Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 BP HN ARAH POLITIK HUKUM PERTANAHAN DAN PERLINDUNGAN KEPEMILIKAN TANAH MASYARAKAT (Poli cal Direc on of Land Law and Protec on Of People’s Land Ownership) Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta Abstrak lR ec hts V ind ing Penguasaan dan pemanfaatan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan arah dari poli k hukum pertanahan Indonesia yang bertujuan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Wujud dari hal tersebut terlihat dari adanya perha an khusus kepada kelompok masyarakat lemah melalui kebijakan pertanahan. Belakangan, terjadi pergeseran poli k pertanahan, dimana penguasaan dan pemanfaatan tanah hanya didapat oleh sekelompok kecil masyarakat, yaitu perusahaan besar. Tulisan yang membahas tentang poli k hukum pertanahan nasional saat ini dan bentuk perlindungan hak kepemilikan tanah masyarakat dilakukan dengan metode peneli an sosio-yuridis. Dari hasil peneli an terlihat bahwa pada saat ini terdapat upaya untuk menghidupkan kebijakan pertanahan yang mengembalikan keseimbangan seper yang diinginkan UUPA. Langkah yang ditawarkan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan menerapkan poli k hukum pertanahan prisma k yang mendasarkan pada beberapa prinsip seper prinsip keberagaman hukum dalam kesatuan, prinsip persamaan atas dasar ke daksamaan, prinsip mengutamakan keadilan dan kemanfaatan di atas kepas an hukum, dan prinsip diferensiasi fungsi dalam keterpaduan. Kata Kunci: poli k hukum, agraria, hukum prisma k, fungsi sosial, land reform. Abstract na Land use and tenure are s pulated in the Basic Agrarian Law (UUPA) is the poli cal direc on of the Indonesian land law aimed at ensuring the realiza on of prosperity for all Indonesian people. Manifesta ons of this is evident from the presence of par cular concern to the community weaker over land policy. Indonesia. Later, the poli cal shi of land, land use and tenure which obtained only by a small group of people, the big companies. Studies that discuss the poli cal current na onal land law and forms of protec on of land rights community do with socio-legal research methods. From the research shows that there are now efforts to turn the land policy that restores the balance as desired UUPA. Measures offered to make this happen is to apply the law of the land prisma c poli cs based on several principles like the principle of legal diversity in unity, the principle of equality on the basis of inequality, the principle that the jus ce and expediency over the rule of law, and the principle of differen a on in func onality integra on. Jur Keywords: poli c of law, agrarian, prisma c law, social func oning, land reform 33 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 A. Pendahuluan1 dan kebutuhan. Memiliki tanah terkait Makan Tanpa Nasi”. Ungkapan tersebut dapat dimaknai sebagai ungkapan ”asal omong atau asal bunyi” karena dinilai dak mengandung makna apapun. Bagi sekelompok orang tertentu, hidup tanpa memiliki tanah seper halnya makan dak harus nasi bukanlah persoalan hidup. Bagi kelompok ini, dengan harga diri (nilai sosial), sumber BP HN “Hidup Tanpa Memiliki Tanah Bagai pendapatan (nilai ekonomi), kekuasaan dan hak previlise (nilai poli k), dan tempat untuk memuja Sang Pencipta (nilai sakral-budaya). Tidak mempunyai tanah berar kehilangan harga diri, sumber hidup, kekuasaan, dan tempat penghubung antara manusia dengan Sang Pencipta. Keniscayaan dan kebutuhan memiliki namun ada tanah yang dapat disewa dari pemiliknya atau ada tanah kosong tanpa peduli siapa yang mempunyai dan dapat tanah sudah tertanam sudah sedemikian mendalam dalam memiliki tanah namun cukup ada bangunan atau tempat kegiatan usaha sehingga mereka dapat menjaga keberlangsungan hidup. Pandangan demikian hanya dianut oleh sebagian kecil umat manusia karena gaya hidup yang nomaden atau karena sikap pesimis terhadap hidup atau sebagai bentuk ”pembangkangan” terhadap ke dak-mau- tahuan negara terhadap keberadaan mereka atau ke dakhadiran negara dalam kehidupan mereka. Namun bagi mayoritas manusia, na memiliki tanah seper halnya makan nasi atau bahan pangan yang mengandung Jur karbohidrat merupakan suatu keniscayaan 1 2 34 sejarah berbagai ungkapan daerah2: ditohi pa ” atau ”ango’ apoteya tolang ebanding apoteya mata” atau ”uissi la pernah merigat” atau ”ulos na so boi maribak”. lR ec hts V yang dapat digunakan untuk tempat nggal lintasan ”sakdhumuk batok senyari bumi, yen perlu tempat nggal atau tempat kegiatan usaha. Bagi kelompok ini juga merasa dak perlu dalam kehidupan manusia. Hal ini ditunjukkan ind digunakan untuk mendirikan bangunan ing yang pen ng bukanlah memiliki tanahnya, Ungkapan-ungkapan ini menggambarkan kedudukan dan fungsi tanah yang begitu sangat pen ng bagi kehidupan manusia. Tanah merupakan sumber penghidupan karena dari tanah mengalir semangat harga diri, kemakmuran, kekuasaan, dan kesakralan. Oleh karenanya, se ap orang berjuang untuk memiliki tanah dan mempertahankannya. Perjuangan tersebut disertai tekad bulat untuk mengorbankan nyawa daripada menanggung malu atau kehilangan harga karena dak punya tanah. Menyadari begitu teramat bermakna fungsi memiliki tanah bagi se ap manusia baik Tulisan ini diolah dari makalah yang penulis sampaikan dalam Seminar bertema: “Penyelesaian Sengketa dan Kon lik Pertanahan Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pertanahan Nasional” yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM, pada tanggal 17 November 2011. Departemen Penerangan RI, Pertanahan Dalam Era Pembangunan Indonesia, (Jakarta: Ditjen Agraria Departemen Dalam Negeri, 1982) hal. 18. Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 poli k, poli k pembangunan ekonomi, dan Para Pendiri Negara ini sudah meni pkan lebih khusus poli k pembangunan hukum satu amanah melalui Pasal 33 ayat (3) UUD pertanahan, kita sebagai bangsa belum Negara RI 1945 kepada para penguasa mampu negara Republik Indonesia agar mengatur isi amanah. Kebijakan pertanahan yang penggunaan sumber daya alam termasuk dikembangkan tanah untuk meningkatkan kemakmuran menjabarkan kandungan semangat amanah seluruh rakyat Indonesia. Sumber daya tanah kons tusi dan UUPA. Akibatnya, bangsa dan sumber daya alam lainnya bukanlah Indonesia semacam terkena ”karma” atas milik namun pengingkaran amanah berupa konflik hukum kepunyaan kita semua sebagai bangsa. dan kepen ngan struktural pertanahan yang Kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dak mereda intensitasnya sampai ungkapan golongan tertentu, memahami dan belum melaksanakan sepenuhnya ing satu BP HN dalam kesendiriannya maupun kelompok. konflik yang paling penggunaan tanah bagi kemakmuran seluruh merdeka seper yang terjadi di Papua. ind bangsa dibebankan amanah untuk mengatur Tulisan komponen bangsa dan bukan kelompok ini nggi berupa tuntutan mencoba memberikan gambaran perjalanan arah poli k hukum tertentu. pertanahan yang terjadi secara singkat dan ayat (3) UUD Negara RI 1945 mengandung dampaknya dalam aspek tertentu terhadap dasar dan sekaligus arahan bagi poli k perlindungan hukum kepemilikan tanah pembangunan masyarakat. lR ec hts V Amanah yang tersurat dalam Pasal 33 hukum pertanahan dan sumber daya alam lainnya. Amanah tersebut Dalam perjalanan pembangunan poli k, poli k pembangunan ekonomi, dan konsisten dan progresif ke dalam Undang- lebih khusus poli k pembangunan hukum Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan pertanahan, kita sebagai bangsa belum Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang disebut mampu juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria isi amanah. Kebijakan pertanahan yang (UUPA). Penjabaran ke dalam UUPA masih dikembangkan dalam tataran asas-asas hukum yang harus menjabarkan kandungan semangat amanah dikembangkan ke dalam berbagai peraturan kons tusi dan UUPA. Akibatnya, bangsa pelaksanaan yang lebih kongkret sehingga Indonesia semacam terkena ”karma” atas dapat lebih operasional untuk meningkatkan pengingkaran amanah berupa konflik hukum kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. dan kepen ngan struktural pertanahan yang na kemudian dijabarkan dengan semangat yang Jur Namun seper dikatakan oleh seorang memahami dan belum melaksanakan sepenuhnya dak mereda intensitasnya sampai ungkapan pemikir Islam bahwa yang paling berat konflik yang paling nggi berupa tuntutan dalam kehidupan adalah melaksanakan merdeka seper yang terjadi di Papua. amanah. Dalam perjalanan pembangunan 35 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 sebagai penjabaran tujuan dan prinsip Dari uraian di atas, permasalahan yang 1945 namun di sisi lain UUPA beserta prinsip- diangkat dalam tulisan ini adalah: Bagaimana arah poli k hukum sumber bagi pengembangan kebijakan dan pertanahan nasional saat ini? 2. Bagaimana dampak poli k hukum pertanahan saat ini terhadap perlindungan hak kepemilikan tanah peraturan perundang-undangan pertanahan nasional. Arahnya adalah untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan masyarakat? 3. prinsip hukumnya berkedudukan sebagai Bagaimana alterna f poli k hukum pertanahan di masa depan dalam rangka mengurangi dampak nega f dari poli k tersebut, UUPA mengandung prinsip-prinsip ing 1. hukum dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI BP HN B. Permasalahan penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk mendorong kemajuan bidang ekonomi, industri, dan bidang lain yang pelaksanaannya hukum pertanahan yang ada saat ini? ind tergantung pada ketersediaan tanah. Namun demikian UUPA juga memberikan perha an C. Metode PeneliƟan Tulisan ini menggunakan pendekatan lebih jauh daripada sekedar pendekatan doktrinal, sehingga memiliki perspek f lebih luas dengan melihat hukum agraria dalam hubungannya dengan sistem sosial, poli k, dan ekonomi masyarakat.3 pertanahan pada masa sebelumnya. dimaksudkan terwujudnya menjamin tujuan tersebut, patkan sebagai UUPA dapat hukum pertanahan ditem- progresif4 progresif, UUPA dimaksudkan 1. Arah PoliƟk Hukum Pertanahan hukum Dengan pilihan prinsip-prinsip yang atau Hukum Prisma k.5 Sebagai hukum D. Pembahasan Poli k lemah dan termarjinalkan oleh kebijakan lR ec hts V sosio hukum, dengan maksud ingin melihat khusus terhadap kelompok masyarakat yang dalam instrumen untuk sebagai menciptakan suatu perubahan masyarakat yang maju di bidang ekonominya melalui penataan struktur pemilikan tanah, yang di satu sisi mendorong yang digunakan sebagai pedoman untuk ke arah perubahan pertanian dan industri mewujudkan tujuan sudah tertuang dalam yang semakin maju namun dengan na penger an pilihan tujuan dan prinsip hukum dak Jur UUPA. Di satu sisi, UUPA berkedudukan 3 4 5 36 Cyberconsult, Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, (Jakarta: Bank Dunia, 1999), hal. 153. Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif : Penjelajahan Suatu Gagasan, dalam Majalah Newsletter, Kajian Hukum Ekonomi dan Bisnis, Nomor 59, Desember 2004. Nurhasan Ismail, Perkembangan Hukum Pertanahan : Pendekatan Ekonomi-Politik, (Jakarta-Yogyakarta: Huma dan Magister Hukum UGM, 2007) Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 tekanan pada produk vitas tanah dak terciptanya pemerataan pemilikan tanah. menimbulkan kerusakan terhadap fungsi dan BP HN mengabaikan keadilan dalam penger an kemampuan fisik tanah (Pasal 15 dan Pasal UUPA dijabarkan dari 2 (dua) kelompok nilai 10), pemberian perlakuan khusus kepada sosial yaitu modern dan tradisional sesuai kelompok yang lemah dan marjinal dengan dengan kemajemukan masyarakat Indonesia. membebankan kewajiban kepada pemerintah Penjabaran nilai sosial modern tercermin dari (negara) untuk melindungi golongan ekonomi prinsip-prinsip: individualisasi kepemilikan lemah dan pendistribusian tanah kepada hak atas tanah (Pasal 4 jo.Pasal 9 dan pasal- mereka sebagai penyeimbang pada prinsip pasal hak atas tanah), dorongan pemanfaatan persamaan beserta semangat persaingan tanah yang dapat menghasilkan produksi yang mengiringi (Pasal 11 dan Pasal 17), dan yang se nggi- ngginya melalui kewajiban pencegahan dominasi dalam penguasaan dan memanfaatkan secara intensif (Pasal 10, pengusahaan tanah oleh perusahaan dengan Pasal 13, dan Pasal 15), persamaan akses kewajiban kegiatan usaha di sektor pertanian bagi se ap orang untuk mempunyai tanah dan industri dilakukan dalam wadah koperasi di seluruh wilayah Indonesia dengan dan larangan monopoli (Pasal 12 dan Pasal ind ing Sebagai hukum prisma k, prinsip-prinsip dak membedakan status kewarganegaraan atau 13). Melalui prinsip-prinsip hukum yang hak atas tanah), dan pemberian kepemilikan diramu dari perpaduan antara nilai sosial tanah bagi pengembangan usaha berskala modern dan tradisional dimaksudkan agar besar di sektor pertanian atau industri pengaturan penguasaan dan pemanfaatan dengan batasan tertentu (Pasal 28 dan Pasal tanah mengarah pada terciptanya ke- 35). makmuran yang merata bagi semua orang dan lR ec hts V jender (Pasal 4 dan Pasal 9 dan pasal-pasal tradisional kelompok masyarakat. Melalui perpaduan tercermin dari prinsip-prinsip: pelekatan prinsip-prinsip hukum tersebut, UUPA di satu fungsi sosial hak atas tanah dan pembatasan sisi hendak mendorong kemajuan ekonomi luas tanah yang dapat dipunyai se ap pertanian dan industri dengan memberikan orang sebagai pencegah agar individualisasi hak atas tanah secara individual kepada se ap kepemilikan mengarah orang atau perusahaan dalam skala besar kepemilikan mutlak dan menumpuknya dan mewajibkan kepada mereka berproduksi pemilikan tanah pada segelin r orang secara op mal. Namun di sisi lain, UUPA (Pasal 6 dan Pasal 7 jo.Pasal 17), dorongan berusaha mencegah terjadinya dampak ke arah konservasi sumber daya tanah sosial-ekonomi-poli k nega f dari proses melalui pembebanan kewajiban memelihara pencapaian kemajuan dengan membebankan kesuburan tanah dan larangan pemilikan fungsi sosial hak atas tanah, kewajiban tanah absentee sebagai penyeimbang agar konservasi tanah, perlakuan khusus bagi nilai tanah sosial dak Jur na Penjabaran 37 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 sebagai dasar bagi pemerataan kemakmuran koperasi bagi usaha skala besar, dan larangan dan keuntungan dari perusahaan berskala monopoli. besar yang dapat dinikma secara bersama yang oleh para karyawan dan masyarakat di terkandung dalam UUPA, dalam perjalanan sekitar perusahaan. Namun demikian, cara pelaksanaannya belum dapat dijabarkan dan tujuan yang sudah konsisten dengan secara utuh baik pada masa Orde Lama UUPA maupun Orde Baru dan Orde Reformasi. Pada karena beberapa sebab, yaitu: Pertama, masa Orde Lama, poli k hukum pertanahan kurang kuat dan konsentra fnya komitmen sudah mengarah pada upaya mewujudkan pemerintah untuk melaksanakan program pemerataan kemakmuran bagi seluruh rakyat. landreform Melalui program landreform yang sudah perusahaan karena pimpinan negara terlalu diatur dalam UU No.56 Tahun 1960 beserta sibuk dengan persoalan poli k konfronta f. peraturan Hal ini menyebabkan pemerintah prisma k pelaksanaannya, perombakan tersebut struktur penguasaan tanah yang mengalami ing hukum ind Semangat dan kegagalan kepemilikan saham dak mpang cukup mempunyai kekuatan untuk melawan sudah dimulai dengan mengambilalih tanah- perlawanan para tuan tanah baik di ngkat tanah kelebihan dari batas maksimum dan pengembangan tanah-tanah kemudian melalui partai nasionalis dan keagamaan direncanakan untuk didistribusikan kepada yang menjadi afiliasi para tuan tanah maupun kelompok masyarakat yang dak mempunyai di ngkat pelaksanaannya, yang dak rela tanah. Tanah-tanah yang dikuasai langsung tanahnya diambil alih untuk dijadikan obyek negara ditetapkan sebagai obyek landreform landreform. yang lR ec hts V absentee, untuk didistribusikan kepada masyarakat yang kebijakan di parlemen Kedua, kebijakan yang konfronta f belum mempunyai tanah. Semangat koperasi dan sebagai wadah pengusahaan tanah dalam perusahaan berskala besar yang menguasai skala luas sudah dimulai melalui Peraturan tanah yang sangat luas terutama yang Menteri No.11 berstatus perusahaan asing dengan cara Tahun 1962 yang menetapkan kepemilikan melakukan ndakan nasionalisasi. Kebijakan saham dari perusahaan terbagi menjadi nasionalisasi dilancarkan sejak tahun 1958 3 bagian yaitu 50% tetap dipunyai oleh sampai 1963 kepada perusahaan asing pendiri perusahaan, 25% diserahkan kepada baik yang bergerak di bidang perkebunan karyawan, dan 25% kepada masyarakat di dan sektor perekonomian lainnya. Tanah- sekitar tempat beroperasinya perusahaan tanah hasil nasionalisasi itu kemudian dan Pertanian Jur na Agraria Tujuannya jelas, agar revolusioner terhadap terhadap dak dijadikan obyek landreform, namun melalui pemerintah daerah. 38 BP HN kelompok yang lemah, pewadahan dalam terdapat ditempatkan di bawah pengawasan ABRI. pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah Dalam perkembangannya, sebagian dari Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 penguasaan dan pemanfaatan/pengusahaan kemudian justru menjadi salah satu sumber tanah bagi kegiatan usaha perkebunan dan konflik pertanahan antara ABRI dengan industri. Liberalisasi dan swastanisasi belum 6 BP HN perusahaan tersebut dikelola oleh ABRI, yang terlalu banyak dikembangkan. Terhadap masyarakat di sekitarnya. Ke ga, adanya sikap dak percaya kepada perusahaan swasta yang sudah diberikan pemerintah dari salah satu kekuatan partai peranan dilakukan pengawasan yang cukup poli k yang ada dan kemudian melakukan ketat seper persyaratan pemberian luas tanah disesuaikan dengan ”equity capital” sepihak dari para tuan tanah. Kekuatan partai atau modal yang dipunyai oleh perusahaan. poli k tersebut kemudian dalam peris wa Hal ini dimaksudkan untuk mencegah Gerakan 30 September 1965 telah dinilai terjadinya spekulasi penguasaan tanah dan melakukan pemberontakan terhadap negara. mencegah terjadinya dampak nega f kepada Akibatnya, pengambilalihan tanah secara masyarakat. sepihak dinilai juga dak sah dan di era Orde Namun ind ing ndakan pengambil-alihan tanah secara dalam perkembangannya, pelan tapi pas terutama sejak pertengahan tuan tanah; Keempat, kemiskinan yang dekade 1980’an dan semakin intensif awal merajalela di akhir pemerintahan Orde Lama 1990’an, swastanisasi dan liberalisasi sema- yang disebabkan oleh kegagalan program kin menjadi mainstream substansi kebijakan Berdiri Di Atas Kaki Sendiri (BERDIKARI) di pertanahan, bahkan semakin mengarah semua bidang merupakan faktor penyebab pada komodi sasi tanah yang berdampak gagalnya arah poli k hukum pertanahan di nega f bagi perlindungan kepemilikan tanah Era Orde Lama. masyarakat7. Perkembangan tersebut dapat lR ec hts V Baru kemudian diserahkan kembali kepada Pada masa Orde Baru, terjadi perubahan ideologi pembangunan dari sosialisme dicerma dari beberapa fakta yaitu : a. ”Pema -surian” program landreform ala Indonesia yang dikembangkan oleh sebagai Soekarno ke arah kapitalisme beserta kepemilikan anak kandungnya berupa liberalisasi dan bermakna adanya kebijakan untuk dak swastanisasi penguasaan dan pemanfaatan melaksanakan lagi program landreform tanah. Pada awalnya, pemerintah Orde (Policy of non Enforcement) meskipun Baru peraturan perundang-undangan yang mempertahankan na masih peranan pemerataan tanah. Pema -surian mengaturnya secara formal tetap Jur badan usaha milik negara (BUMN) dalam instrumen 6 7 Mohtar Mas’oed, Ekonomi dan Struktur Politik : Orde Baru 1966-1971, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 60-61. Ifdhal Kasim, Tanah Sebagai Komoditas: Kajian Kritis Atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru, (Jakarta : ELSAM, 1996). 39 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 dikategorikan sebagai ”Barang Milik landreform ini semakin sempurna ke ka Negara/Instansi Pemerintah” di luar dalam masyarakat berkembang persepsi kepen ngan tempat mendirikan kantor keterkaitan landreform dengan Partai atau di luar misi pelayanan publik. Pema -surian Komunis Indonesia yang sudah dilarang. Kebebasan menjadikan tanah sebagai Adanya kebebasan dan persaingan bagi barang komoditas dapat dicerma dari: se ap orang dan badan hukum untuk (a) kebebasan memperjual belikan tanah menguasai dan memiliki tanah serta sebagai obyek mendapatkan keuntungan menempatkan tanah sebagai barang yang sebanyak-banyaknya dari tanah komoditas. dengan mengabaikan fungsi sosial hak Kebebasan menguasai ing b. c. BP HN program berlaku. atas tanah sebagaimana diamanahkan dan memiliki tanah tampak dari: (a) dak dikembangkannya Pasal 6 UUPA. Kebebasan ini secara kebijakan yuridis dibuka kemungkinannya melalui pembatasan kepemilikan tanah bagi Kepmenpera No.11/KPTS/1994 tentang ind tanah pekarangan yang menurut UU Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan diatur; (b) begitu juga perusahaan Rumah Susun dan Kepmenpera No.9/ berbadan hukum mempunyai kebebasan KPTS/M/1995 mempunyai tanah seberapa pun luas Pengikatan yang diinginkan meskipun di dalamnya pembolehan terkandung penguasaan spekula f yang Hak Guna Usaha untuk menyerahkan bertentangan dengan prinsip Pasal 6 pengusahaan tanah kepada perusahaan UUPA. Baru pada tahun 1999 dengan lain Peraturan Menteri Negara Agraria/ Pengusahaan atau bentuk yang lain Kepala BPN No.2 Tahun 1999 tentang jika prak k demikian sudah menjadi Ijin kebiasaan lR ec hts V No.56 Tahun 1960 diamanahkan untuk Lokasi dilakukan pembatasan Jual Beli Pedoman Rumah; perusahaan melalui Kontrak sebagaimana (b) pemegang Manajemen ditentukan namun luasannya masih cukup nggi; dalam Pasal 12 ayat (2) PP No.40 Tahun (c) batas 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai. diabaikannya ketentuan maksimum pemilikan tanah pertanian d. Terjadinya persegeseran dari poli k pertanahan Tahun 1960; (d) masuknya instansi pemerataan pemilikan tanah sebagai pemerintah baik secara langsung atau cara melalui badan usaha milik negara/daerah rakyat ke arah poli k pertanahan yang didirikan menjadi pesaing baru yang mendorong ke arah konsentrasi dalam penguasaan dan pemanfaatan penguasaan dan pemanfaatan tanah tanah melalui Hak Pakai Selamanya pada sekelompok kecil subyek terutama atau Hak Pengelolaan yang kemudian perusahaan na yang sudah ditentukan dalam UU No.56 Jur 40 tentang yang mewujudkan besar. mendorong kemakmuran Pergeseran ini Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 yang populis tersebut dak mempunyai sumberdaya tertentu termasuk tanah pengaruh apapun. dak didistribusikan kepada f. Ideologisasi pengorbanan oleh sebanyak mungkin orang, namun cukup rakyat pemilik tanah bagi terujudnya dikuasai dan dimanfaatkan oleh subyek kepen ngan negara atau umum. Ar nya tertentu yang mempunyai kemampuan rakyat pemilik tanah diminta berkorban mengusahakan baik secara permodalan dengan cara melepaskan hak atas tanah maupun manajemen dan penguasaan untuk diserahkan kepada pemerintah teknologi. dengan besaran gan rugi yang diinginkan Melalui konsentrasi penguasaan dan pemerintah meskipun dampaknya bagi ing e. perlu BP HN sejalan dengan logika kapitalisme, yaitu kesejahteraan pemilik tanah mengalami pemanfaatan tanah oleh perusahaan berskala besar pemerataan diharapkan kemakmuran penurunan. Demikian semangat yang terjadi terkandung dalam Permendagri No.15 melalui Tahun 1975 tentang Pembebasan Hak ind ketersediaan lapangan kerja dan upah yang ditentukan dalam bentuk ”Upah Atas Tanah Bagi Kepen ngan Umum dan Minimum Kabupaten/Propinsi” (UMK/P) Keppres No.55 Tahun 1993 yang menjadi dengan dasar kebutuhan fisik minimum penggan nya. lR ec hts V (KFM) dan bukan kebutuhan hidup minimum (KHM). Berbagai kebijakan dikembangkan untuk mendukung Pada masa Orde Reformasi sekarang, semangat kebijakan kapitalis k, liberal, dan terjadinya konsentrasi penguasaan dan persaingan pemanfaatan tanah oleh perusahaan Ar nya berskala besar ini berupa kemudahan melanjutkan yang sudah ada dan diprak kkan mendapatkan lokasi pada masa Orde Baru, bahkan melalui (Permennag No.2 Tahun 1993 yang instansi sektoral kebijakan kapitalis k dan digan dengan Permennag No.2 Tahun liberal itu semakin meningkat, meskipun 1999), fasilitas perpajakan, dan termasuk Badan pembiaran hak tradisional masyarakat untuk meredam dan mengembalikannya lokal pada semangat UUPA namun atau perijinan hak ulayat masyarakat dak mengalami perubahan. kebijakan Pertanahan pertanahan Nasional berusaha dak cukup mendapatkan ulayat sudah terdapat kebijakan yaitu sektoral. Hal ini dapat dicerma dari 2 (dua) Permennag/Ka.BPN No.5 Tahun 1999 kelompok kebijakan, yaitu : yang memberikan perha an namun a. Jur na hukum adat. Meskipun untuk hak Terdapat dukungan masih kebijakan dari atau instansi rencana aplikasinya oleh pemerintah daerah kebijakan pertanahan yang dibangun belum di ndaklanju sehingga kebijakan oleh instansi sektoral di luar Badan Pertanahan Nasional yang semakin 41 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 kapitalis k intensitas dan liberal semangat di bidang kebijakan Kementerian Pertanian yang akan membuka semangat pemerintah dengan membina pertanahan yaitu : 1) rencana menunjukkan liberal dak ingin BP HN meningkatkan petani agar mampu berproduksi lebih op mal lagi; 3) pemberian perlindungan kepada penguasaan pangan Estate tanah oleh perusahaan perkebunan Program”. Pemerintah dalam rangka berskala besar dari kemungkinan menjamin ketahanan dan kedaulatan terjadinya tuntutan atau pendudukan pangan berencana membuka tanah tanah atau gangguan terhadap melalui ”Food pertanian baru, namun penguasaan dan pemanfaatannya akan diberikan kepada perusahaan berskala besar kegiatan usaha pemanfaatan oleh siapa pun dengan cara kriminalisasi terhadap se ap gangguan kegiatan usaha perkebunan. Hal ini ditentukan ind dan bukan didistribusikan kepada dan ing jutaan hektar tanah untuk pertanian dalam Pasal 21 UU No.18 Tahun kebijakan ini memang merupakan 2004 tentang Perkebunan. Di satu kelanjutan dari kebijakan konsentrasi sisi, ketentuan Pasal 21 tersebut penguasaan dan pemanfaatan tanah bertujuan untuk menjamin kepas an yang sudah dikembangkan di masa dan perlindungan hukum bagi se ap Orde Baru. Sebaliknya kebijakan perusahaan perkebunan yang sudah ini memang sudah mengabaikan mendapatkan ijin dan HGU. Namun semangat pemerataan pemilikan di sisi lain, ketentuan dapat menjadi tanah pertanian yang dikehendaki ancaman bagi warga masyarakat oleh dasar poli k pertanahan yaitu hukum adat yang atas dasar hak UUPA; ulayatnya lR ec hts V warga masyarakat petani. Ar nya, memanfaatkan 2) masih dalam rangka menjamin tanah yang sama namun belum ketahanan dan kedaulatan pangan, mendapatkan rekognisi apapun bagi pemerintah melalui badan usaha penggunaan tanah oleh perusahaan milik perkebunan. negara berencana untuk 4) Melalui UU Rumah Susun yang baru dipunyai petani untuk diusahakan disahkan oleh DPR, pemerintah tanaman pangan. Di satu sisi didorong rencana kebijakan ini menunjukkan semangat liberalisasi penguasaan kepedulian pemerintah terhadap dan pemanfaatan tanah dengan kebutuhan cara Jur na menyewa tanah pertanian yang pokok masyarakat, namun di sisi lain rencana tersebut 42 untuk untuk memperkuat melanjutkan kepemilikan tanah oleh orang asing baik untuk Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 ”pesaing” warga negara untuk maupun sebagai sarana investasi. Dengan demikian, pemerintah mendapatkan tanah. Pemerintah/ kebijakan BP HN ditempa pemerintah dinilai daerah seharusnya seakan-akan terhormat di mata menjadi fasilitator dan advokator investor yang agar se ap warga negara dapat sebenarnya, pemerintah menjadi mempunyai tanah. Namun dengan dak terhormat di mata warga kedudukan sebagai pesaing, bukan negaranya sendiri karena begitu dak mungkin nan nya, justru asing. Namun warga negara harus menyewa tanah menengah ke bawah mendapatkan untuk tempat nggal atau kegiatan sulitnya warga ing negara sangat usaha dari pemerintah/ pemerintah tanah bagi bangunan Rumah Susun daerah seper Sederhana/Bersubsidi. 5) Semakin intensifnya zaman kolonial. semangat ind liberalisme di kalangan instansi pemerintah atau pemerintah daerah menguasai dan yang terjadi pada b. memanfaatkan Di tengah-tengah meanstream poli k pertanahan yang kapitalis k dan liberal tersebut, Badan Pertanahan yaitu bagi kegiatan usaha. Hal ini Nasional dilakukan dengan memanfaatkan menghidupkan kebijakan pertanahan Hak Pakai Selamanya atau Hak yang Pengelolaan yang dipunyai untuk seper digunakan demikian, kebijakan tersebut lR ec hts V tanah di luar pelayanan publik sebagai sumber (BPN) berusaha mengembalikan untuk keseimbangan yang diinginkan UUPA. Namun dak pendapatan. Pemanfaatan demikian cukup mendapatkan dukungan dari dimungkinkan oleh UU No.1 Tahun instansi sektoral lainnya termasuk oleh 2004 aparat penegak hukum. Kebijakan yang tentang Perbendaharaan Negara dan PP No.6 Tahun 2006 dimaksud yaitu : tentang Barang 1) Penyusunan RPP Reforma Agraria Milik Negara/Daerah. Di satu sisi, yang sudah dimulai pada awal kebijakan pemerintahan SBY, namun RPP Pengelolaan tersebut membuka na kemungkinan diperolehnya peningkatan pendapatan pemerintah/ ini tampaknya dak dak berlanjut dan terdengar lagi beritanya. Kendalanya dapat ditebak yaitu pembiayaan pembangunan. Dari Reforma Agraria yang sebenarnya sisi lain, kebijakan tersebut justru dapat telah menempatkan pemerintah/ meningkatkan produksi pertanian pemerintah dengan tetap menjunjung Jur pemerintah daerah sebagai sumber daerah sebagai menjadi sarana untuk nggi 43 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 pemerataan pemilikan tanah, dinilai Perpres No.65 Tahun 2006. Perpres menjadi faktor penghambat bagi ini pengembangan usaha perkebunan semangat untuk menyeimbangkan atau pertanian berskala besar yang antara kapitalis k dan liberal. Penilaian tanah yang akan diambil dengan demikian kepen ngan umum yang diwakili dikembangkan dan sudah oleh ditanamkan Pendayagunaan sebagai Pener ban Tanah penggan penyeimbangan dan tersebut Terlantar PP tanahnya ind mener bkan dilakukan melalui diperlukan tanah jika sungguh-sungguh bagi kepen ngan umum, namun pemerintah wajib jutaan hektar dengan kerugian memberikan gan negara mencapai triliunan rupiah. untuk menjamin keberlangsungan Di pihak lain, BPN berniat untuk kesejahteraan pemilik tanah. lR ec hts V terlantar perusahaan yang mencapai menempatkan tanah sehingga mendorong rugi yang layak terlantar tersebut sebagai obyek landreform terjadinya Namun semangat keseimbangan dalam Perpres tersebut dak mampu melawan pemerataan tanah pertanian / ”Ideologisasi pengorbanan Rakyat Demi perkebunan. Namun demikian, PP Kepen ngan Umum” yang sudah ditanamkan yang sedemikian populisnya ini sejak Orde Baru. Ar nya rakyat diharuskan kehabisan kekuatan menghadapi untuk berkorban untuk kepen ngan umum perlawanan baik instansi sektoral termasuk harus menerima jika pengorbanan pendukung liberalisasi dan spekulasi itu menuntut mereka dalam kondisi miskin. penguasaan maupun Di samping itu, semangat keseimbangan perusahaan berskala besar yang tersebut harus menghadapi satu bentuk mempunyai kekuatan pengaruh yang perlawanan baru yaitu kriminalisasi atau sangat korupsisasi oleh Penegak Hukum terhadap na tanah nggi dalam pelaksanaan Jur kebijakan. 44 kepen ngan Pemilik tanah wajib menyerahkan mengandung poli k pertanahan akan oleh keseimbangan hak dan kewajiban. No.36 Tahun 1998. PP ini di satu pihak yang pemerintah dikehendaki ing tentang instansi pemilik Pasal 6 dan Pasal 18 UUPA. Upaya 2) Pemberlakuan PP No.11 Tahun 2010 kepen ngan sebagaimana sejak Orde Baru. mengandung BP HN sebenarnya sebenarnya se ap pembayaran gan rugi yang melampaui 3) Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) padahal Pengadaan Tanah Untuk Kepen ngan NJOP menurut Perpres hanyalah pedoman Umum dan perubahannya dalam awal dalam pelaksanaan musyawarah yang akan menentukan besarnya gan rugi Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 komponen rakyat, sedangkan yang rugi terhadap se ap kepemilikan tanah lain mengembangkan cara konsentrasi yang penguasaan dan pemanfaatan tanah dak berser pikat meskipun mereka sudah menempa untuk mewujudkan arah poli k hukum tanah puluhan tahun pertanahan tersebut. sebagaimana ditentukan dalam PP No.24 tahun 1997 tentang Penda aran Tanah. Jika BP HN yang sebenarnya dan pembayaran gan b. Arah dan prinsip poli k hukum pertanahan yang kapitalis k dan liberal maka penegakan hukum telah menjadi yang digunakan selama ini memang di kekuatan baru bagi proses marjinalisasi dan satu sisi telah menimbulkan kemajuan kemiskinan warga negara pemilik tanah dalam pembangunan sektor perkebunan yang terkena pengadaan tanah dan belum ing kriminalisasi atau korupsisasi terus berlanjut, dan proper di Indonesia. Namun di balik keberhasilan atau dampak posi f berser fikat . tersebut, poli k hukum pertanahan juga Arah dan yang poli k hukum berlangsung sampai lR ec hts V pertanahan prinsip nega f. Di antara dampak sampingan nega f adalah : 1) terjadinya kesenjangan penguasaan dan dalam pemanfaatan sekarang seper yang digambarkan di atas sumberdaya alam berupa tanah. telah berbagai Dengan kata lain, ada ke mpangan persoalan sosial-ekonomi dan poli k, yaitu : dalam distribusi penguasaan dan a. berkontribusi Konflik terhadap kewenangan pemerintah yang antar instansi pemilikan tanah. Ada sekelompok terkait dengan kecil subyek menguasai dan pertanahan yaitu BPN di satu pihak memanfaatkan tanah yang sangat dengan luas/besar, Kementerian Kehutanan, namun sebagian besar warga masyarakat terkait lainnya. Sumber konfliknya adalah menguasai perbedaan cara dalam mewujudkan bagian sumberdaya yang rela f amanah Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI terbatas. Secara umum, 1945. Di satu pihak terdapat kebijakan kesenjangan semakin meningkat yang mengembangkan cara pemerataan seper penguasaan dan pemanfaatan tanah Gini sebesar 0,308 pada tahun 1999 untuk mewujudkan kemakmuran seluruh dan 0,363 pada tahun 2005.8 Data na Kementerian Pertanian dan kementerian Jur 8 telah mendatangkan dampak sampingan ind 2. Dampak PoliƟk Hukum Pertanahan Terhadap Perlindungan Hak Kepemilikan Tanah Masyarakat dan hanya memanfaatkan ngkat ditunjukkan oleh Indeks Joyo Winoto, Mandat Politik, Konstitusi dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat, tulisan yang disampaikan dalam Kuliah Umum di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur – Yogyakarta, 2007, hal. 5. 45 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 yang diperuntukkan bagi kelompok bahwa penduduk masyarakat berpenghasilan rendah, Indonesia menguasai sekitar 56% namun sebaliknya begitu sangat aset berupa proper , perkebunan, mudahnya perolehan tanah untuk dan tanah pertanian9, sehingga membangun rumah mewah atau ada 99,80% penduduk Indonesia menegah bagi kelompok masyarakat yang harus bersaing menguasai menengah-atas13; 0,2% dari BP HN di bidang pertanahan menunjukkan dan memanfaatkan sisanya sebesar (2) sulitnya kaum miskin mendapatkan ruang perkotaan menunjukkan bahwa pada tahun tempat berusaha, bahkan tempat 2003 sebanyak 70% rumah tangga petani hanya menguasai tanah pertanian rata-rata sebesar 0,17 usaha kecil atau pasar tradisional yang sudah ada mengalami kemandegan atau penggusuran14. pedesaan yang menguasai 55,3% 11 Sebaliknya penyediaan ruang tanah bagi pasar- ind Ha.10 Sebaliknya ada 10% penduduk ing 44%. Data lain di bidang pertanian pasar modern seper mall atau bisnis ritel dan bagi pembangunan tanah pertanian . Bahkan jika dibandingkan de- kantor pemerintah dengan mudah dapat disediakan15. Pelan tapi pas sawit, se ap perusahaan rata-rata kemudahan itu telah menggusur lR ec hts V ngan sektor perkebunan kelapa 12 menguasai 7.500 Ha. Data kuan ta f di atas memang dak mutakhir, namun secara dan meminggirkan kelompok miskin perkotaan dan pedagang tradisional16. kualita f kesenjangan khususnya di (3) sempitnya ruang pedestarian perkotaan dapat dicerma dari fakta, bagi pejalan kaki atau pesepeda yaitu : (1) betapa sulitnya memperoleh karena ruang lalu lintas hanya tanah bagi pembangunan rumah diperuntukkan bagi kendaraan susun milik atau rumah susun sewa 10 Jur 11 [email protected], Ketimpangan Kepemilikan Aset Sebagai Penyebab kemiskinan, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2008). Zulfadhli, H, Tanah Untuk Petani, tulisan yang disampaikan dalam Seminar Nasional HKTI ”Reforma Agraria, Pelaksanaan otonomi Daerah, dan Penataan Ruang, 2009; lihat juga Iwan N. Selamat, Ketimpangan Struktur Agraria Indonesia, 2009. Khudori, Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria, dalam Kompas, Jakarta, 16 Maret 2007. NN, Palm Oil Problem : Plantation Companies in Conϔlict With Villagers, Tuesday, May, 19th, dalam The Jakarta Post, Jakarta, 2009, hal. 5. Eko Budihardjo, Mitropolis atau Miseropolis, dalam Kompas, Jakarta, Sabtu 22 September 2007, hal. 6. Lucinda, Di Tengah Kepungan Bisnis Ritel, dalam Harian Bernas, Yogyakarta, tanggal 18 Mei 2010, hal. 4. Kompas, 2008, Tajuk Rencana : Kasus dan Penggusuran, Sabtu 26 Januari, hal. 6. Patrick McAuslan, Tanah Perkotaan dan Perlindungan Rakyat Jelata, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), hal. 16. na 9 12 13 14 15 16 46 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 pribadi. Konsekuensinya, pejalan di ruang pedestarian yang sempit alam yang rela f miskin, namun atau menggunakan bagian pinggir sebagian lainnya berada di wilayah badan jalan dengan resiko tertabrak yang kendaraan bermotor. alam yang sangat kaya. Kantong BP HN tersebut mempunyai sumberdaya mempunyai sumberdaya kemiskinan yang terdapat di daerah yang diukur angka masih dapat dipahami meskipun itu garis kemiskinan yang digunakan menunjukkan kurang maksimalnya dengan patokan sebesar Rp 211.726,- perkapita/ perbulan, maka pada tahun 2010 sumberdaya alam pelaksanaan tanggungjawab negara. Sebaliknya, suatu kepriha nan besar dan pertanyaan mendasar harus dikemukakan ind masih terdapat 13.33% atau 31.02 miskin ing problem bangsa Indonesia. Jika Pemerintah pada tahun 2010 yaitu terhadap kantong juta orang miskin.17 Jumlah orang kemiskinan yang terdapat di daerah miskin akan semakin yang sangat kaya sumberdaya alam jika nggi lagi orang yang seper penghasilan tepat Sumatera termasuk di wilayah memasukkan lR ec hts V memperoleh pada angka garis kemiskinan atau menggunakan angka garis di Papua, Kalimantan, dan pesisirnya. 3) Poli k hukum pertanahan juga ditetapkan telah mendorong terjadinya konflik Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu struktural antar kelompok subyek sebesar US$ 3 atau sekitar Rp yaitu : kemiskinan yang 18 (a) berlangsung dan berkembang- Terlepas dari pro-kontra kriteria dan nya konflik struktural yang jumlah orang miskin, jumlah orang dipicu oleh kebijakan negara miskin di beberapa daerah berada yang di atas rata-rata angka kemiskinan kesenjangan nasional yaitu mencapai 2 – 3 kali dan kemiskinan di daerah yang lipat. Sebagian besar orang miskin sangat kaya sumberdaya alam. itu berada di daerah pedesaan yaitu Konflik struktural itu melibatkan mencapai 64,23 pada tahun 2010. kelompok masyarakat lokal baik Sebagian daerah yang menjadi atas dasar kebutuhan dan historis Jur na 750.000,- 18 kemiskinan kaki atau pesepeda harus berjalan 2) realitas kemiskinan masih menjadi 17 kantong-kantong perkapita/perbulan. mendorong sosial terjadinya ekonomi Berita Resmi Statistik, Proϔil Kemiskinan Di Indonesia 2010, dalam Berita Resmi Statistik No.45/07/Th XIII, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 1 Juli 2010). Kompas, 2011, Kemiskinan Tampak Nyata, Senen, 15 Agustus, hal. 15. 47 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 Utara, obyek konflik, para pelaku usaha Barat, Nusa Tenggara Barat, atau investor yang memperoleh dan akses dan aset dalam skala berupa tuntutan pemisahan diri besar, dan pemerintah atau atau keluar dari ikatan Negara pemerintah sebagai Kesatuan RI seper yang pernah pelaksana kewenangan negara terjadi di Aceh serta yang dalam pembuatan kebijakan sudah dan terus berlangsung di dan pendistribusian akses dan Papua. aset. Jumlah dan intensitas konflik terus berlangsung sejalan dengan rendahnya ngkat harapan masyarakat Puncak konflik tanah yang terkena pengadaan tanah untuk kepen ngan umum dengan instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Konflik perubahan kebijakan yang akan ini akan terus berlangsung memberikan karena di satu sisi pemilik tanah hukum perlindungan terhadap akses tanah atau lR ec hts V memperoleh hak atas tanah. Akibatnya merasa dak mendapatkan perlindungan hukum terhadap hak-hak individunya rendahnya tanpa harapan akan adanya diberikan. Namun di sisi lain, perubahan mengungkapkannya instansi pemerintah didorong dalam bentuk-bentuk konflik. untuk Semula konfliknya mempercepat perolehan tanah ndakan ”reclaiming” termasuk cara yang represif bentuk terhadap hak hak historis ndakan lokasi-lokasi seper rugi mencari cara konsinyasi gan yang untuk rugi mereka ke Pengadilan meskipun tanpa pendudukan persetujuan pemilik tanah tanpa kons tusional atau atau gan dengan masyarakat lokal dalam kondisi hanya yang menjadi berupaya memenuhi harapan pemilik bentuk konflik tersebut gan na obyek konflik. Namun ke ka dak tanah rugi mendapatkan yang menjamin keberlangsungan kesejahteraan dari negara, konfliknya berubah mereka menjadi dikehendaki oleh Perpres No.36 Jur mendapatkan respon posi f ndakan kekerasan seper yang terjadi di Pasuruan, Kebumen, Lampung, Sumatera 48 Sulawesi (b) Konflik struktural antara pemilik ind akan kemungkinan terjadinya Papua. ing daerah Kalimantan, BP HN mempunyai keterkaitan dengan Tahun 2005. sebagaimana Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 Untuk mengurangi atau b. Prinsip untuk mewujudkan adanya persamaan secara sosial ekonomi terutama di pemikiran untuk mengembangkan poli k masyarakat majemuk seper Indonesia hukum pertanahan yang ”prisma k”. Arah harus poli k hukum pertanahan prisma k ini mewujudkan mendorong kemajuan antara kelompok-kelompok masyarakat. ing Bagi kelompok yang sudah mampu, dapat mempunyai tanah berdasarkan memberikan perha an terhadap kelompok persyaratan dan prosedur yang umum yang lemah secara sosial-ekonomi-poli k ind berlaku. Namun bagi kelompok yang dengan memberikan akses kepada mereka lemah harus ada intervensi negara untuk mempunyai tanah. Untuk mewujudkan memberikan kemudahan dan fasilitas tujuan tersebut, poli k hukum pertanahan pemberian prisma k mendasarkan pada prinsip hukum pengembangan lR ec hts V dasar kebijakan pertanahan, yaitu : a. Prinsip keberagaman hukum dalam c. Kesatuan; Prinsip ini penghormatan menekankan terhadap pada di bidang pertanahan khususnya dengan memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap kewenangan pemerintahan masyarakat hukum adat na sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 18B ayat (2) UUD Negara RI 1945. Namun pengakuan dan penghormatan tersebut harus sesuai dengan kepen ngan bangsa Jur dan negara sebagai konsekuensi dari komitmen kebangsaan yang sudah kita tanah. Dengan adanya perbedaan perlakuan tersebut, semua kelompok akan mencapai persamaan kondisi sosial ekonomi. Prinsip mengutamakan keadilan dan kemanfaatan di atas kepas an hukum; Prinsip ini menekankan bahwa perbedaan hukum yang terdapat dalam masyarakat kebijakan realita ke daksamaan (perbedaan) di perekonomian dan pemanfaatan tanah namun tetap sebagai dikembangkan pertanahan yang mendasarkan pada dan Indonesia melalui penataan penguasaan tertentu dasar Prinsip ini menekankan bahwa hukum pertanahan yang ada, maka perlu untuk atas ke daksamaan; bahkan meniadakan dampak nega f dari poli k dimaksudkan persamaan BP HN 3. AlternaƟf PoliƟk Hukum Pertanahan mewujudkan pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah merupakan kebijakan yang lebih memenuhi rasa keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Berdasarkan prinsip ini, menumpuk penguasaan dan pemanfaatan tanah merupakan dan ndakan yang dak adil dak bermanfaat karena hanya menimbulkan kecemburuan sosial dan penelantaran tanah yang merugikan kepen ngan bersama. sepaka . 49 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 diferensiasi fungsi dalam Indonesia yang dikembangkan oleh Soekarno ke arah kapitalisme beserta keterpaduan; Prinsip ini menekankan bahwa di BP HN Prinsip anak kandungnya berupa liberalisasi satu sisi pembagian kewenangan di dan antara instansi pemerintah merupakan dan pemanfaatan tanah. suatu masa reformasi terdapat upaya kebutuhan untuk terjadinya swastanisasi penguasaan untuk Oleh karenanya harus dicegah terjadinya pertanahan yang mengembalikan egoisme sektoral yang menyebabkan keseimbangan terjadinya diinginkan UUPA. Namun demikian, hambatan terhadap pencapaian tujuan bersama. Untuk itu, keterpaduan di antara instansi pemerintah menjadi keniscayaan agar kebijakan yang dak saling tumpang- kebijakan seper kebijakan tersebut mendapatkan yang dak cukup dukungan dari instansi sektoral lainnya termasuk oleh aparat penegak hukum. ind dikembangkan menghidupkan Pada efek vitas pencapaian tujuan bersama. ing d. ndih dan saling menafikan. b. Beberapa dampak poli k hukum pertanahan terhadap perlindungan E. Penutup hak kepemilikan tanah masyarakat lR ec hts V 1. Kesimpulan a. Arah poli k hukum pertanahan pada awalnya adalah untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, UUPA mengandung prinsip-prinsip penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk mendorong kemajuan bidang ekonomi, industri, dan bidang lain yang pelaksanaannya tergantung na pada ketersediaan tanah. UUPA juga memberikan perha an khusus terhadap kelompok masyarakat yang lemah dan termarjinalkan oleh Jur kebijakan pertanahan pada masa sebelumnya. Tetapi pada masa Orde Baru, terjadi perubahan ideologi pembangunan dari sosialisme ala 50 adalah: 1) Konflik kewenangan antar instansi pemerintah yang terkait dengan pertanahan yaitu BPN di satu pihak dengan Kementerian Kehutanan, Pertanian terkait Kementerian dan kementerian lainnya. Sumber konfliknya adalah perbedaan cara dalam mewujudkan amanah Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI 1945. Di satu pihak terdapat kebijakan yang mengembangkan cara pemerataan penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk mewujudkan seluruh sedangkan kemakmuran komponen rakyat, yang lain mengembangkan cara Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 tanah untuk mewujudkan arah poli k hukum pertanahan tersebut; penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berupa tanah. Ada sekelompok kecil subyek menguasai dan memanfaatkan tanah yang sangat luas/besar, namun sebagian besar warga masyarakat hanya menguasai memanfaatkan bagian yang rela f terbatas; sistem hukum nasional ke depan hukum pertanahan yang prisma k. b. Perlu koordinasi dan penyamaan persepsi antar instansi pemerintah yang terkait dengan pertanahan yaitu BPN di satu pihak dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian kementerian terkait mengenai cara dan lainnya pemerataan penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk mewujudkan kemakmuran 3) Tingkat kemiskinan di Indonesia masih nggi; konflik seluruh komponen rakyat. struktural lR ec hts V 4) terjadi mengembangkan ind sumberdaya rangka perlu diadopsi prinsip-prinsip poli k 2) terjadinya kesenjangan dalam dan a. Dalam ing pemanfaatan 2. Saran BP HN konsentrasi penguasaan dan pertanahan. c. Alterna f yang ditawarkan untuk mengurangi atau bahkan meniadakan dampak nega f dari poli k hukum pertanahan saat ini adalah mengembangkan poli k hukum pertanahan yang ”prisma k” dengan bersandar pada Prinsip keberagaman hukum dalam Kesatuan; Prinsip persamaan atas dasar ke daksamaan; Prinsip na mengutamakan keadilan dan kemanfaatan di atas kepas an hukum; Prinsip diferensiasi fungsi Jur dalam keterpaduan. 51 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 BP HN DAFTAR PUSTAKA Berita Resmi Sta s k No.45/07/Th XIII, Profil Kemiskinan Di Indonesia 2010, (Jakarta: Badan Pusat Sta s k, 1 Juli 2010). Budihardjo, Eko, Mitropolis atau Miseropolis, (Kompas, Sabtu 22 September 2007). Departemen Penerangan RI, Pertanahan Dalam Era Pembangunan Indonesia, (Jakarta: Ditjen Agraria Departemen Dalam Negeri, 1982). Ismail, Nurhasan, Perkembangan Hukum Pertanahan : Pendekatan Ekonomi-Poli k, (Jakarta- ing Yogyakarta: Huma dan Magister Hukum UGM, 2007). Kasim, Ifdhal, Tanah Sebagai Komoditas : Kajian Kri s Atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru, (Jakarta: ELSAM, 1996). Khudori, Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria (Kompas, 16 Maret 2007). ind Kompas, 2008, Tajuk Rencana : Kasus dan Penggusuran, Sabtu 26 Januari. Kompas, 2011, Kemiskinan Tampak Nyata, Senen, 15 Agustus. Lucinda, Di Tengah Kepungan Bisnis Ritel, (Yogyakarta, Harian Bernas, 2010). Mas’oed, Mohtar, Ekonomi dan Struktur Poli k : Orde Baru 1966-1971 (Jakarta: LP3ES, 1989). 1986). lR ec hts V McAuslan, Patrick, Tanah Perkotaan dan Perlindungan Rakyat Jelata (Jakarta, PT Gramedia, Rahardjo, Satjipto, Hukum Progresif : Penjelajahan Suatu Gagasan, (Majalah Newsle er, Kajian Hukum Ekonomi dan Bisnis, Nomor 59, Desember 2004). The Jakarta Post, 2009, Palm Oil Problem : Planta on Companies in Conflict With Villagers, Tuesday, May, 19th. Universitas Gadjah Mada, 2008, Ke mpangan Kepemilikan Aset Sebagai Penyebab kemiskinan, Portal UGM(C)UGM, Kontak Webmaster : [email protected]. Winoto, Joyo, Mandat Poli k, Kons tusi dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat, (Bulaksumur – Yogyakarta, Kuliah Umum, Balai Senat Universitas Gadjah Mada, 2007). Zulfadhli, H, 2009, Tanah Untuk Petani, tulisan yang disampaikan dalam Seminar Nasional HKTI na ”Reforma Agraria, Pelaksanaan otonomi Daerah, dan Penataan Ruang; lihat juga Iwan N. Jur Selamat, Ke mpangan Struktur Agraria Indonesia, 2009. 52