KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN SISWA TUNA DAKSA DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA (Studi kasus proses komunikasi orang tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa tuna daksa di SLB Tunas kasih Kel. Donoharjo, Kec. Ngaglik, Sleman, Yogyakarta) INTERPERSONAL COMMUNICATION OF PARENTS WITH TUNA DAKSA STUDENTS IN ORDER TO EAGER SELF CONFIDENT OF THE STUDENTS (Study case of parents communication proses with tuna daksa students in order to eager up self confident of tuna daksa students at SLB Tunas kasih Kel. Donoharjo, Kec. Ngaglik, Sleman, Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (strata 1) pada program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun oleh: NOVI ANGGRAINI 20040530157 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2008 KATA PENGANTAR Assalamua'laikum Wr.Wb Alhamdulillahirobil'alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan karunia dan rezeki kepada hamba-hambanya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN SISWA TUNA DAKSA DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari kegelapan menuju kehidupan yang terang benderang. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak dan Kakakku Dannie tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan dalam segala hal. 2. Ibu Suciati, S.Sos, M.Si selaku pembimbing pertama dan Ibu Sovia Sitta Sari selaku pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, masukan, dan motivasi dalam penyusunan KTI ini. 3. Bapak Fajar Iqbal, S.Sos, M,Si. sebagai penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran. 4. Seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tenaga pendidik dalam memberikan pengalaman dan ilmu demi masa depan bagi anak didikmu. Penulis menyadari bahwa kekurangan dan kesalahan tidak lepas dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, maka saran dan kritik sangat diharapkan penulis. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah Khasanah ilmu pengetahuan terutama Ilmu Komunikasi. Amin. Wassalamu'alaikum, Wr.Wb Yogyakarta, Jumat 14 November 2008 Penulis ii iii Motto Yesterday is a history, tomorrow is still mystery, but today is a gift, so… trying to be happy for now and for always Happiness not depent on another person hands , but it was depent on our own hands. Tertawalah maka seluruh dunia akan tertawa bersamamu, bersedihlah maka kau hanya akan bersedih sendirian. Kehidupan ini dipenuhi dengan seribu macam kebahagiaan, namun untuk mencapainya akan ada seribu macam pengorbanan yang harus dilewati. Masa itu tiada lain adalah kesulitan, lalu kemudahan datang mengiringinya Tekad dan keyakinan itu cukup untuk mengubah diri sendiri dan orang lain. Manusia hanya hidup sekali saja didunia ini, tetapi jika mausia itu hidup dengan benar maka manusia tersebut akan sudah merasa cukup meskipun hanya hidup sekali iii PERSEMBAHAN Karya tulis ini kupersembahkan untuk : Rabbku yang senantiasa menyelimuti hatiku dengan cinta dan kasih sayangNya, terima kasih atas cahaya yang selalu Engkau berikan untuk menuntun hidupku Bapak & kakak tercinta Terima kasih atas kekuatan cintamu hingga memberikanku rasa aman dan hangatnya kasih sayang yang mengiringiku beranjak dewasa. Tanpamu aku takkan mungkin sanggup melangkahkan kaki sejauh ini Almarhumah Ibundaku tercinta yang kini hanya dapat menyaksikanku dari dimensi yang berbeda, kau adalah semangat dalam jiwaku, air matakenangan akan kecintaanmu yang selalu membasuh luka batin dan memberikanku kekuatan baru untuk bertahan Siska, Rahma dan Delima Meski pertemuan dibatasi oleh waktu dan sulit untuk terulang kembali, Namun ia itu telah terpaut kuat dalam hati Saat tersenyum dan duka selalu kita jalani bersama Saudariku, jangan berjalan di belakangku belum tentu aku bisa memimpinmu Jangan pula di depanku, mungkin aku tak akan mengikutimu Jalanlah di sampingku dan jadilah sahabatku Keluargaku yang senantiasa memberi kasih sayang, dukungan, serta perhatian untukku : Keluarga lor Mbah kung, Mbah puteri, Le’ Yanto, Mba’ Yuni, Le’ Iin, De’ Andre, De’ Farel, De’ Hanna, De’ Fikra Keluarga Kidul Mbah kung, Mbah puteri, De’ Lita, De’ Rhara Saudara seperjuangan Bang Anto, Mifta, Lia, Ainul, Diamond, Siti, Jaka , Dadang, Diana, yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetaplah berjuang demi kemanusiaan Terima kasih untuk semuanya I love you all……. iv ABSTRAK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKRTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI PUBLIC RELATION NOVI ANGGRAINI KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN SISWA TUNA DAKSA DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA (Undergraduate thesis:2008:Xi + 145 + Lampiran + 10 tabel ) Reference=18 buku + 1 laporan skripsi + 6 online (2008) Studi ini berusaha menganalisis tentang komunikasi interpersonal orang tua antara orang tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa di SLB Tunas Kasih Donohrajo, Ngaglik Sleman, Yogyakarta. Adapun hal yang melatar belakangi penelitian ini yakni berdasarkan pada karakteristik yang dimiliki oleh anak tuna daksa yang cenderung untuk bersikap pasif, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang muncul pula sikap egois terhadap lingkungannya. Hal tersebut dapat mempengaruhi penyesuaian diri dengan lingkungannya. Kesadaran bahwa kondisi fisiknya berbeda dengan fisik orang normal, menjadi salah satu pemicu timbulnya kecenderungan anak tuna daksa menjadi kurang percaya diri. Sikap orang tua sebagai bentuk reaksi untuk menolong dan membantu anak tersebut sangatlah penting dalam mempengaruhi keperibadian anak. Studi ini menggunakan pendekatan hubungan interpesonal oleh Jalaluddin Rakhmat yang mencakup percaya, sikap suportif dan sikap terbuka yang menggambarkan kualitas hubungan orang tua dengan siswa tuna daksa. Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini terdiri dari dua pasang yakni orang tua yang memiliki anak tuna daksa dan subyek tersebut berdomisili di kecamatan Turi, Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses komunikasi interpersonal yang terjadi antara orang tua dan siswa tuna daksa dan menggambarkan hambatan yang dihadapi orang tua dengan siswa tuna daksa dalam upaya menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa. Metodologi yang digunakan dalam studi ini bersifat deskriftif kualitatif yang mengandalkan sumber dari wawancara mendalam dengan informan, observasi pada obyek penelitian dan dokumen pustaka. Isi dari studi ini berupa uraian data dan analisis kritis penulis berdasarkan hasil pengamatan dan data yang diperoleh. Kesimpulan dari studi ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah keyakinan informan terhadap kemampuan yang dimiliki anaknya, dukungan moril maupun materiil serta penanaman nilai-nilai kejujuran dan keterbukaan pada anak. Sedangkan hambatan yang ditemui oleh orang tua yakni sifat yang cenderung sensitif dalam menghadapi masalah dan ketertutupan anak mengenai masalah yang tengah dihadapi. v ABSTRAC MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF YOGYAKARTA FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE CONCENRTRATION PUBLIC RELATION NOVI ANGGRAINI INTERPERSONAL COMMUNICATION OF PARENTS WITH TUNA DAKSA STUDENTS IN ORDER TO EAGER SELF CONFIDENCE OF STUDENTS (Undergraduate thesis:2008:Xi + 145 + Enclosure + 10 tables ) Reference=18 bool + 1 skripsi report + 6 online (2008) This study is trying to analize about interpersonal communicaton of parents with tuna daksa students in order to eager self confident of students in SLB Tunas Kasih Donohrajo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Meanwhile, background of this reserch is based on the characteristic of tuna daksa students what tend to behave passif, shy, less of self confident, sensitive and sometime emerge the egoist attitude to its environment. That matter could influence self adjustment with its environment. The awareness about its physical condition which is different with normal people physical condition, become one of the factor incidence tendency of tuna daksa students become less of self confidence. Parents attitude as form react for helping and assisting students are very important to influence students personality. This study used interpersonal relationship approach by Jalaluddin Rakhmat including trust, supportive attitude and openness attitude which depicted parents with tuna daksa students quality of relationship. As for subject in this research is consisted of two couple that is parents who has childs with physical handicap called tuna daksa and this subject living in kecamatan Turi, Yogyakarta. The target of this reaserch is for described interpersonal communication between parents and tuna daksa students and the other target is for depicted resistance faced by parents with tuna daksa students in the effort in order to eager self confidents of the students. This reaserch used qualitative descriptive methodologies reliing on source from indepth interview with the informan, observation and document books. Content of this study in the form of description and critical analysis based on the result of observation and obtained data. The conclusion from this study showing factor that influence interpersonal communication is informan confidence to their child abilities, supports of morale and materil, cultivation assess sincerity and openness to the child. While the resistance faced by parents are the child characteristic of which tend to be sensitive in facing problem and intropert child characteristic concerning problem which is being faced. vi DAFTAR ISI Halaman Judul.................................................................................................... i Halaman Pengesahan ......................................................................................... ii Kata Pengantar ................................................................................................... iii Halaman Persembahan ....................................................................................... iv Abstraksi ............................................................................................................ vi Daftar isi ............................................................................................................. vii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8 C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 9 E. Kerangka Teori ............................................................................................ 9 1. Komunkasi Interpersonal ...................................................................... 9 2. Batasan Komunikasi ............................................................................. 13 3. Hubungan Interpersonal ........................................................................ 14 4. Percaya Diri........................................................................................... 17 5. Tuna Daksa ........................................................................................... 20 F. Metode Penelitian ........................................................................................ 21 1. Jenis Penelitian ...................................................................................... 21 2. Lokasi Penelitian ................................................................................... 22 3. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 22 4. Teknik Pengambilan Informan .............................................................. 23 5. Teknik analisis Data .............................................................................. 24 6. Validitas Data ........................................................................................ 26 BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN..................................................... 27 A. Gambaran Lingkungan Sekolah ................................................................ 27 1. Profil eksternal Sekolah ........................................................................ 27 2. Profil Internal Sekolah .......................................................................... 29 vii B. Sejarah Berdirinya Sekolah ....................................................................... 30 C. Dasar, Visi dan Misi Sekolah ................................................................... 33 D. Metode dan Konsepsi Pengajaran ............................................................ 35 E. Sarana dan Fasilitas Sekolah ..................................................................... 37 F. Pendanaan dan Hubungan dengan Instansi Lain ....................................... 41 G. Stuktur Organisasi Sekolah ...................................................................... 43 H. Dafatar Siswa menurut Kelainannya......................................................... 48 BAB III. PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ....................................... 49 A. Penyajian Data ......................................................................................... 49 B. Pembahasan ............................................................................................... 89 BAB IV. PENUTUP ............................................................................................. 138 A. Kesimpulan ............................................................................................... 138 B. Saran.......................................................................................................... 140 LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA viii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tuna daksa pada dasarnya sama dengan anak-anak normal lainnya. Kesamaan tersebut dapat dilihat dari fisik dan kebutuhannya secara sosial. Dilihat dari fisik anak tuna daksa dapat makan, minum, dan juga membutuhkan hal yang tidak dapat ditunda dalam beberapa detik yakni bernafas. Sedangkan dari aspek sosial, mereka memerlukan rasa aman dalam bermobilisasi, butuh kasih sayang, dorongan, motivasi, perhatian, diterima sebagaimana ia apa adanya tanpa memandang semata hanya pada penampilan fisiknya. Disamping itu, anak tuna daksa juga perlu pendidikan layaknya anak normal pada umumnya. Meskipun harus diakui bahwa anak yang mengalami ketunaan memiliki berbagai hambatan dan kelainan dalam kondisi fisik dan psikisnya, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perilaku dan kehidupannya. Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan sehari-harinya. Tuna Daksa berasal dari kata ”Tuna” yang berarti rugi, kurang, dan ”Daksa” tubuh. Penyandang cacat menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 didefinisikan sebagai “setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayak orang yang normal” Yang termasuk penyandang cacat dalam hal ini adalah penyandang cacat fisik (www.ditplb.or.id/ artikel definisi tuna daksa, Oleh Direktorat Pembina Sekolah Luar Biasa / akses 22 mei 2008). 1 Jadi, tuna daksa dapat diartikan sebagai orang yang mengalami kekurangan pada tubuhnya. Tuna daksa juga biasa diartikan sebagai cacat fisik. Kekurangan pada tubuhnya tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya hambatan bagi penyandang untuk dapat melakukan kegiatan layaknya orang normal pada umumnya. terlebih lagi jika kegiatan tesebut berkaitan dengan kemampuan fisik untuk pemenuhannya. Karakteristik anak tuna daksa mempengaruhi penyesuaian diri dengan lingkungannya dan kecenderungan untuk bersikap pasif, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang muncul pula sikap egois terhadap lingkungannya. (www.gemari.co.id/ anak tuna daksa perlu perhatian lebih, Oleh Carolina, S.Pd /akses 22 mei 2008). Karakteristik tersebut sangat beralasan dapat muncul pada anak tuna daksa karena pada dasarnya, saat kita berinteraksi dengan orang lain hal-hal yang nampaklah yang menjadi perhatian utama orang seperti fisik. Kesadaran bahwa kondisi fisiknya berbeda dengan fisik orang normal, menjadi salah satu pemicu timbulnya kecenderungan anak tuna daksa menjadi kurang percaya diri. Anak tuna daksa memang agak cenderung tidak ″pede″ dan pemalu juga, terlebih lagi pada orang yang baru mereka kenal. Pada awalnya mereka lebih suka sendiri, jarang mau bicara, tapi kalo diajak ngomong dia bisa menjawab dengan baik. Saya rasa kalau ditanya problem terbesar anak tuna daksa adalah percaya diri yang kurang. Jika masalah percaya diri ini bisa teratasi dengan baik, saya rasa hambatan-hambatan lain akan bisa diminimalkan (wawancara dengan Rismiyati, Guru SLB ABCD Tunas Kasih, Rabu 23 April 2008). Jika hal itu terus dibiarkan maka akan mendorong anak untuk memisahkan diri dari lingkungannya. Pandangan yang melihat anak tuna daksa 2 dan anak normal dari sudut kesamaan akan lebih banyak memberikan layanan optimal untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak. Hal itu tentu lebih baik, ketimbang pandangan yang semata-mata memandang anak hanya dari segi kekurangannya saja. Mengenai pandangan negatif orang tehadap kondisi fisik anak tuna daksa sebagian besar penyandang cacat khususnya tuna daksa pernah mengalaminya. Berikut pengalaman yang datang dari Sapto. Sapto adalah seorang penyandang tuna daksa. Kedua kakinya mengecil sejak bayi akibat digerogoti virus polio. Meski demikian ia tetap tegar dan semangat bekerja keras untuk menjalani hidupnya. Masyarakat seringkali memandang para penyandang cacat secara diskriminatif. Contohnya waktu dia masuk kedalam hotel bagian keamanan langsung curiga. Dia dikira akan mengemis atau dapat melakukan tindakan yang dapat mempermalukan tamu hotel yang lain. Hal itu tentu saja membuat Sapto merasa sangat malu, marah, kesal dan merasa sangat direndahkan (www.pikiran-rakyat.com/ Kapan kita ramah pada kaum difabel ?, Oleh Sapto Nugroho / akses 22 mei 2008). Melalui cerita Sapto, dapat diketahui bahwa masih ada orang yang sering kali hanya memandang orang lain berdasarkan kelemahanya, sehingga yang muncul adalah kritik dan cemoohan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terkikisnya rasa percaya diri anak tuna daksa. Melalui pengalaman Sapto dapat diketahui tingkat kesadaran masyarakat dalam mengapresiasi masalah difabilitas (kecacatan) masih tergolong rendah. Masyarakat pada umumnya belum menempatkan kaum tuna daksa adil dan 3 setara. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih enggan menerima kaum tuna daksa dalam lingkungan sosial mereka. Pengalaman lain datang dari seorang gadis Korea bernama Hee Ah Lee. Dimasa kecilnya Ah lee pernah dihadapkan pada situasi, dimana ayahnya tidak menginginkan keberadaannya sebagai anggota keluarga. Ah Lee terlahir dengan keadaan fisik yang tidak sempurna. Kakinya tidak tumbuh normal dan kedua tangannya hanya memiliki masing-masing dua jari. Ayah Ah Lee pernah meminta sang Ibu untuk menyingkirkan Ah Lee bahkan jika perlu mengirim Ah Lee keluar negeri agar tidak dapat bertemu lagi. Hal itu dilakukan oleh ayahnya karena tidak tahan menanggung malu atas ketidaknormalan fisik Ah Lee. Namun, dengan keteguhan hati Ibunya Ah Lee tetap dipertahankan. Meskipun Ah Lee tidak jadi dipisahkan dari keluarganya, penderitaannya tidak berhenti sampai disitu saja. Dikehidupan kesehariannya, menjadi bahan cemoohan teman-temannya seperti sudah menjadi bagian dari hidupnya. Namun, berkat dorongan dari ibunya Ah Lee tetap tegar menghadapinya dan berusaha membangun rasa percaya dirinya untuk terus melanjutkan hidupnya. Perjuangan Ah Lee tidak sia-sia kini ia berhasil menjadi seorang pianis profesional (www.kickandy.com/ Mereka adalah orang-orang spesial, Oleh Tim Penulis Kick Andy /akses 22 mei 2008 ). Melalui pengalaman Ah Lee dapat diketahui bahwa keluarga khususnya orang tua begitu besar pengaruhnya terhadap perkembangan sikap percaya diri dan ketegaran anak yang dilahirkan dalam kondisi fisik yang tidak sempurna. Anak tuna daksa banyak yang merasa kemampuan dirinya terbatas bahkan tidak 4 sedikit pula yang merasa bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa dan kurang percaya diri karena keterbatasaan yang dimilikinya itu. Sikap orang tua sebagai bentuk reaksi untuk menolong dan membantu anak tersebut sangatlah penting dalam mempengaruhi kualitas watak dan keperibadian. Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instan, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, bersama orang tua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor interaksi/komunikasi merupakan faktor yang sangat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri (www.e- psikologi.com/dewasa/ artikel Memupuk rasa percaya diri oleh Jacinta F. Rini / akses 13 Maret 2008). Hal ini sesuai dengan pendapat Elizabeth Hurlock mengenai keluarga yang merupakan bagian paling penting dari jaringan sosial anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama anak dan keluarga adalah orang-orang paling penting pada tahun-tahun formatif awal (Hurlock,1978:200). Hubungan interpersonal yang terjalin dengan orang tua dan anggota keluarganya yang lain menjadi dasar atau landasan sikap bagi anak terhadap orang lain, lingkungan serta kehidupannya secara umum. Keluarga adalah sebuah sarana komunikasi untuk anak. Kebanyakan anak senang menceritakan pengalaman mereka, banyak bertanya, mengekspresikan sesuatu yang mereka rasakan pada keluarga. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan sumber kekuatan yang dimiliki anak tuna daksa, dimana dia dapat merasa nyaman, tenang, dicintai, diperhatikan, diberi dukungan, dan dapat menolongnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini didukung pernyataan dari salah seorang guru SLB Tunas Kasih Donoharjo beliau menyatakan, Peran orang tua tentu saja sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak tuna daksa, termasuk juga rasa percaya dirinya, yang sering kali menjadi hambatan bagi anak dalam bergaul. Waktu anak itukan banyak dihabiskan di lingkungan 5 rumahnya dari pada disekolah, itu sebabnya peran keluarga atau orang tua sangat besar pengaruhnya dalam sikap dan juga perilaku anak dalam kesehariannya (wawancara dengan Drs. Surtarman, Guru SLB ABCD Tunas Kasih, Jumat 14 Maret 2008). Oleh sebab itu, suasana dalam keluarga sangatlah penting dagi keperibadian anak. Terlebih lagi setiap anak tuna daksa memiliki kebutuhan-kebutuhan emosional khusus anak tuna daksa sangat bergantung pada kasih sayang, perlindungan dan perhatian orang tua. Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri merupakan tantangan dalam melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimilikinya. Hal tersebut merupakan rintangan utama dalam melakukan kepuasan hubungan interpersonal bagi anak penyandang cacat termasuk didalamnya anak tuna daksa. (www.gemari.or.id./artikel/ Anak tuna daksa perlu perhatian lebih, Oleh Carolina, S.Pd /akses 22 mei 2008). Orang tua yang merupakan orang terdekat anak menjadi sangat besar pengaruhnya dalam upaya melakukan kepuasan hubungan interpersonal diantara kedua belah pihak (orang tua dan anak) dan selanjutnya menumbuhkan rasa percaya diri anak. Dukungan, penerimaan, serta kasih sayang ang diberikan oleh orang tua akan memberikan rasa nyaman kemudian hal tersebut juga dapat membuat anak merasa berharga. Jika, anak sudah mulai merasa dirinya berharga maka anak akan mulai tumbuh rasa percara dirinya. Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barang kali yang paling penting (Rakhmat, 1999:119). Hal itu dapat terjadi karena tidak adanya faktor-faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik pada saat berkomunikasi 6 seperti percaya, sikap suportif dan sikap saling terbuka satu dengan yang lainnya. Jika hubungan interpersonal sudah tercipta maka pada saat proses komunikasi, diharapkan komunikator mampu menguasai situasi komunikasi yang tengah terjadi. Maka dengan demikian, semakin baik hubungan interpersonal antara komunikan maka komunikasi interpersonal yang dilakukan dapat berjalan lebih efektif. Jika hubungan ini dapat dipertahankan maka komunikan akan jauh lebih terbuka terhadap pesan-pesan/informasi yang disampaikan oleh komunikator dan tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud. Komunikasi interpersonal adalah hubungan penuh makna orang per orang yang terjadi secara diadik. Ketika orang saling melakukan (share) hubungan interpersonal dengan orang lain, maka seseorang akan mengalami ketergantungan dengan orang lain (Gamble&Gamble,2005:233). Melalui komunikasi interpersonal tanpa disadari bisa mempengaruhi sikap, pandangan dan perilaku komunikan saat berinteraksi. Karena melalui komunikasi interpersonal komunikator berusaha untuk mengenal lawan komunikasinya bukan melalui atribut yang ada pada masing-masing komunikator melainkan mengenal lawannya itu berbasarkan individu dan kemudian akan akan mengetahui apa yang menjadi keinginannya, sehingga selanjutnya akan tercipta kecocokan diantara komunikan tersebut. Para orang tua harus mampu membangkitkan hubungan interpersonal yang baik lebih dahulu sebelum melakukan komunikasi interpersonal lebih lanjut. Dengan mulai dibinanya pendekatan interpersonal dengan membangun hubungan interpersonal yang baik maka awal dari keberhasilan komunikasi. 7 Apabila hubungan baik telah tercipta maka orang tua dapat melanjutkan upayanya untuk membangkitkan rasa percaya diri pada anaknya. Karena pada dasarnya keterbukaan dan kemauan anak untuk menumbuhkan percaya dirinya merupakan titik tolak bagi komunikator untuk mencapai tujuannya. Alasan peneliti tertarik meneliti komunikasi interpersonal orang tua siswa tuna daksa yang disekolahkan di SLB karena dengan menyekolahkan anak di SLB berarti orang tua sudah berupaya membangun kepercayaan diri anak dengan memberinya ruang agar dapat bersosialisasi dengan orang lain. Disamping itu, SLB sendiri memiliki program yang terfokus pada pembinaan kemampuan dalam bersosialisasi dengan lingkungan dan membina anak agar lebih mandiri. Namun, pada kenyataannya masih terdapat anak yang kurang percaya diri. Hal tersebut merupakan sebuah indikasi adanya masalah dalam diri anak. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor yang mendasari peneliti memilih judul penelitiannya. Sedangkan pemilihan lokasi penelitian yakni, di SLB ABCD Tunas Kasih Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakrta didasari pada adanya siswa tuna daksa yang memiliki masalah dengan rasa percaya diri disekolah. Hal tersebut ditandai dengan siswa yang kurang memiliki kemauan dan kemampuan bergaul secara wajar. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi interpersonal orang tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa tuna daksa SLB ABCD Tunas Kasih di Desa Donoharjo,Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta ? 8 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh orang tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa tuna daksa di SLB ABCD Tunas Kasih Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. 2. Untuk menggambarkan hambatan yang dihadapi oleh orang tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa tuna daksa SLB ABCD Tunas Kasih Donoharjo,Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk kajiankajian komunikasi khususnya dalam bidang komunikasi interpersonal. 2. Akademis Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan dan dapat dijadikan sebuah masukan dalam evaluasi tentang komunikasi interpesonal pada orang tua dengan siswa tuna daksa terhadap upayanya dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa di SLB ABCD Tunas Kasih Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. D. Kerangka Teori 1. Komunikasi Interpersonal Berkomunikasi secara interpersonal merupakan sebuah kebutuhan sosial tidak bisa dipisahkan dari manusia. Manusia sebagai makhluk sosial 9 membutuhkan dan senantiasa berusaha menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Karena ada sejumlah kebutuhan dalam diri manusia yang hanya bisa dipenuhi lewat komunikasi dengan sesamanya. Saat ini terdapat beberapa definisi komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh para pakar komunikasi. Menurut Dean C. Barnlund mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak terstuktur (dalam Skripsi Eko Pujiastutik,2005:9). Adapun pengertian komunikasi interpersonal menurut Gamble & Gamble (2005:233) yakni: An interpersonal relationship is a meaningful dyadic person to person connection when we share interpersonal relationship with another person, we become interdependent with that person. (Gamble&Gamble, 2005:233 ). Komunikasi interpersonal adalah sebuah hubungan penuh makna orang perorang yang terjadi secara diadik. Ketika orang saling melakukan (share) hubungan interpersonal dengan orang lain, maka seseorang akan saling mengalami ketergantungan dengan orang lain. Pendapat lain dari Josheph A. Devito, ia mengemukakan pengertian komunikasi interpersonal ialah: The process of sending and receiving massages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback. Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa umpan balik seketika(dalam Effendi, 1993:60). Secara humanistik efektivitas komunikasi interpersonal dapat dicapai jika ada kemauan untuk membuka diri pada orang lain secara jujur, ada perasaan memiliki dan pada akhirnya tercipta dukungan untuk memberikan respon terhadap komunikasi yang tengah berlangsung. Sedangkan secara pragmatis, sebuah 10 efektivitas komunikasi interpersonal dapat dicapai jika ada keyakinan akan potensi yang ada pada diri secara relaks dan fleksibel, ada suasana kebersamaan, ada manajemen interaksi pesan, ekspresif terlebih pada bahasa verbal dalam pengungkapannya dan juga memiliki orientasi lain yang dapat memudahkan adaptasi dengan lawan bicaranya ( Devito,2001:259). Pengungkapan dii mengacu pada pengungkapan diri secara sadar oleh lawan dicara. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri seseorang menurut DeVito (1997:62-63) adalah: 1. Besar Kelompok, pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil ketimbang dalam kelompok besar. 2. Perasaan menyukai, menurut Darlega dkk kita membuka diri pada orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka diri pada orang yang kita tidak sukai. 3. Efek Diadik, kita akan mengungkapkan diri bila orang yang bersama kita juga mengungkapkan diri. Menurut Berg dan Archer pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan sebagai tanggapan atas pengungkapan diri orang lain. 4. Kompetensi, menurut James McCroskey dan Lawrence Wheelees orang yang berkompeten lebih banyak melakukan dalam pengungkapan diri ketimbang orang yang kurang berkompeten. 5. Keperibadian, orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstropert (terbuka) melakukan pengungkapan diri lebih banyak 11 ketimbang mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih intropert (tertutup). 6. Topik, kita cenderung lebih membuka diri tentang topik tertentu ketimbang topik yang lain. Kita juga mengungkapkan informasi yang bagus lebih cepat ketimbang informasi yang kurang baik. 7. Jenis kelamin, umumnya pria lebih kurang terbuka dibandingkan dengan wanita. Melalui faktor-faktor diatas dapat diketahui bahwa pengungkapan diri hendaknya didorong oleh rasa berkepentingan atau keterikatan terhadap hubungan interpesonal dengan orang-orang yang terlibat dalam pengungkapan diri tersebut dan juga diri sendiri. Keterikatan hubungan interpersonal akan membantu membuka peluang pengungkapan diri seseorang. Adanya hubungan interpersonal yang baik akan memungkinkan seseorang untuk dapat memahami kebutuhan satu sama lain. Sehingga, seseorang akan tidak merasa canggung dalam mengungkapkan dirinya pada orang yang dekat dan dipercaya. Sedangkan menurut sifatnya pengertian komunikasi interpersonal dapat dibagi kedalam dua jenis klasifikasi yakni: a. Komunikasi Diadik ( Dyadic communication ). Komunikasi diadik adalah komunikasi antar pribadi yang berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah kominikator yang menyampaikan pesan dan seoarang lagi bertindak sebagai komunikan yang menerima pesan. 12 b. Komunikasi Triadik ( triadic Communication ). Komunikasi triadik adalah komunikasi antar pribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang yakni, seorang komunikator dan yang dua orang bertindak sebagai komunikan. Jika A menjadi komunikator, maka A yang pertama menyampaikan pesan kepada komunikan B, kemudian dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C secara dialogis (Effendy, 1993:62-64). Adapun jenis klasifikasi komunikasi interpesonal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis komunikasi diadik. Komunikasi yang terjadi yakni, antara orang tua dengan anak yang terjadi secara berkelanjutan. Orang tua dapat bertindak sebagai komunikator saat berinteraksi dengan anak, sekaligus pada saat yang dibutuhkan oleh anak orang tua juga dapat menjadi pendengar atau komunikan. Hal yang sama juga terjadi pada anak, pada saat yang diinginkan anak dapat menjadi komunikator saat berinteraksi dengan orang tua, sekaligus menjadi komunikan bagi orang tuanya. 3. Batasan komunikasi interpersonal Komunikasi memiliki jenis dan batasannya sendiri sehingga dapat mudah membedakannya dengan jenis komunikasi lainya. Batasan komunikasi yang ada memberikan perbedaan dan karakter dari keseluruhan proses komunikasi sehingga, dapat memudahkan untuk membedakan jenis komunikasi yang satu dengan jenis komunikasi yang lain. selain itu, batasan komunikasi interpersonal disini berguna bagi peneliti agar dapat tetap fokus pada kajian komunikasi interpersonal yang akan diteliti. Adapun beberapa elemen batasan komunikasi 13 dalam menguraikan komunikasi interpersonal menurut De Vito (dalam pratikno,1987:42-43) antara lain: 1. Adanya pesan-pesan baik verbal maupun non verbal. Adapun yang dimaksud verbal ialah pesan yang disampaikan secara lisan. Sedangkan non verbal, disampaikan melalui simbol, isyarat, perasaan dan penciuman. 2. Adanya orang atau sekelompok kecil orang, yang dimaksud disini apabila orang berkomunikasi, paling sedikit akan melibatkan dua orang, tapi mungkin juga akan melibatkan sekelompok kecil orang. 3. Adanya penerimaan pesan-pesan, yang dimaksud adalah dalam situasi komunikasi interpersonal, tentu pesan-pesan yang dikirimkan oleh seseorang harus dapat diterima oleh orang lain. 4. Adanya efek. Efek disini mungkin berupa suatu persetujuan mutlak atau ketidaksetujuan mutlak, mungkin berupa pengertian mutlak atau ketidakmengertian mutlak. 5. Adanya umpan balik, yang dimaksud adalah balikan atau pesan-pesan yang dikirim kembali oleh si penerima, baik secara sengaja atau tidak sengaja. 4. Hubungan interpersonal Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barang kali yang paling penting (Anita Tylor dalam Rakhmat,1999:119). Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa salah satu penyebab dari rintangan komunikasi interpersonal yang dapat terjadi diantara komunikan yakni, hubungan interpersonal yang kurang baik. Sebaliknya, komunikasi interpersonal yang terjadi antar komunikan akan efektif jika, diantara 14 komunikan tersebut tercipta hubungan interpersonal yang baik satu sama lain. Hal tersebut dapat terjadi karena setiap kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya menyampaikan pesan tetapi juga menentukan hubungan interpersonal itu sendiri. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan makin baik hubungan hubungan interpersonal, maka makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat pula persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan (Rakhmat,1999:119). Adapun faktor-faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal menurut Jalaluddin Rakhmat (1999: 129:136) yakni: a. Percaya Percaya didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Hal tersebut dikarenakan percaya meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya (Rakhmat,1999:129). Menurut Jalaluddin Rakhmat sikap percaya ini dibentuk oleh tiga faktor utama yakni menerima, empati dan kejujuran. 1). Menerima Menurut Anita Tylor (dalam Rakhmat,1999:131) menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. 15 2). Empati Menurut Jalaluddin Rakhmat (1999:132), berempati artinya membayangkan diri pada kejadian yang menimpa orang lain. Melalui empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya. 3). Kejujuran Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga. Hal ini dapat mendorong orang lain untuk percaya pada kita (Rakhmat,1999:133). Orang akan cendeung menaruh kepercayaan pada orang yang jujur, orang akan cencerung tidak mempercayai orang yang tidak jujur. b. Sikap suportif Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang akan bersikap defensif dalam komunikasi, bila ia tidak jujur dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi interpersonal akan gagal (Rakhmat, 1999:133) c. Sikap terbuka. Sikap terbuka (open-mindednes) menurut Rakhmat (1999:136) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif maka komunikasi yang dilakukan harus terbuka. 16 5. Percaya Diri Hampir semua orang sebenarnya memiliki masalah dengan istilah percaya diri. Ada orang yang merasa belum percaya diri hampir dikeseluruhan wilayah hidupnya. Hal ini biasanya disebabkan oleh berbagai permasalahan seperti, depresi, hilang kendali, merasa tidak berdaya menatap kehidupan, dan masih banyak permasalahan yang lain (Rakhmat,2005:109). Orang yang merasa belum percaya diri dengan apa yang dilakukannya atau dengan apa yang ditekuninya. Kemudian, ketika menghadapi situasi atau keadaan tertentu. Menumbuhkan rasa percaya diri bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi jika memiliki kekurangan yang sangat disadari atau begitu tampak seperti kelainan pada fisik. Individu terkadang merasa belum percaya diri dengan apa yang dilakukannya atau dengan apa yang ditekuninya serta ketika menghadapi situasi atau keadaan tertentu. Oleh sebab itu, untuk menumbuhkannya harus dimulai dari diri sendiri. Hal ini menjadi penting artinya mengingat percaya diri merupakan masalah individu. Oleh sebab itu, hanya individu yang bersangkutanlah yang dapat mengatasi rasa kurang pecaya diri dalam dirinya. Namun, dalam upaya perwujudannya individu juga membutuhkan dukungan, motivasi maupun perhatian dari orang-orang yang dekat dengannya atau keluarga. Keluarga yang menunjukan dukungan, kasih sayang serta perhatian, akan turut menumbuhkan rasa percaya diri individu. Sikap-sikap tersebut menjadikan individu merasa dirinya berharga bagi keluarganya. Menurut oleh De Vito (1997:264) komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri sosial, perasaan cemas tidak mudah dilihat oleh orang lain. 17 komunikator yang efektif selalu merasa nyaman dengan orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Kualitas ini juga memungkinkan pembicara berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang gelisah, pemalu, atau khawatir dan membuat mereka merasa lebih nyaman. Komunikator yang secara sosial memiliki kepercayaan diri bersikap santai, tidak kaku dan fleksibel dalam suara dan gerak tubuh, tidak terpaku pada nada suara tertentu dan gerak tubuh tertentu, terkendali, tidak gugup atau canggung. Pendapat mengenai percaya diri juga datang dari Ubaydillah (www.e-psikologi.com/dewasa/ Artikel Bagaimana Menjadi Percaya diri, Oleh Ubaydillah/ akses 22 mei 2008) ia mengatakan, orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi memiliki perasaan positif terhadap dirinya dan memiliki keyakinan kuat atas dirinya. Orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi akan cenderung berkesimpulan bahwa dirinya mampu menghadapi masalah dan yakin akan mampu menyelesaikannya dengan baik. Melalui pernyataan De Vito dan Ubaydillah diatas dapat diketahui bahwa komunikator yang efektif atau memiliki rasa percaya diri yang tinggi cenderung lebih terkendali dalam banyak hal seperti, mampu mengontrol perasaan cemas saat berkomunikasi dengan orang lain. Orang yang percaya diri akan lebih mudah beradaptasi dalam pergaulan karena merasa nyaman, sehingga dapat membawa suasana menjadi tidak tegang, tidak kaku, tetapi justru menjadi lebih santai, hangat dan bersahabat dalam berkomunikasi. Orang yang memiliki rasa percaya diri tinggi juga diketahui cenderung lebih optimis dalam menghadapi 18 suatu masalah karena yakin akan kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. Menurut De vito (1997:264) ketegangan, ketakutan, kecanggungan, mengisyaratkan ketidakmampuan ketiadaan kendali, mengendalikan yang lingkungan selanjutnya atau mengisyaratkan orang lain serta mengisyaratkan orang itu berada dalam kekuasaan atau kendali pihak luar. Pendapat mengenai percaya diri juga datang dari Ubaydillah (www.epsikologi.com/dewasa/ Artikel Bagaimana Menjadi Percaya diri, Oleh Ubaydillah/ akses 22 mei 2008) ia mengatakan, orang yang memiliki kepercayaan diri rendah atau kehilangan kepercayaan diri memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan yang dimilikinya. Melalui pernyataan De Vito dan Ubaydillah diatas dapat diketahui bahwa percaya diri yang negatif merupakan keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akan sebisa mungkin untuk menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya. Orang yang memiliki kepercayaan diri rendah akan cenderung merasa tidak memiliki daya atau kemampuan yang memadai untuk melakukan berbagai hal. Orang yang kurang percaya diri juga cenderung tidak berani mencoba hal-hal baru, karena takut akan resiko yang akan diterima. Oleh sebab itu, orang yang kurang memiliki rasa percaya diri 19 akan cenderung berupaya menghindari resiko, dengan berupaya sebisa mungkin menghindari komunikasi dengan orang lain karena rasa ketakutan akan diejek oleh lawan komunikasinya. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasa dan hanya akan bicara bila terdesak saja. orang-orang yang aprehensif dalam berkomunikasi cenderung dianggap tidak menarik. Disekolah mereka cenderung malas, karena itu cenderung gagal secara akademis (Rakhmat,2005:109). 6. Tuna Daksa Tuna Daksa berasal dari kata ”Tuna” yang berarti rugi, kurang, dan ”Daksa” tubuh. Penyandang cacat menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 didefinisikan sebagai “setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya” Yang termasuk penyandang cacat dalam hal ini adalah penyandang cacat fisik (www.ditplb.or.id/ artikel definsi tuna daksa, Oleh Direktorat Pembina Sekolah Luar Biasa /akses 22 mei 2008). Jadi, tuna daksa dapat diartikan sebagai orang yang mengalami kekurangan pada tubuhnya. Tuna daksa juga biasa diartikan sebagai cacat fisik. Kekurangan pada tubuhnya tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya hambatan bagi penyandang untuk dapat melakukan kegiatan layaknya orang normal pada umumnya. Terlebih lagi, jika kegiatan tesebutberkaitan dengan kemampuan fisik untuk pemenuhannya. Menurut Hidayat (1988:8) walaupun dalam kondisi tuna daksa yang berat tapi anak-anak tuna daksa dapat mengembangkan kemampuan kognisinya, serta mampu memahami bendabenda dan orang yang ada di sekitarnya, namun untuk dapat berkembang 20 seperti itu anak tuna daksa harus selalu diberi kesempatan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya. Kekhususan atau ketunaan yang dimiliki oleh anak tuna daksa tentunya memerlukan perhatian dari orang tua sebagai orang terdekat anak. Karena pada dasarnya anak tuna daksa memerlukan perhatian, kasih sayang, penerimaan, serta ketenangan berasa dilingkungannya. Penggolongan anak tuna daksa dapat dibagi kedalam dua kelompok berdasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang dialami oleh penderita tuna daksa. Adapun kelompok tersebut menurut Prof. DR. R. Soeharto(1993 : 163) yakni, kelompok system otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif yakni prosedur penelitian masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi,2007:35&67). Menurut Moleong (2001:6) dalam jenis penelitian deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya, kemudian dianalisis sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. 21 2. Lokasi Penelitian Di dalam tulisan ini, penulis lebih menyoroti komunikasi interpersonl orang tua dengan siswa tuna daksa. Oleh sebab itu, peneliti mengambil lokasi penelitian di SLB Tunas ABCD Kasih Donoharjo,Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Adapun pemilihan lokasi tersebut dikarenakan disekolah tersebut terdapat siswa Tuna Daksa yang memiliki masalah dengan rasa percaya dirinya. 3. Metode Pengumpulan Data a. Observasi. Observasi yaitu, melakukan pengamatan langsung pada obyek penelitian yang berhubungan dengan intensitas komunikasi interpersonal orang tua siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri. Untuk memperolah data-data yang berkaitan dengan objek penelitian serta gambaran umum objek penelitian. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula sebagai peneliti menjadi sumber data, pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun pihak subjek (Moleong,2001:126). Observasi yang dilakukan oleh peneliti ini untuk memperoleh data mengenai komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya yang merupakan penyandang tuna daksa dalam upaya menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri anak. b. Wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan 22 pertanyaan dan yang diwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,2001:135). Melalui wawancara peneliti berupaya mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan bahasan penelitian dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada informan yang dilakukan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Adapun yang diwawancarai dalam penelitian ini yakni, dua pasang informan yang telah dipilih terdiri dari orang tua dengan siswa tuna daksa dan guru sebagai pelengkap informasi. c. Studi Dokumentasi. Teknik ini adalah cara mengumpulkan data penunjang penelitian. Datadata yang dimaksud adalah yang bekaitan dengan data sekunder maupun data primer. Data primer dapat diperoleh secara langsung, sedangkan data-data yang sifatnya sekunder diperoleh melalui peninggalan tertulis, yang dapat diperoleh melalui beberapa jenis media. Terutama berupa arsip-arsip termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum, selain melalui buku dapat juga diperoleh melalui media internet dan media informasi lainnya (Nawawi,2007:141). 4. Teknik Pengambilan Informan Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu, sampel yang ditetapkan sengaja oleh peneliti tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan pada teknik random. Anggota sampel dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya (Usman & Setiyadi, 2003 :186). 23 Pada penelitian ini ada 2 (dua) orang siswa tuna daksa dengan orang tua masing-masing anak yang dijadikan sampel. Sampel tersebut yakni, Irfan Hadi Nugroho,10 tahun, dengan kelainan terletak pada tangan. Irfan adalah putra dari pasangan Sumaryono.HS dan Dwi Antari, keduanya bekerja sebagai Petani. Sampel yang satunya lagi bernama Dimas Aulia Romadon, 10 tahun, dengan kelainan terletak pada tangan dan kakinya. Dimas merupakan putra dari pasangan Baryadi dan Nur Alimah. Sama dengan orang tua Irfan, orang tua Dimas juga bekerja sebagai Petani. Penetapan sampel ini selain dilihat dari siswa yang masuk kedalam kategori tuna daksa, penetapan sampel juga didasari pada sikap anak yang menunjukan adanya rasa kurang percaya diri. Sehingga dengan demikian diharapkan maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai. 5. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu, analisis yang dapat menghasilkan data deskriptif yang berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Sugiyono,1999:78). Metode analisis datanya adalah analisis data kualitatif, dimana dalam analisis kualitatif ini tidak menjelaskan suatu korelasi antara variabel. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 24 Adapun langkah-langkah analisis data menurut Miles dan Huberman (1992:15-21) adalah sebagai berikut: a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang didapat dari catatan tertulis yang didapat langsung dari lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. b. Penyajian Data Kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian data, kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh, menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut. c. Menarik kesimpulan Pada proses penelitian peneliti mulai mencari makna dari data-data yang terkumpul. Selanjutnya peneliti mulai mencari arti dan penjelasannya, kemudian menyususun pola-pola hubungan tertentu kedalam suatu satuan informasi yang mudah dipahami dan ditafsirkan. Data-data yang terkumpul disusun kedalam satuan-satuan, kemudian 25 dikategorikan sesuai dengan masalah-masalahnya. Data tersebut dihubungkan dan dibandingkan antara satu sama lain sehingga mudah disimpulkan sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang ada. 6. Validitas Data Trianggulasi merupakan sumber data untuk mengecek data yang telah dikemukakan. Selain itu, trianggulasi data adalah upaya untuk mengecek kebenaran data tertentu dangan data yang diperoleh dari sumber lain (Moleong,2001:178 ). Pendapat tersebut mengandung makna bahwa dengan menggunakan metode trianggulasi dengan mempertinggi validitas, akan memberi hasil penelitian sebagai pelengkap apabila data yang diperoleh dari sumber pertama masih ada kekurangan. Hal ini akan membuat data yang diperoleh ini semakin dapat dipercaya. Oleh sebab itu, data yang dibutuhkan tidak hanya dari satu sumber saja tetapi berasal dari sumber-sumber lain yang terkait dengan subyek penelitian. Disisi lain, trianggulasi data adalah cara memperoleh data dengan jalan membandingkan data dengan hasil wawancara dan hasil pengamatan maupun dokumentasi yang diperoleh dari penelitian. 26