BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, pencemaran logam berat pada ekosistem perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara di dunia (Almeide et al., 2009; Rumahlatu, 2012). Secara alami, logam merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdapat di alam. Namun, pencemaran logam berat di lingkungan semakin meningkat akibat aktivitas manusia di bidang pertanian, industri, dan pertambangan. Salah satu logam berat yang memiliki toksisitas tinggi terhadap organisme adalah kadmium (Cd) (Darmono, 1999; Palar, 2008; Rumahlatu, 2012). Kadmium (Cd) termasuk logam berat yang bersifat non-esensial (Darmono, 1999; Rumahlatu, 2012). Logam ini bersifat toksik pada konsentrasi rendah (Yarsan et al., 2007). Cd memiliki kemampuan untuk berikatan dengan gugus S (sulfur) dan karboksil (-COOH) molekul protein, sehingga menghambat enzim yang berperan dalam proses metabolisme (Palar, 2008). Selain itu, Cd merupakan logam berat yang berbahaya karena bersifat non degradable dan dapat terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan (Rochyatun and Rozak, 2007). Dampak negatif kadmium pada manusia dan hewan adalah terganggunya fungsi ginjal yang ditandai dengan gejala glikosuria, proteinuria, aciduria, dan hiperkalsiuria. Gejala tersebut bila berlanjut akan menyebabkan gagalnya fungsi 1 2 ginjal dan menyebabkan kematian (Darmono, 1999). Selain itu, kasus keracunan Cd ditandai dengan gejala rasa sakit pada tulang, seperti yang terjadi di Prancis pada pekerja industri baterai yang terpapar oleh debu yang mengandung partikel CdO. Kasus keracunan Cd juga dilaporkan di Jepang pada tahun 1950-an. Penderita mengalami kerapuhan tulang dengan gejala rasa sakit pada persendian tulang belakang dan tulang kaki. Penyakit yang dikenal dengan itai-itai disease ini disebabkan masyarakat mengkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar oleh logam Cd (Palar, 2008; Kaji, 2012). Aktivitas manusia merupakan penyebab utama peningkatan pencemaran Cd di lingkungan. Di bidang industri, senyawa CdS dan CdSes digunakan sebagai pewarna cat dan plastik. Selain itu, senyawa Cd-sulfat (CdSO4) dalam industri baterai digunakan dalam pembuatan sel weston karena mempunyai potensial yang stabil. Persenyawaan Cd dalam bentuk Cd-stearat juga digunakan dalam industri manufaktur polivinil klorida sebagai bahan yang berfungsi sebagai stabilisator (Landis and Yu, 2003; Palar, 2008; Fitriawan et al., 2011). Rerata produksi kadmium di seluruh dunia mengalami peningkatan yang signifikan, dari 20 ton pada tahun 1920 menjadi 12.000 ton pada periode tahun 1960–1969, 17.000 ton pada tahun 1970-1984 dan 20.000 ton sejak tahun 1987 (Ololade dan Olongundudu, 2007). Aktivitas manusia tersebut mengemisikan limbah Cd ke lingkungan dan terbawa melalui air dan udara sehingga tersebar luas di wilayah perairan, pertanian, dan pemukiman. Pencemaran Cd di wilayah perairan dapat terakumulasi dengan mudah dalam sedimen maupun organisme, sehingga 2 3 menyebabkan gangguan pada sistem biologis organisme akuatik yang hidup di perairan yang tercemar (Darmono, 1999). Salah satu organisme akuatik yang digunakan dalam kegiatan biomonitoring pencemaran logam berat di wilayah perairan adalah kerang (Tessier et al., 1996). Hal ini disebabkan kerang hidupnya sesil dengan pergerakan terbatas, sehingga hewan ini dapat menyerap Cd di lingkungan perairan yang tercemar Cd (Fitriawan et al., 2011; Bat et al., 2012). Akumulasi logam dalam kerang terjadi melalui transpor air secara langsung melewati insang dan atau makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan (Jamil et al., 1999; Bat et al., 2012). Kandungan logam dalam tubuh kerang dapat digunakan untuk merefleksikan kontaminasi logam di perairan (Jamil et al., 1999; Nugroho and Frank, 2011; Bat et al., 2012). Evaluasi logam berat yang masuk ke dalam tingkatan tropik rantai makanan dapat dilakukan dengan menentukan kandungan logam berat pada organisme. Pola akumulasi logam berat dalam organisme dapat diprediksi melalui model toksikokinetik (Rumahlatu, 2012). Toksikokinetik merupakan model dengan bentuk deskripsi matematis mengenai pergerakan toksikan dalam tubuh organisme (Duffus and Worth, 2006; Devillers, 2009). Model ini melibatkan 4 proses, yaitu absorpsi toksikan (A), distribusi toksikan (D), metabolisme atau biotransformasi toksikan (M), dan ekskresi atau eliminasi toksikan (E) (ADME). Model toksikokinetik menunjukkan kecepatan absorpsi dan ekskresi toksikan oleh organisme sehingga dapat digunakan untuk menilai resiko dan bahaya suatu toksikan di dalam tubuh organisme (Duffus and Worth, 2006; Catherine and Oliver, 2009; Priyanto, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini 3 4 menggunakan kerang air tawar (Elongaria orientalis Lea, 1840) sebagai hewan uji untuk mempelajari toksikokinetik Cd. B. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana toksikokinetik (laju absorpsi, bioakumulasi, dan laju eliminasi) Cd pada kerang air tawar (Elongaria orientalis Lea, 1840) ?. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mempelajari toksikokinetik Cd pada kerang air tawar (Elongaria orientalis Lea, 1840). D. Manfaat Penelitian Toksikokinetik Cd pada kerang air tawar (Elongaria orientalis Lea, 1840) diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai laju absorpsi dan eliminasi logam Cd sehingga dapat digunakan untuk mendeskripsi dan memprediksi risk and safety serta bioavailabilitas logam Cd di perairan. Penggunaan E. orientalis sebagai hewan uji diharapkan dapat menambah informasi mengenai potensi kerang ini sebagai bioakumulator dan diharapkan dapat digunakan sebagai starting point untuk mengkaji lebih lanjut mengenai ekologi E. orientalis dan jenis kerang air tawar yang lain di Indonesia. 4 5 E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium menggunakan kerang air tawar sebagai hewan uji. Kerang dipelihara dalam akuarium dengan pendedahan Cd konsentrasi 20 µg L-1 selama 24 hari dan depurasi sampai hari ke-36. Kandungan Cd dalam organ kerang dianalisis untuk mempelajari toksikokinetik Cd. 5