Pada minggu ke 31, gerakan janin normal adalah lebih dari

advertisement
Analisis Masalah
1. Fetal movement
a. Bagaimana normal fetal movement?
Pada minggu ke 31, gerakan janin normal adalah lebih dari 10x per 12 jam. Atau
dihitung pagi 1 jam, dan malam 1 jam. Normalnya rata-rata gerakan 34x per hari,
dan jangan kurang dari 15x per hari. Gerakan bayi makin kuat, teratur dan
terkendali. Kadang ibu hamil sampai merasakan rahim kontraksi.
b. Bagaimana interpretasi dari fetal movement (mengidikasikan apa)?
Jumlah gerakan janin yang diharapkan memang adalah 10 kali dalam satu hari ,
artinya janin ini dalam keadaan baik (masuk dalam 11% yang fisiologis), namun
perlu diketahui bahwa jenis gerakan yang seharusnya terjadi pada trimester III
adalah “stepping” yaitu gerakan memutar (bicycling) dari kaki yang seharusnya
membantu untuk memutar kepala kebawah untuk persiapan kelahiran. Bila
gerakan ini terjadi pada bayi ke 5 ibu ini maka kemungkinan besar bayi ini akan
memutar dan menghasilkan presentasi kepala yang normal, karena sebagian besar
presentasi bokong akan menjadi presentasi kepala pada usia 34 minggu, dan
kemungkinan pada bayi ini cukup tinggi.
Penghitungan ini secara informal dikenal sebagai jumlah tendangan . The
American Pregnancy Association menyatakan bahwa keuntungan melakukan
tendangan jumlah berkisar dari memberikan wanita hamil kesempatan untuk
ikatan dengan bayinya untuk mengurangi risiko bayi lahir mati , .Jumlah
tendangan terutama dianjurkan pada kehamilan berisiko tinggi [ 22 ]
Adapun Cara melakukan pemeriksaan “kick Count” ini adalah : Untuk membuat
jumlah tendangan , seorang wanita menemukan posisi yang nyaman , seperti
duduk tegak dengan punggung didukung atau berbaring miring ke kiri ( yang
memaksimalkan aliran darah ke janin ) , dan waktu berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk merasa setidaknya sepuluh gerakan seperti sebagai tendangan ,
berdebar , atau gulungan . Idealnya , sepuluh gerakan harus dirasakan dalam
waktu dua jam (walaupun ada yang mengatakan 10 gerakan dalam satu hari
cukup) , walaupun sering jumlah tersebut tercapai dalam waktu yang jauh lebih
singkat . Hasilnya dapat direkam untuk mengungkapkan pola gerakan . Perubahan
yang signifikan dalam pola ini dapat memberitahu seorang wanita dari masalah
dengan janinnya , yang memungkinkan dirinya untuk memberitahu praktisi nya
awal dalam kasus masalah
2. Pemeriksaan fisik
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik?
 Tinggi badan , Berat Badan , TD, Pulse, RR ?
BMI = BB(kg) / TB2(dalam meter)
45/1,502 = 20 kg/m2 (Normal)
Laki-Laki
Perempuan
Kurus
<17 kg/m2
<18 kg/m2
Normal
17-23 kg/m2
18-25 kg/m2
Gemuk
23-27 kg/m2
25-27 kg/m2
Obesitas
>27 kg/m2
>27 kg /m2
(Sumber: Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI
2003)
Berat Badan Ibu Hamil :
BBIH : BBI + (UH x 0.35)
BBIH
: Berat Badan Ideal Ibu Hamil
BBI
: Berat Badan Ideal Ibu
UH
: Usia Kehamilan dalam minggu
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas

Kasus
126/73 mmHg
92 x/m
22 x/m
Nilai normal
120/80 mm/Hg
60-100 x/m
16-24 x/m
Interpretasi
Normal
Normal
Normal
Palpebra conjungtiva pucat , bagian keras teraba di sisi kanan abdomen ibu?
Palpebra
konjunctiva
Kasus
pucat
Nilai normal
Pink kemerahan
Interpretasi
Anemia

pasokan
hemoglobin
dan
sel darah merah
↓
pucat
palpebra
Pemeriksaan luar
hard
parts
are
gambaran
pada
dan
konjunctiva
Presentasi bokong
palpabled in the
right
side
of
mother’s
abdomen.
b. Berapa pertambahan berat badan yang normal pada ibu hamil?
Normalnya, berat badan akan bertambah sebanyak 12-15 kg selama kehamilan.
Pada trimester ke-2 janin akan tumbuh hingga 10 gram per hari. Pada minggu ke
16 bayi akan tumbuh sekitar 90 gram, minggu ke-20 sebanyak 256 gram,
minggu ke 24 sekitar 690 gram, dan minggu ke 27 sebanyak 900 gram.
Beberapa sumber menggolongkan kenaikan berat badan normal saat hamil
berdasarkan indeks masa tubuh Anda sebelum masa kehamilan, seperti berikut
ini:
Kriteria Kenaikan Berat Normal Badan Pada Ibu Hamil:
1. Ibu hamil yang sebelumnya memiliki berat badan underweight dengan
indeks massa tubuh (BMI) kuang dari 18,5 maka peningkatan berat badan
dikatakan normal bila bobotnya bertambah 13 sampai 18 kg.
2. Ibu hamil yang sebelumnya memiliki berat badan normal dengan indeks
massa tubuh (BMI) antara 18,5 dan 24,9 maka peningkatan berat badan
dikatakan normal jika bertambah 11 hingga 16 kg.
3. Pada ibu overweight dengan indeks massa tubuh (BMI) antara 25 dan 29,9
maka peningkatan berat badan dikatakan normal bila ibu hamil bobotnya
bertambah 7 sampai 11 kg.
4. Ibu yang mengalami obesitas sebelum hamil dengan indeks massa tubuh
(BMI) lebih dari 30 maka peningkatan berat badan dikatakan normal bila
pada saat hamil bobotnya bertambah 5 sampai 9 kg.
Idealnya, berat badan calon ibu saat mulai kehamilan berkisar antara 45 sampai
65 kg. Calon ibu yang memiliki berat badan yang kurang (underweight) atau
berlebih (overweight) dapat menimbulkan risiko pada ibu maupun janin dalam
kandungan. Berat badan yang berlebih (overweight) bisa menimbulkan
berbagai dampak negatif terhadap ibu dan janin baik selama hamil, persalinan,
maupun setelah proses persalinan.
ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Definisi Anemia Pada Ibu Hamil
Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh
seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang berarti juga minimnya
oksigen ke seluruh tubuh. Apabila oksigen dalam tubuh berkurang maka orang tersebut akan
menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah. Indikasinya penyakit ini bisa diketahui dengan
memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku, tangan dan kaki, jari-jari tangan
dan mukosa mulut.
Menurut WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin pada lakilaki dewasa < 13 g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, pada
umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada anak umur 5-11 tahun
dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl.
Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat kekurangan zat
besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake unsur zat besi ke dalam
tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan penggunaan atau terlalu banyak
zat besi yang keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan zat besi akan
bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester II hal ini disebabkan meningkatnya
kebutuhan janin yang dikandung oleh ibu.
Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel
darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau
beberapa unsur makanan yang esensial. Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam
folat, dan/atau vitamin B12.
Epidemiologi Anemia Pada Ibu Hamil
a. Menurut Individu
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan usia
yang mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami
pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia pada
tahun 1999-2005 di dunia masih tinggi dimana prevalensi pada balita 47,4%, anak
usia sekolah 25,4%, wanita tidak hamil 30,2%, wanita hamil 41,8%, pada lansia
23,9% dan terendah pada laki-laki 12,7%.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan tahun
2005 di 4 kabupaten/kota di Sumatera Utara yaitu Medan, Binjai, Deli Serdang dan
Langkat prevalensi anemia pada pekerja wanita 40,5%.
Hal ini di tegaskan kembali oleh Amiruddin dkk pada tahun 2007 di Baltimurung
Sulawesi Selatan menemukan hubungan umur ibu dengan kejadian anemia dan
responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan umur < 20
tahun dan >35 tahun sebanyak 20 (74,1%) orang dan pada umur 20-35 tahun
sebanyak 51 (50.5%) orang yang menderita anemia.
b. Menurut Tempat
Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara sedang
berkembang ketimbang Negara yang sudah maju. Prevalensi anemia ibu hamil pada
tahun 2005 di beberapa Negara terbelakang sangat tinggi seperti di Kongo adalah
67,30%, di Nigeria 65,51% dan di Eithopia 62,68%. Prevalensi ini mulai berkurang di
Negara berkembang seperti di India 44,33% dan Indonesia 44,33%. Sedangkan di
Negara maju prevalensi anemia pada ibu hamil sangat rendah yaitu 11,46% di Prancis
dan 5,7% di United States.
c. Menurut Waktu
Pada suatu penelitian yang diadakan di beberapa praktek bidan swasta dalam
kotamadya Medan, ditemukan bahwa terjadi peningkatan penderita anemia dengan
makin tuanya usia kehamilan. Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada
trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar
70%. Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang
dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih
lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita
akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih
banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg
akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar
40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.
Faktor Risiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah:
a. Usia
Umur ideal untuk kehamilan yang risikonya rendah adalah pada kelompok umur 20-35 tahun.
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, perempuan yang
mengalami kehamilan pada usia berisiko tinggi (35 tahun ke atas) 4,6% tidak pernah
memeriksakan kehamilan, dan yang berusia < 20 tahun 5,1% memeriksakan kehamilan pada
dukun.
Kehamilan pada remaja putri sangat berisiko terhadap dirinya karena pertumbuhan linier
(tinggi badan) pada umumnya baru selasai pada usia 16-18 tahun, dan dilanjutkan dengan
pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah pertumbuhan linier selesai.
b. Umur Kehamilan
Kebutuhan akan berbagai zat gizi termasuk zat besi pada trimester I meningkat secara
minimal. Setelah itu sepanjang trimester II dan III, kebutuhan akan terus membesar sampai
pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran
jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara.
Menurut Doloksaribu (2006) persentase responden yang menderita anemia tertinggi dijumpai
pada umur kehamilan triwulan II (50%) dan triwulan ke III (37,50%). Hal ini disebabkan
karena kebutuhan zat besi pada triwulan II dan III meningkat dengan pesat untuk janin,
plasenta dan penambahan volume darah ibu.
c. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik. Jarak dua kehamilan
yang terlalu pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu yang selanjutnya akan
mempengaruhi hasil produksi. Menurut Depkes RI (2004) jumlah kelahiran yang baik agar
terwujudnya keluarga sejahtera dan sehat adalah berjumlah 2 anak saja dengan jarak
kelahiran sama dengan atau lebih dari 3 tahun.6 Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Hendro di medan (2006) ibu hamil yang jarak kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar
menderita anemia. Seorang wanita yang melahirkan berturut-turut dalam jangka waktu
pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus membagi perhatian kepada kedua
anak dalam waktu yang sama.
d. Konsumsi Tablet Fe
Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi zat besi dengan cara yang benar akan memnuhi
kebutuhan zat besi dalam tubuh yang bisa meningkatkan kualitas kehamilan. Banyak hal
yang membuat ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi zat besi yang terdapat dalam tablet
tambah darah yang diprogramkan pemerintah. Salah satunya adalah gangguan pencernaan
dapat berupa mual dan muntah. Sehingga hal ini perlu mendapat perhatian khusus terutama
dari pemberian pelayanan kesehatan misalnya bidan dan dokter. Jumlah tablet zat besi yang
dikonsumsi ibu hamil adalah minimal 90 tablet dan dianjurkan kepada ibu hamil untuk
mengkonsumsi tablet tambah darah dengan dosis satu kali sehari selama masa kehamilan dan
40 hari setelah melahirkan.
e. Penghasilan
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah status ekonomi,
dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan
makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan
makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapaan terbatas kemungkinan besar kurang dapat
memenuhi kebutuhan makanannya, terutama memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.
Sementara dari hasil penelitian Hendro (2006) menyatakan bahwa keluarga yang
pendapatnya di atas UMR dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarganya terutama ibu hamil
sehingga diasumsikan dapat mencegah terjadinya anemia sedangkan keluarga dengan
pendapatan di bawah UMR dapat diasumsikan belum memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya termasuk gizi ibu hamil.
f. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku untuk hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap
informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup seharihari, khusunya tingkat pendidikan wanita sangat mempengaruhi kesehatannya.
Dari hasil penelitian Hendro (2006), menyatakan ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan ibu yang rendah
diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk terjadinya
anemia sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi maka kemungkinan besar
pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil peluang terjadinya
anemia.
g. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan terhadap ibu hamil oleh petugas
kesehatan untuk memelihara kehamilannya yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan. Tujuan pelayanan antenatal
adalah mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan memperoleh bayi yang
sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini kelainan kehamilan dan deteksi serta antisipasi
dini kelainan janin.
Pelayanan antenatal meliputi lima hal yang dikenal dengan istilah 5T yaitu timbang berat
badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, nilai status imunisasi TT dan pemberian
tablet tambah darah. Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh Ibu hamil yang ditujukan
untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil
dapat mengonsumsi tablet Fe lebih dari 90 tablet selama kehamilan.
K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat
pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah
kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan ante natal minimal 4 kali yaitu 1 kali
pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester
ketiga.
Klasifikasi Anemia
Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi
tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang pada akhirnya
pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat perdarahan
menahun. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering terjadi.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga cadangan besi makin
menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Jika
kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
sehingga dapat menimbulkan anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut
dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu,
anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya peradangan
pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan. Selain gejala khas tersebut pada anemia
defisiensi besi juga terjadi gejala umum anemia seperti lesu, cepat lelah serta mata
berkunang-kunang.
b. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat selsel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat
(sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme terjadinya anemia jenis ini
adalah karena kerusakan sel induk dan kerusakan mekanisme imunologis. Anemia jenis
ini biasanya ditandai dengan gejala perdarahan seperti petikie dan ekimosis (perdarahan
kulit), perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan sub konjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia.
Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai , tetapi jika terjadi perdarahan pada otak
sering bersifat fatal. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung akibat anemia
berat dan kematian akibat infeksi yang disertai perdarahan.
c. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan
asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam sumsum
tulang belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang
besar.
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi
gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12
dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan
secara khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan
sintesis DNA pada inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin
lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel
eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar
disebut sebagai sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan
saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup
eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta dan
Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa anensefali, spina bifida
(kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-ensefalokel (tidak menutupnya
tulang kepala). Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya tabung saraf
tulang belakang untuk tertutup.
Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang sama seperti
terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi vitamin B12
disertai dengan gejala neurologik seperti mati rasa.
d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah penghancuran
atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya. Hemolisis berbeda dengan proses
penuaan yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya.15 Pada
dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu anemia
hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular ) yang sebagian besar
bersifat herediter dan anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular)
yang sebagian besar bersifat didapatkan seperti malaria dan transfusi darah.
Proses hemolisis akan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang akan
mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi
oleh mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga segera
menurunkan kadar hemoglobin.
Seperti pada anemia lainnya pada penderita anemia hemolitik juga mengalami lesu,
cepat lelah serta mata berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh
faktor genetik gejala klinik yang timbul berupa ikterus, splenomegali, kelainan tulang dan
ulkus pada kaki.
Mekanisme terjadinya Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama kehamilan
adalah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit
ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari.
Volume darah ibu bertambah lebih kurang 50% yang menyebabkan konsentrasi sel
darah merah mengalami penurunan. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu
rendah yang menyebabkan Hb sampai <11 gr%. Meningkatnya volume darah berarti
meningkat pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi sel-sel darah merah
sebagai kompensasi tubuh untuk menormalkan konsentrasi hemoglobin.
Pada kehamilan, fetus menggunakan sel darah merah ibu untuk pertumbuhan dan
perkembangan terutama pada tiga bulan terakhir kehamilan. Bila ibu telah mempunyai
banyak cadangan zat besi dalam sumsum tulang sebelum hamil maka pada waktu kehamilan
dapat digunakan untuk kebutuhan bayinya.
Akan tetapi bila pembentukan sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah yang menyebabkan konsentrasi
atau kadar hemoglobin tidak dapat mencapai normal sehingga akan terjadi anemia. Keadaan
ini dapat terjadi mulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan umur 32 sampai 36 minggu.
Gejala Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu, anemia
jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya peradangan pada sudut
mulut dan nyeri pada saat menelan. Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat
lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun,
konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah).
Keluhan anemia yang paling sering dijumpai dimasyarakat adalah yang lebih dikenal
dengan 5L yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Disamping itu penderita kekurangan zat
besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi
Pengaruh anemia terhadap kehamilan
Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah:
⁻ keguguran (abortus),
⁻ kelahiranprematurs,
⁻ persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri),
⁻ perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri),
⁻ syok,
⁻ infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin,
⁻ serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis.
⁻ Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan
(Wiknjosastro, 2005; Saifudin, 2006 ).
Pengaruh anemia pada kehamilan.

Risiko pada masa antenatal berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban
pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah,
perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.

Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah,
gawat janin (Anonim,”tt”).

Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus
premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi
kordis hingga kematian ibu (Mansjoer dkk., 2008 ).

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena
ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer
dkk., 2008).

Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan
mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi ( Smith et al., 2010 ).
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan:
⁻ gangguan his-kekuatan mengejan,
⁻ Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar,
⁻ Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan
operasi kebidanan,
⁻ Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat atonia uteri,
⁻ Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
⁻ Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis
mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae ( Shafa,
2010 ; Saifudin, 2006)
Penyebab Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Secara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil yaitu:
1. Kehilangan Banyak Darah
Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak
mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat
menggantikan
hilangnya
Fe
saat
menstruasi.
Perdarahan
patologis
akibat
penyakit/infeksi parasit dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap
terjadinya anemia.
2. Asupan Gizi yang Tidak Memadai
Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai angka kecukupan gizi yaitu
26 mikogram/hari. Secara rata-rata wanita mengonsumsi 6,5μg per hari melalui diet
makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber
Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi
penyerapan Fe. Variasi ini disababkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil
dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang
dikonsumsi. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang
dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna. Non heme
iron yang membentuk 90% Fe dari makanan non daging tidak mudah diserap oleh
tubuh.
3. Peningkatan Kebutuhan Fisiologi
Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim
berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan
menyusui. Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe
akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan
untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorps Fe selama
trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi
menggambarkan hubungan suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan
konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan
usia kehamilan.
Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil
Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi
dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30
sampai 40 mgr. Di samping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta.
Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak
kehilangan zat besi.
Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada wanita hamil jauh lebih besar dari pada tidak
hamil. Pada saat hamil trimester I kebutuhan zat besi sedikit karena tidak terjadinya
menstruasi dan pertumbuhan janin lambat. Menginjak kehamilan trimester II (dua) sampai
trimester III (tiga) terjadi pertambahan sel darah merah sampai 35% yang ekuivalen dengan
450 mg besi. Pertambahan ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen oleh janin
yang harus diangkut oleh sel darah merah.
Kemudian saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan pertambahan
besi 300-350 mg. Diperkiakan wanita hamil sampai melahirkan memerlukan zat besi kurang
lebih 40 mg//hari atau dua kali lipat kebutuhan daripada saat kondisi normal (tidak hamil).
Tidak mengherankan bila banyak wanita hamil akhirnya menderita anemia gizi besi karena
kebutuhan meningkat, tetapi konsumsi makanannya tidak memenuhi syarat gizi.
Kebutuhan zat besi selama kehamilan akan meningkat, hal ini bertujuan untuk
memasok tumbuh kembang janin selama dalam kandungan karena pertumbuhan janin
memerlukan banyak sekali zat besi selain itu untuk pertumbuhan plasenta dan peningkatan
volume darah ibu, jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg selama hamil.
Wanita hamil biasanya tidak hanya diberi preparat besi tetapi juga asam folat karena
anemia pada kehamilan selain disebabkan oleh defisiensi zat besi juga oleh kekurangan asam
folat. Penelitian di Universitas California menyatakan bahwa asupan asam folat sebanyak 0,4
mg sehari dapat mencegah kecacatan.
Derajat anemia pada ibu hamil dan penentuan kadar hemoglobin
Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari
11,00 gr%. Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia pada ibu hamil adalah
kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % . Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi,
yaitu:
⁻ Tidak anemia : Hb >11 gr%,
⁻ Anemia ringan : Hb 9-10.9 gr%,
⁻ Anemia sedang : Hb 7-8.9 gr%,
⁻ Anemia berat : Hb < 7 gr% ( Depkes, 2009 ; Shafa, 2010 ; Kusumah, 2009).
Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet, namun cara
oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmet. Sampai saat ini
baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan
darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali selama hamil yaitu pada trimester I dan
trimester III ( Depkes , 2009; Kusumah, 2009 ).
Metoda Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International
Committee for Standardization in Hemathology (ICSH). Menurut cara ini darah dicampurkan
dengan larutan drapkin untuk memecah hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin, daya
serapnya kemudian diukur pada 540 mm dalam kalorimeter fotoelekrit atau spektrofotometer.
Cara penentuan Hb yang banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan
cukupsederhana tapi ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang dianjurkan
WHO (Masrizal, 2007).
Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu
penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan
perlindungan kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam pencegahan primer.29 Dalam hal
ini pencegahan primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum anemia. Tujuan pencegahan
ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor
risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko.
Pencegahan primer meliputi:
a. Edukasi (Penyuluhan)
Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition education
berupa dorongan agar ibu hamil mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi
tablet besi atau tablet tambah darah minimal selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan
pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum
peristiwa melahirkan. Selain itu, petugas kesehatan juga dapat berperan sebagai konselor atau
sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah anemia pada
kehamilan.
Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang berhasil hanya
jika individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak faktor yang mendukung rendahnya
tingkat kepatuhan tersebut, salah satunya adalah efek samping yang tidak nyaman dari
mengkonsumsi Fe adalah melalui pendidikan tentang pentingnya suplementasi Fe dan efek
samping akibat minum Fe.
b. Suplementasi Fe (Tablet Besi)
Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe dan
kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan ini bervariasi
antara satu wanita dengan yang lainnya tergantung pada riwayat reproduksi. Jika kebutuhan
Fe tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan suplemen Fe terutama
bagi wanita hamil dan masa nifas. Suplemen besi dosis rendah (30mg/hari) sudah mulai
diberikan sejak kunjungan pertama ibu hamil.
c. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan
inti pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi makanan merupakan cara terampuh
dalam pencegahan defisiensi besi. Produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung
gandum serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung serta beberapa produk
susu.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi untuk
menenmukan status patogenik setiap individu di dalam populasi. Pencegahan sekunder
bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit menuju suatu perkembangan kearah
kerusakan atau ketidakmampuan. Dalam hal ini pencegahan sekunder merupakan pencegahan
yang dilakukan pada ibu hamil yang sudah mengalami gejala-gejala anemia atau tahap
pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala
penyakit atau gangguan kesehatan.
Yang dapat dilakuakan tenaga kesehatan antara lain :
a. Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam
mengurangi morbiditas anemia. Bagi wanita hamil harus dilakukan skrining pada kunjungan I
dan rutin pada setiap trimester. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb)
untuk mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk
dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap
tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa
berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan yang
sesuai dengan hasil tersebut.
b. Pemberian terapi dan Tablet Fe
Jika ibu hamil terkena anemia, maka dapat ditangani dengan memberikan terapi oral dan
parenteral berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk
diberikan transfusi (jika anemia berat).
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan
menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan
menimbulkan kerusakan. Dalam hal ini pencegahan tersier ditujukan kepada ibu hamil yang
mengalami anemia yang cukup parah dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke
arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah
serangan ulang dan memperpanjang hidup. Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil
diantaranya yaitu :
a.memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin.
b.mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap
mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat
setelah persalinan.
Penatalaksanaan
Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau
dapat secara suntikan (parenteral).
⁻ Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau
Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak
1 gr% per bulan.
⁻ Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 ml) intravena atau 2×10 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan
hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya
berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal,
anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk (Sasparyana, 2010 ;
Wiknjosastro 2005).
Download