SIARAN PERS KOALISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA UNTUK MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jl. Siaga II No. 31 Pejaten, Jakarta Selatan, Indonesia 12510, Ph: (62-21) 79192564/(62-21) 7972662, Fax: (62-21) 79192519, e-mail: [email protected] Masyarakat Sipil Indonesia Bekerjasama dengan Komnas HAM merayakan Hari Keadilan Internasional, 17 Juli 2013 Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court, ICC) bersama-sama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyambut Hari Keadilan Internasional yang diperingati secara internasional setiap tanggal 17 Juli dengan mengadakan briefing untuk media tentang Mahkamah Pidana Internasional. Turut berbicara dalam kegiatan tersebut adalah Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah; Direktur Eksekutif HRRC dan Pelapor Khusus PBB untuk Korea Utara, Marzuki Darusman; serta Direktur FRR Law Office dan Pakar Hukum Humaniter Internasional, Dr. Fadillah Agus. Para pembicara sepakat bahwa upaya meratifikasi Statuta Roma harus terus didorong untuk memastikan implementasi RANHAM 20112014, mengakhiri impunitas dan meningkatkan perlindungan HAM bagi penduduk Indonesia. Pengalaman kegagalan meratifikasi pada tahun 2008, menunjukkan masih adanya keraguan dari sejumlah pihak di pemerintahan tentang ratifikasi tersebut, yang lebih banyak disebabkan karena kekhawatiran dan kesalahpahaman dalam memandang Mahkamah Pidana Internasional. DPR RI telah menyatakan dukungannya terhadap rencana ratifikasi seperti disampaikan dalam lokakarya tentang MPI ini pada bulan Mei 2013 bekerjasama dengan Parliamentarians for Global Action (PGA). Pada peringatan Hari Keadilan Internasional tahun 2012, Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, juga memberikan dukungan. Berbagai tokoh dan akademisi juga telah menyampaikan aspirasi yang sama tentang ratifikasi Statuta Roma. Roichatul Aswidah, Komisioner Komnas HAM, menyatakan “Walaupun Statuta Roma merupakan instrumen hukum pidana internasional untuk menindas dan mencegah kejahatan yang paling serius yang menjadi urusan komunitas internasional secara keseluruhan, Statuta Roma juga merupakan instrumen hukum Internasional yang melindungi HAM dan menjunjung asas-asas HAM. Oleh karena itu Komnas HAM, sesuai dengan tujuan, fungsi, dan wewenangnya dalam pemajuan, perlindungan, penegakkan, dan pelaksanaan HAM, mendorong disahkannya Statuta Roma dalam waktu yang tidak terlampau lama.” Marzuki Darusman menyatakan “Dengan menjadi anggota MPI/ICC, komitmen Indonesia terhadap hukum internasional menjadi lebih kuat dan tidak perlu ada ketakutan karena Indonesia tetap memiliki kedaulatan hukum untuk menyelesaikan masalah-masalah pelanggaran HAM internasional di tanah air.” Hal ini kembali ditegaskan oleh Dr. Fadillah Agus yang berpendapat “Komitmen Indonesia tentang keadilan internasional yang selalu disuarakan dalam berbagai forum global maupun regional sebaiknya diwujudkan secara konkrit dengan meratifikasi Statuta Roma. Tidak ada hal prinsipil yang harus dikhawatirkan oleh Indonesia karena sistem ICC adalah sebagai pelengkap dan bukannya menggantikan sistem peradilan pidana nasional. Sebaliknya justru ICC akan membantu proses pembaharuan/penyempurnaan sistem peradilan pidana nasional yang sedang berjalan.” Mahkamah Pidana Internasional dibentuk berdasarkan Statuta Roma 1998 yang disahkan dalam pertemuan diplomatik di Roma, Italia, tahun 1998. Tujuan pembentukan Mahkamah Pidana Internasional diantaranya untuk mendukung pencapaian perdamaian dunia, pencapaian keadilan global, menghentikan praktik impunitas dan mendorong pencegahan terjadinya kejahatan-kejahatan paling serius, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Indonesia perlu meratifikasi Statuta Roma segera. Jakarta, 17 Juli 2013 Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Mahkamah Pidana Internasional Contact person: Zainal Abidin (08128292015 I [email protected]) PRESS RELEASE INDONESIAN CIVIL SOCIETY COALITION FOR THE INTERNATIONAL CRIMINAL COURT Institute for Policy Research and Advocacy (ELSAM), Jl. Siaga II No. 31 Pejaten, Jakarta Selatan, Indonesia 12510, Ph: (62-21) 79192564/(62-21) 7972662, Fax: (62-21) 79192519, email: [email protected] Civil Society collaborates with the Indonesian National Human Rights Commission (Komnas HAM) to commemorate the World Day of International Justice, July 17, 2013 Indonesian Civil Society Coalition for the International Criminal Court (ICC) in collaboration with the Indonesian National Human Rights Commission (Komnas HAM) were welcoming the World Day of International Justice, commemorated on July 17 every year, by having a media briefing about the International Criminal Court. Speakers in the event were Roichatul Aswidah, Commisioner of Komnas HAM; Marzuki Darusman, Executive Director of HRRC and UN Special Rapporteur on Human Rights Situation in North Korea; and Dr. Fadillah Agus, Director of FRR Law Office and expert of International Humanitarian Law. The speakers agree that ratification of the Rome Statute on the International Criminal Court has to be supported to ensure full implementation of RANHAM 2011-2014, to end impunity and to improve human rights protection in Indonesia. Failure to ratify the Statute in 2008 showed hesitation from certain parties in the government that was, and still is, mostly caused by misplaced concern and misunderstanding about the Court. The Parliament of Indonesia (DPR RI) has expressed their support for the ratification plan as stated in a workshop on ICC held in May 2013 conducted in cooperation with Parliamentarians for Global Action (PGA). On the celebration of International Justice Day in 2012, Justice Akil Mochtar from the Constitutional Court, also expressed his support. Numerous academicians and public figures have also stated similar support. Roichatul Aswidah, Komnas HAM Comissioner, stated “Although the Rome Statute is an international criminal law instrument to prosecute the most seriojs crimes of international concern, it is also an international legal instrument that protect human rights and uphold human rights principles. Thus, Komnas HAM, in accordance to its goal, function and mandate for the advancement, protection, enforcement and implementation of human rights, encourage the accession to the Rome Statute not long in the future.” Marzuki Darusman expressed his opinion by saying “By becoming a state party to the ICC, Indonesia reaffirms its commitment to uphold international law, thus people should not be afraid because we still have legal souvereignty to address violations of international human rights happened in our beloved nation.” Dr. Fadillah Agus emphasised this point again by stating “Indonesian commitment on international justice that has always been conveyed in many global and regional forum should have a concrete realization by the ratification of the Rome Statute. There are no principal things that Indonesia needs to worry about, because ICC is a complementary system and will not replace our national justice system. In contrary, ICC will assist the on-going criminal justice reform.” The International Criminal Court is established based on the Rome Statute 1998 adopted at a Diplomatic Conference held in Rome, Italy, in 1998. The ICC is established to support the goals of achieving world peace, global justice, to end impunity and to prevent the most serious crimes of international concern from happening, such as the crime of genocide, crimes against humanity, war crimes and the crime of aggression. Indonesia need to ratify the Rome Statute soon. Jakarta, 17 July 2013 Indonesian Civil Society Coalition for the International Criminal Court Contact person: Zainal Abidin (08128292015 I [email protected])