PENINGKATAN KUALITAS BELAJAR SISWA MELALUI

advertisement
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
PENINGKATAN KUALITAS BELAJAR SISWA MELALUI
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BERORIENTASI GAYA KOGNITIF DAN
BERWAWASAN KONSTRUKTIVIS
I Made Ardana
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Undiksha
Abstrak
Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan suatu
pembelajaran matematika yang berorientasi gaya kognitif dan
berwawasan konstruktivis yang mampu meningkatkan kualitas
belajar siswa. Data penelitian terdiri dari data tentang gaya
kognitif yang dimiliki siswa, data tentang validitas, kepraktisan,
dan keefektifan pembelajaran dan perangkatnya, data aktivitas
siswa dalam mengikuti pembelajaran, prestasi belajar siswa, dan
data tentang tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: lembar validasi,
tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan catatan harian yang
kemudian dianalisis secara deskriftif. Hasil analisis ini selanjutnya
dibandingkan dengan kriteria yang ada. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa diperolehnya pembelajaran matematika yang
berorientasi gaya kognitif dan berwawasan konstruktivis yang
valid, praktis, dan efektif. Dengan kata lain pembelajaran
matematika yang dihasilkan dapat meningkatkan kualitas belajar
siswa.
Kata-kata kunci: kualitas belajar siswa, gaya kognitif, dan
konstruktivis.
Abstract
The aim of this research is to develop a mathematics instruction
oriented on cognitive style and constructivist knowledge which
can Students’ Learning Quality. The data of research consist of:
data about student’s cognitive style, data about validity, practical,
and effectiveness of instruction and its peripheral, student’s
activity in following instruction, student’s achievement, and data
about students’ response toward the instruction implementation.
Each data were collected through: sheet validation, test,
observation, interview, questioner, and analyzed daily paper
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
1
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
descriptively. Then, the result of this analysis is compared to
existing criteria. Result of research indicates the obtaining of
mathematics instruction oriented on cognitive style and based on
constructivist be validity, practical, and effective. Equally yielded
mathematics instruction can improve the students’ learning
quality.
Key Words: students‘learning quality, cognitive style, and
constructivist.
Pendahuluan
Berdasarkan pengalaman peneliti dalam berkolaborasi dengan guru
mitra membelajarkan siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
Negeri di Singaraja dan hasil tes yang disebarkan pada siswa bulan
Nopember 2005, menunjukkan bahwa kebanyakan (hampir 90%) siswa
mengalami kesulitan melakukan operasi hitung sederhana (penjumlahan dan
pengurangan) pada bilangan bulat.
Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut dan tidak ditangani dengan serius,
maka semakin banyak siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami
konsep matematika, mengingat pokok bahasan bilangan bulat merupakan
materi prasyarat dari materi matematika pada jenjang yang lebih tinggi dan
matematika bersifat hirarkhis. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka timbul
pertanyaan peneliti tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam pembelajaran
matematika di Sekolah Dasar (SD) khususnya pembelajaran bilangan bulat.
Untuk menjawab hal tersebut, maka dilakukan observasi pada bulan Maret
2006 terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika termasuk topik
bilangan bulat di SD laboratorium Undiksha. Berdasarkan hasil observasi,
kemudian dilakukan diskusi dengan guru dan dilakukan analisis sehingga
diperoleh temuan antara lain: (1) Proses pembelajaran cenderung bersifat
prosedural; (2) Siswa mengikuti pelajaran secara pasif (belum ada
pengkonstruksian oleh siswa dan tidak memperhatikan gaya kognitif yang
dimiliki siswa; (3) rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
matematika diduga.
Dengan memperhatikan hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan pembelajaran belum menerapkan suatu pembelajaran
matematika yang memadai. Dengan demikian, dipandang perlu untuk
mengembangkan suatu pembelajaran matematika berorientasi gaya kognitif
siswa dan berwawasan konstruktivis.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
2
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan suatu
pembelajaran matematika yang berorientasi gaya kognitif dan berwawasan
konstruktivis yang mampu meningkatkan kualitas pembelajaan siswa. Untuk
melihat tercapainya tujuan utama, diperlukan tujuan lain yaitu untuk: (1)
mengetahui validitas dan kepraktisan pembelajaran matematika berorientasi
gaya kognitif dan berwawasan konstruktivis yang mampu meningkatkan
kualitas belajar siswa; (2) meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran matematika berorientasi gaya kognitif dan berwawasan
konstruktivis; (3) meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mengikuti
pembelajaran matematika berorientasi gaya kognitif dan berwawasan
konstruktivis; (4) mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran
matematika berorientasi gaya kognitif dan berwawasan konstruktivis.
Menurut Von Glasersfeld (dalam Collette & Chiappetta, 1994),
konstruktivis menekankan bahwa manusia mengkonstruksikan obyek-obyek
dan hubungannya yang mereka rasakan, untuk memperluas konsepsi mereka
sesuai dengan lingkungan. Sedangkan Bodner (1996) tentang konstruktivis
mengatakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran pebelajar
berdasarkan pengetahuan awalnya. Karena itu pengetahuan awal pebelajar
merupakan hal yang penting dalam suatu pembelajaran. Sehubungan dengan
itu Hudoyo (1998:2) menyatakan ”penggrojokan prinsip-prinsip matematika
tanpa memperhatikan skemata anak tidak akan terjadi proses asimilasi dan
akomodasi dalam pembentukan skemata siswa”. Novak (1985:122)
menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
belajar anak adalah apa yang telah diketahui siswa. Steffe (1995:149)
menyatakan bahwa untuk lebih tepatnya kita perlu perhatikan skemata siswa
dalam proses asimilasi. Berg (1991:31) menegaskan bahwa setiap pengajar
harus menyadari dulu seperti apa prakonsepsi dan pengalaman yang sudah
ada di dalam kepala siswa, dan kemudian dia harus menyesuaikan pelajaran
dan cara mengajarnya dengan “pra” pengetahuan tersebut. Kutipan
mengisyaratkan skemata siswa terbentuk dan berkembang, guru perlu
mengaitkan prakonsepsi siswa dengan konsep baru yang akan dipelajari.
Tekanan pembelajaran menurut pandangan ini adalah bukan pada
perolehan pengetahuan yang banyak, namun lebih diutamakan pada
pemberian interpretasi melalui skemata yang dimiliki siswa. Itu berarti dalam
pembelajaran konstruktivis siswa dituntut aktif dalam pembentukan struktur
kognitifnya dengan guru bertindak sebagai pengarah/penuntun agar proses
pembentukan struktur kognitif itu berjalan dengan lancar. Disamping itu
siswa perlu mengembangkan keyakinannya, kebiasaannya dan gayanya
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
3
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
dalam belajar. Sehubungan dengan itu Glasson (1993:13) mengatakan bahwa
pandangan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar secara
konstruktivis adalah sebagai berikut.
Untuk mengkonstruksi pengetahuan, siswa harus mengidentifikasi,
menguji pemahaman yang dimiliki, menafsirkan makna dari
pengalaman yang sedang berlangsung, dan menyesuaikan dengan
pengalaman-pengalamannya. Guru harus menemukan cara-cara
memahami pandangan siswa, merencanakan kerangka alternatif,
merangsang kebingungan antar siswa, dan mengembangkan tugastugas yang memajukan konstruksi pengetahuan. Dengan demikian,
kognitif siswa akan menjadi meningkat, yang mengakibatkan
pemahaman terhadap konsep-konsep matematika akan lebih baik.
Agar lebih spesifik, Hudoyo (1998:7) mengatakan pembelajaran
matematika menurut pandangan konstruktivis antara lain dicirikan sebagai
berikut.
a. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi matematika
secara bermakna dengan bekerja dan berfikir. Siswa belajar bagaimana
belajar itu.
b. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu
dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi
(materi) kompleks terjadi.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.
Salah satu dimensi gaya kognitif yang secara khusus perlu
dipertimbangkan dalam pendidikan, khususnya pendidikan matematika
adalah gaya kognitif yang dibedakan berdasarkan perbedaan psikologis
yakni: gaya kognitif field-independent dan field-dependent. Sehubungan
dengan hal tersebut, Larry Sowder (dalam Shumway, 1980: 261)
mengatakan:
Several of the many aspects of cognitive style are of possible interest
in concept-learning studies. Messick (1976) catalog several:
conceptualizing style, breadth of categorization, conceptual
integration, and cognitive complexity vs simplicity. None of these
cognitive styles seem to have been pursued by researchers in
mathematics education, although other dimensions of cognitive style
such as field dependence-independence and reflectivity-impulsivity
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
4
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
have been investigated (e.g., Pendleton, 1973, with number theorybased concepts; Threadgill, 1977, with graph-traversing principles).
Selanjutnya Shumway (1980:331) mengatakan bahwa gaya kognitif
field-independent dan field-dependent telah digunakan dalam penelitianpenelitian besar, banyak diminati dan kontroversi. Ia juga lebih banyak
diminati oleh peneliti-peneliti dalam pendidikan matematika.
Pendapat
serupa dikemukakan oleh Satterly (dalam Thomas, 1990) bahwa fieldindependent berkorelasi dengan kemampuan ruang dan kemampuan
matematika ketika IQ dikontrol.
Implikasi gaya kognitif berdasarkan perbedaan psikologis pada siswa
dalam pembelajaran menurut Thomas (1990) adalah sebagai berikut.
a. Siswa yang memiliki gaya kognitif field-independent cenderung
memilih belajar
individual, merespon dengan baik, dan
independent. Disamping itu mereka dapat mencapai tujuan
dengan motivasi intrinsik..
b. Siswa yang memiliki gaya kognitif field-dependent cenderung
memilih belajar dalam kelompok dan sesering mungkin
berinteraksi dengan guru, memerlukan penguatan yang bersifat
ekstrinsik.
Mengingat gaya kognitif siswa berbeda secara psikologis yaitu gaya
field-independent dan gaya field-dependent, maka guru perlu menyesuaikan
pembelajaran dengan gaya tersebut. Sehubungan dengan itu Witkin (dalam
Thomas, 1990:614) mengatakan “Psychological differentation affects
student’s preference for, and response to, different teaching methods” Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan psikologis mempengaruhi minat dan respon
siswa, sehingga memerlukan metoda mengajar yang berbeda”. Hal serupa
dikemukakan oleh Coop dan White (1974:262) bahwa guru hendaknya
memperhatikan gaya kognitif ketika mengevaluasi tingkah laku dan prestasi
akademik dan non akademik. Hal ini sangat sensitif karena gaya kognitif
siswa mempengaruhi strategi mengajar dari guru. Lebih lanjut Frank (dalam
Thomas, 1990:614) mengatakan bahwa perbedaan secara psikologis
mempengaruhi cara pembelajaran yang dilakukan guru.
Dengan memperhatikan hal di atas, walaupun guru mempunyai gaya
kognitif yang berbeda dengan gaya kognitif yang dimiliki anak didiknya,
guru perlu menyesuaikan gaya mengajar dengan gaya kognitif yang dimiliki
siswa. Sehubungan dengan itu Thomas (1990) mengemukakan bahwa:
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
5
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Guru-guru field-independent dapat membantu kebutuhan siswa fielddependent melalui membangun pengalaman belajar yang cukup
sehingga dapat menguasai sesuatu secara efektif, asalkan dengan
ganjaran/pujian, mengkritisi kesalahan siswa secara obyektif, dan
mengembangkan hubungan personal yang positif dengan siswa.
Sedangkan guru-guru field-dependent perlu membiasakan diri untuk
tidak melibatkan diri secara langsung/mengkomunikasikan sesuatu
secara tidak langsung mengingat siswa field-independent tidak
menyukai kritik umpan balik secara explicit. Disamping itu guru fielddependent harus tanggap terhadap keperluan siswa field-independent
dan perlu membuat jarak demi kenyamanan mereka.
Penyesuaian diri yang dilakukan guru dalam pembelajaran, siswa
akan lebih mudah memproses atau mengorganisasikan informasi atau konsep
yang dibelajarkan guru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangatlah
perlu memperhitungkan gaya kognitif siswa dalam pembelajaran
matematika, atau dengan kata lain dalam melaksanakan pembelajaran
matematika guru perlu mempertimbangkan gaya kognitif yang dimiliki
siswa.
Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang merujuk
pada teori pengembangan Thiagarajan.
Seperti dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974)
bahwa pengembangan model meliputi 4-D yaitu Define, Design, Develop,
and Dessiminate. Sehubungan dengan hal tersebut maka fokus masingmasing tahap dapat disajikan seperti yang disajaikan pada Tabel 1.
Tabel 1
Fokus Pada Masing-masing Tahap Pengembangan
Tahap
Fokus
Menganalisis permasalahan, serta kebutuhan yang
diperlukan
Define
Design/perancangan
Develop/pegembangan
Merumuskan rancangan pembelajaran dan
perangkat sehingga diperoleh Garis besar/ draft
awal pembelajaran dan perangkat.
Validasi
Ahli
Validasi pembelajaran dan perangkat, sehingga
diperoleh suatu prototype (draft I)
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
6
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Disseminate
1(1), 1-14
Simulasi
o Validitas, kepraktisan, dan efektivitas
pembelajaran
o Validitas dan kepraktisan perangkat
pembelajaran
Uji coba
Terbatas
Validitas, kepraktisan, dan keefektivan pembelajaran
dengan siswa sesungguhnya dalam kelas
o Validitas dan kepraktisan perangkat pembelajaran
dengan siswa sesungguhnya dalam kelas
Tidak dilakukan disseminate karena terbatas waktu dan
biaya.
o
Data penelitian terdiri dari data tentang gaya kognitif siswa,
validitas, kepraktisan, dan keefektifan pembelajaran dan perangkatnya,
aktivitas siswa, prestasi belajar siswa, dan tanggapan siswa terhadap
pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: lembar
validasi, tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan catatan harian yang
kemudian dianalisis secara deskriftif. Hasil analisis selanjutnya dibandingkan
dengan kriteria yang ada. Siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah
siswa kelas V SD Laboratorium Undiksha.
Hasil
1) Hasil Pengembangan Pembelajaran
a. Hasil Validasi Pembelajaran
Hasil validasi menunjukkan bahwa draft awal pembelajaran telah
memenuhi kriteria 1) dan 2) tentang validitas suatu pembelajaran. Demikian
pula untuk kriteria 1) dan 2) tentang kepraktisan pembelajaran juga telah
terpenuhi. Dengan demikian draft pembelajaran ini siap untuk diuji cobakan
guna melihat keterkaitan antara komponen pembelajaran dan untuk melihat
tingkat keterlaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Walaupun demikian,
sebelum dilakukan uji coba, dilakukan beberapa revisi pada pembelajaran
sesuai dengan masukan dari validator.
b. Uji Coba Terbatas
Berdasarkan observasi terhadap pembelajaran yang dilakukan pada
Uji Coba terbatas, maka validitas, kepraktisan, dan keefektifan pembelajaran
dapat dilaporkan seperti berikut.
i. Kevalidan Pembelajaran
Hasil observasi menunjukkan bahwa komponen pembelajaran saling
berkaitan satu dengan lainnya. Dengan demikian pembelajaran dapat
dinyatakan valid.
ii. Kepraktisan Pembelajaran
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
7
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Berdasarkan hasil observasi terhadap tujuh kali pelaksanaan
pembelajaran, tingkat keterlaksanaan pembelajaran dapat dilaporkan seperti
yang disajikan pada Gambar 1.
D ia g r a m 1 . K e te r l a k s a n a a n P e m b e l a j a r a n (K P )
Persentase KP
9 5 .0 %
9 0 .0 %
8 8 .3 %
9 0 .0 %
9 1 .7 %
9 1 .7 %
5
6
9 3 .3 %
8 5 .0 %
8 5 .0 %
8 0 .0 %
8 0 .0 %
7 5 .0 %
7 0 .0 %
1
2
3
4
7
P e r te m u a n k e
Gambar 1
Tingkat keterlaksanaan pembelajaran
Gambar 1 menunjukkan bahwa, ada peningkatan tingkat
keterlaksanaan pembelajaran. Namun demikian pada uji coba I ini rerata
keterlaksanan pembelajaran adalah 89,3% yang menunjukkan bahwa tingkat
keterlaksanaan pembelajaran berada dalam kategori tinggi. Karena kriteria
kepraktisan pembelajaran telah terpenuhi, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran ni adalah praktis (dapat diterapkan di kelas).
iii. Kefektifan
¾ Aktivitas Siswa
Berdasarkan hasil angket, aktivitas siswa dalam
pembelajaran dapat dilaporkan seperti terlihat pada Tabel 2.
mengikuti
Tabel 2
Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran
No. Pertanyaan ke
Jawaban
Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Ya
37
40
41
41
40
38
37
38
41
37
39
42
471
Tdk
5
2
1
1
2
4
5
4
1
5
3
0
33
Rerata (Ya)
471/504 x 100% = 93,45%
Tabel 2 menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran tergolong sangat tinggi.
¾ Hasil Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa dapat dilaporkan seperti yang disajikan pada
Tabel 3.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
8
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Tabel 3
Perolehan Skor Hasil Belajar Siswa
NO.SUB
SKOR
NO.SUB
SKOR
NO.SUB
SKOR
NO.SUB
SKOR
1
9.5
12
9,2
23
7,3
34
6,7
2
7,5
13
7,6
24
7,9
35
6,5
3
6,5
14
6,5
25
9,2
36
6,8
4
8,3
15
6,7
26
7,7
37
7,5
5
8,5
16
8,6
27
9,8
38
6,6
6
9,3
17
9,3
28
6,5
39
6,5
7
5,3
18
9,4
29
6,8
40
8,2
8
7,8
19
8,4
30
6,5
41
7,4
9
8,8
20
9,8
31
8,8
42
4,5
10
7,9
21
8,2
32
5,7
11
7,7
22
7,3
33
7,9
Keterangan
Skor Minimum = 0; Skor Maksimum = 10
Skor Cetak Tebal = Siswa FI; Skor Cetak Biasa = Siswa FD
Jumlah Skor =
Rata-rata (RT) = Jumlah Skor : 42
Daya Serap (DS) = (rata-rata x 10%)
322,90
7,69
76,9 %
Rata-rata skor FI= Jumlah skor FI :Banyak siswa FI
9,25
Rata-rata skor FD= Jumlah skor FD :Banyak siswa FD
7,14
Kesel. Belajar (KB) = (Banyak siswa yang memperoleh skor 6 ke atas : 43) x 100 %
Daya Capai Kurikulum (DCK) = (Banyaknya sub pokok bahasan yang terselesaikan
dlm waktu yang ditentukan : banyak Sub pokok bahasan keseluruhan) x 100%.
92,86%
100%
Tabel 3 menunjukkan RT = 7,69; DS = 76,9 %; KB = 92,86%, dan
DCK = 100%. Dengan demikian, DS dan KB yang dicapai masing-masing
lebih besar dari 65%, dan 85%. Dengan kata lain prestasi belajar siswa
tergolong baik.
¾ Tanggapan Siswa
Berdasarkan hasil angket yang disebarkan pada siswa, tanggapan
siswa dapat dilaporkan seperti terlihat pada Tabel 4.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
9
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Tabel 4
Tanggapan Siswa Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran
12
Frek.
Jawb
P
N
10
0
0
13
8
2
24
10
9
1
14
8
2
25
4
8
2
15
6
4
5
9
1
16
8
2
6
6
4
17
8
7
9
1
18
8
7
3
19
9
8
2
10
7
11
8
NO.
SUB
Frek. Jawb
1
P
7
N
3
2
10
3
NO.
SUB
NO.
SUB
Frek. Jawb
23
P
4
N
6
NO.
SUB
Frek. Jawb
34
P
7
N
3
0
35
8
2
9
1
36
8
2
26
9
1
37
7
3
27
10
0
38
9
1
2
28
9
1
39
9
1
7
3
29
10
0
40
7
3
6
4
30
7
3
41
8
2
20
8
2
31
8
2
42
6
4
3
21
6
4
32
8
2
Ket.
2
22
6
4
33
9
1
P = T. pos
N = T. Neg
Tabel 4 menunjukkan 2,38% siswa memberi tanggapan negatif
terhadap pembelajaran dan 97,62% memberikan tanggapan positif.
Mengingat lebih dari 85% siswa memberikan tanggapan positif terhadap
pelaksanaan pembelajaran, maka secara keseluruhan tanggapan siswa
terhadap pelaksanaan pembelajaran tergolong positif.
2) Hasil Pengembangan Perangkat/LKS
a. Hasil Validasi LKS
Hasil validasi LKS dapat dilaporkan seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa
Jumlah skor validator
Aspek yang dinilai/Indikator
Isi perangkat
a.
Rasional (2 deskriptor)
b.
Tujuan (3 deskriptor)
c.
Materi yang disajikan (5 deskriptor)
d.
Bahasa (2 deskriptor)
2.
Cara Penyajian (3 deskriptor)
3. Bentuk fisik (3 deskriptor)
4. Keluwesan (1 deskriptor)
Total skor
Rerata skor validator (Total skor:19)
Simpulan Validator
Rerata keseluruhan ((71+62+59+66+66+72)/6)/19
I
II
8
10
18
7
12
12
4
71
3,7
Baik
8
9
15
6
10
10
4
62
3,3
Baik
III
IV
V
VI
7
9
18
6
11
11
4
66
3,5
Baik
7
12
18
7
12
12
4
72
3,8
Baik
1.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
7
8
8
10
14
17
6
6
10
11
10
10
4
4
59
66
3,1
3,5
Baik
Baik
3,5 (Baik)
10
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Hasil validasi yang terlihat pada Tabel 5, menunjukkan bahwa semua
validator menyatakan draft LKS dalam kategori baik dan siap diuji cobakan.
b. Uji Coba Terbatas
Dalam pelaksanaan uji coba terbatas, disamping untuk melihat
kevalidan, kepraktisan dan efektivitas pembelajaran, digunakan juga untuk
mengetahui kepraktisan perangkat.
Keterlaksanaan perangkat/LKS dilihat dari dua indikator yaitu: 1)
peran LKS dalam membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya;
dan 2) kesesuaian waktu yang dialokasikan dengan pelaksanaannya yang
hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Table 6
Respon Observer dan siswaTerhadap Keterlaksanaan LKS
ASPEK
PENGAMATAN
1.Mengkonstruksi
Pengetahua
n
Rerata/pert.
Simpulan/pert.
Rerata
Simpulan
2. Keses. waktu
Rerata/pert
Simpulan/pert
Rerata
Simpulan
Simp. (Keterl.
LKS)
Total Skor Pertemuan ke
1
2
3
4
5
6
7
O
S
O
S
O
S
O
S
O
S
O
S
O
S
4,3
4,2
4,7
4,1
4,3
4,3
4,7
4,1
4
4,2
4,7
4,5
4,7
4,6
4,3
Tinggi
5
4,3
4,7
Tinggi
4,4
Tinggi
5
4,5
4,8
Tinggi
4,3
Tinggi
4,4
4,1
Tinggi
Tinggi
4,4
Kategori Tinggi/Baik
5
4,6
5
4,4
5
4,5
4,8
4,7
4,8
Tinggi
Tinggi
Tinggi
4,8
Kategori Tinggi/Baik
4,6
Tinggi
5
4,7
4,9
Tinggi
4,7
Tinggi
5
4,7
4,9
Tinggi
Kategori Tinggi/Baik
Keterangan: O : Observer; S : Siswa; Skor 1: Sangat kurang; Skor 2: Kurang; Skor 3: Cukup; Skor 4: Tinggi; Skor 5:
Sangat tinggi
Memperhatikan Tabel 6, dapat dikatakan bahwa respon observer dan
siswa terhadap kemampuan LKS dalam membantu siswa mengkonstruksi
pengetahuan tergolong dalam kategori tinggi, dan kesesuaian antara alokasi
waktu yang direncanakan dalam LKS dengan pelaksanaan di kelas termasuk
dalam kategori tinggi. Dengan demikian, secara keseluruhan keterlaksanaan
LKS dapat digolongkan ke dalam kategori tinggi atau baik.
Pembahasan
Pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan paradigma student
oriented artinya siswa sebagai pusat pembelajaran; siswa dibelajarkan sesuai
dengan gaya kognitif yang dimiliki; dan pembelajaran yang dilakukan efektif
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
11
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
yakni aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran tergolong tinggi,
prestasi belajar siswa tergolong baik (daya serap minimal 65% dan
ketuntasan belajar minimal 85%) dan siswa memiliki tanggpan positif
terhadap pembelajaran yang dilakukan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kualitas pembelajaran yang dilakukan telah meningkat.
Pemanfaatan gaya kognitif dapat berdampak pada meningkatnya
konsep diri akademis siswa yakni keyakinan siswa terhadap kemampuan
akademisnya. Siswa yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan
akademis yang baik membawa dampak positif terhadap prestasi belajar
siswa. Sehubungan dengan itu, hasil penelitian Mars (1985: 15) mengatakan
bahwa “ada korelasi positif antara konsep diri akademis dengan prestasi
belajar”. Lebih lanjut dikatakan bahwa korelasi tertinggi terjadi antara
konsep diri akademis matematika dengan prestasi belajar matematika.
Pembelajaran ini dapat berlangsung dengan baik karena guru
mampu menyesuaikan diri dengan gaya kognitif yang dimiliki siswa baik
dengan siswa field-independent maupun siswa field-dependent. Dalam hal ini
guru yang field-independent dapat membantu kebutuhan siswa fielddependent melalui menggali/membangun pengalaman belajar siswa,
memberikan ganjaran/penguatan, dan mengembangkan hubungan personal
yang positif. Sedangkan guru yang field-dependent perlu membiasakan diri
untuk tidak terlibat secara langsung, harus tanggap terhadap keperluan siswa,
dan perlu menjaga jarak demi kenyamanan mereka. Penyesuaian diri dari
seorang guru terhadap gaya kognitif siswa dalam kerja kooperatif
memudahkan siswa memahami konsep-konsep yang dibelajarkan sehingga
mengakibatkan terjadi peningkatan kategori kemampuan baik pada siswa
field-independent maupun pada siswa field-dependent. Di samping itu
pembelajaran yang dilakukan telah memperhatikan prakonsepsi siswa
sehingga siswa siap menerima pelajaran terkait dengan konsep yang sedang
dibelajarkan. Dengan kesiapan belajar siswa menghasilkan prestasi belajar
yang optimal. Sehubungan dengan itu Tabrani Rusyan (1989) menyatakan
hasil yang baik akan dicapai dalam belajar bila ada kesiapan belajar. Dengan
memberikan siswa kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan
memberikan solusi dalam meningkatkan kualitas hasil belajar. Sehubungan
dengan itu Kneller (1971) mengemukakan “jika pendekatan dilakukan secara
tepat maka segala permasalahan dapat dipecahkan”. Pada pelaksanaan
pembelajaran ini guru memposisikan diri sebagai fasilitator dan
memperhatikan serta mencatat bagian mana yang perlu diberi penjelasan dan
komentar.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
12
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. (1) Pengembangan pembelajaran
matematika berorientasi gaya kognitif dan berwawasan konstruktivis berada
dalam kategori valid dan praktis, (2) aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran tergolong sangat tinggi, (3) prestasi belajar siswa dalam
mengikuti pembelajaran tergolong baik, dan (4) tanggapan siswa terhadap
pembelajaran tergolong positif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disajikan saran-saran
penelitian sebagai berikut. (1) Agar pembelajaran dapat berlangsung dengan
baik, guru sangat perlu menyesuaikan diri dengan gaya kognitif yang
dimiliki siswa, (2) perlu mempertimbangkan gaya kognitif siswa dalam
melakukan bimbingan sehingga siswa berada dalam situasi nyaman.
Daftar Rujukan
Bodner, G. M. 1986. Constructivism: A theory of knowledge. Journal of
Chemical Education. 63 (10).
Collette, A. T., & Chiappetta, E. L. 1994. Science instruction in the meadle
and secondary. 3rd Edition. New York: Macmillan Publishing
Company.
Coop, R. H., & White, K. 1974. Psychological concepts in the classroom.
New York: Harper & Row, Publisher.
Glasson, G. E., & Lalik, 1993. Reinterpreting the a qualitative study of
teachers belief and practice. Journal of Research in Science
Teaching. 30 (2). 187-207.
Hudojo,
H. 1998. Pembelajaran matematika menurut pandangan
konstruktivistik. Makalah. Disajikan dalam seminar nasional
upaya-upaya meningkatkan peran pendidikan matematika dalam
menghadapi era globalisasi. IKIP Malang, 4 April 1998.
Kneller. G. F. 1971. Foundation of education. USA: Willey and Sons.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
13
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
1(1), 1-14
Mars, H. W., Smith, T. D., & Barnes, J. 1985. Multidimensional selfconcept: Relation with sex and academic acievement. Journal of
Educational Psychology. 77(5).
Rusyan. T. 1989. Pendekatan dalam proses belajar mengajar. Bandung: PN.
Remaja Karya.
Shummay, R. J, 1980. Research in mathematics education. Virginia: The
National Council of Mathematics Educations.
Steffe, L. P., & D’Ambrosio Beatrizs. 1995. Toward APO working model of
constructivist teaching; APO reaction to Simon. Journal For
Research in Mathematics Education. 26(2). 146-159.
Thiagarajan, Sivasailam, D. S., & Semmel, M. L. 1974. Instructional
development for training teachers of exceptional children.
Minnesota Indiana University.
Thomas. 1990. Educational psychology a realistic approach. London:
Longman.
Van Den Berg. E. 1991. Miskonsepsi fisika dan remidiasi. Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
14
Download