KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN SISWA

advertisement
KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN SISWA
TUNA DAKSA DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI
SISWA
(Studi kasus proses komunikasi orang tua dengan siswa tuna daksa dalam
menumbuhkan rasa percaya diri siswa tuna daksa di SLB Tunas kasih Kel.
Donoharjo, Kec. Ngaglik, Sleman, Yogyakarta)
INTERPERSONAL COMMUNICATION OF PARENTS WITH TUNA
DAKSA STUDENTS IN ORDER TO EAGER SELF CONFIDENT OF THE
STUDENTS
(Study case of parents communication proses with tuna daksa students in
order to eager up self confident of tuna daksa students at SLB Tunas kasih
Kel. Donoharjo, Kec. Ngaglik, Sleman, Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (strata 1) pada
program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh:
NOVI ANGGRAINI
20040530157
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2008
KATA PENGANTAR
Assalamua'laikum Wr.Wb
Alhamdulillahirobil'alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang
melimpahkan karunia dan rezeki kepada hamba-hambanya, sehingga penulis
mampu
menyelesaikan
penyusunan
Karya
Tulis
Ilmiah
dengan
judul
“KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN SISWA
TUNA DAKSA DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI
SISWA”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa umat manusia dari kegelapan menuju kehidupan yang
terang benderang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Bapak dan Kakakku Dannie tercinta yang senantiasa mendoakan dan
memberikan dukungan dalam segala hal.
2. Ibu Suciati, S.Sos, M.Si selaku pembimbing pertama dan Ibu Sovia Sitta Sari
selaku pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan arahan, masukan, dan motivasi dalam penyusunan KTI ini.
3. Bapak Fajar Iqbal, S.Sos, M,Si. sebagai penguji yang telah banyak
memberikan masukan dan saran.
4. Seluruh dosen dan staf
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tenaga pendidik dalam memberikan
pengalaman dan ilmu demi masa depan bagi anak didikmu.
Penulis menyadari bahwa kekurangan dan kesalahan tidak lepas dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, maka saran dan kritik sangat diharapkan
penulis. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan agar Karya
Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah Khasanah
ilmu pengetahuan terutama Ilmu Komunikasi.
Amin. Wassalamu'alaikum, Wr.Wb
Yogyakarta, Jumat 14 November 2008
Penulis
ii
iii
Motto
Yesterday is a history, tomorrow is still mystery, but today is a
gift, so… trying to be happy for now and for always
Happiness not depent on another person hands , but it was
depent on our own hands.
Tertawalah maka seluruh dunia akan tertawa bersamamu,
bersedihlah maka kau hanya akan bersedih sendirian.
Kehidupan ini dipenuhi dengan seribu macam kebahagiaan,
namun untuk mencapainya akan ada seribu macam
pengorbanan yang harus dilewati.
Masa itu tiada lain adalah kesulitan, lalu kemudahan datang
mengiringinya
Tekad dan keyakinan itu cukup untuk mengubah diri sendiri
dan orang lain.
Manusia hanya hidup sekali saja didunia ini, tetapi jika
mausia itu hidup dengan benar maka manusia tersebut akan
sudah merasa cukup meskipun hanya hidup sekali
iii
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini kupersembahkan untuk :
Rabbku yang senantiasa menyelimuti hatiku dengan cinta dan kasih sayangNya, terima kasih atas cahaya yang selalu Engkau berikan untuk menuntun
hidupku
Bapak & kakak tercinta
Terima kasih atas kekuatan cintamu hingga memberikanku rasa aman dan
hangatnya kasih sayang yang mengiringiku beranjak dewasa. Tanpamu aku
takkan mungkin sanggup melangkahkan kaki sejauh ini
Almarhumah Ibundaku tercinta
yang kini hanya dapat menyaksikanku dari dimensi yang berbeda, kau adalah
semangat dalam jiwaku, air matakenangan akan kecintaanmu yang selalu
membasuh luka batin dan memberikanku kekuatan baru untuk bertahan
Siska, Rahma dan Delima
Meski pertemuan dibatasi oleh waktu dan sulit untuk terulang kembali,
Namun ia itu telah terpaut kuat dalam hati
Saat tersenyum dan duka selalu kita jalani bersama
Saudariku, jangan berjalan di belakangku belum tentu aku bisa memimpinmu
Jangan pula di depanku, mungkin aku tak akan mengikutimu
Jalanlah di sampingku dan jadilah sahabatku
Keluargaku yang senantiasa memberi kasih sayang, dukungan, serta perhatian
untukku :
Keluarga lor
Mbah kung, Mbah puteri, Le’ Yanto, Mba’ Yuni, Le’ Iin, De’ Andre, De’ Farel,
De’ Hanna, De’ Fikra
Keluarga Kidul
Mbah kung, Mbah puteri, De’ Lita, De’ Rhara
Saudara seperjuangan
Bang Anto, Mifta, Lia, Ainul, Diamond, Siti, Jaka , Dadang, Diana,
yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetaplah berjuang demi kemanusiaan
Terima kasih untuk semuanya
I love you all…….
iv
ABSTRAK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKRTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
KONSENTRASI PUBLIC RELATION
NOVI ANGGRAINI
KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN SISWA
TUNA DAKSA DALAM MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI
SISWA
(Undergraduate thesis:2008:Xi + 145 + Lampiran + 10 tabel )
Reference=18 buku + 1 laporan skripsi + 6 online (2008)
Studi ini berusaha menganalisis tentang komunikasi interpersonal orang tua antara
orang tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa
di SLB Tunas Kasih Donohrajo, Ngaglik Sleman, Yogyakarta. Adapun hal yang
melatar belakangi penelitian ini yakni berdasarkan pada karakteristik yang
dimiliki oleh anak tuna daksa yang cenderung untuk bersikap pasif, malu, rendah
diri, sensitif dan kadang-kadang muncul pula sikap egois terhadap lingkungannya.
Hal tersebut dapat mempengaruhi penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Kesadaran bahwa kondisi fisiknya berbeda dengan fisik orang normal, menjadi
salah satu pemicu timbulnya kecenderungan anak tuna daksa menjadi kurang
percaya diri. Sikap orang tua sebagai bentuk reaksi untuk menolong dan
membantu anak tersebut sangatlah penting dalam mempengaruhi keperibadian
anak. Studi ini menggunakan pendekatan hubungan interpesonal oleh Jalaluddin
Rakhmat yang mencakup percaya, sikap suportif dan sikap terbuka yang
menggambarkan kualitas hubungan orang tua dengan siswa tuna daksa. Adapun
yang menjadi subyek dalam penelitian ini terdiri dari dua pasang yakni orang tua
yang memiliki anak tuna daksa dan subyek tersebut berdomisili di kecamatan
Turi, Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses
komunikasi interpersonal yang terjadi antara orang tua dan siswa tuna daksa dan
menggambarkan hambatan yang dihadapi orang tua dengan siswa tuna daksa
dalam upaya menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa. Metodologi yang
digunakan dalam studi ini bersifat deskriftif kualitatif yang mengandalkan sumber
dari wawancara mendalam dengan informan, observasi pada obyek penelitian dan
dokumen pustaka. Isi dari studi ini berupa uraian data dan analisis kritis penulis
berdasarkan hasil pengamatan dan data yang diperoleh. Kesimpulan dari studi ini
menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal
adalah keyakinan informan terhadap kemampuan yang dimiliki anaknya,
dukungan moril maupun materiil serta penanaman nilai-nilai kejujuran dan
keterbukaan pada anak. Sedangkan hambatan yang ditemui oleh orang tua yakni
sifat yang cenderung sensitif dalam menghadapi masalah dan ketertutupan anak
mengenai masalah yang tengah dihadapi.
v
ABSTRAC
MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF YOGYAKARTA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE
CONCENRTRATION PUBLIC RELATION
NOVI ANGGRAINI
INTERPERSONAL COMMUNICATION OF PARENTS WITH TUNA
DAKSA STUDENTS IN ORDER TO EAGER SELF CONFIDENCE OF
STUDENTS
(Undergraduate thesis:2008:Xi + 145 + Enclosure + 10 tables )
Reference=18 bool + 1 skripsi report + 6 online (2008)
This study is trying to analize about interpersonal communicaton of parents with
tuna daksa students in order to eager self confident of students in SLB Tunas
Kasih Donohrajo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Meanwhile, background of this
reserch is based on the characteristic of tuna daksa students what tend to behave
passif, shy, less of self confident, sensitive and sometime emerge the egoist
attitude to its environment. That matter could influence self adjustment with its
environment. The awareness about its physical condition which is different with
normal people physical condition, become one of the factor incidence tendency of
tuna daksa students become less of self confidence. Parents attitude as form react
for helping and assisting students are very important to influence students
personality. This study used interpersonal relationship approach by Jalaluddin
Rakhmat including trust, supportive attitude and openness attitude which depicted
parents with tuna daksa students quality of relationship. As for subject in this
research is consisted of two couple that is parents who has childs with physical
handicap called tuna daksa and this subject living in kecamatan Turi, Yogyakarta.
The target of this reaserch is for described interpersonal communication between
parents and tuna daksa students and the other target is for depicted resistance
faced by parents with tuna daksa students in the effort in order to eager self
confidents of the students. This reaserch used qualitative descriptive
methodologies reliing on source from indepth interview with the informan,
observation and document books. Content of this study in the form of description
and critical analysis based on the result of observation and obtained data. The
conclusion from this study showing factor that influence interpersonal
communication is informan confidence to their child abilities, supports of morale
and materil, cultivation assess sincerity and openness to the child. While the
resistance faced by parents are the child characteristic of which tend to be
sensitive in facing problem and intropert child characteristic concerning problem
which is being faced.
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ......................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................... iii
Halaman Persembahan ....................................................................................... iv
Abstraksi ............................................................................................................ vi
Daftar isi ............................................................................................................. vii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 9
E. Kerangka Teori ............................................................................................ 9
1. Komunkasi Interpersonal ...................................................................... 9
2. Batasan Komunikasi ............................................................................. 13
3. Hubungan Interpersonal ........................................................................ 14
4. Percaya Diri........................................................................................... 17
5. Tuna Daksa ........................................................................................... 20
F. Metode Penelitian ........................................................................................ 21
1. Jenis Penelitian ...................................................................................... 21
2. Lokasi Penelitian ................................................................................... 22
3. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 22
4. Teknik Pengambilan Informan .............................................................. 23
5. Teknik analisis Data .............................................................................. 24
6. Validitas Data ........................................................................................ 26
BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN..................................................... 27
A. Gambaran Lingkungan Sekolah ................................................................ 27
1. Profil eksternal Sekolah ........................................................................ 27
2. Profil Internal Sekolah .......................................................................... 29
vii
B. Sejarah Berdirinya Sekolah ....................................................................... 30
C. Dasar, Visi dan Misi Sekolah ................................................................... 33
D. Metode dan Konsepsi Pengajaran ............................................................ 35
E. Sarana dan Fasilitas Sekolah ..................................................................... 37
F. Pendanaan dan Hubungan dengan Instansi Lain ....................................... 41
G. Stuktur Organisasi Sekolah ...................................................................... 43
H. Dafatar Siswa menurut Kelainannya......................................................... 48
BAB III. PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ....................................... 49
A. Penyajian Data ......................................................................................... 49
B. Pembahasan ............................................................................................... 89
BAB IV. PENUTUP ............................................................................................. 138
A. Kesimpulan ............................................................................................... 138
B. Saran.......................................................................................................... 140
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak tuna daksa pada dasarnya sama dengan anak-anak normal lainnya.
Kesamaan tersebut dapat dilihat dari fisik dan kebutuhannya secara sosial.
Dilihat dari fisik anak tuna daksa dapat makan, minum, dan juga membutuhkan
hal yang tidak dapat ditunda dalam beberapa detik yakni bernafas. Sedangkan
dari aspek sosial, mereka memerlukan rasa aman dalam bermobilisasi, butuh
kasih sayang, dorongan, motivasi, perhatian, diterima sebagaimana ia apa
adanya tanpa memandang semata hanya pada penampilan fisiknya. Disamping
itu, anak tuna daksa juga perlu pendidikan layaknya anak normal pada
umumnya. Meskipun harus diakui bahwa anak yang mengalami ketunaan
memiliki berbagai hambatan dan kelainan dalam kondisi fisik dan psikisnya,
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perilaku dan
kehidupannya. Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi kemampuan anak
dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau
dalam pergaulan sehari-harinya.
Tuna Daksa berasal dari kata ”Tuna” yang berarti rugi, kurang, dan ”Daksa”
tubuh. Penyandang cacat menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 didefinisikan
sebagai “setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/mental yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayak orang yang normal” Yang termasuk penyandang cacat
dalam hal ini adalah penyandang cacat fisik (www.ditplb.or.id/ artikel definisi
tuna daksa, Oleh Direktorat Pembina Sekolah Luar Biasa / akses 22 mei 2008).
1
Jadi, tuna daksa dapat diartikan sebagai orang yang mengalami
kekurangan pada tubuhnya. Tuna daksa juga biasa diartikan sebagai cacat fisik.
Kekurangan pada tubuhnya tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya
hambatan bagi penyandang untuk dapat melakukan kegiatan layaknya orang
normal pada umumnya. terlebih lagi jika kegiatan tesebut berkaitan dengan
kemampuan fisik untuk pemenuhannya.
Karakteristik anak tuna daksa mempengaruhi penyesuaian diri dengan
lingkungannya dan kecenderungan untuk bersikap pasif, malu, rendah diri,
sensitif dan kadang-kadang muncul pula sikap egois terhadap lingkungannya.
(www.gemari.co.id/ anak tuna daksa perlu perhatian lebih, Oleh Carolina, S.Pd
/akses 22 mei 2008). Karakteristik tersebut sangat beralasan dapat muncul pada
anak tuna daksa karena pada dasarnya, saat kita berinteraksi dengan orang lain
hal-hal yang nampaklah yang menjadi perhatian utama orang seperti fisik.
Kesadaran bahwa kondisi fisiknya berbeda dengan fisik orang normal, menjadi
salah satu pemicu timbulnya kecenderungan anak tuna daksa menjadi kurang
percaya diri.
Anak tuna daksa memang agak cenderung tidak ″pede″ dan pemalu juga,
terlebih lagi pada orang yang baru mereka kenal. Pada awalnya mereka
lebih suka sendiri, jarang mau bicara, tapi kalo diajak ngomong dia bisa
menjawab dengan baik. Saya rasa kalau ditanya problem terbesar anak
tuna daksa adalah percaya diri yang kurang. Jika masalah percaya diri ini
bisa teratasi dengan baik, saya rasa hambatan-hambatan lain akan bisa
diminimalkan (wawancara dengan Rismiyati, Guru SLB ABCD Tunas
Kasih, Rabu 23 April 2008).
Jika hal itu terus dibiarkan maka akan mendorong anak untuk
memisahkan diri dari lingkungannya. Pandangan yang melihat anak tuna daksa
2
dan anak normal dari sudut kesamaan akan lebih banyak memberikan layanan
optimal untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak. Hal itu tentu
lebih baik, ketimbang pandangan yang semata-mata memandang anak hanya
dari segi kekurangannya saja.
Mengenai pandangan negatif orang tehadap kondisi fisik anak tuna daksa
sebagian besar penyandang cacat khususnya tuna daksa pernah mengalaminya.
Berikut pengalaman yang datang dari Sapto. Sapto adalah seorang penyandang
tuna daksa. Kedua kakinya mengecil sejak bayi akibat digerogoti virus polio.
Meski demikian ia tetap tegar dan semangat bekerja keras untuk menjalani
hidupnya. Masyarakat seringkali memandang para penyandang cacat secara
diskriminatif. Contohnya waktu dia masuk kedalam hotel bagian keamanan
langsung curiga. Dia dikira akan mengemis atau dapat melakukan tindakan yang
dapat mempermalukan tamu hotel yang lain. Hal itu tentu saja membuat Sapto
merasa
sangat
malu,
marah,
kesal
dan
merasa
sangat
direndahkan
(www.pikiran-rakyat.com/ Kapan kita ramah pada kaum difabel ?, Oleh Sapto
Nugroho / akses 22 mei 2008).
Melalui cerita Sapto, dapat diketahui bahwa masih ada orang yang sering
kali hanya memandang orang lain berdasarkan kelemahanya, sehingga yang
muncul adalah kritik dan cemoohan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan terkikisnya rasa percaya diri anak tuna daksa. Melalui
pengalaman Sapto dapat diketahui tingkat kesadaran masyarakat dalam
mengapresiasi masalah difabilitas (kecacatan) masih tergolong rendah.
Masyarakat pada umumnya belum menempatkan kaum tuna daksa adil dan
3
setara. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih enggan
menerima kaum tuna daksa dalam lingkungan sosial mereka.
Pengalaman lain datang dari seorang gadis Korea bernama Hee Ah Lee.
Dimasa kecilnya Ah lee pernah dihadapkan pada situasi, dimana ayahnya tidak
menginginkan keberadaannya sebagai anggota keluarga. Ah Lee terlahir dengan
keadaan fisik yang tidak sempurna. Kakinya tidak tumbuh normal dan kedua
tangannya hanya memiliki masing-masing dua jari. Ayah Ah Lee pernah
meminta sang Ibu untuk menyingkirkan Ah Lee bahkan jika perlu mengirim Ah
Lee keluar negeri agar tidak dapat bertemu lagi. Hal itu dilakukan oleh ayahnya
karena tidak tahan menanggung malu atas ketidaknormalan fisik Ah Lee.
Namun, dengan keteguhan hati Ibunya Ah Lee tetap dipertahankan. Meskipun
Ah Lee tidak jadi dipisahkan dari keluarganya, penderitaannya tidak berhenti
sampai disitu saja. Dikehidupan kesehariannya, menjadi bahan cemoohan
teman-temannya seperti sudah menjadi bagian dari hidupnya. Namun, berkat
dorongan dari ibunya Ah Lee tetap tegar menghadapinya dan berusaha
membangun rasa percaya dirinya untuk terus melanjutkan hidupnya. Perjuangan
Ah Lee tidak sia-sia kini ia berhasil menjadi seorang pianis profesional
(www.kickandy.com/ Mereka adalah orang-orang spesial, Oleh Tim Penulis
Kick Andy /akses 22 mei 2008 ).
Melalui pengalaman Ah Lee dapat diketahui bahwa keluarga khususnya
orang tua begitu besar pengaruhnya terhadap perkembangan sikap percaya diri
dan ketegaran anak yang dilahirkan dalam kondisi fisik yang tidak sempurna.
Anak tuna daksa banyak yang merasa kemampuan dirinya terbatas bahkan tidak
4
sedikit pula yang merasa bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa dan kurang
percaya diri karena keterbatasaan yang dimilikinya itu. Sikap orang tua sebagai
bentuk reaksi untuk menolong dan membantu anak tersebut sangatlah penting
dalam mempengaruhi kualitas watak dan keperibadian.
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instan,
melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, bersama orang tua.
Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun
faktor interaksi/komunikasi merupakan faktor yang sangat mendasar bagi
pembentukan rasa percaya diri (www.e- psikologi.com/dewasa/ artikel Memupuk
rasa percaya diri oleh Jacinta F. Rini / akses 13 Maret 2008).
Hal ini sesuai dengan pendapat Elizabeth Hurlock mengenai keluarga yang
merupakan bagian paling penting dari jaringan sosial anak. Keluarga merupakan
lingkungan pertama anak dan keluarga adalah orang-orang paling penting pada
tahun-tahun formatif awal (Hurlock,1978:200). Hubungan interpersonal yang
terjalin dengan orang tua dan anggota keluarganya yang lain menjadi dasar atau
landasan sikap bagi anak terhadap orang lain, lingkungan serta kehidupannya
secara umum. Keluarga adalah sebuah sarana komunikasi untuk anak.
Kebanyakan anak senang menceritakan pengalaman mereka, banyak bertanya,
mengekspresikan sesuatu yang mereka rasakan pada keluarga. Oleh sebab itu,
dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan sumber kekuatan yang dimiliki
anak tuna daksa, dimana dia dapat merasa nyaman, tenang, dicintai,
diperhatikan, diberi dukungan, dan dapat menolongnya memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Hal ini didukung pernyataan dari salah seorang guru SLB Tunas
Kasih Donoharjo beliau menyatakan,
Peran orang tua tentu saja sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak tuna
daksa, termasuk juga rasa percaya dirinya, yang sering kali menjadi hambatan
bagi anak dalam bergaul. Waktu anak itukan banyak dihabiskan di lingkungan
5
rumahnya dari pada disekolah, itu sebabnya peran keluarga atau orang tua sangat
besar pengaruhnya dalam sikap dan juga perilaku anak dalam kesehariannya
(wawancara dengan Drs. Surtarman, Guru SLB ABCD Tunas Kasih, Jumat 14
Maret 2008).
Oleh sebab itu, suasana dalam keluarga sangatlah penting dagi keperibadian
anak. Terlebih lagi setiap anak tuna daksa memiliki kebutuhan-kebutuhan
emosional khusus anak tuna daksa sangat bergantung pada kasih sayang,
perlindungan dan perhatian orang tua.
Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri merupakan tantangan dalam
melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimilikinya. Hal
tersebut merupakan rintangan utama dalam melakukan kepuasan hubungan
interpersonal bagi anak penyandang cacat termasuk didalamnya anak tuna
daksa. (www.gemari.or.id./artikel/ Anak tuna daksa perlu perhatian lebih, Oleh
Carolina, S.Pd /akses 22 mei 2008). Orang tua yang merupakan orang terdekat
anak menjadi sangat besar pengaruhnya dalam upaya melakukan kepuasan
hubungan interpersonal diantara kedua belah pihak (orang tua dan anak) dan
selanjutnya menumbuhkan rasa percaya diri anak. Dukungan, penerimaan, serta
kasih sayang ang diberikan oleh orang tua akan memberikan rasa nyaman
kemudian hal tersebut juga dapat membuat anak merasa berharga. Jika, anak
sudah mulai merasa dirinya berharga maka anak akan mulai tumbuh rasa
percara dirinya.
Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi
hubungan interpersonal barang kali yang paling penting (Rakhmat, 1999:119).
Hal itu dapat terjadi karena tidak adanya faktor-faktor yang dapat
menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik pada saat berkomunikasi
6
seperti percaya, sikap suportif dan sikap saling terbuka satu dengan yang
lainnya. Jika hubungan interpersonal sudah tercipta maka pada saat proses
komunikasi, diharapkan komunikator mampu menguasai situasi komunikasi
yang tengah terjadi. Maka dengan demikian, semakin baik hubungan
interpersonal antara komunikan maka komunikasi interpersonal yang dilakukan
dapat berjalan lebih efektif. Jika hubungan ini dapat dipertahankan maka
komunikan akan jauh lebih terbuka terhadap pesan-pesan/informasi yang
disampaikan oleh komunikator dan tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.
Komunikasi interpersonal adalah hubungan penuh makna orang per orang
yang terjadi secara diadik. Ketika orang saling melakukan (share) hubungan
interpersonal
dengan
orang
lain,
maka
seseorang
akan
mengalami
ketergantungan dengan orang lain (Gamble&Gamble,2005:233). Melalui
komunikasi interpersonal tanpa disadari bisa mempengaruhi sikap, pandangan
dan perilaku komunikan saat berinteraksi. Karena melalui komunikasi
interpersonal komunikator berusaha untuk mengenal lawan komunikasinya
bukan melalui atribut yang ada pada masing-masing komunikator melainkan
mengenal lawannya itu berbasarkan individu dan kemudian akan akan
mengetahui apa yang menjadi keinginannya, sehingga selanjutnya akan tercipta
kecocokan diantara komunikan tersebut.
Para orang tua harus mampu membangkitkan hubungan interpersonal yang
baik lebih dahulu sebelum melakukan komunikasi interpersonal lebih lanjut.
Dengan mulai dibinanya pendekatan interpersonal dengan membangun
hubungan interpersonal yang baik maka awal dari keberhasilan komunikasi.
7
Apabila hubungan baik telah tercipta maka orang tua dapat melanjutkan
upayanya untuk membangkitkan rasa percaya diri pada anaknya. Karena pada
dasarnya keterbukaan dan kemauan anak untuk menumbuhkan percaya dirinya
merupakan titik tolak bagi komunikator untuk mencapai tujuannya.
Alasan peneliti tertarik meneliti komunikasi interpersonal orang tua siswa
tuna daksa yang disekolahkan di SLB karena dengan menyekolahkan anak di
SLB berarti orang tua sudah berupaya membangun kepercayaan diri anak
dengan memberinya ruang agar dapat bersosialisasi dengan orang lain.
Disamping itu, SLB sendiri memiliki program yang terfokus pada pembinaan
kemampuan dalam bersosialisasi dengan lingkungan dan membina anak agar
lebih mandiri. Namun, pada kenyataannya masih terdapat anak yang kurang
percaya diri. Hal tersebut merupakan sebuah indikasi adanya masalah dalam diri
anak. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor yang mendasari peneliti memilih
judul penelitiannya.
Sedangkan pemilihan lokasi penelitian yakni, di SLB
ABCD Tunas Kasih Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakrta
didasari pada adanya siswa tuna daksa yang memiliki masalah dengan rasa
percaya diri disekolah. Hal tersebut ditandai dengan siswa yang kurang
memiliki kemauan dan kemampuan bergaul secara wajar.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana komunikasi interpersonal orang tua dengan siswa tuna daksa
dalam menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa tuna daksa SLB ABCD
Tunas Kasih di Desa Donoharjo,Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta ?
8
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh orang
tua dengan siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa tuna
daksa di SLB ABCD Tunas Kasih Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta.
2. Untuk menggambarkan hambatan yang dihadapi oleh orang tua dengan siswa
tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa tuna daksa SLB
ABCD Tunas Kasih Donoharjo,Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk kajiankajian komunikasi khususnya dalam bidang komunikasi interpersonal.
2. Akademis
Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
tambahan dan dapat dijadikan sebuah masukan dalam evaluasi tentang
komunikasi interpesonal pada orang tua dengan siswa tuna daksa terhadap
upayanya dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa di SLB ABCD
Tunas Kasih Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta.
D. Kerangka Teori
1. Komunikasi Interpersonal
Berkomunikasi secara interpersonal merupakan sebuah kebutuhan sosial
tidak bisa dipisahkan dari manusia. Manusia sebagai makhluk sosial
9
membutuhkan dan senantiasa berusaha menjalin komunikasi atau hubungan
dengan sesamanya. Karena ada sejumlah kebutuhan dalam diri manusia yang
hanya bisa dipenuhi lewat komunikasi dengan sesamanya.
Saat ini terdapat beberapa definisi komunikasi interpersonal yang
dikemukakan oleh para pakar komunikasi.
Menurut Dean C. Barnlund mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi
biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang atau tiga orang
atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak
terstuktur (dalam Skripsi Eko Pujiastutik,2005:9).
Adapun pengertian komunikasi interpersonal menurut Gamble & Gamble
(2005:233) yakni:
An interpersonal relationship is a meaningful dyadic person to person
connection when we share interpersonal relationship with another person,
we become interdependent with that person. (Gamble&Gamble, 2005:233 ).
Komunikasi interpersonal adalah sebuah hubungan penuh makna orang
perorang yang terjadi secara diadik. Ketika orang saling melakukan (share)
hubungan interpersonal dengan orang lain, maka seseorang akan saling
mengalami ketergantungan dengan orang lain.
Pendapat lain dari Josheph A. Devito, ia mengemukakan pengertian
komunikasi interpersonal ialah:
The process of sending and receiving massages between two persons, or
among a small group of persons, with some effect and some immediate
feedback. Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang
atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa umpan balik
seketika(dalam Effendi, 1993:60).
Secara humanistik efektivitas komunikasi interpersonal dapat dicapai jika
ada kemauan untuk membuka diri pada orang lain secara jujur, ada perasaan
memiliki dan pada akhirnya tercipta dukungan untuk memberikan respon terhadap
komunikasi yang tengah berlangsung. Sedangkan secara pragmatis, sebuah
10
efektivitas komunikasi interpersonal dapat dicapai jika ada keyakinan akan
potensi yang ada pada diri secara relaks dan fleksibel, ada suasana kebersamaan,
ada manajemen interaksi pesan, ekspresif terlebih pada bahasa verbal dalam
pengungkapannya dan juga memiliki orientasi lain yang dapat memudahkan
adaptasi dengan lawan bicaranya ( Devito,2001:259).
Pengungkapan dii mengacu pada pengungkapan diri secara sadar oleh
lawan dicara. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri
seseorang menurut DeVito (1997:62-63) adalah:
1. Besar Kelompok, pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam
kelompok kecil ketimbang dalam kelompok besar.
2. Perasaan menyukai, menurut Darlega dkk kita membuka diri pada
orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka
diri pada orang yang kita tidak sukai.
3. Efek Diadik, kita akan mengungkapkan diri bila orang yang bersama
kita
juga
mengungkapkan
diri.
Menurut
Berg
dan
Archer
pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan sebagai
tanggapan atas pengungkapan diri orang lain.
4. Kompetensi, menurut James McCroskey dan Lawrence Wheelees orang
yang berkompeten lebih banyak melakukan dalam pengungkapan diri
ketimbang orang yang kurang berkompeten.
5. Keperibadian, orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan
ekstropert (terbuka) melakukan pengungkapan diri lebih banyak
11
ketimbang mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih intropert
(tertutup).
6. Topik, kita cenderung lebih membuka diri tentang topik tertentu
ketimbang topik yang lain. Kita juga mengungkapkan informasi yang
bagus lebih cepat ketimbang informasi yang kurang baik.
7. Jenis kelamin, umumnya pria lebih kurang terbuka dibandingkan
dengan wanita.
Melalui faktor-faktor diatas dapat diketahui bahwa pengungkapan diri
hendaknya didorong oleh rasa berkepentingan atau keterikatan terhadap
hubungan interpesonal dengan orang-orang yang terlibat dalam pengungkapan
diri tersebut dan juga diri sendiri. Keterikatan hubungan interpersonal akan
membantu membuka peluang pengungkapan diri seseorang. Adanya hubungan
interpersonal yang baik akan memungkinkan seseorang untuk dapat
memahami kebutuhan satu sama lain. Sehingga, seseorang akan tidak merasa
canggung dalam mengungkapkan dirinya pada orang yang dekat dan
dipercaya.
Sedangkan menurut sifatnya pengertian komunikasi interpersonal dapat
dibagi kedalam dua jenis klasifikasi yakni:
a. Komunikasi Diadik ( Dyadic communication ).
Komunikasi diadik adalah komunikasi antar pribadi yang berlangsung
antara dua orang yakni seorang adalah kominikator yang menyampaikan
pesan dan seoarang lagi bertindak sebagai komunikan yang menerima
pesan.
12
b. Komunikasi Triadik ( triadic Communication ).
Komunikasi triadik adalah komunikasi antar pribadi yang pelakunya
terdiri dari tiga orang yakni, seorang komunikator dan yang dua orang
bertindak sebagai komunikan. Jika A menjadi komunikator, maka A yang
pertama menyampaikan pesan kepada komunikan B, kemudian dijawab
atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C secara dialogis (Effendy,
1993:62-64).
Adapun jenis klasifikasi komunikasi interpesonal yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis komunikasi diadik. Komunikasi yang terjadi
yakni, antara orang tua dengan anak yang terjadi secara berkelanjutan. Orang
tua dapat bertindak sebagai komunikator saat berinteraksi dengan anak,
sekaligus pada saat yang dibutuhkan oleh anak orang tua juga dapat menjadi
pendengar atau komunikan. Hal yang sama juga terjadi pada anak, pada saat
yang diinginkan anak dapat menjadi komunikator saat berinteraksi dengan orang
tua, sekaligus menjadi komunikan bagi orang tuanya.
3. Batasan komunikasi interpersonal
Komunikasi memiliki jenis dan batasannya sendiri sehingga dapat mudah
membedakannya dengan jenis komunikasi lainya. Batasan komunikasi yang ada
memberikan perbedaan dan karakter dari keseluruhan proses komunikasi
sehingga, dapat memudahkan untuk membedakan jenis komunikasi yang satu
dengan jenis komunikasi yang lain. selain itu, batasan komunikasi interpersonal
disini berguna bagi peneliti agar dapat tetap fokus pada kajian komunikasi
interpersonal yang akan diteliti. Adapun beberapa elemen batasan komunikasi
13
dalam menguraikan komunikasi interpersonal menurut De Vito (dalam
pratikno,1987:42-43) antara lain:
1. Adanya pesan-pesan baik verbal maupun non verbal. Adapun yang dimaksud
verbal ialah pesan yang disampaikan secara lisan. Sedangkan non verbal,
disampaikan melalui simbol, isyarat, perasaan dan penciuman.
2. Adanya orang atau sekelompok kecil orang, yang dimaksud disini apabila
orang berkomunikasi, paling sedikit akan melibatkan dua orang, tapi
mungkin juga akan melibatkan sekelompok kecil orang.
3. Adanya penerimaan pesan-pesan, yang dimaksud adalah dalam situasi
komunikasi interpersonal, tentu pesan-pesan yang dikirimkan oleh seseorang
harus dapat diterima oleh orang lain.
4. Adanya efek. Efek disini mungkin berupa suatu persetujuan mutlak atau
ketidaksetujuan
mutlak,
mungkin
berupa
pengertian
mutlak
atau
ketidakmengertian mutlak.
5. Adanya umpan balik, yang dimaksud adalah balikan atau pesan-pesan yang
dikirim kembali oleh si penerima, baik secara sengaja atau tidak sengaja.
4. Hubungan interpersonal
Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi
hubungan interpersonal barang kali yang paling penting (Anita Tylor dalam
Rakhmat,1999:119). Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa salah satu penyebab
dari rintangan komunikasi interpersonal yang dapat terjadi diantara komunikan
yakni, hubungan interpersonal yang kurang baik. Sebaliknya, komunikasi
interpersonal yang terjadi antar komunikan akan efektif jika, diantara
14
komunikan tersebut tercipta hubungan interpersonal yang baik satu sama lain.
Hal tersebut dapat terjadi karena setiap kita melakukan komunikasi, kita bukan
hanya menyampaikan pesan tetapi juga menentukan hubungan interpersonal itu
sendiri.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan makin baik
hubungan hubungan interpersonal, maka makin terbuka orang untuk
mengungkapkan dirinya, makin cermat pula persepsinya tentang orang lain dan
persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara
komunikan (Rakhmat,1999:119).
Adapun faktor-faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal
menurut Jalaluddin Rakhmat (1999: 129:136) yakni:
a. Percaya
Percaya didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki. Hal tersebut dikarenakan percaya
meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi,
memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang
komunikan
untuk
mencapai
maksudnya
(Rakhmat,1999:129).
Menurut
Jalaluddin Rakhmat sikap percaya ini dibentuk oleh tiga faktor utama yakni
menerima, empati dan kejujuran.
1). Menerima
Menurut Anita Tylor (dalam Rakhmat,1999:131) menerima adalah
kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa
berusaha mengendalikan.
15
2). Empati
Menurut
Jalaluddin
Rakhmat
(1999:132),
berempati
artinya
membayangkan diri pada kejadian yang menimpa orang lain. Melalui
empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan
seperti orang lain merasakannya.
3). Kejujuran
Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga. Hal ini dapat
mendorong orang lain untuk percaya pada kita (Rakhmat,1999:133).
Orang akan cendeung menaruh kepercayaan pada orang yang jujur,
orang akan cencerung tidak mempercayai orang yang tidak jujur.
b. Sikap suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang akan bersikap defensif dalam komunikasi, bila ia tidak
jujur dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi
interpersonal akan gagal (Rakhmat, 1999:133)
c. Sikap terbuka.
Sikap terbuka (open-mindednes) menurut Rakhmat (1999:136) amat
besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang
efektif. Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan
hubungan interpersonal yang efektif maka komunikasi yang dilakukan harus
terbuka.
16
5. Percaya Diri
Hampir semua orang sebenarnya memiliki masalah dengan istilah percaya
diri. Ada orang yang merasa belum percaya diri hampir dikeseluruhan wilayah
hidupnya. Hal ini biasanya disebabkan oleh berbagai permasalahan seperti,
depresi, hilang kendali, merasa tidak berdaya menatap kehidupan, dan masih
banyak permasalahan yang lain (Rakhmat,2005:109). Orang yang merasa
belum percaya diri dengan apa yang dilakukannya atau dengan apa yang
ditekuninya. Kemudian, ketika menghadapi situasi atau keadaan tertentu.
Menumbuhkan rasa percaya diri bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi
jika memiliki kekurangan yang sangat disadari atau begitu tampak seperti
kelainan pada fisik. Individu terkadang merasa belum percaya diri dengan apa
yang dilakukannya atau dengan apa yang ditekuninya serta ketika menghadapi
situasi atau keadaan tertentu. Oleh sebab itu, untuk menumbuhkannya harus
dimulai dari diri sendiri. Hal ini menjadi penting artinya mengingat percaya diri
merupakan masalah individu. Oleh sebab itu, hanya individu yang
bersangkutanlah yang dapat mengatasi rasa kurang pecaya diri dalam dirinya.
Namun, dalam upaya perwujudannya individu juga membutuhkan dukungan,
motivasi maupun perhatian dari orang-orang yang dekat dengannya atau
keluarga. Keluarga yang menunjukan dukungan, kasih sayang serta perhatian,
akan turut menumbuhkan rasa percaya diri individu. Sikap-sikap tersebut
menjadikan individu merasa dirinya berharga bagi keluarganya.
Menurut oleh De Vito (1997:264) komunikator yang efektif memiliki
kepercayaan diri sosial, perasaan cemas tidak mudah dilihat oleh orang lain.
17
komunikator yang efektif selalu merasa nyaman dengan orang lain dan merasa
nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Kualitas ini juga
memungkinkan pembicara berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang
yang gelisah, pemalu, atau khawatir dan membuat mereka merasa lebih
nyaman. Komunikator yang secara sosial memiliki kepercayaan diri bersikap
santai, tidak kaku dan fleksibel dalam suara dan gerak tubuh, tidak terpaku pada
nada suara tertentu dan gerak tubuh tertentu, terkendali, tidak gugup atau
canggung. Pendapat mengenai percaya diri juga datang dari Ubaydillah
(www.e-psikologi.com/dewasa/ Artikel Bagaimana Menjadi Percaya diri, Oleh
Ubaydillah/ akses 22 mei 2008) ia mengatakan, orang yang memiliki
kepercayaan diri tinggi memiliki perasaan positif terhadap dirinya dan memiliki
keyakinan kuat atas dirinya. Orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi akan
cenderung berkesimpulan bahwa dirinya mampu menghadapi masalah dan
yakin akan mampu menyelesaikannya dengan baik.
Melalui pernyataan De Vito dan Ubaydillah diatas dapat diketahui bahwa
komunikator yang efektif atau memiliki rasa percaya diri yang tinggi cenderung
lebih terkendali dalam banyak hal seperti, mampu mengontrol perasaan cemas
saat berkomunikasi dengan orang lain. Orang yang percaya diri akan lebih
mudah beradaptasi dalam pergaulan karena merasa nyaman, sehingga dapat
membawa suasana menjadi tidak tegang, tidak kaku, tetapi justru menjadi lebih
santai, hangat dan bersahabat dalam berkomunikasi. Orang yang memiliki rasa
percaya diri tinggi juga diketahui cenderung lebih optimis dalam menghadapi
18
suatu masalah karena yakin akan kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan baik.
Menurut De vito (1997:264) ketegangan, ketakutan, kecanggungan,
mengisyaratkan
ketidakmampuan
ketiadaan
kendali,
mengendalikan
yang
lingkungan
selanjutnya
atau
mengisyaratkan
orang
lain
serta
mengisyaratkan orang itu berada dalam kekuasaan atau kendali pihak luar.
Pendapat mengenai percaya diri juga datang dari Ubaydillah (www.epsikologi.com/dewasa/ Artikel Bagaimana Menjadi Percaya diri, Oleh
Ubaydillah/ akses 22 mei 2008) ia mengatakan, orang yang memiliki
kepercayaan diri rendah atau kehilangan kepercayaan diri memiliki perasaan
negatif terhadap dirinya, memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan yang
dimilikinya.
Melalui pernyataan De Vito dan Ubaydillah diatas dapat diketahui bahwa
percaya diri yang negatif merupakan keinginan untuk menutup diri, selain
karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan terhadap
kemampuan diri sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa
dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri
akan sebisa mungkin untuk menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain
akan mengejeknya atau menyalahkannya. Orang yang memiliki kepercayaan
diri rendah akan cenderung merasa tidak memiliki daya atau kemampuan yang
memadai untuk melakukan berbagai hal. Orang yang kurang percaya diri juga
cenderung tidak berani mencoba hal-hal baru, karena takut akan resiko yang
akan diterima. Oleh sebab itu, orang yang kurang memiliki rasa percaya diri
19
akan cenderung berupaya menghindari resiko, dengan berupaya sebisa mungkin
menghindari komunikasi dengan orang lain karena rasa ketakutan akan diejek
oleh lawan komunikasinya.
Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication
apprehension orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari
pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasa dan hanya akan bicara
bila terdesak saja. orang-orang yang aprehensif dalam berkomunikasi
cenderung dianggap tidak menarik. Disekolah mereka cenderung malas, karena
itu cenderung gagal secara akademis (Rakhmat,2005:109).
6. Tuna Daksa
Tuna Daksa berasal dari kata ”Tuna” yang berarti rugi, kurang, dan ”Daksa”
tubuh. Penyandang cacat menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 didefinisikan
sebagai “setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/mental yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya” Yang termasuk penyandang cacat dalam hal ini
adalah penyandang cacat fisik (www.ditplb.or.id/ artikel definsi tuna daksa, Oleh
Direktorat Pembina Sekolah Luar Biasa /akses 22 mei 2008).
Jadi, tuna daksa dapat diartikan sebagai orang yang mengalami
kekurangan pada tubuhnya. Tuna daksa juga biasa diartikan sebagai cacat fisik.
Kekurangan pada tubuhnya tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya
hambatan bagi penyandang untuk dapat melakukan kegiatan layaknya orang
normal pada umumnya. Terlebih lagi, jika kegiatan tesebutberkaitan dengan
kemampuan fisik untuk pemenuhannya. Menurut Hidayat (1988:8) walaupun
dalam kondisi tuna daksa yang berat tapi anak-anak tuna daksa dapat
mengembangkan kemampuan kognisinya, serta mampu memahami bendabenda dan orang yang ada di sekitarnya, namun untuk dapat berkembang
20
seperti itu anak tuna daksa harus selalu diberi kesempatan berinteraksi dengan
orang lain dan lingkungannya.
Kekhususan atau ketunaan yang dimiliki oleh anak tuna daksa tentunya
memerlukan perhatian dari orang tua sebagai orang terdekat anak. Karena pada
dasarnya anak tuna daksa memerlukan perhatian, kasih sayang, penerimaan,
serta ketenangan berasa dilingkungannya.
Penggolongan anak tuna daksa dapat dibagi kedalam dua kelompok
berdasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang dialami oleh
penderita tuna daksa. Adapun kelompok tersebut menurut Prof. DR. R.
Soeharto(1993 : 163) yakni, kelompok system otot dan rangka didasarkan pada
letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki,
tangan dan sendi, dan tulang belakang.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yakni prosedur penelitian masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek/obyek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya (Nawawi,2007:35&67). Menurut Moleong (2001:6) dalam
jenis penelitian deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka. Data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen
resmi lainnya, kemudian dianalisis sejauh mungkin dalam bentuk aslinya.
21
2. Lokasi Penelitian
Di dalam tulisan ini, penulis lebih menyoroti komunikasi interpersonl orang
tua dengan siswa tuna daksa. Oleh sebab itu, peneliti mengambil lokasi
penelitian di SLB Tunas ABCD Kasih Donoharjo,Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta. Adapun pemilihan lokasi tersebut dikarenakan disekolah tersebut
terdapat siswa Tuna Daksa yang memiliki masalah dengan rasa percaya dirinya.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi.
Observasi yaitu, melakukan pengamatan langsung pada obyek penelitian
yang berhubungan dengan intensitas komunikasi interpersonal orang tua
siswa tuna daksa dalam menumbuhkan rasa percaya diri. Untuk memperolah
data-data yang berkaitan dengan objek penelitian serta gambaran umum objek
penelitian. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan
dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula sebagai peneliti
menjadi sumber data, pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan
yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun pihak subjek
(Moleong,2001:126). Observasi yang dilakukan oleh peneliti ini untuk
memperoleh data mengenai komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh
orang tua terhadap anaknya yang merupakan penyandang tuna daksa dalam
upaya menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri anak.
b. Wawancara.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
22
pertanyaan dan yang diwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu (Moleong,2001:135). Melalui wawancara peneliti berupaya
mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan bahasan penelitian
dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada informan yang dilakukan
secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Adapun yang diwawancarai
dalam penelitian ini yakni, dua pasang informan yang telah dipilih terdiri dari
orang tua dengan siswa tuna daksa dan guru sebagai pelengkap informasi.
c. Studi Dokumentasi.
Teknik ini adalah cara mengumpulkan data penunjang penelitian. Datadata yang dimaksud adalah yang bekaitan dengan data sekunder maupun data
primer. Data primer dapat diperoleh secara langsung, sedangkan data-data
yang sifatnya sekunder diperoleh melalui peninggalan tertulis, yang dapat
diperoleh melalui beberapa jenis media. Terutama berupa arsip-arsip termasuk
juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum, selain melalui buku
dapat juga diperoleh melalui media internet dan media informasi lainnya
(Nawawi,2007:141).
4. Teknik Pengambilan Informan
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling yaitu, sampel yang ditetapkan sengaja oleh peneliti tidak melalui
proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan pada teknik random. Anggota
sampel dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya (Usman &
Setiyadi, 2003 :186).
23
Pada penelitian ini ada 2 (dua) orang siswa tuna daksa dengan orang tua
masing-masing anak yang dijadikan sampel. Sampel tersebut yakni, Irfan Hadi
Nugroho,10 tahun, dengan kelainan terletak pada tangan. Irfan adalah putra dari
pasangan Sumaryono.HS dan Dwi Antari, keduanya bekerja sebagai Petani.
Sampel yang satunya lagi bernama Dimas Aulia Romadon, 10 tahun, dengan
kelainan terletak pada tangan dan kakinya. Dimas merupakan putra dari
pasangan Baryadi dan Nur Alimah. Sama dengan orang tua Irfan, orang tua
Dimas juga bekerja sebagai Petani. Penetapan sampel ini selain dilihat dari
siswa yang masuk kedalam kategori tuna daksa, penetapan sampel juga didasari
pada sikap anak yang menunjukan adanya rasa kurang percaya diri. Sehingga
dengan demikian diharapkan maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
yaitu, analisis yang dapat menghasilkan data deskriptif yang berupa kata tertulis
atau
lisan
dari
orang-orang
dan
perilaku
yang
dapat
diamati
(Sugiyono,1999:78). Metode analisis datanya adalah analisis data kualitatif,
dimana dalam analisis kualitatif ini tidak menjelaskan suatu korelasi antara
variabel. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga metode ini lebih peka dan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
24
Adapun langkah-langkah analisis data menurut Miles dan Huberman
(1992:15-21) adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
didapat dari catatan tertulis yang didapat langsung dari lapangan.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data
dengan sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat
ditarik dan diverifikasi.
b. Penyajian Data
Kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian
data, kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan lebih jauh, menganalisis ataukah mengambil tindakan
berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian data
tersebut.
c. Menarik kesimpulan
Pada proses penelitian peneliti mulai mencari makna dari data-data
yang terkumpul. Selanjutnya peneliti mulai mencari arti dan
penjelasannya, kemudian menyususun pola-pola hubungan tertentu
kedalam suatu satuan informasi yang mudah dipahami dan ditafsirkan.
Data-data yang terkumpul disusun kedalam satuan-satuan, kemudian
25
dikategorikan sesuai dengan masalah-masalahnya. Data tersebut
dihubungkan dan dibandingkan antara satu sama lain sehingga mudah
disimpulkan sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang ada.
6. Validitas Data
Trianggulasi merupakan sumber data untuk mengecek data yang telah
dikemukakan. Selain itu, trianggulasi data adalah upaya untuk mengecek
kebenaran data tertentu dangan data yang diperoleh dari sumber lain
(Moleong,2001:178 ).
Pendapat tersebut mengandung makna bahwa dengan menggunakan
metode trianggulasi dengan mempertinggi validitas, akan memberi hasil
penelitian sebagai pelengkap apabila data yang diperoleh dari sumber pertama
masih ada kekurangan. Hal ini akan membuat data yang diperoleh ini semakin
dapat dipercaya. Oleh sebab itu, data yang dibutuhkan tidak hanya dari satu
sumber saja tetapi berasal dari sumber-sumber lain yang terkait dengan subyek
penelitian. Disisi lain, trianggulasi data adalah cara memperoleh data dengan
jalan membandingkan data dengan hasil wawancara dan hasil pengamatan
maupun dokumentasi yang diperoleh dari penelitian.
26
Download