BAB II LANDASAN TEORI A. Internal Locus Of Control 1. Definisi Internal Locus of Control Locus of control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins et al., 2007). Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Schultz, 2011). Locus dalam kamus psikologi makna umumnya adalah suatu tempat, titik, wilayah, bidang atau arena tertentu. Sedangkan control bermakna kendali yang menganggap salah satu tujuan dasar psikologi mengontrol/ mengendalikan perilaku. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut kamus psikologi locus of control adalah istilah umum dalam psikologi sosial yang digunakan untuk mengacu pada sumber kontrol perilaku seseorang (Raber, 2010). Aspek utama sistem Rotter (1966) adalah kepercayaan kita tentang sumber kontrol penguatan diri. Seseorang memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan individual dalam persepsi kejadian tertentu selama penguatan. Riset Rotter menunjukkan bahwa beberapa orang percaya penguatan adalah bergantung pada perilakunya sendiri, dan beberapa orang lainnya beranggapan bahwa penguatan dikontrol oleh kekuatankekuatan luar (Schultz, 2011). Maka berdasarkan hasil riset Rotter tersebut Locus of control terbagi menjadi dua dimensi yaitu internal locus of control dan external locus of control. a. Internal locus of control adalah individu-individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa yang terjadi pada diri mereka (Robbins et al., 2007). Jadi Orang yang cenderung memiliki internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan karena mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong ke dalam high-achiever (Feist,2009). b. External locus of control adalah individu-individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatankekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan (Robbins et al., 2007). Orang-orang orientasi-eksternal, atau yang cenderung memiliki external locus of control, berpikir bahwa penerimaannya atas penguatan berada di tangan orang lain, baik takdir atau keberuntungan, orang-orang orientasi-eksternal merasa yakin bahwa mereka tidaklah begitu berdaya berhubungan dengan kekuatankekuatan luar tersebut (Schultz, 2011). Locus of control akan memiliki pengaruh besar pada perilaku. Orang-orang yang cenderung memiliki external locus of control percaya bahwa perilaku atau kemampuannya sendiri tidak akan membuat perbedaan apapun dalam penguatan yang mereka terima, tidak akan melihat nilai dalam melakukan usaha untuk memperbaiki situasinya. Mereka memiliki kepercayaan kecil tentang kemungkinan pengontrolan kehidupannya sendiri di masa sekarang dan akan datang. Sedangkan orang-orang yang terorientasi secara internal percaya bahwa mereka cenderung memiliki kontrol yang kuat atas kehidupannya sendiri. Mereka menunjukkan usaha pada tingkat tinggi dan menempatkan nilai yang lebih tinggi dalam skill dan prestasi personalnya. Selain itu, orang-orang yang memiliki internal locus of control lebih siap untuk mengambil tanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya daripada orang-orang dengan external locus of control (Schultz, 2011). 2. Karakteristik Internal dan External Locus of Control Rotter (1966) dalam schunk (2012) menjelaskan bahwa internal locus of control dan external mewakili dua ujung kontinum, bukan secara terpisah. Tidak satu pun individu yang benar-benar internal ataupun eksternal, melainkan berupa kecenderungan. Oleh karena itu tidak terdapat aspek yang benar-benar menyatakan internal locus of control ataupun external, melainkan secara keseluruhan yakni aspek locus of control. Aspek locus of control yang terdiri dari item-item yang berjumlah seimbang, mampu menggolongkan individu untuk lebih cenderung pada tipe internal ataupun tipe eksternal. Setiap dimensi locus of control mempunyai karakteristik yang khas. Perbedaan karateristik antara internal locus of control dengan external locus of control sebagai berikut : a. Internal locus of control memiliki ciri-ciri, yaitu: 1) Suka bekerja keras. 2) Memiliki inisiatif yang tinggi. 3) Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah. 4) Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin. 5) Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. b. External locus of Control memiliki ciri-ciri, yaitu: 1) Kurang memiliki inisiatif. 2) Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan. 3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol. 4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah. 3. Pengaruh dari Karakteristik Internal dan External Locus of Control Terhadap Perilaku Terdapat perbedaan karakteristik antara internal locus of control dengan external locus of control ini akan memunculkan pengaruh yang berbeda pada tingkah laku. Pada individu yang cenderung memiliki internal locus of control, faktor kemampuan dan usaha terlihat dominan. Oleh karena itu, apabila individu dengan internal locus of control mengalami kagagalan, maka mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan, mereka akan merasa bangga atas hasil usahanya. Hal ini akan membawa pengaruh terhadap tindakan selanjutnya pada masa yang akan datang, yakni mereka yakin akan mencapai keberhasilan apabila berusaha keras dengan segala kemampuannya. Jadi kesimpulannya orang-orang yang cenderung memiliki internal locus of control memiliki kewenangan penuh atas hidup mereka (Schultz, 2011). Sedangkan individu yang cenderung memiliki external locus of control melihat keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib, kemampuan dan tindakan mereka sendiri tidak banyak berpengaruh terhadap penguat yang mereka terima. Ketika merasa yakin bahwa mereka tak berdaya berhadapan dengan kekuatan- kekuatan dari luar, mereka akan memberikan usaha minimal untuk mengubah atau memperbaiki situasi mereka (Schultz, 2011). Oleh karena itu, apabila mereka mengalami kegagalan, maka mereka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi penyebabnya. Hal tersebut tentunya berpengaruh terhadap tindakan di masa datang. Mereka merasa tidak mampu atas usahanya sehingga mereka tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki kegagalan tersebut (Robbins et al., 2007). 4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Internal Locus of Control Pharse dalam Schunk (2012) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi terbentuknya locus of control, antara lain: a. Faktor keluarga Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk bersosialisasi. Kedekatan dan pola asuh orang tua terhadap anak akan memengaruhi pembentukan kepribadian anak. Sikap orang tua yang memberi dukungan, kebebasan, dan lebih demokratis terhadap anak akan membentuk kepribadian anak cenderung ke arah internal locus of control. b. Faktor sosial Setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat memiliki status sosial ekonomi yang berbeda-beda. Individu yang berasal dari status sosial ekonomi menengh ke atas cenderung memiliki kepribadian internal locus of control. Hal tersebut disebabkan dengan status sosial menengah ke atas lebih percaya diri dalam melakukakn kontrol atas hidupnya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi internal locus of control adalah faktor keluarga dan sosial. c. Faktor Gender Berbagai penelitian telah melaporkan adanya perbedaan internal locus of control dan external locus of control pada pria dan wanita. Pharse (1984) Menyebutkan bahwa antara subjek pria dan wanita, diperoleh hasil yang berbeda. Pada pria cenderung pada internal locus of control sedangkan pada wanita cenderung pada external locus of control. B. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Jadi hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya (Purwanto, 2013). Jihad dan Haris (2013) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah peserta didik yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional. Keberhasilan belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga pengetahuan untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri individu yang belajar. Prinsipprinsip keberhasilan belajar yaitu: a) perubahan dalam belajar terjadi secara sadar, b) perubahan dalam belajar mempunyai tujuan, c) perubahan belajar secara positif, d) perubahan dalam belajar bersifat kontinu, e) perubahan dalam belajar bersifat permanen (langgeng) (supardi, 2015) Dengan demikian menurut Benjamin S Bloom tiga ranah (domain) keberhasilan belajar adalah tahap pencapaian actual yang ditampilkan, yaitu meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotor dan dapat dilihat dalam bentuk kebiasaan, sikap, juga penghargaan (Jihad dan Haris, 2013). Hasil belajar sangat (instruksional), dan berhubungan dengan pengalamam (proses) tujuan pengajaran belajar-mengajar. Dapat digambarkan dalam Gambar 2.1. Tujuan Instruksional (a) Pengalaman belajar (proses belajarmengajar) (c ) (b) Hasil belaja r Gambar 2.1 Hubungan tiga unsur proses belajar mengajar (Sudjana, 2005) Garis (a) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan pengalaman belajar, garis (b) menunjukkan hubungan pengalaman belajar mengajar dengan hasil belajar , dan garis (c) menunjukan hubungan tujuan instruksional dengan hasil belajar. Dari Gambar 2.1 di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar berasal dari hasil kegiatan penilaian (ditunjukkan garis (c)) yang melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional yaitu berupa perubahan tingkah laku telah dapat dicapai atau dikuasai oleh peserta didik setelah mereka menempuh pengalaman belajar (Sudjana, 2005). 2. Macam-Macam Hasil Belajar Hasil belajar ini berkaitan dengan adanya perubahan dalam sikap dan tingkah lakunya, aspek perubahan itu mengacu kepada tujuan pengajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor (Purwanto, 2013). Macam-macam hasil belajar meliputi a. Pemahaman konsep (aspek kognitif) Pemahaman menurut Bloom diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Blomm ini adalah seberapa besar peserta didik mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang diberikan oleh pendididk kepada peserta didik, atau sejauh mana peserta didik memahami serta mengerti apa yang dibaca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan. (Susanto, 2014). Aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual meliputi enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi (Jihad dan Haris, 2013). b. Keterampilan proses (aspek psikomotor) Keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial mendasar sebagai penggerak kemampuan lebih tinggi dalam diri individu peserta didik. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitasnya (Susanto, 2014). Aspek psikomotor terdiri dari lima aspek, yaitu menirukan, manipufasi, keseksamaan, artikulasi dan naturalisasi (Jihad dan Haris, 2013) c. Sikap peserta didik (aspek afektif) Sikap peserta didik disini tidak hanya merupakan aspek mental semata, melainkan mencakup pula aspek respons fisik. Jadi, sikap ini harus ada kekompakan antara mental dan fisik secara serempak (Susanto, 2014). Aspek afektif terdiri dari lima aspek, yaitu menerima atau memperhatikan, merespon, penghargaan, mengorganisasikan, mempribadi (mewatak) (Jihad dan Haris, 2013). 3. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah a. Faktor internal Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan (Susanto, 2014). Selain itu ada juga yang mengklasifikasikan faktor internal dari sudut faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran orang dewasa yaitu faktor fisiologi dan faktor psikologi (Basleman dan Mappa, 2011). b. Faktor eksternal Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat (Susanto, 2014). 4. Penilaian Hasil Belajar Untuk mengetahui tingkat prestasi atau keberhasilan belajar yang dicapai oleh peserta didik digunakan dua acuan, yaitu penilaian acuan norma dan penilaian acuan patokan. a. Penilaian Acuan Norma (PAN) Penilaian acuan norma adalah penilaian prestasi dan hasil belajar peserta didik yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang digunakan dalam menentukan derajat keberhasilan peserta didik dibandingkan dengan rata-rata kelasnya. Atas dasar itu akan diperoleh kategori prestasi peserta didik, yakni di atas rata-rata kelas, sekitar rata-rata kelas, dan di bawah rata-rata kelas. b. Penilaian Acuan Patokan (PAP) Penilaian acuan patokan prestasi belajar peserta didik adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan intruksional yang harus dikuasai peserta didik. Dengan demikian derajat keberhasilan peserta didik dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Sehingga hanya didapati dua kelompok hasil belajar, yaitu kelompok berhasil dan kelompok tidak berhasil belajar (Supardi, 2015). 5. Hasil Belajar Mata Kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir Mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir mempelajari tentang bagaimana memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dan bayi baru lahir dengan tepat sesuai dengan kebutuhan. Mata kuliah ini merupakan aplikasi lebih lanjut dari mata kuliah asuhan kebidanan kehamilan. Ruang lingkup mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam persalinan dan bayi segera setelah lahir dengan pendekatan manajemen kebidanan didasari konsepkonsep, sikap dan keterampilan serta hasil evidence based (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Pokok bahasan mata kuliah Asuhan Kebidanann Persalinan dan Bayi Baru Lahir ini diantaranya mempelajari tentang : a. b. c. d. e. f. Perubahan fisiologi dan psikologi dalam persalinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan. Kebutuhan dasar ibu bersalin sesuai dengan kala persalinan. Konsep dasar asuhan persalinan. Penyulit dan komplikasi persalinan. Asuhan pada ibu bersalin. g. Adaptasi bayi segera setelah lahir. h. Asuhan bayi baru lahir dalam 2 jam pertama. i. Pendokumentasian asuhan persalinan dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2011). Dengan mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor dapat memberikan keterampilan dan rasa caring kepada peserta didik dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin normal dan bayi baru lahir sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal 58 langkah dengan baik dan tepat. Berdasarkan hal tersebut peserta didik dapat berpikir kritis, sistematis dan komprehensif dalam mengaplikasikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dan bayi baru lahir dengan pendekatan proses kebidanan sebagai dasar pemecahan masalah, sehingga nantinya peserta didik kompeten dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dan bayi baru lahir dengan menggunakan mutu pelayanan yang baik (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Di samping itu, setelah peserta didik menguasai mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir, peserta didik akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk memenuhi salah satu kompetensi bidan yang wajib dimiliki seorang bidan, yaitu kompetensi bidan yang ke-4 asuhan selama proses persalinan dan kelahiran dan kompetensi bidan yang ke-6 asuhan kebidanan pada bayi baru lahir. Kompetensi asuhan persalinan dan asuhan pada bayi baru lahir tersebut dibentuk dari pengetahuan dasar, pengetahuan tambahan, keterampilan dasar dan keterampilan tambahan mengenai persalinan dan asuhan bayi baru lahir yang didapatkan saat kuliah pada mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir tersebut. Pada kurikulum inti pendidikan DIII Kebidanan penilaian mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir yang digunakan dalam bentuk penugasan, ujian tulis, lisan dan penampilan klinik (praktikum) (Depkes RI, 2011). Program studi DIII Kebidanan FK UNS menggunakan sistem penilaian PAP (Penilaian Acuan Patokan), yaitu penilaian yang derajat keberhasilan peserta didik dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70, bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya seperti pada Penilaian Acuan Norma atau PAN untuk mengukur penguasaan peserta didik pada tiap mata kuliah termasuk mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan tes harian, penugasan, ujian kompetensi dasar (UKD) dan praktikum. C. Hubungan Internal Locus of Control dengan Hasil Belajar Mahasiswa Pencapaian hasil belajar yang memuaskan tidak lepas dari adanya dorongan atau motivasi terutama dari dalam diri sendiri, seberapa jauh dorongan untuk mencapai prestasi atau hasil belajar yang optimal. Sehingga motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar bagi para peserta didik. Jadi dengan motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik (Soemarsono, 2007). Keyakinan utama dalam sebagian besar teori motivasi mencerminkan pemikiran mengenai locus of control (setiap orang mengontrol aspek-aspek penting dalam kehidupan mereka (Schunk, 2012). Locus of control secara harfiah berarti pusat kendali yang merupakan sebuah ciri kepribadian yang menentukan cara atau arah seseorang bertingkah laku. Pusat kendali seseorang berbeda ada yang cenderung internal dan eksternal. Masing-masing kecendeungan akan menentukan arah yang berbeda bagi yang bersangkutan dalam merespon keberhasilan dan kegagalan. Mengalami kegagalan orang yang cenderung internal locus of control akan berusaha meningkatkan motivasi dan usaha belajarnya, sedangkan orang yang cenderung external locus of control mungkin hanya akan bersedih dan justru kehilangan motivasi belajar karena merasa bahwa segala usahanya tidak membuahkan hasil seperti diharapkan (Supartiknya, 2012). Selama proses pendidikan peserta didik dituntut aktif agar usaha mencari pengetahuan itu mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hubungannya dengan hasil belajar yang maksimal, internal locus of control sebagai pusat kendali bertindak seseorang merupakan faktor penentu bagaimana seorang peserta didik berperilaku untuk berusaha dalam mencapai keberhasilan dalam belajar. Internal locus of control ini lebih berorientasi pada keberhasilan karena mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong ke dalam high-achiever (Feist, 2009). Dorongan dalam diri peserta didik menggerakkan dan mengarahkan perilakunya, termasuk didalamnya perilaku untuk belajar, dengan demikian peserta didik akan bergerak dan mengarah pada hal yang menjadikan motivasi itu terealisasi. Jadi, ketika peserta didik memandang pentingnya suatu usaha, maka kebiasaan belajar peserta didik menjadi lebih baik sehingga prestasi belajarnya akan meningkat. Oleh karena itu, internal locus of control peserta didik merupakan faktor yang dapat memengaruhi hasil belajar. Lebih jelasnya hubungan internal locus of control dengan hasil belajar digambarkan dalam bagan dibawah ini : Internal locus of control Meningkatkan pencapaian hasil belajar mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir Yakin bahwa mereka sendiri pemegang kendali atas keberhasilan 1. Mengembangkan usaha belajar 2. Ulet 3. Gigih mengerjakan tugas akademik 1. Gambar 2.2 Hubungan internal locus of control dengan hasil belajar D. Kerangka Konsep Pencapaian hasil belajar di pengaruhi oleh faktor internal juga eksternal. Proses belajar yang terjadi dalam diri peserta didik berlangsung dengan baik terutama jika faktor internalnya mendukung, salah satunya motivasi peserta didik untuk mencapai prestasi atau hasil belajar yang optimal. Dalam konteks proses belajar locus of control merupakan faktor penentu peserta didik berperilaku apakah peserta didik cenderung memiliki internal locus of control (diri mereka sendiri sebagai pengendali perilaku, seperti kerja keras) atau external locus of control (faktor luar sebagai pengendali seperti faktor keberuntungan dan nasib). Internal locus of control sebagai pusat kendali bertindak seseorang lebih berorientasi pada keberhasilan karena mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong ke dalam high-achiever (Feist, 2009). Faktor Internal Faktor Eksternal Fisiologi 1. Keluarga 1. Kondisi fisik 2. Sekolah 2. Kesehatan 3. Masyarakat Psikologi 1. Kecerdasan 2. Motivasi belajar 3. Minat 4. Ketekunan sikap Hasil Belajar 5. Kebiasaan belajar 6. Perhatian Psikologi Locus of control Internal locus of control 1. Internal locus of control 2. External locus of control Keterangan: : Tidak diteliti : Diteliti Gambar 2.3 Kerangka konsep E. Hipotesis Terdapat hubungan antara Internal locus of control dengan hasil belajar mata kuliah Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir pada mahasiswa kebidanan.