PENAPISAN DAN KARAKTERISASI PROTEASE BAKTERI TERMOFILIK ASAL MATA AIR LAUT PANAS POSO SULAWESI TENGAH Sugiyono1), Rosita A.J. Lintang2) dan Reysia Apriyanti Sabe3) ABSTRAK Bakteri ekstremofilik merupakan mikroba yang potensial di masa datang sebagai produsen berbagai enzim termasuk enzim protease. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan karakterisasi bakteri termofilik penghasil protease asal mata air laut panas Poso, Sulawesi Tengah. Manfaat penelitian untuk mempelajari dan mengkaji lebih jauh sifat-sifat enzim protease termostabil yang mempunyai prospek cukup baik dalam aplikasi industri pangan dan non pangan, serta memanfaatkan kekayaan sumberdaya laut secara optimal. Penentuan bakteri proteolitik dilakukan dengan penotolan pada media selektif untuk mengamati zona bening yang terbentuk sehingga dapat dihitung nilai indeks proteolitik (IP). Enzim dengan nilai IP tertinggi dipilih untuk diproduksi. Karakterisasi protease dapat dilakukan dengan penentuan kadar protein, pH optimum, stabilitas pH, suhu optimum, dan ketahanan enzim terhadap panas. Berdasarkan hasil penelitian, isolat P7-2 dipilih untuk produksi enzim karena memiliki indeks proteolitik terbesar. Aktivitas protease tertinggi diperoleh setelah 32 jam ditumbuhkan pada media produksi, yaitu sebesar 0,239 U/ml, pH optimum adalah 7, suhu optimumnya adalah 60 oC, sedangkan kestabilan enzim pada pH 6 dan suhu 50 oC. 1). Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 2). Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Universitas Sam Ratulangi Manado 3). Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi Manado PENDAHULUAN Protease adalah enzim yang berperan dalam reaksi pemecahan protein. Enzim ini akan mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan unsur air pada ikatan spesifik substrat. Karena itu enzim ini termasuk dalam kelas utama enzim golongan hidrolase. Protease merupakan enzim yang sangat kompleks, mempunyai sifat fisikokimia dan sifat-sifat katalitik yang sangat bervariasi. Enzim ini dihasilkan secara ekstraseluler oleh mikroorganisme, serta mempunyai peranan yang penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses dalam sel (Ward, 1983) Enzim protease dapat dihasilkan oleh tanaman, hewan dan mikroorganisme. Enzim dari mikroorganisme mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah harganya lebih murah, mutunya lebih seragam, produktivitasnya lebih mudah ditingkatkan, dapat diproduksi dalam jumlah besar, mikroba penghasil enzim dapat ditumbuhkan dengan cepat serta isolasi enzimpun relatif lebih mudah (Winarno, 1986). Aplikasi enzim di dalam bioteknologi menuntut enzim yang bersifat tahan lingkungan. Enzim enzim yang memiliki stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dari bakteri yang hidup pada kondisi ekstrim seperti bakteri termofilik yang resisten terhadap panas (Friedman, 1992). Beberapa bakteri termofilik penghasil protease yang telah diisolasi dan dikarakterisasi antara lain Bacillus thermoproteolyticus (Endo, 1962), B. Caldolyticus (Heinen dan Heinen, 1972), B. Stearothermophilus (Kubo, et al., 1988), B. Caldovelox DSM 411 (mubarik, 2001), B. Subtilis (Paada, 2004). Bakteri yang hidup di daerah-daerah geothermal, yang dikenal dengan sebutan bakteri termofilik telah banyak mengundang daya tarik para ilmuwan karena enzim yang dihasilkan bersifat tahan terhadap panas dan mampu mengkatalisis berbagai reaksi dengan cepat pada suhu tinggi (Madigan dan Parker, 1991). Bakteri termofilik merupakan mikroba yang potensial memproduksi enzim protease yang stabil terhadap panas dan dari sifat ini sangat diperlukan dalam industri pangan dan non pangan serta aplikasi bioteknologi karena mengurangi kemungkinan kontaminan dan ekonomis. Eksplorasi tentang bakteri termofilik dari berbagai sumber hidrotermal telah banyak dilakukan dan akan terus dilakukan, mengingat permintaan akan enzim ini terus meningkat. Berbagai penelitian tentang bakteri termofilik telah dilakukan diantaranya karakteristik biokimia termofilik dari perairan pantai likupang (Uria, 1999), pemurnian dan karakterisasi protease ekstraseluler dari isolat bakteri termofilik GP-04 (Mubarik, 2001), dan penghasil enzim kitinase lainnya, mengingat Indonesia memiliki sumberdaya alam dan peluang untuk dikembangkan. Penelitian ini untuk mengeksplorasi enzim protease yang dihasilkan dari bakteri yang hidup di lingkungan laut, terutama bakteri termofilik dari sumber air laut panas dan mendapatkan karakteristik protease bakteri termofilik. III - 49 BAHAN DAN METODE Koleksi sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari sumber air laut panas Poso, Sulawesi Tengah. Sebanyak 10 liter sampel air laut disaring dengan menggunakan kertas saring membran nylon Millipore berukuran 0,45 µm, setelah itu filtrat yang ada disaring lagi dengan menggunakan membran nylon Millipore 0,22 µm untuk mengumpulkan seluruh bakteri. Sel bakteri yang didapat disimpan dalam larutan buffer TE (100 mM Tris-Cl pH 8,0, 50 mM EDTA) steril untuk dibawa ke laboraorium Bioteknologi, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta dalam kondisi dingin, selanjutnya disimpan pada suhu -70oC. Persiapan media Persiapan media untuk skrining bakteri termofilik digunakan media Thermus Medium Modified (TMM) (Uria, et al., 2006) dan media ini digunakan dalam penelitian selanjutnya. Media TMT mengandung 0,01% MgSO4.7H2O, 0,1% K2HPO4, 0,1% NaCl, 0,35% (NH4)2SO4, 0,05% Yeast extract, 0,05% peptone dan 2% bacto agar. Isolasi Bakteri termofilik penghasil protease Sel bakteri yang disimpan dalam larutan buffer TE diambil 0,1 ml kemudian larutan tersebut ditumbuhkan pada media padat steril dengan cara disebar (spread) kemudian diinkubasi pada suhu 55oC selama 24 jam. Untuk mendapatkan koloni tunggal dilakukan isolasi pada media padat berulang-ulang. Sel tunggal murni selanjutnya disimpan dalam gliserol 40% sebagai kultur stok pada suhu -70 oC. Seleksi bakteri termofilik penghasil protease Untuk menguji kemampuan bakteri sebagai penghasil protease, diambil sebanyak 1 ose koloni tunggal yang diperoleh dari tahap sebelumnya ditotol pada media TMM yang mengandung 2% skim milk dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 24 jam, untuk mengamati adanya zona bening yang terbentuk. Nilai indeks proteolitik (IP) diukur dengan membandingkan diameter zona bening terhadap diameter koloni. Isolat dengan nilai indeks proteolitk relativ tinggi diduga sebagi isolat potensial untuk diuji lebih lanjut. Karakteristik morfologi Morfologi dan karakteristik bakteri ini diamati dengan pewarnaan gram untuk mengamati bentuk sel dan pembentukan spora. Kaca obyek diberi kode untuk setiap isolat, kemudian akuades steril ditetes di permukaannya. Selanjutnya isolat bakteri disebar pada kaca obyek, biarkan hingga mengering. Pewarnaan dilakukan dengan menyemprotkan kristal violet, diamkan selama 2-3 menit lalu dibilas. Setelah itu disemprotkan lugol dengan cara yang sama. Sebagai pemucat digunakan alkohol dan setelah itu disemprotkan dengan safranin. Bila sudah kering diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000x. Pengamatan dilakukan terhadap bentuk sel, tepian, elevasi, warna dan ukuran diameter. Produksi enzim protease Isolat dengan niilai indeks proteolitik terbesar dipilih untuk diproduksi, yaitu isolat P7-2. Sebanyak 1 ose bakteri diinokulasikan ke dalam media proteolitik 100 ml, kemudian diinkubasi dalam inkubator bergoyang selama 12 jam pada suhu 55 oC untuk digunakan sebagai stater. Selanjutnya sebanyak 10 ml biakan bakteri dari stater dipindahkan pada media produksi 100 ml yang mengandung media TMM ditambah skim milk 2 g, kemudian sampling dan uji aktivitas protease dilakukan pada interval waktu 4 jam. Pengukuran Aktivitas Enzim Aktivitas protease diukur dengan metode Bergmeyer et al., (1984) dan Ward (1984), untuk melihat kemampuan enzim protease menghidrolisis substrat kasein menjadi peptida dan asam amino. Kasein 1% digunakan sebagai substrat, direaksikan dengan enzim selama 10 menit pada suhu 55 oC. Reaksi dihentikan dengan penambahan asam trikloro asetat (TCA) 10% inkubasi selama 10 menit pada suhu 55 oC. Pada supernatan ditambahkan Na2CO3 0,5 M dan pereaksi Folin Ciocalteau (1:2), campuran diinkubasi 20 menit pada suhu 55 oC. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 578 nm. Blanko dibuat dengan cara yang sama, namun penambahan enzim dilakukan setelah campuran direaksikan dengan TCA. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang membebaskan 1µmol tirosin permenit pada suhu dan pH optimum. Sedangkan aktivitas spesifik merupakan rasio aktivitas protease (U/ml) terhadap kadar protein (mg/ml) yaitu (U/mg). Penentuan kadar protein Kadar protein dari supernatan bebas sel (filtrat enzim) diukur dengan menggunakan metode Lowry (1976) (Tabel 6). Bahan dan cara pembuatan pereaksi dapat dilihat pada lampiran 2. Kadar protein dalam sampel dapat ditentukan dengan metode spektrofotometri, baik menggunan sinar uv maupun dengan menggunakan sinar tampak setelah penambahan pereaksi pewarna yang intensitas warna yang dibentuknya sebanding dengan kadar protein. III - 50 Tabel 6. Penentuan Kadar Protein Pereaksi Lowry Sampel 0.1 ml 0.9 ml Blanko 0.1 ml akuades 0.9 ml Pereaksi Folin Diamkan 15' 3 ml Diamkan 45' Ukur A540 3 ml Pengukuran pH optimum dan stabilitas pH Untuk menentukan pH optimum aktivitas enzim, buffer perlu dibuat secara khusus dalam larutan kasein sesuai dengan nilai pH yang diinginkan. Buffer yang digunakan adalah buffer universal dan nilai pH yang diujikan adalah 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Prosedur penyiapan kasein dilakukan sebagimana pada penyiapan untuk analisis aktivitas protease (Lampiran 1). Hanya saja buffer yang ditambahkan diganti dengan buffer yang sesuai untuk pH yang akan dilihat pengaruhnya. Analisis aktivitas dilakukan pada suhu 55oC. Ketahanan pH diukur dengan cara menginkubasi enzim dengan buffer universal pH 6, 7, dan 8 (tanpa substrat). Inkubasi dilakukan selama 3 jam. Pengukuran suhu optimum dan ketahanan panas Untuk pengukuran suhu optimum aktivitas enzim, aktivitas protease filtrat diukur seperti pada tabel 5 dengan perubahan pada suhu inkubasi sesuai dengan suhu pengamatan. Suhu pengamatan yang dilakukan adalah 30o, 40 o, 50 o, 60 o, 70o, dan 80oC. Ketahanan enzim terhadap panas diukur dengan cara menginkubasi enzim selama 5 jam tanpa substrat pada suhu sekitar optimumnya, kemudian diuji aktivitasnya. Suhu pengamatan untuk ketahanan panas adalah 50 oC dan 60 oC HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi bakteri termofilik penghasil protease Dari sepuluh isolat yang diperoleh, terdapat 5 isolat ( kode P1-3, P3-1, P4-1, P5-1, dan P7-2 ) mempunyai aktivitas proteolitik yang ditandai dengan terbentuknya zona bening (gambar 1). Isolat dengan indeks proteolitik tertinggi selanjutnya dipilih untuk produksi enzim protease. Dari hasil pengukuran indeks proteolitik dapat diketahui bahwa bakteri P7-2 mempunyai indeks proteolitik tertinggi. Karakteristik morfologi Berdasarkan pewarnaan gram diketahui bahwa semua isolat tergolong dalam Gram negatif dengan bentuk sel diplobasilus (Gambar 2 dan Tabel 2.) Tabel 1. Indeks Proteolitik dari Bakteri Termofilik asal Poso Nama Isolat P1-3 P3-1 P4-1 P5-1 P7-2 Diameter Zona bening (cm) 24 jam 48 jam 3.3 3.1 3.2 3.0 2.2 2.0 1.8 1.6 1.2 1.0 Diameter koloni (cm) 24 jam 2.5 2.8 1.7 1.4 0.9 48 jam 2.3 2.4 1.4 1.2 0.7 Indeks Proteolitik 24 jam 1.32 1.14 1.29 1.29 1.33 48 jam 1.35 1.25 1.43 1.33 1.43 Gambar 2. Bakteri Proteolitik Asal Poso Sulawesi Tengah III - 51 Tabel 2. Karakteristik Morfologi Sel Bakteri Hasil Pewarnaan Gram Karakteristik Morfologi Kode Isolat Warna (gram) Bentuk sel P1-3 Pink/Negatif Diplobasilus P1-5 Pink/Negatif Diplobasilus P3-3 Pink/Negatif Diplobasilus P3-5a Pink/Negatif Diplobasilus P3-5b Pink/Negatif Diplobasilus P4-1 Pink/Negatif Diplobasilus P4-2 Pink/Negatif Diplobasilus P5-2 Pink/Negatif Diplobasilus P7-2 Pink/Negatif Diplobasilus Pengamatan terhadap aktivitas enzim protease yang diproduksi dari isolat P7-2 dilakukan setiap 4 jam, menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi dicapai setelah inkubasi selama 32 jam (gambar 3). Dari grafik terlihat bahwa aktivitas enzim terbentuk pada pertumbuhan bakteri fase stationer , sebesar 0,239 U/ml. Pola ini terjadi umumnya enzim protease, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2003) terhadap bakteri Bacillus sp Galur BKU10 dari saluran pencernaan Epinephelus tauvina penghasil protease, Fawzya (2003) Karakterisasi Protease Ekstraseluler Dari Isolat Bakteri Asal Ikan Hiu Atas (Carcharhinus limbatus). Dari hasil pengukuran kadar protein terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang menyolok sejak awal inkubasi sampai jam ke-32. Kadar protein terlihat meningkat menjelang akhir inkubasi, dimana seluruh protein yang terbentuk berasal dari enzim protease. Aktivitas (U/ml) Aktivitas (U/ml) Kadar protein (mg) 0.25 25 0.2 20 0.15 15 0.1 10 0.05 5 0 Kadar protein (mg) Produksi Enzim Isolat P7-2 dan Penentuan Kadar Protein Spora Tidak Berspora Tidak Berspora Tidak Berspora Tidak Berspora Tidak Berspora Tidak Berspora Tidak Berspora Tidak Berspora Tidak Berspora 0 21 24 36 48 5 12 616 7 24 8 20 9 32 10 36 Waktu inkubasi (Jam ) Gambar 3. Kadar Protein dan Aktivitas Protease Pada Berbagai Waktu Inkubasi pH Optimum dan Stabilitas pH. Setelah diuji pada berbagai taraf pH maka optimum enzim tidak perlu sama dengan pH dapat diketahui bahwa aktivitas maksimum (0,096 lingkungan normalnya (Lehninger, 1982). U/ml) dicapai pada pH 7 (Gambar 4). Walapun nilai pH optimum enzim tersebut agak lebih tinggi daripada pH lingkungan tempat pengambilan sampel, tetapi enzim tersebut menunjukan aktivitas yang relatif tinggi. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada pH medium lingkungan. pH III - 52 Unit Akt. Enzim (U/ml) 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 4 5 6 7 8 9 10 pH m edium Gambar 4. Aktivitas Enzim Pada Berbagai pH Akt. Enzim (U/m l) Untuk mengamati stabilitas pH enzim dilakukan dengan cara mendiamkan enzim pada taraf pH yang diujikan, yaitu pH 6, 7, dan 8 selama waktu tertentu. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 5, 6, dan 7 bahwa pada pH 6 enzim lebih stabil setelah didiamkan selama 180 menit dengan aktivitas enzim sebesar 0,136 U/ml, pada pH 7 enzim lebih stabil setelah didiamkan selama 240 menit dengan besar aktivitas enzim 0,259 U/ml, dan pada pH 8 enzim cenderung mengalami penurunan secara cepat dengan aktivitas enzim sebesar 0,137 U/ml. pada menit ke-60. Aktivitas protease terbesar dan stabil pada perlakuan stabilitas pH 7 sebagaimana pH optrimum enzim. 0.15 0.1 0.05 0 0 30 60 120 180 240 300 360 Wak tu Inkubasi (m enit) Akt. Enzim (U/ml) Gambar 5. Stabilitas Enzim Pada pH 6 0.3 0.2 0.1 0 0 30 60 120 180 240 300 360 Waktu Inkubas i (m e nit) Gambar 6. Stabilitas Enzim Pada pH 7 III - 53 Akt. Enzim (U/ml) 0.15 0.1 0.05 0 0 30 60 120 180 240 300 360 Wak tu Ink ubasi (m enit) Gambar 7. Stabilitas Enzim Pada pH 8 akibatnya aktivitasnya menurun. Pada suhu 70 oC menunjukkan bahwa enzim masih mempunyai aktivitas sebesar 0,084 U/ml dan pada suhu 80 oC enzim telah kehilangan aktivitasnya. Pada suhu yang melebihi suhu optimum pertumbuhan bakteri, dapat terjadi kerusakan struktur protein dan DNA yang memegang peranan kunci dalam metabolisme dan pertumbuhan sel (Suhartono, 1989). Penentuan Suhu Optimum dan Ketahanan Panas Akt. Enzim (U/ml) Suhu optimum dicapai pada suhu 60 oC dengan aktivitas sebesar 0,115 U/ml. Aktivitas enzim mulai menurun setelah suhu 60oC, mungkin karena sebagian protein telah mengalami kerusakan atau terdenaturasi. Apabila suhu lingkungan di sekitar enzim meningkat maka akan menyebabkan putusnya ikatan hidrogen sehingga struktur enzim berubah, 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 30 40 50 60 70 80 Suhu (ºC) Gambar 8. Suhu Optimum Enzim Dari grafik pada gambar 9 dapat dilihat bahwa enzim lebih stabil pada suhu 50oC bila dibandingkan dengan suhu optimumnya. Enzim memiliki daya tahan tertentu terhadap panas. Dengan bertambahnya waktu inkubasi jumlah panas yang diterima enzim semakin bertambah, sehingga struktur tersiernya mengalami perubahan, akibatnya stabilitas enzim berubah (Winarno, 1986). Pada suhu 60 oC menunjukkan aktivitas enzim berangsur-angsur turun sejak awal inkubasi, dan pada jam ke-5 enzim telah kehilangan aktivitasnya. Sedangkan pada suhu 50 oC enzim masih memiliki aktivitas sebesar 0,024 U/ml setelah inkubasi selama 6 jam dan kehilangan aktivitas setelah inkubasi selama 7 jam. Akt. Enzim (U/ml) 0.2 0.15 y = -0.0764Ln(x) + 0.1674 0.1 y = -0.0729Ln(x) + 0.129 0.05 0 0 2 4 6 8 10 Waktu Inkubas i (Jam ) Gambar 9. Ketahanan Panas Enzim Pada Berbagai Suhu Inkubasi III - 54 KESIMPULAN DAN SARAN ● Dari penaoisan bakteri diperoleh sepuluh isolat dan satu isolat memiliki nilai indek proteolitik tertinggi 1,33 (24 jam) dan 1,43 (48 jam) pada isolat P7-2 . ● Dari uji Aktivitas protease isolat P7-2 diperoleh nilai tertinggi 0,245 U/ml setelah 32 jam. ● pH optimum protease adalah 7 dan suhu optimumnya adalah 60oC. DAFTAR PUSTAKA Bergmeyer, J., M. Graβ1, H. U. Bergmeyer, and H. Fritz. 1984. Methods of Enzymatic Analysis Thrid Ed. Volume V Enzymes 3: Peptidases, Protenases and Their Inhibitors. Verlag Chemie WeinheimDeerfield Beach, Florida-Basel. Endo, S. 1962. Studies On Proteases Produced By Thermophilic Bacteria. J. Ferment. Technol. 40: 346-353 Edward, C. 1991. Thermophiles. Di dalam Edwards (ed). Microbiology of Extreme Environment. Alden Press, Oxford. Fawzya, Y.N. 2003. Karakterisasi Protease Ekstraseluler Dari Isolat Bakteri Asal Ikan Hiu Atas (Carcharhinus limbatus). Tesis Program Pascasarjana Instistut Pertanian Bogor. Bogor. Fitri, S.G.S, 2003. Karakterisasi dan Produksi Protease Ekstraseluler Bacillus sp Galur BKU-10 dari saluran pencernaan Epinephelus tauvina. Skripsi. Departemen Biologi Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor. Kubo, M., K. Murayama., K. Seto., T. Imanaka. 1988. Highly Thermostable Neutral Protease From Bacillus stearothermophilus. J. Ferment. Technol. 66 (1): 13-17. Lehninger, A.L., 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan Maggy Thenawidjaja. Penerbit Erlangga. Jakarta. Madigan, N.T.J.P., dan Martinko, J. Parker. 1991. Biology of Microorganisms. Sixth Edition. Prentice Hall. New Jersey. Mubarik, N.R., 2001. Pemurnian dan Karakterisasi Protease Ekstraseluler Dari Isolat Bakteri Termofilik GP-04. Disertasi, Institut Pertanian Bogor. Paada, M.Y. 2004. Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Protease Serin Dari Bacillus subtilis Rekombinan R1. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Depdikbud-Dikti, PAU Bioteknologi – IPB. Uria, A.R. 1999. Karakteristik Biokimia Bakteri Termofilik Diisolasi dari Perairan Pantai Likupang. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT. Manado. Uria, A.R., R.Machielsen, B.E. Dutilh, M.A. Huynen, and J. Van Der Oost, 2006. Alcohol Dehydrogenases from Marine Hyperthermophilic Microorganisms and Their Importace to the Pharmaceutical Industry. International Seminar and Workshop on Marine in Indinesia, on the 17-18 th of May 2006 in Jakarta. Friedman. S.M. 1992. Thermofilik Microorganisms. Encyclop. Microbiol. Academic Press, Inc. New York. Ward, O. P. 1983. Proteinase. Di dalam Microbial Enzyme And Biotechnology. W. M. Fogarty. Applied Science Publisher. New York. Heinen, U. J., W. Heinen. 1972. Characteristic and Properties of A Caldo-Active Bacterium Producing Extracellular Enzymes and Related Strain. Arch. Microb., 82: 1-23 Winarno, F. G. 1986. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta. III - 55