Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga. Fokus bahasan adalah kajian terhadap aspek kesehatan jiwa pada KDRT Kekerasan dilakukan antara orang sedarah atau mempunyai hubungan dekat Pelaku kekerasan mempunyai akses yang terus menerus pada korban dan mengulangi tindakannya berulang kali Pelaku kekerasan mengontrol banyak aspek dari kehidupan korban Tindakan kekerasan berakar dari norma tentang bagaimana orang orang tertentu harus berlaku satu terhadap lainnya (suami – istri – orang tua – anak) Kemiskinan, frustasi sosial dan ketidak adilan dalam sistem kehidupan masyarakat Lingkungan hidup yang sarat kekerasan Disfungsi kehidupan berkeluarga Anggota keluarga pengguna Narkoba Anggota keluarga menjadi beban kronis Anggota keluarga menderita gangguan jiwa atau gangguan kepribadian DAMPAK TERHADAP KORBAN Trauma fisik berulang dapat menyebabkan penyakit fisik, kecacatan hingga kematian Problem kejiwaan ; depresi, gangguan panik, fobia, insomnia, psikosomatis, PTSD DAMPAK THD ANAK DLM KELUARGA Gangguan perkembangan mental ; kelambatan psikomotor & intelektual Problem perilaku dan emosi ; psikosomatis, mengompol, kesulitan belajar, perilaku agresif Korban KDRT berada dalam siklus kekerasan berulang dan kronis Korban KDRT ditempatkan pada situasi membingungkan antara ketakutan, benci, kasih sayang, kewajiban dan norma sosial Korban KDRT sering harus menghadapi persoalan/penderitaannya sendirian, sulit mengakses pertolongan Problem kejiwaan pada korban KDRT menjadi masalah serius ( AMA ; 50% korban KDRT menderita problem mental serius ) Merupakan sindroma psikologik yang ditemukan pada perempuan hidup dalam siklus KDRT Dicirikan dengan perilaku tak berdaya, menyalahkan diri, ketakutan akan keselamatan diri dan anaknya, ketidakberdayaan untuk menghindar dari pelaku kekerasan. Merupakan problem mental serius yang terjadi pada korban yg mengalami penganiayaan luar biasa ( perkosaan, penyiksaan, ancaman pembunuhan ). Ciri khas dari PTSD adalah ; Penderita tampak selalu tegang dan ketakutan, menghindari situasi-2 tertentu, gelisah, tidak bisa diam, takut tidur, takut sendirian, mimpi buruk seperti mengalami kembali peristiwa traumatisnya Merupakan problem kejiwaan yang paling sering ditemukan pada korban KDRT Gejala yang khas adalah ; perasaan murung, kehilangan gairah hidup, putus asa, perasaan bersalah dan berdosa, pikiran bunuh diri sampai usaha bunuh diri. Gejala depresi sering terselubung dalam wujud keluhan fisik seperti kelelahan kronis, problem seksual, kehilangan nafsu makan (atau sebaliknya) dan gangguan tidur. Perempuan korban KDRT seringkali datang ke fasilitas kesehatan dengan keluhan-2 fisik kronis seperti, sakit kepala, gangguan pencernaan, sesak nafas, jantung berdebar. Namun pada pemeriksaan medis tidak ditemukan penyakit fisik. Kondisi ini disebut sebagai gangguan psikosomatis. Keluhan psikosomatis bukan gangguan buatan atau sekedar upaya mencari perhatian, tapi merupakan penderitaan yang sungguh dirasakan oleh penderita, merupakan konversi dari problem psikis yang tak mampu diungkapkan. Penderita mengalami serangan ketakutan katastrofik bahwa dirinya akan mati atau menjadi gila ( biasanya didahului keluhan subyektif ; sesak nafas, perasaan tercekik, berdebar-debar, atau perasaan derealisasi ) Gangguan Panik yang tidak ditangani benar akan berkembang menjadi Agorafobia, takut keramaian, dan cenderung menghindar dari kehidupan sosial. Histeria Konversi Perilaku agresif impulsif thd anak Perilaku merusak diri ( self mutilation ) Gangguan Mental Organik ( akibat trauma serius pada otak ) Gangguan Psikosis ( jarang ; bila ditemukan perlu dikaji faktor predisposisi sebelumnya) Korban KDRT dengan Depresi Berat dan kecenderungan bunuh diri ( ide bunuh diri sangat kuat, tanda-2 percobaan bunuh diri, halusinasi yg menyuruh bunuh diri ) Korban KDRT dengan kecenderungan merusak diri ( self mutilation ) Korban KDRT dengan PTSD berat atau krisis psikologik serius Korban KDRT dengan gangguan kesadaran dan fungsi kognitif ( sindroma otak organik ) Sedapat mungkin korban dijauhkan dari pelaku kekerasan Identifikasi kondisi krisis psikologik, bila korban memperlihatkan psikopatologi serius segera rujuk ke Ahli ( Psikolog, Psikiater ) Lakukan pendampingan dan konseling secara intensif Evaluasi terhadap dinamika keluarga dan siklus kekerasan di dalamnya Bila terdapat anak dalam keluarga, harus dievaluasi kemungkinan anak juga menjadi korban baik langsung maupun tak langsung Bila mungkin lakukan evaluasi psikologik terhadap pelaku dan bila memungkinkan dilanjutkan dengan proses terapi ( kerjasama dengan ahli ) Apabila korban akan kembali ke keluarganya, pastikan siklus kekerasan sudah berakhir. Selanjutnya kehidupan berkeluarga masih dalam proses terapi dan pengawasan ( lembaga khusus ) DAMPAK PSIKOLOGIK : 1. Battered Child Syndrome 2. Gangguan tumbuh kembang anak 3. PTSD pada anak 4. Depresi pada anak 5. Gangguan Cemas 6. Gangguan Perilaku Agresif-Impulsif 7. Gangguan perilaku lainnya ( ggn perilaku sexual, drug abuse, dll ) FAKTOR RISIKO : 1. Relasi antar anggota keluarga diwarnai kekerasan 2. Kepribadian labil/Impulsif pada salah satu atau kedua orang tua 3. Perilaku dan kondisi mental anak rentan untuk menjadi korban KDRT ( Hiperaktif, Retardasi Mental, Autisme dll ) 4. Tekanan kehidupan yang berat ( komunitas urban miskin, pengungsi, dll ) PENATALAKSANAAN : 1. Jauhkan anak dari pelaku kekerasan 2. Evaluasi psikologik identifikasi problem mental rujukan ke Ahli 3. Pendampingan oleh konselor anak terlatih 4. Evaluasi keluarga & terapi 5. Anak kembali pada keluarga harus masih dalam pengwasan ( lembaga khusus ) KDRT berdampak problem kejiwaan yang serius terhadap perempuan dan anak sebagai korban. Penatalaksanaan korban KDRT harus melibatkan keluarga dalam proses terapi Harus ada lembaga khusus yang ditugasi untuk melakukan pengawasan dan memfasilitasi proses terapi terhadap keluarga yang “SAKIT” Sebaiknya ada program penyediaan orang tua pengganti untuk anak korban KDRT yang terpaksa dipisahkan dari keluarganya. Ny T, 30 th, guru sebuah SMA Swasta di Jakarta. Datang ke Klinik Jiwa RSCM mengeluh sering diserang ketakutan luar biasa, jantung berdebar, sesak nafas, keringat dingin dan perasaan seperti mau pingsan. Dalam wawancara Ny T menceriterakan tentang suaminya yang sangat pencemburu, setiap hari pulang kerja ia selalu dicecar dengan pertanyaan-2 yang menyakitkan seputar hubungannya dengan teman-2 kerja laki-laki. Suami Ny T juga seorang yang sangat emosionil, bila sedang marah ia selalu membanting benda-2 disekitarnya. Perilaku suaminya membuat Ny T selalu berada dalam ketakutan, meskipun selama ini belum pernah suami sampai memukulnya. Ny. T tidak pernah datang berobat lagi karena dilarang oleh suaminya yg merasa cemburu terhadap dokternya. Ny T menghubungi Hot Line Mitra. * Apa tindakan anda untuk menolongnya? BO seorang anak laki-2 berusia 4 tahun, dibawa ke Klinik Jiwa RSCM karena sejak 2 minggu yl menunjukan perubahan perilaku, yi ; malam hari sering terbangun, menangis berteriak-teriak, selain itu seringmemperlihatkan kegiatan aneh seperti orang yang sedang bermain seks dengan bantal dan guling, dilakukan berulang-ulang. Dari wawancara dan pemeriksaan fisik dan berbagai evaluasi lewat gambar dan permainan, diketahui bahwa BO diperkosa oleh pamannya yang tinggal serumah dan sangat dipercaya untuk mengasuhnya. *Problem kejiwaan apa yg diderita BO ? *Apa tindakan anda untuk menolongnya ? Ny S, 29 th, dirujuk ke Klinik Jiwa RSCM oleh sebuah Rumah Aman LSM Perempuan. Ny S dan seorang anaknya berusia 5 th sudah 2 minggu tinggal di Rumah Aman untuk menghindari penganiayaan dari suaminya. Selama tinggal di Rumah Aman Ny S selalu ketakutan, meyakini bahwa suaminya sudah mengetahui tempat tinggalnya, curiga terhadap para pekerja di situ, emosinya sangat labil, sering marah dan memukul anaknya oleh sebab sepele. Anak Ny S juga tampak bermasalah, yaitu mulai mengompol lagi, dan malam hari sering terbangun berteriak ketakutan. * Apa analisis anda tentang kasus ini ? Ny D, 35 th, dibawa ke RS oleh suaminya karena berusaha bunuh diri. Suaminya mengeluh bahwa istrinya telah berulangkali melakukan percobaan bunuh diri . Menurutnya, Ny D hanya ingin cari perhatian saja. Pada wawancara Ny D mengeluh bahwa suaminya sering memaksa untuk melayani anal seks dan perilaku seks lain yang menyakitkan dan menjijikan. Selain itu suaminya juga sangat pencemburu, ia dilarang bergaul dan keluar rumah tanpa ijin. Kondisi ini membuat Ny D merasa hidupnya tak berarti, lebih baik mati saja.