gambaran kinerja iptekmas perikanan budidaya dalam mendukung

advertisement
GAMBARAN KINERJA IPTEKMAS PERIKANAN BUDIDAYA DALAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN IKANI DI KABUPATEN BANYUMAS
Mei Dwi Erlina dan Manadiyanto
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan (a) mengidentifikasi gambaran kinerja Iptekmas perikanan
budidaya di Kabupaten Banyumas dan (b) mengkaji kondisi ketahanan pangan ikani yang meliputi (1)
kecukupan ketersediaan pangan ikani hasil kinerja Iptekmas perikanan budidaya di Kabupaten
Banyumas,(2) stabilitas ketersediaan pangan ikani hasil kinerja Iptekmas perikanan Budidaya di
Kabupaten Banyumas , (3) aksesbilitas/keterjangkauan pangan ikani hasil kinerja Iptekmas perikanan
budidaya di Kabupaten Banyumas dan (4) kualitas/keamanan pangan ikani hasil kinerja Iptekmas di
Kabupaten Banyumas. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan
September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Banyumas, penelitian ini dilaksanakan
dengan metode survey ,sedangkan penetapan informan pengguna (penerima program IPTEKMAS dan
bukan penerima program) dilakukan secara sengaja/purposif. Data yang didapatkan dianalisis
secara dikriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ketahanan pangan ikani pada
pembudidaya ikan nilem di Kabupaten Banyumas tergolong cukup tahan (dari sudut kecukupan
ketersediaan pangan ikani, stabilitas ketersediaan pangan ikani, aksesbilitas/keterjangkauan pangan
ikani dan kualitas/keamanan pangan ikani).Dari keempat indikator ketahanan pangan ikani tersebut,
yang memliki skor tertinggi adalah stabilitas ketersediaan pangan ikani sedangkan skor terendah
adalah kualitas/kemanan pangan ikani, sehingga menyebabkan cukup tahannya kondisi ketahanan
pangan ikani di lokasi tersebut.
Kata kunci : Iptekmas, Perikanan Budidaya, Ketahanan Pangan.
PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan efektifitas misi penyebarluasan hasil riset, Badan Riset
Kelautan dan Perikanan melaksanakan program IPTEKMAS, yaitu sebuah bentuk upaya pemacuan
adopsi dan penyebarluasan hasil riset karya para peneliti BRKP kepada masyarakat, program tersebut
didalamnya mencakup kegiatan-kegiatan inventarisasi paket-paket teknologi BRKP yang perlu
diadopsi diberbagai kasus/lokasi, penerapan, pengkajian dan pengumpulan umpan balik untuk
menyempurnakan paket teknologi, serta upaya-upaya peningkatan ekonomi masyarakat kelautan dan
perikanan dengan menggunakan teknologi yang tersedia, dilakukan secara partisip;atif oleh
masyarakat dan peneliti BRKP. Melalui program IPTEKMAS, diharapkan bahwa teknologi hasil riset
BRKP menjadi tepat guna, sehingga dampaknya terhadap peningkatan pendapatan pelaku utama
(pembudidaya, nelayan tangkap dan pengolah) dapat dimaksimalkan. Program IPTEKMAS
dilaksanakan sejak tahun 2007 hingga sekarang (Anonim,2008). Mengingat keterpaduan program dan
pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak terkait yang bersifat lintas institusi dan lembaga, maka
perlu adanya kesamaan visi, misi dan semangat kebersamaan dalam mengembangkan sektor kelautan
dan perikanan.
Introduksi teknologi antara lain bertujuan untuk meningkatkan produksi sekaligus
pendapatan pembudidaya. Dari pengalaman agar teknologi sesuai dengan yang diperlukan oleh
pengguna, maka teknologi hendaknya memiliki ciri-ciri: dapat meningkatkan produktivitas secara
nyata, bukan merupakan komponen-komponen teknologi tetapi merupakan kesatuan utuh, sesuai
dengan biofisik,sosial ekonomi dan budaya; disesuaikan dengan kemampuan pengguna; adanya
kelembagaan penunjang yang bertanggung jawab dalam pengadaan input, pemasaran, permodalan,
serta kebijakan pemerintah yang mendukung.
Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena
pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi manusia sehingga pangan sangat berperan dalam
pertumbuhan ekonomi nasional. Ketahanan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan dalam
jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga yang terjangkau dan aman dikonsumsi
bagi setiap warga untuk menompang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Dengan demikian
ketahanan pangan mencangkup tingkat rumah tangga dan tingkat nasional (Anonimous, 1999).
Ketahanan pangan tersebut sebagai perwujudan dari komitmen nasional yang menjadi
tanggung jawab seluruh elemen dan bersifat lintas sektor. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
mencapai kondisi pangan yang tahan, salah satunya yang telah dilakukan untuk mencapai kondisi
pangan yang tahan, salah satunya yang telah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
adalah kampanye gemar makan ikan yang diharapkan dengan program ini, tingkat konsumsi pangan
dari sumber protein hewani kan tercapai baik dari sisi jumlah, mutu, kandungan gizi, ragam dan
distribusi yang merata diseluruh wilayah Indonesia serta dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat
(Dewan Ketahanan Pangan, 2002; KKP, 2005).
Kegiatan percepatan diseminasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku utama
yang akan berdampak mendukung ketahanan masyarakat. Dalam UU No. 7 Tahun 1966 tentang
pangan adalah terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pengertian ini berbeda dari
pengertian ketahanan pangan yang dianut selama 30 tahun masa Orde Baru yang membatasi
pengertian ketahanan pangan sebagai pencapaian swasembada beras. Saat ini pengertian ketahanan
pangan dibangun pada tingkatan rumah tangga, sehingga bukan menekankan aspek komoditi
(produksi) tetapi aspek manusianya (DKP,2008). Pengertian ketahanan pangan berbeda dan lebih luas
dari pengertian kemandirian pangan, karena : (1) Dalam PP No.68/2002 tentang Ketahanan Pangan,
dinyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan diutamakan dari produksi dalam negeri; (2)
Disahkannya PP 68/2002 tersebut juga mengindikasikan bahwa sistem cadangan pangan ditentukan
sendiri sesuai dengan kepentingan nasional sehingga tidak tunduk pada tekanan negara lain.
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014 sebagai penyempurnaan dari
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2005-2009 yang telah dijadikan referensi berharga oleh para
perumus dan pelaksana kebijakan di lapangan, pelaku ekonomi dan masyarakat madani pada
umumnya. Pada intinya KUKP 2010-2014 masih menggunakan argumen utama yang tidak berubah,
bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap
rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan
konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah
tangga,daerah,nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya
lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan
masyarakat dari kemiskinan (DKP, 2009).
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien
untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang
cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi
mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman,
kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya.
Ketahanan Pangan menurut PP No. 66 Tahun 2008 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata dan terjangkau. Upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sangat lah tidak mudah di
tingkat rumah tangga. Menurut Soekirman (2000) sulitnya menanggulangi sumber-sumber distorsi
akses terhadap pangan mengakibatkan kasus-kasus rawan pangan dalam bentuk kekurangan energy
dan protein (KEP) senantiasa terjadi dan bahkan menjadi salah satu masalah utama peningkatan
kualitas sumber daya manusia dari aspek gizi. Ketersediaan pangan yang tinggi di pasar tidak
menjamin tingginya derajat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Menurut Maxwell (1996) ada
4 komponen dalam ketahanan pangan yaitu 1) ketersediaan, 2) aksesibilitas, 3) keamanan, dan 4)
berkelanjutan.
Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga pada hakekatnya menunjukkan kemampuan
rumah tangga memenuhi kecukupan pangan. Disamping sebagai prasarat untuk memenuhi hak azazi
pangan masyarakat, ketahanan pangan juga sebagai pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa.
Oleh karena itu, untuk mendorong ketahanan pangan sektor kelautan dan perikanan
pemerintah melalui KKP, salah satu caranya yaitu dengan mengoptimalkan kegiatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi untuk Masyarakat (Iptekmas) khususnya untuk budidaya perikanan.
Permasalahan dan percepatan diseminasi teknologi perikanan adalah merupakan hal penting yang
perlu dicermati, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah (a) mengidentifikasi gambaran kinerja
Iptekmas perikanan budidaya di Kabupaten Banyumas dan (b) mengkaji kondisi ketahanan pangan
ikani yang meliputi (1) kecukupan ketersediaan pangan ikani hasil kinerja Iptekmas perikanan
budidaya di Kabupaten Banyumas,(2) stabilitas ketersediaan pangan ikani hasil kinerja Iptekmas
perikanan budidaya di Kabupaten Banyumas , (3) aksesbilitas/keterjangkauan pangan ikani hasil
kinerja Iptekmas perikanan budidaya di Kabupaten Banyumas dan (4) kualitas/keamanan pangan ikani
hasil kinerja Iptekmas perikanan budidaya di Kabupaten Banyumas. Dengan demikian, peningkatan
produktivitas, efisiensi, dan profitabilitas usaha untuk mendukung ketahanan pangan selain
memerlukan dukungan inovasi teknologi, juga memerlukan inovasi kelembagaan dan akselerasi
diseminasi untuk memberdayakan pelaku utama dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan data primer berkaitan dengan perubahan-perubahan
yang dianalisis, yaitu : data ketahanan pangan, pendidikan, budaya makan ikan, aset ekonomi dan
pendapatan rumah tangga. Masing-masing data primer tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan
menggunakan kuesioner terhadap para responden yang dipilih dalam penelitian. Khusus untuk data
primer ketahanan pangan dinilai berdasarkan skor dari setiap indikator yang telah ditentukan
berdasarkan. Kriteria penilaian ketahanan pangan ikani pada rumah tangga perikanan yang diadopsi
dari Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) LIPI, 2004 (Tabel 1).
Tabel 1. Kriteria Penilaian Ketahanan Pangan Ikani pada Rumah Tangga Perikanan
Indikator
Deskripsi
Kecukupan
Ketersediaan Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam
Pangan Ikani
pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam
jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga
Stabilitas
Ketersediaan Stabilitas ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga diukur
Pangan Ikani
berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan
anggota rumah tangga dalam sehari
Aksesbilitas/Keterjangkauan
Indikator asesibilitas atau keterjangkauan dalam pengukuran
Pangan Ikani
ketahanan pangan ditingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan
rumah tangga memperoleh pangan.
Kualitas/Keamanan
Ikani
Pangan Kualitas atau keamanan pangan jenis pangan yang dikonsumsi untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualiatas pangan seperti ini
sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis
makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga
ukuran keamanan pangan hanya dapat dilihat dari ada atau tidaknya
bahan makanan yang mengandung protein hewani (termasuk dari
sumber ikani) dan nabati yang dikonsumsi didalam rumah tangga.
Karena itu, ukuran kualitas pangan dapat dilihat dari data
pengeluaran untuk konsumsi makanan (lauk-pauk) sehari-hari yang
mengandung protein hewani atau nabati.
Sumber: Pusat Penelian Kependudukan (PPK) LIPI, 2004.
Selanjutnya dari skor masing-masing indikator ketahanan pangan tersebut dikategorisasikan
ke dalam tiga kelas, yaitu: tinggi,sedang dan rendah; sedangkan untuk ukuran skor total indikator
ketahanan pangan dikategorisasi kedalam tiga kelas, yaitu: tahan (tinggi), cukup tahan (sedang), dan
rentan (rendah). Secara rici interval skor dan klasifikasi dari masing-masing maupun keseluruhan
indikator ketahanan pangan tersebut tertera pada tabel 2.
Tabel 2. Skor dan Klasifiaksi Masing-masing dan Total Indikator Ketahanan Pangan Ikani yang
Digunakan dalam Analisis
Indikator ketahanan
Rendah
Sedang
Tinggi
Pangan ikani
Ketersediaan
2.00 – 5.66
5.67 – 9.34
9.35 – 13.00
Stabilitas
2.00 – 5.66
5.67 – 9.34
9.35 – 13.00
Keterjangkauan
4.00 – 6.67
6.68 – 9.33
9.34 – 12.00
Keamanan
1.00 – 3.33
3.34 – 5.67
5.68 – 8.00
Total
9.00 – 21.33
21.34 – 33.66
33.67 – 46.00
(Rentan)
(Cukup Than)
(Tahan)
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan
menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif digunakan untuk melihat gambaran
kondisi ketahanan pangan ikani pada rumah tangga pembudidaya ikan nilem yang mendapatkan
bantuan dari kegiatan Iptekmas Perikanan Budidaya yang dilihat dari 4 (empat) indikator ketahanan
pangan yaitu kecukupan ketersediaan pangan ikani,stabilitas ketersediaan pangan ikani,
keterjangkauan pangan ikani dan keamanan pangan ikani.
Waktu dan Penentuan Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010, Pengumpulan data dilakukan
berdasarkan hasil wawancara dengan responden pada pembudidaya ikan nilem sebagai penerima
kegiatan Iptekmas Pusat Riset Perikanan Budidaya tahun 2009, sedangkan lokasi yang menjadi daerah
sampel dari penelitian ini adalah Kabupaten Banyumas, yang ditentukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa di lokasi penelitian tersebut merupakan lokasi kegiatan Iptekmas
Perikanan Budidaya dari Pusat Riset perikanan Budidaya).Observasi juga dilakukan guna mengetahui
kondisi umum kehidupan masyarakat pembudidaya ikan nilem.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Kinerja Iptekmas Perikanan Budidaya
Kegiatan IPTEKMAS pada dasarnya merupakan kegiatan diseminasi hasil penelitian dan
inovasi di sektor kelautan dan perikanan yang dihasilkan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam
lingkungan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang Kelautan
dan Perikanan).
Pelaksanaan kegiatan IPTEKMAS dari Pusat Riset Perikanan Budidaya (PRPB) merupakan
kegiatan IPTEK Model Penerapan Iptekmas Dalam Pengembangan Kawasan Budidaya Ikan Nilem
dan merupakan pilot project dalam penerapan IPTEKMAS, yang dalam hal ini merupakan transfer
teknologi kepada masyarakat terkait dengan produksi benih sampai ukuran siap diolah menjadi produk
olahan baby fish serta teknik pengolahannya. Kegiatan IPTEKMAS ini dilakukan di Kabupaten
Banyumas, Jawa-Tengah,dipilihnya Kabupaten Banyumas sebagai lokasi kegiatan IPTEMAS PRPB,
dikarenakan Kabupaten Banyumas merupakan produsen ikan nilem yang potensial, namun kebutuhan
benih ikan nilem sebagian besar masih harus didatangkan dari eks Karisidenan Priangan Timur seperti
Tasikmalaya dan Ciamis. Teknologi pembenihan dan pembesaran masih menggunakan teknologi
sederhana sehingga hasil produksinya sebagian besar hanya memenuhi kebutuhan/konsumsi rumah
tangga saja. Minat masyarakat Kabupaten Banyumas terhadap ikan nilem cukup tinggi, hal ini
berdampak kepada peluang pasar menjadi terbuka luas. Mengacu kepada data dari Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Banyumas tahun 2008, bahwa potensi budidaya ikan nilem mencapai
525.258 kg/tahun yang dihasilkan oleh 1035 pembudidaya ikan nilem dengan luas hamparan budidaya
ikan nilem seluas 20,75 hektar. Nilai ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah
permintaan yang diestimasi sekitar 1.575.277 kg/tahun. Untuk mengurangi celah antara permintaan
dengan penawaran ikan nilem, maka perlu dilakukan pendampingn teknologi budidaya, pengolahan
pasca panen dan sosial ekonomi ikan nilen melalui kegiatan IPTEKMAS.
Hasil koordinasi dengan Pusat Riset Perikanan Budidaya (PRPB) sebagai instansi pelaksana
program Iptekmas BRKP adalah sebagai berikut : Potensi budidaya perikanan khususnya ikan nilem di
Kabupaten Banyumas cukup besar, namun pelaksanaannya masih sangat tradisional. Sehubungan
dengan kondisi tersebut pelaksanaan program IPTEKMAS yaitu dengan menerapkan teknologi
perbenihan diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan nilem. Kegiatan yang dilakukan serta
keterampilan yang telah dimiliki kelompok pembudidaya Sri Utama dusun Darmaraja dan kelompok
pengolah Sarirasa Singasari diharapkan dapat ditularkan kepada kelompok pembudidaya ikan maupun
pengolah ikan di wilayah Kabupaten Banyumas.
Teknologi maupun paket sarana produksi yang telah diberikan kepada kelompok
pembudidaya dan pengolah ikan diharapkan memberikan manfaat dan meningkatkan produktivitas
ikan nilem. Peningkatan keterampilan kelompok pembudidaya maupun kelompok pengolah ikan
diharapkan dapat menjadi modal dan terus berlangsung sehingga pada ujungnya dapat meningkatkan
pendapatan.
Pelaksanaan program IPTEKMAS Budidaya Ikan Nilem di Kabupaten Banyumas berakhir
pada akhir bulan Desember 2009, namun kegiatan budidaya diharapkan tetap berlangsung sampai
memberikan manfaat nyata khususnya pada anggota kelompok pembudidaya maupun kelompok
pengolah ikan dan kepada masyarakat Kabupaten Banyumas pada umumnya
Menurut Tim Iptekmas dari Pusat Riset Perikanan Budidaya menyatakan bahwa, penjajagan
kegiatan Iptekmas telah dilakukan di wilayah Kabupaten Banyumas untuk mendapatkan gambaran
yang sesungguhnya tentang permasalahan pembudidayaan ikan nilem sehingga pilihan Iptek yang
disiapkan dapat langsung menjawab kebutuhan masyarakat pembudidaya ikan nilem di kabupaten
Banyumas.
Selanjutnya Tim Iptekmas PRPB juga memberikan informasi terkait dengan beberapa hal
yang telah dilakukan sehubungan dengan tahapan program Iptekmas adalah diskusi dengan Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas, wawancara dengan pembudidaya maupun pengolah
sekaligus kunjungan lapang ke kelompok pembudidaya maupun kelompok pengolah di dusun
Darmaraja, Singasari kecamatan Karanglewas, Banyumas serta Balai Benih Ikan Singasari.
Berdasarkan hasil koordinasi dengan Tim Iptekmas juga membahas tentang permasalahan
pokok yang ditemukan sekilas adalah bahwa untuk pembudidayaan ikan produksi benih ikan yang
tidak optimal yang disebabkan selain induk yang kurang baik juga teknologi yang diterapkan masih
sangat sederhana. Sedangkan untuk pengelolaan ikan selain keberadaan bahan baku yang belum
terjamin ketersediaannya juga cara pengolahan masih sangat sederhana. Untuk BBI masih belum
optimal dan masih ditingkatkan kinerjanya.Untuk menindak lanjuti permasalahan yang ada di
lapangan telah dilakukan koordinasi dengan pihak terkait terutama Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Banyumas dengan jajarannya guna merencanakan pelaksanaan program kegiatan Iptekmas
di wilayah Kabupaten Banyumas. Dari kesepakatan kemudian ditentukan lokasi pelaksanaan Iptekmas
sekaligus menentukan kelompok pembudidaya dan kelompok pengolah ikan dari Singasari untuk
mendapatkan kesempatan dijadikan percontohan pelaksanaan kegiatan Iptekmas, selain BBI Singasari
yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh kelompok pembudidaya yang belum mendapatkan
kesempatan pelaksanaan program Iptekmas saat ini.
Selain itu juga dibahas pelaksanaan secara terinci, meliputi pelaksanaan kegiatan Lokakarya
dan Pelatihan, pelaksanaan bantuan, tenaga pendampingan dan supervisi kegiatan serta pelaksanaan
Showcase sebagai laporan hasil kegiatan Iptekmas diakhir kegiatan.
Permasalahan pokok yang ditemukan pada kegiatan budidaya ikan nilem adalah ,bahwa
produksi benih ikan nilem tidak optimal , hal ini disebabkan oleh kondisi induk yang kerang baik serta
teknologi budidaya yang diterapkan masih sederhana. Sedangkan untuk pengolahan ikan masih
menggunakan teknologi pengolahan yang masih sederhana, serta ketersediaan bahan baku belum
terjamin kontinyuitasnya. Balai Benih Ikan (BBI) yang berada di Kabupaten Banyumas juga belum
optimal kinerjanya, sehingga masih perlu ditingkatkan.
Ruang lingkup dari Iptekmas meliputi ;
1. Koordinasi penentuan daerah/lokasi dan kelompok pembudidaya sasaran
2. Identifikasi teknologi budidaya berdasarkan permasalahan yang ada di lokasi yang
disesuaikan dengan spesifikasi lokasi
3. Monitoring
4. Pendampingan
5. Pelaksanaan Showcase
Program IPTEKMAS dari PRPB tujuannya melakukan proses alih teknologi terkait dengan
teknologi produksi ikan nilem yang semula masyarakat pembudidaya melakukan budidaya dengan
cara tradisional, maka dengan melalui program IPTEKMAS diberikan sentuhan teknologi berupa
teknologi pembenihan ikan nilem dengan menggunakan corong. Selain itu juga terkait dengan
teknologi pengolahan dan pemasaran ikan nilem, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan pembudidaya dan pengusaha ikan nilem.
Keragaan Ketahanan Pangan Ikani Pembudidaya Ikan Nilem di Kabupaten Banyumas
Kecukupan Ketersediaan Pangan Ikani
Kecukupan dan stabilitas ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga menurut FAO 1996
adalah suatu kondisi dimana setiap rumah tangga mempunyai ketersediaan pangan dalam jumlah yang
cukup secara terus menerus tanpa ketidakpastian sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi yang
diperlukan oleh seluruh anggota keluarga. Konsep ini mengandung arti bahwa rumah tangga tahan
pangan adalah rumah tangga yang cukup kontinyu sepanjang waktu dan dapat memenuhi kebutuhan
gizi seluruh anggota keluarga.
Secara keseluruhan terlihat bahwa ketahanan pangan pembudidaya ikan nilem di Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah tergolong dalam klasifikasi “Cukup Tahan”. Sedangkan menurut Maxwell
(1996) bahwa ketahanan pangan rumah tangga ini dapat dilihat dari empat indikator dan masingmasing indikator tersebut adalah kecukupan ketersediaan pangan ikani, stabilitas ketersediaan pangan
ikani, keterjangkauan pangan ikani dan keamanan pangan ikani. Dari keempat indikator ketahanan
pangan tersebut, yang memliki skor tertinggi adalah stabilitas ketahanan pangan ikani sedangkan skor
terendah adalah ketersediaan pangan ikani. Secara rinci ketahanan pangan pembudidaya ikan nilem di
Kabupaten Banyumas , Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Ketahanan Pangan Pembudidaya Ikan Nilem di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
Indikator
Klasifikasi
Skor
Kecukupan Ketersediaan Pangan Ikani
Rendah
8,94
Stabilitas Ketersediaan Pangan Ikani
Tinggi
10,90
Keterjangkauan Pangan Ikani
Sedang
8,06
Keamanan Pangan Ikani
Sedang
5,26
Total Ketahanan Pangan
Sedang
33,16
Kecukupan Ketersediaan Pangan Ikani
Kecukupan ketersediaan pangan dari sumber ikani dalam rumah tangga dipengaruhi oleh
cara bagaimana responden rumah tangga memperoleh pangan dari sumber ikani tersebut. Pengukuran
ketersediaan pangan ikani mengacu pada pangan iakani yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang
dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu penentuan tingkat kecukupan
ketersediaan pangan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan lamanya atau jarak waktu antara
satu musim dengan musim yang lain.
Kecukupan ketersediaan pangan ikani responden ,dijabarkan pada Tabel 4. Terlihat bahwa
pada rumah responden permanen,yang termasuk kategori tinggi sebanyak 50% , kategori sedang 30
persen dan kategori rendah adalah 20 persen, sedangkan responden rumah semi permanen kecukupan
ketersediaan pangan ikani yang masuk katagori tinggi adalah 20%, kategori sedang 60% dan yang
masuk katagori rendah adalah 20%. Responden rumah sederhana yang masuk dalan katagori tinggi
0% dan yang termasuk dalam kategori sedang adalah 20%, sedangkan yang termasuk dalam katagori
rendah adalah 80% Dasar penentuan tingkat ketersediaan pangan ikani terkait juga dengan jenis
pangan yang dikonsumsi. Di Kabupaten Banyumas jenis ikan yang sering dikonsumsi oleh responden
seperti gurame, mas, nilem, nila, tahu, tempe dan ikan asin.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kecukupan Ketersediaan Pangan Ikani Berdasarkan
Kondisi Rumah Pembudidaya di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Kecukupan
Ketersediaan
Pangan Ikani
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Permanen
%
Semi
Permanen
%
Sederhana
%
5
3
2
10
50
30
20
100
2
6
2
10
20
60
20
100
0
2
8
10
0
20
80
100
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2010
Stabilitas Ketersediaan Pangan Ikani
Stabilitas ketersediaan pangan ikani tingkat rumah tangga diukur dan dapat dilihat dari
frekuensi makan ikan selama seminggu yang dilakukan oleh rumah tangga perikanan. Semakin sering
(tiap hari) rumah tangga makan ikan menunjukkan budaya makan ikan semakin kuat. Budaya makan
ikan dapat dilihat dari frekuensi makan ikan dalam seminggu yaitu tiap hari, lebih dari 3 kali dalam
seminggu dan 2 kali dalam seminggu. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa frekuensi makan ikan
berdasarkan rumah responden permanen dapat dijelaskan sebagai berikut : sebanyak 10% responden
menyatakan tiap hari makan ikan dan 60% makan ikan dua kali dalam seminggu, sedangkan konsumsi
ikan satu kali dalam seminggu adalah 30%. Responden dengan katagori rumah semi permanen
menyatakan masing-masing 10% makan ikan tiap hari, dua kali dalam seminggu 40% dan sekali
dalam seminggu adalah 50%. Responden dengan katagori rumah sederhana stabilitas ketersediaan
pangan ikan yang tiap hari tidak tersedia, sedangkan yang masuk dalam kategori 3 kali seminggu
hanya 10% , sedangkan yang hanya dalam 1 kali dalam seminggu menggkonsumsi ikan adalah 90%.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya makan ikan merupakan
kebiasaan pada rumah tangga pembudidaya. Apabila ikan yang akan dibeli tidak tersedia, maka
responden akan akan mengganti dengan pangan lain, seperti tempe, tahu, telur. Sementara untuk
responden pancing, frekuensi untuk makan ikan rendah dikarena hanya mempunyai satu jenis alat
tangkap dan kapal motor tempel sehingga daerah penangkapan ikan terbatas.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Stabilitas Ketersediaan Pangan Ikani Berdasarkan
Kondisi Rumah Pembudidaya di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Stabilitas
Tipe Rumah
Ketersediaan
Semi
Permanen
%
%
Sederhana
%
Pangan Ikani
Permanen
Tiap hari
1
10
1
10
0
0
3x seminggu
6
60
4
40
1
10
1x seminggu
3
30
5
50
9
90
Jumlah
10
100
10
100
10
100
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2010
Persepsi responden dalam mengkonsumsi pangan ikani dikarenakan bahwa apabila mereka
tidak makan ikan rasanya belum merasa “enak”. Sehingga apabila ikan yang mereka beli tidak
tersedia, maka rumah tangga perikanan akan membeli yang tersedia selain ikan atau menggantinya
dengan pangan lainnya. Hasil wawancara dengan responden apabila tidak tersedia ditempat penjualan
ikan, maka rumah tangga tersebut lebih memilih membeli pangan lain selain ikan, hal ini dapat dilihat
dari persentase yang diperoleh sebesar 75% (15 orang). Sedangkan rumah tangga yang memilih
membeli ikan ditempat lain hanya memiliki persentase sebesar 25% (5 orang). Hal ini terjadi karena
biasanya rumah tangga tersebut sudah mempunyai ikan asin yang dibuat sendiri sebagai pengganti
ikan segar apabila ikan segar tersebut tidak tersedia, sedangkan bahan pangan lain seperti tempe, tahu
dan telur sebagai makanan tambahan.
Harga ikan yang dibeli lebih mahal dari biasa yang mereka beli, maka rumah tangga
pembudidaya ikan nilem lebih memilih pangan lain seperti tempe, tahu dan telur sebagai pengganti
ikan dengan persentase sebesar 87 %, sedangkan persentase terkecil yaitu sebesar 13 % adalah rumah
tangga yang tetap membeli ikan walaupun ikan yang dibeli relatif mahal. Hal ini membuktikan bahwa
walaupun harga ikan mahal dan memilih pangan lain seperti tempe, tahu dan telur sebagai makanan
tambahan, akan tetapi rumah tangga pembudidaya ikan nilem tersebut tetap membeli ikan dengan
mengurangi jumlah ikan yang dibeli atau membeli ikan yang harganya relatif lebih murah. Hal ini
menunjukkan bahwa betapa kuatnya budaya makan ikan yang ada di rumah tangga pembudidaya ikan
nilem, akibat adanya program Gemarikan dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas.
Aksebilitas/Keterjangkauan Terhadap Pangan Ikani
Salah satu unsur yang menentukan ketahanan pangan rumah tangga adalah aksesbilitas atau
keterjangkauan terhadap pangan (FAO, 1996). Hal ini berarti bahwa setiap rumah tangga dapat
memperoleh pangan yang sehat dengan mempunyai akses yang baik secara fisik maupun ekonomi.
Secara fisik dapat diartikan jika harus membeli makan tersedia dimana, dan secara ekonomi pangan
dapat diperoleh dengan harga terjangkau. Akses rumah tangga secara fisik dalam memperoleh pangan
dapat diketahui melalui informasi tentang tempat perolehan pangan dalam hal ini pangan dari sumber
ikani serta cara mencapai tempat tersebut.
Pada tabel 6 dibawah terlihat bahwa jarak responden memperoleh ikan untuk responden
rumah permanen sebanyak 90% masuk dalam kategori keterjangkauan dalam memperoleh ikan
sedang, dan 10% responden keterjangkauan dalam memperoleh ikan dekat. Sementara, responden
rumah semi permanen masing-masing 30% berada dalam kejangkauan sedang dan dekat 70%.
Sedangkan, untuk responden yang kondisi rumahnya sederhana sebanyak 10% keterjangkauan dalam
memperoleh ikan sedang dan 90% responden termasuk dalam kategori dekat untuk mendapatkan ikan.
Semua responden tinggal di Kabupaten Banyumas, di lokasi tersebut tidak terdapat pasar
ikan. Cara responden untuk memperoleh ikan dengan berjalan kaki, kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum. Kondisi jalan baik dan beraspal, sehingga akses ke tempat penjualan mudah dicapai.
Dalam mencukupi kebutuhan pangan ikani selain dari hasil budidaya, responden juga mendapatkan
dengan cara membeli ikan asin dari warung.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Aksebilitas/Keterjangkauan Terhadap Pangan Ikani
Berdasarkan Kondisi Rumah Pembudidaya, di Kabupaten Banyumas.
Aksesbilitas/Keterjan
Semi
gkauan Terhadap
Permanen
%
%
Sederhana
%
Permanen
Pangan Ikani
Jauh
0
0
0
0
0
0
Sedang
9
90
3
30
1
10
Dekat
1
10
7
70
9
90
Jumlah
10
100
10
100
10
100
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2010
Ket : Jauh : ≥ 20 km,Sedang 5 – 10 km, Dekat : ≤ 5 km
Cara yang ditempuh oleh rumah tangga pembudidaya ikan nilem untuk memperoleh ikan,
persentase terbesar adalah dengan berjalan kaki yaitu sebesar 64,82%, sedangkan persentase rumah
tangga yang menggunakan kendaraan umum untuk memperoleh ikan yaitu sebesar 35,18%. Hal ini
menunjukkan bahwa tempat dimana ikan itu tersedia sangat terjangkau oleh pembudidaya ikan nilem
tersebut, sehingga dengan berjalan kaki, rumah tangga tersebut mudah menjangkau tempat dimana
ikan tersebut tersedia. Kondisi sarana dan prasarana yang digunakan oleh pembudidaya ikan nilem
dalam mendapatkan ikan juga dalam kondisi yang baik sehingga hal ini juga merupakan salah satu hal
yang memberikan kemudahan bagi pembudidaya ikan nilem dalam menjangkau tempat dimana ikan
tersebut dijual/tersedia.
Sebagian besar (74,55%) pembudidaya ikan nilem membeli ikan di tukang jual ikan keliling,
sedangkan hanya 25,45% rumah tangga yang membeli ikan di warung. Hal ini menunjukkan bahwa
karena kemudahan dalam menjangkaunya dan dibutuhkan waktu yang relatif singkat sehingga rumah
tangga tersebut lebih memilih membeli ikan di tukang jual keliling dibandingkan dengan membeli
pasar atau warung.
Selain akses secara fisik, ada pula akses secara ekonomi yang dapat dilihat dari kemampuan
pembudidaya untuk memperoleh (membeli) pangan yang dalam hal ini adalah pangan dari sumber
ikani dengan harga yang terjangkau. Pada pembudidaya ikan nilem di Banyumas Jawa Tengah
sebagian besar mengkonsumsi ikan air tawar, dan ikan asin. Karena kedua ikan ini harganya bervariasi
pada setiap musim. Untuk harga rata-rata ikan nila, mujaer berkisar Rp 7.000-10.000kg, ikan asin
dengan harga rata-rata Rp 12.000- 20.000/kg.
Kualitas/Keamanan Pangan Ikani
Pengetahuan pembudidaya ikan nilem tentang kualitas ikan tergolong relatif baik. Dari hasil
wawancara yang dilakukan diperoleh sebagian besar pembudidaya ikan nilem menyebutkan bahwa
ciri-ciri ikan yang memiliki kualitas yang baik. Adalah dapat dilihat dari warna insang yang berwarna
merah, kulit ikan, segar dan dapat dilihat dari mata ikan tersebut. Selain dari kualitas ikan yang baik
yang telah disebutkan diatas, responden tersebut juga sangat mengetahui ciri-ciri ikan yang memiliki
kualitas yang tidak baik misalnya ikan yang sudah busuk dan mengandung formalin. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan pengetahuan yang baik tentang kualitas ikan juga akan mempengaruhi
kualitas pangan dari sumber ikani yang dikonsumsi oleh pembudidaya ikan nilem tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi ketahanan pangan ikani pada
pengolah hasil perikanan di Kabupaten Banyumas tergolong cukup tahan (dari sudut kecukupan
ketersediaan pangan ikani, stabilitas ketersediaan pangan ikani, aksesbilitas/keterjangkauan pangan
ikani dan kualitas/keamanan pangan ikani).Dari keempat indikator ketahanan pangan ikani tersebut,
yang memliki skor tertinggi adalah stabilitas ketersediaan pangan ikani sedangkan skor terendah
adalah kualitas/kemanan pangan ikani, sehingga menyebabkan cukup tahannya kondisi ketahanan
pangan ikani di lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. PP No 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Jakarta
Anonim. 2008. Kebijakan Umum Katahanan Pangan 2006 – 2009 Dewan Ketahanan Pangan.
Jakarta.
Anonim. 2008. Data Base Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Banyumas 2008. Dinas Peternakan
dan Perikanan.
Anonim. 2009. Draf Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010 – 2014. Dewan Ketahanan Pangan.
Jakarta.
Berlo. 1960. Planning for in inovation Through Disemination an Utilitizen of Knowlage. The
University of Macigan. un arbur Micigan.
FAO. 1996. World Food Summit, 13-17 November 1996. Rome, Italy: Food and Agriculture
Organisation of the United Nations
Indrayanti Y. 2003. Strategi Ketahanan Pangan Pada Komunitas Petani. [Tesis yang tidak
dipublikasi Program Pasca sarjana IPB]
Maxwell. 1996. Food Security: A post Modern Perspective. Food Policy Vol. 21(2)
PPK-LIPI. 2004. Ketahanan Pangan, Kemiskinan dan Demografi Rumah Tangga. Seri Penelitian
PPK-LIPI No. 56/2004. Puslit kependudukan _ LIPI. Jakarta.
Republik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2000 Tentang
Ketahanan Pangan. Sekretaris Negara RI. Jakarta
Raharto A. 1999. Kehidupan Nelayan Miskin di Masa Krisis dalam Tim Peneliti PPT-LIPI: Dampak
Krisis Ekonomi Terhadap Kehidupan Keluarga Kelompok Rentan: Beberapa Kasus. PPT-LIPI
bekerjasama dengan Departeman Sosial Republik Indonesia. Jakarta.
Raharto A dan Haning Romdiati. 2000. “Identifikasi Rumah Tangga Miskin”, dalam Seta, Ananto
Kusuma et.al (editor), Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, hal: 259-284
Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta
Download