Eksistensi Hak Tanggungan dalam Kontrak Investasi Kolektif

advertisement
58 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
Eksistensi Hak Tanggungan dalam Kontrak
Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA)
sebagai Konsep Trusts
Riky Rustam
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Jln. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta
[email protected]
Abstract
This research aims at discussing the problems concerning KIK-EBA agreement related to the existence
of personality principles and ownership status of mortgage whose trust is secured in KIK-EBA. The
problem discussed is related to any legal effects of the implementation of KIK-EBA as an agreement
consisting of three parties on the existence of personality principles and related to the ownership status
of mortgage in the securitization mechanism used in KIK-EBA. This was a normative research whose
data were collected by using a library research method. The findings conclude that KIK-EBA is not an
exception of personality principle; besides, since the formal condition of agreement is not fulfilled, KIKEBA is null and void. The ownership of mortgage in KIK-EBA is still owned by the original creditor
although purchase and sale of trust has occurred as a true sale in KIK-EBA.
Key words : Collective investment contract, trusts, mortgage
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan permasalahan mengenai perjanjian KIK-EBA terkait
adanya asas personalitas dan status kepemilikan hak tanggungan yang piutangnya disekuritisasi dalam
KIK-EBA. Masalah yang diteliti adalah mengenai akibat hukum penerapan KIK-EBA sebagai suatu
perjanjian yang terdiri dari tiga pihak terhadap adanya asas personalitas dan mengenai status
kepemilikan hak tanggungan dalam mekanisme sekuritisasi yang digunakan dalam KIK-EBA. Metode
yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan mengumpulkan data secara studi
pustaka (library research). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa KIK-EBA bukanlah salah satu
pengecualian dari asas personalitas, selain itu, dengan tidak terpenuhinya syarat formal perjanjian, KIKEBA menjadi batal demi hukum. Kepemilikan hak tanggungan dalam KIK-EBA tetap dimiliki oleh kreditor
asal, meskipun telah terjadi jual beli piutang secara jual putus dalam KIK-EBA.
Kata kunci : Kontrak investasi kolektif, trusts, hak tanggungan
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 59
Pendahuluan
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) merupakan suatu
bentuk perjanjian yang penerapannya mencontoh konsep trusts dalam sistem hukum
common law dan kemudian diterapkan di Indonesia yang menggunakan sistem hukum
civil law.1 Adanya perbedaan antara sistem hukum common law dan sistem hukum civil
law tersebut memiliki dampak terhadap pemberlakukan KIK-EBA di Indonesia yang
menimbulkan konflik antara norma yang satu dengan norma yang lainnya.
Konflik norma ini terjadi dikarenakan sebagai salah satu bagian dari
kegiatan pasar modal, pelaksanaan KIK-EBA hingga saat ini belum memiliki
ketentuan peraturan perundang-undangan khusus (lex specialis) yang mengatur
dan melindungi pemberlakuan KIK-EBA di pasar modal Indonesia.2
Tidak adanya ketentuan khusus tersebut disebabkan Undang-Undang Pasar
Modal Indonesia yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UUPM), hanya mengatur mengenai masalah kontrak investasi kolektif (KIK)
(Pasal 18 ayat (1) huruf b), sedangkan mengenai KIK-EBA sama sekali belum diatur
dalam undang-undang ini.
Pengaturan mengenai KIK-EBA saat ini hanya dapat ditemukan dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Peraturan BAPEPAM yang salah
satunya adalah Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep493/BL/2008 tentang Perubahan Peraturan Nomor IX.K.1 tentang Pedoman
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Peraturan BAPEPAM Nomor
IX.K.1).3 Tidak adanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur KIK-EBA mengakibatkan belum ada dasar hukum yang kuat untuk
dapat melindungi penerapan KIK-EBA dalam pasar modal Indonesia terutama
terhadap pertentangan antara konsep KIK-EBA dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan bersifat pemaksa (dwingend recht).
1Gunawan
Widjaja, “Sekuritisasi Aset dalam Kegiatan Pasar Modal dan Dampak Kasus Subprime Mortgage
di Amerika Serikat terhadap Pasar Sekuritas Global”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27-No.03, 2008, hlm. 53.
2Baca Pasal 56 sampai dengan Pasal 63 UUPM.
3Hingga penelitian ini dibuat, belum ada ketentuan atau peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan yang
mengatur tentang KIK-EBA sebagai pengganti ketentuan BAPEPAM tersebut, sehingga berdasarkan Pasal 70
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peneliti masih menggunakan Peraturan
BAPEPAM tersebut sebagai Bahan Penelitian.
60 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
Pertentangan tersebut antara lain: Pertama, pertentangan dengan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT). Pertentangan ini terjadi disebabkan
Pasal 2 Peraturan BAPEPAM Nomor IX.K.1 menyebutkan bahwa “Aset yang
membentuk portofolio kontrak investasi kolektif efek beragun aset dapat diperoleh
dari kreditor awal melalui pembelian atau tukar-menukar dengan kontrak
investasi kolektif efek beragun aset”.
Berdasarkan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, pembelian aset yang
membentuk portofolio KIK-EBA (dalam hal ini piutang) yang disebutkan Pasal 2
Peraturan BAPEPAM Nomor IX.K.1 tersebut di atas, memiliki implikasi lain yang
ditentukan oleh Pasal 16 UUHT, implikasinya adalah adanya ketentuan Pasal 16
ayat (2) UUHT yang menentukan bahwa setiap terjadinya peralihan piutang
termasuk dengan mekanisme jual beli, maka hak tanggungan yang melekat pada
piutang tersebut juga ikut beralih, dan peralihan hak tanggungan itu wajib untuk
didaftarkan. Sebagaimana Pasal 16 ayat (1) UUHT yang menyebutkan “Jika
piutang yang dijamin dengan hak tanggungan beralih karena cessie, subrogasi,
pewarisan, atau sebab-sebab lain, hak tanggungan tersebut ikut beralih karena
hukum kepada kreditor yang baru”. Pasal 16 ayat (2) menyebutkan bahwa
“beralihnya hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada kantor pertanahan”.
Dalam praktiknya, ketentuan yang diatur dalam Peraturan BAPEPAM Nomor
IX.K.1 mengalami pertentangan dengan Pasal 16 ayat (2) UUHT ketika peralihan
piutang itu tidak disertai dengan proses pendaftaran karena Peraturan BAPEPAM ini
tidak dilengkapi dengan ketentuan yang sama untuk mendaftarkan peralihan piutang.
Pertentangan antara Peraturan BAPEPAM dengan UUHT tersebut jika
diselesaikan menggunakan asas lex specialis derogat legi generalis (peraturan yang
bersifat khusus dapat mengesampingkan peraturan yang bersifat umum) maupun
menggunakan asas lex posterior derogat legi priori (peraturan yang terbaru (posterior)
dapat mengesampingkan peraturan yang lama (prior), maka akan tetap
memenangkan UUHT dibandingkan Peraturan BAPEPAM karena Peraturan
BAPEPAM bukan merupakan bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 61
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan BAPEPAM tentang KIKEBA ini juga tidak didukung oleh UUPM sebagai Undang-Undang khusus yang
mengatur tentang Pasar Modal karena UUPM tersebut hanya mengatur tentang KIK
dan tidak mengatur tentang KIK-EBA.
Kedua, KIK-EBA sebagai suatu perjanjian tetapi tidak memenuhi syarat
sahnya perjanjian yang ditentukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia (KUHPerdata). Keabsahan suatu perjanjian dalam hukum perdata
Indonesia ditentukan dengan terpenuhinya syarat sah perjanjian4 dan asas-asas
pembuatan suatu perjanjian. Jika dilihat dari sistem hukum Indonesia yang
menganut sistem hukum civil law, dalam pembuatan suatu perjanjian dikenal
adanya asas personalitas yang diatur Pasal 1315 KUHPerdata. Asas ini
menentukan bahwa “pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas
nama sendiri atau meminta ditetapkanya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”.
Dari rumusan ini dapat dipahami bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang
dibuat seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu atau subjek hukum pribadi,
hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.5
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2014
tentang Laporan Bulanan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
menyebutkan bahwa:
“Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) adalah kontrak
antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang efek
beragun aset dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola
portofolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk
melaksanakan penitipan kolektif”.
Pasal 1 ayat (2) Peraturan OJK tersebut di atas menunjukkan bahwa KIK-EBA
adalah kontrak yang tidak hanya mengikat manajer investasi dan bank kustodian
selaku pembuat perjanjian namun juga mengikat pihak ketiga yaitu investor, bahkan
kedudukan investor dalam perjanjian ini bukan hanya sebagai penerima hak, tetapi
juga sebagai pihak yang memiliki kewajiban yaitu kewajiban untuk membayar unit
penyertaan yang dikeluarkan manajer investasi. Kewajiban yang dibebankan kepada
4Pasal
1320 KUHPerdata.
Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta, 2003, hlm.14-15.
5Kartini
62 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
investor ini tidak sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam perjanjian derden
beding (bentuk perjanjian mengikat pihak ketiga sebagai pengecualian asas
personalitas yang dikenal dalam sistem hukum civil law seperti di Indonesia), pihak
ketiga dalam perjanjian semacam ini hanya merupakan pihak yang menikmati
manfaat atas perjanjian tersebut tanpa dibebani suatu kewajiban,6 sebagai contoh
adalah perjanjian asuransi.
Konstruksi hubungan hukum KIK-EBA yang memiliki tiga pihak7 sekaligus
di dalamnya tersebut mengakibatkan terjadinya dualisme kepemilikan piutang
yang dilekati hak tanggungan yaitu antara legal owner (manajer investasi) dan
beneficiary owner (para investor).8 Dualisme kepemilikan ini menyebabkan tidak
dapat dipahami siapakah yang akan menjadi pemilik hak tanggungan dalam
konstruksi KIK-EBA, sebagai pihak yang dapat melakukan pengambilalihan aset
apabila debitor cidera janji (wanprestasi).
Selain itu, pertentangan antara peraturan BAPEPAM dan UUHT tersebut di
atas juga menyebabkan terlanggarnya ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata yang
menentukan bahwa ”Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undangundang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Hal ini dikarenakan dengan tidak dilakukannya pendaftaran atas peralihan hak
tanggungan dalam KIK-EBA, pelaksanaan KIK-EBA tersebut telah melanggar
Pasal 16 ayat (2) UUHT yang merupakan syarat formal dari perjanjian formil KIKEBA.9
Dari hal-hal di atas dapat dilihat bahwa jenis perjanjian ini adalah perjanjian
baru yang baru dikenal dalam sistem hukum civil law sehingga perlu dikaji apakah
akibat hukum penerapan konsep KIK-EBA ini dalam sistem hukum Indonesia yang
menganut asas personalitas, terutama mengenai masalah kepemilikan hak
tanggungan atas benda yang memiliki pengaturan tersendiri dalam hukum
Indonesia.
6J.
Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 82.
juga Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
8Jono, “Tinjauan Yuridis Reksa Dana yang Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif sebagai Bentuk Trusts”,
Jurnal Hukum Bisnis, volume 25-No. 01, (2006), hlm. 54.
9Subekti, Hukum Perjanjian, Ctk. Kesembilanbelas, PT. Intermasa, Jakarta, 2002, hlm. 25.
7Baca
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 63
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, bagaimanakah akibat hukum
penerapan KIK-EBA jika ditinjau berdasarkan asas personalitas yang dianut
Indonesia? Kedua, bagaimanakah status kepemilikan hak tanggungan atas kredit
pemilikan rumah yang piutangnya dialihkan dengan cara sekuritisasi aset
tersebut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk, pertama, menjelaskan akibat hukum
penerapan KIK-EBA ini jika ditinjau berdasarkan asas personalitas yang dianut
Indonesia. Kedua, menguraikan status kepemilikan hak tanggungan atas kredit
pemilikan rumah yang piutangnya dialihkan dengan cara sekuritisasi aset ditinjau
dari segi hukum Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan yang mengumpulkan data secara studi kepustakaan (library research).
Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder. Semua bahan hukum yang telah dikumpulkan
tersebut akan dianalisis secara kualitatif dengan menekankan pada penalaran,
yang akan membandingkan antara konsep dan pengaturan tentang hak
tanggungan dengan konsep dan pengaturan tentang KIK EBA sehingga akan
ditemukan order of logic dari permasalahan tersebut sebagai kesimpulan dalam
penelitian ini.
64 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penerapan Konsep Trusts di Indonesia dalam Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset (KIK-EBA)
Definisi yang disebutkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 15/POJK.04/2014 tersebut di atas dengan tegas menjelaskan bahwa KIK-EBA
adalah kontrak yang secara tertulis hanya dibuat oleh dua pihak yaitu antara manajer
investasi dan bank kustodian, tetapi dalam penerapan kontrak tersebut juga mengikat
pihak ketiga sebagai pemegang unit penyertaan yang dalam hal ini adalah investor.10
Konstruksi KIK-EBA yang mengikat tiga pihak sekaligus tersebut dalam sistem
hukum common law dikenal dengan istilah trusts yang dalam perkembangannya juga
mulai dikenal dalam sistem hukum civil law seperti di Indonesia.11
Konsep Trusts adalah konsep dimana seorang pemilik sah atas suatu benda
(absolute owner) memberikan hak kebendaan atas benda tersebut kepada pihak lain
yang disebut Trustee selaku legal owner untuk mengurus dan mengelola benda
tersebut dengan tujuan agar benda yang dikelola itu dapat memberikan
kenikmatan atau manfaat dan keuntungan kepada pihak ketiga atau yang disebut
sebagai Beneficiary Owner. Keadaan ini mengakibatkan bahwa benda yang dikelola
tersebut pada saat yang bersamaan dimiliki oleh dua pihak sekaligus yaitu Trustee
sebagai legal owner dan pihak ketiga sebagai Beneficiary owner.12
Trusts adalah perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dimana trusts
bukanlah suatu badan hukum sehingga tidak dapat dipailitkan, dalam konstruksi
trusts, yang dapat dipailitkan adalah trusteenya dan kepailitan trustee tersebut tidak
sama dengan kepailitan harta yang berada dalam trusts, dengan demikian harta
tersebut bukanlah harta trustee. Kepailitan trustee hanya akan mengakibatkan harta
yang berada dalam trusts beralih pemilikannya kepada trustee lainnya.13
10Agnest
Elga Margareth,“Tinjauan Yuridis Terhadap Pemegang Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif
Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities) dalam Kepailitan Originator”, Skripsi, USU, Medan, 2010, hlm. 29.
11Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum dalam Pasar ModalTransplantasi Trusts dalam KUH Perdata, KUHD, dan
Undang-Undang Pasar Modal Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,2008, hlm.177.
12Melalui Equity, seseorang yang memiliki sebuah benda untuk kepentingan pihak lain (dalam Common Law
disebut sebagai absolute owner), diwajibkan untuk memenuhi kewajibanya berdasarkan Trusts (yang menjadikan orang
yang memiliki benda tersebut dalam hukum disebut sebagai legal owner) kepada pihak yang memiliki hak agar
kepentingan atas benda tersebut harus diberikan, Ibid., hlm.71.
13Gunawan Widjaja, “Sekuritisasi Aset… Op., Cit., hlm. 21.
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 65
Dalam sistem hukum Indonesia, penerapan konsep Trusts dapat ditemukan
dalam pasar modal Indonesia yang dikenal dengan istilah Kontrak Investasi Kolektif.
Pasal 1 huruf a Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep28/PM/2003 mendefinisikan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) sebagai kontrak antara
Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan
dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi
kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan
Kolektif.
Persamaan konsep KIK dengan konsep trusts yang dikenal dalam sistem
hukum common law adalah KIK di Indonesia memenuhi unsur-unsur trusts, yaitu
sponsor bertindak sebagai settlor yang menyerahkan harta kebendaannya kepada
trustee, manajer investasi dan bank kustodian kemudian bertindak sebagai trustee
(dengan tugas manajer investasi melakukan pengelolaan dan pengurusan atas
harta tersebut dan bank kustodian bertugas untuk melakukan penitipan kolektif
atas harta itu), di sisi lain para pemegang unit penyertaan bertindak sebagai pihak
yang menerima kenikmatan atau manfaat (beneficiary) atas pengelolaan yang
dilakukan manajer investasi.14
Konsep trusts common law tersebut mengenal adanya pemisahan
kepemilikan atas suatu benda ke dalam “ownership at law” dan “ownership in equity”.
Pemisahan ini mengakibatkan pada saat yang bersamaan terdapat dua pihak yang
memiliki benda yang sama yaitu trustee selaku legal owner (ownership at law) dan
beneficiary selaku equitable owner (ownership in equity).15
Berbeda dengan dua kepemilikan atas benda tersebut, dalam sistem hukum
civil law seperti di Indonesia, Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) merumuskan hak milik sebagai berikut:
“Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan
leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan
sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan
umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya,
dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak
mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum
berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi”.
14Jono,
15Ibid.,
Op., Cit., hlm. 58.
hlm. 54-55.
66 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
Pasal 570 KUHPerdata tersebut dengan jelas menunjukan bahwa hak milik
yang diakui di Indonesia adalah hak milik dengan kedaulatan dan kewenangan
sepenuhnya, tidak terbagi-bagi atau terpisah-pisah kepada pihak yang lain
melainkan hanya dimiliki satu pihak yaitu pemilik hak itu.
Meskipun terjadi perbedaan konsep kepemilikan benda dalam trusts dan
konsep kepemilikan dalam KUHPerdata, dalam perkembangannya ternyata
konsep pemisahan kepemilikan trusts tersebut sudah digunakan dalam beberapa
peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain:16 pertama, ketentuan
Pasal 56 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (UUPM), mengatur mengenai penitipan kolektif yang
memisahkan antara kepemilikan terdaftar (registered ownership) dan kepemilikan
manfaat (beneficial ownership); kedua, ketentuan kedua adalah ketentuan Pasal 51
ayat (2) UUPM yang menentukan “Wali amanat mewakili kepentingan pemegang
efek bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan”. Penggunaan kata
“wali amanat” merupakan penggantian rumusan “trustee” yang sebelumnya
digunakan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 696/KMK.011/1985 tentang
Lembaga Penunjang Pasar Modal Pasal 1 huruf (c) yang selanjutnya diubah dari
istilah “trustee” menjadi “trust-agent” dalam Keputusan Menteri Keuangan
No.1548/KMK.013/1990; ketiga, ketentuan ketiga adalah ketentuan dalam UUPM
Pasal 1 ayat (27) yang membawa pranata trusts ke dalam sistem hukum Indonesia
yaitu ketentuan mengenai reksadana kontrak investasi kolektif (RD KIK) yang
melahirkan efek dalam bentuk unit penyertaan untuk diperdagangkan di bursa
efek, karena dalam sistem hukum common law reksadana ini lebih dikenal dengan
istilahunit trusts dan/atau investment trusts; keempat. selain ketentuan UUPM,
BAPEPAM juga kemudian memperkenalkan suatu efek yang dinamakan efek
beragun aset (EBA) yang diterbitkan dari perjanjian KIK-EBA, konstruksi KIK-EBA
ini menyerupai RD KIK yang diterbitkan dari perjanjian KIK reksadana.17
Konsep trusts yang kemudian diterapkan dalam KIK-EBA di pasar modal
Indonesia menjadikan KIK-EBA sebagai suatu persekutuan perdata yang sui
generis, hal ini karena KIK lahir dari perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga
16Gunawan
17Ibid.,
Widjaja, ...Transplantasi Trusts…, Op. Cit., hlm. 6-11.
hlm. 13.
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 67
dimana investor sebagai sekutu diam yang memperoleh kenikmatan dari trusts
(KIK-EBA) sedangkan manajer investasi dan bank kustodian sebagai pengurus
atau pengelola harta kebendaan trusts yang memiliki fiduciary duty kepada seluruh
investor.18
Penerapan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Ditinjau Berdasarkan
Asas Personalitas
Bentuk KIK yang merupakan suatu perjanjian, dalam hukum yang berlaku
di Indonesia diatur dalam KUHPerd yang salah satunya diatur Pasal 1313
KUHPerdata yang menentukan bahwa ”suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau
lebih”. Perjanjian oleh para pihak yang bersepakat tersebut akan melahirkan
kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih pihak kepada satu atau lebih pihak
lainya yang berhak atas kewajiban atau prestasi tersebut.19
Melengkapi mengenai perjanjian tersebut, Pasal 1315 KUHPerdata
mengatur mengenai suatu asas yang merupakan salah satu asas terpenting dalam
hukum perjanjian di Indonesia20 yaitu asas kepribadian atau asas personalitas (the
privity of contract) yang secara umum menentukan bahwa pada umumnya tidak
seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkanya
suatu janji melainkan untuk dirinya sendiri.21
Perkataan ”mengikatkan diri” (zich verbinden) yang disebutkan Pasal 1315
KUHPerdata tersebut digunakan untuk menunjukan kepada pihak yang
menyanggupi untuk melakukan sesuatu atau pihak yang memiliki kewajibankewajiban yang harus dipikul oleh pihak tersebut. Perkataan ”minta ditetapkannya
suatu janji” (bedingen) akan menunjukan kepada pihak yang memperoleh hak-hak
atau kenikmatan-kenikmatan atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu.22
Ketentuan yang ditentukan Pasal 1315 KUHPerdata tersebut memiliki
pengecualian sebagaimana diatur Pasal 1317 KUHPerdata yang memungkinkan
18Gunawan
Widjaja, “Sekuritisasi Aset … Op., Cit., hlm. 21.
Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op., Cit., hlm. 92.
20Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2006, hlm. 155.
21Subekti, Op. Cit., hlm. 29.
22Ibid.
19Kartini
68 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
adanya perjanjian yang dibuat untuk kepentingan pihak ketiga, Pasal 1317
KUHPerdata menentukan:
”Lagipula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkanya suatu janji guna
kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat
oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukanya
kepada orang lain, memuat suatu janji yang seperti itu.
Siapa yang telah memperjanjikan suatu seperti itu, tidak boleh menariknya
kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan kehendaknya untuk
mempergunakannya”.
Pasal 1317 KUHPerdata di atas secara jelas menyebutkan mengenai suatu
janji yang dibuat oleh seseorang untuk kepentingan seorang pihak ketiga yang
dikenal dengan istilah derden beding.23 Pasal 1317 KUHPerdata tersebut hanya
membuka kemungkinan untuk seseorang yang telah memenuhi persyaratan yang
diberikan dapat menikmati keuntungan suatu kebendaan atau hal tertentu,
berdasarkan pada perjanjian yang dibuat diantara dua pihak tertentu.
Perjanjian untuk pihak ketiga yang diatur Pasal 1317 KUHPerdata
menunjukan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian untuk pihak ketiga terdapat
konstruksi hukum yang hampir sama dengan konsep trusts yaitu adanya dua pihak
yang berkedudukan sebagai pengelola berdasarkan perjanjian yang mereka buat
dan adanya pihak ketiga yang berkedudukan sebagai penerima manfaat atau
kenikmatan dari perjanjian yang dibuat oleh para pembuat perjanjian untuk pihak
ketiga tersebut.24
Meskipun konstruksi hukum pemberian janji untuk pihak ketiga
menyerupai konsep trusts, konsep trusts dalam KIK-EBA di Indonesia
sesungguhnya memiliki konsep yang tidak sama dengan perjanjian untuk pihak
ketiga (derden beding) yang diatur Pasal 1317 KUHPerdata.
Perbedaan itu terjadi karena dalam perjanjian derden beding seseorang atau
suatu pihak boleh saja mengadakan perjanjian dengan pihak lain untuk
kemanfaatan pihak ketiga tetapi tidak untuk membebaninya, sehingga hak yang
diperjanjikan untuk pihak ketiga ini akan menjadi beban atau kewajiban bagi pihak
lawan dalam perjanjian tanpa adanya surat kuasa dari pihak ketiga tersebut.25
23Ibid.,
hlm. 30.
Widjaja, …Penitipan Kolektif…Op. Cit., hlm. 161.
25Subekti, Op.,Cit., hlm. 30.
24Gunawan
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 69
Perkataan ”... untuk meminta ditetapkanya suatu janji guna kepentingan
seorang pihak ketiga...” yang disebutkan Pasal 1317KUHPerdata tersebut dengan
jelas menunjukan bahwa perjanjian untuk pihak ketiga (derden beding) adalah
perjanjian yang hanya akan memberikan kenikmatan-kenikmatan kepada pihak
ketiga tanpa adanya suatu kewajiban yang dituntut pemenuhannya kepada pihak
ketiga, karena janji untuk pihak ketiga tersebut merupakan suatu penawaran
(offerte) yang dilakukan oleh pihak yang meminta diperjanjikannya hak-hak
(stipulator) kepada pihak ketiga tersebut.26 Hal ini berarti bahwa dalam konsep
derden beding yang dikenal di Indonesia, pihak ketiga hanya berkedudukan sebagai
penerima manfaat dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak tanpa ada kewajiban
apapun yang dibebankan kepada pihak ketiga.
KIK-EBA yang diterapkan di Indonesia sebagai perjanjian yang sui generis
menjadi sangat unik karena dalam KIK-EBA selain pihak ketiga diberi suatu hak,
pihak ketiga itu juga dibebani suatu kewajiban yaitu untuk membeli unit penyertaan
yang dikeluarkan oleh manajer investasi. Perbedaan yang terjadi antara penerapan
KIK-EBA dengan perjanjian untuk pihak ketiga yang diatur Pasal 1317 KUHPerdata
ini mengakibatkan KIK-EBA bukanlah menjadi salah satu pengecualian atas asas
personalitas yang diatur Pasal 1340 KUHPerdata melainkan bentuk perjanjian baru
yang konstruksi hukumnya tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia.
Selain tidak memenuhi asas personalitas, penerapan KIK-EBA juga tidak
memenuhi syarat khusus suatu perjanjian yaitu syarat formal yang ditentukan oleh
peraturan
perundang-undangan
Indonesia.
Pasal
1337
KUHPerdata
yang
menentukan adanya syarat khusus bahwa setiap perjanjian yang memiliki ketentuan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan perjanjian
formil yang harus dipenuhi semua formalitasnya. Oleh karena itu, perjanjian KIK-EBA
terikat dengan ketentuan Pasal 16 ayat (2) UUHT yang mensyaratkan untuk
melakukan pendaftaran terhadap peralihan hak tanggungan dalam KIK-EBA.
Tidak terpenuhinya syarat khusus yang menjadi formalitas suatu perjanjian
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
tersebut mengakibatkan KIK-EBA menjadi batal demi hukum.27
26Ibid.
27Ibid.,
hlm. 25.
70 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
Status Kepemilikan Hak Tanggungan atas Kredit Pemilikan Rumah yang
Piutangnya Dialihkan dengan Cara Sekuritisasi Aset
Kepemilikan Hak Tanggungan atas Tanah Sebelum dilakukannya Sekuritisasi
Pasal 9 UUHT menentukan bahwa “Pemegang hak tanggungan adalah
orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang
berpiutang”. Pasal 9 UUHT ini dengan tegas menyebutkan bahwa pemegang atau
pemilik hak tanggungan adalah pihak yang berpiutang atau yang lebih dikenal
dengan istilah kreditor dalam perjanjian utang-piutang.28 Kreditor ini yang
kemudian dalam sekuritisasi aset akan menjadi kreditor asal karena menjual
piutangnya kepada kreditor yang baru.29
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder
Perumahan Pasal 1 ayat (7) memberikan pengertian tentang istilah kreditor asal
(originator atau mortgage lenders) yaitu “Kreditor asal adalah setiap bank atau
lembaga keuangan yang mempunyai aset keuangan”.
Aset keuangan dalam hal ini merupakan piutang yang diperoleh dari
penerbitan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) termasuk hak agunan yang melekat
pada piutang tersebut30 yang akan dijual kepada lembaga pembiayaan sekunder
perumahan untuk memperoleh dana yang dipergunakan dalam membeli fasilitas
KPR baru yang disediakan terhadap calon debitor lainya.31
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 di atas menunjukan bahwa pihak
yang bertindak sebagai originator atau sebagai kreditor asal yang memiliki piutang
beserta agunannya yaitu hak tanggungan adalah bank atau lembaga keuangan
lainya yang akan menjual piutang tersebut kepada lembaga pembiayaan sekunder
perumahan, dengan demikian, sebelum dilakukannya sekuritisasi piutang, status
kepemilikan hak tanggungan adalah milik bank atau lembaga keuangan lainya
yang memiliki piutang dalam bentuk KPR.32
28Pasal
1 ayat (2) UUHT.
Widjaja, “Sekuritisasi Aset …Op. Cit., hlm. 20.
30Pasal 1 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.
31Syafaruddin Harahap, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Di Bank BTN”,
Tesis, Undip, Semarang, 2010, hlm. 98.
32Pasal 9 UUHT.
29Gunawan
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 71
Kepemilikan Hak Tanggungan atas Tanah dalam Kontrak Investasi Kolektif
Efek Beragun Aset (KIK-EBA).
Diterapkannya konsep trusts dalam reksadana yang berbentuk KIK yang
kemudian juga diterapkan dalam KIK-EBA karena memiliki mekanisme yang
sama, berdasarkan sistem hukum yang berlaku di Indonesia akan melahirkan tiga
hubungan hukum diantara pihak-pihaknya, yaitu hubungan jual beli piutang
antara kreditor asal (originator) dan manajer investasi. Hubungan dalam KIK-EBA
antara manajer investasi dan bank kustodian, kemudian hubungan antara manajer
investasi dan bank kustodian terikat dalam KIK-EBA dengan investor yang
membeli unit penyertaan KIK-EBA.33
Lahirnya tiga hubungan hukum tersebut akan menimbulkan akibat hukum
yang berbeda-beda diantara para pihak, yaitu: a. hubungan jual beli piutang yang
dilakukan oleh manajer investasi dan kreditor asal (originator).34 Piutang yang
dimiliki oleh kreditor asal atau originator akan dialihkan kepada kreditor baru
dengan cara jual beli, kreditor baru dalam KIK-EBA dilakukan oleh manajer
investasi yang bertindak sebagai pihak pembeli tagihan (piutang) yang dijual
originator dan kemudian mengeluarkan sertifikat utang35 atau unit penyertaan
untuk dijual kepada investor berdasarkan kontrak.36
Hubungan ini akan mengakibatkan terjadinya peralihan kepemilikan
piutang dari kreditor asal kepada manajer investasi karena transaksi jual beli
dilakukan dengan mekanisme jual putus sehingga piutang tidak akan kembali
kepada kreditor asal; b. hubungan antara manajer investasi dan bank kustodian
dalam KIK-EBA.37 Hubungan hukum ini akan melahirkan akibat hukum bagi
manajer investasi dan bank kustodian dimana manajer investasi diberi kewenangan
untuk mengelola portofolio investasi kolektif sedangkan bank kustodian diberi
33Baca
Peraturan BAPEPAM dan LK No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset (Asset Backed Securities) Pasal 1 sampai dengan Pasal 5.
34Gunawan Widjaja, “Sekuritisasi Aset …Op., Cit., hlm. 20.
35Sertifikat utang atau unit penyertaan tersebut dapat timbul dari adanya sekuritisasi aset tagihan dari
perusahaan tertentu atau piutang perusahaan yang dirubah menjadi aset yang lebih likuid melalui penciptaan surat
berharga, baca Agnest Elga Margareth, Op. Cit., hlm. 19.
36Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Studi TentangPerdaganganEfek Beragun Aset, Departemen
Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal, 2003,
hlm. 15.
37Pasal 1 huruf (a) Peraturan BAPEPAM dan LK No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif
Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).
72 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Kewenangan tersebut kemudian
akan digunakan untuk mengelola piutang yang dibeli dari kreditor asal dengan
menyekuritisasi piutang tersebut menjadi unit penyertaan dan menawarkannya
untuk dibeli oleh para investor; c. hubungan hukum antara manajer investasi dan
bank kustodian yang telah terikat dalam KIK-EBA dengan para investor.38
Unit penyertaan yang dijual oleh manajer investasi kepada investor tersebut
adalah EBA atau unit penyertaan KIK yang portofolionya terdiri dari aset
keuangan. Aset keuangan ini dapat berupa tagihan yang timbul dari surat berharga
komersial, sewa guna usaha, perjanjian jual-beli bersyarat, perjanjian pinjaman
cicilan, tagihan kartu kredit, pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah
atau apartemen, efek yang bersifat utang yang dijamin oleh pemerintah, sarana
peningkatan kredit, serta aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan
tersebut.39
Dua hubungan hukum dari tiga hubungan hukum yang terjadi di atas
adalah hubungan hukum yang terjadi karena perjanjian jual beli, yaitu perjanjian
jual beli piutang antara manajer investasi dan kreditor asal serta perjanjian jual beli
unit penyertaan antara manajer investasi dengan para investor.
Perjanjian jual beli yang dilakukan oleh para pihak dalam KIK tersebut akan
mengalihkan kepemilikan piutang kepada pihak-pihak yang membeli piutang,
yaitu peralihan piutang dari kreditor asal kepada manajer investasi dan kemudian
peralihan piutang dalam bentuk unit penyertaan dari manajer investasi kepada
para investor. Terjadinya peralihan piutang tersebut dikarenakan jual beli piutang
dilakukan secara cessie sehingga piutang benar-benar beralih kepada pihak yang
membelinya yang secara berurutan beralih kepada manajer investasi dan
kemudian akan beralih lagi kepada para investor.40Sesuai dengan sifat jaminan di
Indonesia yang accesior, peralihan-peralihan piutang tersebut juga disertai dengan
peralihan hak tanggungan yang melekat kepadanya.41
38Ibid.
39Munir
Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Buku Kedua, cetakan kedua, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003, hlm. 39-40.
40Ibid., hlm. 54.
41Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Cetakan Ke-11,Djambatan,Jakarta, 2007, hlm. 420.
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 73
Terjadinya peralihan piutang dalam bentuk unit penyertaan yang dibeli oleh
investor tersebut, sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UUHT dan sifat hukum jaminan
yang accesoir maka hak tanggungan juga ikut beralih menjadi milik investor sebagai
pemilik unit penyertaan. Dengan demikian, secara teori pemilik hak tanggungan
dalam KIK-EBA adalah para investor pemegang unit penyertaan yang berasal dari
KIK-EBA.
Kepemilikan investor terhadap hak tanggungan dalam KIK-EBA tersebut di
atas adalah kepemilikan yang hanya berdasarkan teori saja, karena jika dikaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama UUHT, maka
pemilik hak tanggungan yang melekat pada piutang yang diperjual-belikan dalam
KIK-EBA bukanlah para investor. Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
pertama, peralihan hak tanggungan tidak disertai dengan pendaftaran sesuai
dengan Pasal 16 ayat (2) UUHT. Tidak didaftarkanya peralihan hak tanggungan ke
kantor pertanahan akan berakibat tidak adanya perubahan catatan kepemilikan
hak tanggungan yang tercatat dalam buku tanah hak tanggungan yang
bersangkutan dan pada buku-tanah objek yang dibebani hak tanggungan,
termasuk pada sertifikat hak tanggungan dan sertifikat objeknya, sehingga hak
tanggungan akan tetap dimiliki oleh pihak yang namanya tercantum dalam
sertifikat hak tanggungan tersebut.42 Kedua, peralihan piutang yang dilakukan
secara cessie tidak dilakukan dengan peralihan yang sempurna. Ketidaksesuaian
antara kepemilikan piutang dan hak tanggungan tersebut di atas juga akan
berakibat kepada proses peralihan piutang yang dilakukan secara cessie. Tidak
beralihnya hak tanggungan kepada investor mengikuti piutang yang dijual juga
akan berakibat perjanjian jual-beli yang dilakukan kreditor asal dan kreditor baru
tidak memenuhi sifat accesoir hukum jaminan yang ditentukan Pasal 16 UUHT.
Pelanggaran terhadap Pasal 16 UUHT tersebut akan menyebabkan tidak
terpenuhinya syarat formal atau syarat khusus perjanjian yang ditentukan oleh
42Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UUHT yang dengan jelas menyatakan bahwa perlindungan hanya akan
diberikan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan yaitu orang yang namanya tercatat dalam Sertifikat Hak
Tanggungan dan sesuai dengan salah satu asas hak tanggungan yang memberikan kedudukan yang diutamakan
(preferent) kepada kreditornya
74 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
undang-undang yang akan mengakibatkan perjanjian jual beli piutang tersebut
menjadi batal demi hukum.43
Batalnya perjanjian jual-beli yang merupakan perjanjian obligatoir terhadap
cessie secara otomatis juga akan membatalkan cessie sebagai accesoir perjanjian jualbeli tersebut, sehingga piutang tidak berpindah ke tangan cessionaries (investor) dan
tetap berada di tangan kreditor asal. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa hak tanggungan dalam kontruksi hukum KIK-EBA tidak
dapat dimiliki oleh manajer investasi maupun para investor melainkan tetap
berada di tangan kreditor asal.
Penutup
Berdasarkan penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan: pertama, akibat
hukum penerapan KIK-EBA jika ditinjau berdasarkan asas personalitas yang
dianut Indonesia adalah KIK-EBA yang diterapkan tersebut tidak memenuhi asas
personalitas bahkan tidak memenuhi syarat khusus yang menjadi formalitas suatu
perjanjian yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia yaitu Pasal 16 ayat (2) UUHT yang mensyaratkan adanya pendaftaran
terhadap peralihan hak tanggungan yang terjadi termasuk peralihan hak
tanggungan dalam KIK-EBA yang mengakibatkan KIK-EBA menjadi batal demi
hukum. Kedua, status kepemilikan hak tanggungan atas kredit pemilikan rumah
yang piutangnya dialihkan dengan cara sekuritisasi aset tersebut adalah sebagai
berikut: a) sebelum dilakukannya sekuritisasi piutang, status kepemilikan hak
tanggungan adalah milik bank atau lembaga keuangan lainya yang memiliki
piutang dalam bentuk KPR; b) sekuritisasi piutang yang mendasarkan pada konsep
KIK-EBA yang menyerupai trusts, hak tanggungan tidak dapat dimiliki oleh
manajer investasi maupun para investor karena konsep trusts tersebut memiliki
banyak benturan dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia terutama
43Menurut Subekti, selain karena tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian yang ditentukan Pasal 1320
KUHPerdata, suatu perjanjian juga akan menjadi batal jika tidak memenuhi syarat khusus perjanjian atau syarat
yang menjadi formalitas suatu perjanjian yang ditentukan oleh Undang-Undang, tidak terpenuhinya syarat khusus
ini akan berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum, baca Subekti, Hukum Perjanjian, Ctk. Kesembilanbelas,
PT. Intermasa,Jakarta, 2002, hlm. 25. Bandingkan dengan kebatalan non-existent dalam Mulyoto, Perjanjian; Tehnik,
Cara Membuat, dan Hukum Perjanjian yang Harus Dikuasai, Cakrawala Media, Yogyakarta, 2012, hlm. 45.
Riky Rustam. Eksistensi Hak Tanggungan... 75
dengan hukum jaminan yang salah satunya diatur UUHT, sehingga kepemilikan
hak tanggungan tetap berada di tangan kreditor asal.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, disarankan bahwa: pertama, harus
dilakukan pengaturan ulang secara menyeluruh mengenai KIK-EBA agar sesuai
dengan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
terutama asas personalitas dan Pasal 16 ayat (2) UUHT. Kedua, perlindungan
hukum yang lebih jelas dan dengan prosedur yang lebih baik sangat dibutuhkan
untuk tetap menjaga KIK-EBA dapat dilaksanakan secara produktif di Indonesia,
mengingat KIK-EBA ini merupakan salah satu mekanisme investasi yang sangat
penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Ketiga, perlu dibuat
undang-undang tersendiri yang mengatur secara khusus pemberlakukan KIK-EBA
di Indonesia agar dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada
semua pihak yang terkait dengan KIK-EBA. Sehingga diharapkan dengan adanya
undang-undang tentang kontrak investasi kolektif efek beragun aset akan
meningkatkan kepercayaan dan minat para investor asing untuk menginvestasikan
dana yang mereka miliki ke Indonesia.
Daftar Pustaka
Fuady, Munir, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Buku Kedua, Cetakan Kedua,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Cetakan
Ke-11, Djambatan, Jakarta, 2007.
Muljadi, Kartini, dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003.
Mulyoto, Perjanjian: Tehnik, Cara Membuat, dan Hukum Perjanjian yang Harus
Dikuasai, Cakrawala Media, Yogyakarta, 2012.
Satrio, J. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Cetakan Pertama, PT. Citra
Aditya Bakti, Jakarta,1992.
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Kesembilanbelas, PT. Intermasa, Jakarta, 2002.
Widjaja, Gunawan, Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.
76 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 58 - 76
_______, Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Transplantasi Trusts dalam KUH
Perdata, KUHD, dan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2008.
Harahap, Syafaruddin, “Tinjauan Yuridis Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun
Aset Di Bank BTN” Tesis, Undip, Semarang, 2010.
Jono, “Tinjauan Yuridis Reksa Dana yang Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
Sebagai Bentuk Trusts” Jurnal Hukum Bisnis, Volume 25- No.01, 2006.
Margareth, Agnest Elga, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pemegang Unit Penyertaan
Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities)
dalam Kepailitan Originator” Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan,
2010.
Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Departemen Keuangan Republik
Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi
Pasar Modal, 2003, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun Aset.
Widjaja, Gunawan, “Sekuritisasi Aset dalam Kegiatan Pasar Modal dan Dampak
Kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat Terhadap Pasar Sekuritas
Global” Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27-No.03, 2008.
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Ke-32 PT.
Pradnya Paramita, Jakarta, 2002.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.
Peraturan BAPEPAM dan LK No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi
Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities), Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep493/BL/2008.
Download