kejahatan pada perempuan—kajian wacana feminisme radikal

advertisement
KEJAHATAN PADA PEREMPUAN—KAJIAN WACANA
FEMINISME RADIKAL PADA FILM 7 HATI 7 CINTA 7 WANITA
Makalah Non Seminar
Oleh
Amalia Puspa Khoirunnisa
1106084476
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
Depok, 2014
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
1
KEJAHATAN PADA PEREMPUAN—KAJIAN WACANA FEMINISME
RADIKAL PADA FILM 7 HATI 7 CINTA 7 WANITA
Amalia Puspa Khoirunnisa, Eka Wenats Wuryanta
Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia
Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Abstrak
Jurnal ini membahas cerminan dari 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita melalui kacamata
feminisme radikal dengan mengamati ketujuh perempuan yang digambarkan
sebagai korban kejahatan laki-laki serta keterkaitannya dengan budaya patriarki
di Indonesia serta bagaimana perempuan digambarkan dalam sebuah media
komunikasi massa (film). Tekanan dan kekerasan yang terjadi pada perempuan,
fisik hingga emosional, berakar pada keadaan biologis yang dianggap sebagai
„objek‟ dan mengakibatkan ketidaksetaraan gender. Kesimpulan yang didapat
adalah jika perempuan mampu menjalankan hak dan kewajibannya tanpa
mengikuti „kodrat‟ dan konstruksi peran gender, perempuan mampu terhindar
dari tekanan dan kekerasan seperti yang digambarkan dalam film ini.
Kata kunci: feminisme radikal, gender, kekerasan
CRIME AGAINTS WOMEN—THE STUDY OF RADICAL FEMINISM ON 7
HATI 7 CINTA 7 WANITA THE MOVIE
Abstract
This journal discusses the reflection of 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita the movie
focusing on radical feminism point of view by observing the seven women whom
illustrated as male victim of crime and its connection to patriarchy culture in
Indonesia and how women is described on mass communication media (movie).
The pressure and violence against women, physical through emotional, rooted out
of their biological condition that considered being an „object‟ and as a result of
gender inequality. Conclusion of this matter is that if women are able to conduct
their right and responsibility without following „nature‟ and constructed gender
roles, women are able to avoid pressure and violence that‟s pictured in this
movie.
Keywords: radical feminism, gender, violence
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Pra Wacana Representasi Perempuan
Feminisme merupakan salah satu ideologi yang hingga hari ini masih
bertahan dan relevan untuk diangkat dalam diskursus. Film 7 Hati 7 Cinta 7
Wanita merupakan sebuah film yang memaparkan perkembangan dari pemikiran
feminisme dan budaya patriarki di Indonesia serta dampaknya terhadap
perempuan. Bagaimana tokoh utama dari film ini, Dokter Kartini—seorang
Ginekolog dan feminis radikal—menceritakan berbagai bentuk kekerasan dan
tekanan yang diterima secara pribadi oleh dirinya dan beberapa pasien nya sebagai
perempuan. Tekanan yang diterima oleh perempuan dalam film ini merupakan
realisasi dari bentuk dominasi laki-laki terhadap perempuan. Tujuh perempuan
dalam film ini diperlihatkan sebagai objek seks sehingga menerima ketidakadilan
dalam berbagai interaksinya dengan laki-laki. Perempuan pada film ini juga
sangat digambarkan sebagai sosok yang ringkih dan lemah secara biologis dan
emosional nya.
Menurut Alison Jaggar dan Paula Rothenberg, tekanan yang diterima oleh
perempuan dapat diinterpretasikan sebagai lima hal; (1) Bahwa seorang
perempuan adalah, secara historis, merupakan kelompok tertekan yang
utama. (2) Bahwa tekanan pada perempuan adalah sesuatu yang paling
meluas, terjadi pada hakekatnya di setiap masyarakat. (3) Bahwa tekanan
pada perempuan merupakan bentuk tersulit untuk dihilangkan dan tidak
dapat dihapus oleh perubahan sosial. (4) Bahwa tekanan pada perempuan
menyebabkan penderitaan paling parah untuk korbannya. (5) Bahwa
tekanan pada perempuan menyediakan berbagai model konseptual untuk
memahami semua bentuk tekanan1. Kelima hal tersebut menggambarkan
cara berfikir tokoh utama dalam film ini. Dokter Kartini melihat bahwa
perempuan—yang Ia sebut sebagai ‗kaumku‘—selalu menjadi korban
segala bentuk perbuatan laki-laki mulai dari seks, manipulasi, dominasi,
reproduksi, dan ekonomi.
1
Alison M. Jaggar and Paula S. Rothenberg, eds., Feminist Frameworks (New
York: McGraw-Hill, 1984), p. 186.
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
3
Selanjutnya, hal tersebut berkaitan erat dengan budaya patriarki khususnya
di Indonesia. Ideologi patriarki melebihkan perbedaan biologis antara laki-laki
dan perempuan, membuat ketentuan bahwa laki-laki selalu memiliki peran
dominan atau maskulin dan perempuan selalu memiliki peran subordinat atau
feminin2.
Film ini secara gamblang memaparkan gambaran budaya patriarki di
Indonesia melalui bentuk dominasi laki-laki terhadap perempuan yang
mengakibatkan terjadinya kekerasan. Pada dasarnya patriarki merupakan sebutan
untuk garis keturunan laki-laki, namun konsep dari patriarki itu sendiri
membentuk sebuah pemahaman bahwa laki-laki lebih diutamakan daripada
perempuan. Hal inilah yang kemudian membentuk sebuah konstruksi peran
gender dalam masyarakat—membentuk sebuah ‗kodrat‘ dan keharusan.
Permasalahannya adalah peran perempuan dibentuk sebagai peran yang
subordinat sementara laki-laki memiliki peran yang dominan.
Selanjutnya, Gayle Rubin mengatakan bahwa sistem sex/gender
merupakan ―seperangkat susunan dimana masyarakat tertentu mengubah
seksualitas biologis menjadi produk dari aktivitas manusia‖3. Pernyataan Gayle
Rubin mencerminkan sebuah konsep dari budaya patriarki yang dikonstruksikan
sedemikian rupa melalui keadaan biologis tertentu agar memiliki keharusan untuk
melakukan aktivitas gender tertentu. Singkatnya, masyarakat dengan budaya
patriarki membuat peran-peran yang aktif dan maskulin untuk laki-laki dan pasif
dan feminin untuk perempuan. Dari paparan diatas, lahir sebuah bentuk dominasi
laki-laki terhadap perempuan dan menggambarkan bagaimana perempuan
sejatinya terkekang dan membutuhkan pembebasan. Feminisme merupakan basis
teori dari gerakan pembebasan perempuan4. Pembebasan tersebut dimaksudkan
pada tekanan ‗kodrat‘ biologis perempuan sebagai makhluk reproduksi dan
bermacam-macam stereotype yang dilekatkan kepada perempuan. Dari berbagai
macam bentuk pemikiran feminisme, feminisme radikal lebih menonjol dalam
2
Tong, Rosmarie, Feminist Thought: A More Conprehensive Introduction (Philadelphia: Westview Press,
2009), p.52
3
Gayle Rubin, “The Traffic in Women,” in Toward an Anthropology of Women,
ed. Rayna R. Reiter (New York: Monthly Review Press, 1975), p. 159.
4
Faizain, Khoirul. Mengintip Feminisme dan Gerakan Perempuan. 2012. Ejournal.uin-malang.ac.id
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
4
wacana film ini karena feminisme radikal memusatkan permasalahan pada kondisi
biologis perempuan dan film ini menggambarkan secara spesifik bahwa
perempuan, sekali lagi, sebagai objek seks dan alat reproduksi.
Oleh karenanya dalam jurnal ini penulis mengangkat masalah bagaimana
bentuk-bentuk kejahatan terhadap perempuan terjadi dan keterkaitannya dengan
feminisme radikal melalui cerminan media film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita.
Sebagaimana pokok permasalahan, selama ini perempuan khususnya di Indonesia
hidup dalam terpaan budaya patriarki. Hal ini yang kemudian membuat
perempuan tidak memiliki kesetaraan diberbagai bidang dan mendapatkan
bermacam-macam kerugian atas dasar tekanan ‗kodrat‘. Tujuan dari penulisan
jurnal ini adalah memaparkan konstruksi perempuan serta cerminan bentuk
kekerasan terhadap perempuan di media melalui kajian wacana film 7 Hati 7
Cinta 7 Wanita.
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
5
Feminisme: Kilas Tinjauan tentang Teori Perempuan
Feminisme
Menurut June Hannam (2007:22) di dalam buku Feminism, kata
feminisme diartikan sebagai:
1. Sebuah pengakuan tentang ketidakseimbangan kekuatan antara dua
jenis kelamin dimana peran perempuan berada dibawah peran lakilaki.
2. Sebuah kepercayaan bahwa kondisi perempuan merupakan bentuk dari
konstruksi sosial sehingga dapat diubah.
3. Sebuah penekanan pada otonomi perempuan.
Pada hakikatnya, feminisme menekankan pada kesetaraan antara perempuan dan
laki-laki. Perempuan ingin dipandang sebagai seorang individu yang setara
dengan laki-laki, hak dan kewajibannya, sebagai manusia. Bukan sama melainkan
setara.
Feminisme Radikal
“Radical feminism sees the oppression of women as a result of the universal value
system of patriarchy. Patriarchy is a system of structures and institutions created
by men in order or sustain and recreate male power and women subordination5”.
(Kate Millett, dalam Rollin, 1996)6
"Feminisme radikal melihat perempuan sebagai hasil dari sistem nilai universal
patriarki. Patriarki adalah sistem dari sturkutur dan institusi yang diciptakan oleh
laki-laki dengan maksud atau menjaga dan menciptakan kembali kekuasan lakilaki dan subordinasi perempuan."
Millett berpendapat bahwa ideologi patriarkal mengutarakan perbedaan
biologis antara laki-laki dan perempuan, dan memastikan bahwa laki-laki selalu
5
Rollins, Joan H. Women’s Minds Women’s Bodies The Psychology of Women in a Biosocial Context. (USA:
Prentice-Hall, 1996)
6
Kate Millett, dalam Rollin, 1996
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
6
mempunyai peran yang maskulin dan dominan, sedangkan perempuan selalu
mempunyai peran yang subordinat, atau feminin. Akibat dari penyebaran ideologi
ini kebanyakan perempuan menginternalisasi rasa inferioritas ―Diri‖ terhadap
laki-laki7. Maksudnya, secara sadar maupun tidak, perempuan itu sendiri
memposisikan dirinya dan menganggap bahwa dirinya berada dibawah laki-laki.
Feminisme Radikal menganggap kejahatan adalah perilaku laki-laki,
bukan perempuan. Hal ini adalah dampak biologis laki-laki yang agresif dan ingin
mendominasi. Kejahatan adalah ekspresi dari laki-laki yang ingin mengontrol dan
mendominasi semua nya. Laki-laki ingin mendominasi perempuan menjadi
keibuan dan budak seks. Laki-laki terlahir dengan seksual yang dominan dan ini
adalah perebedaan biologis yang menyebabkan kriminalitas. Perlu diketahui
bahwa pemerkosaan merupakan ekspresi besar-besaran dari ‗aksi agresi laki-laki
yang dimana laki-laki membuat semua perempuan berada dalam ketakutan.
Seperti yang dikatakan oleh Akifumi Ootani, dalam tulisannya yang berjudul
Beyond Feminism, feminisme radikal menganggap penindasan perempuan sebagai
akar dari segala bentuk penindasan termasuk penindasan kelas. Sehingga,
perempuan akan terbebas jika gender, yang merupakan dasar dari diskriminasi
antara jenis kelamin, diakhiri. Menurut buku Feminst Thought yang ditulis oleh
Rosmarie Tong, Feminis Radikal fokus kepada jenis kelamin, gender, dan
reproduksi sebagai tempat untuk mengembangkan pemikiran feminsime mereka.
Pada dasarnya feminisme radikal sangat mengutuk keberadaan sistem
patriarki. Kate Millet bersikuku bahwa akar dari tekanan pada perempuan
terkubur didalam sistem sex/gender patriarki. Ideologi patriarki melebihkan
perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, membuat ketentuan bahwa
laki-laki selalu memiliki peran dominan dan perempuan subordinat. Feminisme
radikal memiliki usaha yang tekun dalam menghancurkan sistem sex/gender—
sumber dasar dari penekanan perempuan—dan untuk membuat sebuah
masyarakat baru dimana perempuan dan laki-laki pada tiap level nya sejajar.
Feminisme Radikal percaya bahwa mereka bisa bebas dari dominasi laki-laki
7
Tong, Rosmarie, Feminist Thought: A More Conprehensive Introduction (Philadelphia: Westview Press,
2009)
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
7
dengan membebaskan diri dari definisi laki-laki tentang peran perempuan dan
tempat dalam masyarakat.
Budaya Hukum Patriarki
Patriarki adalah tata kekeluargaan yang sangat mementingkan garis keturunan
bapak8. Dalam sistem sosial, budaya, dan agama, patriarki merupakan sebuah
bentuk ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan.
Di Indonesia, hal ini telah mengakar diberbagai bentuk kehidupan bermasyarakat
karena patriarki dikonstruksikan, dilembagakan, dan disosialisasikan melalui
institusi yang terlibat sehari-hari dalam kehidupan seperti keluarga, sekolah,
agama, tempat kerja, hingga kebijakan Negara.
Simone de Beauvoir (1949) dalam The Second Sex menyebutkan bahwa di
Negara-negara Asia, kendali penuh atas hidup seorang anak perempuan dipegang
oleh ayahnya dan akan beralih ke suaminya ketika anak tersebut menikah9.
Pernyataan Simone sangat menunjukkan bagaimana sepanjang hidupnya, seorang
perempuan selalu berada dibawah kontrol dan dominasi laki-laki.
Gendered Theory
Gender
adalah
sebuah
pembagian
peran
yang
disepakati
dan
dikonstruksikan oleh masyarakat tertentu, pada waktu tertentu, untuk jenis
kelamin tertentu. Perbedaan ini kemudian disosialisasikan terus menerus melalui
berbagai lembaga dari setiap aspek kehidupan manusia mulai dari lingkup paling
kecil, seperti keluarga hingga lingkup paling besar, seperti Negara. Gender
akhirnya terbentuk, tersosialisasi, dan tertanam turun menurun dan mendarah
daging sehingga seringkali menimbulkan kesalahpahaman dengan sex atau jenis
kelamin. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan
pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat10.
Gender bukanlah sebuah kata benda—makhluk—tapi sebuah ‗melakukan‘.
Gender dibuat dan diperkuat secara diskursif, melalui pembahasan dan perilaku,
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, cet. Balai Pustaka, 2001, hlm.
654.
9
Beauvoir, Simone. The Second Sex. 1949. Constance Borde: France.
10
Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press. Bogor
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
8
dimana
seorang
individu
menyatakan
sebuah
identitas
gender
dan
11
mengungkapkan nya kepada orang lain .
Kesetaraan gender mengizinkan perempuan dan laki-laki menikmati
kesetaraan hak nya sebagai manusia, secara sosial memiliki benda-benda,
kesempatan, sumberdaya, dan menikmati keuntungan dari hasil pembangunan12.
Keadilan Gender merupakan sebuah proses menjadi adil untuk perempuan dan
laki-laki. Untuk memastikan adanya keadilan, harus tersedia suatu ukuran untuk
mengompensasi kerugian secara histori maupun sosial yang mencegah perempuan
dan laki-laki memberlakukan suatu tahapan permainan. Strategi keadilan gender
pada akhirnya digunakan untuk memperoleh kesetaraan gender. Keadilan gender
adalah sarana; kesetaraan adalah hasilnya13.
Perempuan dalam Representasi Film
Film merupakan sebuah bentuk komunikasi massa dan potret dari
kehidupan bermasyarakat setempat. Melihat pada perfilman di Indonesia,
perempuan selalu berdekatan dengan ide keterpurukan, ketertindasan, kelemahan,
bahkan konsep perempuan yang diterima oleh masyarakat kita bahwa mereka
adalah ‗objek‘ bukan ‗subjek‘ bagi kaum laki-laki. Fenomena ini selalu menjadi
daya tarik tersendiri untuk divisualisasikan dalam bentuk film. Perempuan selama
ini dijadikan konsumsi publik. Menurut Rianto (2010) perempuan dalam film
telah menjadi korban dalam kapitalisme global dari kaum industrialis yang sangat
kuat ideologi patriarkinya.
Aquarini berpendapat bahwa suatu sinema dinamakan feminis adalah
ketika tokoh perempuan diberikan peran berbeda daripada stereotype di ―dunia
nyata‖. Dalam hal ini, sinema atau film feminis diharapkan dapat menjadi
perangkat untuk melakukan pemikiran serta penilaian ulang atas stereotype peran
tradisional berdasarkan jenis kelamin (Aquarini, 2006: 335).
Kejahatan Terhadap Perempuan
11
West & Zimmerman 1978 in Lloyd et al. 2009: p.8
OECD DAC, DAC Guidelines for Gender Inequality and Women’s Empowerment in Development
Coorporation (Paris, 1998): p.13
13
Canadian International Development Agency, Guide to Gender-Sensitive Indicators (Ottawa: CIDA, 1996).
12
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
9
Poerwandari (2000) dalam buku Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya menjelaskan
tentang konsep terjadinya sebuah kekerasan melalui sudut pandang feminis.
Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan merupakan produk struktur
sosial dan sosialisasi dalam masyarakat yang mengutamakan dan
menomorsatukan
kepentingan
dan
perspektif
laki-laki,
sekaligus
menganggap perempuan sebagai jenis kelamin yang lebih rendah dan
kurang bernilai dibanding laki-laki. Pandangan ini menyatakan bahwa
kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu hal yang cukup umum
terjadi sebagai konsekuensi struktur masyarakat yang mementingkan dan
didominasi oleh laki-laki.14
14
Poerwandari, Kristi. (2000). Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan Psikologi Feministik. Dalam Sudiarti
Luhulima, Achie (Ed.). Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Alternatif Pemecahannya (pp.15). Bandung: Penerbit P.T Alumni.
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
10
7 Hati 7 Cinta 7 Wanita: Membaca Secara Kritis
Film yang diproduksi oleh MNC Pictures ini ditulis dan disutradarai oleh
Robby Ertanto Soediskam dan dibintangi oleh
Zalianty, Olga
Salma, Rangga
Lydia, Hengky
Jajang C Noer, Marcella
Solaiman, Tamara
Djoned, Tegar
Satria, Verdi
Tyasmara, Happy
Solaiman, Bombom
Gumbira, Achmad Zaki, Intan Kieflie. Film ini berkisah tentang seorang
ginekolog bernama Dr. Kartini yang memiliki kedekatan emosional dengan
pasien-pasiennya dan menemukan permasalahan pasien-pasiennya terkait
kekerasan dari laki-laki.
Di awal film ini diceritakan mengenai seorang istri bernama Lili yang
sedang hamil besar. Lili (Olga Lydia) setiap harinya harus menegarkan diri
menghadapi
suaminya,
Randy
(Tegar
Satrya),
yang
mengidap
kelainan BDSM (Bondage, Discipline, Sadism and Masochism). Diceritakan
bahwa Lili adalah seorang istri yang penurut dan penakut. Setiap kali Ia
mendapatkan luka atau memar, Ia selalu menutupi dan berkata bahwa suaminya
tidak sengaja melakukan hal tersebut.
Kasus Lili merupakan potret atas bentuk dominasi laki-laki terhadap
perempuan dalam bentuk kekerasan seksual dan bagaimana seorang perempuan
hanyalah dianggap sebagai sebuah objek pemuas seksual laki-laki. Pembelaan
yang dibuat oleh Lili untuk melindungi suaminya adalah hasil dari ketakutan dan
kebingungan dari segala bentuk kekerasan fisik dan seksual yang dialaminya.
Kasus Lili mewakili kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang kita ketahui,
Indonesia merupakan Negara dengan budaya patriarki yang sangat kental dan
turun menurun sejak zaman dinosaurus. ‗Kodrat‘ gender perempuan sebagai
seorang istri telah disosialisasikan melalui berbagai institusi dan lembaga. Kodrat
tersebut antara lain adalah menuruti kata suami yang tidak lain merupakan bentuk
subordinasi perempuan terhadap laki-laki. Mengingat bahwa sebuah rumah tangga
bersifat intim dan pribadi, tentunya kekerasan yang terjadi merupakan sebuah aib
yang tidak bisa sembarangan diungkapkan.
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
11
Lili selalu menunjukkan ekspresi ketakutan dan kebingungan sepanjang
film ini. Penulis berpendapat bahwa Lili sebetulnya menuruti suaminya karena Ia
berusaha mempertahankan rumah tangganya. Hanya saja disaat bersamaan, Ia
melakukan hal tersebut untuk menghindari kekerasan terjadi lebih parah dari yang
sudah Ia alami selama ini.
Kemudian perempuan kedua yang diceritakan pada film ini adalah Yanti
(Happy Salma) seorang pekerja seks komersial yang divonis mengidap penyakit
kanker serviks. Yanti pada film ini digambarkan sebagai perempuan yang cerdas
namun Ia merasa kecewa dan putus asa karena kecerdasannya dianggap sebelah
mata dikalahkan oleh pesona fisiknya. Terdapat adegan dimana Yanti mengatakan
―gue pernah kerja kantoran, tapi asal lo tau ya, bos gue ternyata lebih suka
ngeliat gue tiduran dibandingin gue kerja beneran makanya gue berenti.
(Sambil menunjukkan badan nya yang sexy) nih liat nih semua nih yang gue
punya. Itu kutukan buat gue‖. Intinya, Yanti memilih menjadi seorang pelacur
karena mendapatkan pelecehan seksual terus menerus dari atasannya.
Disini penulis mengamati bahwa Yanti sebenarnya sangat menyadari
bahwa kondisi biologis perempuan merupakan akar dari permasalahan dalam
hidupnya terutama didunia karir. Pekerjaan yang dipilih oleh Yanti merupakan
sebuah ‗keterpaksaan‘ dan pekerjaan sebagai seorang pelacur adalah gambaran
nyata bagaimana seorang perempuan sekali lagi menjadi sebuah objek seksual.
Yanti telah kehilangan hak nya sebagai seorang manusia untuk mendapatkan
pekerjaan yang diinginkannya. Bukan hanya itu, kondisi biologis akhirnya
menyebabkan dirinya terkena penyakit yang sebetulnya bisa dihindari.
Perempuan ketiga yang diceritakan disini adalah Rara (Tamara Tyasmara),
seorang siswi SMP yang terjebak dalam ketidakdewasaannya dan menjalin
hubungan seksual dengan sang kekasih bernama Acin (Albert Halim), seorang
siswa SMA. Rara akhirnya hamil namun Acin tidak mau bertanggung jawab dan
malah menyuruh Rara mengugurkan kandungannya.
Laki-laki secara biologis terlahir dengan sistem reproduksi yang dominan
dan menurut teori feminisme radikal, laki-laki mempergunakan hal ini untuk
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
12
menjadikan perempuan sebagai budak seks belaka. Sebetulnya memang pada
kasus ini, ketika berhubungan seksual, kedua belah pihak sama-sama
menginginkannya. Hanya saja perlu ditekankan bahwa pada awalnya Rara tidak
ingin melakukan hubungan seks dengan Acin. Setelah Acin membujuk rayunya
dengan bersikap manis, atau lebih tepatnya dengan manipulasi, akhirnya Rara
setuju dengan ajakan Acin.
Terlihat pada sebuah adegan, Rara berkunjung ke Dokter Kartini untuk
memastikan bahwa Ia benar-benar hamil. Dokter Kartini berpendapat bahwa Rara
adalah mutiara kecil yang belum bisa berpikir panjang tentang arti kehormatan.
Menanggapi pernyataan tersebut, penulis setuju bahwa Rara adalah seorang anak
yang belum bisa berpikir panjang. Seperti tertera dalam Undang-undang RI Pasl 1
ayat (1) No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa ―Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun‖. Rara adalah seorang
siswi SMP sehingga Ia memang masih anak-anak. Hanya saja, dalam kalimat
berikutnya, Dokter Kartini menyebutkan soal kehormatan. Menurut penulis,
sebuah kehormatan tidak bisa diukur dengan kehamilan diluar nikah ataupun
keputusan seseorang atas melakukan hubungan seks pra nikah. Sebetulnya secara
tidak langsung, Dokter Kartini pun terpengaruh dengan budaya Indonesia yang
beranggapan bahwa seorang perempuan memiliki ‗kodrat‘ gender dimana
kehamilan pra nikah atau hubungan seksual pra nikah adalah hal yang tabu.
Selanjutnya, Rara mengatakan kepada Dokter Kartini, ―awalnya sih saya
tolak, tapi waktu Acin ngeraba saya, udah itu cium leher saya, terus dia kebawah
sambil meluk saya… udah itu saya malah keenakan‖ dan Rara pun melakukan hal
tersebut tanpa pengaman. Dokter Kartini juga mengatakan dalam hati bahwa
sebetulnya sebuah kerugian tidak akan sepenuhnya ditanggung oleh perempuan
jika pihak laki-laki mau bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuat.
Sementara dalam kasus ini, Rara yang akhirnya harus menanggung banyak sekali
kerugian. Mulai dari kerugian moral seperti kehamilan usia dini, ketidakpercayaan
kepada laki-laki, bahkan trauma untuk berhubungan seks lagi. Disamping itu,
begitu banyak resiko kesehatan yang akan ditanggung Rara salah satunya,
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
13
kematian.15 perforasi (perlubangan) pada uterus.16 baret pada serviks.17 Pelvic
Inflammatory Disease.18 kanker serviks, ovarium, dan hati.19 .
Kasus berikutnya ada dua wanita sekaligus yang akan saya bahas, yaitu
Lastri (Tizza Radya) dan Ningsih (Patty Sandya) yang bersuamikan Hadi (Verdi
Sulaiman). Lastri adalah seorang perempuan obesitas sehingga tidak mampu
memberikan anak kepada suaminya. Sementara Ningsih adalah seorang
perempuan karir yang sedang hamil namun sangat membenci suaminya karena Ia
sangat penurut dan pendiam jika bersama Ningsih. Didalam film ini, Lastri dan
Ningsih saling tidak mengetahui bahwa selama ini Hadi menduakan mereka
hingga akhir cerita. Tentunya perselingkuhan merupakan sebuah kekerasan
psikologis bagi pihak yang diselingkuhi, dimana disini keduanya adalah
perempuan.
Jika ditelaah satu persatu, diawal film ini, Lastri dan Hadi digambarkan
sebagai pasangan yang amat bahagia. Mereka memasak bersama kemudian saling
berpelukan dan bermesraan. Sebuah manipulasi sempurna telah dibentuk oleh
Hadi sebagai suami Lastri. Disamping fakta bahwa Hadi berselingkuh dan
menginginkan keturunan, Hadi memperlakukan Lastri dengan baik tanpa tekanan
maupun kekerasan fisik.
Akibat dari budaya patriarki yang membuat perempuan harus mampu
memberikan keturunan, Lasti yang obesitas harus memaksakan diri untuk
menurunkan berat badannya. Keadaan biologis Lastri pun membuat dirinya harus
mengalami penderitaan secara moral karena Ia jadi kurang percaya diri dan
dianggap tidak mampu memberikan keturunan. Hanya karena secara biologis
15
Kaali, S. et al. 1989. The Frequency and Management of Uterine Perforations During First-Trimester
Abortions. Am. J. Obstetrics and Gynecology 161:406-408.
16
Schulz, K. et al. 1983. Measures to Prevent Cervical Injuries During Suction Curettage Abortion. The
Lancet May 28, 1983, pp 1182-1184.
17
Frank, et.al. 1985. Induced Abortion Operations and Their Early Sequelae. Journal of the Royal College of
General Practitioners 35 (73):175-180.
18
Burkman et al. 1977. Culture and Treatment Results in Endometritis Following Elective Abortion. Amer.
Jour. OB/GYN 128 (5) 556-559.
19
Parazzini, F. et al. 1989. Reproductive Factors and the Risk of Invasive and Intraepithelial Cervical
Neoplasia. British Journal of Cancer 59:805-809.
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
14
perempuan dapat menghasilkan keturunan, bukan berarti hal tersebut adalah
kewajiban. Kehamilan adalah pilihan.
Kemudian digambarkan Ningsih adalah seorang perempuan karir yang
mandiri. Ia sangat mendominasi hubungan pernikahannya dengan Hadi. Hadi
terlihat sangat berbeda ketika bersama Ningsih—lemah. Ningsih mengatakan
kepada Dokter Kartini bahwa semua keputusan rumah tangga mereka, dibuat dan
diatur oleh Ningsih. Penulis dapat melihat bahwa sebagai laki-laki, Hadi
kehilangan perannya sebagai laki-laki yang mendominasi atau memimpin rumah
tangga. Hal ini yang mungkin mendorong Hadi untuk berselingkuh karena pada
dasarnya, Hadi sebagai laki-laki, memiliki perasaan untuk memimpin.
Selanjutnya ada Ratna (Intan Kiflie) seorang buruh konveksi yang sedang
hamil besar memiliki suami bernama Marwan (Akhmad Zaki). Ratna telah
menikah dengan Marwan selama lima tahun dan baru akhirnya mengalami
kehamilan pertama. Dalam film ini, terdapat percakapan sebagai berikut:
Ratna: ―Aku bersedia menerima posisi yang sudah ditakdirkan untukku, Mas.
Tapi aku bukan barang yang tidak bernyawa. Aku hidup. Aku manusia.
MANUSIA. Bukan anjing yang bisa ditendang begitu saja ketika majikannya
sibuk dengan lonte-lonte diluar sana. “Mau makan, Mas?” “Mau mandi air
panas, Mas?” Kamu kira aku pembantu. Hah? Itu udah kewajibanku
dirumah ini. Kewajibanku sebagai seorang istri. Bukan kerja keras banting
tulang untuk sambung keluarga ini! Itu tugas kamu, Mas. Tugas kamu.”
Marwan: ―Aku cinta sama kamu, Ratna. Itu benar. Tapi aku ngga tahan nunggu
sampai lima tahun. Bayangin lima tahun.”
Ratna: ―Oke. Kalo gitu aku yang bajingan ngga bisa ngasih kamu anak!”
Percakapan diatas terjadi ketika Ratna mengetahui bahwa selama ini
suaminya berselingkuh dan memiliki anak dari perempuan lain. Penulis menyoroti
beberapa kalimat yang dikeluarkan Ratna dan Marwan. Terlihat bahwa dalam film
ini, Ratna mengikuti sosialisasi budaya patriarki di Indonesia bahwa seorang istri
harus melayani suaminya sementara suami seharusnya mencari nafkah. Ratna
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
15
merasa bahwa sebagai perempuan Ia memiliki ‗kodrat‘. Sebetulnya melayani
suami bukanlah suatu kesalahan. Hanya saja, akan menjadi salah ketika
perempuan tersebut melakukannya atas dasar ‗tuntutan kodrat‘ bukan pilihannya
sendiri.
Kemudian Marwan sebagai laki-laki memberikan sebuah pernyataan yang
secara langsung ‗menyalahkan‘ Ratna atas kondisi biologisnya yang terlalu lama
mampu membuahi anak. Penulis melihat bahwa pernikahan yang dilakukan oleh
Marwan semata-mata karena Ia menginginkan keturunan. Seolah perempuan
adalah objek reproduksi untuk dirinya.
Perempuan terakhir merupakan tokoh utama dari film ini, yaitu Dokter
Kartini (Jajang C. Noor). Dokter Kartini merupakan seorang perempuan berumur
45 tahun yang belum pernah dan tidak ingin menikah. Ia adalah sosok perempuan
yang masih dihantui oleh penghianatan dari kekasihnya dimasa lalu. Banyak
dialog Dokter kartini yang mencerminkan bahwa Ia tidak mempercayai laki-laki.
Pertama ketika sedang menceritakan tentang Yanti, Dokter Kartini berkata ―aku
sering melihat berbagai macam kasus yang diderita kaumku karena perbuatan
laki-laki‖ kemudian pada ada pula ketika sedang berbicara dengan rekan
dokternya, Kartini berkata, ―aku ingi membela kaumku, tetapi terkadang aku
merasa tidak berdaya… cinta sudah mati, Anton. Lagipula buat apa cinta kalau
perempuan selalu yang jadi korban‖. Didepan pasien-pasiennya, Dokter Kartini
selalu bersikap tegar dan tegas. Namun ternyata dirinya sendiri merupakan
seorang korban emosional atas laki-laki sehingga memutuskan untuk tidak
menikah.
Dalam teori feminisme radikal, kasus-kasus diatas merupakan gambaran
dari subordinasi perempuan dalam sistem patriarki di Indonesia dan ketidakadilan
peran gender baik diranah publik maupun domestik. Kaum perempuan
digambarkan menjadi objek kekerasan, objek seksual, dan objek reproduksi dalam
hubungan interpersonal dengan laki-laki. Hal tersebut merupakan akibat dari
perbedaan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagaimana yang sudah di
konstruksikan terutama di Indonesia. Pembagian peran gender feminism dan
maskulin juga melahirkan sebuah diskriminasi terhadap perempuan sebagaimana
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
16
kasus Lili dan Ratna. Dapat dikatakan bahwa diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki berdasar pada kondisi biologis yang kemudian dijadikan alasan laki-laki
untuk meninggikan dan merendahkan martabat salah satu jenis kelamin, dalam hal
ini meninggikan laki-laki dan merendahkan perempuan.
Perempuan sebagai objek seks dalam film ini paling jelas terlihat pada
kasus Yanti, seorang pelacur. Stereotipe perempuan yang dianggap bodoh dan
hanya memiliki paras cantik seolah dieksploitasi habis-habisan oleh laki-laki dan
tidak diberi kesempatan untuk memiliki pekerjaan yang halal. Seperti yang sudah
dikatakan, feminisme radikal memandang kejahatan sebagai perilaku laki-laki
karena biologis laki-laki yang agresif dan memiliki dorongan alamiah untuk
mendominasi. Kejahatan merupakan ekspresi dari laki-laki yang ingin mengontrol
dan
mendominasi
perempuan.
Segala
bentuk
kejahatan
laki-laki
telah
tervisualisasikan dalam film ini mulai dari kejahatan seksual; berhubungann seks
secara paksa, manipulasi untuk melakukan hubungan seks, kemudian kejahatan
domestik; pemukulan dalam rumah tangga, poligami, eksploitasi; menyuruh
perempuan menggugurkan kandungan, berselingkuh dengan alasan perempuan
tidak mampu memiliki anak, hingga kejahatan emosional; menelantarkan begitu
saja, memberikan harapan kosong.
Dokter Kartini sebagai tokoh utama mencerminkan sikap seorang feminis
radikal yang menolak pernikahan karena pernah tersakiti oleh laki-laki dan
melihat bagaimana pernikahan menghancurkan kehidupan perempuan. Menurut
feminisme radikal, sebuah pernikahan merupakan awal dari perbudakan
perempuan yang harus melaksanakan peran sebagai istri, ibu, dan pasangan seks
laki-laki. Hal ini selanjutnya berhubungan dengan pernyataan Ratna yang
akhirnya merasa bahwa hidupnya ‗wajib‘ melayani suaminya seperti seorang
pembantu. Seperti dalam pemikiran feminisme radikal, segala hal tersebut berakar
pada keadaan biologis perempuan termasuk didalamnya sebagai objek reproduksi
laki-laki.
Dominasi terbesar yang terpancar dari film ini adalah bagaimana semua
tokoh perempuan itu sendiri menyadari betul inferioritas mereka dan bagaimana
mereka semua pada akhirnya tunduk pada budaya patriarki yang meninggikan
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
17
laki-laki. Sebagaimana kasus Ningsih yang menganggap bahwa kehamilannya
merupakan sebuah investasi. Ia menginginkan anaknya harus seorang laki-laki
jika tidak, Ia akan menggugurkannya. Hal tersebut Ia lakukan semata-mata untuk
mendidik anak laki-lakinya agar tidak lemah seperti suaminya, Hadi. Terlihat
sekali bahkan perempuan sendiri pun mengakui bahwa laki-laki harus memiliki
jiwa kepemimpinan dan dominasi. Selanjutnya, seolah setuju dengan konsep
tersebut, Hadi melakukan perselingkuhan dimana pada hubungannya yang lain,
Hadi menjadi seorang suami yang lebih ‗layak‘—tidak didominasi oleh istri.
Sesuai dengan pemikiran feminisme radikal terhadap laki-laki bahwa memang
pada dasarnya laki-laki menginginkan sebuah kontrol ketika berhubungan dengan
perempuan.
Berikutnya, film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita adalah salah satu seni
sinematografi
dimana
sinema
merupakan
media
komunikasi
massa.
Penggambaran akan realitas kaum perempuan dan konstruksinya disampaikan
melalui sinematografi film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Penulis dapat melihat
konstruksi gender feminisme dan maskulin pada film ini sesuai dengan stereotipe
kultural di Indonesia. Bisa dikatakan bahwa film ini sendiri pun merupakan
eksploitasi perempuan yang sengaja digambarkan sebagai makhluk yang lemah
dan posisinya berada dibawah laki-laki sekaligus konstruksi gender tertentu.
Kesimpulan
Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita mampu mewakili gambaran kehidupan
perempuan di Indonesia yang mungkin mengalami kejadian serupa. Kejahatan
yang dirasakan oleh perempuan akibat dari konstruksi budaya patriarki dan
subordinasi perempuan adalah hasil dari diskriminasi gender. Film ini berusaha
menjelaskan bahwa perempuan seharusnya membuat keputusan sebagai seorang
manusia, bukan mengikuti ‗kodrat‘. Ketika perempuan mulai merasa bahwa
mereka harus tunduk kepada laki-laki dan mengikuti konstruksi sosial pada
budaya patriarki, mereka harus menanggung berbagai macam dominasi, ekploitas,
manipulasi, dan subordinasi dalam hidupnya. Gambaran bentuk kejahatan yang
diterima perempuan pada film ini memiliki alur dari kekerasan fisik hingga
emosional. Namun pada dasarnya, kejahatan yang diterima berakar pada keadaan
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
18
biologis perempuan dimana perempuan digambarkan sebagai objek seks, alat
reproduksi, dan pelayan suami.
Penulis melihat bahwa seharusnya perempuan menyadari betul hak dan
kewajiban mereka sebagai seorang manusia tanpa membedakan gender. Keadaan
biologis memang merupakan sebuah perbedaan yang tidak bisa ditentukan—
meskipun dapat diubah dengan operasi. Pada dasarnya perempuan harus
memperjuangkan kesetaraan, bukan persamaan. Penulis juga merasa bahwa
pikiran mengenai ‗kodrat‘ sebaiknya dihilangkan karena apa yang disebut
‗kodrat‘, seperti menikah, hamil, berhubungan seks pra nikah, dan melayani
suami, merupakan pilihan hidup dan bukanlah kewajiban. Hal ini yang nantinya
akan membuat perempuan akan lebih bahagia dengan apapun yang dilakukannya
karena itu memang pilihan hidup mereka bukan karena tuntutan sosial semata.
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
19
DAFTAR REFERENSI
Buku
Alison M. Jaggar and Paula S. Rothenberg, eds. (1948). Feminist Frameworks.
New York:McGraw-Hill.
Beauvoir, Simone. (1949). The Second Sex. France:Constance Borde.
Butler, Judith P. (1990). Gender Trouble: Feminism and Subversion of Identitiy.
New York: Routledge.
Candace, West and Don H. Zimmerman. (1987). Gender and Society. United
Kingdom: Sage Publication.
Gayle, Rubin. (1975). The Traffic in Women, in Toward an Anthropology of
Women. New York: Monthly Review Press.
Poerwandari, Kristi. (2000). Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan Psikologi
Feministik. Dalam Sudiarti Luhulima, Achie (Ed.). Pemahaman BentukBentuk
Tindak
Kekerasan
Terhadap
Perempuan
dan
Alternatif
Pemecahannya (pp.11-50). Bandung: Penerbit P.T Alumni.
Rollins, Joan H. (1996). Women‟s Minds Women‟s Bodies The Psychology of
Women in a Biosocial Context. USA: Prentice-Hall.
Tong, Rosmarie. (2009). Feminist Thought: A More Conprehensive Introduction.
Philadelphia: Westview Press.
Serial
Burkman et al. (1977). Culture and Treatment Results in Endometritis Following
Elective Abortion. Amer. Jour. OB/GYN 128 (5) 556-559.
Faizain, Khoirul. (2012). Mengintip Feminisme dan Gerakan Perempuan.
Ejournal.uin-malang.ac.id
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
20
Fajar Rianto, Arga. (2010). Representasi Feminisme dalam Film Kutunggu
Jandamu: Studi Analisis Semiotika Representasi Feminisme melalui
Tokoh Persik. Surabaya
Frank, et.al. (1985). Induced Abortion Operations and Their Early
Sequelae. Journal of the Royal College of General Practitioners 35
(73):175-180.
Kaali, S. et al. (1989). The Frequency and Management of Uterine Perforations
During First-Trimester Abortions. Am. J. Obstetrics and Gynecology
161:406-408.
Linda, Alcoff. (1988). Cultural Feminism Versus Poststructuralism: The Identity
Crisis in Feminist Theory. Journal of Women in Culture and Society, 13,
no. 3 408.
Lise, Fortier. (1975, Nov – Dec). Women, Sex and Patriarchy. Family Planning
Perspectives, Vol. 7, No. 6, pp. 278-281. Published. Guttmacher
InstituteStable
Parazzini, F. et al. (1989). Reproductive Factors and the Risk of Invasive and
Intraepithelial Cervical Neoplasia. British Journal of Cancer 59:805-809.
Puspitawati, H. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia.
PT IPB Press. Bogor
Retnowulandari, Wahyuni. (2010, Januari). Budaya Hukum Patriarki versus
Feminis: Dalam Penegakan Hukum dipersidangan Kasus Kekerasan
Terhadap Perempuan. Jurnal Hukum, Vol. 8 No. 3
Schulz, K. et al. (1983, May). Measures to Prevent Cervical Injuries During
Suction Curettage Abortion. The Lancet, pp 1182-1184.
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
i
Lampiran
Rara sedang dibujuk untuk
berhubungan seks
Wajah Lili yang memar
Yanti sedang melayani pelanggan
Lili disiksa oleh suaminya
Yanti berusaha mencari pekerjaan
lain
Jasad Lili setelah mengalami
pendarahan
Lastri dan Hadi
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
ii
Ningsih dan Hadi
Ningsih mendapati Hadi selama ini
berselingkuh dengan Lastri
Ratna sedang menyambut suami
pulang kerja
Lastri dan Ningsih bertengkar
Ratna mendapati suami dan
Dokter Kartini menolak Dokter
selingkuhannya
Anton
Ratna bertengkar dengan suaminya
Dokter Kartini dengan laki-laki yang
dulu menyakitinya
Kejahatan pada perempuan ..., Amalia Puspa Khoirunnisa, FIB UI, 2014
Universitas Indonesia
Download