapan Aspek Kepemim pinan yang efektif Mengatasi Hambatan pelaksanaan (MMT) Peningkatan pelayanan kepada pelanggan Gambar 2.1 Kerangka Pikir 37