evaluasi pelaksanaan discharge planning di rumah

advertisement
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
EVALUASI PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING DI
RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA
Cynthia Hardivianty
Program Studi Manajemen Rumah Sakit Fakultas Pasca Sarjana
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta
[email protected]
ABSTRACT
Latar belakang: Discharge Planning merupakan suatu proses dalam mempersiapkan pasien untuk
mendapatkan kontinuitas perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam
mempertahankan derajat kesehatan sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungan dan
harus dibuat sejak awal pasien datang ke pelayanan kesehatan. Meningkatkan perawatan
terhadap pasien dan mengurangi pasien readmission atau rawat ulang dalam kurun waktu kurang
dari 30 hari adalah prioritas nasional bagi rumah sakit. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan rancangan studi kasus. Data yang terkumpul berupa data primer dan sekunder.
input; SDM (Perawat kurang memahami tentang discharge planning dan sikap serta pengendalian
emosi perawat dalam memberikan pelayanan didapatkan 36,4% masih menyatakan kurang baik).
Rumah sakit tidak memiliki SOP khusus pelaksanaan dan form discharge planning yang belum
sesuai. Proses; Perawat belum membuat discharge planning sesuai waktunya, Pemberi dan
penerima pelayanan discharge planning sudah sesuai. Dan proses pelaksanaan discharge planning
belum dilakukan secara maksimal. Output; faktor readmisinya yaitu dari 11 pasien readmisi
didapatkan 6 pasien readmisi (54,5%) terkait proses dari penyakit sebelumnya dan 5 pasien
readmisi yang bukan dari proses penyakit sebelumnya. pemahaman pasien dan keluarga dalam
perawatan lanjutan pasien masih kurang baik. Kelengkapan form discharge planning pasien
readmisi pada form bagian depan kurang lengkap dalam pengisiannya (15,7%) namun pada
lembar bagian belakang terisi dengan lengkap (90,5%), dan hambatan pelaksanan berasal dari
faktor personil; pemberi dan penerima pelayanan discharge planning. Kesimpulan: Penerapan
pelaksanaan discharge planning di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
belum berjalan secara maksimal.
Kata kunci: discharge planning, rencana pemulangan pasien, perawat, rawat ulang, readmisi.
©2017 Proceeding Health Architecture. All rights reserved
PENDAHULUAN
Discharge Planning atau perencanaan
pemulangan merupakan suatu proses dalam
mempersiapkan pasien untuk mendapatkan
kontinuitas perawatan baik dalam proses
penyembuhan maupun dalam mempertahankan
derajat kesehatan sampai pasien merasa siap
untuk kembali ke lingkungan dan harus dibuat sejak
awal pasien datang ke pelayanan kesehatan1.
Pemberian discharge planning dapat meningkatkan
kemajuan penyembuhan, membantu pasien untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih optimum
sebelum dipulangkan2.
Disscharge planning yang
berhasil
dilaksanakan dengan baik maka kepulangan pasien
dari rumah sakit tidak akan mengalami hambatan
serta dapat mengurangi hari atau lama perawatan
dan mencegah kekambuhan, namun sebaliknya
bila discharge planning yang tidak dilaksanakan
dengan baik dapat menjadi salah satu faktor yang
memperlama proses penyembuhan yang akan
mengalami kekambuhan dan dilakukan perawatan
ulang3.
Keberhasilan
discharge
planning
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain: keterlibatan dan partisipasi,
komunikasi, waktu, perjanjian dan konsensus serta
personil discharge planning4. Tipe rumah sakit
(pendidikan atau umum), kompleksitas pasien, dan
kompetensi
perawat
ikut
mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan discharge planning5.
Discharge planning yang belum optimal
menimbulkan dampak bagi pasien. Dampak
tersebut adalah meningkatnya angka rawat ulang
dan pada akhirnya pasien akan menanggung
pembiayaan untuk biaya rawat inap di rumah sakit6.
Kondisi kekambuhan pasien atau rawat ulang
pasien tentunya sangat merugikan pasien beserta
keluarga dan juga rumah sakit7. Beberapa
penelitian dilakukan untuk meneliti dampak
pelaksanaan discharge planning yang kurang
optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Moore, et al
(2003)8 menunjukkan 49% pasien kembali ke klinik
atau rumah sakit setelah dinyatakan pulang karena
Page | 21
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
mempunyai masalah dengan kesehatan. Penelitian
senada juga diungkapkan oleh Fox, et al (2013)9,
yang menyatakan terdapat hubungan yang
bermakna antara discharge planning dengan
penurunan angka rawat ulang pasien dalam satu
sampai 12 bulan indeks pemulangan pasien di
pelayanan kesehatan.
Rawat ulang/ readmisi pasien telah
mendapatkan perhatian yang lebih karena rawat
ulang pasien mencerminkan efektivitas kinerja dari
suatu pelayanan kesehatan dan kualitas perawatan
pasien tersebut di rumah. Efektivitas suatu
discharge planning salah satunya ditandai dengan
angka pasien rawat ulang menurun. Sejumlah
penelitian menyoroti bahwa discharge planning
yang efektif sangat penting untuk meningkatkan
kesehatan pasien dan mengurangi rawat ulang.
Salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan
Philips, et al (2004)10 bahwa discharge planning
secara signifikan mengurangi kunjungan ulang atau
rawat ulang pasien di rumah sakit.
Readmisi merupakan salah satu indikator
mutu pelayanan di rumah sakit, oleh karena itu
penguatan pendidikan kesehatan kepada pasien
dan keluarga melalui perencanaan discharge
planning dapat menurunkan angka readmisi
dirumah sakit. Meningkatkan perawatan terhadap
pasien dan mengurangi pasien readmission atau
rawat ulang dalam kurun waktu kurang dari 30 hari
adalah prioritas nasional bagi rumah sakit11.
Sedangkan Indikator kejadian pasien jiwa readmisi
tidak kembali dalam perawatan pada kurun waktu ≤
1 bulan adalah 100%12.
Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta telah melakukan discharge planning
atau perencanaan pemulangan pasien. Dari survey
yang dilakukan oleh peneliti pemberian health
education kepada keluarga di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta masih belum
optimal diberikannya. Pemberian perencanaan
pulang kebanyakan diberikan hanya pada saat
pasien pulang saja yang berupa petunjuk
perawatan dirumah dan waktu kontrol serta jika ada
pertanyaan dari pasien dan keluarga saja.
Setelah dilakukan studi pendahuluan di
rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta didapatkan jumlah kunjungan pasien
rawat inap tahun 2015 sebanyak 10.450 pasien dan
jumlah pasien rawat inap dari tanggal 1 januari
2016 sampai dengan 30 september 2016 sebanyak
10.103 pasien. Dari data diatas di dapatkan angka
kejadian pasien rawat ulang (readmission) dalam
waktu tiga bulan (mei - juli 2016) sebanyak 108
pasien selanjutnya jumlah pasien rawat ulang bulan
agustus – september sebanyak 61 pasien dan
jumlah pasien rawat ulang bulan oktober sebanyak
19 pasien, selanjutnya dilakukan penelusuran
dokumen lembar discharge planning pasien rawat
ulang pada bulan oktober sebanyak 18 rekam
medis pasien yang tidak memiliki lembar discharge
planning dan dari 18 rekam medis pasien tersebut
didapatkan 12 rekam medis yang tidak diisi pada
bagian skrining discharge planning pada lembar
asesmen awal keperawatan. Hasil wawancara dari
salah satu petugas rekam medik menyatakan
bahwa pengisian lembar sejak tahun 2014,
sehingga kebanyakan lembar discharge planning
pasien tidak terisi.
Dari uraian diatas peneliti ingin mengetahui
penerapan pelaksanaan discharge planning di
rumah sakit
PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta. discharge planning tidak begitu
ditekankan
METODE
Studi kasus merupakan penelitian dimana
peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus)
dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even
atau proses) serta mengumpulkan informasi secara
terperinci dan mendalam dengan berberapa
prosedur pengumpulan data selama priode
tertentu13.
Penelitian ini dipilih karena untuk menggali
secara mendalam mengenai permasalahan pada
aspek input, process dan output dalam penerapan
pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.
Metode pengolahan data tersebut dengan
menggunakan analisis deskriptif. Data yang
terkumpul berupa data primer dan sekunder. Datadata primer diperoleh dengan wawancara
mendalam dan observasi, sedangkan data
sekunder diperoleh dari hasil telaah dokumen yang
telah dibuat di RS PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta. Informan penelitian ini adalah pasien
rawat ulang pada bulan desember yang berjumlah
19 pasien namun sampel dipilih berdasarkan
pertimbangan bahwa yang dipilih merupakan para
pembuat discharge planning dan dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan yang
didapatkan 11 informan perawat dan 11 informan
dari pasien rawat ulang atau keluarga pasien
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
HASIL
1. Kondisi input pelaksanaan discharge planning di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta.
a. SDM
Page | 22
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
Ratio antara jumlah perawat dan jumlah
tempat tidur sebagai berikut:
Tabel 1.1. Data ratio jumlah pasien rawat inap dan perawat
No
Ruang rawat
Jumlah
Jumlah
Ratio
inap
perawat
tempat tidur
1
Firdaus
14 orang
27
1 : 0,52
2
Na’im
15 orang
19
1 : 0,79
3
Wardah
17 orang
19
1 : 0,89
4
Zaitun
16 orang
19
1 : 0,84
5
Ar-royan
21 orang
31
1 : 0,67
6
Al-kausar
20 orang
23
1 : 0,87
Jumlah
103
138
1 : 0,75
Hasil dari perbandingan antara jumlah
perawat dengan jumlah tempat tidur secara
keseluruhan
di
rumah
sakit
PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta adalah
103 : 138 atau (1 : 0,75). Ruang rawat inap
yang perbandingan paling rendah adalah ruang
rawat inap firdaus yaitu 1 : 0,52.
Perawat yang menjalankan discharge
planning di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta memiliki latar belakang
pendidikan D3 keperawatan S1 keperawatan
atau sarjana profesi sebagai berikut:
No
1.
2.
Tabel 1.2. Data terakhir perawat
Pendidikan
Jumlah
Jumlah informan
D3
73 orang
8 orang
S1 profesi
30 orang
3 orang
Jumlah
103 orang
11 orang
Pengetahuan perawat tentang discharge
planning sebagai berikut:
Tabel 1.3. Perbandingan hasil penelitian dan teori tentang
Pengetahuan Perawat
Subtema
Tema
Manfaat :
Perawat
kurang
1. Memberikan informasi kepada pasien memahami tentang
maupun keluarga tentang perawatan discharge planning.
lanjutan pasien dirumah
2. Kelengkapan dokumentasi
3. Kelengkapan dokumen akre-ditasi
4. Legalitas bila terjadi tuntutan maupun
komplain
Kerugian:
1. Pasien maupun keluarga tidak
mengerti dan tidak paham tentang
perawatan lanjutan dirumah
2. Dokumentasi yang tidak lengkap
sehingga tidak memiliki bukti jika ada
tuntutan dari pasien/keluarga,
3. Ketidakpuasan pasien
4. Advice dokter tidak tercapai
5. Terjadi pasien rawat ulang
6. Ketidakpuasan pasien
Berdasarkan teori :
Manfaat:
1. Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned
admission).
2. Mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan setelah kembali
kerumah.
3. Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit.
4. Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan.
5. Menghemat biaya selama proses perawatan.
6. Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar
rumah sakit atau di masyarakat karena perencanaan yang
matang.
7. Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal.
Kerugian :
1. Adanya pasien rawat ulang < 30 hari
2. Meningkatnya jumlah kekambuhan
3. Meningkatnya length of stay pasien dirumah sakit.
4. Penambahan cost bagi pasien maupun rumah sakit.
(Kozier, 2004)14
Berdasarkan hasil penelitian diatas
tentang pengetahuan perawat yang dilihat dari
manfaat serta kerugian dari discharge planning
didapatkan secara keseluruhan informan
perawat kurang memahami tentang discharge
planning
Sikap dan pengendalian emosi perawat
dalam memberikan pelayanan kurang baik
(36,4%) dilihat dari masih ada perawat yang
bersikap judes dan ketus dan menampakan
ekspresi yang berbeda bila pasien atau
keluarga terlalu banyak tetapi agar pasien dan
keluarga pasien merasa lebih puas terhadap
pelayanan yang diberikan.
Tabel 1.4. Perbandingan Hasil Penelitian Sikap dan Pengendalian
Emosi Perawat
Subtema
Tema
1. Dari 11 pasien rawat ulang, 4 pasien Sikap & pengen(36,4%)menyatakan
sikap
dan dalian
emosi
pengendalian emosi yang diberikan perawat
kurang
oleh perawat masih kurang baik, dilihat baik.
dari masih ada pera-wat yang bersikap
judes dan ketus.
2. Dari 11 pasien rawat ulang, 7 pasien
(63,6%) menyatakan bahwa sikap dan
pengendalian emosi perawat sudah
baik yang dilihat dari sopan santunnya,
keramahannya, telaten, penanganan
segera, dan mengguna-kan bahasa
yang mudah dimengerti serta pasien
merasa puas terhadap pelayanan yang
telah diberikan.
Berdasarkan teori:
Sikap dan pengendalian emosi yang baik akan mengarahkan
perawat untuk lebih bersikap sabar, sopan, hati-hati dan juga
telaten Sebaliknya sikap yang tidak baik yang dimiliki oleh
perawat dalam menyampaikan segala bentuk informasi akan
mempengaruhi penerimaan informasi yang diberikan kepada
pasien maupun keluarga serta berpengaruh terhadap
kepuasan pasien.
(Notoatmojo, 2012)15
b. Petunjuk teknis (SOP)
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang
telah dilakukan petunjuk teknis atau dapat juga
disebut sebagai SOP pelaksanaan discharge
planning di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta masih berpedoman
kepada Surat Keputusan direktur rumah sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Nomor:
0444/PS.1.2/IV/2015. SOP khusus pelaksanaan
discharge planning tidak dimiliki oleh rumah
sakit ini.
Panduan rencana pemulangan pasien ini
telah dibuat sejak bulan april 2015, namun pada
pelaksanaanya belum maksimal. Selain
pelaksanaanya yang belum maksimal, panduan
Page | 23
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
rencana pemulangan pasien hanya bersifat
himbauan agar para perawat atau tim
kesehatan yang bertugas untuk membaca dan
mempelajari berupa soft file yang terdapat
didalam komputer pada setiap bangsal dan
belum berbentuk hard copy. Selain itu pihak
menejemen rumah sakit juga belum melakukan
sosialisasi khususnya tentang pelaksanaan
discharge planning, akibatnya membuat
pegawai
mengalami
kesulitan
dalam
pelaksanaan discharge planning maupun
pendokumentasian pada lembar discharge
planning. hal ini diungkapkan oleh seluruh
informan perawat dengan simpulan hasil
penelitian sebagai berikut:
Tabel 1.5. Hasil Penelitian petunjuk teknis (SOP)
Subtema
Tema
1. Rumah sakit ini memiliki SOP discharge Perawat
planning
beranggapan
2. Seluruh informan perawat belum pernah panduan rencana
membacanya
pemu-langan
3. SOP tersebut berupa softfile yang ada di pasien
adalah
komputer setiap ruang rawat inap.
SOP.
4. SOP dapat diakses oleh petugas
5. Tidak pernah ada sosialisasi tentang
pentingnya discharge planning dan cara
pengisian lembar discharge planning
6. Hanya ada himbauan bahwa lembar
discharge planning kembali diisi sejak bulan
november lalu
Berdasarkan teori:
Standar operasional prosedur (SOP) merupakan panduan yang
digunakan untuk memastikan kegiatan operasional yang berupa
dokumen yang berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara
kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan
untuk memperoleh hasil kerja yang maksimal.
(Seilendra, 2015)16
Berdasarkan hasil penelitian diatas
didapatkan petunjuk teknis atau dapat juga
disebut sebagai SOP pelaksanaan discharge
planning di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta tidak memiliki SOP
khusus pelaksanaan discharge planning.
Menurut hasil penelitian perawat beranggapan
panduan rencana pemulangan pasien adalah
SOP dan sebagian besar informan perawat
belum pernah membaca panduan rencana
pemulangan pasien tersebut.
c. Form discharge planning
Hasil dari telaah dokumen didapatkan
berberapa unsur-unsur yang sudah sesuai dan
ada berberapa unsur yang tidak sesuai atau
tidak ada di lembar form discharge planning
yang dimiliki rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta. Hal tersebut sesuai
dengan hasil telaah dokumen yang telah
dilakukan sebagai berikut:
Tabel 1.6. Hasil Penelitian form discharge planning
Hasil penelitian
Berdasarkan teori
Hasil
telaah Unsur-unsur yang harus ada pada sebuah
dokumen:
form perencanaan pemulangan antara
lain:
1. Unsur-unsur yang
tidak ada pada form
discharge planning
di rumah sakit pada
poin nomor 1, 2, 3,
6 dan 8.
2. Ada dan sesuai
unsur yang ada
pada
form
discharge plann-ing
pada poin nomor 4
dan 7
3. Ada, tetapi kurang
lengkap pada poin
nomor 5 (hanya
ada perawatan luka
dan pemakaian alat
kesehatan).
1. Pengobatan di rumah, mencakup resep
baru, pengobatan yang sangat
dibutuhkan, dan pengobatan yang
harus dihentikan.
2. Daftar nama obat harus mencakup
nama, dosis, frekuensi, dan efek
samping yang umum terjadi.
3. Kebutuhan akan hasil test laboratorium
yang dianjurkan, dan pemeriksaan lain,
dengan petunjuk bagaimana untuk
memperoleh pelayanan dan waktu
pelaksanaannya.
4. Bagaimana melakukan pilihan gaya
hidup dan tentang perubahan aktivitas,
latihan, diet makanan yang dianjurkan
dan pembatasannya.
5. Petunjuk perawatan diri (perawatan
luka, perawatan kolostomi, ketentuan
insulin, dan lain-lain).
6. Kapan dan bagaimana perawatan atau
pengobatan selanjutnya yang akan
dihadapi setelah dipulangkan, nama
pemberi layanan, waktu, tanggal, dan
lokasi setiap janji untuk control.
7. Apa yang harus dilakukan pada
keadaan darurat dan nomor telepon
yang bisa dihubungi untuk melakukan
peninjauan
ulang
petunjuk
pemulangan.
8. Bagaimana mengatur perawatan
lanjutan (jadwal pelayanan di rumah,
perawat yang menjenguk, penolong,
pembantu jalan/ walker, kanul, oksigen,
dan lain-lain) beserta dengan nama
dan nomor telepon setiap institusi yang
bertanggung jawab untuk menyediakan
pelayanan.
(Discharge Planning Association, 2008)17
Berdasarkan hasil telaah dokumen diatas
unsur yang tidak ada pada form discharge planning
yang dimiliki rumah sakit adalah 5 unsur (62,5%)
dan hanya 3 unsur yang ada pada form discharge
planning namun setelah melakukan telaah
dokumen lainnya pada lembar resume pasien
didapatkan ketiga unsur diatas yang tidak ada di
form discharge planning. hal ini senada dengan
hasil wawancara yang disampaikan oleh informan
dari perawat dengan simpulan sebagai berikut:
“Daftar nama obat, dosis serta frekuensi pemberan
sudah ada diresume pasien yang nanti lembar
resume pasien ini dibawa pulang oleh pasien
sehingga di lembar discharge planning tidak ada
daftar nama obat-obatan. Selain itu jadwal kontrol
pasien secara lengkap juga di lembar resume
pasien serta data petugas atau perawat yang akan
melakukan perawatan dirumah juga sudah ada di
rsume pulang pasien”
Selain ke tiga unsur diatas, unsur lain yang
tidak ada pada form discharge planning yang
dimiliki oleh rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta adalah Pengobatan di rumah,
mencakup resep baru, pengobatan yang sangat
dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan;
dan kebutuhan test yang dianjurkan (laboraturium,
rongen, CT scan, dll; petunjuk pelaksana; waktu
Page | 24
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
pelaksana), hal ini dapat dilihat tidak ada poin yang
menjelaskan tentang hal tersebut pada lembar form
discharge planning yang dimiliki rumah sakit.
Selain hasil telaah dokumen form discharge
planning didapatkan hasil wawancara dengan
salah satu informan bagian manajemen yang
menyatakan bahwa formulir discharge planning
saat ini belum ada pembaharuan dan tidak memiliki
sumber dan form ini masih mencontoh form
discharge planning yang dimiliki rumah sakit lain.
Hal ini disampaikan pada simpulan hasil
wawancara dengan bagian manajemen yaitu:
“Untuk formulirnya belum memiliki sumber, dan
belum mengacu pada teori-teori karena form ini
juga masih menyontek dari form perencanaan
pulang rumah sakit lain”
2. Kondisi prosess pelaksanaan discharge
planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta
a. Waktu pembuatan rencana pemulangan
pasien
Pada prinsipnya discharge planning
atau perencanaan pemulangan pasien
dibuat pada saat pasien masuk untuk
mengidentifikasi kebutuhan perencanaan
pulang pasien. Berdasarkan hasil penelitian
pada dasarnya perawat sudah mengetahui
waktu pembuatan rencana pemulangan
pasien adalah pertama kali ketika pasien
masuk ke ruang rawat inap, tetapi pada
pelaksanaanya perawat masih melakukan
pengisian rencana kepulangan pasien pada
saat pasien akan dipulangkan atau setelah
pasien pulang. Bukan hanya itu saja,
perawat juga meminta tanda-tangan
kepada pasien atau keluarga pada lembar
penerimaan discharge planning tanpa
memberikan pelayanan discharge planning
yang dibutuhkan
b. Pemberi dan penerima
Proses pelaksanaan discharge
planning melibatkan dua belah pihak yaitu
pemberi pelayanan discharge planning
dan penerima pelayanan, hal ini sesuai
dengan hasil penelitian sebagai berikut:
Tabel 1.7. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Teori
tentang pemberi dan Penerima
Subtema
Tema
Hasil observasi
Pemberi:
Pemberi dan Pemberi:
1. Dokter
penerima
1. Perawat
2. Ahli gizi
pelayanan
2. Bagian gizi
3. Fisioterapi
discharge
3. Fisioterapi
4. Seluruh perawat planning sudah
(tidak
hanya sesuai.
Penerima:
Perawat
1. Pasien
primer/PPJP)
2. Keluarga
Penerima:
pasien
1. Pasien
2. Keluarga pasien
Berdasarkan teori:
Pemberi:
Proses discharge planning harus dilakukan secara
komperhensif dan melibatkan staf medis rumah sakit yang
berfungsi sebagai konsultan. Perawat menempatkan posisi
yang penting dalam proses perawatan pasien dan proses
keperawatan sangat berpengaruh dalam memberikan
pelayanan kontiniutas melalui discharge planning.
Penerima:
Discharge planning atau rencana pemulangan pasien tidak
hanya melibatkan pasiennya saja, tetapi keluarga juga turut
andil dalam pelaksanaannya.
(Potter & Perry, 2005)6.
Berdasarkan hasil penelitian diatas
pemberi pelayanan rencana pemulangan
pasien di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta adalah staf medis
rumah sakit yang meliputi perawat, ahli gizi,
dokter dan fisioterapi. Sedangkan yang
menerima pelayanan tersebut adalah
pasien maupun keluarga pasien.
c. Proses pelaksanaan
Pada saat pasien pertama kali masuk
ruang rawat inap berberapa proses
pelaksanaan discharge planning yang
harus dilakukan adalah pengkajian tentang
kebutuhan pelayanan kesehatan untuk
pasien dilakukan sejak waktu penerimaan
pasien di ruang rawat inap, pengkajian
kebutuhan pendidikan kesehatan untuk
pasien dan keluarga, dan pengkajian
faktor-faktor lingkungan di rumah yang
dapat mengganggu perawatan diri. Namun
Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan
discharge planning pada saat pasien
pertama kali masuk ruang rawat inap
belum dilaksanakan secara maksimal
(20,2%). Hal yang dilakukan perawat
ketika pasien baru masuk ruang rawat
inap, perawat hanya memberikan
penjelasan tentang bagaimana jika
memerlukan bantuan, orientasi ruangan,
memberikan bag mandi (jika ada),
memberikan kartu tunggu, dan meminta
tanda-tangan kepada pasien atau keluarga
tanpa melakukan pengkajian yang
diperlukan untuk proses discharge
planning dan tidak melakukan pemberian
informasi terkait perawatan apa saja yang
akan dilakukan untuk pasien. maka
kesimpulan dari hasil keseluruhan
penelitian diatas didapatkan pelaksanaan
discharge planning pada saat pasien
pertama kali masuk ruang rawat inap
belum dilakukan sesuai dengan yang
seharusnya.
Page | 25
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
Persiapan
sebelum
hari
kepulangan pasien ada tiga tahapan yang
biasanya dilakukan oleh perawat kepada
pasiennya yaitu memberikan informasi
tentang sumber pelayanan kesehatan,
melakukan pendidikan kesehatan untuk
pasien dan keluarga sesegera mungkin
setelah pasien di rawat di rumah sakit
(contoh: tanda dan gejala, komplikasi,
informasi tentang obat-obatan yg
diberikan, dll) dan memberikan leaflet atau
buku saku. Berdasarkan hasil penelitian
pelaksanaan discharge planning pada saat
persiapan sebelum hari kepulangan
pasien belum berjalan secara maksimal
(19,2%).
Pemberian
pendidikan
kesehatan hanya kepada sebagian pasien
(24,7%) tentang tanda-gejala penyakit,
komplikasi penyakit, informasi obat-obatan
yang diberikan, penggunaan perawatan
medis dan lanjutan, diet makanan, latihan
fisik, dan hal-hal yang dihindari atau
pantangan kepada pasien. Perawat tidak
memberikan leaflet atau buku saku
kepada pasien setelah memberikan
pendidikan kesehatan.
Dalam
proses
pelaksanan
discharge planning di hari kepulangan
pasien ada sembilan tahapan yang harus
dilakukan oleh perawat yaitu: Memeriksa
order dokter tentang resep, perubahan
tindakan pengobatan atau alat-alat khusus
yang
di
butuhkan;
Menanyakan
transportasi pasien ketika pulang;
menawarkan kepada pasien dan keluarga
untuk mempersiapkan seluruh barangbarang pribadi untuk dibawa pulang;
Memeriksa seluruh ruang rawat inap
termasuk kamar mandi dan carilah salinan
daftar-daftar barang berharga yang dimiliki
pasien; Memberikan pasien resep atau
obat-obat sesuai dengan pesan dokter;
Menghubungi bagian keuangan untuk
menentukan apakah pasien atau keluarga
sudah bisa mengurus administrasi;
Memberi tawaran kepada pasien untuk
menggunakan kursi roda sampai
kendaraan yang akan membawa pasien
pulang; Mencatat format ringkasan pulang
pasien (dibeberapa institusi, pasien juga
mendapat salinan format ringkasan
pemulangan tersebut); Dokumentasi
status masalah kesehatan pasien pulang.
Berdasarkah hasil penelitian pelaksanaan
discharge planning
hari kepulangan
pasien sudah dilaksanakan secara
keseluruhan (90,5%) oleh perawat
walaupun pelaksanaanya tidak berurutan.
Namun pada tahapan melakukan
penawaran kepada pasien dan keluarga
untuk mempersiakan seluruh barangbarang pribadi hanya dilakukan kepada 1
pasien dan tahapan memeriksa seluruh
ruang rawat inap termasuk kamar mandi
dan mencari salinan daftar-daftar barang
berharga yang dimiliki pasien tidak
dilaksanakan kepada seluruh pasien,
pemeriksaan itu biasaya dilakukan oleh
cleaning service setelah pasien pulang
dan ruangan akan dibersihkan sehingga
jika ada barang-barang pasien ada yang
tertinggal cleaning service memberikan
barang-barang tersebut kepada perawat
bangsal agar suatu saat nanti apabila
pasien atau keluarga balik lagi kerumah
sakit dan menanyakan hal tersebut bisa
dikembalikan.
3. Kondisi output pelaksanaan discharge
planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta.
a. Faktor readmisi
Pasien rawat ulang (readmisi) adalah
pasien rawat inap yang sebelumnya telah
dirawat di rumah sakit tetapi pasien
tersebut kembali dirawat sebelum 30 hari
masa perawatan sebelumnya. Pasien
yang mendapatkan perawatan ulang
kembali sebelum 30 hari masa memiliki
dua penyebab yaitu proses penyakitnya
dan bukan dari proses penyakitnya. Kedua
faktor readmisi ini dilihat dari diagnosa
pasien yang dirangkum dalam hasil
penelitian melalui telaah dokumen sebagai
berikut:
Tabel 1.8. Hasil Telaah Dokumen Faktor Readmisi
Faktor readmisi
Jumlah pasien
Proses penyakit
6 pasien
Bukan dari proses penyakit
5 pasien
Jumlah
11 pasien
Dari hasil telaah dokumen yang telah
dilakukan didapatkan 11 pasien rawat
ulang (54,5%) yang memiliki berberapa
diagnosa. 6 pasien rawat ulang terkait
proses dari penyakit sebelumnya dan 5
pasien bukan dari proses penyakit
sebelumnya.
Dari data yang didapatkan tersebut
serupa dengan simpulan hasil wawancara
dengan perawat yang bertugas dan pasien
ataupun keluarga pasien, sebagai berikut
Tabel 1.9. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Teori
tentang Faktor Readmisi
Page | 26
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
Subtema
Tema
Proses penyakitnya
Faktor readmisi pasien
Menurut perawat:
terdiri dari 2 yaitu
“Pasien rawat ulang biasanya dikarenakan proses
dikarenakan proses penyakitnya, penyakitnya
dan
pasien tidak patuh, dan juga bukan karena proses
karena faktor lainnya”
penyakit-nya.
Menurut pasien/keluarga:
“Pasien dirawat ulang karena
karena penyakit dari pasien itu
sendiri seperti sesak nafas/sulit
bernafas,
drop,
panas
berkepanjangan”
Bukan
karena
proses
penyakitnya
Menurut perawat:
“pasien di rawat lagi karena
pasiennya ngeyel tidak mau di
operasi dan hanya mau minum
obat herbal; pasien terjadi infeksi;
pasien jatuh; pasien drop; gds
pasien tinggi”
Menurut pasien/keluarga:
“karena sakitnya kambuh, obat
herbalnya tidak berpengaruh dan
harus operasi, pasien jatuh dan
luka operasi sebelumnya terbuka,
pasien ngedrop, dan luka pasien
tidak kering”
Berdasarkan teori:
Discharge planning yang belum optimal menimbulkan
dampak bagi pasien. Dampak tersebut adalah meningkatnya
angka rawat ulang dan pada akhirnya pasien akan
menanggung pembiayaan untuk biaya rawat inap di rumah
sakit, jika pasien dirawat ulang kembali dengan masalah yang
sama atau akibat dari penyakit sebelumnya itu akan
mengakibatkan penambahan biaya bagi pasien
(Perry & Potter, 2005)6.
Berdasarkan hasil penelitian
diatas ini, Faktor readmisi pasien rawat
ulang < 30 hari yang terjadi karena dari
proses perjalanan penyakitnya dan bukan
dari proses penyakitnya. Faktor readmisi
yang bukan dari proses penyakitnya dapat
disebabkan berbagai faktor yaitu:
kurangnya pengetahuan, pasien yang
tidak patuh, tidak terpajan informasi dan
faktor lainnya.
b. Pemahaman pasien atau keluarga
Pemahaman pasien atau keluarga
pasien yang menerima pelayanan
kesehatan terkait informasi kesehatan
pasien maupun informasi tentang
perawatan selanjutnya setelah pasien
dipulangkan adalah salah satu tujuan dari
pelaksanaan discharge planning. dibawah
ini simpulan hasil wawancara dengan
informan dari pasien:
Tabel 1.10. Hasil Penelitian Pemahaman Pasien
Subtema
Hasil observasi
Edukasi yang diberikan:
1. Melakukan edukasi
1. Dokter dan petugas gizi
ketika pasien akan
tentang diet makanan
pulang.
2. Latihan fisik diberikan 2. Penjelasan
yang
oleh fisioterapi
diberikan yaitu jadwal
3. Perawat
hanya
kontrol dan obatmenjelaskan
jadwal
obatan yang harus
kontrol dan obat-obatan
dikonsumsi.
4. Bila
pasien
butuh 3. Tidak
melakukan
informasi
penkes lainnya.
pasien/keluarga inisiatif
sendiri untuk bertanya
Tema : Pemahaman pasi-en dan keluarga dalam
perawatan lanjutan setelah pasien dipulang-kan masih
kurang baik
Berdasarkan teori :
Pendidikan kesehatan harus diberikan secara dini agar
pasien dan keluarga mendapatkan pemahaman terkait
informasi kesehatan dan cara perawatan pasien setelah
dipulangkan, selain itu agar pasien maupun keluarga
mengetahui terkait obat-obatan yang dikonsumsi, dan
mengetahui tentang tanda-tanda komplikasi. (Kleinpell,
2014)18
Berdasarkan hasil penelitian diatas
Informasi-informasi yang didapatkan oleh
pasien maupun keluarga pasien biasanya
didapatkan dari dokter, perawat maupun
tenaga kesehatan lainnya yang bertugas
dirumah sakit. Pemahaman pasien dan
keluarga dalam perawatan lanjutan setelah
pasien dipulangkan masih kurang baik, hal
ini dapat dilihat dari kurangnya pemberian
edukasi kepada pasien dalam perawatan
lanjutan setelah pasien dipulangkan,
edukasi yang diberikan oleh perawat
ketika pasien akan pulang saja dan itu
tentang jadwal kontrol pasien dan obatobatan yang dikonsumsi pasien. dan
berdasarkan hasil dari observasi yang
telah dilakukan pemberian pendidikan
kesehatan
tentang
tanda-gejala,
komplikasi, latihan fisik, dan hal-hal yang
harus dihindari jarang dilakukan oleh
perawat.
c. Kelengkapan form
Form discharge planning yang
dimiliki oleh rumah sakit PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
mempunyai berberapa poin kegiatan pada
bagian depan yang dalam pengisiannya
pemberi pelayanan dapat menuliskan
tanggal dan jam pada setiap pelaksanaan
kegiatan yang telah diberikan dan juga
terdapat kolom untuk nama dan tandatangan pemberi maupun penerima
pelayanan
pelaksanaan
discharge
planning tersebut. Selanjutnya pada kolom
terakhir samping kanan terdapat tabel
tidak dilakukan (alasan), tabel ini untuk
pengisian jika tidak melakukan kegiantan
yang berupa poin-poin tersebut serta
harus
mencantumkan
alasannya.
Kemudian pada bagian belakang lembar
ini yang diisinya saat pasien menjelang
pulang terdapat berberapa poin yang
harus diisi, cara mengisinya hanya dengan
mencontreng salah satu pilihan yang ada,
Page | 27
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
dan bagian paling bawah pada lembar
belakang form discharge planning terdapat
kolom untuk tanda tangan perawat dan
pasien/keluarga yang telah mendapatkan
pelayanan discharge planning.
Berdasarkan hasil penelitian yan
telah dilakukan form discharge planning
yang dimiliki rumah sakit PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
pada pasien rawat ulang didapatkan
semua form discharge planning pasien
readmisi
kurang
lengkap
dalam
pengisiannya. Bagian yang hampir tidak
terisi adalah diskusi tentang pengawasan
pada pasien setelah pulang tentang obat,
diet, aktivitas dan peningkatan status
fungsional; diskusi tentang kondisi
kegawatan, tanda dan gejala yang perlu
diwaspadai, penanganan sebelum ke
rumah sakit, dan nomer telpon yang bisa
dihubungi saat pasien membutuhkan
bantuan; dan diskusi tentang support
system keluaarga, finansial dan alat
transportasi yang digunakan. Bagian yang
selalu terisi tetapi sesuai dengan
kebutuhan pasien adalah penkes
modifikasi gaya hidup (pengaturan diet,
aktifitas fisik, dan merokok); diskusi
tentang modifikasi lingkungan setelah
pulang dari rumah sakit; dan diskusi
tentang rencana perawatan lanjutan
pasien (bantuan adl, perawatan luka,
pemakaian alat kesehatan, jadwal kontrol).
Serta hasil telaah dokumen lainnya
tentang kelengkapan form pada lembar
bagian belakang yang hasilnya semua
form discharge planning pasien rawat
ulang terisi cukup baik dan ditandatangai
oleh perawat sebagai pemberi dan
pasien/keluarga
sebagai
peneria
pelayanan.
d. Hambatan pelaksanaan
Hambatan dalam pelaksanaan
discharge planning dapat dari perawat
atau tenaga kesehatan lainnya dan juga
bisa dari pasien atau kondisi pasiennya.
Hal ini senada disampaikan oleh
berberapa
informan
yang
telah
disimpulkan pada hasil penelitian dibawah
ini yaitu (tabel 1.9 ):
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan hambatan tidak hanya dari
personal seorang perawat tetapi hambatan
juga bisa berasal dari pasiennya, sehingga
hambatan
pelaksanaan
discharge
planning berasal dari faktor personil yaitu
pemberi dan penerima pelayanan
Tabel 1.11. Hasil Penelitian Hambatan Pelaksanaan
Subtema
Tema
1. Terbatasnya waktu
Hambatan
2. Kurangnya pengetahuan
pelaksanan
3. Tergantung dari kesadaran
berasal
dari
individu perawatnya:
faktor personil;
- Kepatuhan
pemberi
dan
- Lupa
penerima
4. Tergantung dari pasien yaitu:
pelayanan.
- Pasien kurang kooperatif
- Pasien belum tenang
- Kepercayaan pasien
- Kepatuhan pasien
Berdasarkan teori:
Keberhasilan discharge planning dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: keterlibatan dan partisipasi,
komunikasi, waktu, personil pelaksanaan discharge
planning dan perjanjian dan konsensus.
(Poglitsch, et al, 2011)4
Keberhasilan pelaksanaan discharge planning
dipengaruhi oleh tipe rumah sakit (pendidikan atau
umum), kompetensi perawat, dan kompleksitas pasien.
(Coleman dan Chalmers, 2006)5
PEMBAHASAN
1. Kondisi input pelaksanaan discharge planning
di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
hasil yang kurang baik pada komponen input
dikarenakan banyak kekurangan pada
komponen input:
a. SDM (sumber daya manusia)
SDM yang didalamnya ada ratio antara
jumlah perawat dan jumlah tempat tidur,
tingkat
pendidikan
perawat
yang
melaksanakan
discharge
planning,
pengetahuan perawat terhadap discharge
planning, dan sikap dan pengendalian
emosi.
Ratio antara jumlah perawat dan
jumlah tempat tidur didapatkan perawat di
seluruh ruang rawat inap di rumah sakit
PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
berjumlah 103 orang perawat dan jumlah
tempat tidur diseluruh ruang rawat inap
berjumlah 138 tempat tidur. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 262/Men.Kes/VII/ 197918
bahwa perbandingan antara tenaga
keperawatan dan tempat tidur pada
sebuah rumah sakit tipe C adalah 1 : 1
yang artinya 1 tenaga keperawatan
berbanding 1 tempat tidur. Tetapi hasil dari
perbandingan antara jumlah perawat
dengan jumlah tempat tidur di rumah sakit
Page | 28
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
adalah 103 : 138 atau 1 : 0,75 yang
kebutuhannya belum sesuai dengan
peraturan tersebut. Hasil lain ditemukan
bahwa ruang rawat inap yang memiliki
perbandingan paling rendah adalah ruang
rawat inap firdaus. Jumlah perawat 14
orang dan jumlah tempat tidur 27 orang
sehingga perbandingan antara perawat
dan jumlah tempat tidur berbanding 1 :
0,52 dan jumlah kebutuhan belum sesuai
dengan peraturan diatas.
Selanjutnya, hasil penelitian yang
melihat tingkat pendidikan perawat di
dapatkan
perawat-perawat
yang
melaksanakan perencanaan pemulang-an
pasien sudah sesuai dengan tenaga
profesional dan kompetensinya masingmasing. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.
971/Menkes/per/XI/200919
kom-petensi
adalah kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seseorang pegawai yang
berupa
pengetahuan,
skill
atau
keterampilan, dan sikap perilaku sesuai
dengan
bidangnya
agar
dapat
melaksanakan
tugasnya
secara
profesional, efektif dan efesien.
Pengetahuan
perawat
dalam
pelaksanaan
discharge
planning
didapatkan seluruh informan perawat
kurang memahami terkait discharge
planning. Hal ini dapat dilihat dari paham
tidaknya perawat tentang manfaat dan
kerugian pelaksanaan discharge planning.
Dari 7 poin manfaat dari pelaksanaan
discharge planning hanya 1 poin yang
sesuai dari jawaban seluruh informan
perawat dan dari 4 poin kerugian
pelaksanaan discharge planning hanya 1
poin yang sesuai dari jawaban seluruh
responden. Pengetahuan merupakan
kunci ke-berhasilan dalam pendidikan
keseha-tan20. Perawat harus memiliki
pengetahuan yang baik untuk memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien
maupun keluarga. Pengetahuan yang baik
akan mengarahkan perawat pada kegiatan
pembelajaran pasien dan pasien maupun
keluarga akan banyak menerima informasi
sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga
sangat
diperlukan
perawat
lebih
memahami
tentang
pelaksanaan
discharge planning.
Selanjutnya penilaian sikap dan
pengendalian emosi dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien
maupun keluarga pasien didapatkan sikap
yang ditunjukan kurang baik dan
menimbulkan ketidakpuasan kepada
pasien dalam menerima pelayanan.
Walaupun hanya 4 orang dari 11 orang
pasien (36,4%) tetapi masih ditemukan hal
yang kurang baik sehingga perlu
ditingkatkan cara komunikasi perawat agar
pasien maupun keluarga merasa lebih
puas terhadap pelayanan. Sikap yang baik
mempengaruhi penerimaan informasi yang
disampaikan, semakin baik sikap dan
pengendalian emosi yang dimunculkan
maka semakin baik pula penjelasan yang
disajikan sehingga semakin mudah
penerimaan informasi yang diberikan21.
Kepuasan pasien dipengaruhi oleh sikap,
komunikasi dan attitude para pemberi
pelayanan. Para pemberi pelayanan
tersebut yaitu para tim kesehatan maupun
staf yang ada dirumah sakit22.
b. Petunjuk teknis (SOP)
Petunjuk teknis atau standar
oprasional prosedur (SOP) adalah salah
satu dari kondisi input yang dilihat dari
penelitian ini. Hasil penelitian yang
didapatkan untuk petunjuk teknis/SOP di
rumah sakit ini mengacu pada SK direktur
rumah sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
Unit
II
Nomor:
0444/PS.1.2/IV/2015. Rumah sakit ini tidak
memiliki Petunjuk teknis/ SOP khusus
tentang pelaksanaan discharge planning.
SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan
dibuat atau direvisi, metode penulisan
prosedur, serta dilengkapi oleh bagan
flowchart di bagian akhir23.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat
ketidaksesuaian
jawaban
yang
disampaikan informan perawat dan
informan bagian manajemen. Hal ini dapat
dilihat dari perawat tidak mengetahui
rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta tidak memiliki SOP
melainkan adalah SK panduan rencana
pemulangan pasien. Berberapa faktor
penyebab hal tersebut dapat terjadi yaitu:
perawat tidak pernah membaca SOP;
perawat tidak paham antara SOP dan
panduan;
tidak
ada
sosialisasi
sebelumnya; hanya berbentuk softfile;
Page | 29
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
kesadaran dari perawat dan faktor-faktor
lainnya.
c. Form discharge planning
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan ada 5 unsur yang tidak ada
di form discharge planning yang dimiliki
oleh rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakar-ta, sehingga harus
dilengkapi sesuai dengan unsur-unsur
yang harusnya ada disebuah lembar
discharge planning. Selain itu berdasarkan
hasil penelitian lainnya, form discharge
planning yang dimiliki oleh rumah sakit
PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
tidak memiliki sumber dan masih
mengadop form discharge planning yang
dimiliki oleh rumah sakit lain. Setiap
penulisan yang baik harus memiliki bukti
atau sumber terbaik yang bertujuan
sebagai
landasan
teori,
sebagai
penjelasan dan sebagai penguat pendapat
atau tulisan yang kita miliki24.
2. Kondisi prosess pelaksanaan discharge
planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta
a. Waktu pembuatan rencana pemulangan
Hasil penelitian yang didapatkan
terkait waktu pembuatan discharge
planning
di
rumah
sakit
PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
adalah ketika pasien sudah akan pulang
atau ketika pasien sudah pulang, tetapi
perawat
mengetahui
waktu
pelaksanaannya atau pembuatan rencana
kepulangan pasien yaitu ketika pasien
pertama kali dirawat di ruang rawat inap
namun pada kenyataanya berbanding
terbalik.
Discharge planning dibuat pada awal
pasien masuk dan pada saat itu dilakukan
diskusi untuk tindakan yang akan
dilakukan dan perawatan lanjutan25.
b. Pemberi dan penerima pelayanan
discharge planning.
Pemberi
pelayanan
discharge
planning
di
rumah
sakit
PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
adalah perawat dan paramedis lainnya
seperti ahli gizi, farmasi, dan fisioterapi.
Discharge planning dilakukan oleh
berbagai disiplin ilmu yaitu dari bidang
keperawatan, kedokteran, farmasi, ahli
terapi fisik, kerja sosial, gizi yang memiliki
tugas sesuai kompetensinya26.
Selain itu berdasarkan hasil
penelitian, perawat adalah salah satu yang
memiliki
peranan
penting
dalam
pembuatan rencana kepulangan pasien
dan juga memiliki tugas memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien.
Namun dari hasil penelitian tidak hanya
perawat yang memiliki jabatan perawat
primer (PP) atau PPJP tetapi perawat
pelaksana (PA) juga melakukan hal yang
sama dalam pelaksanaan discharge
planning. Tugas dan tanggung jawab
perawat primer (PP) dalam pelaksanaan
discharge planning adalah menerima
pasien baru rawat inap diruangan tersebut,
membuat perencanaan discharge planning
dan melakukan pelaksanaan discharge
planning yang dimulai dari pengkajian
kepada pasien tentang kebutuhan
pelayanan kesehatan dan kebutuhan
pendidikan kesehatan yang berhubungan
dengan penyakitnya sampai dengan
memberikan pendidikan kesehatan kepada
pasien, sedangkan tugas dari perawat
pelaksana (PA) adalah membantu
melaksanakan agenda perencanaan
discharge planning yang telah dibuat32.
Penerima pelayanan discharge
planning
di
rumah
sakit
PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
adalah pasien dan melibatkan keluarga
pasien. Semua pasien yang di rawat inap
di rumah sakit memerlukan discharge
planning17. Namun terdapat berberapa
kondisi dimana pasien beresiko tidak
mendapatkan
kebutuhan
yang
berkelanjutan setelah apsien dipulangkan,
seperti pasien yang menderita penyakit
terminal atau pasien dengan kecacatan
permanen6. Perencanaan pulang tidak
berfokus pada kebutuhan perawat atau
tenaga kesehatan atau hanya pada
kebutuhan
fisik
pasien,
namun
perencanaan pulang berfokus pada
kebutuhan pasien dan keluarga secara
komprehensif
sebagai
penerima
12
pelayanan .
c. Proses pelaksanaan discharge planning
1) Pada saat pasien pertama kali masuk
ruang rawat inap
Berdasarkan hasil penelitian
pelaksanaan yang dilakukan pada
saat pasien pertama kali masuk
Page | 30
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
ruang rawat inap adalah peneliti tidak
menemukan adanya pelaksanaan
pengkajian-pengkaji-an
terhadap
pasien yang baru masuk ruang rawat
inap dan perawat juga tidak membuat
perencanaan
pulang
terhadap
pasien6. Pengkajian terhadap pasien
dilakukan sejak awal pasien dan
keluarga datang ketempat pelayanan
kesehatan,
pengkajian
yang
dilakukan adalah mengkajian tentang
kebutuhan pelayanan kesehatan
untuk pasien pulang dengan
menggunakan riwayat keperawatan,
rencana keperawatan dan pengkajian
kemampuan fisik dan fungsi kognitif,
mengkaji kebutuhan pendidikan
kesehatan untuk pasien dan
keluarga, dan mengkaji faktor-faktor
lingkung-an dirumah yang dapat
mengganggu perawatan diri, serta
mengkaji persepsi kesehatan pasien
dan keluarga terhadap perawatan
yang berkelanjutan setelah keluar
dari rumah sakit.
Discharge planning yang efektif
seharusnya mencakup pengkajian
berkelanjutan untuk mendapatkan
informasi
yang
komperehensif
tentang kebutuhan pasien yang
berubah-ubah, pernyataan diagnosa
keperawatan, perencanaan untuk
memastikan kebutuhan pasien sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh
pemberi layanan kesehatan14.
2) Persiapan sebelum hari kepulangan
pasien
Berdasarkan hasil penelitian
diatas tentang persiapan sebelum
hari kepulangan pasien adalah
perawat tidak memberikan informasi
tentang sumber pelayanan kesehatan
di masyarakat kepada pasien dan
keluarga, Melakukan pendidikan
kesehatan kepada pasien dan
keluarga, dan memberikan leaflet
atau
buku
saku.
Program
perencanaan pulang (discharge
planning) pada dasarnya merupakan
program pemberian pendidikan
kesehatan kepada pasien maupun
keluarga,
sehingga
pendidikan
kesehatan atau edukasi tentang15
.kebutuhan pasien itu sangat
diperlukan
untuk
persiapan
perawatan pasien setelah pulang dari
rumah sakit. pendidikan kesehatan
yang ditujukan ke pasien atau
keluarga pasien pada hakikatnya
adalah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan
kepada pasien dengan harapan
pasien atau keluarga memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan
yang lebih baik. Materi pendidikan
yang disampaikan harus sedikit dan
mudah dipahami dan agar pasien
atau keluarga mudah mengingatnya
serta menggunakan alat bantu
berupa leaflet dengan tujuan dapat
dibaca sewaktu-waktu pasien atau
keluarga pasien lupa20.
3) Pada hari kepulangan pasien
Berdasarkan
hasil
hasil
penelitian yang telah dilakukan
didapatkan
hasil
pelaksanaan
discharge planning pada hari
kepulangan
pasien
sudah
dilaksanakan secara keseluruhan
oleh
perawat
walaupun
pelaksanaanya tidak berurutan akan
tetapi ada tahapan yang tidak
dilakukan yaitu tahapan memeriksa
seluruh ruang rawat inap termasuk
kamar mandi dan mencari salinan
daftar-daftar barang berharga yang
dimiliki pasien. Proses pelaksanaan
discharge planning pada tahap
pelaksanaan atau pada hari
kepulangan pasien perawat harus
memastikan kembali barang-barang
pasien agar tidak ada yang tertinggal
melalui salinan daftar-daftar barang
yang dimiliki oleh pasien6.
3. Kondisi output pelaksanaan discharge
planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta
a. Faktor readmisi
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan faktor readmisi didapatkan
2 faktor yaitu faktor pertama adalah proses
dari penyakitnya.Keberhasilan program
rencana pemulangan tergantung pada
enam variabel yaitu: 1) proses penyakit, 2)
hasil yang diharapkan dari perawatan, 3)
durasi perawatan yang dibutuhkan, 4)
jenis-jenis pelayanan yang diperlukan, 5)
komplikasi tambahan dan 6) ketersediaan
sumber-sumber27. Selanjutnya faktor
readmisi kedua adalah rawat ulang yang
Page | 31
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
bukan dari proses penyakit yang
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
baik penerima maupun pemberi, pasien
yang tidak patuh, tidak terpajan informasi
dan faktor lainnya. Pasien rawat ulang
yang bukan dari proses penyakitnya
memiliki berberapa penyebab diantaranya:
dampak
dari
penyakit;
kurang
pengetahuan; dan faktor lainnya22.
Discharge planning yang belum optimal
menimbulkan dampak bagi pasien6.
Dampak tersebut adalah meningkatnya
angka rawat ulang dan pada akhirnya
pasien akan menanggung pembiayaan
untuk biaya rawat inap di rumah sakit, jika
pasien dirawat ulang kembali dengan
masalah yang sama atau akibat dari
penyakit
sebelumnya
itu
akan
mengakibatkan penambahan biaya bagi
pasien6.
b. Pemahaman pasien dan keluarga
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan didapatkan pemahaman pasien
dan keluarga pasien readmisi kurang
paham dengan informasi-informasi yang
harusnya didapatkan. Pasien atau
keluarga pasien rawat ulang kebanyakan
tidak mendapatkan pelayanan pendidikan
kesehatan yang harusnya diberikan oleh
perawat yang telah merencanakan
pemulangan
pasien
sehingga
pengetahuan pasien maupun keluarga
pasien kurang paham terhadap perawatan
pasien setelah pasien dipulangkan.
Perencanaan perawatan pasien yang
bertujuan untuk memberdayakan dan
memaksimalkan potensi pasien untuk
hidup secara mandiri melalui dukungandukungan yang ada dalam keluarga
sehingga pemahaman dari pasien maupun
keluarga sangat diperlukan28.
c. Kelengkapan formulir
Berdasarkan hasil penelitian tentang
kelengkapan formulir discharge planning
didapatkan form discharge planning tidak
terisi dengan lengkap. Pada dasarnya
kelengkapan selembar formulir sangat
penting karena dapat menilai pelaksanaan
apa saja yang telah dilakukan melalui hasil
dokumentasi26. Kelengkapan isi dari
berkas rekam medis menjadi sumber
ingatan yang harus didokumentasikan dan
dipakai
sebagai
bahan
pertanggungjawaban dan laporan sarana
kesehatan29.
d. Hambatan Pelaksanaan
Berdasarkan
hasil
penelitian
hambatan dalam pelaksanaan discharge
planning
di
rumah
sakit
PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
berasal dari faktor personil yaitu pemberi
dan penerima pelayanan. Faktor personil
pelaksanaan dari pemberi pelayanan yaitu
perawat yang telah memiliki peranan
penting dalam pelaksanaan discharge
planning. Hal tersebut tidak akan terjadi
bila perawat dapat mengatur waktu
dengan baik dan bekerja sama dengan
perawat lainnya sesuai dengan tugas nya
masing-masing serta berkerja sesuai
dengan prosedur30. Salah satu faktor
resiko
pasien
readmisi
adalah
keterampilan dari seorang perawat dalam
melaksanakan
discharge
planning.
selanjutnya faktor personil lainnya berasal
dari penerima pelayanan yaitu pasien yang
memiliki wewenang terhadap dirinya
sendiri dalam mendapatkan pelayanan
yang diberikan31. Keberhasilan discharge
planning dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: keterlibatan dan partisipasi,
komunikasi, waktu, perjanjian dan
konsensus dan personil pelaksanaan
discharge planning4.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian
pada bab sebelumnya maka dapat diambil
simpulan sebagai berikut:
1. Penerapan pelaksanaan discharge planning di
rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta belum berjalan secara maksimal
dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
a. Sumber daya manusia yang melaksanakan
discharge planning kurang memahami
tentang pentingnya discharge planning.
b. Belum tersedianya SOP dan panduan
rencana pemulangan yang sesuai.
c. Belum tersedianya form discharge planning
yang sesuai.
2. Hambatan dalam pelaksanaan discharge
planning di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta berasal dari faktor personil
yaitu pemberi dan penerima pelayanan.
SARAN
1. Bagi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta
Page | 32
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
a. Melakukan pembinaan dan sosialisasi
tentang pentingnya pelaksanaan discharge
planning bagi pasien maupun bagi rumah
sakit kepada seluruh pelaksana discharge
planning.
b. Merumuskan SOP khusus tentang
pelaksanaan discharge planning agar
pelaksana memiliki prosedur pelaksanaan.
c. Melakukan redisign form discharge
planning yang mengacu pada teori.
2. Untuk peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya agar meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
discharge planning terhadap pasien readmisi
di rumah sakit lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Cawthorn, L. (2005). Discharge planning under the
umbrella of advanced nursing practice case
manager. Nursing Leadership, 18(4).
Almborg, A. H., Ulander, K., Thulin, A., & Berg, S.
(2010). Discharged after stroke–important factors
for health‐related quality of life. Journal of clinical
nursing, 19(15‐16), 2196-2206.
Pemila, U. (2011). Konsep Discharge Planning.
Jakarta: Salemba Medika.
Poglitsch, L, A., Emery, M., & Darragh, A. (2011).A
qualitative study of determinant of successful
discharge for older adult inpatient.Journal of
American Physical Therapy Association.(ISSN
1538-6724).
Coleman, E & Chalmers, S. (2006). The care
transition intervention: Results of randomized
controlled trial. Archives of Internal Medicine. 166.
1822-1828. http://www.archintermed.com/.
Perry A. G., & Potter P. A. (2005). Buku ajar
fundamental keperawwatan: Konsep, proses, &
praktik. (Volume 1, Edisi 4). (Alih bahasa: Yasmin
Asih, et al: Editor edisi bahasa Indonesia Devi
Yuliati, Monica Ester). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hariyati, R. T. S., Afifah, E., & Handiyani, H.
(2010). Developing prototype model of discharge
planning with CD learning media in Indonesia.
Scientifics Research and Essays. Vol 5 (12), pp
1463-1469.
ISSN
1992-2248.
http://www.academicsjournals.org/SRE.
Moore., Ligget., & Pierson. (2003). Medical errors
related to discontinuity of care from an patient to an
outpatient setting. Journal General Internal
Medicine. 18:646-65.
Fox, M. T., Persaud, M., Maimets, I., Brooks, D.,
O’Brien, K., & Tregunno, D. (2013). Effectiveness
of early discharge planning in acutely ill or injured
hospitalized older adults: a systematic review and
meta-analysis. BMC Geriatrics, 13, 70.
http://doi.org/10.1186/1471-2318-13-70
10. Phillips CO, Wright SM, Kern D, Singa RM,
Sheppert S& Rubin HR. (2004). Comprehensive
Discharge Planning With Post Discharge Support
for Older Patient Congestive Heart failure: MetaAnalysis. NHS. National Institute For Health
Research.
11. Phillips CO, Wright SM, Kern D, Singa RM,
Sheppert S& Rubin HR. (2004). Comprehensive
Discharge Planning With Post Discharge Support
for Older Patient Congestive Heart failure: MetaAnalysis. NHS. National Institute For Health
Research.
12. Keputusan Mentri Kesehatan. (2008), Tentang
standar pelayanan minimal rumah sakit. Jakarta:
Kemenkes RI.
13. Herdiansyah, H. (2012). Metodologi Penelitian
Kualitatif: Untuk ilmu-ilmu socia. Jakarta: Salemba
Huamnika
14. Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of Nursing
Concepts Process and Practice. 1 st volume, 6 th
edition. New Jersey : Pearson/prentice Hall.
15. Notoadmodjo. (2012). Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
16. Sailendra, Annie. (2015). Langkah-Langkah Praktis
Membuat
Standar
Oprasional
Prosedur.
Yogyakarta. Cetakan Pertama. Trans Idea
Publishing.
17. Discharge Planning Association. (2008). Discharge
Planning
di
http:
www.
Discharge
planning.org.au/index.htm.diunduh pada tanggal
10 agustus 2016
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 262/Menkes/per/VII/1979
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 971/Menkes/per/XI/2009
20. Machmoed S, Suryani E. (2008). Pendidikan
Kesehatan
Bagian
dari
Promosi
Kesehatan.Yogyakarta. Salemba Medika.
21. Moran, G., Semansky, R., Quinn, E., Noftsinger,
R., & Koenig, T. (2005). Evaluability assessment of
discharge planning and the prevention of
homelessness. Rockville, Maryland: Westat.
22. Zhijian Li, Jiale Hou, Lin Lu, Shenglan Tang &Jin
Ma. (2012). On residents satisfaction with
community health services after health care system
reform in Sanghai, China, 2011. BMC Public
Health
2012,
12(suppl
1):59.
From:
http:www.biomedcentral.com/1471-2458/12/S1/S9.
23. Laksmi, Fuad dan Budiantoro. (2008). Manajemen
Perkantoran Modern. Jakarta: Penerbit Pernaka.
24. Kusumaningrum, N. S. D., & Kusuma, H. (2014).
Proceeding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan"
2nd Adult Nursing Practice: Using Evidence in
Care"“Aplikasi Evidence Based Nursing dalam
Meningkatkan Patient Safety”.
25. Altfeld, S. J., Shier, G. E., Rooney, M., Johnson, T.
J., Golden, R. L., Karavolos, K., ... & Perry, A. J.
(2013). Effects of an enhanced discharge planning
intervention for hospitalized older adults: a
Page | 33
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/
26.
27.
28.
29.
randomized trial. The Gerontologist, 53(3), 430440.
Nadya, Famela T. (2014). Kelengkapan Pengisian
Berkas Rekam Medis Pelayanan Medis Rawat
Jalan dan Patient Safety di RSGMP UMY.
Yogyakarta. Megister Menejemen Rumah Sakit.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Mubarak ., Wahid. E., Iqbal. (2011). Buku ajar
kebutuhan dasar manusia: Teori dan aplikasi
dalam praktik, Jakarta: ECG
NCSS.(2008). Care and discharge planning: A
guide for service providers. Serial No:
032/SDD19/DEC06. Singapore: National Council of
Social Service.
Erfavira, Avita. (2012). Perbedaan Kelengkapan
Pengisian Rekam Medis Antara Instalasi Rawat
Jalan Dan Instalasi Rawat Darurat di Poli Bedah
RSUP Dr. Kariadi. Semarang. Yogyakarta.
Megister Menejemen Rumah Sakit. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
30. Bull, M.J. (2013). Discharge planning for older
people: A Review of Current Research. British
Journal of Community Nursing.
31. Bernatz, J. T., Tueting, J. L., & Anderson, P. A.
(2015). Thirty-day readmission rates in
orthopedics: a systematic review and metaanalysis. PloS one, 10(4), e0123593.
32. Nursalam, (2011). Manajemen Keperawatan:
Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Page | 34
Download