BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana) Diketahui ciri-ciri dari tanaman manggis (Garcinia mangostana yaitu, Buah berwarna merah keunguan dengan jumlah biji 1 sampai 3. Bagian yang dapat dimakan berasa manis. Daun bagian atas berwarna hijau tua dan mengkilat, sedangkan di bagian bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun 12-23 cm dan 4,5-10 cm. Panjang petiolus 1,5-2 cm. Ciri-ciri dari tanaman manggis yang diperoleh dari perkebunan manggis di kampung Sakidah, desa Neglasari, Kecamatan Jatiwaras, Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan kunci determinasi Flora of Java (Backer et al., 1965: 387). 2. Ekstrak Daun dan Kulit Buah Manggis Seratus gram serbuk daun manggis menghasilkan ekstrak pekat yang berupa pasta sebesar 11,727 gram. Seratus gram serbuk kulit buah manggis menghasilkan 12,676 gram ekstrak pekatnya (Gambar 4.1). Ekstrak kasar daun dan kulit buah manggis diencerkan menjadi berbagai konsentrasi yang akan diujikan dengan pelarut de-ion steril, kemudian disimpan pada suhu 4 °C sebelum digunakan. 33 34 Gambar 4.1 Ekstrak Pekat Daun dan Kulit Buah Manggis 3. Kurva Tumbuh Bakteri Pseudomonas aeruginosa Kurva Pertumbuhan bakteri digunakan untuk mengetahui usia pertumbuhan bakteri P. aeruginosa yang optimal, yaitu pada fase logaritmik, dimana bakteri dapat melakukan pertumbuhan dengan cepat. Kurva pertumbuhan P. aeruginosa pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.2. 1.2 Absorbansi 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Waktu (jam) Gambar 4.2 Kurva Tumbuh Bakteri P. aeruginosa 24 26 35 4. Kurva Baku Bakteri Pseudomonas aeruginosa Berdasakan kurva tumbuh yang diperoleh, maka dapat diketahui perkiraan waktu dimana usia bakteri berada pada usia pertumbuhan yang optimal (fase logaritmik). Dipilih usia bakteri jam ke-0, 4, dan 6 yang berada dalam fase logaritmik untuk dilakukan penghitungan jumlah koloni bakteri. Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dibuat sebuah kurva baku yang menunjukkan hubungan antara jumlah sel bakteri dengan nilai absorbansi. Data hasil pengukuran nilai absorbansi dan penghitungan jumlah koloni bakteri dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Jumlah Sel Bakteri P. aeruginosa pada Fase Logaritmik Jam ke-0, 4, dan 6 Jam ke0 4 6 Absorbansi Transmitansi 0,124 0,746 0,840 75,2 18 14,4 Standard Plating Counts (SPC) 3,6×108 1,3×109 1,2×109 Log Jumlah Sel 8,56 9,11 9,08 Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kurva baku pertumbuhan bakteri P. aeruginosa yang menunjukkan hubungan antara jumlah sel bakteri dengan nilai absorbansi yang telah diukur sebelumnya, seperti pada Gambar 4.3. 36 9.2 y = 0.783x + 8.470 R² = 0.971 Log Jumlah Sel 9.1 9 8.9 8.8 8.7 8.6 8.5 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Absorbansi Gambar 4.3 Kurva Baku Pertumbuhan Bakteri P. aeruginosa Nilai Regresi dari kurva baku pertumbuhan bakteri P. aeruginosa yaitu 0,971 hampir mendekati 1 (linier). Kurva baku pada Gambar 4.2 menghasilkan garis lurus yang dapat digunakan untuk penghitungan jumlah sel bakteri pada setiap usia pertumbuhannya. Persamaan garis lurus dari kurva baku bakteri P. aeruginosa yaitu y = 0,783x + 8,470. Dimana y adalah log jumlah sel dan x adalah nilai absorbansinya. Log jumlah sel bakteri dapat diketahui dari persamaan garis lurus yang didapat, sehingga laju pertumbuhan bakteri pun dapat dihitung. Laju pertumbuhan bakteri pada setiap 2 jam usia bakteri dapat dilihat pada Tabel 4.2. 37 Tabel 4.2 Kecepatan Pertumbuhan Bakteri P. aeruginosa Jam ke Absorbansi Log Jumlah Sel µ = (logNt-logNo)/0,301. t 0 0,124 8,567 0,00 2 0,528 8,883 0,524 4 0,746 9,054 0,284 6 0,840 9,127 0,121 8 0,910 9,182 0,091 10 0,950 9,213 0,051 12 0,965 9,225 0,019 14 0,970 9,229 0,006 16 0,930 9,198 -0,051 18 0,965 9,225 0,044 20 0,975 9,233 0,013 22 0,980 9,237 0.006 24 0,985 9,241 0.006 Keterangan: § µ : Kecepatan pertumbuhan bakteri § No : Jumlah awal sel bakteri § Nt : Jumlah akhhir sel bakteri § t : Selang waktu pertumbuhan bakteri Laju pertumbuhan tertinggi bakteri P. aeruginosa dapat diketahui dari Tabel 4.2. Laju tertingginya berada pada usia jam ke-2 dengan nilai µ sebesar 0,524. 5. Hasil pengukuran Aktivitas Ekstrak Daun dan Kulit Buah Manggis terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa Adapun hasil dari uji aktivitas antibakteri dari ekstrak manggis (Garcinia mangostana) terhadap P. aeruginosa ditunjukkan dalam tabel 4.3. 38 Tabel 4.3 Diameter Zona Hambat Bakteri Perlakuan Kulit buah Daun Kontrol Konsentrasi (mg/mL) 12,5 25 37,5 50 12,5 25 37,5 50 De-ion (negatif) Tetracycline 30 mg/mL (positif) Rata-rata diameter zona hambat (mm) 9,425 ± 0,386 9,750 ± 0,525 10,512 ± 1,010 9,700 ± 0,522 8,425 ± 0,655 9,600 ± 0,989 9,662 ± 0,834 11,100 ± 0,204 7,550 ± 0,238 19,675 ± 1,381 Keterangan Efektif Tidak Efektif Efektif Tidak Efektif Sangat Efektif Keterangan: Penghitungan diameter zona hambat termasuk dengan diameter cakram kertas (6 mm). Dokumentasi foto hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Gambar 4.4-4.6. 12,5 mg/mL 25 mg/mL 50 mg/mL 37,5 mg/mL Gambar 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Ethanol Daun Manggis 39 12,5 mg/mL 25 mg/mL 50 mg/mL 37,5 mg/mL Gambar 4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Ethanol Kulit Buah Manggis Kontrol + Kontrol - Gambar 4.6 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Tetracycline 30 mg/mL (Kiri) dan De-ion (Kanan) Setelah dilakukan analisis data secara statistik menggunakan SPSS versi 12 dengan uji Homogenitas diketahui bahwa data nilai diameter zona hambat ekstrak daun homogen karena memiliki nilai signifikansi hitung (0,145) > dari (0,05), sedangkan data nilai diameter zona hambat ekstrak kulit buah tidak homogen karena memiliki nilai signifikansi hitung (0,023) < dari (0,05). Dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, diketahui bahwa data nilai diameter zona hambat ekstrak daun dan kulit buah berdistribusi tidak normal. Selanjutnya pengujian statistik dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. Berdasarkan hasil 40 analisis untuk ekstrak daun diketahui nilai 2 pada uji Kruskal Wallis lebih besar dibanding sebesar 20,452. Ternyata nilai 2 2 tabel (14,07). Ini berarti bahwa Ho ditolak dengan probabilitas p=0,000 (lebih kecil dari taraf nyata 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Hasil analisis untuk ekstrak kulit buah dengan uji Kruskal Wallis diketahui nilai 2 sebesar 17,876. Ternyata nilai dibanding 2 2 pada uji Kruskal Wallis lebih besar tabel (14,07). Ini berarti bahwa Ho ditolak dengan probabilitas p=0,000 (lebih kecil dari taraf nyata 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Analisis data dengan menggunakan uji Mann whitney untuk ekstrak daun dan kulit buah diketahui nilai U hitung yaitu sebesar 6 lebih besar dibandingkan U tabel yaitu sebesar 0. Ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ekstrak daun dan kulit buah manggis dalam menghambat pertumbuhan P. aeruginosa. Jadi kedua ekstrak memiliki aktivitas yang sama. Dilakukan uji statistik Regresi untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap diameter zona hambat. Uji Regresi pada ekstrak daun manggis diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,909 mendekati 1 (linier). Ini berarti terdapat pengaruh konsentrasi ekstrak daun manggis terhadap diameter zona hambat bakteri. Dimana semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar pula diameter zona hambat bakteri. Analisis statistik dengan uji Regresi pada ekstrak kulit buah manggis diketahui nilai R2 sebesar 0,193. Nilai Regresinya tidak mendekati linier, yang 41 berarti bahwa tidak terdapat pengaruh konsentrasi ekstrak kulit buah manggis terhadap diameter zona hambat bakteri. 6. Nilai MIC Ekstrak Untuk pengujian nilai MIC ekstrak terhadap bakteri P. aeruginosa dilakukan dengan metode dilusi cair. Pada pengujian didapatkan nilai MIC dari ekstrak seperti terlihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Penentuan Nilai MIC Ekstrak Daun dan Kulit Buah Manggis terhadap Bakteri P. aeruginosa Perlakuan Daun (mg/mL) 50 100 200 300 Kulit Buah 400 (mg/mL) 500 600 700 Kontrol De-ion (mg/mL) Tetracycline 30 mg/mL Keterangan 24 jam lebih keruh dibanding 0 jam 24 jam sama dengan 0 jam 24 jam sama dengan 0 jam 24 jam lebih bening dibanding 0 jam 24 jam lebih keruh dibanding 0 jam 24 jam sama dengan 0 jam 24 jam sama dengan 0 jam 24 jam lebih bening dibanding 0 jam 24 jam lebih keruh dibanding 0 jam 24 jam lebih bening dibanding 0 jam Dokumentasi foto hasil nilai MIC dapat dilihat pada Gambar 4.7-4.9. a1 a2 b1 b2 c1 c2 d1 d2 Gambar 4.7 Hasil Uji MIC Ekstrak Daun (a1: konsentrasi 50 mg/mL jam ke-24, a2: konsentrasi 50 mg/mL jam ke-0, b1: konsentrasi 100 mg/mL jam ke-24, b2: konsentrasi 100 mg/mL jam ke-0, c1: konsentrasi 200 mg/mL jam ke24, c2: konsentrasi 200 mg/mL jam ke-0, d1: konsentrasi 300 mg/mL jam ke-24, d2: konsentrasi 300 mg/mL jam ke-0) 42 e1 e2 f1 f2 g1 g2 h1 h2 Gambar 4.8 Hasil Uji MIC Ekstrak Kulit Buah (e1: konsentrasi 400 mg/mL jam ke-24, e2: konsentrasi 400 mg/mL jam ke-0, f1: konsentrasi 500 mg/mL jam ke24, f2: konsentrasi 500 mg/mL jam ke-0, g1: konsentrasi 600 mg/mL jam ke-24, g2: konsentrasi 600 mg/mL jam ke-0, h1: konsentrasi 700 mg/mL jam ke-24, h2: konsentrasi 700 mg/mL jam ke-0) -1 -2 +1 +2 Gambar 4.9 Hasil Uji Metode Dilusi Kontrol Negatif (-1: de-ion jam ke-24, -2: de-ion jam ke-0) dan Kontrol Positif (+1: Tetracycline 30 mg/mL jam ke-24, +2: Tetracycline 30 mg/mL jam ke-0) Nilai MIC ekstrak daun terhadap bakteri P. aeruginosa yaitu pada konsentrasi 100 mg/mL, hal ini terlihat dari Tabel 4.4, dimana pada konsentrasi 100 mg/mL biakan bakteri dan ekstrak setelah diinkubasi selama 24 jam tingkat kekeruhannya sama dengan biakan bakteri dan ekstrak 0 jam. Nilai MIC untuk kulit buah terhadap bakteri P. aeruginosa yaitu sebesar 500 mg/mL, hal ini terlihat seperti pada Tabel 4.4, dimana pada konsentrasi tersebut, biakan bakteri dan ekstrak setelah diinkubasi selama 24 jam memiliki tingkat kekeruhan yang sama dengan biakan bakteri dan ekstrak 0 jam. Pengujian dengan menggunakan metode dilusi juga dilakukan terhadap kontrol. Pada kontrol negatif yaitu de-ion steril, didapatkan hasil bahwa biakan 43 yang berusia 24 jam lebih keruh dibandingkan biakan yang berusia 0 jam. Hal ini berarti terjadinya pertumbuhan bakteri pada medium NB yang berisi de-ion. Sedangkan pada kontrol positif yaitu tetracycline 30 mg/mL, didapatkan hasil bahwa biakan berusia 24 jam lebih bening dibandingkan biakan berusia 0 jam. Hal ini berarti tidak terjadi pertumbuhan pada medium NB dengan penambahan tetracycline 30 mg/mL. B. Pembahasan 1. Kurva Tumbuh Bakteri Pseudomonas aeruginosa Sebuah kurva tumbuh dapat digunakan untuk mengetahui fase-fase pertumbuhan dari suatu bakteri. Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat fase pertumbuhan bakteri P. aeruginosa, diantaranya, fase log, fase stasioner dan fase kematian. Pada kurva tersebut tidak terdapat fase lag bakteri P. aeruginosa. Fase lag merupakan fase adaptasi bakteri terhadap kondisi lingkungannya baik itu medium atau faktor lingkungan seperti suhu. Tidak terdapat fase lag pada kurva tumbuh tersebut disebabkan karena kondisi lingkungan seperti medium pada saat aktivasi sama dengan pada permulaan biakan bakteri dipindahkan ke dalam medium baru. Bakteri tidak perlu beradaptasi lagi, karena kondisinya sama. Kurva pada Gambar 4.1 langsung diawali dengan fase logaritmik yaitu, fase dimana pertumbuhan bakteri optimal. Fase ini dimulai pada jam ke-0 dan berakhir pada jam ke-6. Fase logaritmik diikuti oleh fase stasioner yang terjadi pada jam ke-6 hingga jam ke-14. Fase stasioner terjadi dikarenakan beberapa faktor, diantaranya nutrient dalam medium habis, akumulasi metabolit yang bersifat toksik, dan 44 berkurangnya kadar oksigen. Setelah fase statis, kemudian terjadi fase kematian. Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan jumlah energi (Purwoko, 2007: 35). 2. Kurva Baku Bakteri Pseudomonas aeruginosa Untuk mengetahui jumlah sel berdasarkan nilai absorbansi suatu bakteri dapat diketahui dengan pembuatan kurva baku. Kurva baku menunjukkan hubungan nilai absorbansi dengan jumlah koloni bakteri. Kurva baku dibuat saat terjadinya fase logaritmik yaitu pada jam ke-0 sampai jam ke-6. Berdasarkan kurva baku yang terbentuk, diperoleh persamaan garis lurus seperti pada Gambar 4.2, sehingga dapat diketahui hubungan jumlah sel dan absorbansi bakteri P. aeruginosa. Persamaan garis lurus tersebut dapat digunakan untuk menentukan jumlah bakteri pada setiap usia pertumbuhan, kemudian kecepatan pertumbuhan bakteri dapat dihitung, sehingga dapat diketahui laju pertumbuhan tertinggi bakteri. Dari hasil penghitungan diketahui bahwa laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada jam ke-2 yaitu sebesar 0,546. Pada usia tersebut sel berada pada kondisi ideal dalam pertumbuhannya. Namun dalam pengujian aktivitas antibakteri digunakan inokulum berusia 4 jam. Pemilihan usia bakteri pada jam ke-4 yaitu karena pada usia ini bakteri berada pada fase log dan memiliki jumlah sel yang sudah cukup banyak yaitu 109 cfu/mL. 45 3. Aktivitas Ekstrak Daun Manggis terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa Terbentuknya area bening di sekitar cakram kertas pada uji aktivitas antibakteri membuktikan bahwa ekstrak daun manggis memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri P. aeruginosa. Kemampuan ekstrak daun manggis dalam menghambat pertumbuhan bakteri diduga karena adanya kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam daun. Pada penelitian ini digunakan ethanol sebagai pelarut dalam proses ekstraksi dimana dapat melarutkan senyawa tannin, polyphenol, polyacetylene, flavonol, terpenoid, sterol, alkaloid, dan propolis (Cowan, 1999: 573). Dalam daun manggis diketahui terdapat senyawa polyphenol seperti -mangostin. Sakagami (2005: 1) melaporkan bahwa daun manggis memiliki -mangostin yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Senyawa aktif -mangostin yang tergolong kedalam polyphenol, memiliki mekanisme penghambatan terhadap mikroba dalam menghambat kerja enzim bakteri dengan mengoksidasi senyawa, karena bereaksi dengan kelompok sulfhydryl atau interaksi nonspesifik dengan protein (Cowan, 1999: 568). Dalam penelitian ini digunakan tetracycline 30 mg/mL sebagai kontrol positif. Tetracycline merupakan antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri Gram negatif. Tetracycline merupakan salah satu antibiotik yang efektif melawan P. aeruginosa selain fluoroquinolones dan gentamicin. Mekanisme penghambatan bakteri oleh tetracycline yaitu dengan menghambat sintesis protein pada ribosom. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik tetracycline ke dalam ribosom bakteri Gram negatif; 46 pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotik tetracycline masuk ke dalam ribosom bakteri, lalu antibiotik tetracycline berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga sintesis protein terhenti. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis data diketahui bahwa diameter paling besar diperoleh pada perlakuan ekstrak daun dengan konsentrasi 50 mg/mL. Berdasarkan kriteria zona hambat menurut Moreira et al., (2005: 567), diketahui bahwa pada ekstrak daun, yang efektif menghambat pertumbuhan P. aeruginosa yaitu ekstrak dengan konsentrasi 25 mg/mL, 37,5 mg/mL, dan 50 mg/mL dimana diameter zona hambatnya berada pada kisaran 9-14 mm. Sedangkan untuk konsentrasi ekstrak daun 12,5 mg/mL tidak efektif menghambat pertumbuhan bakteri karena memiliki diameter zona hambat 8 mm. Pada Gambar 4.6 dan hasil pengujian Regresi diketahui bahwa diameter zona hambat mengalami peningkatan dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Hal ini diperkirakan bahwa dengan peningkatan ekstrak berarti bahwa senyawa aktif yang terlarut pun semakin banyak sehingga kemampuan penghambatannya pun semakin besar. Berdasarkan penentuan nilai MIC ekstrak daun manggis terhadap P. aeruginosa diketahui nilainya yaitu sebesar 100 mg/mL. Pada konsentrasi ini ekstrak telah dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Ini terlihat dari Tabel 4.4, dimana tingkat kekeruhan biakan bakteri dan ekstrak pada jam ke24 sama dengan jam ke-0. Pada konsentrasi ekstrak 200 mg/mL, kekeruhan 47 biakan bakteri dan ekstrak daun manggis usia 24 jam dengan usia 0 jam juga sama, namun nilai MIC yang diambil adalah 100 mg/mL, dimana nilai MIC merupakan nilai konsentrasi terendah ekstrak dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 300 mg/mL, biakan bakteri dan ekstrak daun manggis pada usia 24 jam lebih bening dibandingkan usia 0 jam. Hal ini diduga biakan bakteri P. aeruginosa yang mati lisis, sehingga komponen-komponen penyusun sel bakteri tersebut terlarut dalam medium, sehingga medium dengan biakan bakteri dan ekstrak pada usia kultur 24 jam lebih bening dibanding yang berusia 0 jam. Nilai MIC dari ekstrak daun lebih kecil dibanding ekstrak kulit buah (500 mg/mL). Hal ini berarti bahwa ekstrak daun memiliki konsentrasi lebih kecil dibanding ekstrak kulit buah dalam menghambat bakteri P. aeruginosa. Pengujian dengan metode dilusi yang dilakukan terhadap kontrol negatif (de-ion steril), diketahui bahwa biakan bakteri dan de-ion yang berusia 24 jam lebih keruh dibanding usia kultur 0 jam. Keruhnya kultur berusia 24 jam menandakan terjadinya pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Ini berarti bahwa deion tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa karena tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Sedangkan pengujian dengan menggunakan tetracycline 30 mg/mL sebagai kontrol positif, didapatkan hasil bahwa biakan bakteri dan tetracycline 30 mg/mL berusia 24 jam lebih bening. Hal ini menandakan tidak terjadi pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Ini berarti bahwa tetracycline 30 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. aeruginosa. 48 4. Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa, dengan adanya zona bening di sekitar cakram kertas. Hal ini membuktikan bahwa kulit buah manggis memiliki senyawa aktif yang bersifat antibakteri, sesuai dengan penelitian Voravuthikunchai et al., (2005: 511) dimana ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Penelitian yang mendukung bahwa kulit buah memiliki aktivitas antibaktekteri juga dilaporkan oleh Marisi et al., (1998: 1) bahwa senyawa aktif dari kulit buah manggis dapat menghambat pertumbuhan Shigella flexneri, Salmonella typhi dan Escherichia coli. Penelitian Chomnawang et al., (2005: 332) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis penyebab penyakit kulit. Senyawa aktif yang terdapat dalam kulit buah dilarutkan pada saat proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut ethanol. Menurut Cowan (1999: 573), ethanol dapat melarutkan senyawa seperti tannin, polyphenol, polyacetylene, flavonol, terpenoid, sterol, alkaloid, dan propolis. Menurut Sakagami (2005:1), kulit buah manggis mengandung - mangostin yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Berdasarkan penelitian Kosem et al., (2007: 286), ekstrak methanol kulit buah manggis mengandung sejumlah xanthone (tergolong senyawa polyphenol) yang tinggi, yang terdiri dari inti xanthone, -mangostin, -mangostin, -mangostin, garcinone-E, dan 9-hydroxycalabaxanthone. Senyawa phenolic memiliki 49 mekanisme penghambatan terhadap bakteri dengan menghambat kerja enzim bakteri dengan mengoksidasi senyawa, karena bereaksi dengan kelompok sulfhydryl atau interaksi nonspesifik dengan protein (Cowan, 1999: 568). Kulit buah manggis juga memiliki senyawa aktif seperti tannin dan triterpen yang memiliki aktivitas antibakteri (Kosem et al., 2007: 283). Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh tannin yaitu dengan membentuk komplek chelate dengan Fe yang bersifat toksik terhadap membran sel bakteri (Chansue et al., 2008: 42), menginaktifkan protein dan menghilangkan fungsinya. Target dari tannin yaitu membentuk komplek dengan permukaan adhesi, enzim pada membran, dan polipeptida dinding sel bakteri (Cowan, 1999: 569). Pertumbuhan bakteri dihambat dalam hal malfungsi untuk reduksi ribonukleotida precursor DNA, pembentukan heme, dan berbagai mekanisme penting lainnya. Kulit buah manggis juga memiliki senyawa triterpen yang tergolong senyawa terpenoid dan aktif melawan bakteri dengan cara merusak membran sel bakteri (Cowan, 1999: 571). Semua konsentrasi ekstrak kulit buah efektif menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa karena memiliki zona hambat dalam kisaran 9-14 mm. Diameter zona hambat terbesar diperoleh pada perlakuan ekstrak kulit buah dengan konsentrasi 37,5 mg/mL. Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa terjadi peningkatan besar diameter zona hambat hingga konsentrasi 37,5 mg/mL. Kemudian pada konsentrasi 50 mg/mL, diameternya mengalami penurunan. Hal ini didukung oleh uji Regresi, dimana ternyata perbedaan konsentrasi ekstrak kulit buah tidak berpengaruh terhadap diameter zona hambat bakteri. Hal ini 50 dikarenakan pada konsentrasi ekstrak yang lebih besar terjadi kejenuhan, sehingga senyawa aktif tidak terlarut sempurna. Molekul besar mengalami kesulitan berdifusi pada medium agar (Timri dalam Maleki et al., 2008; 1288). Nilai MIC ekstrak kulit buah terhadap bakteri P. aeruginosa yang diperoleh adalah sebesar 500 mg/mL, yang berarti bahwa pada konsentrasi ini ekstrak dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Ini terlihat dari Tabel 4.4, dimana tingkat kekeruhan biakan bakteri dan ekstrak kulit buah manggis pada jam ke-24 sama dengan jam ke-0. Pada konsentrasi ekstrak kulit buah manggis 600 mg/mL, kekeruhan biakan bakteri dan ekstrak usia 24 jam dengan usia 0 jam juga sama, namun nilai MIC yang diambil adalah 500 mg/mL, dimana nilai MIC merupakan nilai konsentrasi terendah ekstrak dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 700 mg/mL, biakan bakteri dan ekstrak pada usia 24 jam lebih bening dibandingkan usia 0 jam, diduga pada konsentrasi ini ekstrak telah dapat membunuh bakteri P. aeruginosa, dan bakteri yang mati lisis, sehingga komponen-komponen penyusun sel terlarut dalam medium, menyebabkan medium yang berisi biakan bakteri yang telah mati dan ekstrak usia 24 jam lebih bening dibanding usia 0 jam.