II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Karakterisitik Benih Kedelai Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji berkisar 18 g/ 100 biji. Warna kulit biji kuning muda dan warna polong tua berwarna cokelat. Menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996), polong merupakan buah kedelai yang tersusun dalam rangkaian buah. Tiap polong kedelai berisi antara 1—4 biji. Jumlah polong per tanaman tergantung dari varietas kedelai, kesuburan tanah, dan jarak tanam. Pada umumnya kedelai yang ditanam pada tanah subur menghasilkan antara 100—200 polong/pohon. Benih berbentuk bulat atau bulat-pipih sampai bulat-lonjong. Ukuran benih berkisar 6—30 g/100 biji. 2.2 Viabilitas Benih Viabilitas benih yaitu daya hidup benih yang ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya. Gejala metabolisme atau pertumbuhan dapat ditunjukkan dari potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah. Viabilitas benih merupakan salah satu faktor penentu mutu benih terutama secara fisiologis yang ditentukan oleh daya berkecambah dan vigor benih (Sadjad, 1993). Pengujian viabilitas meliputi pengujian daya berkecambah dan pengujian vigor. Daya berkecambah menunjukkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang 12 optimum sedangkan vigor benih mencerminkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang beragam (Sadjad, 1994). Menurut Konsep Steinbauer-Sadjad (1989) dalam Sadjad (1993), perkembangan viabilitas benih selama periode hidup benih dibagi menjadi tiga bagian yaitu periode I, periode II, dan periode III. Periode I merupakan periode pembangunan atau pertumbuhan dan perkembangan benih atau disebut juga periode penumpukan energi (energy deposit). Periode II yaitu periode penyimpanan benih atau periode mempertahankan viabilitas maksimum atau disebut juga periode penambatan energi (energy transit). Periode III dinamai periode tanam atau periode kritikal atau periode penggunaan energi (energy release) dan mulai terjadi proses kemunduran vigor dan viabilitas benih. Pada semua periode, vigor aktual atau yang juga disebut vigor sesungguhnya atau vigor hakiki terus menurun secara gradual linear dari viabilitas benih maksimum sampai benih mati. Penurunan viabilitas di dalam penyimpanan dapat diperlambat dengan mengatur suhu ruang simpan, kadar air awal benih, dan kelembaban nisbi ruangan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lebih lambat dibandingkan dengan suhu tinggi; dalam kondisi tersebut viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama (Yaya dkk., 2008). Menurut Harrington (1972) dalam Justice dan Bass (1994), setiap kenaikan suhu penyimpanan sebesar 50C dan setiap kenaikan 1% kadar air, maka masa hidup benih diperpendek setengahnya yang berlaku untuk suhu penyimpanan antara 0—500C dan kadar air benih antara 5—14%. Menurut Copeland dan McDonald (2001), suhu dan kelembaban yang aman untuk 13 penyimpanan benih adalah 5—25 C dan 75%. Kadar air yang aman untuk 0 penyimpanan adalah di bawah 14%. Benih kedelai termasuk dalam benih ortodoks. Benih ortodoks adalah benih yang tidak mati apabila dikeringkan ataupun disimpan dalam kondisi suhu dingin dengan kadar air rendah. Menurut Ratna (2007), benih ortodoks yang berkadar air rendah menghendaki kelembaban udara yang rendah untuk mempertahankan viabilitasnya. 2.3 Cara Penggunaan Pupuk pada Tanah Pertanian Pupuk merupakan bahan yang memberikan zat hara pada tanaman. Pupuk yang diberikan dengan N, P, dan K disebut pupuk lengkap. Pupuk dapat berupa bentuk padat, cair, atau gas. Kebanyakan pupuk berbentuk padat dan diberikan langsung pada tanah secara dibenamkan atau disebar. Selain itu pupuk dapat dilarutkan dalam air irigasi atau diberikan pada dedaunan sebagai larutan. Agar efektif, pupuk harus diberikan di tempat dan di saat tanaman memerlukannya (Harjadi, 2002). Menurut Harjadi (2002), pemberian pupuk terdapat tiga cara penggunaan pupuk. Pertama, penebaran secara merata pada permukaan tanah yang disebut pemberian broadcast; kedua, pemberian pupuk di dalam lubang secara tugal atau secara larikan diberikan di samping tanaman, di antara barisan tanaman, atau ditempatkan di sekeliling tanaman; ketiga, cara pemberian melalui daun, dalam hal ini adalah dengan cara penyemprotan hara melalui daun (Hakim, dkk., 1986). Selain itu menurut Harjadi (2002), penempatan pupuk yang lain adalah cara top dressing yaitu penempatan pupuk langsung di atas tanaman tumbuh. Bila 14 tanaman peka terhadap kerusakan (kebakaran pucuk), pupuk dapat ditempatkan sepanjang sisi tanaman sebagai side dressing. Pemberian secara side dressing sering dilaksanakan bersama penyiangan sehingga tercampur dengan tanah. Menurut Hakim, dkk. (1986), berdasarkan kandungan unsur haranya, pupuk dapat digolongkan antara lain: 1. Pupuk tunggal, yaitu pupuk yang mengandung satu jenis hara tanaman. 2. Pupuk majemuk, yaitu pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara tanaman, seperti gabungan antara N dan P atau P dan K. Umumnya pembuatan pupuk majemuk adalah dengan mencampurkan unsur-unsur bahan pupuk. Suatu sifat yang tidak menyenangkan dari pupuk majemuk adalah sifatnya yang mudah menggumpal dan mengeras sebelum digunakan. Pupuk majemuk berbentuk pellet. Contoh pupuk majemuk yaitu NP, NK, dan NPK. Pupuk majemuk NPK mengandung senyawa amonium nitrat (NH4NO3), amonium fosfat (NH4H2PO4), dan kalium (KCl). Kandungan unsur hara N, P, dan K dalam pupuk majemuk dinyatakan dengan komposisi angka tertentu misalnya NPK (16:16:16) (Hakim, dkk., 1986). 2.4 Peran N, P, dan K dalam Viabilitas Benih Pupuk nitrogen merupakan komponen penyusun senyawa esensial bagi tumbuhan, berperan sebagai bagian unsur dari asam amino, amida, protein, asam nukleat, nukleotida, dan koenzim (Salisbury dan Ross, 1995). Nitrogen adalah suatu unsur yang paling banyak dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman dan merupakan penyusun setiap sel hidup sehingga terdapat pada seluruh 15 bagian tanaman. Nitrogen merupakan pembentuk sistem cincin porphyrin dan menjadi bagian integral dari klorofil yang menjadi penangkap utama energi cahaya yang dibutuhkan dalam fotosintesis. Fotosintesis adalah proses yang memanfaatkan energi matahari oleh tanaman untuk memasok energi bagi pertumbuhannya (Purwoko dan Khafidzin, 2003). Pupuk fosfat sangat bergantung pada bahan pelarutnya. Lebih lanjut Hakim dkk. (1986) menyatakan bahwa pupuk fosfat buatan umumnya diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya yang terbagi atas tiga golongan. Pertama, pupuk fosfat yang mudah larut dalam air dan tersedia untuk tanaman dalam bentuk P205. Kedua, pupuk fosfat yang larut dalam asam sitrat. Umumnya terdiri dari kalsium fosfat juga tersedia bagi tanaman dalam bentuk P205 . Ketiga, pupuk fosfat yang tidak larut dalam asam sitrat terdiri dari bentuk trikalsium fosfat yang dianggap tidak tersedia bagi tanaman (Hakim, dkk., 1986). Menurut Hakim, dkk. (1986), fosfor (P) diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-,atau PO4, tergantung dari nilai pH tanah. Fosfor merupakan penyusun sel hidup, selain itu penyusun fosfolipid, nukleoprotein, dan fitin, yang selanjutnya akan menjadi banyak tersimpan dalam benih. Benih tersebut mampu meningkatkan ukurannya yang berkaitan dengan penimbunan cadangan makanan dalam benih (Timotiwu dan Nurmauli, 1996). Selain itu menurut Salisbury dan Ross (1995), fosfor merupakan unsur yang esensial dari berbagai gula fosfat dan berperan dalam nukleotida, seperti RNA dan DNA, serta bagian dari fosfolipid pada membran. Fosfor berperan penting pada metabolisme energi karena keberadaanya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat. 16 + Kalium dalam bentuk kation K pada tanaman mempunyai pengaruh langsung pada transport air dan berhubungan dengan pergerakan asimilat di dalam floem. (Mengel, 1985 dalam Purwoko dan Khafidzin, 2003). Menurut Hakim, dkk. (1986), unsur kalium mempunyai fungsi penting dalam proses fisiologis tanaman serta dalam proses metabolisme dan mempunyai pengaruh khusus dalam absorpsi hara, pengaturan pernapasan, transpirasi, kerja enzim, dan berfungsi sebagai translokasi karbohidrat. Kalium sangat mobil pada jaringan floem, keberadaannya sangat efisien karena dapat dipindahkan dari jaringan yang tua ke organ pertumbuhan yang muda dengan begitu kekurangan kalium terlihat pada daun yang tua. Menurut Bhandal dan Malik (1988) yang dikutip oleh Salisbury dan Ross (1995), kalium mengaktifkan sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi. Selain itu juga diperlukan untuk membentuk pati dan protein. Tanaman yang cukup K hanya kehilangan sedikit air karena K meningkatkan potensial osmotik dan mempunyai pengaruh positif juga pada penutupan stomata (Humble dan Hsio, 1969 yang dikutip Gardner, dkk., 1991). Dengan demikian juga akan berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Pengaturan turgor sel hal ini berkaitan dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 1995).