BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dukungan Sosial Neergaard

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dukungan Sosial
Neergaard, Shaw, dan Carter (2005) mengartikan dukungan sosial
sebagai sumber yang tersedia terdiri dari jaringan teman dan kenalan
(jaringan sosial) yang membantu seseorang untuk mengatasi masalahmasalah sehari-hari atau krisis yang serius.
Sedangkan Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non verbal,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang
akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa
kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau
berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang merasa
memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena
diperhatikan, mendapat kesan atau saran yang menyenangkan pada dirinya.
Dukungan sosial adalah keyakinan individu akan ketersediaan
dukungan sosial dari keluarga, teman dan orang-orang terdekat (significant
others) sewaktu ia membutuhkan (Zimet, Dahlem, Zimet & Farley, 1988).
Sarason (dalam Khusnia & Rahayu, 2006) mengatakan bahwa
dukungan sosial adalah keberadaan, kepedulian, kesediaan dari orangorang yang dapat diandalkan, menghargai, dan menyayangi.
Dimatteo dan Martin (2002) menyebutkan bahwa dukungan sosial
merupakan suatu dukungan atau bantuan dari individu seperti teman,
keluarga, tetangga, rekan kerja, ahli profesional, dan pasangan hidup.
Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah suatu kesenangan
yang dirasakan sebagai perhatian, penghargaan atau pertolongan yang
diterima dari orang lain atau suatu kelompok.
Lingkungan yang memberikan dukungan sosial tersebut adalah
keluarga, kekasih dan anggota masyarakat. Banyak efek dari dukungan
sosial karena dukungan sosial dapat secara positif pula memulihkan kondisi
fisik maupun psikologis seseorang, baik itu secara langsung maupun tidak
langsung (Smet, 1994).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
adalah kesediaan orang-orang dalam memberikan perhatian, keperdulian
baik dalam bentuk emosi dan tingkah laku.
2.1.1 Bentuk dukungan Sosial
House (dalam Ashriati, Alsa, Suprihatin, 2006), membedakan
empat jenis dukungan sosial yaitu : dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif.
A. Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap
orang yang bersangkutan.
B. Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk
individu yang bersangkutan, dorongan maju atau persetujuan
dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif
individu tersebut dengan orang lain.
C. Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung, seperti memberikan bantuan berupa
alat-alat bantu untuk keperluan sehari-hari.
D. Dukungan informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran
dan umpan balik.
Sedangkan menurut Sarafino (2006) membedakan dukungan
sosial atas empat bentuk mendasar, yaitu:
A. Dukungan emosi atau penghargaan, yaitu meliputi empati,
kepedulian, perhatian, penghormatan positif dan semangat
kepada seseorang. Dukungan emosi memberikan rasa nyaman,
jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika seseorang dalam situasi
stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada seseorang
yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu
seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai.
B. Dukungan instrumental atau alat, yaitu meliputi bantuan langsung,
seperti ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada
orang tersebut atau menolong memberi pekerjaan ketika orang
tersebut membutuhkan pekerjaan.
C. Dukungan informasi, yaitu meliputi memberikan nasihat, arahan,
saran atau umpan balik mengenai bagaimana orang tersebut
bekerja, contohnya seseorang yang sedang sakit mendapat
informasi dari keluarga atau dokter bagaimana mengatasi
penyakit, atau seseorang yang menghadapi keputusan sulit dalam
pekerjaannya, mendapat umpan balik atas idenya dari rekan kerja.
D. Dukungan persahabatan, yaitu mengacu pada ketersediaan orang
lain untuk menghabiskan waktu bersama orang tersebut, dengan
demikian memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok
untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas sosial.
2.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Sosial
Menurut Reis (dalam Suhita, 2005) ada tiga faktor yang
mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu:
1.
Keintiman
Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada
aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang
maka dukungan yang diperoleh semakin besar.
2. Harga Diri
Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain
merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan
menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang
bersangkutan tidak mampu lagi berusaha.
3. Keterampilan Sosial
Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan
sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang
luas pula. Sedangkan individu yang memiliki jaringan individu yang
kurang luas memiliki keterampilan sosial rendah.
2.2 Teori Kepercayaan diri
Menurut Santrock (2003), percaya diri adalah dimensi evaluatif yang
menyeluruh dari diri. Percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau
gambaran diri.
Hasan (2002) menjelaskan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan
akan kemampuan diri sendiri secara adekuat dan menyadari kemampuankemampuan yang dimiliki serta dapat memanfaatkannya secara tepat.
Sedangkan menurut Fatimah (2006), kepercayaan diri diartikan
sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun
lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa
individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang
diri, tetapi dengan adanya rasa kepercayaan diri akan merujuk adanya
perasaan yakin mampu, memiliki kompetensi dan percaya bahwa dia bisa
karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan
yang realistik terhadap diri sendiri. Komponen dari kepercayaan diri adalah
percaya akan kemampuan diri sendiri, berani menjadi diri sendiri,
mempunyai cara pandang yang positif dan memilki harapan yang realistis.
Lauster (2002) menyatakan kepercayaan diri merupakan suatu sikap
atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga individu yang
bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas
melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala
perbuatan yang dilakukan, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan
orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan
berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri.
Percaya diri yang kuat sebenarnya hanya merujuk pada adanya
beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki
kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa, karena didukung
oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik
terhadap diri sendiri. Bagi mereka yang kurang percaya diri, setiap
kegagalan mempertegas rasa tidak mampu mereka (Lauster, 2002).
Lie (2003) mengungkapkan bahwa seseorang yang percaya diri
dapat menyelesaikan tugasnya atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan
perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian dan
kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai
pilihan, serta membuat keputusan sendiri merupakan perilaku yang
mencerminkan percaya diri.
Berdasarkan uraian diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa
kepercayaan diri adalah kondisi dimana individu dapat mengevaluasi
keseluruhan
dari
dirinya
sehingga
memberi
keyakinan
kuat
pada
kemampuan dirinya untuk melakukan tindakan dalam mencapai berbagai
tujuan di dalam hidupnya.
2.2.1 Ciri-Ciri Kepercayaan Diri
Menurut
Hurlock
(2004)
ciri-ciri
individu
yang
memiliki
kepercayaan diri adalah mempunyai sikap yang tenang dan seimbang
dalam situasi sosialnya. Lauster (dalam Ashriati, Alsa, Suprihatin,
2006)
menjelaskan
mengenai
seseorang
yang
mempunyai
kepercayaan diri memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Percaya pada kemampuan sendiri
Suatu keyakinan
atas diri
sendiri
terhadap
segala
fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan
individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang
terjadi tersebut. Kemampuan adalah potensi yang dimiliki
seseorang untuk meraih atau dapat diartikan sebagai bakat,
kreativitas, kepandaian, prestasi, kemimpinan dan lain-lain yang
dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Kepercayaan atau keyakinan
pada kemampuan yang ada pada diri seseorang adalah salah satu
sifat orang yang percaya diri. Apabila orang yang percaya diri telah
meyakini
kemampuan
dirinya
dan
sanggup
untuk
mengembangkannya, percaya diri akan timbul bila kita melakukan
kegiatan yang bisa kita lakukan. Artinya keyakinan dan percaya
diri itu timbul pada saat seseorang mengerjakan sesuatu dengan
kemampuan yang ada pada dirinya.
2. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan
Dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri
yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan
orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.
Individu terbiasa menentukan sendiri tujuan yang bisa dicapai,
tidak
selalu
harus
bergantung
pada
orang
lain
untuk
menyelesaikan masalah yang ia hadapi, serta mempunyai banyak
energi dan semangat karena mempunyai motivasi yang tinggi
untuk bertindak mandiri dalam mengambil keputusan seperti yang
ia inginkan dan butuhkan.
3. Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri
Adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik
dari
pandangan
maupun
tindakan
yang
dilakukan
yang
menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri. Sikap menerima diri
apa adanya itu akhirnya dapat tumbuh berkembang sehingga
orang percaya diri dan dapat menghargai orang lain dengan
segala kekurangan dan kelebihannya. Seseorang yang memiliki
kepercayaan diri, jika mendapat kegagalan biasanya mereka tetap
dapat meninjau kembali sisi positif dari kegagalan itu. Setiap orang
pasti pernah mengalami kegaglan baik kebutuhan, harapan dan
cita-cita. Untuk menyikapi kegagalan dengan bijak diperlukan
sebuah keteguhan hati dan semangat untuk bersikap positif.
4. Berani mengungkapkan pendapat
Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu
dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa
adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pegungkapan
tersebut. Individu dapat berbicara di depan umum tanpa adanya
rasa takut, berbicara dengan memakai nalar dan secara fasih,
dapat berbincang-bincang dengan orang dari segala usia dan
segala jenis latar belakang. Serta menyatakan kebutuhan secara
langsung dan terusterang, berani mengeluh jika merasa tidak
nyaman dan dapat berkampanye didepan orang banyak.
Sedangkan menurut Fatimah (2006) ciri-ciri individu yang
memiliki kepercayaan diri yang proporsional, diantaranya adalah:
a.
Percaya
akan
kemampuan
diri
sendiri,
sehingga
tidak
membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa
hormat dari orang lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis demi diterima
oleh orang lain atau kelompok.
c.
Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain.
d.
Punya kendali diri yang baik tidak moody dan emosi stabil.
e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan, tergantung dari usaha sendiri dan tidak mudah
menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung pada
bantuan orang lain).
f.
Mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri,
dan situasi diluar dirinya.
2.2.2 Faktor-Faktor Perkembangan Kepercayaan diri
Salah satu aspek pribadi yang berpengaruh dalam membentuk
kepribadian seseorang adalah aspek kepercayaan diri. Setiap individu
sangat memerlukan kepercayaan diri untuk mengembangkan potensipotensi yang dimilikinya, dan kepercayaan diri seseorang dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Santrock (2003) menjelaskan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yang antara lain yakni:
1.
Penampilan fisik
Seseorang yang memiliki anggota badan yang lengkap dan tidak
memiliki cacat/kelainan fisik tertentu akan cenderung memiliki rasa
percaya diri yang kuat dari pada seseorang yang memiliki
cacat/kelainan fisik tertentu.
2.
Penerimaan sosial atau penilaian teman sebaya
Seseorang yang mendapatkan penerimaan sosial dari teman
sebaya secara positif maka akan lebih percaya diri dalam
melakukan sesuatu, karena penerimaan sosial atau penilaian
teman
sebaya
yang
positif
akan
mempengaruhi
seseorang terhadap suatu obyek secara positif.
persepsi
3.
Faktor orang tua dan keluarga
Dukungan orang tua seperti rasa kasih sayang, penerimaan dan
memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dengan batasan
tertentu serta keadaan keluarga yang baik sangat mempengaruhi
pembentukan rasa percaya diri seseorang.
4. Prestasi
Seseorang yang memiliki kecerdasan dan wawasan yang tinggi
akan menghasilkan suatu prestasi yang baik dan meningkat
sehingga kemudian juga meningkatkan percaya dirinya (Santrock,
2003).
Dari beberapa pernyataan mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepercayaan diri yaitu penampilan fisik yang sangat
berpengaruh besar terhadap kepercayaan diri karena penampilan fisik
merupakan patokan diri seseorang dan gambaran yang ada di dalam
diri individu untuk melihat kelebihan dan kekurangan yang ada didalam
diri, pola asuh yang diterapkan oleh orangtua didalam suatu keluarga,
interaksi dengan lingkungan bagaimana kita dapat beradaptasi di
dalam lingkungan, prestasi yang telah didapat atau yang dicapai
seseorang sehingga dalam pencapaian tujuan didalam diri.
2.3 Tuna Daksa
Menurut
Mangunsong
(2009),
tuna
daksa
diartikan
sebagai
ketidakmampuan tubuh secara fisik untuk menjalankan fungsi tubuh seperti
dalam keadaan normal. Termasuk dalam hal ini adalah cacat fisik bawaan
seperti anggota tubuh yang tidak lengkap, anak yang kehilangan anggota
badan karena amputasi, anak dengan gangguan neuromuscular seperti
cerebral palsy, anak dengan gangguan sensomotorik (alat penginderaan)
dan anak-anak yang menderita penyakit kronis.
Sementara
tuna daksa
menurut Somantri (2005) adalah suatu
keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau
hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal.
Kondisi ini disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Tuna daksa sering juga diartikan
sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi
kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri
sendiri.
Berdasarkan uraian diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa tuna
daksa adalah individu yang lahir dengan cacat fisik bawaan, kehilangaan
anggota tubuh, badan, kelainan motorik karena kerusakan syaraf dan
kekurangan yang menetap sehingga mereka dapat perlakuan yang khusus.
2.3.1 Penyebab Tunadaksa:
Somatri (2007), menyebutkan penyebab terjadinya tuna daksa
timbul karena beberapa faktor yaitu :
A. Faktor yang timbul sebelum kelahiran:
1. Faktor keturunan
2. Trauma dan infeksi pada waktu kehamilan
3. Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak
4. Pendarahan pada waktu kehamilan
5. Keguguran yang dialami ibu
B. Faktor yang timbul setelah kelahiran:
1. Penggunaan alat-alat pembantu kelahiran (seperti tang, tabung,
vacum) yang tidak lancar
2. Penggunaan obat bius pada waktu kelahiran
C. Faktor yang timbul sesudah kelahiran:
1. Infeksi
2. Trauma
3. Tumor
2.3.2 Klasifikasi Tunadaksa
Menurut Koening (dalam Somantri, 2007), tunadaksa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang
merupakan keturunan, meliputi:
1. Club-foot: kaki seperti tongkat.
2. Club-hand: tangan seperti tongkat.
3. Polydctylism: jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan
atau kaki.
4. Torticolis: gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka.
5. Syndactylism: jari-jari yang berselaput atau menempel satu
dengan yang lainnya.
6. Cretinism: kerdil atau katai.
7. Mycrocepalus: kepala yang kecil, tidak normal.
8. Hydrocepalus: kepala yang besar karena adanya cairan.
9. Herelip: gangguan pada bibir dan mulut.
10.Congenital amputation: bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh
tertentu.
B. Kerusakan pada waktu kelahiran :
1. Erb’s palys: kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau
tertarik waktu kelahiran.
2. Fragilitas osium: tulang yang rapuh dan mudah patah.
C. Kerusakan Akibat terjadinya infeksi :
1. Tuberkolosis tulang: menyerang sendi paha sehingga menjadi
kaku.
2. Osteomyelitis: radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang
karena bakteri.
3. Poliomyelitis:
infeksi
virus
yang
mungkin
menyebabkan
kelumpuhan.
4. Tuberkolosis pada lutut atau sendi lain.
D. Kondisi yang terjadi akibat traumatik :
1. Amputasi: anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan.
2. Kecelakaan akibat luka bakar.
3. Patah tulang.
Keaneragaman penyebab terjadinya cacat fisik akan membawa
pengaruh yang berbeda bagi para penyandangnya. Perbedaan ini terutama
berkaitan dengan kepercayaan diri mereka berdasarkan kelanjutan yang
dirasakan akibat cacat yang ada didalam diri. Sehingga terlihat perbedaan
yang tampak lebih jelas dari penyebab terjadinya kecacatan yang mereka
alami.
2.4 Kerangka Berpikir
Kondisi fisik sangat berperan bagi seseorang ketika melakukan interaksi
sosial. Sementara penyandang tuna daksa memiliki keterbatasan fisik. Hal
ini berperan terhadap interaksi mereka dengan lingkungannya.
Dukungan sosial merupakan hal yang berperan dalam membantu
penyandang tuna daksa untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya dalam
melakukan interaksi sosial di lingkungan masyarakat.
Karena itu peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungannya antara
dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada penyandang tuna daksa di
dalam kehidupannya.
Memiliki tubuh yang sempurna adalah impian bagi setiap individu,
namun pada kenyataannya tidak semua individu dapat menggapai impian
tersebut. Lahir dengan keadaan cacat atau memiliki tubuh dengan ketidak
sempurnaan pada anggota tubuhnya merupakan salah satu pukulan
kenyataan yang harus dijalani dan sangat membutuhkan kebesaran jiwa
dalam menghadapinya.
Kecacatan yang dirasakan oleh individu penyandang tuna daksa
sangat berpengaruh dengan interaksi sosialnya, karena melihat keadaan
tubuhnya yang cacat, penyandang tuna daksa, cenderung menarik diri dari
lingkungannya,
dan merasa diri tidak
berguna.
Karena itu dalam
kehidupannya penyandang tuna daksa membutuhkan dukungan sosial yang
dapat membantu dirinya untuk menumbuhkan percaya dirinya, sehingga
penyandang tuna daksa merasa mampu dan berguna untuk menjalani
hidupnya seperti individu normal lainnya.
Download