III - 49 PENAPISAN DAN KARAKTERISASI PROTEASE BAKTERI

advertisement
PENAPISAN DAN KARAKTERISASI PROTEASE BAKTERI TERMOFILIK ASAL MATA AIR
LAUT PANAS POSO SULAWESI TENGAH
Sugiyono1), Rosita A.J. Lintang2) dan Reysia Apriyanti Sabe3)
ABSTRAK
Bakteri ekstremofilik merupakan mikroba yang potensial di masa datang sebagai produsen berbagai
enzim termasuk enzim protease. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan karakterisasi bakteri
termofilik penghasil protease asal mata air laut panas Poso, Sulawesi Tengah. Manfaat penelitian untuk
mempelajari dan mengkaji lebih jauh sifat-sifat enzim protease termostabil yang mempunyai prospek cukup baik
dalam aplikasi industri pangan dan non pangan, serta memanfaatkan kekayaan sumberdaya laut secara optimal.
Penentuan bakteri proteolitik dilakukan dengan penotolan pada media selektif untuk mengamati zona bening
yang terbentuk sehingga dapat dihitung nilai indeks proteolitik (IP). Enzim dengan nilai IP tertinggi dipilih untuk
diproduksi. Karakterisasi protease dapat dilakukan dengan penentuan kadar protein, pH optimum, stabilitas pH,
suhu optimum, dan ketahanan enzim terhadap panas.
Berdasarkan hasil penelitian, isolat P7-2 dipilih untuk produksi enzim karena memiliki indeks
proteolitik terbesar. Aktivitas protease tertinggi diperoleh setelah 32 jam ditumbuhkan pada media produksi,
yaitu sebesar 0,239 U/ml, pH optimum adalah 7, suhu optimumnya adalah 60 oC, sedangkan kestabilan enzim
pada pH 6 dan suhu 50 oC.
1). Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
2). Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Universitas Sam Ratulangi Manado
3). Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi Manado
PENDAHULUAN
Protease adalah enzim yang berperan dalam
reaksi pemecahan protein. Enzim ini akan
mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, yaitu reaksi
yang melibatkan unsur air pada ikatan spesifik
substrat. Karena itu enzim ini termasuk dalam kelas
utama enzim golongan hidrolase. Protease merupakan
enzim yang sangat kompleks, mempunyai sifat fisikokimia dan sifat-sifat katalitik yang sangat bervariasi.
Enzim ini dihasilkan secara ekstraseluler oleh
mikroorganisme, serta mempunyai peranan yang
penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses
dalam sel (Ward, 1983)
Enzim protease dapat dihasilkan oleh
tanaman, hewan dan mikroorganisme. Enzim dari
mikroorganisme mempunyai beberapa kelebihan, di
antaranya adalah harganya lebih murah, mutunya lebih
seragam, produktivitasnya lebih mudah ditingkatkan,
dapat diproduksi dalam jumlah besar, mikroba
penghasil enzim dapat ditumbuhkan dengan cepat
serta isolasi enzimpun relatif lebih mudah (Winarno,
1986).
Aplikasi enzim di dalam bioteknologi
menuntut enzim yang bersifat tahan lingkungan.
Enzim enzim yang memiliki stabilitas yang tinggi
dapat diperoleh dari bakteri yang hidup pada kondisi
ekstrim seperti bakteri termofilik yang resisten
terhadap panas (Friedman, 1992). Beberapa bakteri
termofilik penghasil protease yang telah diisolasi dan
dikarakterisasi
antara
lain
Bacillus
thermoproteolyticus (Endo, 1962), B. Caldolyticus
(Heinen dan Heinen, 1972), B. Stearothermophilus
(Kubo, et al., 1988), B. Caldovelox DSM 411
(mubarik, 2001), B. Subtilis (Paada, 2004).
Bakteri yang hidup di daerah-daerah
geothermal, yang dikenal dengan sebutan bakteri
termofilik telah banyak mengundang daya tarik para
ilmuwan karena enzim yang dihasilkan bersifat tahan
terhadap panas dan mampu mengkatalisis berbagai
reaksi dengan cepat pada suhu tinggi (Madigan dan
Parker, 1991).
Bakteri termofilik merupakan mikroba yang
potensial memproduksi enzim protease yang stabil
terhadap panas dan dari sifat ini sangat diperlukan
dalam industri pangan dan non pangan serta aplikasi
bioteknologi karena mengurangi kemungkinan
kontaminan dan ekonomis.
Eksplorasi tentang bakteri termofilik dari
berbagai sumber hidrotermal telah banyak dilakukan
dan akan terus dilakukan, mengingat permintaan akan
enzim ini terus meningkat. Berbagai penelitian tentang
bakteri termofilik telah dilakukan diantaranya
karakteristik biokimia termofilik dari perairan pantai
likupang (Uria, 1999), pemurnian dan karakterisasi
protease ekstraseluler dari isolat bakteri termofilik
GP-04 (Mubarik, 2001), dan penghasil enzim kitinase
lainnya, mengingat Indonesia memiliki sumberdaya
alam dan peluang untuk dikembangkan.
Penelitian ini untuk mengeksplorasi enzim
protease yang dihasilkan dari bakteri yang hidup di
lingkungan laut, terutama bakteri termofilik dari
sumber air laut panas dan mendapatkan karakteristik
protease bakteri termofilik.
III - 49
BAHAN DAN METODE
Koleksi sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah air yang berasal dari sumber air laut panas
Poso, Sulawesi Tengah. Sebanyak 10 liter sampel air
laut disaring dengan menggunakan kertas saring
membran nylon Millipore berukuran 0,45 µm, setelah
itu filtrat yang ada disaring lagi dengan menggunakan
membran nylon Millipore 0,22 µm
untuk
mengumpulkan seluruh bakteri. Sel bakteri yang
didapat disimpan dalam larutan buffer TE (100 mM
Tris-Cl pH 8,0, 50 mM EDTA) steril untuk dibawa ke
laboraorium Bioteknologi, Balai Besar Riset
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan, Jakarta dalam kondisi dingin, selanjutnya
disimpan pada suhu -70oC.
Persiapan media
Persiapan media untuk skrining bakteri
termofilik digunakan media Thermus Medium
Modified (TMM) (Uria, et al., 2006) dan media ini
digunakan dalam penelitian selanjutnya. Media TMT
mengandung 0,01% MgSO4.7H2O, 0,1% K2HPO4,
0,1% NaCl, 0,35% (NH4)2SO4, 0,05% Yeast extract,
0,05% peptone dan 2% bacto agar.
Isolasi Bakteri termofilik penghasil protease
Sel bakteri yang disimpan dalam larutan
buffer TE diambil 0,1 ml kemudian larutan tersebut
ditumbuhkan pada media padat steril dengan cara
disebar (spread) kemudian diinkubasi pada suhu 55oC
selama 24 jam. Untuk mendapatkan koloni tunggal
dilakukan isolasi pada media padat berulang-ulang.
Sel tunggal murni selanjutnya disimpan dalam gliserol
40% sebagai kultur stok pada suhu -70 oC.
Seleksi bakteri termofilik penghasil protease
Untuk menguji kemampuan bakteri sebagai
penghasil protease, diambil sebanyak 1 ose koloni
tunggal yang diperoleh dari tahap sebelumnya ditotol
pada media TMM yang mengandung 2% skim milk
dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 24 jam, untuk
mengamati adanya zona bening yang terbentuk. Nilai
indeks proteolitik (IP) diukur dengan membandingkan
diameter zona bening terhadap diameter koloni. Isolat
dengan nilai indeks proteolitk relativ tinggi diduga
sebagi isolat potensial untuk diuji lebih lanjut.
Karakteristik morfologi
Morfologi dan karakteristik
bakteri ini
diamati dengan pewarnaan gram untuk mengamati
bentuk sel dan pembentukan spora. Kaca obyek diberi
kode untuk setiap isolat, kemudian akuades steril
ditetes di permukaannya. Selanjutnya isolat bakteri
disebar pada kaca obyek, biarkan hingga mengering.
Pewarnaan dilakukan dengan menyemprotkan kristal
violet, diamkan selama 2-3 menit lalu dibilas. Setelah
itu disemprotkan lugol dengan cara yang sama.
Sebagai pemucat digunakan alkohol dan setelah itu
disemprotkan dengan safranin. Bila sudah kering
diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran 1000x. Pengamatan dilakukan
terhadap bentuk sel, tepian, elevasi, warna dan ukuran
diameter.
Produksi enzim protease
Isolat dengan niilai indeks proteolitik terbesar
dipilih untuk diproduksi, yaitu isolat P7-2. Sebanyak 1
ose bakteri diinokulasikan ke dalam media proteolitik
100 ml, kemudian diinkubasi dalam inkubator
bergoyang selama 12 jam pada suhu 55 oC untuk
digunakan sebagai stater. Selanjutnya sebanyak 10 ml
biakan bakteri dari stater dipindahkan pada media
produksi 100 ml yang mengandung media TMM
ditambah skim milk 2 g, kemudian sampling dan uji
aktivitas protease dilakukan pada interval waktu 4
jam.
Pengukuran Aktivitas Enzim
Aktivitas protease diukur dengan metode
Bergmeyer et al., (1984) dan Ward (1984), untuk
melihat kemampuan enzim protease menghidrolisis
substrat kasein menjadi peptida dan asam amino.
Kasein 1% digunakan sebagai substrat, direaksikan
dengan enzim selama 10 menit pada suhu 55 oC.
Reaksi dihentikan dengan penambahan asam trikloro
asetat (TCA) 10% inkubasi selama 10 menit pada
suhu 55 oC. Pada supernatan ditambahkan Na2CO3
0,5 M dan pereaksi Folin Ciocalteau (1:2), campuran
diinkubasi 20 menit pada suhu 55 oC. Absorbansi
dibaca pada panjang gelombang 578 nm. Blanko
dibuat dengan cara yang sama, namun penambahan
enzim dilakukan setelah campuran direaksikan dengan
TCA. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai
jumlah enzim yang membebaskan 1µmol tirosin
permenit pada suhu dan pH optimum. Sedangkan
aktivitas spesifik merupakan rasio aktivitas protease
(U/ml) terhadap kadar protein (mg/ml) yaitu (U/mg).
Penentuan kadar protein
Kadar protein dari supernatan bebas sel
(filtrat enzim) diukur dengan menggunakan metode
Lowry (1976) (Tabel 6). Bahan dan cara pembuatan
pereaksi dapat dilihat pada lampiran 2. Kadar protein
dalam sampel dapat ditentukan dengan metode
spektrofotometri, baik menggunan sinar uv maupun
dengan menggunakan sinar tampak setelah
penambahan pereaksi pewarna yang intensitas warna
yang dibentuknya sebanding dengan kadar protein.
III - 50
Tabel 6. Penentuan Kadar Protein
Pereaksi
Lowry
Sampel
0.1 ml
0.9 ml
Blanko
0.1 ml
akuades
0.9 ml
Pereaksi
Folin
Diamkan
15'
3 ml
Diamkan
45'
Ukur
A540
3 ml
Pengukuran pH optimum dan stabilitas pH
Untuk menentukan pH optimum aktivitas
enzim, buffer perlu dibuat secara khusus dalam larutan
kasein sesuai dengan nilai pH yang diinginkan. Buffer
yang digunakan adalah buffer universal dan nilai pH
yang diujikan adalah 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Prosedur
penyiapan kasein dilakukan sebagimana pada
penyiapan untuk analisis aktivitas protease (Lampiran
1). Hanya saja buffer yang ditambahkan diganti
dengan buffer yang sesuai untuk pH yang akan dilihat
pengaruhnya. Analisis aktivitas dilakukan pada suhu
55oC.
Ketahanan pH diukur dengan cara
menginkubasi enzim dengan buffer universal pH 6, 7,
dan 8 (tanpa substrat). Inkubasi dilakukan selama 3
jam.
Pengukuran suhu optimum dan ketahanan panas
Untuk pengukuran suhu optimum
aktivitas enzim, aktivitas protease filtrat diukur seperti
pada tabel 5 dengan perubahan pada suhu inkubasi
sesuai dengan suhu pengamatan. Suhu pengamatan
yang dilakukan adalah 30o, 40 o, 50 o, 60 o, 70o, dan
80oC.
Ketahanan enzim terhadap panas diukur
dengan cara menginkubasi enzim selama 5 jam tanpa
substrat pada suhu sekitar optimumnya, kemudian
diuji aktivitasnya. Suhu pengamatan untuk ketahanan
panas adalah 50 oC dan 60 oC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi bakteri termofilik penghasil protease
Dari sepuluh isolat yang diperoleh, terdapat
5 isolat ( kode P1-3, P3-1, P4-1, P5-1, dan P7-2 )
mempunyai aktivitas proteolitik yang ditandai dengan
terbentuknya zona bening (gambar 1). Isolat dengan
indeks proteolitik tertinggi selanjutnya dipilih untuk
produksi enzim protease. Dari hasil pengukuran
indeks proteolitik dapat diketahui bahwa bakteri P7-2
mempunyai indeks proteolitik tertinggi.
Karakteristik morfologi
Berdasarkan pewarnaan gram diketahui
bahwa semua isolat tergolong dalam Gram negatif
dengan bentuk sel diplobasilus (Gambar 2 dan Tabel
2.)
Tabel 1. Indeks Proteolitik dari Bakteri Termofilik asal Poso
Nama
Isolat
P1-3
P3-1
P4-1
P5-1
P7-2
Diameter Zona bening
(cm)
24 jam
48 jam
3.3
3.1
3.2
3.0
2.2
2.0
1.8
1.6
1.2
1.0
Diameter koloni (cm)
24 jam
2.5
2.8
1.7
1.4
0.9
48 jam
2.3
2.4
1.4
1.2
0.7
Indeks Proteolitik
24 jam
1.32
1.14
1.29
1.29
1.33
48 jam
1.35
1.25
1.43
1.33
1.43
Gambar 2. Bakteri Proteolitik Asal Poso Sulawesi Tengah
III - 51
Tabel 2. Karakteristik Morfologi Sel Bakteri Hasil Pewarnaan Gram
Karakteristik Morfologi
Kode Isolat
Warna (gram)
Bentuk sel
P1-3
Pink/Negatif
Diplobasilus
P1-5
Pink/Negatif
Diplobasilus
P3-3
Pink/Negatif
Diplobasilus
P3-5a
Pink/Negatif
Diplobasilus
P3-5b
Pink/Negatif
Diplobasilus
P4-1
Pink/Negatif
Diplobasilus
P4-2
Pink/Negatif
Diplobasilus
P5-2
Pink/Negatif
Diplobasilus
P7-2
Pink/Negatif
Diplobasilus
Pengamatan terhadap aktivitas enzim
protease yang diproduksi dari isolat P7-2 dilakukan
setiap 4 jam, menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi
dicapai setelah inkubasi selama 32 jam (gambar 3).
Dari grafik terlihat bahwa aktivitas enzim terbentuk
pada pertumbuhan bakteri fase stationer , sebesar
0,239 U/ml. Pola ini terjadi umumnya enzim
protease, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
Fitri (2003) terhadap bakteri Bacillus sp Galur BKU10 dari saluran pencernaan Epinephelus tauvina
penghasil protease, Fawzya (2003) Karakterisasi
Protease Ekstraseluler Dari Isolat Bakteri Asal Ikan
Hiu Atas (Carcharhinus limbatus).
Dari hasil pengukuran kadar protein terlihat
bahwa tidak terdapat perbedaan yang menyolok sejak
awal inkubasi sampai jam ke-32. Kadar protein
terlihat meningkat menjelang akhir inkubasi, dimana
seluruh protein yang terbentuk berasal dari enzim
protease.
Aktivitas (U/ml)
Aktivitas (U/ml)
Kadar protein (mg)
0.25
25
0.2
20
0.15
15
0.1
10
0.05
5
0
Kadar protein (mg)
Produksi Enzim Isolat P7-2 dan Penentuan Kadar
Protein
Spora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
Tidak Berspora
0
21
24
36
48
5
12
616
7 24
8
20
9
32
10
36
Waktu inkubasi (Jam )
Gambar 3. Kadar Protein dan Aktivitas Protease Pada Berbagai Waktu Inkubasi
pH Optimum dan Stabilitas pH.
Setelah diuji pada berbagai taraf pH maka optimum enzim tidak perlu sama dengan pH
dapat diketahui bahwa aktivitas maksimum (0,096 lingkungan normalnya (Lehninger, 1982).
U/ml) dicapai pada pH 7 (Gambar 4).
Walapun nilai pH optimum enzim tersebut
agak lebih tinggi daripada pH lingkungan tempat
pengambilan sampel, tetapi enzim tersebut
menunjukan aktivitas yang relatif tinggi. Aktivitas
katalitik enzim di dalam sel mungkin diatur sebagian
oleh perubahan pada pH medium lingkungan. pH
III - 52
Unit Akt. Enzim (U/ml)
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
4
5
6
7
8
9
10
pH m edium
Gambar 4. Aktivitas Enzim Pada Berbagai pH
Akt. Enzim (U/m l)
Untuk mengamati stabilitas pH enzim
dilakukan dengan cara mendiamkan enzim pada taraf
pH yang diujikan, yaitu pH 6, 7, dan 8 selama waktu
tertentu. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
gambar 5, 6, dan 7 bahwa pada pH 6 enzim lebih
stabil setelah didiamkan selama 180 menit dengan
aktivitas enzim sebesar 0,136 U/ml, pada pH 7 enzim
lebih stabil setelah didiamkan selama 240 menit
dengan besar aktivitas enzim 0,259 U/ml, dan pada pH
8 enzim cenderung mengalami penurunan secara cepat
dengan aktivitas enzim sebesar 0,137 U/ml. pada
menit ke-60. Aktivitas protease terbesar dan stabil
pada perlakuan stabilitas pH 7 sebagaimana pH
optrimum enzim.
0.15
0.1
0.05
0
0
30
60
120 180 240 300 360
Wak tu Inkubasi (m enit)
Akt. Enzim (U/ml)
Gambar 5. Stabilitas Enzim Pada pH 6
0.3
0.2
0.1
0
0
30
60
120 180 240 300 360
Waktu Inkubas i (m e nit)
Gambar 6. Stabilitas Enzim Pada pH 7
III - 53
Akt. Enzim (U/ml)
0.15
0.1
0.05
0
0
30
60
120 180 240 300 360
Wak tu Ink ubasi (m enit)
Gambar 7. Stabilitas Enzim Pada pH 8
akibatnya aktivitasnya menurun. Pada suhu 70 oC
menunjukkan bahwa enzim masih mempunyai
aktivitas sebesar 0,084 U/ml dan pada suhu 80 oC
enzim telah kehilangan aktivitasnya. Pada suhu yang
melebihi suhu optimum pertumbuhan bakteri, dapat
terjadi kerusakan struktur protein dan DNA yang
memegang peranan kunci dalam metabolisme dan
pertumbuhan sel (Suhartono, 1989).
Penentuan Suhu Optimum dan Ketahanan Panas
Akt. Enzim (U/ml)
Suhu optimum dicapai pada suhu 60 oC
dengan aktivitas sebesar 0,115 U/ml. Aktivitas enzim
mulai menurun setelah suhu 60oC, mungkin karena
sebagian protein telah mengalami kerusakan atau
terdenaturasi. Apabila suhu lingkungan di sekitar
enzim meningkat maka akan menyebabkan putusnya
ikatan hidrogen sehingga struktur enzim berubah,
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
30
40
50
60
70
80
Suhu (ºC)
Gambar 8. Suhu Optimum Enzim
Dari grafik pada gambar 9 dapat dilihat
bahwa enzim lebih stabil pada suhu 50oC bila
dibandingkan dengan suhu optimumnya. Enzim
memiliki daya tahan tertentu terhadap panas. Dengan
bertambahnya waktu inkubasi jumlah panas yang
diterima enzim semakin bertambah, sehingga struktur
tersiernya mengalami perubahan, akibatnya stabilitas
enzim berubah (Winarno, 1986). Pada suhu 60 oC
menunjukkan aktivitas enzim berangsur-angsur turun
sejak awal inkubasi, dan pada jam ke-5 enzim telah
kehilangan aktivitasnya. Sedangkan pada suhu 50 oC
enzim masih memiliki aktivitas sebesar 0,024 U/ml
setelah inkubasi selama 6 jam dan kehilangan aktivitas
setelah inkubasi selama 7 jam.
Akt. Enzim (U/ml)
0.2
0.15
y = -0.0764Ln(x) + 0.1674
0.1
y = -0.0729Ln(x) + 0.129
0.05
0
0
2
4
6
8
10
Waktu Inkubas i (Jam )
Gambar 9. Ketahanan Panas Enzim Pada Berbagai Suhu Inkubasi
III - 54
KESIMPULAN DAN SARAN
● Dari penaoisan bakteri diperoleh sepuluh isolat
dan satu isolat memiliki nilai indek proteolitik
tertinggi 1,33 (24 jam) dan 1,43 (48 jam) pada
isolat P7-2 .
● Dari uji Aktivitas protease isolat P7-2 diperoleh
nilai tertinggi 0,245 U/ml setelah 32 jam.
● pH optimum protease adalah 7 dan suhu
optimumnya adalah 60oC.
DAFTAR PUSTAKA
Bergmeyer, J., M. Graβ1, H. U. Bergmeyer, and H.
Fritz. 1984. Methods of Enzymatic
Analysis Thrid Ed. Volume V Enzymes
3: Peptidases, Protenases and Their
Inhibitors. Verlag Chemie WeinheimDeerfield Beach, Florida-Basel.
Endo, S. 1962. Studies On Proteases Produced By
Thermophilic Bacteria.
J. Ferment.
Technol. 40: 346-353
Edward, C. 1991. Thermophiles. Di dalam Edwards
(ed).
Microbiology
of
Extreme
Environment. Alden Press, Oxford.
Fawzya,
Y.N. 2003. Karakterisasi Protease
Ekstraseluler Dari Isolat Bakteri Asal
Ikan Hiu Atas (Carcharhinus limbatus).
Tesis Program Pascasarjana Instistut
Pertanian Bogor. Bogor.
Fitri, S.G.S, 2003. Karakterisasi dan Produksi
Protease Ekstraseluler Bacillus sp Galur
BKU-10 dari saluran pencernaan
Epinephelus
tauvina.
Skripsi.
Departemen Biologi Fakultas MIPA.
Institut Pertanian Bogor.
Kubo, M., K. Murayama., K. Seto., T. Imanaka. 1988.
Highly Thermostable Neutral Protease
From Bacillus stearothermophilus. J.
Ferment. Technol. 66 (1): 13-17.
Lehninger, A.L., 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1.
Terjemahan
Maggy
Thenawidjaja.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Madigan, N.T.J.P., dan Martinko, J. Parker. 1991.
Biology of Microorganisms. Sixth
Edition. Prentice Hall. New Jersey.
Mubarik, N.R., 2001. Pemurnian dan Karakterisasi
Protease Ekstraseluler Dari Isolat Bakteri
Termofilik GP-04. Disertasi, Institut
Pertanian Bogor.
Paada, M.Y. 2004. Pemurnian dan Karakterisasi
Enzim Protease Serin Dari Bacillus
subtilis Rekombinan R1. Disertasi.
Institut Pertanian Bogor.
Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi.
Bogor:
Depdikbud-Dikti,
PAU
Bioteknologi – IPB.
Uria, A.R. 1999. Karakteristik Biokimia Bakteri
Termofilik Diisolasi dari Perairan Pantai
Likupang. Skripsi. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan UNSRAT. Manado.
Uria, A.R., R.Machielsen, B.E. Dutilh, M.A. Huynen,
and J. Van Der Oost, 2006. Alcohol
Dehydrogenases
from
Marine
Hyperthermophilic Microorganisms and
Their Importace to the Pharmaceutical
Industry. International Seminar and
Workshop on Marine in Indinesia, on the
17-18 th of May 2006 in Jakarta.
Friedman. S.M. 1992. Thermofilik Microorganisms.
Encyclop. Microbiol. Academic Press,
Inc. New York.
Ward, O. P. 1983. Proteinase. Di dalam Microbial
Enzyme And Biotechnology. W. M.
Fogarty. Applied Science Publisher.
New York.
Heinen, U. J., W. Heinen. 1972. Characteristic and
Properties of A Caldo-Active Bacterium
Producing Extracellular Enzymes and
Related Strain. Arch. Microb., 82: 1-23
Winarno, F. G. 1986. Enzim Pangan. Gramedia.
Jakarta.
III - 55
Download