IX. REAKSI PENCOKLATAN PANGAN Reaksi pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap. Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melanoidin yang berwarna coklat. Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada buah dan sayur yang mengalami proses fisiologis yang disebabkan oleh adanya reaksi antara oksigen dan enzim fenolase dan polifeniloksidase (Cheng & Crisosto, 1995). Pencoklatan non-enzimatis biasanya disebut reaksi maillard. Reaksi ini terjadi akibat adanya gugus karbonil dari karbohidrat (gula reduksi) dan asam amino dari protein yang terjadi pada suhu tinggi. Reaksi ini biasanya diinginkan tapi jika terlalu banyak terbentuk dikhawatirkan dapat mereduksi protein dalam jumlah besar (Darwindra, Haris Rianto, 2009). Dalam beberapa hal pencoklatan dapat dikehendaki untuk memperbaiki kenampakan dan cita rasa pangan serta hasil olahannya seperti kopi, roti bakar, ayam goreng, dll. Reaksi pencoklatan yang tidak dikehendaki misalnya penyebab kenampakan jelek pada beberapa sayuran dan buah seperti kentang potong, apel, pisang mentah, hal ini perlu dikendalikan/dicegah. Reaksi pencoklatan pangan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Reaksi pencoklatan pangan Mekanisme Perlu O2 Perlu ada awal reaksi Maillard + Karamelisasi Oksidasi asam askorbat + Fenolase + Sumber : Eskin, dkk 1971 pH alkalis alkalis /asam sedikit asam sedikit asam PENCOKLATAN ENZIMATIS Pencoklatan enzimatis contohnya kentang, apel, pisang yang setelah dipotong/dikupas warnanya berubah menjadi gelap. Enzim yang berperanan pada pencoklatan enzimatis adalah enzim polifenol oksidase/fenol oksidase, fenolase/polifenolase. Pencoklatan enzimatis tersaji pada Gambar 1. Gambar 1. Pencoklatan enzimatis pada buah apel PENCOKLATAN NON-ENZIMATIS Pencoklatan non-enzimatis merupakan sebuah proses kimia yang menghasilkan warna coklat pada makanan tanpa aktivitas enzim. Reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C. a. Karamelisasi Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 1600C. Bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu 1700C, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa. b. Pencoklatan Akibat Vitamin Vitamin C ( asam askorbat) merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonati kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan. Cara pengendalian reaksi pencoklatan : 1. Pemanasan : blanching dan pasteurisasi Contoh: puree pear Pemanasan 80° C selama 8 detik aktivitas fenolase tinggal ½ nya. Pemanasan 90° C selama 8 detik aktivitas fenolase hilang. 2. Penggunaan SO2 (sulfur dioksida) Penggunaan SO2 dalam bentuk natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit merupakan inhibitor fenolase. Kerugian menggunakan SO2 dapat merusak Vitamin B1 (thiamin). 3. Pembebasan O2 Merendam bahan dalam air, misalnya kentang. Dapat dilakukan dengan perlakuan vakum dan pemakaian listrik. 4. Pemakaian NaC1 0,1%. 5. Metilasi subtrat fenolase Aktivitas enzim relatif Katekol = quaiakol Asam kafeat = asam fenilat bukan substrat fenolase (3-ketogiutamat) = quinat asam klorogenat = asam 3 feruloil + 5 adenosilmetionin 6. Penggunaan asam Menurunkan pH sehingga aktivitas enzim tidak optimal.