BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Dalam penelitian ini, pemikiran awalnya adalah untuk menciptakan vaksin baru agar Bio Farma dapat bersaing dengan para kompetitor. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan kemudian. Peta pemikiran konseptual dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Timeline Tahapan Pengembangan Produk Baru Fasilitas Ketersediaan Bahan Baku (Supplier) Pemerintah New Product Sumber Daya Manusia Konsumen Gambar 2.1 Conceptual Framework Berdasarkan wawancara dengan pihak terkait proses pengembangan produk diketahui bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya suatu produk baru, yaitu: 1. Sumber Daya Manusia Pelaksanaan program kerja dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan antara lain melalui: 20 - Peningkatan efektifitas dan efisiensi tenaga kerja - Peningkatan kualitas SDM dengan cara; pendidikan, On Job Training, seminar, simposium dan latihan keterampilan khusus - Pembinaan dan pengembangan karir dengan cara: kaderisasi, job rotation, penempatan karyawan sesuai dengan kecakapan, dan adanya sistem penilaian karyawan Sumber daya manusia dapat mempengaruhi terciptanya suatu produk baru. Dalam melakukan proses pengembangan produk baru, dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten sehingga dibentuk tim-tim yang mempunyai tanggung jawab agar proses pengembangan dapat berjalan dengan lancar. Keahlian tim sangat diperlukan pada masing-masing proses pengembangan produk baru yang dilakukan. Dengan kualitas sumber daya yang handal maka proses pengembangan produk baru akan berjalan dengan lancar karena tingkat kesulitan yang dilalui sebuah proses akan semakin mudah ditangani. Selain itu, ketersediaan sumber daya manusia sangat penting dalam rangka efektifitas dan efisiensi tenaga kerja. 2. Ketersediaan Bahan Baku (Supplier) Kebutuhan bahan baku dan bahan lainnya untuk produksi vaksin berasal dari beberapa pemasok baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Karena produk biologis memiliki ciri yang spesifik, maka untuk pemenuhan kebutuhan bahan-bahan yang digunakan harus berasal dari pemasok yang sudah terpilih standar mutu produknya. Pada kenyataannya, ketersediaan bahan baku tersebut kadang tidak sesuai dengan harapan. Dalam hal ini, bila terjadi keterlambatan 21 pengadaan barang maka akan mempengaruhi proses pengembangan produk baru. 3. Fasilitas Sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pengembangan produk baru harus selalu ditingkatkan. Dikarenakan produk yang dikembangkan bersifat biologis maka sarana dan prasarana yang diperlukan sangat spesifik dan bernilai tinggi sehingga diperlukan sumber investasi yang besar untuk meningkatkan sarana dan prasarana di Bio Farma. Selain itu, dikarenakan sarana yang dibutuhkan sangat spesifik maka pengadaannya bersifat indent hingga 6 bulan-1 tahun. Fasilitas bersifat krusial untuk menunjang terciptanya produk baru sehingga jika fasilitas minim maka secara langsung hal ini akan menyebabkan keterlambatan dalam proses pengembangan produk baru. 4. Timeline Agar proses pengembangan produk baru dapat berjalan tepat waktu maka diperlukan pembuatan dan perencanaan jadwal aktivitas. Penjadwalan dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan proses pengembangan produk baru. Penjadwalan merupakan suatu hal yang krusial dimana penjadwalan melibatkan disini dapat sumber berupa daya didalamnya, penjadwalan bahan karena baku, pejadwalan produksi, dan lain-lain. Jika proses pengembangan dilakukan dengan perencanaan yang buruk maka akan berakibat langsung pada semua kegiatan yang dilakukan perusahaan, terutama akan berdampak pada keterlambatan dalam proses pengembangan produk baru. Sehingga dengan 22 adanya penjadwalan maka keterlambatan dalam mengembangkan produk baru dapat diantisipasi lebih dini. 5. Tahapan Pengembangan Produk Baru Dalam melakukan pengembangan produk baru, harus melalui prosesproses tertentu dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Dengan adanya tingkat kesulitan yang berbeda-beda dari masing-masing proses, tidak menutup kemungkinan hal ini juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam mengembangkan produk baru. Permintaan Pasar / Pelanggan Membuat Rencana Riset Pengumpulan Data dan Inormasi Melakukan percobaan riset Melakukan persiapan riset Launching Produk Clinical Lot Pengujian mutu produk Uji klinis Gambar 2.2 Proses Pengembangan Produk Pengumpulan Data dan Informasi Tahap ini merupakan saringan awal yang menentukan, hal ini mengingat resiko biaya yang akan keluar dalam proses pengembangan selanjutnya. Banyak cara dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi produk baru, mulai dari diskusi, workshop, brainstorming dan media lain untuk menyampaikan suatu gagasan atau ide. Yang harus diperhatikan adalah mengelola data tersebut dengan baik. 9 Dalam industri ini, suatu produk baru dikembangkan berdasarkan Artikel, Karno Budiono, 2005, Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Dengan Inovasi Produk Baru, Dikutip 15 April 2008 dari http://www.ristinet.com/index.php?ch=8&lang=ind&s=95bf2576043c5ce917b862c5bdfd81 &n=271 9 23 permintaan pasar atau pelanggan dan dari segi prioritas atau keuntungan. Concept Development Pada tahap ini, perusahaan melakukan analisis yang detail baik dari sisi teknis maupun bisnis. Selain itu juga merupakan tahap kajian teknis dan bisnis. Untuk mengumpulkan informasi dan data ini sangat dianjurkan untuk didukung dengan data real dengan cara survey. Data dan informasi dari hasil survey akan menjadi dasar utama untuk membuat rencana riset. Mulai dari teknologi dan infrastruktur yang akan digunakan akan menjadi dasar untuk menentukan nilai investasi. Sedangkan asumsi target customer, pertumbuhan dan harga jual akan menjadi dasar utama menentukan pendapatan. Yang perlu diingat dan hati-hati bahwa 75% ketidakberhasilan produk disebabkan kesalahan dalam market research. Project plan juga merupakan output yang sangat penting sebab ada kalanya keberhasilan suatu produk sangat dipengaruhi oleh moment yang tepat meluncurkan produk di pasar.10 Development Tahap ini merupakan tahapan yang paling menentukan dan memakan waktu yang relatif lama. Aktivitas utama dalam tahap ini adalah: - Detail design - Pengembangan produk - Test plan Pengembangan produk merupakan implementasi dari detail design yang telah dibuat. Pada tahapan ini, selain harus memperhatikan sisi teknis, sisi bisnis pun harus tetap diperhatikan. Pengembangan dari 10 Ibid 24 sisi bisnis meliputi bisnis proses, organisasi, SDM, strategi marketing dan distribusi.11 Trial dan Launching Dalam tahap ini, segala aspek yang terkait dengan produk sangat disarankan untuk melibatkan real customer. Hasil dari trial akan menjadi masukan utama untuk memutuskan apakah produk akan launching atau akan dilakukan perbaikan-perbaikan. Sedangkan pada tahap launching, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah masalah legal, update business plan, pelaksanaan launching dan monitoring pasca launching. Setelah tahap launching, perusahaan harus melakukan improvement produk dimulai dengan mendengarkan masukan- masukan dari customer dimana hal ini akan menjadikan produk semakin baik.12 6. Pemerintah PT. Bio Farma merupakan Badan Usaha Milik Negara sehingga dalam proses pengembangan produknya sangat dipengaruhi oleh kebijakan dari Pemerintah. Dalam hal ini, pembuatan produk baru berdasarkan dari permintaan pasar yang terlebih dahulu dikaji oleh pemerintah. Pemerintah dapat menjadi penyebab keterlambatan dalam proses pengembangan produk, salah satunya dalam hal penentuan harga produk. 7. Konsumen Dalam pasar domestik, Pemerintah merupakan konsumen terbesar dari Bio Farma. Sedangkan pada pasar global, yang merupakan konsumen produk Bio Farma adalah negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah. Konsumen merupakan faktor penting dalam 11 12 Ibid Ibid 25 pengembangan produk baru karena seperti yang diketahui, pengembangan produk baru akan berjalan setelah ada permintaan pasar (konsumen). Oleh karena itu, Bio Farma harus menjaga hubungan yang baik dengan konsumen sehingga loyalitas konsumen terhadap Bio Farma akan terjaga. 2.2 Analisis Situasi Bisnis Berikut ini akan diuraikan mengenai situasi bisnis industri farmasi secara global pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, beserta tantangan yang harus dihadapi. 2.2.1 Situasi Bisnis Farmasi Global Industri farmasi adalah kompleks, dinamis dan berdimensi global dengan karakteristik belanja R&D yang tinggi dan regulasi yang ketat. Pada industri farmasi, knowledge dan knowledge management mempunyai peran yang penting karena industri farmasi adalah strongly science-based industry dan the most research-intensive and innovative sector manufacturing.13 Perusahaan farmasi global menghadapi kondisi demanding dalam R&D dan harus melakukan investasi dalam jumlah yang besar. Untuk menemukan produk baru sampai menjualnya di pasar, diperlukan biaya antara US$ 350 juta – US$ 500 juta. Perusahaan farmasi dengan belanja R&D yang besar dan konsisten, pada kenyataannya menjadi pemimpin Artikel, 2007, DR. Sampurno, Membangun Daya Saing Farmasi Indonesia Menghadapi Harmonisasi Regulasi Farmasi ASEAN, Dikutip 10 April 2008 dari http://strategicmanage.com 13 26 industri. Hal ini dikarenakan intensitas R&D mempunyai relevansi dengan pertumbuhan penjualan.14 Menurut Achilladelis dan Antonakis (2000), terdapat hubungan/korelasi antara level belanja R&D dengan kemampuan inovasi. Dalam kasus industri farmasi, Amerika Serikat, Switzerland, Jerman, Inggris dan Perancis memberikan kontribusi lebih dari 80% inovasi dan mereka mengekspor lebih dari 60% perdagangan farmasi dunia. Sejalan dengan meningkatnya belanja R&D pada industri farmasi, penjualan global produk farmasi juga meningkat dalam jumlah yang signifikan. Pada tahun 1975 penjualan pasar farmasi dunia tercatat US$ 30 miliar, tahun 1995 meningkat menjadi US$ 250 miliar dan tahun 2005 meningkat lagi menjadi US$ 602 miliar. Dewasa ini Amerika Serikat, Eropa dan Jepang merupakan pasar farmasi terbesar di dunia. 15 Realitas tersebut sejalan dengan pendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu perusahaan tergantung pada kemampuannya untuk meluncurkan produk baru. Untuk mencapai keberhasilan ini diperlukan technological knowledge, kemampuan untuk mengkombinasikan elemenelemen ilmu pengetahuan pada produk baru yang berharga dan aset komplementer untuk memfasilitasinya antara lain manufacturing, penjualan dan distribusi produk tersebut. 2.2.2 Situasi Bisnis Farmasi Indonesia Industri farmasi Indonesia tentu tidak dapat mengisolasi diri dari perkembangan dan persaingan regional maupun global. Tantangan dan 14 15 Ibid Ibid 27 permasalahan yang dihadapi oleh industri famasi Indonesia akan semakin kompleks. Terbentuknya pasar tunggal farmasi ASEAN akan menyebabkan produk farmasi lebih leluasa keluar masuk diantara negaranegara ASEAN tanpa adanya barrier.16 Sebagaimana negara-negara yang sedang berkembang lainnya, industri farmasi Indonesia bukan research based company. Implikasinya adalah kegiatan R&D mempunyai porsi yang kecil dan berperan kurang signifikan pada pertumbuhan industri farmasi. Kecilnya peran R&D ini tercermin dalam alokasi biaya R&D industri farmasi Indonesia rata-rata di bawah 2% dari penjualan. Riset yang dilakukan hanya terbatas pada formulasi produk. Memasuki era pasar tunggal farmasi ASEAN, industri farmasi harus memperkuat keunggulan kompetitifnya terutama dengan memperkuat intangible assets-nya yang meliputi: human capital, structural capital, customer capital dan partner capital. Pemenuhan persyaratan current Good Manufacturing Practice (cGMP) saja tidak akan cukup untuk menjadi pemain regional yang tangguh. Innovativeness, kekuatan R&D dan kompetensi marketing adalah elemen penting yang masih harus diperkuat terus fondasinya. Untuk pengembangan ekspor, industri farmasi Indonesia harus membangun aliansi stratejik dengan mitra lokal di ASEAN. Dalam konteks ini, pemerintah harus proaktif melakukan bilateral dengan reciprocal policy yang atraktif bagi para pihak.17 16 17 Ibid Ibid 28 Sebagian besar (lebih dari 90%) kebutuhan bahan baku masih diimpor terutama dari RRC, India dan beberapa negara Eropa. Bagi Indonesia tidak mudah untuk mengembangkan industri bahan baku karena industri kimia dasar di Indonesia belum berkembang. Implikasinya bila akan memproduksi bahan baku maka Indonesia harus mengimpor bahan antara dengan harga yang mahal sehingga menyebabkan produk akhir bahan baku tidak kompetitif bila dibandingkan dengan harga bahan baku impor dimana saat ini impor bahan baku dikenakan bea masuk berkisar 05%. Jumlah industri farmasi nasional mempunyai angka yang besar yaitu 224 industri farmasi yang menghasilkan kapasitas produksi sebesar 3% dari total kapasitas dunia. Di lain pihak, pasar farmasi Indonesia hanya 0.2% dari total pasar seluruh dunia. Sebagai gambaran, pada tahun 1997 pasar farmasi dunia bernilai US$ 297 miliar dengan pertumbuhan 7.1% dan disuplai oleh 7.000 perusahaan farmasi. Pasar lokal Indonesia yang disuplai oleh 224 perusahaan hanya mencapai penjualan senilai US$ 1.2 miliar. Hal tersebut menunjukkan tidak efisiennya pabrik farmasi di Indonesia. 18 Berikut adalah analisis SWOT Industri Farmasi Indonesia: Paper, Sub Program Pengembangan Bahan Obat Berbasis Biodiversitas Indonesia. Dikutip 10 April 2008 dari http://www.kompetitif.lipi.go.id/portalVB/uploads/BAHAN%20OBAT.doc 18 29 Strength Weakness • Tingginya standar GMP yang diterapkan sehingga mempunyai mutu dan teknologi produksi yang baik • Mempunyai sistem labour intensive dengan biaya buruh yang lebih rendah • Jumlah industri yang banyak dan heterogen • Komponen bahan baku impor masih sangat tinggi, yaitu sebesar 90% • Bahan baku produksi dalam negeri memiliki harga yang tidak kompetitif • Jumlah industri sangat banyak • Aspek regulasi yang ketat • Supply chain product yang masih belum seimbang Opportunities Threat • Besarnya penduduk Indonesia • Terbukanya peluang ekspor • Adanya krisis ekonomi • Legal sistem belum dapat menanggulangi produk palsu secara efektif Gambar 2.3 Analisis SWOT Industri Farmasi Indonesia 2.2.2.1 Karakteristik Industri Produk Biologi di Indonesia Industri produk biologi pada dasarnya padat IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Oleh karena itu sangat peka terhadap perkembangan dan kemajuan di bidang IPTEK. Penemuan-penemuan baru di bidang rekayasa genetika pada produk biologi akan membawa perubahan yang cukup besar pada teknologi produksi maupun program imunisasi. Diperkirakan pada lima tahun mendatang akan diperlukan vaksin kombinasi. Pembeli terbesar dari produk vaksin dan sera dalam negeri Indonesia adalah pemerintah. Oleh karena itu kebijakan pemerintah mempunyai pengaruh yang besar termasuk dalam penentuan harga produk vaksin untuk progam pemerintah. 30 New Vaccines Productive Research Vaccine Industry Growth Invest, Intellectual Assets Gambar 2.4 Karakteristik Industri Produk Biologi (Vaksin) 19 2.2.2.2 Pasar Produk Biologi di Indonesia Permintaan vaksin di Indonesia khususnya vaksin untuk program EPI relatif stabil. Harga vaksin program EPI produksi Bio Farma relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan produk impor. Oleh karena itu, kebutuhan vaksin tersebut seluruhnya dipenuhi dari hasil produksi PT. Bio Farma. 2.2.3 R&D Sebagai Inti Industri Farmasi Research and Development telah menjadi inti dari industri farmasi. Beberapa argumentasi menyatakan bahwa rahasia keberhasilan dari R&D industri farmasi teretak pada kompetensi organisasional termasuk tim kerja, knowledge management dan hubungan yang kuat. Inovasi dapat pula dilakukan melalui sumber eksternal yakni aliansi dengan perusahaan atau institusi yang berhasil mengembangkan teknologi tersebut. Dalam 19 Bio Farma, 2008, Internal Source Company 31 konteks signifikansi R&D ini yang perlu mendapat perhatian adalah peran stratejik dari human capital. Perusahaan perlu merekrut skilled scientist dan mengupayakan agar mereka berada dalam perusahaan dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini dikarenakan kapabilitas human capital akan menentukan kekuatan R&D suatu perusahaan farmasi dalam melakukan inovasi sebagai sumber keunggulan kompetitifnya. Perusahaan perlu mengintegrasikan ilmuwan dalam organisasi untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan mereka dalam proses pembelajaran kolektif. Scientific knowledge mempunyai peran penting dalam aktivitas perusahaan dan ini dihasilkan dari penguatan organisasi risetnya. Organisasi dan intensitas riset akan menjadi penentu keberhasilan perusahaan. Dengan kata lain, aktivitas laboratorium R&D dan personil yang bekerja disana mempunyai pengaruh strategis pada perusahaan dan memainkan peran implisit dalam corporate governance.20 2.2.3.1 Tahapan Pengembangan Produk Baru Teori-teori tentang pengembangan produk baru, menguraikan tahapantahapan proses yang berbeda. Tahapan tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan. Menurut Ulrich dan Eppinger (2003), tahapan-tahapan proses pengembangan produk baru terdiri dari:21 Planning Concept Development System-Level Design Detail Design Testing and Refinement Production Ramp-Up Gambar 2.5 Tahapan Proses Pengembangan Produk (Ulrich&Eppinger) Paper, DR.Sampurno, 2007, Interplay Teknologi, Bisnis, dan Kesehatan Pada Industri Farmasi: Tantangan Indonesia, Dikutip 15 April 2008 dari http://strategic_manage.com/?p=17 21 Ulrich, K.T dan Eppinger, S.D, 2003, Product Design and Development, Third Edition, McGraw-Hill Company, Singapore. 20 32 Sedangkan menurut Donald dan Winer (2004), tahapan-tahapan proses pengembangan produk baru terdiri dari:22 Idea Generation Concept Development Feasibility Screening Product Testing Product Development Concept Testing Market Testing Go-no Go Decision Gambar 2.6 Tahapan Proses Pengembangan Produk (Donald&Winer) 2.2.3.2 Kegagalan Terhadap Pengembangan Produk Baru Setiap pengembangan produk baru pasti mempunyai resiko yang harus dihadapi. Jika resiko tersebut tidak dapat ditangani maka dapat menyebabkan kegagalan terhadap pengembangan produk baru. Resiko dapat bersumber dari kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan maupun resiko dari luar perusahaan yang sulit untuk diprediksi.23 Resiko-resiko yang terdapat dalam pengembangan produk baru antara lain: 1. Resiko R&D ; yaitu resiko dimana produk yang sudah dikembangkan ditolak atau tidak disetujui oleh pihak yang berwenang (pemerintah). Donald,L.R. dan R.S.Winer, 2004, Product Management, Fourth Edition, McGrawHill/Irwin, New York. 23 Inwood,D. dan J. Hammond, 1993, Product Development: An Integrated Approach, Kogan Page Limited, London 22 33 2. Resiko pemasaran; yaitu resiko bahwa produk tersebut gagal di pasaran. Hal ini terjadi karena kurang adanya pemahaman yang mendalam mengenai pasar yang menjadi sasaran.24 2.3 Kondisi Perusahaan PT. Bio Farma (Persero) 2.3.1 Analisis SWOT Perusahaan Strength Weakness - Produk Bio Farma memenuhi standar mutu internasional - Network pemasaran di sektor swasta belum optimal - Memiliki produk EPI terlengkap - Memiliki sertifikasi WHO dan ISO 9001-2000 - Memiliki SDM dengan kemampuan yang cukup memadai - Mempunyai laboratorium yang diakui oleh WHO - Memiiki aliansi marketing tingkat internasional Opportunities - Aktivitas pelayanan jasa belum optimal - Beberapa proses sangat labor intensive - Fasilitas penelitian dan pengembangan belum memadai - Keterbatasan dana untuk inovasi teknologi produksi dan ekspansi perusahaan Threat - Kebutuhan pasar global yang tinggi membuka peluang ekspor - Komitmen pemerintah memprioritaskan Bio Farma dalam pengadaan vaksin-vaksin untuk perluasan program pemerintah yang akan datang - Adanya tawaran kerjasama untuk mengembangkan produk baru dari berbagai pihak - Kompetitor internasional dengan harga yang kompetitif dan teknologi yang lebih baik - Adanya penurunan permintaan pasar dikarenakan Eradikasi Polio - Beberapa material tergantung pada supplier tunggal - Kecenderungan merger di industri vaksin internasional - Semakin ketatnya persyaratan mutu vaksin - Terbukanya kesempatan untuk mengembangkan kualitas SDM Gambar 2.7 Analisis SWOT PT. Bio Farma (Persero) 2.3.2 Analisis Posisi Perusahaan Dari Analisis internal diperoleh faktor-faktor berupa kekuatan dan kelemahan, serta analisis eksternal berupa faktor peluang dan ancaman yang dihadapi PT. Bio Farma, sehingga didapat analisis yang menggambarkan posisi perusahaan berada pada kuadran II atau stability Artikel, Rinella Putri, 2007, Mengelola Risiko Kegagalan Produk Baru, Dikutip 15 April 2008 dari http://www.vibiznews.com/1new/journal_last.php?id=50&sub=journal&month=NOVEM BER&tahun=2007&awal=0&page=sales 24 34 dengan menggunakan Selective maintenance strategy yaitu saat kondisi eksternal perusahaan mendukung untuk tumbuhnya perusahaan tetapi kondisi internal perusahaan lemah. Strategi yang harus dilakukan perusahaan pada saat ini adalah memusatkan usaha perbaikan internal perusahaan dan membatasi diri untuk melayani segmen pasar tertentu yang dipilih secara selektif.25 Dalam hal ini, perusahaan harus dapat mewaspadai kemungkinan beberapa pesaing baru yang memasuki industri vaksin sehingga harus dilakukan tindakan untuk mengantisipasinya. Salah satunya dengan melakukan pengembangan produk baru. Kuadran II Kuadran I STABILITY GROWTH Kuadran III Kuadran IV SURVIVAL DIVERSIFICATION = Posisi Perusahaan Gambar 2.8 Posisi Perusahaan 25 Bio Farma, 2008, Internal Source Company 35 2.4 Akar Masalah Masalah yang dihadapi oleh perusahaan dapat menyebabkan kegagalan untuk meluncurkan produk dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh manajemen perusahaan dimana hal ini dikarenakan keterlambatan dalam proses pengembangan produk baru. Sehingga mengakibatkan terhambatnya kinerja dari Research and Development perusahaan. Produk baru yang dikembangkan seharusnya dapat diluncurkan tepat waktu sesuai rencana sehingga dapat membuat kondisi persaingan dengan para competitor semakin ketat dan kebutuhan pasar yang semakin mendesak, tetapi pada kenyataannya proses pengembangan produk baru menghadapi beberapa tantangan yang harus dihadapi antara lain keterbatasan sumber daya baik sumber infrastruktur yang memadai. 36 daya manusia maupun Faktor Internal Risiko Pengembangan Produk Baru Terhambatnya Kinerja R&D Sumber Daya (Manusia, infrastruktur) Keterlambatan dalam proses pengembangan produk baru Gambar 2.9 Akar permasalahan yang dihadapi 37 Faktor Eksternal