Peran TV Lokal dalam Menghadapi Globalisasi

advertisement
Peran Televisi Lokal dalam Mempertahankan
Identitas Lokal di Era Globalisasi Informasi
Sarah Anabarja
Dosen Ilmu Hubungan Internasional
FISIP Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”Jawa Timur
ABSTRACT
The role of information technology in the development of international
communications simply can not be doubted. The development of increasingly
advanced information technology that make communication so easy. Not only
communications involving individuals, but also mass communication that
involves the wider community. With more globalized mass media and its use,
then this also had impact on a community's identity. This paper discuss how
the role of local television in the formation of local identities in the face of the
reality of media globalization. Use of local television as a medium that has its
roots in local culture, is one powerful tool in influencing public identity. So, not
surprising that many emerging and local television with a distinctive taste and
tend not to homogenized by global media source from which the majority of
foreign values and culture.
Keywords: local television, globalization of information, identity.
Tidak dapat dibantah, teknologi informasi memiliki peran besar dalam
komunikasi internasional. Perkembangan teknologi informasi yang pesat
membuat proses komunikasi dapat dijalankan dengan mudah. Proses
komunikasi tersebut tidak hanya melibatkan individu, tetapi juga komunikasi
massa dengan komunitas yang lebih meluas. Penggunaan media massa yang
terglobalisasi memiliki dampak terhadap identitas komunitas. Dalam tulisan
ini, dipaparkan peran televisi lokal dalam membentuk identitas lokal di
tengah arus globalisasi informasi. Penggunaan televisi lokal yang berakar
pada budaya lokal merupakan instrumen kuat dalam memengaruhi identitas
publik sehingga tidak mengejutkan jika banyak televisi lokal yang
bermunculan di era globalisasi untuk menangkal homogenisasi.
Kata-Kata Kunci: televisi lokal, globalisasi informasi, identitas.
261
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang terjadi saat ini
telah menjadikan jarak dan waktu
bukan merupakan halangan.
Kemajuan pada bidang ini pula yang semakin menumbuhkan kesadaran
orang terhadap kebutuhan informasi. Informasi melalui media massa
saat ini ikut memegang peranan dalam menentukan aspek-aspek
kehidupan manusia.
Kemajuan tekonologi komunikasi dan informasi ini juga lah yang
membuat industri media massa makin pesat. Negara-negara maju yang
mempelopori industri media massa ini bukan lagi menjadi pemain
tunggal. Dengan semakin menyebarnya teknologi tersebut, maka makin
menyebar pula pemanfaatan teknologi dalam media massa. Bermula
dari makin maraknya penggunaan teknologi komunikasi dalam industri
media inilah yang menjadikan globalisasi media tak terlakkan lagi. Pada
jaman yang seringkali disebut sebagai the information age ini, media
massa tidak lagi dimonopoli oleh negara-negara besar.
Penggunaan media massa dalam skala global merupakan salah satu
bentuk komunikasi massa. Secara istilah komunikasi massa ini
merupakan alat komunikasi yang dioperasikan secara skala besar,
menjangkau dan mempengaruhi secara virtual setiap orang dalam
masyarakat. Hal ini mengacu pada beberapa media yang sekarang telah
familiar seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, dan beberapa
lainnya (McQuail 2000).
Menoleh kembali ke belakang, penggunaan media massa dalam
mempengaruhi khalayak telah dimulai sejak lama. Sebut saja dalam
komunikasi internasional pada masa Perang Dunia I. Di mana pada
masa ini, media massa menjadi senjata yang ampuh untuk
menggerakkan massa melalui propaganda yang disampaikan melalui
media. Sebagai contoh saja, penyebaran surat kabar di Amerika telah
ada sejak 1910 (De Fleur et.al 1989). Contoh yang sama juga terjadi di
Uni Soviet, di mana pemerintah sangat mengandalkan dan mengontrol
media sebagai “senjata dalam bentuk kata-kata” yang dapat
mempropagandakan ide dan nilai mereka pada dunia (Taylor 1997).
Dalam setting Perang Dunia hingga Perang Dingin dapat terlihat dengan
jelas bagaimana fungsi media massa dalam pembentukan opini hingga
pengidentifikasian suatu komunitas terhadap identitas tertentu.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa media massa saat ini juga
telah ikut memegang peranan dalam menentukan aspek-aspek
kehidupan manusia. Dan media yang banyak digunakan masyarakat
adalah televisi (Kuswandi 1996). Televisi merupakan media yang
digunakan dalam proses komunikasi massa di mana penyelenggara
siaran merupakan komunikator dan khalayak pemirsa adalah
komunikan. Penggunaan televisi ini bermula dari penemuan seorang
262
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Jerman bernama Paul Nipkov ada tahun 1883-1884. Dan pada 1939
mulai dinikmati oleh publik Amerika, yaitu ketika berlangsungnya
“World’s Fair” di New York (Kuswandi 1996). Hingga saat ini televisi
menjadi media yang paling banyak digunakan.
Sebagai salah satu media massa yang digunakan dalam proses
komunikasi, televisi memiliki kelebihan karena sifatnya yang langsung,
tidak mengenal jarak dan memiliki daya tarik yang kuat. Langsung di
sini berarti suatu pesan yang disampaikan pada khalayak dapat langsung
diterima oleh khalayak itu sendiri. Tidak mengenal jarak karena
jangkauan televisi umumnya tidak terbatas kecuali adanya faktor alam
yang mempengaruhi teknis seperti daerah yang bergunung-gunung.
Isi pesan dalam televisi juga tersaji dalam bentuk audiovisual. Paduan
inilah yang kemudian menjadi daya tarik yang kuat dari televisi. Karena
selain unsur kata-kata , musik dan sound effect seperti radio, televisi
juga memiliki unsur visual berupa gambar hidup yang menibulkan kesan
mendalam bagi penontonnya.
Dunia pertelivisian di Indonesia sendiri telah mengalami banyak
perkembangan. Setelah selama hampir 30 tahun pertelivisian ini
dimonopoli oleh stasiun televisi milik pemerintah yaitu TVRI, monopoli
ini akhirnya diakhiri oleh lahirnya stasiun televisi swasta (Kuswandi
1996). Beberapa contoh pelopor televisi swasta di Indonesia antara lain;
PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), kemudian disusul oleh
Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI),
Andalas Televisi (ANTV), dan INDOSIAR. Setelah stasiun-stasiun
tersebut muncul maka makin banyak pula penyusulnya seperti; Metro
TV, Trans TV, dan lain-lain yang kesemuanya menawarkan
keberagaman warna.
Perkembangan dunia pertelivisian di Indonesia tersebut tidak lepas dari
perkembangan media global. Seperti yang pernah dibahas dalam
perkuliahan Komunikasi Internasional, bahwa perkembangan media
global akan membawa pengaruh yang tidak kecil terhadap media
nasional suatu negara. Hal ini tentu menjadi sebuah keniscayaan
mengingat media nasional juga merupakan bagian dari media global
tersebut. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali kiblat dari
media global ini adalah negara-negara barat yang menjadi pencetus
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Jika media global memiliki nilai dan pengaruh dari negara barat yang
dominan maka tak dapat dihindari pula pengaruhnya terhadap
pemirsanya. Globalisasi media yang semakin memudahkan insersi nilainilai pembuatnya –negara barat- menjadi fokus dalam makalah ini.
Dengan semakin mudahnya nilai tersebut untuk masuk ke dalam
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
263
masyarakat dunia termasuk masyarakat lokal di Indonesia, maka
pengaruhnya akan pula dirasakan oleh mereka. Padahal, nilai-nilai dan
ide merupakan suatu yang vital dalam pembentukan identitas suatu
masyarakat. Dengan masuknya nilai-nilai barat maka identitas lokal pun
pasti akan terpengaruh. Pengaruh tersebut antara lain adalah
identifikasi diri mereka menjadi bagian dari masyarakat dunia seperti
yang pernah diungkapkan oleh Mc.Luhan melalui Global Village-nya.
Dalam tulisannya yang membahas mengenai hiperglobalisasi, Ritzer
pernah menegaskan bahwa pola-pola kehidupan sosial dan kultural
sehari-hari masyarakat sekarang memperlihatkan adanya pengaruh
yang amat kuat dari pola kehidupan masyarakat global dan budaya
global (Piliang n.d.). Menurutnya pengaruh tersebut datang melalui
berbagai teknologi, termasuk teknologi televisi beserta produknya
(tontonan, hiburan, dan semacamnya). Melalui pintu inilah budaya
global melancarkan ”gelombang serangan” terhadap masyarakat etnis
dan kultur tertentu (Piliang n.d.). Hal-hal inilah yang menjadi ancaman
bagi eksistensi beragam bentuk kebiasaan, nilai, identitas dari budaya
lokal.
Sebagai masyarakat yang telah memiliki identitas sendiri dengan nilainilai tersendiri, tentunya hal di atas dapat dikatakan sebagai masalah.
Karena dengan semakin masuknya nilai asing melalui globalisasi media,
mau tidak mau akan pula meminggirkan nilai lokal hingga merubah
identitas asli lokal. Sebut saja penggunaan bahasa Inggris sebagai
bahasa yang dianggap moderen, dan lain sebagainya.
Menghadapi kenyataan di atas maka muncullah bentuk-bentuk siaran
regional. Salah satu yang telah menggejala adalah munculnya stasiun TV
lokal seperti JTV, Bali TV, dan lain-lain. Seiring dengan hadirnya
perspektif teori baru dalam media dan masyarakat, maka komunikasi
tidak lagi masif dan berjalan searah. Menurut perspektif postmodern
akan selalu ada jalan lain untuk keluar dari masifikasi dan sentralisasi
masyarakat (Mc.Quail 2000).
Dengan kemunculan stasiun TV lokal tersebut maka dapat dikatakan
bahwa hal ini merupakan salah satu bentuk usaha untuk menghasilkan
budaya tandingan (counter culture) dari universalitas dalam berbagai
performa informasi dan komunikasi media massa (Kuswandi 1996).
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana peran TV lokal tersebut
pada upaya mempertahankan identitas lokal dalam menghadapi realitas
globalisasi media.
264
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Globalisasi Informasi melalui Media
Globalisasi media massa berawal pada kemajuan teknologi komunikasi
dan informasi sejak 1970-an. Dalam masa itulah masyarakat mulai
mengenal istilah-istilah populer seperti era informasi atau pun era
satelit. Hal ini dilatarbelakangi oleh arus informasi yang semakin meluas
ke seluruh dunia, globalisasi informasi dan media massa pun
menciptakan keseragaman pemberitaan maupun preferensi acara
liputan. Pada akhirnya, sistem media masing-masing negara cenderung
seragam dalam hal menentukan kejadian yang dipandang penting untuk
diliput. Peristiwa yang terjadi dalam suatu negara, akan segera
mempengaruhi perkembangan masyarakat di negara lain. Atau dengan
kata lain, menurut istilah John Naisbit dan Patricia Aburdene dalam
bukunya Megatrend 2000 pada tahun 1991, dunia kini telah menjadi
”global village” (Kuswandi 1996).
Akan tetapi ternyata di sisi lain, globalisasi informasi dan komunikasi
tidaklah sepenuhnya membawa keuntungan bagi semua orang,
masyarakat atau sebuah bangsa. Pengetahuan dan preferensi yang
cenderung seragam terhadap informasi yang berasal dari barat justru
dapat menumbuhkan kesenjangan internasional dalam berbagai bidang.
Dalam globalisasi media massa dan informasi, dunia menyaksikan
peranan telekomunikasi serta media elektronik yang luar biasa. Dunia
kian menjadi kosmopolitan dan manusia saling mempengaruhi dalam
hal perilaku (Kuswandi 1996). Arus globalisasi itu tidak berdiri sendiri,
tetapi ditemani oleh perdagangan (globalisasi pasar) serta perjalanan
dengan transportasi yang cepat.
Memang membahas mengenai globalisasi media juga tidak terlepas dari
kepentingan kapitalisme di dalamnya. Karena, seperti yang pernah pula
dibahas oleh Yasraf Amir Piliang, kapitalisme tidak hanya mengubah
dunia benda, akan tetapi juga mengubah dunia tindakan budaya atau
action culture suatu masyarakat (Piliang n.d) 1996). Oleh karena itu,
ancaman kapitalisme terhadap budaya lokal tidak hanya pada tingkat
macro culture seperti keyakinan, paham, dan ideologi saja. Ia juga
mengancam hingga ke micro culture yang mencakup cara berpakaian,
bertingkah laku, dan sebagainya.
Beberapa akibat yang dapat terjadi kemudian adalah fenomena
dehumanisasi dan alienasi. Itulah dampak yang mungkin timbul sebagai
konsekuensi dari globalisasi media massa dan informasi. Akibat yang
lebih jauh lagi adalah sulitnya mengendalikan arus nilai-nilai kosmopolit
(asing) di suatu negara, khususnya pada negara-negara berkembang
seperti halnya Indonesia. Meskipun globalisasi informasi dan media
massa tidak lagi terlalu relevan untuk dipersoalkan dari sudut isu
ketimpangan arus informasi dan komunikasi dunia internasional, tetapi
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
265
muncul masalah lain yaitu siapakah yang mengontrol nilai budaya apa
yang dominant dalam globalisasi media itu.
Segala perubahan yang terjadi dalam penjelasan di atas tidak terlepas
dari revolusi industri dan masa setelahnya yang penuh kemajuan di
bidang teknologi. Seperti pula yang telah dijelaskan oleh Alfin Toffler
mengenai gelombang ke-tiga. Selain itu juga masyarakat pascaindustri
oleh Daniel Bell yang diantaranya adalah; komunikasi dan pemrosesan
data, penerbangan dan angkasa luar, energi alternatif dan dapat
diperbaharui, teknologi biologi dan teknologi genetik (Kuswandi 1996).
Banyak sekali memang pendapat para tokoh komunikasi mengenai
fenomena kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini, begitu pula
dampak serta akibat yang dihasilkannya. Dennis McQuail, dalam
bukunya Mass Communication Theory menulis bahwa batasan public
tentang media lebih banyak dibentuk oleh media itu sendiri secara
langsung (Mc.Quail 2000). Adapun kondisi sosial budaya serta ciri-ciri
intrinsik berbagai teknologi pun juga turut mengikutinya. Setiap media
cenderung mempunyai tempat dalam citra massa, serangkaian asosiasi
dan harapan menyangkut fungsi dan kegunaannya.
Secara tidak langsung, globalisasi informasi serta komunikasi massa
yang berhubungan dengan perangkat-perangkat teknologi tinggi akan
membudaya dan tersosialisasi dalam kehidupan masyarakat yang lama
kelamaan berkembang menuju tingkat kemajuan pengetahuan teknologi
industrialisasi, khususnya proses interaksi antar manusia dalam
berbagai isi pesan yang semakin universal.
Pengaruh Kemunculan Televisi terhadap Masyarakat
Media televisi sebenarnya telah ditemukan sejak tahun 1883-1884 oleh
seorang mahasiswa Jerman yang bernama Paul Nipkov. Akan tetapi,
penggunaan secara massal dapat dilihat di Amerika Serikat mulai tahun
1939, kemudian sempat terhenti selama perang dunia II dan mulai lagi
pada tahun 1946.
Sebagai media massa yang muncul belakangan dibanding media cetak,
TV baru berperan selama kurang lebih 30 tahun di Indonesia. Si Kotak
Ajaib ini lahir setelah adanya penemuan teknologi lain yang
mendahului, seperti telepon, telegraf, dan fotografi. Menurut Raymond
B. Williams, berbeda dengan jenis teknologi pendahulunya,radio dan
TV merupakan sistem yang dirancang terutama untuk kepentingan
transmisi dan penerimaan yang erupakan proses abstrak, yang batasan
isinya sangat terbatas atau bahkan sama sekali tidak ada (Williams 1975
dalam Mc.Quail 2000). Senada dengan Williams, Denis Mc.Quail juga
266
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
menulis bahwa TV yang pada mulannya dipandang sebagi barang
mainan menjadi sebuah penemuan yang serius dan dapat memberikan
sumbangan terhadap kehidupan sosial, sebagai alat pelayanan. Pada
intinya, TV hadir dengan memanfaatkan semua media yang telah ada
sebelumnya (Mc.Quail 2000).
Akibat dari perkembangan teknologi komunikasi massa TV, maka akan
memberikan pengaruh dalam banyak aspek kehidupan manusia.
Pengaruh tersebut bisa dalam politik,ekonomi, sosial, budaya, bahkan
pertahanan dan keamanan negara. Dengan teknologi TV yang ada
sekarang ini, batas-batas negara pun tidak lagi menjadi hal yang sulit
ditembus. Karena itu, bila informasi media TV dari belahan dunia tidak
terkontrol maka akan menimbulkan efek yang cukup besar, misalnya
penjajahan budaya hingga membawa dampak terhadap identitas suatu
bangsa tersebut.
Menurut Skornis dalam bukunya Television and Society: An Incuest and
Agenda, dibandingkan dengan media massa lainnya seperti radio, surat
kabar, majalah, buku dan sebagainya, TV tampaknya mempunyai sifat
istimewa. TV merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang
bisa bersifat politis seperti diungkapkan di atas, bisa pula informatif,
hiburan dan pendidikan atau bahkan gabungan dari ketiga unsur
tersebut. TV menciptakan suasana tertentu, yaitu para pemirsanya dapat
melihat sambil duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikannya.
Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan
komunikan. Informasi yang disampaikan oleh TV, akan mudah
dimengerti karena jelas terdengar dan terlihat secara visual.
Kelebihan lain dari pesawat TV ialah dengan adanya satelit komunikasi,
cakrawala informasi menjadi semakin luas. Peristiwa di satu tempat,
dapat dilihat di tempat lain melalui TV dengan pola teknologi baru, yaitu
Direct Broadcasting Satellite (DBS). Jaringan-jaringan TV terbesar di
dunia saat ini masih didominasi oleh Amerika Serikat. Sehingga tidak
heran bila jaringan stasiun TV tersebut menghubungkan semua stasiun
TV di seluruh dunia.
Sedangkan di Asia, bidang broadcasting ini dipelopori oleh Jepang pada
tahun 1953, kemudian Filipina dalam tahun yang sama, Muangthai
tahun 1955, Indonesia dan RRC tahun 1962, Singapura tahun 1963 dan
disusul oleh negara kecil Malaysia.
Globalisasi tekonologi TV memang sulit dihindari dan menurut
beberapa pernyataan dari para pakar serta media massa cetak, dengan
menghindari globalisasi media massa, TV justru akan dianggap
ketinggalan zaman. Dan melihat kenyataan banyaknya berbagai acara
maka secara tidak langsung, masyarakat telah terpropaganda dengan
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
267
media TV. Dari segi kecepatan liputan berita, TV sudah jauh
meninggalkan surat kabar. Kalau surat kabar menyiarkan berita yang
telah lewat, maka TV dapat menayangkan seketika itu juga.
Sekarang, perkembangan media TV saat ini di dunia, bukan lagi terletak
pada perangkat teknologinya, tetapi lebih jauh dari itu. Hal ini dapat
dilihat dari sudut pandang politik. Tiap-tiap negara di dunia, baik
negara maju maupun dunia ketiga, telah memberikan pengaruh yang
besar terhadap negara lain dalam bentuk propaganda budaya, ekonomi,
sosial atau pertahanan keamanan negara.
Akibat hal tersebut di atas, pada akhirnya menjadikan media TV sebagai
alat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dunia, agitasi mental dan
budaya serta menjajah pola perilaku dan sikap masyarakat tertentu dari
suatu negara.
Munculnya media TV sejak awal sampai saat ini, masih sangat ditakuti
dampak negatifnya oleh para ahli maupun pakar komunikasi massa di
dunia. Memang, arti penting televisi tidak hanya terletak pada makna
tekstual dan interpretasinya saja. Melainkan juga pada tempatnya di
dalam ritme dan rutinitas kehidupan domestik sehari-hari. Sekarang,
perangkat televisi memang tidak pernah absen menghiasi ruang
keluarga, bahkan ruang tidur setiap rumah. Menonton televisi telah
menjadi sesuatu yang jamak dilakukan oleh manusia. Ruang keluarga
inilah yang seperti telah disebutkan oleh Massey (1994 dalam Barker
2004), menjadi tempat produksi sebuah kultur yang dibentuk melalui
sebuah relasi sosial.
Peran Televisi Lokal dalam Pembentukan Identitas
Menghadapi realita di atas, maka ada semacam usaha dari beberapa
media lokal untuk menangkal efek dari media luar. Beberapa media
lokal pun mulai bermunculan dengan menonjolkan cirri khas yang
berasal dari masyarakat lokal. Hal semacam ini seiring dengan
pernyataan bahwa teknologi yang berhasil, tumbuh dari budaya
setempat atau dapat mengantisipasi arah perkembangan budaya serta
kondisi yang akan datang. Fenomena domestikasi berita global oleh
Guverich et.al. (1991 dalam Barker 2004) dapat menjadi kekuatan yang
menetralkan daya tarik globalisasi.
Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh saja beberapa TV lokal yang
memang mulaimeunjukkan eksistensinya beberapa tahun belakangan
ini. Sebut saja di Jawa Timur ada JTV yang memang mencoba untuk
memunculkan tayangan yang sarat dengan nilai dan cita rasa Jawa
Timur. Meskipun pada awalnya sempat dipandang sebelah mata, karena
268
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
memang menganggap bahwa TV lokal ini tidak akan mampu
memproduksi tayangan sebaik dan semenarik TV nasional, namun
lambat laun masyarakat pun dapat menerimanya.
TV lokal di Jawa Timur dan beberapa daerah lain seperti Bali, telah
membuktikan bahwa dengan mengusung nilai-nilai lokal maka mereka
akan dapat membendung nilai dari luar. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa, apa saja nilai yang terkandung dalam media massa
maka akan dapat mempengaruhi nilai, dan pada akhirnya identitas
masyarakat yang menjadi konsumennya. Begitulah hal yang dapat kita
lihat juga pada pendapat Chris Barker (2004) bahwa tempat televisi
dalam pembentukan identitas etnis dan identitas nasional semakin
menunjukkan arti pentingya.
Beberapa hal yang secara jelas dapat dirasakan adalah penggunaan
bahasa daerah dalam penyampaian berita dan beberapa pengantar acara
dalam tayangan TV lokal. Secara langsung maupun tidak hal ini dapat
membangkitkan kembali kesadaran akan kebanggaan menggunakan
bahasa daerah daripada bahasa asing. Hingga pada akhirnya konstruksi
identitas melalui penggunaan bahasa pun menjadi salah satu peranan
yang telah dilakukan oleh TV swasta dalam konstruksi identitas lokal.
Selain dari penggunaan bahasa daerah, slogan-slogan yang diangkat
oleh TV lokal tersebut juga dapat menjadi pembentuk identitas lokal.
Seperti slogan JTV yang menjadi ” TV-ne` wong Jawa Timur “ dan
beberapa lainnya. Slogan tersebut menumbuhkan kebanggaan bagi
masyarakat Jawa Timur dalam mengidentifikasikan dirinya menjadi
masyarakat Jawa Timur yang memiliki TV sendiri. Hal ini pula yang
disampaikan oleh Mc.Quail mengenai budaya dan media massa. Ia
menulis bahwa media adalah sumber primer akan definisi, imej dari
realitas sosial, dan ladang ekspresi bagi identitas bersama (McQuail
2000).
Kesimpulan
Dari paparan di atas telah dapat kita lihat bahwa ternyata media
memang meiliki peran yang tidak kecil dalam mempengaruhi massa.
Dalam hal ini media yang tengah menjadi sorotan adalah TV. TV dengan
segala kelebihannya telah menjadi media yang banyak dipakai dan
diminati. Hingga peran dan dampak yang diakibatkan olehnya pun tidak
kecil.
Dengan semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi, maka
arus informasi dan nilai pun menjadi tak terkendali. Muncul pula
pertanyaan dan masalah mengenai arus informasi dan nilai yang
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
269
cenderung berjalan searah dan kosmopolit. Di sini nilai-nilai asing
sangat rentan untuk mendominasi masyarakat lokal hingga
mempengaruhi pula preferensi dan pendefinisian identitas mereka.
Maka, dibutuhkanlah suatu usaha untuk counter culture.
Dari kenyataan di atas, muncullah sebuah usaha dari media lokal untuk
melakukan Counter Culture. Beberapa TV lokal pun marak
bermunculan. Mereka hadir dengan warna dan citarasa khas lokal.
Dengan mengusung nilai-nilai lokal pada tiap tayangannya, TV lokal ini
memiliki peran yang tidak kecil pada konstruksi identitas lokalnya. Dan
ternyata sekarang hasilnya pun mulai tampak dengan semakin majunya
TV lokal dan peningkatan pemirsa TV lokal.
Daftar Pustaka
Kuswandi, Wawan, 1996. Komunikasi Massa Media Televisi:Sebuah
Analisis Isi Pesan Media Televisi. Jakarta: Rineka Cipta.
McQuail, Dennis,
Publication.
2000. Mass Communication Theories. Sage
Taylor, Philip M., 1997. Global Communication, International Affairs
and the Media Since 1945. London: Routledge.
Barker, Chris, 2004. Cultural Studies, Theory and Practices (terj.).
Yogyakarta: Kreasi Wacana
Piliang, Yasraf Amir, n.d. Dunia yang dilipat . Yogyakarta: Jalasutra.
270
Global & Strategis, Edisi Khusus, Desember 2011
Download