PENGEMBANGAN KULTUR KERING BAKTERI

advertisement
PENGEMBANGAN KULTUR KERING BAKTERI
Lactobacillus plantarum (SK5) ASAL BEKASAM SEBAGAI
KANDIDAT PROBIOTIK DENGAN TEKNIK PENGERINGAN BEKU
ANNISA SASKIA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan
Kultur Kering Bakteri Lactobacillus plantarum (SK 5) asal Bekasam sebagai
Kandidat Probiotik dengan Teknik Pengeringan Beku adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 12 Juni 2014
Annisa Saskia
NIM C34090065
ABSTRAK
ANNISA SASKIA. Pengembangan Kultur Kering Bakteri Lactobacillus
plantarum (SK5) asal Bekasam sebagai Kandidat Probiotik dengan Teknik
Pengeringan Beku. Dibimbing oleh DESNIAR dan IRIANI SETYANINGSIH.
Bakteri asam laktat asal bekasam memiliki potensi sebagai probiotik.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kultur kering bakteri
L. plantarum (SK5) sebagai kandidat probiotik dan menganalisis pengaruh bahan
pelindung dan suhu penyimpanan terhadap kultur kering L. plantarum (SK5)
sebagai kandidat probiotik. Kriogenik yang digunakan adalah susu skim dan
laktosa. Tahapan penelitian meliputi pengujian sifat kandidat probiotik bakteri
L. plantarum (SK5), pembuatan kultur kering dengan metode pengeringan beku,
analisis sifat kandidat probiotik kultur setelah proses pengeringan beku dan
penyimpanan kultur kering pada suhu dingin dan suhu ruang. Bakteri
L. plantarum (SK5) memiliki sifat sebagai kandidat probiotik dengan ketahanan
pada pH 2, pH 7.2 dan garam empedu 0,5% masing-masing yaitu 87,2%, 88,5%
dan 87,2%. Penambahan susu skim memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap ketahanan hidup kultur kering beku pada kondisi pH 2, pH 7,2 dan
garam empedu 0,5% dibandingkan laktosa dan kontrol. Penyimpanan pada suhu
dingin dapat mempertahankan viabilitas kultur kering L. plantarum (SK5) lebih
tinggi dari pada suhu ruang. Penambahan bahan pelindung susu skim pada kultur
kering L. plantarum (SK5) dengan penyimpanan pada suhu dingin merupakan
perlakuan terbaik.
Kata kuci : bakteri asam laktat, kariogenik, pengeringan beku, probiotik
ABSTRACT
ANNISA SASKIA. Development of Dry Culture Lactobacillus plantarum (SK5)
Bacteria from Bekasam as Probiotics Candidate with Freeze Drying Technique.
Supervised by DESNIAR and IRIANI SETYANINGSIH.
Lactic acid bacteria from bekasam have potency as probiotic. The
objectives of this study were to obtain dry culture of L. plantarum (SK5) bacteria
as probiotics candidate and to analyze the efect of cryogenics and storage
temprature of dry culture L. plantarum (SK5) as probiotic candidate. Applied
cryogenic were skim milk and lactosa. The research metode included
determination of L. plantarum (SK5) characteristic as candidate probiotics,
production of dried culture by freeze drying method, analysis dried culture
characteristics after freeze drying and storage in room and chilling temperatures.
The viability of L. plantarum (SK5) as candidate probiotics on pH 2, pH 7.2 and
bile salt 0.5% were 87.2%, 88.5% and 87.2% respectively. The viability of the
dried culture on pH 2, pH 7.2 and bile salts 0.5% by addition skim milk was
sicnificantly different with lactose and control. Storage of the dried culture
L. plantarum (SK5) in chilling temperature cause the viability higher than in room
temperature. The addition of skim milk to dried culture L. plantarum (SK5) and
its storage in chilling temperature were the best treatment.
Key words : cryogenic, freeze drying, lactic acid bacteria, probiotic
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vii
PENGEMBANGAN KULTUR KERING BAKTERI
Lactobacillus plantarum (SK5) ASAL BEKASAM SEBAGAI
KANDIDAT PROBIOTIK DENGAN TEKNIK PENGERINGAN BEKU
ANNISA SASKIA
C34090065
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ix
Judul Skripsi : Pengembangan Kultur Kering Bakteri Lactobacillus plantarum
(SK 5) asal Bekasam sebagai Kandidat Probiotik dengan Teknik
Pengeringan Beku
Nama
: Annisa Saskia
NIM
: C34090065
Program Studi: Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Desniar, SPi MSi
Pembimbing I
Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal lulus
:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil di selesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak Agustus 2013 hingga
Januari 2014 ini adalah Bakteri Asam Laktat dengan judul Pengembangan Kultur
Kering Bakteri Lactobacillus plantarum (SK 5) asal Bekasam sebagai Kandidat
Probiotik dengan Teknik Pengeringan Beku.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1
Dr Desniar, SPi MSi dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi
ini,
2
Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini,
Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku perwakilan komisi pendidikan yang telah
3
mewakili departemen pada saat ujian dan memberikan saran perbaikan,
4
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan,
5
Ibu Ema Masruroh, SSi; Dini Indriani, AMd; Saeful Bahri, AMd; Ibu Ari;
dan Ibu Antin yang telah membantu penulis selama penelitian di
Laboratorium,
6
Ayah, Mama, dan kakak serta seluruh keluarga yang telah memberikan
motivasi kepada penulis,
Teman seperjuangan THP 46, serta adik-adik THP 47, 48, dan kakak S2
7
THP, atas segala doa dan kerja samanya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor,12 Juni 2014
Annisa Saskia
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................................
Perumusan Masalah ...........................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................
METODE PENELITIAN ......................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................................
Bahan Penelitian ................................................................................................
Peralatan Penelitian ...........................................................................................
Prosedur Penelitian ............................................................................................
Karakterisasi Kandidat Probiotik Bakteri Lactobasillus plantarum (SK 5) .
Pembuatan Kultur Kering dengan Metode Pengeringan Beku ......................
Karakterisasi Kultur Kering sebagai Kandidat Probiotik .............................
Penyimpanan Kultur Kering pada Suhu Dingin dan Suhu Ruang .................
RancanganPercobaan…………………………………………………………..
Analisis Kandidat Probiotik Kultur Kering…………………………………
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................
Sifat Kandidat Probiotik Bakteri Lactobasillus plantarum (SK 5) ...................
Kultur Kering L. plantarum (SK 5) dengan Metode Pengeringan Beku ...........
Karakteristik Kandidat Probiotik Kultur setelah Proses Pengeringan Beku .....
Pengaruh Penyimpanan pada Suhu Dingin dan Suhu Ruang Terhadap Kultur
Kering L. plantarum (SK 5) ..............................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
Kesimpulan ........................................................................................................
Saran ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
LAMPIRAN ..........................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................................
xiii
xiii
xiii
1
1
2
2
2
3
3
3
3
3
3
5
6
7
7
7
7
8
8
10
11
13
14
14
14
16
19
24
xiii
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji kandidat probiotik L. plantarum (SK 5) ............................................
2 Rata-rata ketahanan hidup L. plantarum (SK 5) dengan bahan pengikat susu
skim, laktosa dan kontrol setelah pengeringan .................................................
3 Hasil perkiraan jumlah BAL kultur kering yang sampai di kolon ...................
4 Hasil penghitungan persen ketahanan hidup selama penyimpanan pada suhu
dingin dan suhu ruang ......................................................................................
8
10
13
14
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian .....................................................................................
2 Bakteri Lactobasillus plantarum (SK 5) perbesaran 10×100 ...........................
3 Pengaruh bahan pelindung (Krioprotektan) terhadap ketahanan kultur kering
beku L. plantarum (SK5)..................................................................................
5
8
11
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Hasil analisi ragam ketahanan hidup kultur kering……..............................
Uji lanjut Duncan ketahanan hidup kultur kering…………………………….
Hasil analisis ragam pH 2 kultur kering……………………………………...
Uji lanjut Duncan pH 2 kultur kering………………………………………...
Hasil analisis ragam pH 7,2 kultur kering……………………………………
Uji lanjut Duncan pH 7,2 kultur kering……………………………………….
Hasil analisis ragam garam empedu 0,5% kultur kering…………………….
Uji lanjut Duncan garam empedu 0,5% kultur kering………………………..
Dokumentasi penelitian ....................................................................................
21
21
21
21
21
22
22
22
22
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk fermentasi bergaram dengan bahan baku ikan banyak dijumpai di
daerah Asia Tenggara. Bekasam adalah salah satu produk tradisional fermentasi
ikan bergaram yang berasal dari Indonesia. Menurut Wikandari et al. (2012)
produk bekasam dibuat dengan mencampurkan ikan, sumber karbohidrat, dan
garam dalam wadah tertutup dan selanjutnya dilakukan proses fermentasi pada
suhu ruang antara 5 hingga 7 hari. Bekasam yang dihasilkan akan memiliki
karakteristik rasa asam khas bekasam dengan aroma tertentu. Adanya proses
fermentasi diakibatkan oleh adanya berbagai macam aktivitas mikroorganisme
terutama bakteri asam laktat (BAL).
Desniar (2012) telah melakukan isolasi BAL dari bekasam ikan Seluang
(Rasbora sp.) asal daerah Kayu Agung, Kab. Ogan Komiring Ilir Sumatera
Selatan dengan lama fermentasi 7 hari. Salah satu bakteri yang teridentifikasi
adalah Lactobacillus plantarum (SK 5). Desniar et al. (2012) melaporkan bahwa
bakteri L. plantarum (SK 5) memiliki potensi antimikrob terhadap beberapa
bakteri patogen yaitu E. coli, S. typhimurium, L. monocytogenes, B. cereus dan
S. aureus. Bakteri L. plantarum (SK 5) belum diketahui potensinya sebagai
probiotik sehingga perlu dilakukan pengujian sifat kandidat probiotik agar dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan.
Probiotik menurut Naidu dan Clemens (2000) adalah mikroba hidup yang
memiliki pengaruh menguntungkan bagi yang mengkonsumsinya dengan
meningkatkan keseimbangan mukosa usus. Salah satu prasyarat mikroorganisme
probiotik dapat memberi dampak yang positif bagi kesehatan adalah memiliki
ketahanan hidup yang tinggi setelah melalui saluran pencernaan. Berdasarkan
FHO dan WHO (2000), bakteri yang tergolong dalam kelompok probiotik harus
melalui beberapa uji secara in vitro diantaranya: (1) dapat bertahan hidup dalam
kondisi asam lambung; (2) dapat bertahan hidup dengan adanya garam empedu;
(3) kemampuan melekat pada mukus atau epitel sel, (4) kemampuan
menghasilkan senyawa antimikrob terhadap bakteri patogen dan (5) mampu
menurunkan pelekatan bakteri patogen pada permukaan.
Bakteri asam laktat dapat dimanfaatkan sebagai probiotik bila sel di
konsumsi dalam keadaan hidup. Proses pengolahan pangan dan proses
penyimpanan dapat menurunkan ketahanan hidup bakteri sehingga perannya
sebagai probiotik akan menurun. Penyimpanan kultur dalam keadaan segar tidak
dapat dilakukan untuk jangka waktu yang lama, sehingga perlu adanya metode
pengawetan (preservasi) BAL yang dapat mempertahankan ketahanan hidup
bakteri sehingga dapat diaplikasikan. Metode yang umum digunakan pada
pengawetan kultur bakteri adalah metode pengeringan.
Prinsip pengawetan kultur bakteri dengan pengeringan adalah mengeluarkan
sebagian besar air dari bahan sehingga air yang tertinggal merupakan air terikat
yang mengakibatkan aktivitas metabolisme dan respirasi sel terhenti
(Novelina 2005). Menurut Fu dan Etzel (1995) pengawetan kultur bakteri paling
baik dilakukan dengan metode pengeringan beku. Pengeringan beku
(freeze drying) merupakan teknik pegawetan yang umum digunakan untuk
2
mempertahankan atau mengawetkan kultur bakteri asam laktat. Menurut
Nanasombat dan Sriwong (2007) walaupun pengeringan beku merupakan metode
yang terbaik untuk pengawetan biomassa, pengeringan menggunakan metode
pengeringan beku memiliki beberapa dampak negatif terhadap sel bakteri yang
dikeringkan yaitu perubahan lipid dari struktur membran dan penurunan viabilitas
bakteri. Salah satu upaya untuk mempertahankan ketahanan hidup bakteri pada
proses pengeringan antara lain dengan penambahan bahan pelindung.
Bahan pelindung atau kariogenik adalah bahan yang sebagian besar
memiliki gugus OH atau NH2 serta mempunyai kecenderungan membentuk ikatan
hidrogen yang kuat antara komponen dengan makromolekul di permukaan sel
atau dengan air (Puspawati et al. 2010). Bahan pelindung yang telah diuji
diantaranya jenis polisakarida, disakarida, asam amino, protein, vitamin, dan
berbagai macam garam. Pengujian jenis bahan pelindung dan kondisi
penyimpanan terbaik kultur kering bakteri asam laktat asal bekasam belum
diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut.
Perumusan Masalah
Penelitian mengenai BAL telah banyak dilakukan, namun penelitian
mengenai bakteri asam laktat yang berasal dari produk fermentasi hasil perairan
sebagai kandidat probiotik dan dikembangkan sebagai kultur kering masih jarang
dilakukan. Bakteri L. plantarum (SK5) memiliki potensi menghasilkan antimikrob
sehingga perlu dilakukan pengujian sifat kandidat probiotik agar dapat
dikembangkan. Pengujian bahan pelindung yang dapat mempertahankan
ketahanan hidup dan sifat kandidat probiotik bakteri asam laktat dalam proses
pengeringan beku juga perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan kultur kering bakteri
L. plantarum (SK 5) sebagai kandidat probiotik dan (2) menganalisis pengaruh
pelindung dan suhu penyimpanan terhadap kultur kering L. plantarum (SK5)
sebagai kandidat probiotik.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu memperoleh kultur kering bakteri
L. plantarum (SK 5) sebagai kandidat probiotik hasil perairan, diketahui
bahan pelindung dan kondisi penyimpanan terbaik untuk kultur kering
L. plantarum (SK 5).
3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi penyegaran isolat bakteri, pengujian
karakteristik kandidat probiotik pada pH 2, pH 7,2 dan garam empedu 0,5%,
pembuatan kultur kering dengan metode kering beku serta penambahan bahan
pelindung, dan pengamatan ketahanan biomasa kering kandidat probiotik dalam
suhu dingin dan ruang pada masa penyimpanan tertentu.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian Pengembangan Kultur Kering Bakteri Lactobacillus plantarum
(SK 5) dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan Januari 2014
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departeman Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bakteri
Lactobasillus plantarum (SK 5) dari produk bekasam ikan Seluang (Rasbora sp.).
Media yang digunakan adalah Buffer Pepton Water (BPW Himedia), Fosfat
Buffer Salin (PBS Oxoid), de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B Oxoid), de Man
Rogosa Sharp Agar (MRS-A Oxoid) dan garam empedu (Ox gall Oxoid), laktosa,
susu skim (skim milk) dan bahan-bahan kimia lainnya.
Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas kecil,
timbangan, termometer, vortex mixer, tabung Eppendorf, autoclave (Yamato SM
52 Autoclave), inkubator (Thermolyne type 42000 Incubator), Clean banch
(Thermo Scientific 1300 Series A2), sentrifuge (hitaci himac CR 21G High speed
refrigrated centrifuge) dan freeze dryer (Edward freez dryer moduler).
Prosedur Penelitian
Penelitian ini meliputi empat tahapan percobaan yaitu: (1) karakterisasi
kandidat probiotik bakteri L. plantarum (SK 5), (2) pembuatan kultur kering
dengan metode pengeringan beku, (3) analisis sifat kandidat probiotik kultur
setelah proses pengeringan beku, dan (4) penyimpanan kultur kering pada suhu
dingin dan suhu ruang. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
4
L. plantarum (SK 5)
Pengujian ketahanan pH lambung (2) dan pH usus (7,2)
L. plantarum (SK 5) dengan ketahanan
hidup ≥ 50%
TAHAP 1
Pengujian ketahanan garam empedu 0,5% dan kondisi pH
usus (7,2)
L. plantarum (SK 5) dengan ketahanan
hidup ≥ 50%
L. plantarum (SK 5) sebagai kandidat
probiotik
Produksi Biomassa Basah
Penambahan bahan pelindung laktosa dan susu skim
TAHAP 2
Pembuatan kultur kering (metode pengeringan beku)
Kultur kering L. plantarum (SK 5)
Pengujian viabilitas kultur kering
Kultur kering dengan ketahanan
hidup ≥ 50%
TAHAP 3
Pengujian ketahanan kultur kering pada pH lambung (2)
dan pH usus (7,2) dan garam empedu 0,5%
5
Kultur kering dengan sifat
kandidat probiotik terbaik
TAHAP 4
Penyimpanan pada suhu ruang dan suhu
dingin
Kondisi terbaik penyimpanan
kultur kering L. plantarum (SK 5)
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Isolat yang digunakan merupakan isolat koleksi Desniar (2012) dengan
kode (SK 5) yang disimpan dalam media gliserol. Sebelum digunakan dalam
analisis, terlebih dahulu dilakukan penyegaran L. plantarum (SK 5) yaitu bakteri
pada media gliserol digoreskan pada media MRS-A miring. Media agar miring
disimpan dalam wadah tertutup kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 48
jam. Satu ose bakteri dari agar miring diinokulasikan dalam media MRS-B
kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kultur ini disiapkan sebagai
inokulan untuk diuji. Tahap pertama kultur kerja kemudian diuji sifat kandidat
probiotiknya meliputi ketahanan pada pH 2, pH 7,2 dan garam empedu 0,5%.
Tahap kedua, bakteri L. plantarum (SK 5) dengan hasil ketahanan hidup ≥50%
dinyatakan sebagai kandidat probiotik dan dilakukan produksi biomasa basah
dengan penambahan bahan pelindung laktosa dan susu skim. Kultur kemudian
dikeringkan dengan proses pengeringan beku sehingga dihasilkan kultur kering.
Kultur kering kemudian diuji ketahanan hidupnya. Kultur kering dengan
ketahanan hidup ≥ 50% kemudian dilanjutkan pada tahap ketiga dengan
melakukan pengujian sifat kandidat probiotik. Tahap keempat melakukan
penyimpanan kultur kering dengan bahan pelindung terpilih (jumlah bakteri yang
mencapai kolon lebih tinggi) pada suhu dingin dan suhu ruang sehingga diketahui
kondisi terbaik untuk penyimpanan kultur kering L. plantarum (SK 5).
Karakterisasi Kandidat Probiotik Bakteri L. plantarum (SK 5)
Uji toleransi terhadap pH lambung (pH 2) dan pH usus (pH 7,2) yang
mengacu pada (Lin et al. 2006) dilakukan dengan cara : kultur kerja bakteri asam
laktat diinokulasikan sebanyak 1 mL dengan jumlah populasi awal minimal 108
cfu/mL ke dalam media PBS yang telah dikondisikan pada pH 2 dan pH 7,2
menggunakan HCl 0,1 N untuk menurunkan pH dan NaOH 0,1 N untuk
menaikkan pH. Isolat kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 3 jam. Setelah
inkubasi, dilakukan penghitungan jumlah sel bakteri dengan metode Pour plate
sesuai Fardiaz (1992). Pengenceran menggunakan media BPW (10-5, 10-6, 10-7,
10-8 untuk pH 2 dan pH 7,2). Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 37°C.
Koloni yang tumbuh pada media cawan berwarna putih kekuningan dihitung
6
sebagai jumlah populasi akhir. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan
dan pengambilan data secara duplo. Toleransi bakteri asam laktat ditentukan
berdasarkan persen ketahanan bakteri yaitu persen perbandingan log cfu/mL
populasi akhir dan populasi awal.
Pengujian toleransi bakteri terhadap garam empedu ox gall sebanyak 0,5%
b/v berdasarkan Moser dan Savage (2001) yang sesuai dengan konsentrasi
fisiologis garam empedu dalam duodenum. Garam empedu ditambahkan dalam
media MRS-B dengan pH 7,2. Sebanyak 1mL kultur kerja dengan jumlah bakteri
awal minimal 108 cfu/ml kemudian diinokulasikan pada media MRS-B yang telah
ditambahkan garam empedu 0,5%. Inkubasi dilakukan pada suhu 37°C selama
4 jam. Setelah inkubasi, kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel dengan
metode Pour plate sesuai Fardiaz (1992). Pengenceran menggunakan media
BPW (10-6, 10-7, 10-8 ). Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 37°C.
Toleransi bakteri asam laktat ditentukan berdasarkan persen ketahanan bakteri
yaitu persen perbandingan log cfu/ml populasi akhir dan populasi awal.
Penghitungan jumlah total bakteri asam laktat pada setiap tahapan analisis
berdasarkan pada rumus Bacteriological Analytical Manual (BAM) yang
dicantumkan dalam BSN (2006) dengan rumus:
Keterangan:
N
n1 dan n2
d
= Jumlah koloni per ml
= Jumlah koloni dari tiap cawan petri
= Jumlah cawan petri dari pengenceran koloni yang dihitung
= Pengenceran pertama yang dihitung
Pembuatan Kultur Kering dengan Metode Pengeringan Beku
Produksi kultur kering dilakukan dengan memperbanyak biomasa basah
bakteri asam laktat terkebih dahulu. Pertama dilakukan penyegaran
L. plantarum (SK5) pada MRS-A miring. Setelah itu, satu ose bakteri dari MRSA diinokulasikan pada MRS-B dengan volume kerja 100 mL dan diinkubasi pada
wadah tertutup. Kultur diinokulasi sebanyak 10% (b/v) ke dalam MRS-B steril
dengan volume kerja 500 mL kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama
20 jam dalam kondisi anaerob. Pemanenan biomasa basah dilakukan
menggunakan sentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit dalam
kondisi suhu 4°C. Sebelum dilakukan proses pengeringan beku, dilakukan
penambahan bahan pelindung (kariogenik) yaitu laktosa dan susu skim dengan
konsentrasi larutan 10% (b/v) (Nuraida et al. 1995; Harmayani et al. 2001;
Champage et al. 1996 yang Dimodifikasi).
Perbandingan antara biomasa basah dengan bahan pelindung adalah 1:10.
Biomasa basah yang telah ditambahkan bahan pelindung disimpan pada suhu
dingin selama 1 jam untuk memungkinkan difusi bahan pelindung. Kultur
selanjutnya dilakukan pengeringan beku pada suhu -50°C, 0,01 Mpa selama
48 jam. Viabilitas kultur kering kemudian dihitung dengan metode Pour plate
untuk mengetahui ketahanan kultur pada proses pengeringan.
7
Karakterisasi Kultur Kering Sebagai Kandidat Probiotik
Kultur kering dengan bahan pelindung susu skim, laktosa dan tanpa bahan
pelindung kemudian diuji sifat kandidat probiotik sama seperti yang dilakukan
pada kultur segar. Sebanyak 0,1 mg kultur kering diinokulasikan ke dalam media
PBS yang telah dikondisikan pada pH 2 dan pH 7,2. Pengenceran menggunakan
media BPW (10-5, 10-6, 10-7 untu pH 7,2 dan 10-4, 10-5, 10-6 untuk pH 2).
Pengujian toleransi kultur kering dilakuan dengan menggunakan garam empedu
ox gall sebanyak 0,5% b/v. Pengenceran menggunakan media BPW (10-5, 10-6,
10-7) (Lin et al. 2006). Penghitungan jumlah total bakteri asam laktat pada setiap
tahapan analisis berdasarkan pada rumus BAM (Bacteriological Analytical
Manual) yang dicantumkan dalam BSN (2006). Data nilai persen ketahanan hidup
bakteri kemudian diolah untuk mengetahui perkiraan jumlah sel bakteri yang
mencapai kolon. Jumlah bakteri diketahui dengan menghitung selisih antara
jumlah bakteri awal dengan jumlah penurunan bakteri pada saat terpapar pH
lambung dan garam empedu (Puspawati et al. 2010). Rumus penghitungan
perkiraan jumlah sel yang mencapai kolon yaitu:
Keterangan:
BK
Ba
Bl
Bge
: Perkiraan bakteri yang mencapai kolon (log cfu/mL)
: Jumlah bakteri awal (log cfu/mL)
: Jumlah penurunan bakteri di lambung (log cfu/mL)
: Jumlah penurunan bakteri oleh garam empedu (log cfu/mL)
Penyimpanan Kultur Kering pada Suhu Dingin dan Suhu Ruang
Kultur kering dengan bahan pelindung terpilih kemudian dilanjutkan dengan
penyimpanan selama satu bulan pada suhu dingin (5-6°C) dan satu minggu pada
suhu ruang (27-29°C). Pengambilan contoh dilakukan setiap minggu selama satu
bulan dan setiap 2 hari selam satu minggu. Setiap pengabilan contoh dilakukan
penghitungan jumlah bakteri dengan metode pour plate untuk mengetahui
ketahanan hidup selama penyimpanan. Kultur kering bakteri diencerkan
menggunakan BPW (10-6, 10-7, 10-8 ). Sebanyak 0,1 g kultur kering diinokulasikan
ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan pengencer steril (pengenceran
10-1) dan kemudian divortex, Pengenceran dilakukan hingga 10-8. Sebanyak 1 mL
contoh dari pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8 dipipet ke dalam cawan petri steril
dan ditambahkan sebanyak 10 mL media MRS-A. Contoh kemudian diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 37°C. Viabilitas dihitung berdasarkan log koloni jumlah
bakteri per gram yang hidup (Harmayani et al. 2001 yang dimodifikasi).
Rancangan Percobaan
Analisis Karakteristik Kandidat Probiotik Kultur Kering
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor
yaitu jenis bahan pelindung (kontrol, laktosa dan susu skim). Analisis dilakukan
dengan dua kali ilangan dan setiap ulangan dilakukan duplo. Data dianalisis
menggunakan IBM SPSS 20 dengan model rancangan sebagai berikut:
8
Keterangan:
Yij
i
j
µ
Ai
ij
Hipotesis:
H0
H1
: Hasil pengamatan Kultur kering ke-j dengan perlakuan ke-i
: Perbedaan bahan pelindung (kontrol, laktosa dan susu skim)
: Ulangan dari setiap perlakuan (dua kali)
: Nilai tengah umum
: Pengaruh perlakuan ke-i
: Pengaruh galat
: Bahan pelindung tidak berpengaruh terkadap karakteristik
kandidat probiotik
: Bahan pelindung berpengaruh terhadap karakteristik kandidat
probiotik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Kandidat Probiotik Bakteri L. plantarum (SK 5)
Bakteri L. plantarum (SK 5) memiliki karakteristik yaitu berbentuk batang,
Gram-positif, tidak berendospora, tidak menghasilkan gas dari glukosa
(homofermentatif), nonmotil, tumbuh pada kisaran suhu 10-45 °C, pH 4,4-8 dan
dapat tumbuh pada kondisi garam NaCl 2-7%, bakteri ini juga menghasilkan
antimikrob dan asam organik (Desniar 2012). Sel bakteri L. plantarum (SK 5)
dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil uji karakteristik kandidat probiotik bakteri L.
plantarum (SK 5) dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 2 Bakteri L. plantarum (SK 5) dengan perbesaran 10×100 kali.
Tabel 1 Hasil uji kandidat probiotik L. plantarum (SK 5)
Perlakuan
Rata-rata % ketahanan
pH 2
pH 7,2
Garam empedu 0,5%
87,19±0,87
88,54±0,19
88,39±0,40
9
Kandidat probiotik bakteri L. plantarum (SK 5) memiliki ketahanan hidup
pada pH 2, pH 7,2, dan garam empedu 0,5% lebih dari 50% (Tabel 1). Pemilihan
isolat kandidat probiotik yang baik adalah isolat yang memiliki ketahanan yang
tinggi pada kondisi pH 2 dan garam empedu yaitu lebih dari 50%
(Argyri et al. 2013). Ketahanan terhadap kondisi asam lambung (pH2) merupakan
salah satu syarat penting bakteri untuk dapat dijadikan sebagai kandidat probiotik.
Menurut Guerra et al. (2012) pada getah lambung terdapat senyawa HCl yang
berfungsi menurunkan nilai pH dalam lambung dari kondisi 6-5 menjadi sekitar
1,5. Waktu yang dibutuhkan suatu materi untuk melalui lambung secara normal
yaitu sekitar 15 menit hingga 3 jam untuk kemudian keluar dari lambung. Kondisi
tersebut mengakibatkan bakteri yang diseleksi sebagai kandidat probiotik harus
memiliki ketahanan hidup yang tinggi pada kondisi asam lambung dengan lama
inkubasi 3 jam.
Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik masih
menjadi perdebatan, akan tetapi pada umumnya minimal sebesar 106-108 cfu/mL
(Tannock 1999). Semakin tinggi persen ketahanan bakteri maka isolat semakin
baik karakteristiknya sebagai kandidat probiotik. Kondisi pH rendah pada
lambung (pH 2) sangat mempengaruhi ketahanan bakteri. Menurut Guerra et al.
(2012) pH rendah pada lambung dapat mengakibatkan terjadinya hidrolisis protein
yang dapat mengganggu fungsi enzim. Menurut Puspawati et al. (2010) kondisi
pH rendah (pH 2,0) mengakibatkan turunnya jumlah sel dan persen ketahanan
isolat karena kerusakan lipopolisakarida dan membran luar serta penurunan pH
sitoplasma melalui peningkatan permeabilitas membran. Pemilihan isolat bakteri
asam laktat berdasarkan pada kemampuan mempertahankan populasinya minimal
5 log10 cfu/mL selama 3 jam dalam kondisi pH lambung (Mitsuoka 1999).
Berdasarkan analisis yang dilakukan, bakteri L. plantarum (SK 5) mampu
mempertahankan jumlah populasinya yaitu berkisar 9 log10 cfu/ml. Ketahanan
isolat pada kondisi pH 7,2 selama 3 jam lebih tinggi dibandingkan pada pH 2. Hal
ini terjadi karena sifat bakteri asam laktat yang tumbuh optimal pada kisaran pH
mendekati pH netral (Jay 2000).
Garam empedu merupakan hasil sintesis kolesterol yang dilakukan di hati.
Menurut Noriega et al. (2004) garam empedu (0,3%-0,5%) pada hati disekresikan
untuk menguraikan lemak menjadi senyawa asam lemak yang lebih sederhana
agar dapat diserap tubuh. Kimoto et al. (2002) menyatakan bahwa garam empedu
dapat mempengaruhi permeabilitas membran sel dengan adanya lipid pada
membran yang akan terurai, sehingga stabilitas membran akan menurun dan sel
dapat mengalami lisis. Bakteri yang akan mencapai kolon perlu memiliki sistem
partahanan dari garam empedu.
Ketahanan bakteri L. plantarum (SK5) yang tinggi (≥ 50%) terhadap garam
empedu dapat diakibatkan oleh peranan polisakarida sebagai salah satu komponen
penyusun dinding sel Gram-positif. Ketahanan bakteri asam laktat terhadap garam
empedu umumnya sangat beragam (Kusumawati 2002). Scott et al. (2001) juga
menyatakan bahwa beberapa jenis bakteri memiliki kemampuan menghasilkan
enzim yaitu conjugated bile salt hydrolases (BSH) atau enzim yang dapat
menghidrolisis dan mendekonjugasi garam empedu sehingga menurunkan
toksisitasnya.
Hasil yang didapatkan didukung oleh penelitian Wirnawati (2002) yang
menunjukkan bahwa pengujian isolat bakteri asam laktat asal tempoyak terhadap
10
garam empedu 0,3% berkisar antara 34,8%-100% dan isolat termasuk tahan
terhadap garam empedu. Berdasarkan hasil pengujian ketahanan hidup terhadap
pH 2, pH 7,2 dan garam empedu yang tinggi (≥ 80%) dapat dikatakan bahwa
bakteri L. plantarum (SK 5) berpotensi sebagai kandidat probiotik.
Kultur Kering L. plantarum (SK 5) dengan Metode Pengeringan Beku
Bakteri L. plantarum (SK 5) yang memiliki sifat sebagai kandidat probiotik
perlu diawetkan dengan menggunakan metode pengawetan kultur. Hasil kultur
kering dengan proses pengeringan beku baik tanpa bahan pelindung (kontrol)
maupun dengan bahan pelindung laktosa dan susu skim menunjukkan penurunan
ketahanan hidup (0,5%-3,9 %). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata ketahanan hidup L. plantarum (SK 5) dengan bahan pengikat
susu skim, laktosa dan kontrol setelah pengeringan
Bahan pengikat
Rata-rata Ketahanan (%)
96,1±0,32a
Kontrol
97,6±0,28b
Laktosa
99,5±0,21c
Susu Skim
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0,05).
Tingkat ketahanan hidup bakteri L. plantarum (SK 5) pada perlakuan
kontrol, laktosa, dan susu skim relatif tinggi yaitu sekitar 96-99 %. Jumlah bakteri
sebelum pengeringan beku rata-rata 8,0-9,2 log cfu/mL dan setelah proses
pengeringan beku menjadi 7,7-9,1 log cfu/mL. Kenampakan kultur setelah proses
pengeringan dapat dilihat pada lampiran (Lampiran 9). Metode pengeringan beku
merupakan metode pengeringan yang umum digunakan untuk mengawetkan
biomasa bakteri. Menurut Jalali (2012), pada proses pengeringan beku bakteri
akan mengalami kerusakan akibat kondisi suhu yang sangat rendah dan dehidrasi
cairan sel bakteri. Sel bakteri dibekukan di bawah suhu kritis dan dikeringkan
dalam kondisi tekanan tinggi. Tahapan pengeringan dibagi menjadi dua yaitu
pengeringan primer dengan menghilangkan air bebas dan pengeringan sekunder
dengan menghilangkan sejumlah air terikat. Tahap ini akan merusak dinding sel
bakteri dan dapat mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel bakteri akibat
pengeringan beku dapat dikurangi dengan penambahan bahan pelindung. Menurut
Puspawati et al. (2010) penambahan bahan pelindung dapat meningkatkan
ketahanan mikroba dalam proses pengeringan beku karena kemampuannya
menurunkan suhu fase transisi membran dan melindungi struktur protein dalam
keadaan kering.
Hasil analisis ragam ketahanan hidup setelah proses pengeringan kultur
(Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan bahan pelindung memberikan
pengaruh terhadap ketahanan hidup kultur kering (α=0,05). Bahan pelindung susu
skim berbeda nyata dengan penambahan bahan pelindung laktosa dan perlakuan
kontrol (Lampiran 2). Perbedaan ketahanan hidup pada kultur dengan bahan
pelindung susu skim dikarenakan susu skim memiliki kandungan nutrisi tinggi
dan bobot molekul yang bervariasi (0,36-0,34 kDa) terutama protein dan
karbohidrat yang dapat memberikan perlindungan terhadap sel bakteri (Limsawat
11
et al. 2010). Susu skim mengandung 32,0%-35,7% protein dan 48,4%-54,1%
laktosa (Winton 2002). Menurut Puspawati et al. (2010) penambahan bahan
pelindung laktosa akan berpenetrasi ke dalam sel dengan daya larut yang sangat
baik (0,3-27 kDa) sehingga dapat mencegah kerusakan intrasel namun tidak dapat
melindungi membran sel (Limsawat et al. 2010). Penambahan susu skim, selain
mengandung laktosa juga mengandung zat berbobot molekul yang lebih tinggi
seperti senyawa protein yang akan melindungi membran yang sensitif terhadap
denaturasi dan tekanan osmotik yang terjadi akibat terkonsentrasinya garam.
Kultur kering kontrol, susu skim, dan laktosa memiliki ketahanan yang ≥50%
sehingga dilakukan pengujian sifat kandidat probiotik kultur kering.
Karakteristik Kandidat Probiotik Kultur Kering setelah Proses
Pengeringan Beku
% Ketahanan hidup
Ketahanan kultur kering L. plantarum (SK 5) terhadap pH 2, pH 7,2 dan
garam empedu 0,5% diperlukan untuk mengetahui kemampuan kultur kering
dalam mempertahankan sifat probiotik bakteri setelah proses pengeringan beku.
Ketahanan kultur kering ditunjukkan dengan persen ketahanan hidup. Hasil
analisis yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.
90.0
85.0
80.0
75.0
70.0
65.0
60.0
55.0
50.0
82.2c
70.3a
TBP
84.5a
83.4a
TBP
L
86.4b
83.1a
83.8a
TBP
L
86.7b
73.5b
L
pH 2
SS
pH 7,2
SS
SS
Garam empedu 0,5%
Gambar 3 Pengaruh bahan pelindung (Krioprotektan) terhadap ketahanan kultur
kering beku L. plantarum (SK5) (TPB= Tanpa Bahan Pelindung,
L= Laktosa, SS= Susu Skim).
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0,05).
Persen ketahanan hidup BAL pada ketiga perlakuan walaupun masih
memenuhi syarat sebagai kandidat probiotik dengan ketahanan hidu ≥ 50%. Hasil
analisis ragam ketahanan hidup pada pH 2 (Lampiran 3) menunjukkan bahwa
penambahan bahan pelindung memberikan pengaruh terhadap ketahanan hidup
bakteri pada kondisi pH 2 (α=0,05). Bahan pelindung susu skim berbeda nyata
dengan penambahan bahan pelindung laktosa dan perlakuan kontrol (Lampiran 4).
Menurut Jacobsen (1999) ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah (pH
2,0) dapat diakibatkan karena karakteristik dari bakteri asam laktat yang dapat
melakukan resistensi dengan adaptasi membran luar terhadap asam kuat. Adaptasi
yang dilakukan berupa perubahan komposisi asam lemak dan fosfolipid membran.
Penambahan bahan pelindung terutama protein susu dalam susu skim akan
12
membentuk selubung yang melindungi protein dinding sel bakteri serta adanya
kalsium dalam susu skim dapat meningkatkan ketahanan sel setelah pengeringan
beku (Zayed dan Rooz 2004).
Analisis ragam ketahanan hidup pada pH 7,2 (Lampiran 5) menunjukkan
bahwa penambahan bahan pelindung memberikan pengaruh terhadap ketahanan
hidup bakteri pada kondisi pH 7,2 (α=0,05). Penambahan susu skim berbeda
nyata terhadap perlakuan kontrol dan laktosa, sedangkan penambahan laktosa
tidak berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 6). Perbedaan ini menunjukkan
bahwa penambahan susu skim dapat lebih melindungi membran kultur sehingga
adaptasi yang dilakukan oleh bakteri asam laktat terhadap kondisi tersebut akan
lebih rendah (Jay 2000).
Ketahanan hidup pada garam empedu 0,5% berdasarkan analisis ragam
(Lampiran 7) menunjukkan bahwa penambahan bahan pelindung memberikan
pengaruh terhadap ketahanan hidup bakteri pada kondisi garam empedu 0,5%
(α=0,05). Penambahan susu skim berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol dan
laktosa, sedangkan perlakuan dengan penambahan laktosa tidak berbeda nyata
dengan kontrol (Lampiran 8). Garam empedu yang dihasilkan oleh hati berfungsi
sebagai konjugat glisin dan taurin. Garam empedu akan memfasilitasi penyerapan
lemak. Penurunan jumlah populasi bakteri diakibatkan oleh sifat garam empedu
yang dapat meningkatkan permeabilitas sel. Konsentrasi garam empedu yang
tinggi dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler (Noriega et al. 2004).
Toleransi bakteri asam laktat terhadap garam empedu diakibatkan oleh
adanya polisakarida sebagai salah satu komponen penyusun pada bakteri
Gram-positif. Polisakarida dan asam lemak pada bakteri Gram-positif
berkontribusi meningkatkan kestabilan membran lipid yang juga terdapat pada
dinding sel bakteri. Susu skim sebagai bahan pelindung mengandung sejumlah
posfat dan sitrat yang memiliki sifat sebagai buffer. Padatan tersebut mampu
mencegah terjadinya kerusakan seluler dengan menstabilkan membran sel
(Zayed dan Rooz 2004). Reaksi yang terjadi dapat membentuk misel dimana
misel tersebut dapat menurunkan tingkat penempelan garam empedu pada dinding
sel bakteri (Kimoto et al. 2002). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
kultur kering dengan penambahan bahan pelindung susu skim adalah perlakuan
terbaik dibandingkan dengan isolat tanpa bahan pelindung dan dengan bahan
pelindung laktosa.
Kultur kering bakteri L. plantarum (SK 5) hasil pengujian menunjukkan
bahwa kultur kering mampu mempertahankan sifat kandidat probiotiknya
sehingga perlu dilakukan penghitungan jumlah BAL yang mampu mencapai
kolon dalam keadaan hidup agar memenuhi syarat sebagai probiotik. Untuk
mencapai kolon, bakteri akan melalui kondisi asam yang tinggi pada lambung dan
garam empedu pada usus halus sebelum mencapai kolon. Pengaruh kondisi
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah bakteri yang akan
mencapai kolon sehingga dapat berfungsi sebagai probiotik. Jumlah bakteri yang
mencapai kolon dihitung berdasarkan selisih jumlah bakteri awal dengan jumlah
penurunan bakteri asam laktat pada kondisi pH rendah (2,0) dan kondisi garam
empedu 0,5%. Perkiraan jumlah sel bakteri asam laktat kultur kering yang
mencapai kolon dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil analisis perkiraan jumlah bakteri asam laktat hidup yang sampai di
kolon menunjukkan bahwa perlakuan kultur kering bakteri asam laktat dengan
13
penambahan susu skim memiliki hasil jumlah BAL tertinggi yaitu
2,0 ×106 cfu/ml. Hasil lebih tinggi bila dibandingkan dengan bahan pelindung
laktosa, karena laktosa memiliki komponen penyusun yang lebih sederhana, yaitu
glukosa dan galaktosa, sedangkan susu skim memiliki komponen bahan yang
kebih kompleks yaitu laktosa, protein kasein, sitrat dan phospat yang berperan
sebagai bufer sehingga mampu melindung sel dari pH rendah dan garam empedu.
Kasein susu berbentuk misel memiliki ukuran yang besar yang dapat melindungi
dinding sel bakteri (Champage et al. 2001).
Tabel 3 Hasil perkiraan jumlah BAL kultur kering yang sampai di kolon
Perlakuan
Kontrol
Susu Skim 10%
Laktosa 10%
Penurunan BAL
(log cfu/ml)
Jumlah
awal kultur
kering
(log cfu/ml)
pH 2
7,73
9,15
8,80
2,30
1,63
2,33
Garam
empedu
1,31
1,22
1,42
Perkiraan jumlah
BAL pada kolon
(log cfu/ml)
Jumlah
BAL
(cfu/ml)
4,15
6,30
5,05
1,4 ×104
2,0 ×106
1,1×105
Data hasil perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mencapai kolon
menunjukkan bahwa bakteri L. plantarum (SK 5) dengan penambahan susu skim
dapat melindungi isolat agar ketahanan hidup isolat lebih tinggi sehingga jumlah
bakteri yang mencapai kolon juga akan lebih tinggi. Berdasarkan kemampuan
mempertahankan ketahanan hidup kultur kering, sifat kandidat probiotik dan
jumlah sel yang mencapai kolon, maka bakteri L. plantarum (SK 5) dengan
penambahan bahan pelindung susu skim dipilih untuk dilakukan pengujian
terhadap penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin untuk diketahui
perubahan jumlah bakteri yang terjadi selama penyimpanan.
Pengaruh Penyimpanan pada Suhu Dingin dan Suhu Ruang Terhadap
Kultur Kering L. plantarum (SK 5)
Penyimpanan dilakukan pada suhu dingin dan suhu ruang dengan waktu
penyimpanan yang berbeda. Penyimpanan pada suhu dingin dilakukan selama
satu bulan dan penyimpanan pada suhu ruang dilakukan selama satu minggu.
Hasil penghitungan terhadap perubahan ketahanan hidup kultur kering selama
proses penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.
Penyimpanan pada suhu dingin dengan waktu yang lebih lama yaitu satu
bulan (30 hari) memberikan hasil ketahanan hidup yang mendekati dengan
penyimpanan pada suhu ruang selama satu minggu (7 hari). Penyimpanan pada
suhu dingin selama satu bulan pada analisis di minggu terakhir persen ketahanan
bakteri mencapai 96,7% sedangkan pada penyimpanan suhu ruang, dalam masa
penyimpanan satu minggu pada hari terakhir pengambilan sampel ketahanan
bakteri lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan satu bulan pada suhu
dingin yaitu 95,95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan dengan menggunakan
suhu dingin dapat mempertahankan ketahanan hidup bakteri lebih lama
14
dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang. Menurut Carvalho et al.
2004), berbagai faktor dapat mempengaruhi ketahanan saat penyimpanan kultur
kering diantaranya suhu penyimpanan, tekanan atmosfir, cahaya, dan kelembaban.
Salah satu faktor yang mempengaruhi turunnya ketahanan bakteri saat
penyimpanan adalah terjadinya oksidasi lipid. Perlakuan penyimpanan pada suhu
rendah, oksigen akan lebih rendah dibandingkan pada suhu ruang sehingga dapat
lebih mencegah terjadinya oksidasi lipid pada dinding sel.
Tabel 4 Hasil penghitungan persen ketahanan hidup selama penyimpanan pada
suhu dingin dan suhu ruang
Penyimpanan
Suhu Dingin
(5-6 °C)
Suhu Ruang
(27-29 °C)
Waktu
Satu minggu
Dua minggu
Tiga minggu
Empat minggu
Tiga hari
Lima hari
Tujuh hari
Rata-rata % ketahanan
99,27±0,00
98,28±0,17
97,00±0,04
96,71±0,19
99,67±0,12
98,26±0,14
95,95±0,26
Suhu rendah masih sangat dibutuhkan dalam menahan laju penurunan
viabilitas bakteri. Menurut Gardiner (2000) hasil penelitian sebelumnnya
menunjukkan ketahanan hidup probiotik paling lambat mengalami penurunan
pada probiotik dengan suhu penyimpanan 4°C dibandingkan dengan penyimpanan
pada suhu 15°C dan 30°C. Penurunan isolat bakteri asam laktat pada
penyimpanan suhu 15-20°C turun sebesar 4 siklus log.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bakteri L. plantarum (SK 5) yang diperoleh dari bekasam dapat dijadikan
kultur kering kandidat probiotik. Penggunaan susu skim sebagai bahan pelindung
kultur kering L. plantarum (SK 5) dapat mempertahankan ketahanan hidup lebih
tinggi setelah proses pengeringan. Penambahan susu skim sebagai bahan
pelindung menghasilkan sifat kandidat probiotik kultur kering lebih baik
dibandingkan perlakuan laktosa dan kontrol. Kultur kering dengan bahan
pelindung susu skim yang disimpan pada suhu dingin (chilling) dapat
mempertahankan ketahanan hidup lebih lama dibandingkan dengan penyimpanan
pada suhu ruang.
Saran
Pengujian lanjutan perlu dilakukan untuk melengkapi syarat agar bakteri
Lactobasillus plantarum (SK 5) dapat menjadi salah satu bakteri probiotik asal
produk perairan diantaranya kemampuan melekat pada mukus atau epitel sel,
kemampuan menghasilkan senyawa antimikrob terhadap bakteri patogen lainnya,
15
mampu menurunkan pelekatan bakteri patogen pada permukaan dan pengujian
secara in vivo. Penelitian lanjutan terhadap sifat kandidat probiotik selama
penyimpanan juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan
dengan penggunaan bahan pelindung yang berbeda.
16
DAFTAR PUSTAKA
Argyri AA, Zoumpopoulou G, Karatzas GKA, Tsakalidou E, Nychas EGJ,
Panagou EZ, Tassou CC. 2013. Selection of potential probiotic lactic acid
bacteria from fermented olives by in vitro tests. Journal of Food
Microbiology. 33(2013):282-291.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional SNI 01-2332.3-2006. Cara Uji
Mikrobiologi-Bagian 3: Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada
Produk Perikanan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Carvalho AS, Joana S, Peter H, Paula T, Malcata FX, Paul G. 2004. Relevan
factor for the preparation of freeze-dried lactic acid bacteria. International
Diary Journal. 14: 835-847.
Champagne CP, Mondou F, Rymond Y, Brochu E. 1996. Effect of imobillization
in alginate on the stability of freeze-dried Bifidobacterium longum.
Bioscience Microflora. 15: 9-5.
Champange CP, Gardner NJ. 2001. The effect of protective ingredients on the
survival of immobilized cells of Streptococcus termophilus to air and freeze
drying. Electronic Journal of Biotecnology. 4(3): 31-38.
Desniar, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. 2011. Penapisan bakteriosin dari
bakteri asam laktat asal bekasam. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 14 (2): 124-133.
Desniar, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. 2012. Senyawa antimikroba yang
dihasilkan oleh bakteri asam laktat asal bekasam. Jurnal Akuatika. 3(2):
135-145.
Desniar. 2012. Karakterisasi bakteri asam laktat dari produk fermentasi ikan
(bekasam) [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food And Agriculture Organization, [WHO] World Health Organization.
2000. Guidelines for the evaluation of probiotics in food. Report of Joint
FAO/WHO Working Group on drafting Guidelines for the evaluation of
probiotics in food. Rome (IT): Food And Agriculture Organization and
World Health Organization.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Fu W, Etzel MR. 1995. Spray drying of Lactococcus lactics sp. lactis C2 and
cellular injury. Journal of Food Science. 60:365-378.
Gardiner GE. 2000. Comparative survival rates of human-derived probiotic
Lactobacillus paracasei and L. salivarus strains during heat treatment and
spray drying. Journal of Applied and Environmental Microbiology. 66:
2605-2612.
Guerra A, Mesmin LE, Livrelli V, Denis S, Diot SB, Alric M. 2012. Relevance
and challenges in modeling human gastric and small intestinal digestion.
J. Trends in Biotechnology. 30(11): 591-600.
Harmayani E, Ngatirah, Rahayu ES, Utami T. 2001. Ketahanan dan viabilitas
probiotik bakteri asam laktat selama proses pembuatan kultur kering dengan
metode freeze dan spray drying. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 12:
126-132.
Harrigan WF, Mc Chance ME. 1998. Laboratory Metods in Food Microbiology 3
Edition. New York (US): Academic Press inc.
17
Jacobsen CN. 1999. Screening of probiotics activities of forty-seven strains of
Lactobasillus spp. by in vitro tecniques and evaluation the colonization of
five selected strains in humans. Journal of Applied and Environmental
Microbial. 65(11): 4949-4959.
Jalali S, Ahmad N, Anzar M. 2012. Effect of buffering systems on post-thaw
motion characteristics, plasma membrane integrity, and acrosome
morphology of buffalo spermatozoa. Journal of Animal Reproduction
Science . 95(1): 31-41.
Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology 6th Edition. Maryland (US): Aspen
Publishers, Inc.
Kimoto H, Ohmomo S, Okamoto T. 2002. Enhancement of bile tolerance in
lactococci by tween 80. Journal of Applied and Microbiology. 92: 41-46.
Kusmawati N. 2002. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik
dengan kemampuan mempertahankan keseimbangan mikroflora usus feses
dan mereduksi kolesterol serum darah tikus [tesis] Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Limsawat, Pruksasri S. 2010. Separation of lactose from milk by ultrafiltration.
Asian Journal of Food and Agro Industry. 3(02): 236-243.
Lin WH, Hwang CF, Chen LW, Tsen HY. 2006. Viable counts characteristic
evaluation for commercial lactic acid bacteria product. Journal of Food
Microbiology. 23: 74-81.
Mitsuoka T. 1999. Profile of intestinal bacteria: our lifelong partners. Tokyo (JP):
Yakult Honsa Co. Ltd.
Moser SA, Savage DC. 2001. Bile salt hydrolase activity and resistance to toxicity
of conjugated bile salt are unreleted properties in Lactobacilli. Journal
Applied and Environmental Microbiology. P: 3476-3480.
Naidu AS, Clemens RA. 2000. Probiotics. Dalam: Natural Food Antimicrobial
Systems. Boca Raton (US): CRC Press, LLC.
Nanasombat S, Sriwong N. 2007. Improving viability of freeze-dried lactic acid
bacteria using lyoprotectants in combination with osmotic and cold
adaptation. Science Technology Journal. 7: 61-69.
Noriega L, Gueimonde M, Sanzhes B. Margolles A, Gavilan CGR. 2004. Effect
of adaptation to high bile salts consentration on glicosidic activity, survival
at low pH and cross-resistance to bile salts in Bifidobacterium. International
Journal of Food Microbiology. 94: 79-86.
Novelina. 2005. Kajian pengeringan kemoreaksi dengan kalsium oksida serta
dampaknya terhadap stress dan kerusakan kultur Saccharomyces cereviciae
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nuraida L, Adawiyah DR, Subarna. 1995. Pembuatan dan pengawetan kultur
kering yoghurt. Buletin Teknik dan Industri Pangan. 6: 85-93.
Puspawati NN, Nuraida L, Adawiyah DR. 2010. Penggunaan berbagai jenis bahan
pelindung untuk mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat yang
diisolasi dari air susu ibu pada proses pengeringan beku. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. 21(1): 59-65.
Scott A, Moser, Savage DC. 2001. Bile salt activity abd recistance to toxicity of
conjugated bile salts are unrelated properties in Lactobacilli. Journal
Applied and Environmental Microbiology. 67(8): 3476-3480.
18
Tannock GW. 1999. Probiotic: A critical review. Wymondham (UK): Horizon
Scientific Prod.
Wikandari PR, Suparmo, Marsono Y, Rahayu ES. 2012. Karakterisasi bakteri
asam laktat proteolitik pada bekasam. Jurnal Natural Indonesia. 14(2):
120-125.
Wintom AL. 2002. Milk and Milk Products. Jodhpur (IN): Agrobios.
Wirnawati CU. 2002. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari tempoyak
sebagai probiotik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zayed G, Roos YH. 2004. Influence of trehalose and moisture content on survival
of Lactobacillus salivarius subjected to freeze drying and storage. Journal
of Process Biochemistry. 39: 1081-1086.
19
LAMPIRAN
20
21
Lampiran 1 Hasil analisis ragam ketahanan hidup kultur kering
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
11.584
2
5.792
77.633
.003
Within Groups
.224
3
.075
Total
11.808
5
Lampiran 2 Uji lanjut Duncan ketahanan hidup kultur kering
α
Bahan Pelindung
N
Kontrol
Laktosa
Susu Skim
Sig.
2
2
2
Subset for alpha = 0.05
1
96.128450
2
3
97.593750
1.000
99.521450
1.000
1.000
= 0,05
Lampiran 3 Hasil analisis ragam pH 2 kultur kering
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
151.908
2
75.954
575.283
.000
Within Groups
.396
3
.132
Total
152.304
5
Lampiran 4 Uji lanjut Duncan pH 2 kultur kering
Subset
Bahan pelindung
N
1
Duncana,b
Kontrol
2
Laktosa
2
Susu skim
2
3
70.287950
73.520500
82.204400
Sig.
α
2
1.000
1.000
1.000
= 0,05
Lampiran 5 Hasil analisis ragam pH 7,2
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
9.031
2
4.515
26.601
.012
Within Groups
.509
3
.170
Total
9.540
5
22
Lampiran 6 Uji lanjut Duncan pH 7,2
Bahan pelindung
Subset
N
1
Laktosa
2
83.438100
Kontrol
2
84.524800
Susu skim
2
Duncana,b
86.407850
Sig.
α
2
.078
1.000
= 0,05
Lampiran 7 Hasil analisis ragam garam empedu 0,5%
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
14.410
2
7.205
33.637
.009
Within Groups
.643
3
.214
Total
15.053
5
Lampiran 8 Uji lanjut Duncan garam empedu 0,5%
Bahan Pelindung
Duncana,b
N
1
Kontrol
2
83.107050
Laktosa
2
83.833500
Susu skim
2
Sig.
α
Subset
2
86.697050
.215
1.000
= 0,05
Lampiran 9 Dokumentasi penelitian
Biomasa Basah + PBS
Biomasa basah + laktosa Biomasa basah + Susu skim
23
Kultur kering kontrol
Kultur kering laktosa
Kultur kering susu skim
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Januari 1991 dari ayah Drs
Irfan Lubis dan ibu Nurhayati Nasution. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SDI Assyafiiyah 02 Bekasi pada tahun 1997 hingga tahun 2003. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 109 Jakarta hingga tahun 2006. Pendidikan formal
selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 61 Jakarta pada tahun 2006 dan lulus pada
tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM).
Selama perkuliahan, Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum
Mikrobiologi Hasil Perairan pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten praktikum
Mikrobiologi Fermentasi Hasil Perairan tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga
pernah aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah PKM-Penelitian 2012 yang
didanai oleh DIKTI. Penulis telah melaksanakan praktik kerja lapang pada tahun
2012 di PT Bonecom, Muarabaru Jakarta dengan judul ”Penerapan Sanitasi dan
Higiene pada Proses Produksi Tuna Loin Beku di PT. Bonecom”
Download