New Product

advertisement
BAB II
EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1 Conceptual Framework
Dalam penelitian ini, pemikiran awalnya adalah untuk menciptakan
vaksin baru agar Bio Farma dapat bersaing dengan para kompetitor. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan kemudian. Peta
pemikiran konseptual dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Timeline
Tahapan
Pengembangan
Produk Baru
Fasilitas
Ketersediaan
Bahan Baku
(Supplier)
Pemerintah
New
Product
Sumber Daya
Manusia
Konsumen
Gambar 2.1 Conceptual Framework
Berdasarkan wawancara dengan pihak terkait proses pengembangan
produk diketahui bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
terciptanya suatu produk baru, yaitu:
1. Sumber Daya Manusia
Pelaksanaan program kerja dalam rangka peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang berkesinambungan antara lain melalui:
20
-
Peningkatan efektifitas dan efisiensi tenaga kerja
-
Peningkatan kualitas SDM dengan cara; pendidikan, On Job
Training, seminar, simposium dan latihan keterampilan khusus
-
Pembinaan dan pengembangan karir dengan cara: kaderisasi, job
rotation, penempatan karyawan sesuai dengan kecakapan, dan
adanya sistem penilaian karyawan
Sumber daya manusia dapat mempengaruhi terciptanya suatu
produk baru. Dalam melakukan proses pengembangan produk baru,
dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten sehingga dibentuk
tim-tim yang mempunyai tanggung jawab agar proses pengembangan
dapat berjalan dengan lancar. Keahlian tim sangat diperlukan pada
masing-masing proses pengembangan produk baru yang dilakukan.
Dengan
kualitas
sumber
daya
yang
handal
maka
proses
pengembangan produk baru akan berjalan dengan lancar karena
tingkat kesulitan yang dilalui sebuah proses akan semakin mudah
ditangani. Selain itu, ketersediaan sumber daya manusia sangat
penting dalam rangka efektifitas dan efisiensi tenaga kerja.
2. Ketersediaan Bahan Baku (Supplier)
Kebutuhan bahan baku dan bahan lainnya untuk produksi vaksin
berasal dari beberapa pemasok baik yang ada di dalam maupun luar
negeri. Karena produk biologis memiliki ciri yang spesifik, maka
untuk pemenuhan kebutuhan bahan-bahan yang digunakan harus
berasal dari pemasok yang sudah terpilih standar mutu produknya.
Pada kenyataannya, ketersediaan bahan baku tersebut kadang tidak
sesuai dengan harapan. Dalam hal ini, bila terjadi keterlambatan
21
pengadaan barang maka akan mempengaruhi proses pengembangan
produk baru.
3. Fasilitas
Sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pengembangan
produk baru harus selalu ditingkatkan. Dikarenakan produk yang
dikembangkan bersifat biologis maka sarana dan prasarana yang
diperlukan sangat spesifik dan bernilai tinggi sehingga diperlukan
sumber investasi yang besar untuk meningkatkan sarana dan
prasarana di Bio Farma. Selain itu, dikarenakan sarana yang
dibutuhkan sangat spesifik maka pengadaannya bersifat indent hingga
6 bulan-1 tahun. Fasilitas bersifat krusial untuk menunjang terciptanya
produk baru sehingga jika fasilitas minim maka secara langsung hal ini
akan menyebabkan keterlambatan dalam proses pengembangan
produk baru.
4. Timeline
Agar proses pengembangan produk baru dapat berjalan tepat waktu
maka diperlukan pembuatan dan perencanaan jadwal aktivitas.
Penjadwalan dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan proses
pengembangan produk baru. Penjadwalan merupakan suatu hal yang
krusial
dimana
penjadwalan
melibatkan
disini
dapat
sumber
berupa
daya
didalamnya,
penjadwalan
bahan
karena
baku,
pejadwalan produksi, dan lain-lain. Jika proses pengembangan
dilakukan dengan perencanaan yang buruk maka akan berakibat
langsung pada semua kegiatan yang dilakukan perusahaan, terutama
akan berdampak pada keterlambatan dalam proses pengembangan
produk
baru.
Sehingga
dengan
22
adanya
penjadwalan
maka
keterlambatan dalam mengembangkan produk baru dapat diantisipasi
lebih dini.
5. Tahapan Pengembangan Produk Baru
Dalam melakukan pengembangan produk baru, harus melalui prosesproses tertentu dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Dengan
adanya tingkat kesulitan yang berbeda-beda dari masing-masing
proses, tidak menutup kemungkinan hal ini juga dapat menyebabkan
keterlambatan dalam mengembangkan produk baru.
Permintaan
Pasar /
Pelanggan
Membuat
Rencana Riset
Pengumpulan
Data dan
Inormasi
Melakukan
percobaan riset
Melakukan
persiapan riset
Launching
Produk
Clinical Lot
Pengujian
mutu produk
Uji klinis
Gambar 2.2 Proses Pengembangan Produk
Pengumpulan Data dan Informasi
Tahap ini merupakan saringan awal yang menentukan, hal ini
mengingat resiko biaya yang akan keluar dalam proses pengembangan
selanjutnya. Banyak cara dilakukan untuk mengumpulkan data dan
informasi produk baru, mulai dari diskusi, workshop, brainstorming dan
media lain untuk menyampaikan suatu gagasan atau ide. Yang harus
diperhatikan adalah mengelola data tersebut dengan baik. 9 Dalam
industri
ini,
suatu
produk
baru
dikembangkan
berdasarkan
Artikel, Karno Budiono, 2005, Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Dengan Inovasi Produk
Baru, Dikutip 15 April 2008 dari
http://www.ristinet.com/index.php?ch=8&lang=ind&s=95bf2576043c5ce917b862c5bdfd81
&n=271
9
23
permintaan pasar atau pelanggan dan dari segi prioritas atau
keuntungan.
Concept Development
Pada tahap ini, perusahaan melakukan analisis yang detail baik dari
sisi teknis maupun bisnis. Selain itu juga merupakan tahap kajian
teknis dan bisnis. Untuk mengumpulkan informasi dan data ini sangat
dianjurkan untuk didukung dengan data real dengan cara survey. Data
dan informasi dari hasil survey akan menjadi dasar utama untuk
membuat rencana riset. Mulai dari teknologi dan infrastruktur yang
akan digunakan akan menjadi dasar untuk menentukan nilai investasi.
Sedangkan asumsi target customer, pertumbuhan dan harga jual akan
menjadi dasar utama menentukan pendapatan. Yang perlu diingat dan
hati-hati bahwa 75% ketidakberhasilan produk disebabkan kesalahan
dalam market research. Project plan juga merupakan output yang sangat
penting sebab ada kalanya keberhasilan suatu produk sangat
dipengaruhi oleh moment yang tepat meluncurkan produk di pasar.10
Development
Tahap ini merupakan tahapan yang paling menentukan dan memakan
waktu yang relatif lama. Aktivitas utama dalam tahap ini adalah:
-
Detail design
-
Pengembangan produk
-
Test plan
Pengembangan produk merupakan implementasi dari detail design
yang telah dibuat. Pada tahapan ini, selain harus memperhatikan sisi
teknis, sisi bisnis pun harus tetap diperhatikan. Pengembangan dari
10
Ibid
24
sisi bisnis meliputi bisnis proses, organisasi, SDM, strategi marketing
dan distribusi.11
Trial dan Launching
Dalam tahap ini, segala aspek yang terkait dengan produk sangat
disarankan untuk melibatkan real customer. Hasil dari trial akan
menjadi masukan utama untuk memutuskan apakah produk akan
launching atau akan dilakukan perbaikan-perbaikan. Sedangkan pada
tahap launching, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah masalah legal,
update business plan, pelaksanaan launching dan monitoring pasca
launching. Setelah tahap launching, perusahaan harus melakukan
improvement
produk
dimulai
dengan
mendengarkan
masukan-
masukan dari customer dimana hal ini akan menjadikan produk
semakin baik.12
6. Pemerintah
PT. Bio Farma merupakan Badan Usaha Milik Negara sehingga dalam
proses pengembangan produknya sangat dipengaruhi oleh kebijakan
dari Pemerintah. Dalam hal ini, pembuatan produk baru berdasarkan
dari permintaan pasar yang terlebih dahulu dikaji oleh pemerintah.
Pemerintah dapat menjadi penyebab keterlambatan dalam proses
pengembangan produk, salah satunya dalam hal penentuan harga
produk.
7. Konsumen
Dalam pasar domestik, Pemerintah merupakan konsumen terbesar
dari Bio Farma. Sedangkan pada pasar global, yang merupakan
konsumen produk Bio Farma adalah negara-negara berpenghasilan
menengah dan rendah. Konsumen merupakan faktor penting dalam
11
12
Ibid
Ibid
25
pengembangan
produk
baru
karena
seperti
yang
diketahui,
pengembangan produk baru akan berjalan setelah ada permintaan
pasar (konsumen). Oleh karena itu, Bio Farma harus menjaga
hubungan yang baik dengan konsumen sehingga loyalitas konsumen
terhadap Bio Farma akan terjaga.
2.2 Analisis Situasi Bisnis
Berikut ini akan diuraikan mengenai situasi bisnis industri farmasi secara
global pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, beserta
tantangan yang harus dihadapi.
2.2.1 Situasi Bisnis Farmasi Global
Industri farmasi adalah kompleks, dinamis dan berdimensi global dengan
karakteristik belanja R&D yang tinggi dan regulasi yang ketat. Pada
industri farmasi, knowledge dan knowledge management mempunyai peran
yang penting karena industri farmasi adalah strongly science-based industry
dan the most research-intensive and innovative sector manufacturing.13
Perusahaan farmasi global menghadapi kondisi demanding dalam R&D
dan harus melakukan investasi dalam jumlah yang besar. Untuk
menemukan produk baru sampai menjualnya di pasar, diperlukan biaya
antara US$ 350 juta – US$ 500 juta. Perusahaan farmasi dengan belanja
R&D yang besar dan konsisten, pada kenyataannya menjadi pemimpin
Artikel, 2007, DR. Sampurno, Membangun Daya Saing Farmasi Indonesia Menghadapi
Harmonisasi Regulasi Farmasi ASEAN, Dikutip 10 April 2008 dari http://strategicmanage.com
13
26
industri. Hal ini dikarenakan intensitas R&D mempunyai relevansi
dengan pertumbuhan penjualan.14
Menurut Achilladelis dan Antonakis (2000), terdapat hubungan/korelasi
antara level belanja R&D dengan kemampuan inovasi. Dalam kasus
industri farmasi, Amerika Serikat, Switzerland, Jerman, Inggris dan
Perancis memberikan kontribusi lebih dari 80% inovasi dan mereka
mengekspor lebih dari 60% perdagangan farmasi dunia. Sejalan dengan
meningkatnya belanja R&D pada industri farmasi, penjualan global
produk farmasi juga meningkat dalam jumlah yang signifikan. Pada
tahun 1975 penjualan pasar farmasi dunia tercatat US$ 30 miliar, tahun
1995 meningkat menjadi US$ 250 miliar dan tahun 2005 meningkat lagi
menjadi US$ 602 miliar. Dewasa ini Amerika Serikat, Eropa dan Jepang
merupakan pasar farmasi terbesar di dunia. 15
Realitas tersebut sejalan dengan pendapat bahwa pertumbuhan dan
perkembangan suatu perusahaan tergantung pada kemampuannya untuk
meluncurkan produk baru. Untuk mencapai keberhasilan ini diperlukan
technological knowledge, kemampuan untuk mengkombinasikan elemenelemen ilmu pengetahuan pada produk baru yang berharga dan aset
komplementer
untuk
memfasilitasinya
antara
lain
manufacturing,
penjualan dan distribusi produk tersebut.
2.2.2 Situasi Bisnis Farmasi Indonesia
Industri farmasi Indonesia tentu tidak dapat mengisolasi diri dari
perkembangan dan persaingan regional maupun global. Tantangan dan
14
15
Ibid
Ibid
27
permasalahan yang dihadapi oleh industri famasi Indonesia akan semakin
kompleks.
Terbentuknya
pasar
tunggal
farmasi
ASEAN
akan
menyebabkan produk farmasi lebih leluasa keluar masuk diantara negaranegara ASEAN tanpa adanya barrier.16
Sebagaimana negara-negara yang sedang berkembang lainnya, industri
farmasi Indonesia bukan research based company. Implikasinya adalah
kegiatan R&D mempunyai porsi yang kecil dan berperan kurang
signifikan pada pertumbuhan industri farmasi. Kecilnya peran R&D ini
tercermin dalam alokasi biaya R&D industri farmasi Indonesia rata-rata di
bawah 2% dari penjualan. Riset yang dilakukan hanya terbatas pada
formulasi produk.
Memasuki era pasar tunggal farmasi ASEAN, industri farmasi harus
memperkuat keunggulan kompetitifnya terutama dengan memperkuat
intangible assets-nya yang meliputi: human capital, structural capital, customer
capital
dan
partner
capital.
Pemenuhan
persyaratan
current
Good
Manufacturing Practice (cGMP) saja tidak akan cukup untuk menjadi
pemain regional yang tangguh. Innovativeness, kekuatan R&D dan
kompetensi marketing adalah elemen penting yang masih harus diperkuat
terus fondasinya. Untuk pengembangan ekspor, industri farmasi
Indonesia harus membangun aliansi stratejik dengan mitra lokal di
ASEAN. Dalam konteks ini, pemerintah harus proaktif melakukan
bilateral dengan reciprocal policy yang atraktif bagi para pihak.17
16
17
Ibid
Ibid
28
Sebagian besar (lebih dari 90%) kebutuhan bahan baku masih diimpor
terutama dari RRC, India dan beberapa negara Eropa. Bagi Indonesia
tidak mudah untuk mengembangkan industri bahan baku karena industri
kimia dasar di Indonesia belum berkembang. Implikasinya bila akan
memproduksi bahan baku maka Indonesia harus mengimpor bahan
antara dengan harga yang mahal sehingga menyebabkan produk akhir
bahan baku tidak kompetitif bila dibandingkan dengan harga bahan baku
impor dimana saat ini impor bahan baku dikenakan bea masuk berkisar 05%.
Jumlah industri farmasi nasional mempunyai angka yang besar yaitu 224
industri farmasi yang menghasilkan kapasitas produksi sebesar 3% dari
total kapasitas dunia. Di lain pihak, pasar farmasi Indonesia hanya 0.2%
dari total pasar seluruh dunia. Sebagai gambaran, pada tahun 1997 pasar
farmasi dunia bernilai US$ 297 miliar dengan pertumbuhan 7.1% dan
disuplai oleh 7.000 perusahaan farmasi. Pasar lokal Indonesia yang
disuplai oleh 224 perusahaan hanya mencapai penjualan senilai US$ 1.2
miliar. Hal tersebut menunjukkan tidak efisiennya pabrik farmasi di
Indonesia. 18 Berikut adalah analisis SWOT Industri Farmasi Indonesia:
Paper, Sub Program Pengembangan Bahan Obat Berbasis Biodiversitas Indonesia. Dikutip 10
April 2008 dari
http://www.kompetitif.lipi.go.id/portalVB/uploads/BAHAN%20OBAT.doc
18
29
Strength
Weakness
• Tingginya standar GMP yang
diterapkan sehingga mempunyai
mutu dan teknologi produksi
yang baik
• Mempunyai sistem labour
intensive dengan biaya buruh
yang lebih rendah
• Jumlah industri yang banyak
dan heterogen
• Komponen bahan baku impor
masih sangat tinggi, yaitu
sebesar 90%
• Bahan baku produksi dalam
negeri memiliki harga yang tidak
kompetitif
• Jumlah industri sangat banyak
• Aspek regulasi yang ketat
• Supply chain product yang masih
belum seimbang
Opportunities
Threat
• Besarnya penduduk Indonesia
• Terbukanya peluang ekspor
• Adanya krisis ekonomi
• Legal sistem belum dapat
menanggulangi produk palsu
secara efektif
Gambar 2.3 Analisis SWOT Industri Farmasi Indonesia
2.2.2.1 Karakteristik Industri Produk Biologi di Indonesia
Industri produk biologi pada dasarnya padat IPTEK (Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi). Oleh karena itu sangat peka terhadap perkembangan dan
kemajuan di bidang IPTEK. Penemuan-penemuan baru di bidang
rekayasa genetika pada produk biologi akan membawa perubahan yang
cukup besar pada teknologi produksi maupun program imunisasi.
Diperkirakan pada lima tahun mendatang akan diperlukan vaksin
kombinasi.
Pembeli terbesar dari produk vaksin dan sera dalam negeri Indonesia
adalah pemerintah. Oleh karena itu kebijakan pemerintah mempunyai
pengaruh yang besar termasuk dalam penentuan harga produk vaksin
untuk progam pemerintah.
30
New
Vaccines
Productive
Research
Vaccine
Industry
Growth
Invest,
Intellectual
Assets
Gambar 2.4 Karakteristik Industri Produk Biologi (Vaksin) 19
2.2.2.2 Pasar Produk Biologi di Indonesia
Permintaan vaksin di Indonesia khususnya vaksin untuk program EPI
relatif stabil. Harga vaksin program EPI produksi Bio Farma relatif lebih
rendah bila dibandingkan dengan produk impor. Oleh karena itu,
kebutuhan vaksin tersebut seluruhnya dipenuhi dari hasil produksi PT.
Bio Farma.
2.2.3 R&D Sebagai Inti Industri Farmasi
Research and Development telah menjadi inti dari industri farmasi. Beberapa
argumentasi menyatakan bahwa rahasia keberhasilan dari R&D industri
farmasi teretak pada kompetensi organisasional termasuk tim kerja,
knowledge management dan hubungan yang kuat. Inovasi dapat pula
dilakukan melalui sumber eksternal yakni aliansi dengan perusahaan atau
institusi yang berhasil mengembangkan teknologi tersebut. Dalam
19
Bio Farma, 2008, Internal Source Company
31
konteks signifikansi R&D ini yang perlu mendapat perhatian adalah
peran stratejik dari human capital. Perusahaan perlu merekrut skilled
scientist dan mengupayakan agar mereka berada dalam perusahaan dalam
jangka waktu yang panjang. Hal ini dikarenakan kapabilitas human capital
akan menentukan kekuatan R&D suatu perusahaan farmasi dalam
melakukan
inovasi
sebagai
sumber
keunggulan
kompetitifnya.
Perusahaan perlu mengintegrasikan ilmuwan dalam organisasi untuk
mentransformasikan
ilmu
pengetahuan
mereka
dalam
proses
pembelajaran kolektif. Scientific knowledge mempunyai peran penting
dalam aktivitas perusahaan dan ini dihasilkan dari penguatan organisasi
risetnya.
Organisasi
dan
intensitas
riset
akan
menjadi
penentu
keberhasilan perusahaan. Dengan kata lain, aktivitas laboratorium R&D
dan personil yang bekerja disana mempunyai pengaruh strategis pada
perusahaan dan memainkan peran implisit dalam corporate governance.20
2.2.3.1 Tahapan Pengembangan Produk Baru
Teori-teori tentang pengembangan produk baru, menguraikan tahapantahapan proses yang berbeda. Tahapan tersebut disesuaikan dengan
kondisi masing-masing perusahaan. Menurut Ulrich dan Eppinger (2003),
tahapan-tahapan proses pengembangan produk baru terdiri dari:21
Planning
Concept
Development
System-Level
Design
Detail Design
Testing and
Refinement
Production
Ramp-Up
Gambar 2.5 Tahapan Proses Pengembangan Produk (Ulrich&Eppinger)
Paper, DR.Sampurno, 2007, Interplay Teknologi, Bisnis, dan Kesehatan Pada Industri
Farmasi: Tantangan Indonesia, Dikutip 15 April 2008 dari
http://strategic_manage.com/?p=17
21 Ulrich, K.T dan Eppinger, S.D, 2003, Product Design and Development, Third Edition,
McGraw-Hill Company, Singapore.
20
32
Sedangkan menurut Donald dan Winer (2004), tahapan-tahapan proses
pengembangan produk baru terdiri dari:22
Idea Generation
Concept
Development
Feasibility
Screening
Product Testing
Product
Development
Concept Testing
Market Testing
Go-no Go
Decision
Gambar 2.6 Tahapan Proses Pengembangan Produk (Donald&Winer)
2.2.3.2 Kegagalan Terhadap Pengembangan Produk Baru
Setiap pengembangan produk baru pasti mempunyai resiko yang harus
dihadapi. Jika resiko tersebut tidak dapat ditangani maka dapat
menyebabkan kegagalan terhadap pengembangan produk baru. Resiko
dapat bersumber dari kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan maupun
resiko dari luar perusahaan yang sulit untuk diprediksi.23
Resiko-resiko yang terdapat dalam pengembangan produk baru antara
lain:
1. Resiko R&D ; yaitu resiko dimana produk yang sudah dikembangkan
ditolak atau tidak disetujui oleh pihak yang berwenang (pemerintah).
Donald,L.R. dan R.S.Winer, 2004, Product Management, Fourth Edition, McGrawHill/Irwin, New York.
23 Inwood,D. dan J. Hammond, 1993, Product Development: An Integrated Approach, Kogan
Page Limited, London
22
33
2. Resiko pemasaran; yaitu resiko bahwa produk tersebut gagal di
pasaran. Hal ini terjadi karena kurang adanya pemahaman yang
mendalam mengenai pasar yang menjadi sasaran.24
2.3 Kondisi Perusahaan PT. Bio Farma (Persero)
2.3.1 Analisis SWOT Perusahaan
Strength
Weakness
- Produk Bio Farma memenuhi
standar mutu internasional
- Network pemasaran di sektor
swasta belum optimal
- Memiliki produk EPI terlengkap
- Memiliki sertifikasi WHO dan ISO
9001-2000
- Memiliki SDM dengan
kemampuan yang cukup memadai
- Mempunyai laboratorium yang
diakui oleh WHO
- Memiiki aliansi marketing tingkat
internasional
Opportunities
- Aktivitas pelayanan jasa belum
optimal
- Beberapa proses sangat labor
intensive
- Fasilitas penelitian dan
pengembangan belum memadai
- Keterbatasan dana untuk inovasi
teknologi produksi dan ekspansi
perusahaan
Threat
- Kebutuhan pasar global yang
tinggi membuka peluang ekspor
- Komitmen pemerintah
memprioritaskan Bio Farma dalam
pengadaan vaksin-vaksin untuk
perluasan program pemerintah
yang akan datang
- Adanya tawaran kerjasama untuk
mengembangkan produk baru dari
berbagai pihak
- Kompetitor internasional dengan
harga yang kompetitif dan
teknologi yang lebih baik
- Adanya penurunan permintaan
pasar dikarenakan Eradikasi Polio
- Beberapa material tergantung
pada supplier tunggal
- Kecenderungan merger di industri
vaksin internasional
- Semakin ketatnya persyaratan
mutu vaksin
- Terbukanya kesempatan untuk
mengembangkan kualitas SDM
Gambar 2.7 Analisis SWOT PT. Bio Farma (Persero)
2.3.2 Analisis Posisi Perusahaan
Dari Analisis internal diperoleh faktor-faktor berupa kekuatan dan
kelemahan, serta analisis eksternal berupa faktor peluang dan ancaman
yang dihadapi PT. Bio
Farma, sehingga didapat
analisis
yang
menggambarkan posisi perusahaan berada pada kuadran II atau stability
Artikel, Rinella Putri, 2007, Mengelola Risiko Kegagalan Produk Baru, Dikutip 15 April
2008 dari
http://www.vibiznews.com/1new/journal_last.php?id=50&sub=journal&month=NOVEM
BER&tahun=2007&awal=0&page=sales
24
34
dengan menggunakan Selective maintenance strategy yaitu saat kondisi
eksternal perusahaan mendukung untuk tumbuhnya perusahaan tetapi
kondisi
internal perusahaan lemah. Strategi yang harus dilakukan
perusahaan pada saat ini adalah memusatkan usaha perbaikan internal
perusahaan dan membatasi diri untuk melayani segmen pasar tertentu
yang dipilih secara selektif.25 Dalam hal ini, perusahaan harus dapat
mewaspadai kemungkinan beberapa pesaing baru yang memasuki
industri
vaksin
sehingga
harus
dilakukan
tindakan
untuk
mengantisipasinya. Salah satunya dengan melakukan pengembangan
produk baru.
Kuadran II
Kuadran I
STABILITY
GROWTH
Kuadran III
Kuadran IV
SURVIVAL
DIVERSIFICATION
= Posisi Perusahaan
Gambar 2.8 Posisi Perusahaan
25
Bio Farma, 2008, Internal Source Company
35
2.4 Akar Masalah
Masalah yang dihadapi oleh perusahaan dapat menyebabkan kegagalan
untuk meluncurkan produk dalam jangka waktu yang telah ditentukan
oleh manajemen perusahaan dimana hal ini dikarenakan keterlambatan
dalam proses pengembangan produk baru. Sehingga mengakibatkan
terhambatnya kinerja dari Research and Development perusahaan. Produk
baru yang dikembangkan seharusnya dapat diluncurkan tepat waktu
sesuai rencana sehingga dapat membuat kondisi persaingan dengan para
competitor semakin ketat dan kebutuhan pasar yang semakin mendesak,
tetapi
pada
kenyataannya
proses
pengembangan
produk
baru
menghadapi beberapa tantangan yang harus dihadapi antara lain
keterbatasan sumber
daya baik sumber
infrastruktur yang memadai.
36
daya manusia maupun
Faktor
Internal
Risiko
Pengembangan
Produk Baru
Terhambatnya
Kinerja R&D
Sumber Daya
(Manusia,
infrastruktur)
Keterlambatan dalam
proses pengembangan
produk baru
Gambar 2.9 Akar permasalahan yang dihadapi
37
Faktor
Eksternal
Download