isolasi dan optimasi protease bakteri termofilik dari

advertisement
ISOLASI DAN OPTIMASI PROTEASE BAKTERI
TERMOFILIK DARI SUMBER AIR PANAS
TANGKUBAN PERAHU BANDUNG
AMELINDA IRENA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
AMELINDA IRENA. Isolasi dan Optimasi Protease Bakteri Termofilik dari
Sumber Air Panas Tangkuban Perahu Bandung. Dibimbing oleh I MADE
ARTIKA dan ERNY YUNIARTI.
Enzim protease merupakan enzim yang banyak digunakan dalam bidang
industri pangan. Bakteri termofilik dapat menghasilkan enzim protease yang dapat
bertahan pada suhu tinggi. Penelitian ini bertujuan mengisolasi bakteri termofilik
dan optimasi pH dan suhu protease pada isolat yang memiliki indeks proteolitik
terbesar.
Isolasi dilakukan terhadap 33 isolat bakteri termofilik dari tiga sumber air
panas. Isolasi dilakukan dengan menggunakan metode cawan tuang. Aktivitas
protease diukur dengan metode Bergmeyer, dan karakterisasi enzim protease
dilakukan pada pH 6-10 dan suhu 50oC-90oC. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dua isolat dari sumber air panas Sipaholon, sebelas isolat dari sumber air
panas Tangkuban Perahu, dan dua isolat dari sumber air panas Ciseeng dapat
membentuk daerah bening di sekitar koloninya. Isolat T8 yang berasal dari
Tangkuban Perahu menunjukkan indeks proteolitik paling tinggi, yaitu sebesar
33.5 dan digunakan untuk uji selanjutnya. Aktivitas proteolitik tertinggi bakteri
T8 diperoleh pada jam ke-21 sebesar 3.8375 x 10-3 U/mL. Aktivitas protease
meningkat pada fraksi amonium sulfat 60%, yaitu 7.7257 x 10-3 U/mL. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa pH dan suhu berpengaruh terhadap aktivitas
protease. Aktivitas optimum diperoleh pada pH 8 bufer Clark & Lubs dan suhu
60oC.
Kata kunci: Bakteri termofilik, protease, optimasi
ABSTRACT
AMELINDA IRENA. Isolation and Optimization of Protease Enzyme of
Thermophilic Bacteria from Tangkuban Perahu Hot Spring Bandung. Supervised
by I MADE ARTIKA and ERNY YUNIARTI.
Protease is an enzyme widely used in food industry. Thermophilic bacteria
produce protease that can withstand high temperature. The research was aimed to
isolate thermophilic bacteria and characterize protease of isolates with highest
proteolytic index.
Isolation was carried out on 33 isolates from three hot springs. Isolation was
done by using pour plate method. Protease activity was measured by Bergmeyer,
and protease characterization was conducted at pH 6-10 and temperature of 50oC90oC. The results showed that two isolates from Sipaholon hot spring, eleven
isolates from Tangkuban Perahu hot spring, and two isolates from Ciseeng hot
spring established clear areas around their colonies. T8 isolate derived from
Tangkuban Perahu hot spring showed the highest proteolytic index of 33.5 and
was used for further testing. The highest proteolytic activity of T8 isolate was
obtained at 21th hour amounted to 3.8375 x 10-3 U/mL. Protease activity increased
in ammonium sulphate 60% fraction, which was 7.7257 x 10-3 U/mL. Statistical
analysis showed that pH and temperature affected protease activity. The optimum
protease activity was obtained at pH 8 Clark & Lubs buffer and temperature of
60oC.
Key word: Thermophilic bacteria, protease, optimization
ISOLASI DAN OPTIMASI PROTEASE BAKTERI
TERMOFILIK DARI SUMBER AIR PANAS
TANGKUBAN PERAHU BANDUNG
AMELINDA IRENA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Isolasi dan Optimasi Protease Bakteri Termofilik dari Sumber
Air Panas Tangkuban Perahu Bandung
: Amelinda Irena
: G84062714
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua
Erny Yuniarti, S.Si, M.Si
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Isolasi dan Optimasi Protease Bakteri
Termofilik dari Sumber Air Panas Tangkuban Perahu Bandung ditulis
berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Biologi Tanah, Balai Penelitian
Tanah selama bulan Maret sampai dengan Agustus 2010.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
selaku pembimbing utama dan Erny Yuniarti, S.Si, M.Si selaku pembimbing
kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dorongan semangat selama
menyusun karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
kedua orang tua penulis yang tidak pernah berhenti memberikan doa restu dan
kasih sayangnya, Persica Puspa Chandrakirana dan Ferry Maulana yang telah
memberikan semangat dan dukungan, serta semua staf di Laboratorium Biologi
Tanah, Balai Penelitian Tanah atas semua bantuan dan kerja samanya selama
penelitian ini berlangsung.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri
maupun semua pihak yang membutuhkannya demi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Bogor, November 2010
Amelinda Irena
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 September 1988 dari pasangan
Didik Purwanto dan Endang Setyorini. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Struktur Fungsi Subseluler tahun ajaran 2010/2011 dan mata kuliah
Pengantar Penelitian Biokimia tahun ajaran 2010/2011. Penulis juga aktif di
beberapa kepanitiaan kampus dan mengikuti berbagai seminar. Penulis melakukan
praktik lapangan di Balai Penelitian Tanah Bogor selama periode bulan Juni
sampai dengan bulan Agustus 2009 dan menulis laporan ilmiah berjudul Analisis
Kualitatif Kemampuan Melarutkan Fosfat dari Mikrob Pelarut Fosfat.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
ix
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Termofilik ....................................................................................
Protease .....................................................................................................
Isolasi Bakteri ...........................................................................................
Kurva Pertumbuhan Mikrob .....................................................................
1
2
3
4
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan .........................................................................................
Metode Penelitian .....................................................................................
5
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Isolasi Koloni Tunggal Isolat Bakteri Termofilik ............................ 7
Hasil Uji Aktivitas Protease secara Kualitatif .......................................... 7
Hasil Uji Aktivitas Protease secara Kuantitatif ........................................ 8
Aktivitas Protease Bakteri Termofilik ....................................................... 10
Optimasi Protease ...................................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................... 13
Saran ......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13
LAMPIRAN ....................................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bakteri termofilik Bacillus stearothermophilus ............................................
2
2 Pola pertumbuhan mikrob .............................................................................
5
3 Koloni tunggal bakteri ..................................................................................
7
4 Hasil uji kualitatif isolat T8 ...........................................................................
8
5 Grafik indeks proteolitik isolat bakteri .........................................................
8
6 Kurva pertumbuhan bakteri T8 dan produksi protease .................................
9
7 Optimasi pH terhadap aktivitas protease ....................................................... 13
8 Optimasi suhu terhadap aktivitas protease .................................................... 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ................................................................................... 17
2 Alur kerja isolasi bakteri termofilik ............................................................ 18
3 Pembuatan media ........................................................................................ 19
4 Pembuatan Bufer borat (pH 8), bufer fosfat (pH 6-8) dan bufer Clark
& Lubs (pH 8-10) ....................................................................................... 20
5 Hasil uji kualitatif isolat Ciseeng, Tangkuban Perahu, dan Sipoholon ...... 21
6 Alur kerja analisis aktivitas protease .......................................................... 22
7 Metode analisis aktivitas protease .............................................................. 23
8 Uji kuantitatif aktivitas protease pada ekstrak kasar protease .................... 26
9 Uji kuantitatif aktivitas protease dengan pengendapan amonium sulfat ... 27
10 Aktivitas protease pada suhu 50oC dan berbagai pH .................................. 28
11 Aktivitas protease pada pH 8 dan berbagai kisaran suhu ............................ 29
12 Hasil uji statistik menggunakan program SAS untuk pengaruh suhu
terhadap aktivitas protease .......................................................................... 30
13 Hasil uji statistik menggunakan program SAS untuk pengaruh suhu
terhadap aktivitas protease ........................................................................... 32
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki ekosistem yang beragam.
Ekosistem tersebut terdiri atas 42 ekosistem
daratan alami dan lima ekosistem lautan.
Keragaman ekosistem tersebut membuat
Indonesia sangat potensial sebagai tempat
untuk
mengeksplorasi
berbagai
jenis
organisme,
salah
satunya
adalah
mikroorganisme di daerah vulkanik. Kondisi
lingkungan daerah vulkanik yang beraneka
ragam menyebabkan terdapat beragam
mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
kondisi ekstrim, seperti suhu, pH, dan
konsentrasi garam yang tinggi (Madigan &
Mars 1997).
Adanya aktivitas vulkanik menyebabkan
terbentuknya sumber air panas. Pada sumber
air panas, terdapat keragaman mikrob yang
sangat menarik untuk dikaji. Mikrob tersebut
merupakan mikrob termofilik yang dapat
bertahan hidup pada suhu tinggi di sumber air
panas. Mikrob termofilik mempunyai
kemampuan untuk menggunakan nutrisi yang
luas, yaitu dapat hidup secara autotrof
maupun heterotrof; aerob dan anaerob; serta
fototropik dan kemotropik (Brock 1986).
Keanekaragaman bakteri termofilik
memberikan gambaran potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Pada
saat ini bakteri termofilik dipelajari dan
diteliti secara intensif karena alasan
pengembangan penelitian dasar dan aplikasi
bioteknologi. Bakteri termofilik berpotensi
sebagai sumber-sumber enzim khas yang
dapat digunakan pada proses pengolahan
limbah maupun pelapukan mineral (Brock
1986). Enzim-enzim tersebut mampu
bertahan dan aktif pada temperatur yang
tinggi. Sifat seperti ini sangat dibutuhkan
oleh industri-industri berbasis enzim.
Penggunaan enzim yang mampu bertahan
pada suhu tinggi dalam bidang bioteknologi
dapat menurunkan biaya operasi dan
meningkatkan kecepatan reaksi (Aguilar et
al. 1998).
Salah satu enzim yang dapat dihasilkan
oleh bakteri termofilik adalah protease.
Protease adalah enzim yang berperan dalam
reaksi
biokatalis
yang
menyebabkan
pemecahan
protein.
Protease
banyak
digunakan di bidang industri pangan, seperti
keju, bir, roti, industri deterjen, dan industri
kulit (Suhartono 1992). Menurut Rao et al.
(1998), protease dimanfaatkan untuk proses
pengolahan dalam industri pembuatan roti,
industri pengolahan kedelai, industri deterjen,
dan
industri
kulit.
Protease
dapat
dimanfaatkan pada bidang farmasi, tekstil,
dan kertas. Protease juga dapat diaplikasikan
dalam bidang pertanian. Salah satunya
sebagai
bioaktivator
dalam
proses
pengomposan. Selama proses pengomposan,
bahan kompos mengalami perombakan oleh
mikroorganisme, yaitu bakteri atau fungi
yang tahan suhu tinggi. Penggunaan protease
terutama protease yang diperoleh dari mikrob
memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat
diproduksi dalam jumlah yang besar,
produktifitasnya mudah ditingkatkan, mutu
enzim yang dihasilkan seragam, dan
harganya murah (Stanbury & Whitaker
1984).
Isolasi dan optimasi mengenai protease
yang dihasilkan oleh bakteri termofilik masih
terbatas di Indonesia. Padahal Indonesia
memiliki banyak sumber air panas. Jika
Indonesia yang memiliki banyak sumber air
panas dapat mengembangkan penelitian ini,
maka banyak keuntungan yang akan
diperoleh. Keuntungan tersebut antara lain
protease yang diperoleh dari bakteri
termofilik dapat digunakan pada suhu tinggi,
sehingga sangat menguntungkan dalam
bidang industri; protease dapat dihasilkan
dalam jumlah yang besar; dan harga protease
yang dihasilkan murah.
Penelitian ini bertujuan mengisolasi
bakteri termofilik dari sumber air panas
Tangkuban Perahu, Ciseeng, dan Sipoholon
yang
mampu
menghasilkan
protease
termostabil. Selain itu, penelitian juga
bertujuan menentukan pH dan suhu optimum
protease termostabil yang memiliki indeks
proteolitik terbesar. Hipotesis dari penelitian
ini adalah isolat bakteri termofilik yang
didapatkan dari sumber air panas Tangkuban
Perahu, Ciseeng, dan Sipoholon mampu
menghasilkan protease termostabil, dan
diperoleh kondisi pH dan suhu yang optimum
untuk aktivitas protease termostabil. Protease
akan memiliki aktivitas tertinggi pada pH dan
suhu yang optimum. Isolat bakteri termofilik
penghasil protease yang diperoleh pada
penelitian ini diharapkan memiliki potensi
yang dapat diaplikasikan pada proses industri
yang melibatkan protease pada suhu tinggi.
Selain itu, protease yang diperoleh
diharapkan memiliki aktivitas yang tinggi
pada pH dan suhu optimum.
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Termofilik
Salah satu jenis mikroorganisme yang
banyak dieksplorasi adalah mikroorganisme
termofilik yang hidup di daerah sekitar
2
gunung berapi dan sumber air panas.
Mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu
termofilik hanyalah prokariot dari kelompok
Arkaea dan Bakteri (Madigan & Marrs 1997).
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kemampuan bertahan hidup mikroorganisme.
Mikroorganisme memiliki suhu minimum
dan maksimum yang menjadi batas
pertumbuhannya, serta suhu optimum yang
menunjukkan pertumbuhan tercepat. Suhu
optimum tersebut biasanya mendekati suhu
maksimum (Brock 1986). Berdasarkan suhu
optimum pertumbuhannya, secara umum
mikroorganisme
dibedakan
menjadi
psikofilik (-3-20ºC), mesofilik (20-45ºC),
termofilik (45-65ºC), ekstrim termofilik (6585ºC), dan hipertermofilik (85-110ºC)
(Edwards 1990).
Bakteri termofilik merupakan kelompok
bakteri yang dapat beradaptasi dengan
kondisi lingkungan yang bersuhu tinggi.
Bakteri termofilik dapat tumbuh pada suhu
yang relatif tinggi dengan suhu minimum
25°C, suhu optimum 45-55°C, dan suhu
maksimum 55-65°C. Bakteri termofilik dapat
beradaptasi dengan pH ekstrim (<2.0, >10.0).
Habitat alami bakteri termofilik tersebar luas
di seluruh permukaan bumi. Salah satu
lingkungan alaminya terbentuk akibat
aktivitas vulkanik atau perpindahan kerak
bumi pada saat gempa tektonik. Fenomena
geologi tersebut menghasilkan kawah air
panas.
Bakteri termofilik pertama kali diisolasi
pada tahun 1879 oleh Miquel, yang mampu
berkembang biak pada suhu 72oC. Bakteri
termofilik juga berhasil diisolasi dari kawah
air panas dan sedimen lautan geotermal
(Edwards 1990). Spesies termofilik umumnya
banyak ditemukan pada lingkungan yang
ekstrim, misalnya daerah vulkanik dan
sumber air panas. Bakteri ini umumnya
berasal
dari
genus
Beggiatoa,
Thermochromatium,
Acidithiobacillus,
Thermithiobacillus,
Thermomonas,
Methylococcus, Pyrococcus dan Alterococcus
(Labeda 1990).
Menurut Brock (1986), terdapat tiga
faktor yang menyebabkan bakteri termofilik
mampu bertahan hidup dan berkembang biak
pada suhu tinggi, yaitu kandungan enzim dan
protein yang lebih stabil dan tahan terhadap
panas, molekul pensintesis protein yang stabil
terhadap panas, dan membran lipid sel
termofil mengandung banyak asam lemak
jenuh yang membentuk ikatan hidrofobik
yang sangat kuat. Bakteri termofilik,
contohnya Thermus aquaticus memiliki
membran
termostabil
yang
akan
memproduksi lemak yang memiliki titik cair
yang lebih tinggi ketika temperatur
lingkungan naik. Bakteri termofilik mampu
mensintesis molekul stabil, seperti enzim
yang mampu mengkatalisis reaksi-reaksi
biokimia pada suhu tinggi dan lebih stabil
dibandingkan enzim yang dihasilkan bakteri
mesofilik.
Keanekaragaman bakteri termofilik
memberikan gambaran potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Pada
saat ini bakteri termofilik dipelajari dan
diteliti secara intensif karena alasan
pengembangan penelitian dasar dan aplikasi
bioteknologi. Bakteri termofilik berpotensi
sebagai sumber-sumber enzim khas yang
dapat digunakan pada proses pengolahan
limbah maupun pelapukan mineral (Brock
1986). Enzim-enzim tersebut mampu
bertahan dan aktif pada temperatur yang
tinggi. Sifat seperti ini sangat dibutuhkan
oleh industri-industri berbasis enzim.
Penggunaan enzim yang mampu bertahan
pada suhu tinggi dalam bidang bioteknologi
dapat menurunkan biaya operasi dan
meningkatkan kecepatan reaksi (Aguilar et
al. 1998).
Gambar 1 Bakteri termofilik
stearothermophilus.
Bacillus
Protease
Enzim merupakan unit fungsional dari
metabolisme sel. Enzim bekerja dengan uruturutan yang teratur. Enzim mengkatalisis
ratusan reaksi bertahap yang menguraikan
molekul nutrien. Enzim juga mengkatalisis
reaksi penyimpan energi kimiawi dan
membuat makromolekul sel dari prekursor
sederhana (Lehninger 1982). Organisme
hidup yang berperan sebagai sumber enzim
meliputi tanaman, hewan, dan mikrob. Enzim
yang banyak dimanfaatkan oleh manusia
adalah enzim yang berasal dari mikrob. Hal
tersebut dikarenakan enzim yang berasal dari
mikrob memiliki produktivitas tinggi,
pertumbuhannya mudah, sifat enzim yang
dapat diubah ke arah yang menguntungkan,
dan berkembangnya teknik fermentasi,
3
mutasi, dan rekayasa genetik. Salah satu
enzim yang dihasilkan oleh mikrob adalah
protease. Protease merupakan salah satu
enzim yang resisten terhadap panas. Berbagai
jenis bakteri seperti Bacillus, Pseudomonas,
Clostridium, Proteus, dan Seratia merupakan
penghasil enzim protease yang cukup
potensial (Suhartono 1989). Protease juga
dihasilkan oleh sejenis kapang, seperti
Aspergillus oryzae, Penicillium, Aspergillus
niger, dan Mucor miehei (Ramadzanti 2006).
Protease adalah enzim yang berperan
dalam reaksi biokatalis yang menyebabkan
pemecahan protein. Protease menghidrolisis
protein menjadi polipeptida dan asam amino.
Menurut Komisi Tatanama Internasional
Union of Biochemist and Molecular
Biologist, protease termasuk ke dalam
kelompok hidrolase pemecah protein
(kelompok ke III subkelompok IV). Kerja
enzim ini membutuhkan air, sehingga
dimasukkan dalam kelas hidrolase (Ward
1983). Protease sering disebut enzim
proteolitik karena dapat merusak protein
(Janzen et al. 1982). Protease terdiri atas
proteinase
dan
peptidase.
Proteinase
mengkatalisis reaksi hidrolisis molekul
protein menjadi fragmen besar polipeptida.
Peptidase menghidrolisis fragmen besar
polipeptida menjadi asam amino (Winarno
1985).
Protease dapat dihasilkan secara
intraseluler dan ekstraseluler oleh hewan,
tanaman, dan mikrob yang berperan penting
dalam metabolisme dan regulasi sel. Protease
ekstraseluler diperlukan makhluk hidup untuk
menghidrolisis nutrisi protein menjadi
peptida kecil dan asam amino, sehingga dapat
diserap dan dimanfaatkan oleh sel tubuhnya.
Protease intraseluler bertanggung jawab
terhadap degradasi proteolitik secara cepat
dan irreversible bagi protein sel yang
fungsinya tidak diperlukan lagi atau protein
abnormal yang tidak bermanfaat bahkan
mengganggu metabolisme sel (Suhartono
1992).
Secara garis besar protease dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu endopeptidase
dan eksopeptidase. Endopeptidase akan
memotong ikatan peptida yang berada pada
bagian tengah rantai polipeptida, sedangkan
eksopeptidase memotong di ujung rantai
polipeptida baik berupa ujung karboksil
maupun ujung asam amino. Penggolongan
protease lainnya adalah berdasarkan data
deret asam amino enzim yang mengarah
kepada hubungan evolusi dan struktur enzim.
Klasifikasi ini sangat penting, mengingat
kemiripan struktur enzim di dalam keluarga
yang
sama,
biasanya
mencerminkan
kemiripan dalam hal mekanisme katalitik.
Menurut Rao et al. (1998), berdasarkan pH
kerjanya protease dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu protease asam,
netral, dan alkali. Kelompok protease asam
terdiri atas protease aspartat dan beberapa
protease sistein yang memiliki pH optimum
antara dua sampai enam. Protease netral aktif
pada kisaran pH netral. Protease alkali
ditemukan aktif pada pH antara delapan dan
tiga belas.
Ward
(1983)
mengklasifikasikan
protease berdasarkan sifat-sifat kimia sisi
aktif enzim, yaitu protease serin (memiliki
asam amino serin pada sisi aktifnya), protease
sulfhidril (memiliki gugus sulfhidril pada sisi
aktifnya), protease metal (memiliki ion logam
pada sisi aktifnya), dan protease asam
(memiliki dua gugus karboksil pada sisi
aktifnya).
Menurut
Sadikin
(2002),
berdasarkan mekanisme katalitiknya protease
dapat dibagi menjadi empat, yaitu protease
serin, protease sistein, protease aspartat, dan
protease logam.
Protease banyak digunakan di bidang
industri pangan, seperti keju, bir, roti, industri
deterjen, dan industri kulit (Suhartono 1992).
Menurut Rao et al. (1998), protease
dimanfaatkan untuk proses pengolahan dalam
industri pembuatan roti, industri deterjen, dan
industri
kulit. Protease juga dapat
dimanfaatkan pada bidang farmasi, industri
tekstil, dan kertas. Penggunaan protease
terutama protease yang diperoleh dari mikrob
memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat
diproduksi dalam jumlah yang besar,
produktifitasnya mudah ditingkatkan, mutu
enzim yang dihasilkan seragam, dan
harganya murah (Stanbury & Whitaker
1984).
Isolasi Bakteri
Proses isolasi bakteri termofilik pada
dasarnya tidak berbeda jauh dengan isolasi
bakteri mesofilik, tetapi isolasi bakteri
termofilik memerlukan suhu tinggi. Salah
satu kendala yang dihadapi ketika
mengisolasi bakteri, terutama bakteri
termofilik adalah kesulitan untuk mengisolasi
bakteri
yang
memiliki
kecepatan
pertumbuhan yang rendah. Pada umumnya
bakteri yang berhasil diisolasi adalah bakteri
yang memiliki kecepatan pertumbuhan yang
tinggi, sehingga menjadi dominan di
lingkungannya. Populasi bakteri termofilik
mungkin sangat sedikit di habitat lain,
sehingga media untuk proses isolasi harus
diperkaya (Sanfitri 2007).
4
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum
mengisolasi bakteri adalah pemilihan substrat
pada media yang digunakan. Media yang
digunakan untuk isolasi dapat berupa media
diferensial, media selektif, dan media
penyubur. Hal lain yang harus diperhatikan
adalah tempat bakteri ditemukan. Sebagai
contoh, untuk mengisolasi bakteri yang dapat
mendegradasi senyawa hidrokarbon polisiklik
aromatik akan lebih mudah untuk
mendapatkannya
pada
daerah
yang
terkontaminasi oleh senyawa hidrokarbon
tersebut yang kemudian diperkaya oleh
senyawa lain sebagai sumber karbon atau
sumber energi (Sanfitri 2007). Faktor-faktor
lain yang harus diperhatikan dalam
mengisolasi bakteri adalah keasaman dan
suhu lingkungan.
Proses isolasi bakteri termofilik sama
dengan teknik isolasi pada umumnya.
Beberapa tahapan yang dapat dilakukan
untuk mengisolasi dan seleksi bakteri
termofilik adalah pemilihan substrat yang
sesuai dengan bakteri yang akan diisolasi.
Sebagian sampel yang diperoleh dapat
ditumbuhkan langsung dalam medium agar
(dicawankan) atau disuspensikan dan
diencerkan dalam media cair sebelum
dicawankan. Tahapan selanjutnya adalah
penyuburan dengan cara menambahkan
nutrisi tertentu agar meningkatkan populasi
bakteri yang ingin diisolasi. Setelah tahap
penyuburan, dilakukan pemurnian dan isolasi
bakteri yang diinginkan. Bakteri yang telah
diisolasi, dapat diseleksi. Seleksi bertujuan
menguji kemampuan isolat menghasilkan
produk yang diharapkan. Seleksi isolat
biasanya menggunakan media spesifik
dengan substrat tertentu (Labeda 1990).
Kurva Pertumbuhan Mikrob
Pertumbuhan adalah penambahan secara
teratur semua komponen sel suatu jasad.
Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai
penambahan
jumlah
sel,
misalnya
pertumbuhan yang terjadi pada kultur suatu
mikrob. Pada organisme bersel tunggal
(uniseluluer)
pertumbuhan
merupakan
penambahan jumlah individu. Pembelahan sel
pada organisme bersel banyak (multiseluler)
tidak menghasilkan penambahan jumlah
individunya, tetapi terbentuknya jaringan atau
peningkatan ukuran suatu jasad (Sokatch
1973).
Bakteri yang dimasukkan ke dalam
medium yang sesuai akan tumbuh
memperbanyak diri. Penambahan jumlah sel
bakteri dilakukan melalui penambahan sel
secara biner. Pembelahan biner adalah
pembelahan langsung tanpa adanya tahapan
mitosis. Proses pembelahan biner diawali
dengan proses replikasi DNA, kemudian
diikuti dengan pembagian sitoplasma. Proses
pembelahan biner berlangsung cepat. Setiap
20 menit, satu sel bakteri Escherichia coli
akan membelah menjadi dua sel yang sama.
Secara matematika, pertumbuhan tersebut
termasuk
ke
dalam
pertumbuhan
eksponensial. Jika pada waktu-waktu tertentu
jumlah bakteri dihitung dan dibuat grafik
hubungan antara jumlah bakteri dan waktu,
maka akan diperoleh suatu grafik atau kurva
pertumbuhan (Gambar 2). Pola pertumbuhan
pada Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan
mikrob yang terdiri atas beberapa fase, yaitu
fase permulaan (adaptasi), fase pertumbuhan
awal,
fase
pertumbuhan
logaritma
(eksponensial), fase pertumbuhan akhir, fase
stasioner
maksimum,
fase
kematian
dipercepat, dan fase kematian logaritma
(Sokatch 1973).
Fase pertumbuhan dimulai pada fase
permulaan (adaptasi). Pada fase permulaan,
bakteri baru menyesuaikan diri dengan
lingkungannya yang baru, sehingga bakteri
belum membelah diri. Fase permulaan
dipengaruhi oleh medium dan jumlah
inokulum. Bakteri mulai membelah diri pada
fase pertumbuhan yang dipercepat. Fase
permulaan
hingga
fase
pertumbuhan
dipercepat disebut fase lag. Pada fase lag, sel
akan mengalami penambahan ukuran,
peningkatan
metabolisme,
peningkatan
struktur DNA, dan peningkatan protein.
Kecepatan sel membelah diri paling cepat
terjadi pada fase pertumbuhan logaritma
(eksponensial). Selama fase logaritma,
metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan
sel sangat cepat dengan jumlah konstan
hingga nutrien habis. Fase log sangat
dipengaruhi
oleh
komposisi
media
pertumbuhan. Setelah fase logaritma,
pertumbuhan bakteri mulai terhambat,
kecepatan pembelahan sel berkurang, dan
jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada
fase stasioner maksimum, jumlah sel yang
mati akan sebanding dengan jumlah sel yang
hidup, sehingga jumlah sel konstan.
Kecepatan kematian sel akan terus meningkat
pada fase kematian yang dipercepat. Populasi
bakteri akan mengalami fase kematian karena
nutrien sudah tidak tersedia dan terjadi
penimbunan hasil metabolisme yang bersifat
toksik. Kecepatan kematian sel mencapai
maksimal sampai pada fase kematian
logaritma, sehingga jumlah sel hidup
menurun dengan cepat seperti deret ukur.
Penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai
5
nol, karena dalam jumlah minimum tertentu
sel bakteri akan tetap bertahan sangat lama
dalam medium (Sokatch 1973).
Fase
pertumbuhan
akhir
Fase
stasioner
Fase
kematian
Fase
logaritmik
Fase pertumbuhan awal
Fase adaptasi
Gambar 2 Pola pertumbuhan mikrob.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah termos
panas, mikropipet, tip, tabung Eppendorf,
autoklaf, laminar air flow cabinet, cawan
Petri, waterbath shaker, oven, sentrifus,
jarum ose, spektrofotometer, tabung reaksi,
vortex, termometer, pH meter digital,
inkubator, neraca analitik, magnetic stirrer,
pipet Mohr, lemari pendingin, plastik tahan
panas, kapas, karet, tisu, aluminium foil, dan
palstik wrap. Pada penelitian ini juga
digunakan berbagai macam peralatan gelas,
seperti labu Erlenmeyer dan gelas ukur.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
sampel air panas yang diambil dari sumber
air panas Tangkuban Perahu, Ciseeng, dan
Sipoholon. Bahan lain yang digunakan adalah
alkohol 70%, akuades, NaCl, bakto pepton,
glukosa, bakto agar, susu skim cair, ekstrak
ragi, amonium sulfat, spirtus, bufer borat
0.1 M, kasein 20 mg/mL, HCl 0.05 M,
standar tirosin 5 mM, TCA 0.1 M, CaCl2 0.2
mM, Na2CO3 0.4 M, pereaksi Folin
Ciocalteau, bufer fosfat (pH 6.0-8.0), dan
bufer Clark & Lubs (pH 8.0-10.0).
Metode Penelitian
Pelaksanaan
penelitian
meliputi
pengambilan
sampel,
isolasi
bakteri
termofilik, pembuatan media susu skim agar,
seleksi bakteri proteolitik termofilik,
pembuatan stok kultur proteolitik termofilik,
pembuatan media produksi, pembuatan kurva
pertumbuhan dan kurva produksi protease,
Isolasi protease, pengendapan ekstrak kasar
dengan amonium sulfat, penentuan aktivitas
protease, optimasi aktivitas protease, dan
analisis statistika.
Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan berupa air panas
yang berasal dari sumber air panas di
Ciseeng, Tangkuban Perahu, dan Sipoholon.
Sampel air panas dibawa ke laboratorium
dalam termos panas.
Isolasi Bakteri Termofilik (Cappucino &
Sherman 1983)
Sampel diencerkan dengan garam
fisiologis steril (0.85%). Sebanyak 5 mL
sampel dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer yang berisi 45 mL garam
fisiologis steril, kemudian dibuat deret
pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6.
Sebanyak 1 mL dari tiap pengenceran
dicawankan pada media PGA (Pepton
Glukosa Agar) (duplo) menggunakan metode
cawan tuang. Media yang telah diinokulasi,
diinkubasi pada suhu 50°C selama 2 hari.
Koloni tunggal ditumbuhkan pada media agar
miring pepton glukosa dan diinkubasi pada
suhu 50°C selama 2 hari. Setelah inkubasi,
media agar miring pepton glukosa disimpan
pada suhu ruang.
Pembuatan Media Susu Skim Agar
Sebanyak 6 gram bakto agar dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer yang berisi 200 mL
akuades, kemudian disterilisasi 15 menit pada
suhu 121°C. Setelah itu 100 mL susu skim
yang telah steril dicampurkan ke dalam
media agar dalam keadaan hangat (50°C) lalu
dihomogenkan. Segera setelah itu media
dituang ke dalam cawan Petri steril.
Seleksi Bakteri Proteolitik Termofilik
(Oktafianti 2005)
Isolat bakteri hasil isolasi diseleksi
kemampuan aktivitas proteolitiknya secara
kualitatif pada media susu skim agar. Isolat
bakteri termofilik dari media agar miring
ditotolkan menggunakan lup inokulasi
dengan ujung runcing di pusat media agar
cawan Petri. Media diinkubasi pada suhu
50°C selama 2 hari. Adanya aktivitas
protease secara kualitatif ditunjukkan dengan
terbentuknya daerah bening di sekitar koloni.
Aktivitas proteolitik semikuantitatif adalah
rasio diameter daerah bening dan diameter
koloni. Pengukuran diameter koloni dan
diameter
daerah
bening
dilakukan
menggunakan kertas milimeter blok. Koloni
bakteri yang mempunyai nilai rasio tinggi
merupakan isolat bakteri yang memiliki
6
aktivitas proteolitik dan mempunyai peluang
untuk
dapat
dikembangkan
atau
dimanfaatkan lebih lanjut.
Pembuatan Stok Kultur Proteolitik
Termofilik
Media yang digunakan adalah PGB
(Peptone Glucose Broth). Media PGB dibuat
sebanyak 100 mL dalam labu Erlenmenyer
250 mL dengan komposisi 5 g/L glukosa dan
10 g/L pepton. Sebanyak satu ose isolat dari
biakan kerja pada agar miring pepton glukosa
diinokulasikan ke dalam media PGB,
kemudian biakan diinkubasi bergoyang
dalam pemanas air dengan kecepatan 120
rpm pada suhu 50oC selama 20 jam.
Pembuatan Media Produksi
Media produksi yang digunakan adalah
PGY (Peptone Glucose Yeast Extract). Media
produksi dibuat sebanyak 300 mL dalam
Labu Erlenmeyer 500 mL dengan komposisi
5 g/L glukosa, 10 g/L pepton, dan 10 g/L
ekstrak
ragi,
kemudian
disterilisasi
menggunakan autoklaf selama 15 menit pada
suhu 121oC. Setelah itu media produksi
ditambahkan 1% (v/v) susu skim cair yang
telah steril.
Pembuatan Kurva Pertumbuhan dan
Kurva Produksi Protease
Sebanyak 1% (v/v) inokulum segar dari
media PGB diinokulasikan ke dalam media
PGY, kemudian diinkubasi bergoyang
dengan kecepatan 120 rpm dan suhu 50oC.
Densitas sel diukur setiap 2 jam selama 30
jam pada panjang gelombang 600 nm hingga
diperoleh kurva pertumbuhan. Kurva
produksi diperoleh dengan cara pengukuran
aktivitas proteolitik secara kuantitatif pada
supernatan sampel yang diambil setiap tiga
jam. Berdasarkan percobaan tersebut,
diperoleh korelasi antara kurva pertumbuhan
dan kurva produksi yang menunjukkan waktu
optimum untuk panen protease.
Penambahan amonium sulfat dilakukan
sedikit demi sedikit sambil diaduk pada suhu
5oC hingga larutan jenuh. Ekstrak kasar yang
telah diendapkan, kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 6000 rpm selama 30 menit.
Endapan yang diperoleh dilarutkan dengan
bufer fosfat 50 mM pH 8 dan disimpan di
dalam lemari pendingin.
Penentuan Aktivitas Protease (Bergmeyer
1983)
Sebanyak tiga buah tabung reaksi bersih
diberi label blanko, sampel, dan standar,
kemudian sebanyak 1 mL bufer borat
(0.1 M), 1 mL kasein (20 mg/mL), dan
0.2 mL HCl (0.05 M) dimasukkan masingmasing ke dalam tiga tabung reaksi yang
berbeda. Tabung blanko, sampel, dan standar,
masing-masing ditambahkan 0.2 mL akuades,
0.2 mL ekstrak kasar enzim dalam
CaCl2 (0.2 mM), dan 0.2 mL standar tirosin
(5 mM), kemudian ketiga tabung diinkubasi
selama 10 menit pada suhu 50oC. Setelah itu
ke dalam masing-masing tabung ditambahkan
2 mL TCA (0.1 M), dan 0.2 mL CaCl2
(0.2 mM) ke dalam tabung sampel dan
0.2 mL ekstrak kasar enzim dalam CaCl2
(0.2 mM) ke dalam tabung blanko dan
standar, lalu ketiga tabung reaksi tersebut
diinkubasi kembali pada suhu 50oC selama
10 menit. Kemudian masing-masing larutan
disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan
4000 rpm. Sebanyak 1.5 mL filtrat dari
masing-masing larutan dipindahkan ke dalam
tiga tabung reaksi baru yang berbeda, lalu ke
dalam masing-masing tabung ditambahkan
5 mL Na2CO3 (0.4 M) dan 1 mL pereaksi
Folin. Setelah itu masing-masing larutan
tersebut
diukur
menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang
578 nm.
Unit
aktivitas
enzim
dihitung
berdasarkan persamaan:
UA =
xPx x
x [standar]
Isolasi Protease (Sutandi 2003)
Isolasi
enzim
dilakukan
dengan
menggunakan sentrifus pada kecepatan
10000 rpm selama 5 menit. Isolasi protease
dilakukan pada waktu optimum aktivitas
protease. Filtrat yang diperoleh merupakan
ekstrak kasar protease.
Keterangan :
UA : Unit aktivitas enzim
Asp : Nilai absorbansi sampel
Abl : Nilai absorbansi blanko
Ast : Nilai absorbansi standar
P
: Faktor pengenceran
T
: Waktu inkubasi
Pengendapan Ekstrak Kasar Protease
dengan Amonium Sulfat (Susanti 2003)
Ekstrak kasar protease diendapkan
dengan
amonium
sulfat
konsentrasi
kejenuhan 20%, 40%, 60%, dan 80%.
Optimasi Aktivitas Protease (Vratyastoma
2006)
Optimasi pH dan suhu dilakukan untuk
memperoleh aktivitas protease tertinggi.
Pengukuran pH optimum dilakukan dengan
7
cara mengukur aktivitas protease pada
kisaran pH 6, pH 7, pH 8, pH 9, dan pH 10
menggunakan metode Bergmeyer (1983).
Larutan bufer yang digunakan adalah bufer
fosfat (pH 6-7), bufer borat (pH 8), dan bufer
Clark & Lubs (pH 8-10). Penentuan suhu
optimum dilakukan dengan cara mengukur
aktivitas protease pada kisaran suhu 50-90oC
dengan selang suhu 10oC pada pH optimum.
Analisis Data Statistik
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL), dengan model liner aditif
yang digunakan adalah model tetap. Model
tetap merupakan suatu model dengan
perlakuan-perlakuan yang digunakan berasal
dari populasi-populasi yang terbatas dan
pemilihan perlakuan ditentukan oleh peneliti
(Matjik & Sumertajaya 2000). Uji lanjut yang
digunakan adalah uji pembanding berganda
Duncan.
Model linier yang digunakan pada
rancangan acak lengkap adalah sebagai
berikut.
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = aktivitas protease pada perlakuan ke-i
dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
i = pH 6, pH 7, pH 8, pH 9, pH 10
j = 1, 2, 3
Hipotesis :
H0 : tidak ada pengaruh pH terhadap
aktivitas protease.
H1 : paling sedikit ada satu pengaruh pH
terhadap aktivitas protease.
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = aktivitas protease pada perlakuan
ke-i dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i
dan ulangan ke-j
i = suhu 50oC, 60oC, 70oC, 80oC,
dan 90oC
j = 1, 2, 3
Hipotesis :
H0 : tidak ada pengaruh suhu terhadap
aktivitas protease.
H1 : paling sedikit ada satu pengaruh
suhu terhadap aktivitas protease.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Isolasi Koloni Tunggal
Isolat Bakteri Termofilik
Bakteri termofilik yang digunakan pada
penelitian ini merupakan bakteri yang
diisolasi dari sumber air panas Ciseeng,
Tangkuban Perahu, dan Sipoholon. Pada
ketiga sumber air panas tersebut diduga
terdapat bakteri termofilik yang memiliki
aktivitas proteolitik. Proses isolasi bakteri
termofilik pada dasarnya tidak berbeda jauh
dengan isolasi bakteri mesofilik, tetapi isolasi
bakteri termofilik memerlukan suhu tinggi.
Suhu inkubasi yang digunakan pada tahap
isolasi adalah 50oC. Tahapan isolasi
bertujuan memperoleh bakteri dalam koloni
tunggal dari campuran populasi bakteri di
sumber air panas Tangkuban Perahu,
Ciseeng, dan Sipoholon.
Isolasi koloni tunggal bakteri dilakukan
dengan media PGA (Pepton Glukosa Agar).
Isolasi dilakukan dalam media padat dengan
teknik cawan tuang. Prinsip dari teknik
isolasi cawan tuang adalah mengencerkan
organisme, sehingga individu spesies dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Gambar 3
menunjukkan koloni tunggal yang terbentuk
pada tahap isolasi. Berdasarkan hasil isolasi
yang dilakukan pada media PGA, diperoleh
sepuluh isolat dari air panas Sipoholon, 15
isolat dari sumber air panas Tangkuban
Perahu, dan delapan isolat dari sumber air
panas Ciseeng.
koloni tunggal
Gambar 3 Koloni tunggal bakteri.
Hasil Uji Aktivitas Protease
secara Kualitatif
Isolat-isolat bakteri yang diperoleh pada
tahap isolasi, diuji secara kualitatif pada
media seleksi. Uji kualitatif bertujuan
mengetahui bakteri yang memiliki aktivitas
proteolitik. Media seleksi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah susu skim.
Menurut Widhyastuti & Naiola (2002), media
yang digunakan untuk seleksi bakteri
proteolitik mengandung susu skim dan agar.
Susu merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan mikrob karena kaya akan
8
uji aktivitas prrotease secaraa kualitatif,
peng
gukuran akttivitas protease secara
kuan
ntitatif
perluu
dilakukan
n.
Adanya
perbbedaan nilai aktivitas prottease secara
kualitatif dan kuantitatif antara lain
disebbabkan oleh perbedaan kondisi
k
suhu
alam
mi pertumbuhann bakteri deng
gan perlakuan
di laboratorium, sehingga aktivvitas bakteri
tidakk optimum (Staanbury & Whittaker 1984).
Menurut Waard (1983) tidak selalu
terdaapat korelasi yang baik an
ntara daerah
bening di sekitar koloni pada media padat
gan kemampuuan organism
me tersebut.
deng
Bebeerapa faktor yang diduuga menjadi
peny
yebab tidak terkorelasinya nilai
n
aktivitas
hidroolisis secara kualitatif dengan
d
nilai
aktivvitas enzim secara kuantiitatif adalah
keceepatan pertum
mbuhan setiap isolat pada
meddium padat atauu cair dan jumllah inokulum
yang
g diberikan padda kedua mediu
um.
Gambar
G
4 Hasiil uji kualitatif isolat T8.
400
33.5
355
300
Indeks Proteolitik
nnutrien. Susu skim adalah bagian
b
dari suusu
y
yang
tertinggall setelah krim diambil sebagiian
a
atau
seluruhnyya. Perbedaan susu skim hannya
p
pada
lemak daan vitamin-vitaamin larut lemak,
s
sedangkan
seemua komponen gizi yaang
t
terkandung
paada susu skim
m tidak berbeeda
d
dengan
yang ada pada suusu yang beluum
d
dipisahkan.
Su
usu skim meng
gandung 37.400%
p
protein,
1% lemak, dan 49.20% laktoosa
(
(Hartoto
2003)).
Pengukuraan aktivitas proteolitik
p
secaara
k
kualitatif
dilaakukan denggan pengamattan
d
daerah
beningg. Aktivitas hidrolisis
h
secaara
k
kualitatif
merupakan
m
g
gambaran
ddari
k
kemampuan
isolat baktteri proteoliitik
m
merombak
prootein dengan membandingkkan
b
besarnya
daerrah bening di sekitar kolooni
diaameter
d
dengan
besarnya
kolooni
(
(Widhyastuti
& Naiola 2002). Degraddasi
p
protein
susu oleh proteasee menjadi asaam
a
amino
menyebbabkan perubaahan warna ddari
p
putih
menjadii tidak berwaarna. Jika isoolat
b
bakteri
yang diuji secara kualitatif paada
m
media
seleksi memiliki prottease, maka akkan
m
membentuk
daaerah bening di
d sekitar kolooni.
L
Luasnya
daeraah bening di sekeliling kolooni
b
bakteri
tidak mewakili
m
jumlaah protease yaang
d
dihasilkan
oleh
h suatu bakterri, karena daerrah
b
bening
yang dihasilkan oleeh suatu baktteri
a
akan
bertambaah dengan berttambahnya wakktu
i
inkubasi.
Oleh
h karena itu kan
ndungan proteaase
p
pada
bakteri perlu diuji secara kuantitaatif
(
(Sutandi
2003)). Menurut Sallem et al. (20009),
u kualitatif merupakan uji
uji
u pendahuluuan
u
untuk
mengetahui perbeedaan aktiviitas
p
proteolitik
suaatu isolat bakkteri. Gambarr 4
m
menunjukkan
daerah bening
g yang terbenttuk
d sekitar koloni yang memiliki aktiviitas
di
p
proteolitik.
kan uji aktiv
vitas proteoliitik
Berdasark
s
secara
kualitaatif, diperoleh dua isolat ddari
s
sumber
air paanas Sipoholonn, sebelas isoolat
d sumber airr panas Tangku
dari
uban Perahu, ddan
d isolat dari sumber air pannas Ciseeng yaang
dua
m
mampu
memb
bentuk daerah bening
b
di sekiitar
k
koloninya.
Gaambar 5 menu
unjukkan indeeks
p
proteolitik
isollat yang diuji kualitatif. Isoolat
T yang berrasal dari Tanngkuban Peraahu
T8
d
dengan
indekks proteolitikk sebesar 333.5
m
merupakan
isoolat yang diguunakan untuk uji
s
selanjutnya.
Uji kualitatif tidak selaalu
m
menjadi
dasaar yang baik untuk melihhat
a
aktivitas
enziim protease, sehingga peerlu
d
dilakukan
ujii lanjutan terrhadap aktiviitas
p
proteasenya
(Ward
19983).
Bacilllus
l
licheniformis
hanya mamppu menghasilkkan
d
daerah
bening yang kecil, naamun mempunyyai
k
kemampuan
yaang besar dalaam menghasilkkan
p
protease
(Sian
n 1992). Oleh karena itu selaain
255
200
177.5
15
155
13.25
11.36
100
5
6.75
3.75
3.56
3.75 3.2 3.122
5
5.2
4
2
0
T1 T2 T3 T4 T6
T T7 T8 T9 T11 T14 T15 C5 C3 S3 S7
Kode Isolat
Gam
mbar 5 Grafik indeks proteo
olitik isolat
bakteri.
Hasil Uji A
Aktivitas Prottease
secarra Kuantitatiff
Pertumbuhan suatu mikkroorganisme
sanggat dipengaruhhi oleh faktor lingkungan,
sepeerti fisika-kim
mia (suhu daan pH) dan
kom
mposisi mediaa tumbuh (S
Stanbury &
9
Whitaker 1984). Media produksi untuk
menghasilkan enzim harus memenuhi
kebutuhan dasar untuk menghasilkan sel serta
produk. Unsur utama yang paling dibutuhkan
adalah nitrogen dan karbon. Nitrogen
diperlukan untuk pertumbuhan sel, sedangkan
karbon digunakan untuk meningkatkan energi
biosintesis. Media produksi yang digunakan
pada penelitian ini adalah PGY (Peptone
Glucose Yeast Extract) yang ditambahkan 1%
(v/v) susu skim cair. Media PGY terdiri atas
pepton, glukosa, dan ekstrak ragi. Menurut
Purbowo (1988) aktivitas protease yang
dihasilkan pada media sintetik lebih besar
dibandingkan aktivitas protease yang
dihasilkan pada media nonsintetik. Sebagai
starter digunakan biakan bakteri T8 yang
sudah ditumbuhkan dalam medium PGB
(Peptone Glucose Broth). Sebanyak 1%
inokulum dari stok kultur proteolitik
termofilik dimasukkan ke dalam media
produksi. Konsentrasi inokulum yang
diinokulasikan
berpengaruh
terhadap
produksi protease. Produksi protease
maksimal pada konsentrasi inokulum 2%.
Penambahan inokulum di atas konsentrasi
2%, akan menurunkan produksi protease
(Sharmin et al. 2005).
Menurut
Fardiaz
(1988)
dalam
memproduksi enzim dalam suatu bioproses
memerlukan beberapa faktor, antara lain jenis
mikrob, kurva pertumbuhan, dan kondisi
optimum untuk meningkatkan aktivitas
enzim. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengamatan pertumbuhan bakteri T8.
Kemampuan bakteri memperbanyak sel
dalam medium ditunjukkan oleh kekeruhan
yang terbentuk pada medium. Kekeruhan
terjadi karena sel bakteri tumbuh,
memperbanyak diri, dan mensekresikan
enzim ke medium (Sutandi 2003).
Pembuatan
kurva
pertumbuhan
dilakukan untuk menentukan waktu inkubasi
pertumbuhan optimum bakteri T8. Sintesis
protease akan mengalami penurunan setelah
waktu optimum tercapai. Hal tersebut antara
lain disebabkan substrat enzim telah
berkurang, selain itu tingginya kandungan
asam amino dalam media dapat berperan
sebagai represor sintesis enzim atau
terjadinya penguraian oleh enzim itu sendiri
karena tidak adanya lagi protein yang dapat
digunakan sebagai substrat (Stanburry &
Whitaker 1984).
Pengamatan pola pertumbuhan bakteri
proteolitik dilakukan berdasarkan metode
turbidimetrik. Bakteri yang tumbuh akan
menghasilkan pertambahan jumlah sel,
sehingga dapat diukur berdasarkan kepekatan
sel dalam media. Pengamatan pola
pertumbuhan dilakukan selama 1 x 30 jam.
Pengukuran angka rapat optis dilakukan
setiap dua jam sekali pada panjang
gelombang 600 nm. Waktu pengukuran
setiap dua jam dipilih sesuai dengan
pertumbuhan bakteri yang bertambah jumlah
selnya setiap dua jam. Berdasarkan kurva
pertumbuhan Gambar 6, bakteri proteolitik
isolat T8 memiliki pola pertumbuhan yang
terdiri atas fase adaptasi, pertumbuhan,
stasioner, dan kematian.
Fase adaptasi terjadi pada jam ke-0
hingga jam ke-1. Selama waktu tersebut
bakteri baru menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru, sehingga sel belum
membelah. Fase eksponensial terjadi pada
jam ke-1 hingga jam ke-22. Pada fase
eksponensial sel-sel bakteri sangat aktif
membelah dan metabolisme sel berlangsung
cepat.
1 .0
0 .0 0 4
Optical density (OD)
0 .0 0 3
0 .6
0 .0 0 2
0 .4
0 .0 0 1
0 .2
0 .0
0
5
10
15
20
25
30
w a k t u ( ja m )
O p tic a l d e n s ity ( O D )
A k tiv ita s p r o te a s e ( U /m L )
Gambar 6 Kurva pertumbuhan bakteri T8 dan produksi protease.
35
Aktivitas protease (U/mL)
0 .8
10
2
Pertumbuhan bakteri mulai melambat
ketika memasuki fase stasioner, yaitu mulai
pada jam ke-22. Pada fase stasioner, nutrisi di
dalam media mulai berkurang, sehingga
kematian sel meningkat. Jumlah sel yang
mati semakin meningkat sampai terjadi suatu
keadaan dimana jumlah sel yang hidup sama
dengan jumlah sel yang mati. Fase kematian
terjadi pada jam ke-30. Fase kematian terjadi
ketika jumlah substrat menurun di bawah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan sel, sehingga sel lisis dan mati.
Pada bakteri T8, pertumbuhan optimal sel
berada pada fase eksponensial.
Pada bakteri sintesis enzim ekstraseluler
dalam jumlah terbesar secara normal terjadi
pada saat sebelum sporulasi, yaitu pada akhir
fase eksponensial dan awal fase stasioner.
Keadaan tersebut diduga disebabkan karena
pada masa transisi fase eksponensial juga
diikuti dengan penurunan sumber karbon
dalam medium (Suhartono 1992). Puncak
produksi
protease
alkali
termostabil
umumnya
terjadi
pada
akhir
fase
eksponensial sampai akhir fase statis (Kubo
et al. 1988). Menurut Vortuba et al. (1987),
pada genus Bacillus, sintesis protease netral
dan alkali biasanya terjadi pada akhir fase
eksponensial.
Fase kematian tidak dapat diamati
sepenuhnya dengan metode turbidimetrik.
Metode
turbidimetrik
tidak
dapat
membedakan antara sel yang hidup dan sel
yang mati karena metode ini mengukur
pertumbuhan berdasarkan kepekatan media.
Penurunan absorbansi sel bakteri setelah fase
stasioner dianggap sebagai permulaan fase
kematian.
Berdasarkan hasil penentuan kurva
produksi protease pada Gambar 6, dapat
disimpulkan bahwa aktivitas protease
berkorelasi positif terhadap pertumbuhan
bakteri T8. Semakin besar jumlah sel, maka
semakin besar juga aktivitas protease yang
dihasilkan. Namun pada waktu inkubasi jam
ke-22,
aktivitas
protease
mengalami
penurunan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada jam ke-21, bakteri T8
menghasilkan aktivitas protease yang paling
tinggi, yaitu sebesar 3.8375 x 10-3 U/mL.
Waktu inkubasi dengan aktivitas ptotease
paling tinggi tersebut digunakan sebagai
waktu inkubasi optimum untuk produksi
protease. Tahap akhir dari proses produksi
enzim protease dari bakteri T8 adalah isolasi
dengan
menggunakan
sentrifus
pada
kecepatan 10000 rpm selama 5 menit.
Supernatan yang diperoleh merupakan
ekstrak kasar protease.
Ekstrak kasar yang diperoleh dimurnikan
dengan mengendapkan protein mengunakan
garam amonium sulfat dengan tingkat
kejenuhan berbeda untuk memisahkan
protein enzim dari protein lainnya, sehingga
diperoleh fraksi-fraksi protein (Bugg 2004).
Pengendapan
menggunakan
garam
didasarkan pada kelarutan protein yang
berinteraksi polar dengan molekul air,
interaksi ionik protein dengan garam, dan
daya tolak menolak protein yang bermuatan
sama. Ion garam yang ditambahkan
mempengaruhi kelarutan protein. Ketika
konsentrasinya rendah, ion-ion ini akan
mengelilingi molekul protein dan mencegah
bersatunya
molekul-molekul
protein,
sehingga protein larut (salting in).
Penambahan garam dengan konsentrasi tinggi
akan menyebabkan kelarutan protein
menurun (salting out). Molekul air yang
berikatan dengan ion-ion garam semakin
banyak
yang
akhirnya
menyebabkan
penarikan selubung air yang mengelilingi
permukaan protein, sehingga menyebabkan
protein saling berinteraksi, beragregasi, dan
kemudian mengendap. Amonium sulfat
merupakan garam yang paling sering
digunakan untuk mengendapkan protein
karena memiliki daya larut tinggi di dalam air
dan relatif tidak mahal.
Amonium sulfat ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam ekstrak kasar pada
suhu 5oC. Aktivitas protease tertinggi
diperoleh pada hasil pengendapan amonium
sulfat 60%, yaitu sebesar 7.7257 x 10-3
U/mL. Aktivitas protease hasil pengendapan
dengan amonium sulfat lebih tinggi
dibandingkan aktivitas ekstrak kasar protease,
yaitu sebesar 3.8375 x 10-3 U/mL. Menurut
Joshi (2010), aktivitas protease dapat
ditingkatkan dengan pengendapan garam
amonium sulfat.
Aktivitas Protease Bakteri Termofilik
Aktivitas protease diukur dengan metode
Bergmeyer (1983). Prinsip pengukuran
aktivitas protease dengan metode Bergmeyer
adalah hidrolisis substrat oleh protease
menjadi asam amino dan peptida. Substrat
yang digunakan adalah kasein (Suhartono
1992). Kasein merupakan protein susu yang
terdiri atas fosfoprotein yang berikatan
dengan kalsium membentuk garam kalsium
yang disebut kalsium kalseinat. Protease yang
disekresikan oleh bakteri T8 akan
menghidrolisis kasein untuk menghasilkan
asam amino. Laju pembentukan asam amino
dan peptida sebanding dengan aktivitas
katalitik protease. Intensitas warna biru yang
11
terbentuk akan sebanding dengan konsentrasi
kasein yang terhidrolisis. Semakin banyak
kasein yang terhidrolisis, maka semakin
pekat warna biru yang terbentuk. Tirosin
digunakan sebagai standar dalam pengukuran
karena tirosin merupakan salah satu asam
amino yang paling banyak terkandung dalam
kasein dan berperan dalam menentukan
timbulnya warna biru saat uji aktivitas
dilakukan.
Asam amino yang dihasilkan dari
hidrolisis kasein oleh protease, dipisahkan
dari protein yang belum terhidrolisis
menggunakan asam trikloroasetat (TCA).
Asam amino dan peptida akan dilarutkan
dengan TCA, sedangkan protein yang
memiliki bobot molekul yang besar akan
mengendap.
TCA
juga
berfungsi
menginaktifkan protease dan menghentikan
waktu inkubasi protease. Tahap pemisahan
asam amino dan peptida yang terbentuk
selama inkubasi dengan protein yang
mengendap atau dengan substrat yang belum
terhidrolisis dibantu oleh sentrifugasi pada
kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang terbentuk melalui tahap
pemisahan tersebut merupakan asam amino
hasil hidrolisis kasein oleh protease.
Supernatan ditambahkan Na2CO3 agar
pHnya menjadi sekitar 11.5. pH tersebut
merupakan pH optimum untuk intensitas dan
stabilitas warna biru. Warna yang terbentuk
disebabkan oleh pereaksi Folin Ciocalteau.
Larutan dibaca pada panjang gelombang 578
nm. Besarnya serapan berbanding lurus
dengan konsentrasi asam amino yang
terbentuk. Besarnya serapan juga berbanding
lurus dengan konsentrasi protein yang
terhidrolisis. Aktivitas satu unit enzim
dinyatakan sebagai jumlah milimol tirosin
yang terbentuk dalam satu menit per mL
enzim pada kondisi percobaan (U/mL atau
mmol/menit.mL).
Optimasi Protease
Optimasi yang dilakukan pada penelitian
ini meliputi pengaruh pH dan suhu terhadap
aktivitas protease. Optimasi protease
bertujuan menentukan pH dan suhu optimum
aktivitas protease. Pada
pH dan suhu
optimum, protease akan menunjukkan
aktivitas yang paling tinggi. Penentuan pH
optimum bakteri T8 dilakukan pada pH 6-10.
Bufer yang digunakan adalah bufer borat
pH 8, bufer Clark & Lubs pH 8-10, dan bufer
fosfat pH 6-8. Pengaruh pH pada aktivitas
protease ditunjukkan pada Gambar 7.
Aktivitas protease paling tinggi terjadi pada
bufer Clark & Lubs pH 8 sebesar
8.6840 x 10-3 U/mL. Aktivitas protease pada
bufer Clark & Lubs pH 8 lebih tinggi
dibandingkan pada bufer borat pH 8 dan
bufer fosfat pH 8. Pada bufer borat, aktivitas
protease sebesar 7.7257 x 10-3 U/mL dan
pada bufer fosfat pH 8 aktivitas protease
sebesar 6.2638 x 10-3 U/mL.
Perbedaan aktivitas protease pada ketiga
bufer disebabkan oleh perbedaan pengaruh
senyawa yang terdapat dalam bufer tersebut
(Vratyastoma
2006).
Senyawa
yang
dikandung oleh bufer Clark & Lubs meliputi
senyawa borat dan garam potasium klorida,
sedangkan bufer borat dan bufer fosfat tidak
mengandung garam potasium klorida.
Senyawa klorida dapat mempertahankan
stabilitas protease hingga minggu kedelapan.
Senyawa
fosfat
hanya
mampu
mempertahankan stabilitas protease hingga
minggu keempat (Sutandi 2003).
Protease
yang
dihasilkan
mikroorganisme memiliki aktivitas optimum
pada kisaran pH 8-12 (Ghorbel et al. 2003;
Singh et al. 2001; Mehrotra et al. 1999).
Bacillus amovivorus menghasilkan protease
yang optimum pada pH 8-8.5 (Sharmin et al.
2005). Menurut Purbowo (1988) B. subtilis
menghasilkan protease yang bersifat alkali
dan dapat stabil pada kisaran pH 8-9.
Pengaruh pH terhadap aktivitas protease
dianalisis secara statistik menggunakan
program SAS, kemudian dilanjutkan dengan
uji Duncan. Pada hasil analisis statistik, pH
berpengaruh terhadap aktivitas protease. Nilai
R-square yang diperoleh sebesar 0.957978
menunjukkan bahwa 95.79% keragaman
respon protease dapat dijelaskan oleh
perlakuan dalam model (pH), sisanya sebesar
4.21% dijelaskan oleh faktor lain di luar
model. Pada uji Duncan, nilai yang terbesar
ditunjukkan oleh bufer Clark & Lubs pH 8.
Hal tersebut menjelaskan bahwa pH yang
paling baik untuk aktivitas protease adalah
pH 8 yang diperoleh dari bufer Clark & Lubs.
Bufer borat pH 8, bufer Clark & Lubs
pH 8, dan bufer Clark & Lubs pH 9 memiliki
taraf yang berbeda nyata karena ketiga pH
tersebut tidak memiliki Duncan Grouping.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa
penggunaan bufer borat pH 8, bufer Clark &
Lubs pH 8, dan bufer Clark & Lubs pH 9
memberikan pengaruh terhadap aktivitas
protease. Hasil uji Duncan juga menjelaskan
bahwa bufer fosfat pH 7, bufer fosfat pH 8,
dan bufer Clark & Lubs pH 10 tidak berbeda
nyata karena memiliki Duncan Grouping
yang sama. Penggunaan bufer fosfat pH 6
dan bufer fosfat pH 7 juga tidak berbeda
nyata karena antara bufer Fosfat pH 6 dan
12
bufer fosfat pH 7 berada dalam Duncan
Grouping yang sama.
pH lingkungan berpengaruh terhadap
kecepatan
aktivitas
enzim
dalam
mengkatalisis suatu reaksi. Hal ini
disebabkan
konsentrasi
ion
hidrogen
mempengaruhi struktur tiga dimensi enzim
dan aktivitasnya. Setiap enzim memiliki pH
optimum dimana pada pH tersebut struktur
tiga dimensinya paling kondusif untuk
mengikat substrat. Jika konsentrasi ion
hidrogen berubah dari konsentrasi optimal,
maka aktivitas enzim secara progresif hilang
hingga pada akhirnya enzim menjadi tidak
fungsional (Lehninger 1982). Menurut
Palmer (1981), aktivitas enzim yang menurun
karena perubahan pH disebabkan oleh
berubahnya keadaan ion substrat dan enzim.
Perubahan tersebut dapat terjadi pada residu
asam amino yang berfungsi untuk
mempertahankan struktur tersier dan
kuartener enzim aktif. Perubahan struktur
tersier dapat mengakibatkan sisi hidrofobik
yang awalnya tersimpan pada bagian dalam
molekul enzim menjadi terbuka, sehingga
kelarutan enzim berkurang. Berkurangnya
kelarutan enzim dapat menurunkan aktivitas
katalitik enzim secara perlahan. Aktivitas
enzim
dapat
ditingkatkan
dengan
memulihkan reaksi enzimatis pada pH
optimumnya.
Aktivitas enzim ditentukan oleh suhu
pada saat mengkatalisis suatu reaksi.
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
dilakukan pada suhu 50oC-90oC. Aktivitas
enzim akan mengalami peningkatan dengan
meningkatnya suhu. Pengaruh suhu terhadap
aktivitas proteolitik ditunjukkan pada
Gambar 8. Aktivitas protease meningkat
seiring dengan peningkatan suhu inkubasi,
namun setelah suhu optimum aktivitasnya
menurun. Suhu optimum protease dari bakteri
T8 adalah 60oC. Pada suhu 60oC, aktivitas
enzim protease sebesar 8.9235 x 10-3 U/mL.
Aktivitas protease menurun setelah suhu
60oC. Hal tersebut disebabkan karena
terjadinya proses denaturasi yang dapat
mempengaruhi sifat katalitik pada sisi aktif
enzim, sehingga kecepatan reaksinya
berkurang. Pada kondisi tersebut substrat
juga dapat mengalami perubahan konformasi,
sehingga gugus reaktifnya tidak dapat lagi
atau mengalami hambatan untuk berikatan
dengan sisi aktif enzim.
Penurunan aktivitas protease dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pH dan suhu (Naiola & Widhyastuti 2007).
Pada suatu reaksi enzimatik, setelah suhu
optimum tercapai laju reaksi akan turun.
Penurunan aktivitas protease terjadi karena
perubahan struktur enzim yang akan
menyebabkan penurunan laju katalitik.
Akibat perubahan struktur enzim, sisi aktif
enzim mengalami perubahan bentuk sehingga
tidak dapat digunakan secara baik dalam
mengikat substrat (Sofro 1990). Peningkatan
suhu yang melebihi suhu optimum suatu
enzim, akan menyebabkan lemahnya ikatan
di dalam enzim secara struktural.
Pengaruh suhu terhadap aktivitas
protease
dianalisis
secara
statistik
menggunakan program SAS, kemudian
dilanjutkan dengan uji Duncan. Pada hasil
analisis statistik, suhu berpengaruh terhadap
aktivitas protease. Hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa adanya pengaruh suhu
terhadap aktivitas protease. Nilai R-square
yang
diperoleh
sebesar
0.998806
menunjukkan bahwa 99.88% keragaman
respon protease itu dapat dijelaskan oleh
perlakuan di dalam model (suhu), sisanya
sebesar 0.12% dijelaskan oleh faktor lain di
luar model. Pada uji Duncan, nilai yang
terbesar ditunjukkan oleh suhu 60oC. Pada
perlakuan suhu, suhu yang paling baik untuk
aktivitas protease adalah suhu 60oC. Hasil uji
Duncan menjelaskan bahwa antara suhu 50oC
dan suhu 60oC tidak berbeda nyata karena
memiliki Duncan Grouping yang sama. Hal
serupa juga ditunjukkan antara suhu 50oC dan
suhu 70oC. Suhu 80oC dan suhu 90oC
memiliki taraf yang berbeda nyata karena
kedua suhu tersebut tidak memiliki Duncan
Grouping.
Menurut Murray et al. (2003), kenaikan
suhu akan meningkatkan kecepatan reaksi
yang dikatalisis enzim, namun peningkatan
kecepatan reaksi hanya pada kisaran suhu
tertentu. Kecepatan reaksi akan meningkat
sejalan dengan kenaikan suhu dan
peningkatan kecepatan reaksi tersebut
disebabkan oleh peningkatan energi kinetik
molekul-molekul yang bereaksi. Peningkatan
energi lebih jauh akan memutuskan ikatan
hidrogen dan hidrofobik lemah yang
mempertahankan struktur sekunder-tersier
dari enzim disertai dengan menurunnya
aktivitas katalitik enzim tersebut. Pada suhu
maksimum, enzim akan terdenaturasi karena
struktur protein terbuka dan gugus nonpolar
yang berada di dalam molekul menjadi
terbuka lebar, kelarutan protein di dalam air
yang polar menjadi turun, sehingga ektivitas
enzim juga akan turun (Lehninger 1982).
Suhu tinggi juga dapat mempengaruhi
konformasi substrat, sehingga mengalami
hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim
(Suhartono 1992).
13
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk mengetahui pengaruh inhibitor
terhadap aktivitas protease, uji ketahanan
enzim pada suhu tinggi, dan uji
konsentrasi protein untuk mengetahui
aktivitas spesifik protease. Selain itu, perlu
dilakukan identifikasi bakteri terhadap
bakteri T8.
Aktivitas Protease (U/mL)
0.01
0.009
0.008
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
DAFTAR PUSTAKA
0
6
7
8
9
10
pH
Bufer fosfat
Bufer Clark & Lubs
Bufer borat
Aktivitas Protease (U/mL)
Gambar 7 Optimasi pH terhadap aktivitas
protease.
Aguilar A, Ingemansson T, Magnien E. 1998.
Extremophile microorganisms as cell
factories. Sci Technol Aliment 2:367373.
Bergmeyer HU. 1983. Methods of Enzymatic
Analysis. Weinstein: Verlag Chemie.
Brock TD. 1986. An overview of the
thermophiles. dalam Brock TD.
Thermophiles: General Molecular and
Applied Microbiology. New York: J
Wiley.
0.01
0.009
0.008
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
Bugg TDH. 2004. Introduction to Enzyme
and Coenzyme Chemistry. Oxford:
Blackwell.
50
60
70
80
90
Suhu (oC)
Gambar 8 Optimasi suhu terhadap aktivitas
protease.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dua isolat dari sumber air panas
Sipoholon, sebelas isolat dari sumber air
panas Tangkuban Perahu, dan dua isolat dari
sumber air panas Ciseeng dapat membentuk
daerah bening di sekitar koloninya. Isolat T8
yang berasal dari Tangkuban Perahu dengan
indeks proteolitik sebesar 33.5 digunakan
untuk uji selanjutnya. Aktivitas tertinggi
bakteri T8 ditunjukkan pada sampel yang
diambil
pada
jam
ke-21
sebesar
3.8375 x 10-3 U/mL. Aktivitas protease
meningkat dengan pengendapan amonium
sulfat 60%, yaitu 7.7257 x 10-3 U/mL. Hasil
analisis secara statistik dengan program SAS
yang dilanjutkan dengan uji Duncan
menunjukkan bahwa pH dan suhu
memberikan pengaruh terhadap aktivitas
protease. Aktivitas protease tertinggi pada pH
8 bufer Clark & Lubs dan suhu 60oC.
Cappucino JG, Sherman N. 1983.
Microbiology.
Massachusetts:
Addison-Wesley.
Edwards C. 1990. Microbiology of Extreme
Environtments. New York: McGrawHill.
Fardiaz S. 1988. Fisiologi Fermentasi.
Bogor: PAU-IPB.
Ghorbel B, Sellami KA, Nasri M. 2003.
Stability studies of protease from
Bacillus cereus BG1. Enzyme Microb
Technol 32:513-518.
Hartoto M. 2003. Pembuatan yoghurt
sinbiotik dengan menggunakan kultur
campuran Streptococcus thermophilus,
Bfidobacterium, dan Lactobacillus
casei galur Shirota. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor.
Janzen JJ, Bishop JR, Bodiene AB. 1982.
Relationship of protease activity
rushelf life of skim and whole milk. J
Dairy Sci 65:2237-2240.
Joshi BH. Purification and characterization of
a novel protease from Bacillus
Firmus. 2010. J Appl Sci Re
6(8):1068-1076.
14
Kubo M, Murayama K, Seto K, Imanaka T.
1988. Higly thermostable neutral
protease
from
Bacillus
stearothermophilus.
J
Ferment
Technol 66(1):13-17.
Labeda
DP.
1990.
Environtmental
Biotechnology:
Isolation
of
Biotechnological organisms from
nature. New York: McGraw-Hill.
Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia.
Thenawidjaja M, penerjemah; Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Principles
of Biochemistry.
Madigan
MT,
Marrs
BL.
Extremophiles. Sci Am 82-87.
Matjik
1997.
AA, Sumertajaya M. 2002.
Perancangan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor:
Jurusan Statistika FMIPA IPB.
Mehrotra S, Pandey PK, Gaur R, Damwal
NS. 1999. The production of alkaline
protease by a Bacillus species isolate.
Microb Technol 67:201-203.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel
VW. 2003. Biokimia Harper. Hartono
A, penerjemah; Jakarta: EGC.
Terjemahan
dari:
Harper’s
Biochemistry.
Naiola E, Widhyastuti N. 2007. Semi
purifikasi dan karakterisasi enzim
protease Bacillus sp. Hayati 13:51-56.
Oktafianti F. 2005. Aktivitas protease
Bacillus natto dari empat jenis natto
komersial [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Palmer T. 1981. Understanding Enzymes.
England: Ellis Horwood.
Purbowo Y. 1988. Protease dari Bacillus
Subtilis dan penerapannya sebagai
pengempuk daging [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Ramadzanti A. 2006. Aktivitas protease dan
kandungan asam laktat pada yoghurt
yang dimodifikasi Bifidobacterium
bifidum [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rao MB, Tanksale AM, Ghatge MS,
Deshpande VV. 1998. Molecular and
Biotechnological aspects of microbial
proteases. Microbiol
62(3):597-635.
Mol
Biol
Sadikin M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta:
Widya Medika.
Salem SR, Shabeb SA, Amara AA. 2009.
Optimization of thermophilic protease
production in Bacillus mixed cultures
under mesophilic conditions. J Agric
Sci 5(3):375-383.
Sanfitri EH. 2007. Amplifikasi gen 16SrRNA bakteri termofilik dari sumber
air panas, Gunung Pancar Bogor
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Sharmin S, Hossain T, Anwar MN. 2005.
Isolation and characterization of a
protease producing bacteria Bacillus
amovivorus and optimization of some
factors of culture conditions for
protease production. J Biol Sci
5(3):358-362.
Sian
LW. 1992. Mempelajari aktivitas
protease Bacillus licheniformis galur
Gibson NCTC 10341 pada fermentasi
terkontrol menggunakan limbah cair
tahu [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Singh J, Batra N, Sobti RC. 2001. Serine
alkaline protease from a newly
isolated Bacillus sp. Process Biochem
36:781-785.
Sofro ASM. 1990. Biokimia. Yogyakarta:
UGM Pr.
Sokatch JR. 1973. Bacterial Physiology and
Metabolism. New York: Academic Pr.
Stanburry PF, Whitaker A. 1984. Principle of
Fermentation Technology. New York:
Pergamon Pr.
Suhartono
MT.
1989.
Enzim
Bioteknologi. Bogor: IPB Pr.
Suhartono MT. 1992. Protease.
IPB Pr.
dan
Bogor:
Susanti E.
2003.
Isolasi
dan
karakterisasi protease dari Bacillus
subtilis 1012M15.
Biodiversitas
4(1):12-17.
Sutandi C. 2003. Analisis potensi enzim
protease lokal [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Teknologi
Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
15
Vortuba J, Pazlarova J, Dvaraova M,
Vanatalu K, Vachava L. 1987.
External factors involved in regulation
of an extracellular proteinase synthesis
in
Bacillus
megaterium.
Appl
Microbiol Biotechnol 26:373-377.
Vratyastoma AK. 2006. Optimasi produksi
dan karakterisasi enzim protease dari
Bacillus natto [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Ward OP. 1983. Properties of microbial
proteinase.
dalam
Forgaty
W
Microbial Enzyme and Biotechnology.
London: Applied Sci.
Widhyastuti N, Naiola E. 2002. Isolasi,
seleksi, dan optimasi produksi
protease dari beberapa isolat bakteri.
Berita Biologi 6:467-473.
Winarno FG. 1985. Enzim Pangan. Jakarta:
Gramedia.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Sampel Air Panas dari Sumber Air Panas
Tangkuban Perahu, Ciseeng dan Sipoholon
Isolasi Bakteri Termofilik pada Media PGA
Seleksi Bakteri Proteolitik Termofilik
pada Media Susu Skim Agar
Isolat Bakteri dengan Indeks
Proteolitik Terbesar
Pembuatan Media PGB dan PGY
Optimasi Waktu Inkubasi dan
Aktivitas Protease pada Media
Suhu 50oC
Kecepatan
Shaker
120 rpm
Kurva Produksi Protease:
Pengukuran Aktivitas
protease pada Supernatan
Sampel yang Diambil
Setiap 3 Jam
Pembuatan Kurva
Pertumbuhan: Setiap 2
Jam Diambil Sampel Sel,
Diukur OD pada λ 600 nm
Ekstraksi Protease pada Waktu Inkubasi
Pengendapan Ekstrak Kasar Protease dengan Amonium
Penentuan Aktivitas Protease
Optimasi pH
Optimasi Suhu Protease
18
Lampiran 2 Alur kerja isolasi bakteri termofilik
45 mL larutan NaCl 0.85
5ml kultur bakteri
vorteks
10-1
10-2
10-3
10-4
1 ml
10-5
1 ml
1 ml
10-6
1 ml
1 ml
Media
PGA
Media
PGA
Media
PGA
Media
PGA
Inkubasi, 50 °C, 48 jam
Amati koloni
Media
PGA
1 ml
Media
PGA
19
Lampiran 3 Pembuatan media
a.
PGA (Pepton Glukosa Agar)
ƒ 5 g Glukosa
ƒ 10 g Bakto pepton
ƒ 20 g Bakto agar
ƒ 1 L Akuades
b.
PGB (Peptone Glucose Broth)
ƒ 5 g Glukosa
ƒ 10 g Bakto pepton
ƒ 1 L Akuades
c.
PGY (Peptone Glucose Yeast Extract)
ƒ 5 g Glukosa
ƒ 10 g Bakto pepton
ƒ 10 g Ekstrak ragi
ƒ 1 L Akuades
d.
Susu skim agar
ƒ 100 mL Susu skim steril
ƒ 200 mL Akuades
ƒ 6 g Bakto agar
20
Lampiran 4 Pembuatan Bufer borat (pH 8), bufer fosfat (pH 6-8) dan bufer Clark
& Lubs (pH 8-10)
a.
Bufer borat
Larutan A: 12.4 g asam borat dilarutkan dalam 1 L akuades
Larutan B: 19.05 g boraks dilarutkan dalam 1 L akuades
Sebanyak 50 mL larutan A dicampur dengan 4.9 mL larutan B, kemudian
diencerkan dengan akuades hingga volumenya 250 mL.
b.
Bufer fosfat
Larutan A: 0.2 M Sodium dihidrogen fosfat dehidrat (31.9 g/L
Na2H2PO4.2H2O)
Larutan B: 0.2 M Sodium fosfat dibasis (71.7 g/L Na2HPO4.12H2O)
Sebanyak x mL larutan A dicampur dengan y mL larutan B, kemudian
diencerkan dengan akuades hingga volumenya 200 mL.
pH
c.
x
y
6
87.7
12.3
7
39.0
61.0
8
5.3
94.7
Bufer Clark & Lubs (pH 8-10)
Larutan A: 0.1 M Potasium klorida dan asam borat (7.455 g/L KCl dan 6.184
g/L H3BO3)
Larutan B: 0.1 M NaOH
Sebanyak 50 mL larutan A dicampur dengan x mL larutan B, kemudian
diencerkan dengan akuades hingga volumenya 100 mL.
pH
x
8
3.9
9
20.8
10
43.7
21
Lampiran 5 Hasil uji kualitatif isolat Ciseeng, Tangkuban Perahu, dan Sipoholon
Isolat Ciseeng
Kode isolat
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
Perbandingan diameter zona bening dan
diameter isolat (indeks proteolitik)
6.75
4
-
Isolat Tangkuban Perahu
Kode isolat
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T10
T11
T12
T13
T14
T15
Perbandingan diameter zona bening dan
diameter isolat (indeks proteolitik)
3.75
13.25
11.36
15
17.5
3.56
33.5
3.75
3.2
3.12
5
Isolat Sipoholon
Kode isolat
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
Perbandingan diameter zona bening dan
diameter isolat (indeks proteolitik)
2
5.2
-
22
Lampiran 6 Alur kerja analisis aktivitas protease (Bergmeyer 1983)
1 mL Bufer borat (0.1 M)
1 mL Substrat kasein (20 mg/mL)
0.2 mL HCl (0.05 M)
0.2 mL Akuades
0.2 mL Ekstrak enzim dalam CaCl2 (2 mM)
0.2 mL Standar tirosin (5 mM)
Inkubasi
(10 menit, suhu 50oC)
2 mL TCA (0.1 M)
0.2 mL CaCl2 (2 mM)
0.2 mL Ekstrak enzim dalam CaCl2 (2 mM)
Inkubasi
(10 menit, suhu 50oC)
Sentrifus
(4000 rpm selama 10 menit)
Supernatan dipisahkan
1.5 mL Supernatan
5 mL Na2CO3 (0.4 M)
1 mL Folin Ciocalteau
Inkubasi
(20 menit, suhu 50oC)
Spektrofotometer
pada panjang gelombang 578 nm
23
Lampiran 7 Metode analisis aktivitas protease (Bergmeyer 1983)
Metode
Pereaksi
Blanko
Sampel
Standar
(mL)
(mL)
(mL)
Bufer borat (0.01 M)
1
1
1
Substrat kasein (20 mg/mL)
1
1
1
HCl (0.05 M)
0.2
0.2
0.2
Akuades
0.2
Ekstrak enzim dalam CaCl2 (2mM)
0.2
Standar tirosin (5mM)
0.2
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 50oC
TCA (0.1 M)
2
2
2
CaCl2 (2 mM)
0.2
Ekstrak enzim dalam CaCl2 (2mM)
0.2
0.2
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 50oC
Sentrifus pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit
Supernatan
1.5
1.5
1.5
Na2CO3 (0.4 M)
5
5
5
Folin Ciocalteau
1
1
1
o
Inkubasi selama 20 menit pada suhu 50 C
Absorbansi dibaca menggunakan spektrofotometer pada λ 578 nm
Pereaksi
a. Bufer borat
Larutan A: 12.4 g asam borat dilarutkan dalam 1 L akuades
Larutan B: 19.05 g boraks dilarutkan dalam 1 L akuades
Sebanyak 50 mL larutan A dicampur dengan 4.9 mL larutan B, kemudian
diencerkan dengan akuades hingga volumenya 250 mL.
b. Natrium hidroksida (NaOH 1 M)
4 g NaOH dilarutkan dalam 100 mL akuades.
c. Asam klorida (HCl 1 M)
9.8 mL HCl pekat diencerkan dengan akuades hingga volumenya 72 mL.
d. Asam klorida (0.05 M)
1 mL HCl (c) diencerkan dengan 19 mL akuades.
e. Larutan tirosin standar (5 mM)
45 mg tirosin dilarutkan dalam 50 mL akuades, kemudian dipanaskan pada
suhu 50oC sambil diaduk perlahan.
24
Lanjutan Lampiran 7
f. Larutan kasein 2% (b/v)
1 g kasein dilarutkan dalam 5 mL akuades, kemudian ditambahkan NaOH
(b) dan 30 mL akuades. Larutan diaduk menggunakan pengaduk magnet
hingga semua kasein larut. Setelah itu ditambahkan 5 mL bufer borat (a).
pH larutan ditepatkan menjadi 8 menggunakan HCl (c). Selama
penambahan HCl larutan diaduk agar tidak terjadi endapan, kemudian
volume larutan ditepatkan menjadi 50 mL.
g. Kalsium klorida (CaCl2 12 mM)
66.5964 mg CaCl2 dilarutkan dalam 50 mL akuades.
h. Kalsium klorida (CaCl2 2 mM)
6 mL CaCl2 (g) diencerkan dengan 30 mL akuades.
i. Asam trikloroasetat (TCA 0.1 M)
16.3 g TCA dilarutkan dalam 1 L akuades.
j. Natrium karbonat (Na2CO3 0.4 M)
42.397 g Na2CO3 dilarutkan dalam 1 L akuades.
k. Folin Ciocalteau
5 mL larutan Folin Ciocalteau diencerkan dengan akuades hingga
volumenya 25 mL.
l. Larutan enzim
0.2 mL CaCl2 (g) ditambahkan dalam 1 mL enzim yang akan dianalisis.
25
Lanjutan Lampiran 7
Contoh perhitungan aktivitas protease
UA =
xPx x
x [standar tirosin]
Keterangan :
UA : Unit aktivitas dalam IU
(International Unit) per menit
Asp : Nilai absorbansi sampel
Abl : Nilai absorbansi blanko
Ast : Nilai absorbansi standar
P
: Faktor pengenceran
T
: Waktu inkubasi
Sampel pada jam ke-21 (ulangan pertama)
UA =
=
xPx x
.
.
.
.
x 15 x
= 3.9610 x 10-3 U/mL
x [standar tirosin]
x
.
x 0.001 mmol
26
Lampiran 8 Uji kuantitatif aktivitas protease pada ekstrak kasar protease
Jam Ulangan Blanko Sampel Standar
Aktivitas
Aktivitas
keProtease
Protease
(U/mL)
Rata-rata
(U/mL)
-4
1
0.220
0.230
0.482
2.8650 x 10
3
2
0.218
0.228
0.480
2.8650 x 10-4 2.8683 x 10-4
3
0.220
0.230
0.481
2.8750 x 10-4
1
0.240
0.256
0.481
4.9800 x 10-4
6
2
0.235
0.249
0.483
4.2350 x 10-4 4.4767 x 10-4
3
0.232
0.246
0.481
4.2150 x 10-4
1
0.240
0.260
0.420
8.3350 x 10-4
9
2
0.243
0.262
0.421
8.0050 x 10-4 8.4733 x 10-4
3
0.239
0.262
0.429
9.0800 x 10-4
1
0.233
0.269
0.472
1.1295 x 10-3
12
2
0.229
0.273
0.475
1.3415 x 10-3 1.2387 x 10-3
3
0.231
0.271
0.472
1.2450 x 10-3
1
0.241
0.284
0.470
1.4085 x 10-3
2
0.195
0.274
0.477
2.1010 x 10-3 1.8738 x 10-3
16
3
0.198
0.276
0.475
2.1120 x 10-3
1
0.221
0.311
0.471
2.7000 x 10-3
2
0.233
0.309
0.482
2.2890 x 10-3 2.4562 x 10-3
18
3
0.233
0.312
0.482
2.3795 x 10-3
1
0.248
0.370
0.479
3.9610 x 10-3
21
2
0.248
0.368
0.479
3.8960 x 10-3 3.8375 x 10-3
3
0.240
0.356
0.478
3.6555 x 10-3
1
0.243
0.358
0.470
3.7995 x 10-3
22
2
0.241
0.355
0.475
3.6540 x 10-3 3.6622 x 10-3
3
0.238
0.351
0.478
3.5330 x 10-3
1
0.235
0.313
0.470
2.4895 x 10-3
24
2
0.230
0.311
0.471
2.5205 x 10-3 2.4963 x 10-3
3
0.232
0.311
0.471
2.4790 x 10-3
1
0.221
0.292
0.469
2.1470 x 10-3
27
2
0.213
0.291
0.472
2.2585 x 10-3 2.1800 x 10-3
3
0.219
0.291
0.472
2.1345 x 10-3
27
Lampiran 9 Uji kuantitatif aktivitas protease dengan pengendapan amonium sulfat
Amonium Ulangan Blanko Sampel Standar
Aktivitas
Aktivitas
Sulfat
Protease
Protease
(U/mL)
Rata-rata
(U/mL)
-3
1
0.441
0.498
0.679
3.5925 x 10
3.9362 x
20%
2
0.442
0.504
0.677
3.9575 x 10-3
10-3
3
0.441
0.508
0.677
4.2585 x 10-3
1
0.441
0.532
0.678
5.7595 x 10-3
5.8313 x
40%
2
0.441
0.530
0.678
5.6330 x 10-3
10-3
3
0.443
0.539
0.679
6.1015 x 10-3
1
0.449
0.571
0.679
7.9565 x 10-3
7.7257 x
2
0.442
0.568
0.679
7.9745 x 10-3
60%
10-3
-3
3
0.442
0.556
0.678
7.2460 x 10
1
0.443
0.530
0.678
5.5530 x 10-3
5.5508 x
80%
2
0.441
0.528
0.678
5.5065 x 10-3
10-3
-3
3
0.443
0.531
0.679
5.5930 x 10
28
Lampiran 10 Aktivitas protease pada suhu 50oC dan berbagai pH
pH
Ulangan Blanko Sampel Standar
Aktivitas
Bufer
Protease
(U/mL)
6
7
8
8
8
9
10
1
2
3
1
2
3
1
2
3
0.442
0.436
0.439
0.440
0.439
0.441
0.443
0.446
0.444
1
2
3
0.449
0.442
0.442
1
2
3
1
2
3
1
2
3
0.437
0.440
0.435
0.433
0.429
0.431
0.433
0.440
0.431
Bufer Fosfat
0.522
0.672
5.2175 x 10-3
0.519
0.673
5.2530 x 10-3
0.531
0.679
5.7500 x 10-3
0.536
0.674
6.1540 x 10-3
0.532
0.676
5.8860 x 10-3
0.529
0.680
5.5230 x 10-3
0.541
0.679
6.2290 x 10-3
0.538
0.673
6.0795 x 10-3
0.546
0.680
6.4830 x 10-3
Bufer Borat
0.571
0.679
7.9565 x 10-3
0.568
0.679
7.9745 x 10-3
0.556
0.678
7.2460 x 10-3
Bufer Clark & Lubs
0.576
0.677
8.6875 x 10-3
0.578
0.679
8.6610 x 10-3
0.576
0.678
8.7035 x 10-3
0.543
0.669
6.9915 x 10-3
0.548
0.672
7.3455 x 10-3
0.539
0.671
6.7500 x 10-3
0.531
0.672
6.1505 x 10-3
0.529
0.669
5.8295 x 10-3
0.530
0.671
6.1875 x 10-3
Aktivitas
Protease
Rata-rata
(U/mL)
5.4068 x 10-3
5.8543 x 10-3
6.2638 x 10-3
7.7257 x 10-3
8.6840 x 10-3
7.0290 x 10-3
6.0588 x 10-3
29
Lampiran 11 Aktivitas protease pada pH 8 dan berbagai kisaran suhu
Suhu Ulangan Blanko Sampel Standar
Aktivitas
Aktivitas
Protease
Protease
(U/mL)
Rata-rata
(U/mL)
-3
1
0.437
0.576
0.677
8.6875 x 10
50oC
2
0.440
0.578
0.679
8.6610 x 10-3 8.6840 x 10-3
3
0.435
0.576
0.678
8.7035 x 10-3
1
0.441
0.579
0.673
8.9225 x 10-3
o
60 C
2
0.440
0.580
0.675
8.9360 x 10-3 8.9235 x 10-3
3
0.441
0.583
0.680
8.9120 x 10-3
1
0.447
0.572
0.675
8.2235 x 10-3
o
70 C
2
0.441
0.574
0.671
8.6740 x 10-3 8.4342 x 10-3
3
0.445
0.575
0.677
8.4050 x 10-3
1
0.447
0.452
0.664
1.1295 x 10-3
80oC
2
0.447
0.511
0.670
1.3415 x 10-3 1.2387 x 10-3
3
0.445
0.449
0.672
1.2450 x 10-3
1
0.441
0.444
0.670
1.9650 x 10-4
o
2
0.441
0.449
0.675
5.1300 x 10-4 3.8600 x 10-4
90 C
3
0.443
0.450
0.677
4.4850 x 10-4
30
Lampiran 12 Hasil uji statistik menggunakan program SAS untuk pengaruh suhu
terhadap aktivitas protease
Faktorial RAL Suhu
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels
Values
5 50 60 70 80 90
suhu
Number of Observations Read 15
Number of Observations Used
15
Faktorial RAL Suhu
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Source
D
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
2090.84
<.0001
F
Model
4
0.00022615
0.00005654
Error
10
0.00000027
0.00000003
Corrected Total
14
0.00022642
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.998806
Source DF
suhu
2.978215
0.000164
0.005521
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
4 0.00022615
0.00005654
2090.84 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
suhu
4
0.00022615
0.00005654
2090.84 <.0001
31
Lanjutan Lampiran 12
Faktorial RAL Suhu
The GLM Procedure
Duncan’s Multiple Range Test for Respon
0.05
Alpha
10
Error Degrees of Freedom
2.704E-8
Error Mean Square
Number of Means
Critical Range
2
3
4
.0002992 .0003126 .0003205 .0003256
Means with the same letter
are not significantly different.
Duncan Grouping
A
Mean N suhu
0.0089235
3 60
0.0086840
3 50
0.0084342
3 70
C
0.0012387
3 80
D
0.0003270
3 90
A
B
5
A
B
B
32
Lampiran 13 Hasil uji statistik menggunakan program SAS untuk pengaruh suhu
terhadap aktivitas protease
Faktorial RAL pH
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels
Values
7 10 6 7 8a 8b 8c 9
pH
Number of Observations Read 21
Number of Observations Used
21
Faktorial RAL pH
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Source
DF Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
53.19
<.0001
Model
6
0.00002426
0.00000404
Error
14
0.00000106
0.00000008
Corrected
20
0.00002533
Total
R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean
0.957978
Source DF
pH
4.104635
0.000276
0.006717
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
6 0.00002426
0.00000404
53.19 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
pH
6
0.00002426
0.00000404
53.19 <.0001
33
Lanjutan Lampiran 13
Faktorial RAL Suhu
The GLM Procedure
Duncan’s Multiple Range Test for Respon
0.05
Alpha
14
Error Degrees of Freedom
7.602E-8
Error Mean Square
Number
of Means
Critical
Range
2
3
4
5
6
7
.0004828
.0005059
.0005202
.0005298
.0005367
.0005416
Means with the same letter
are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N pH
A
0.0086840
3 8c
B
0.0077257
3 8b
C
0.0070290
3 9
D
0.0062638
3 8a
0.0060558
3 10
0.0058543
3 7
0.0054068
3 6
D
D
D
E
D
E
E
Download