Volume 01 ● Januari - Maret 2010 OPINIO JURIS Anti Dumping di Indonesia Oleh : Hari Tjahjono Dumping adalah suatu kegiatan menjual suatu jenis barang tertentu lebih murah di negara tujuan dibandingkan di negara asal. Sedangkan anti dumping adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi beban kerugian akibat praktek dumping. Secara umum, dumping dapat dibenarkan selama tidak merusak atau bahkan merugikan perekonomian negara tujuan. Dalam hal terjadi suatu kerugian maka negara asal akan dikenakan denda oleh negara tujuan untuk masa 5 (lima) tahun, dalam bentuk pembayaran bea masuk/ pajak yang disesuaikan dengan nilai kerugian hasil penelitian lapangan. keputusan penetapan bea masuk sesuai hasil investigasi. Dalam hal para pihak yang bersengketa merasa tidak puas dalam penyelesaiannya, dapat mengajukan banding ke WTO Dispute Settlement Body (DSB) melalui suatu mekanisme keputusan yang bersifat final . Dalam penyelidikan terhadap praktek dumping dilakukan dengan melihat kepada 3 (tiga) unsur utama yang saling terkait, yaitu adanya praktek dumping itu sendiri, timbulnya kerugian atau injury dan hubungan penyebab antara kerugian dan perbuatan dumping itu sendiri (causal link). Anti dumping, juga menjadi bagian dari Trade Defense Mechanisme, yaitu suatu perangkat hukum internasional yang disediakan oleh World Trade Organization (WTO) bagi para pihak yang sedang berperkara untuk menggunakan Forum WTO terhadap sengketa dumping dengan tujuan menyelesaikan perkara yang ada dan menangnai kerugian yang dialami negara tujuan akibat adanya perlakuan dumping di negara tujuan. Penghitungan kerugian akibat praktek dumping mulai terlihat dengan adanya indikasi harga barang atas suatu produk sejenis yang dihargai lebih murah di negara asal dibandingkan dengan harga di negara tujuan. Penghitungan ini dapat dengan mudah dilakukan dengan melakukan urutan mulai dari berbagai biaya yang dikeluarkan sejak barang tertentu dibuat di pabrik hingga diterima di negara tujuan, diperbandingkan dengan proses yang sama di negara asal barang. Mekanisme anti dumping merupakan kewenangan yang dimandatkan kepada Komite Anti Dumping di masing-masing negara. Cara kerjanya melalui permohonan penyelidikan, pelaksanaan penyelidikan dan Injury sendiri dapat dihitung dengan beberapa indikasi, misalnya terdapatnya penurunan pesanan, terjadinya PHK, berkurangnya jam kerja, menurunnya kapasitas mesin pabrik. 30 OPINIO JURIS Causal Link, dalam hal ini pemohon harus dapat membuktikan akibat yang ditimbulkan berkaitan dengan dengan adanya dumping yang menyebabkan injury, dengan kata lain, akibat masuknya produk barang tertentu yang sejenis maka terjadilah dumping dengan injury sehingga menimbulkan kerugian bagi suatu pabrik di daerah tertentu dan pada masa tertentu. Penyelidikan pasar dilakukan bersamaan baik di negara asal maupun negara tujuan pasar agar mendapat perbandingan yang jelas. Penyelidikan pasar dilakukan sekitar 18 (delapan belas) bulan penyelidikan. Selanjutnya, berdasarkan hasil penyelidikan maka KADI mengeluarkan semacam rekomendasi kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai besaran jumlah angka persentasi bea yang sekiranya harus dikenakan terhadap tertuduh. Kemenkeu akan mengkajinya, selanjutnya mengeluarkan Kepmen yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Perhatian masyarakat perdagangan Indonesia mulai terfokus kepada praktek dumping ketika Indonesia ikut meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) bersamaan dengan Anti Dumping Code (1994) sebagai bagian dari Multilateral Trade Agreement, yang selanjutnya diikuti oleh UU no 7 tahun 1994 pada tanggal 1 Januari 1994 dan tambahan Lembaran Negara no 3564. Basis Anti Dumping Code (1994) menunjuk kepada salah satu pasal dari GATT (1994) yang dikenal dengan istilah Article VI Volume 01 ● Januari - Maret 2010 GATT yang khusus mengatur anti dumping dengan judul Agreement on Implementation of Article VI of the GATT 1994 yang berisikan 18 pasal dalam 3 Bab termasuk 2 annex didalamnya. Indonesia sendiri dengan merujuk kepada pasal 18 ayat 4 Anti Dumping Code (1994) telah mencoba melakukan beberapa langkah positif terhadap Hukum Perdagangan Indonesia dengan menerbitkan antara lain UU no 10 (1995) mengenai Kepabeanan. UU tersebut telah mengadopsi ketentuan anti dumping dalam Bab IV pasal 18 sampai dengan 20 dengan judul Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan. Selanjutnya untuk memperkuat UU tersebut terbit juga Peraturan Pemerintah no 34 tahun 1996 mengenai Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan, yang diikuti dengan terbitnya Keputusan Menteri Industri dan Perdagangan no 136/MPP/ kep/6/1996 mengenai Pembentukan Komite Anti Dumping Indonesia dengan pembaruannya Keputusan Menteri Industri dan Perdagangan no 24/MPP/Kep/1/2002. Di Indonesia, wewenang untuk melakukan kebijakan anti dumping dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia, KADI. Lembaga lain yang dapat terlibat adalah Ditjen Tarif pada Kemenkeu yang tugasnya menentukan besaran jumlah angka dalam persentase bea masuk. Sekurang-kurangnya terdapat beberapa hasil penyelidikan, khususnya sejak mulai tahun 1996, yaitu penyelidikan atas barang yang diduga dumping di Indonesia. Beberapa kasus yang sangat menonjol 31 Volume 01 ● Januari - Maret 2010 antara lain, Ampicillin Trihydrate & Amoxyllin Trihydrate, Calcium Carbide, Carbon Black, Coated Writing & Printing Paper, Ferro Mangan & Sillicon Mangan. Dalam kaitan kasus tersebut para pihak disebut sebagai pemohon dan tertuduh, Hakimnya berasal dari KADI. Final hukuman adalah pengenaan bea masuk oleh Kemenkeu. International trade lawyers dan akuntan akan terlibat dalam upaya penelitian dan pengolahan data ketika pengajuan bukti-bukti secara lisan dan tertulis. Beberapa kasus anti dumping yang terjadi di Indonesia di sebabkan oleh keterbatasan wacana dan pengetahuan tentang WTO serta kesulitan untuk memahami peraturan negara tujuan. Kurangnga peran KADI dalam melakukan sosialisasi, memberikan 32 OPINIO JURIS kepastian tentang waktu dan angka bea masuk yang seharusnya berlaku. Selain itu, kendala yang dihadapi terkait keterbatasan SDM mengenai anti dumping, mekanisme yang berbelit-belit, kurang tertib administrasi dan lebih mementingkan tindakan cepat untuk menghindari kerugian usaha. Mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan beberapa langkah yang bermanfaat dimulai dengan pengenalan praktek perdagangan internasional yang benar dan tepat, pelatihan dalam hal melakukan anti dumping dalam bentuk moot court, peningkatan SDM oleh KADI, adanya keterbukaan dalam sosialisasi angka dan jumlah besaran bea masuk, memahami teknis pelayanan hukum pada WTO, pasar bebas, dan globalisasi.