FRAKSI BRAZILIN DARI EKSTRAK METANOL KAYU SECANG SEBAGAI PEMODIFIKASI ELEKTRODE PASTA KARBON DALAM IDENTIFIKASI KALIUM FEROFERISIANIDA DAN ION TIMBEL(II) ANNISA ROSALIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fraksi Brazilin dari Ekstrak Metanol Kayu Secang sebagai Pemodifikasi Elektrode Pasta Karbon dalam Identifikasi Kalium Fero-Ferisianida dan Ion Timbel(II) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Annisa Rosalia NIM G44134003 ABSTRAK ANNISA ROSALIA. Fraksi Brazilin dari Ekstrak Metanol Kayu Secang sebagai Pemodifikasi Elektrode Pasta Karbon dalam Identifikasi Kalium Fero-Ferisianida dan Ion Timbel(II). Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan ZULHAN ARIF. Penelitian ini menentukan kinerja elektrode pasta karbon (EPK) termodifikasi fraksi brazilin yang diperoleh dari hasil isolasi ekstrak metanol kayu secang. Brazilin termasuk ke dalam golongan senyawa flavonoid yang dapat membentuk kompleks dengan ion logam. Respons elektrode termodifikasi diamati terhadap kalium fero-ferisianida (K3[Fe(CN)6]) dan ion logam timbel(II) dengan metode voltammetri siklik pada selang potensial -0.5 sampai 1.0 V. Rendemen fraksi brazilin yang diperoleh sebesar 32 %(b/b). Parameter elektrokimia yang dioptimisasi meliputi komposisi pemodifikasi, jenis elektrolit, pH larutan, laju payar, dan linearitas. Pengukuran optimum teramati pada komposisi EPK-fraksi brazilin 5 %(b/b), larutan elektrolit KCl 0.1 M pH 7, dan laju payar 0.01 V/detik. Fraksi brazilin sebagai pemodifikasi EPK berhasil meningkatkan arus dalam identifikasi K3[Fe(CN)6] dan Pb(II) dengan linearitas yang rendah sehingga perlu optimisasi potensi lebih lanjut. Kata kunci: fraksi brazilin, K3[Fe(CN)6], modifikasi elektrode, timbel(II). ABSTRACT ANNISA ROSALIA. Brazilin Fraction of Sappan Wood Methanol Extract as A Modifier on Carbon Paste Electrode for Identification of Potassium FerroFerricyanide and Lead(II) Ion. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and ZULHAN ARIF. This study determines the performance of carbon paste electrodes (CPE) modified using brazilin fraction obtained from methanol extract of sappan wood. Brazilin belongs to flavonoids class that can form complexes with metal ions. The response of the modified electrode was observed in measuring potassium ferroferricyanide (K3[Fe(CN)6]) and lead(II) metal ion with a cyclic voltammetry method at potential range from 0.5 to 1.0 V. The yield of brazilin fractions were 32 %(w/w). Electrochemical parameters were optimized for the modifier composition, type of electrolyte, pH, scan rate, and linearity. The optimum condition was CPE-brazilin fraction 5 %(w/w), 0.1 M KCl pH 7 of electrolyte solution, and 0.01 V/s scan rate. Brazilin fraction as modifier for CPE was able to improve the current in identificing K3[Fe(CN)6] and Pb(II) with a low linearity, therefore it needs further optimization. Keywords: brazilin fraction, K3[Fe(CN)6], lead(II), modified electrode. FRAKSI BRAZILIN DARI EKSTRAK METANOL KAYU SECANG SEBAGAI PEMODIFIKASI ELEKTRODE PASTA KARBON DALAM IDENTIFIKASI KALIUM FEROFERISIANIDA DAN ION TIMBEL(II) ANNISA ROSALIA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari–Agustus 2015 ini diberi judul Fraksi Brazilin dari Ekstrak Metanol Kayu Secang sebagai Pemodifikasi Elektrode Pasta Karbon dalam Identifikasi Kalium Fero-Ferisianida dan Ion Timbel(II). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Deden Saprudin, MSi dan Bapak Zulhan Arif, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan arahannya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada staf Laboratorium Kimia Analitik (Bapak Eman, Bapak Dede, Bapak Kosasih, dan Ibu Nunung), staf Laboratorium Bersama (Bapak Eko dan Bapak Wawan) serta staf laboratorium lainnya dan pegawai Departemen Kimia yang telah memberikan fasilitas dan arahan selama kegiatan penelitian berlangsung. Ungkapan cinta dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik tercinta, dan teman-teman kimia IPB atas segala bantuan, dukungan dan doa yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Bogor, Agustus 2015 Annisa Rosalia DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 2 Alat dan Bahan 2 Metode Percobaan 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Ekstraksi dan Kadar Air 4 Isolasi dan Karakterisasi Brazilin 5 Pengaruh Fraksi Brazilin sebagai Pemodifikasi EPK 5 Pengaruh Elektrolit 6 Pengaruh pH 7 Pengaruh Laju Payar 9 Pengaruh Konsentrasi 10 SIMPULAN DAN SARAN 12 Simpulan 12 Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 12 LAMPIRAN 15 RIWAYAT HIDUP 20 DAFTAR GAMBAR 1 Struktur molekul brazilin dan brazilein (Oliveira et al. 2002) 2 Voltammogram siklik larutan elektrolit KCl 0.1 M dengan elektrode pasta karbon (EPK) dan EPK termodifikasi variasi komposisi 3 Voltammogram siklik EPK termodifikasifraksi brazilin 5 %(b/b) dalam variasi larutan elektrolit 4 Voltammogram siklik EPK termodifikasi fraksi brazilin 5 %(b/b) dalam larutan elektrolit KCl 0.1 M dengan variasi pH 5 Voltammogram siklik EPK termodifikasi fraksi brazilin 5 % dalam larutan Pb(II) 50 ppb dengan variasi pH larutan elektrolit KCl 0.1 M 6 Voltammogram siklik EPK termodifikasi fraksi brazilin 5 %(b/b) dalam larutan Pb(II) 50 ppb dengan larutan elektrolit KCl 0.1 M pH 7 dalam variasi laju payar 7 Hubungan akar laju payar (v1/2) dengan intensitas arus puncak (ip) 8 Hubungan konsentrasi Pb(II) dengan intensitas arus puncak (ip) 9 Hubungan konsentrasi K3[Fe(CN)6] dengan intensitas arus puncak (ip) 10 Voltammogram siklik M5 dengan larutan Pb(II) variasi konsentrasi 11 Voltammogram siklik M5 dengan larutan K3[Fe(CN)6] variasi konsentrasi 5 6 7 8 8 9 10 11 11 18 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram alir penelitian 2 Data kadar air secang 3 Data rendemen ekstrak secang 4 Hasil isolasi brazilin 5 Karakterisasi brazilin dengan metode deteksi UV 366 nm 6 Pengaruh komposisi fraksi brazilin 7 Pengaruh elektrolit 8 Pengaruh pH KCl 0.1 M 9 Pengaruh pH Pb(II) 50 ppb dalam KCl 0.1 M 10 Pengaruh laju payar 11 Pengaruh Pb(II) 12 Pengaruh [K3Fe(CN)6] 15 16 16 16 17 17 17 17 18 18 18 19 PENDAHULUAN Latar Belakang Brazilin merupakan komponen utama yang dapat diisolasi dari tanaman secang. Senyawaan ini merupakan senyawa penciri yang memberikan warna merah pada kayu secang, sehingga secang banyak dimanfaatkan sebagai pewarna makanan dan pakaian. Pemanfaatan secang lainnya yaitu sebagai bahan campuran jamu tradisional. Hal ini berkaitan dengan sifat brazilin sebagai zat antioksidan. Sifat ini didasarkan pada struktur senyawa brazilin yang termasuk ke dalam golongan flavonoid. Menurut Jun et al. (2008), senyawa flavonoid memiliki aktivitas antioksidan yang baik dalam menangkal radikal bebas. Selain itu, senyawa flavonid juga dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Beberapa studi melaporkan adanya pembentukan kompleks flavonoidlogam, seperti naragenin (Rout et al. 2013), kuersetin (Xia et al. 2010; Liu dan Guo 2015), rutin (Kosanovic et al. 2011), morin (Pahnwar dan Memon 2014), dan brazilein (Wongsooksin et al. 2008). Pembentukan senyawa kompleks ini bertujuan untuk menganalisis suatu ion logam. Beberapa metode dapat digunakan dalam analisis ion logam, seperti spektrofotometri serapan atom (SSA) (Maslukah 2007), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Q.Hu et al. 2004), dan spektrofotometri UV-tampak (Wongsooksin et al. 2008). Metode lain yang dapat digunakan untuk analisis logam berdasarkan pembentukan kompleks flavonoid dengan ion logam yaitu voltammetri (Hastuti et al. 2012). Voltammetri merupakan suatu metode elektrokimia yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif logam (Saryati dan Wardiyati 2008). Metode ini didasarkan pada reaksi elektrolisis yaitu reaksi kimia yang terjadi karena adanya pengaruh dari medan listrik yang diberikan seperti arus dan potensial. Dalam teknik voltammetri, potensial yang diberikan dapat diatur sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan. Kelebihan teknik ini yaitu sensitivitasnya yang tinggi, limit deteksi yang rendah, memiliki daerah linear yang lebar, preparasi sampel yang sederhana, dan ekonomis (Mulyani et al. 2012), sehingga sangat baik untuk digunakan dalam analisis logam. Hasil analisis logam sangat tergantung pada kinerja elektrode kerja yang digunakan. Elektrode kerja yang digunakan yaitu elektrode pasta karbon. Elektrode pasta karbon (EPK) memiliki kegunaan yang cukup luas dalam elektroanalisis karena harganya yang relatif murah, mudah diperoleh, inert, memiliki sifat konduktivitas elektrik yang sangat baik, memiliki kisaran potensial yang lebar, cukup stabil, dan arus latar yang rendah (Aurelia 2005). Elektrode ini memiliki sensitivitas yang relatif rendah sehingga perlu dimodifikasi untuk meningkatkan sensitivitas pengukurannya dalam mendeteksi kadar analit yang sangat rendah dalam sampel. Elektrode pasta karbon dapat dimodifikasi dengan mencampurkan pemodifikasi sebagai salah satu bahan elektrode maupun dengan melapisi permukaan elektrode dengan film tipis dari pemodifikasi (Wang 2001). 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui kinerja fraksi brazilin dari ekstrak metanol kayu secang sebagai pemodifikasi elektrode pasta karbon untuk identifikasi ion timbel(II) dan kalium fero-ferisianida menggunakan metode voltammetri siklik. METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan selama proses penelitian antara lain peralatan gelas, magnetic stirrer, oven, desikator, neraca analitik, penguap putar, kompartemen elektrode, pH meter TOA HM-20S, dan seperangkat alat potensiostat/galvanostat eDAQ dan komputer yang telah dipasang program pengolah data Echem v.2.1.0. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah serbuk kayu secang, metanol, n-heksana, kloroform, silika gel, grafit, parafin cair, CH3COOH 100%, CH3COONa3H2O, KCl, KNO3, HNO3, Pb(NO)3, K3[Fe(CN)6], dan akuades. Metode Percobaan Metode penelitian ini secara umum dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu isolasi brazilin dari ekstrak kayu secang dengan metode maserasi dan kromatografi kolom, preparasi elektrode kerja EPK termodifikasi brazilin, dan identifikasi timbel(II) dan K3[Fe(CN)6] menggunakan metode voltammetri siklik. Isolasi zat aktif dari kayu secang diawali dengan melakukan penentuan kadar air dari sampel kayu secang dan selanjutnya pembuatan ekstrak kasar kayu secang dengan cara maserasi dengan pelarut metanol. Brazilin dalam ekstrak kasar diisolasi menggunakan metode kromatografi kolom kemudian diidentifikasi menggunakan sinar UV dan digunakan sebagai bahan pemodifikasi EPK. Elektrode yang telah siap kemudian diuji kinerjanya dalam identifikasi Pb(II) dan K3[Fe(CN)6] yang dilakukan pada kondisi optimum pengukuran yang telah diperoleh. Diagram alir penelitian terlampir pada Lampiran 1. Penentuan Kadar Air (AOAC 2006) Sebanyak 2 gram sampel serbuk kayu secang dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya (a). Sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C hingga bobot konstan. Cawan porselen berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (b). Penentuan kadar air dilakukan dengan tiga kali ulangan menggunakan Persamaan 1. ( ) 3 Keterangan: bobot kayu secang awal (g) bobot kayu secang kering (g) Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Brazilin dalam Kayu Secang Sebanyak 500 g simplisia kayu secang dimaserasi menggunakan pelarut metanol sebanyak 5 L, selama 12 jam. Proses maserasi dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Ekstrak yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 2. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar pada suhu 30 C (Batubara et al. 2010). Ekstrak kasar yang diperoleh selanjutnya dipartisi menggunakan n-heksana (Hangoluan 2011). Sebanyak 2.0089 g ekstrak yang mengandung brazilin diaplikasikan dalam kromatografi kolom silika gel dengan fase gerak kloroform:metanol (15:1–5:1 v/v) (Oliveira 2001; Wongsooksin et al. 2008; Hangoluan 2011). Fraksi awal pada kromatografi kolom silika gel ditampung pada vial dengan volume eluat sebanyak 3 mL dalam setiap vial. Eluat diidentifikasi keberadaan brazilinnya menggunakan KLT dengan visualisasi UV 366 nm (Herdiana 2010). Setelah dilakukan identifikasi, eluat hasil tampungan tabung reaksi sebanyak 130 mL memiliki pola pemisahan yang sama tersebut dipekatkan (Hangoluan 2011) dan digunakan sebagai pemodifikasi pada elektrode pasta karbon. Pengaruh Fraksi Brazilin sebagai Pemodifikasi EPK (Modifikasi Apriliani 2009; Taufik 2013) Elektrode nonmodifikasi dibuat dengan komposisi grafit 0.1 gram dan minyak parafin 35 µL. Elektrode termodifikasi dibuat dengan cara grafit dan fraksi brazilin dengan variasi komposisi fraksi brazilin 5, 10, dan 15 %(b/b) dalam 100 mg campuran dimasukkan ke dalam mortar dan ditambahkan minyak parafin sebanyak 35 µL. Campuran tersebut diaduk hingga homogen kemudian dimasukkan ke dalam badan elektrode. Permukaan elektrode digosok hingga padat, halus, dan mengkilap. Elektrode dengan variasi komposisi yang telah dibuat secara bergantian dimasukkan ke dalam sel voltammetri yang berisi larutan KCl 0.1 M, kemudian dilakukan pengukuran arus pada potensial -0.5 V sampai 1.0 V dan laju payar 0.01 V/detik. Pengaruh Elektrolit Elektrode komposisi terbaik dimasukkan ke dalam sel voltammetri yang berisi larutan KCl 0.1 M, KNO3 0.1 M, dapar asetat 0.1 M pH 4, dapar asetat 0.1 M pH 7. Pengukuran arus dilakukan pada potensial -0.5 V sampai 1.0 V dan laju payar 0.01 V/detik. Pengaruh pH (Modifikasi Taufik 2013) Elektrode dengan komposisi terbaik dimasukkan ke dalam sel voltammetri yang berisi larutan Pb(II) 50 ppb dengan larutan elektrolit terbaik dalam dapar asetat dengan variasi pH 4, 5, 6, dan 7 lalu dilakukan pengukuran arus pada potensial -0.5 sampai 1.0 V dan laju payar 0.01 V/detik. 4 Pengaruh Laju Payar (Modifikasi Taufik 2013) Elektrode dengan komposisi terbaik dimasukkan ke dalam sel voltammetri yang berisi larutan Pb(II) 50 ppb dengan larutan elektrolit terbaik dalam dapar asetat pH terbaik kemudian dilakukan pengukuran arus pada potensial -0.5 V sampai 1.0 V dengan variasi laju payar yang akan dilakukan yaitu 10, 20, 40, 50, 80, 100, 125, dan 160 mV/detik. Pengaruh Konsentrasi Analit (Modifikasi Taufik 2013; Pandurangachar et al. 2010) Elektrode dengan komposisi terbaik dimasukkan ke dalam sel voltammetri yang berisi larutan Pb(II) 10, 20, 30, 40, dan 50 ppb dengan larutan elektrolit KCl 0.1 M dalam dapar asetat pH terbaik kemudian dilakukan pengukuran arus pada potensial -0.5 V sampai 1.0 V dengan laju payar 0.01 V/detik. Hal yang sama dilakukan dengan larutan K3[Fe(CN)6] 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, dan 2.5 mM. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Kadar Air Kayu secang yang akan digunakan ditentukan nilai kadar airnya. Hasil pengukuran tersebut diperoleh sebesar 4.37 % (Lampiran 2). Hasil yang diperoleh ini mendekati hasil yang diperoleh Hangoluan (2011) yaitu sebesar 4.89 %, dan memiliki nilai <10 %. Nilai ini menunjukkan bahwa sampel memiliki jumlah air yang cukup baik agar sampel tidak mudah rusak oleh mikroba yang dapat tumbuh dalam lingkungan yang lembab akibat dari kadar air yang tinggi, sehingga sampel memiliki umur simpan yang lebih lama. Pengukuran kadar air ini juga dimaksudkan sebagai faktor koreksi dalam penentuan nilai rendemen ekstraksi sampel. Ekstrak kasar secang dalam fraksi metanol diperoleh sebesar 29.8601 gram dan fraksi n-heksana diperoleh sebesar 1.3247 gram. Ekstrak kasar secang ini memiliki nilai rendemen sebesar 5.05 %(b/b) (Lampiran 3). Ekstraksi sampel serbuk kayu secang dilakukan menggunakan metanol sebagai pelarut dan maserasi sebagai metode ekstraksi. Hal ini sesuai dengan Ghiffari (2013) yang menyatakan bahwa kandungan brazilin terbanyak diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut metanol. Metode maserasi digunakan sesuai dengan Batubara et al. (2010) yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil yang baik untuk ekstraksi senyawaan brazilin karena menggunakan suhu ruang. Hal ini berkaitan dengan struktur brazilin yang termasuk golongan senyawaan fenolik yang dapat rusak saat diberikan suhu yang tinggi. Hasil ekstraksi yang diperoleh dipartisi menggunakan n-heksana. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan fraksi nonpolar dari brazilin yang bersifat polar sehingga lebih memudahkan dalam proses isolasi brazilin (Hangoluan 2011). 5 Isolasi dan Karakterisasi Brazilin Hasil percobaan menunjukkan adanya fraksi dengan pola pemisahan yang sama pada nilai Rf 0.89 dengan volume eluat 130 mL. Eluat dipekatkan dan diperoleh fraksi brazilin pekat dengan nilai rendemen sebesar 32.30 %(b/b) (Lampiran 4). Hasil yang diperoleh ini memiliki nilai rendemen yang baik karena lebih besar daripada hasil yang diperoleh oleh percobaan sebelumnya pada Wongsooksin et al. (2008) sebesar 20 %(b/b) dan Hangoluan (2011) sebesar 28.85 %(b/b) karena telah menggunakan metode isolasi dalam kondisi optimum. Brazilin dalam ekstrak kasar diisolasi menggunakan metode kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan yaitu silika gel F254, karena brazilin memiliki pemisahan yang baik pada penggunakaan fase diam ini (Hangoluan 2011). Fraksi brazilin diidentifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis dengan fase gerak dietil eter:diklorometana (5.9:4.1 v/v) yang ditunjukkan dengan warna spot berpendar biru paling terang pada deteksi UV 366 nm (Lampiran 5). Brazilin merupakan suatu senyawa yang dapat teroksidasi membentuk brazilein (Gambar 1). Oksidasi Gambar 1 Struktur molekul brazilin dan brazilein (Oliveira et al. 2002) Hasil dari reaksi oksidasi ini membentuk keto-enol. Gugus fungsi diol dalam brazilin dan keto-enol dalam brazilein ini memiliki pasangan elektron bebas yang dapat membentuk kompleks dengan ion logam (Wongsooksin et al. 2008). Ikatan dengan ion logam ini terjadi antara gugus 5-hidroksi-4-keto, seperti yang telah dilaporkan pada morin-Cr(III) (Panhwar dan Memon 2014), kuersetin-Cr(III) (Sun et al. 2008), dan rutin-Co(II) (Kosanovic et al. 2011). Maka, reaksi pembentukan kompleks yang terjadi pada brazilin dengan ion logam diduga terjadi pada gugus tersebut. Pengaruh Fraksi Brazilin sebagai Pemodifikasi EPK Fraksi brazilin digunakan sebagai pemodifikasi EPK untuk mendeteksi keberadaan Pb(II) dan K3[Fe(CN)6] dalam larutan elektrolit KCl sebagai media memperkuat arus. Kinerja dari elektrode dapat diketahui dari pengukuran arus yang dihasilkan dalam larutan KCl sebagai larutan blanko. Gambar 2 menunjukkan adanya peningkatan arus oksidasi dan reduksi yang dihasilkan pada elektrode yang dimodifikasi fraksi brazilin. Puncak-puncak ini dihasilkan dari reaksi oksidasi dan reduksi gugus-gugus fenolik yang terdapat dalam senyawaan brazilin. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa fraksi brazilin memiliki puncak oksidasi pada potensial 0.2 V dan puncak reduksi pada potensial 0.02 V. 6 Komposisi terbaik yaitu pada modifikasi 5 %(b/b) karena elektrode ini memberikan respons arus oksidasi yang maksimum yaitu sebesar 41.79 µA (Lampiran 6). 140 NM M5 M10 M15 120 100 80 i (A) 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 E(V) vs Ag/AgCl Keterangan: NM(non modifikasi); M5(Modifikasi fraksi brazilin 5 %); M10 (Modifikasi fraksi brazilin 10 %); M15 (Modifikasi fraksi brazilin 15 %) Gambar 2 Voltammogram siklik larutan elektrolit KCl 0.1 M dengan elektrode pasta karbon (EPK) dan EPK termodifikasi variasi komposisi Penambahan jumlah fraksi brazilin mengakibatkan terjadinya penurunan intensitas arus oksidasi-reduksi. Hal ini berkaitan dengan semakin berkurang jumlah karbon yang terdapat dalam campuran pasta yang berperan sebagai penghantar arus. Karbon yang memiliki nilai konduktivitas listrik tidak dapat menghantarkan arus maksimal sehingga intensitas arus yang dihasilkan tidak optimal. Penambahan parafin sebagai media pelarut grafit-fraksi brazilin menjadi berlebih karena jumlah grafit yang semakin menurun. Minyak mineral seperti parafin dapat menurunkan laju transfer elektron yang terjadi pada permukaan elektrode (Zoski 2007). Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan intensitas arus pada komposisi pemodifikasi yang semakin besar. Pengaruh Elektrolit Larutan elektrolit KCl merupakan larutan elektrolit yang umum dan banyak digunakan dalam analisis elektrokimia khususnya voltammetri. Hal ini berkaitan dengan potensial oksidasi dan reduksi dari K+ dan Cl- yang masing-masing sebesar -2.925 V dan 1.720 V (Zoski 2007). Nilai tersebut berada diluar kisaran nilai potensial percobaan yang digunakan dalam percobaan yaitu pada -0.5 V–1.0 V. Larutan elektrolit KNO3 juga merupakan larutan yang banyak digunakan, seperti pada studi K3[Fe(CN)6] yang dilakukan Mundinamani dan Raminal (2014). Hal ini karena larutan KNO3 tidak mengganggu arus pada daerah deteksi. Larutan penyangga (dapar) merupakan larutan elektrolit lemah yang dapat dikondisikan dalam berbagai pH. Hal tersebut menjadi alasan larutan ini banyak digunakan sebagai larutan elektrolit dalam metode pengukuran voltammetri (Gambar 3). 7 80 KCl 0.1 M (pH 6.20) KNO3 0.1 M (pH 6.60) 60 Dapar Asetat pH 4.00 Dapar Asetat pH 7.00 i (A) 40 20 0 -20 -40 -60 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 E (V) vs Ag/AgCl Gambar 3 Voltammogram siklik EPK termodifikasifraksi brazilin 5 %(b/b) dalam variasi larutan elektrolit Larutan elektrolit yang dipilih yaitu larutan yang menghasilkan arus paling tinggi. Hal ini sesuai dengan fungsi dari larutan elektrolit sebagai pengantar arus listrik dalam larutan sehingga analit tidak terpengaruh oleh perbedaan perubahan potensial yang diberikan dengan cepat. Selain itu, larutan ini berfungsi pula untuk meminimalisasi efek elektromigrasi dan untuk mempertahankan kekuatan ionik agar konstan (Taufik 2013). Respons elektrode terbaik ditunjukkan pada larutan elektrolit KCl 0.1 M. Intensitas arus anodik (Ipa) yang dihasilkan sebesar 41.79 µA dengan nilai puncak katodik (Ipc) sebesar 56.31 µA (Lampiran 7). Reaksi oksidasi dan reduksi yang maksimum dihasilkan dari banyaknya interaksi antarmuka fraksi brazilin yang terdapat di permukaan elektrode dengan KCl. Kekuatan ionik dari larutan elektrolit memengaruhi daya hantarnya dalam memperkuat arus yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi dari gugus-gugus fenolik yang terdapat pada brazilin. Penggunaan fraksi brazilin sebagai pemodifikasi elektrode pasta karbon dengan intensitas arus anodik dan katodik yang tinggi ini diharapkan akan meningkatkan respons brazilin dalam membentuk kompleks dengan logam. Pengaruh pH Kinerja brazilin dalam pasta karbon dipengaruhi oleh kondisi pH pengukuran. Larutan elektrolit yang dilarutkan dalam dapar asetat ini memberikan perubahan pada potensial maupun intensitas arus yang dihasilkan (Gambar 4). Peningkatan pH larutan menyebabkan adanya penurunan intensitas arus dan potensial oksidasi. Nilai arus maksimum pada puncak anodik ditunjukkan pada kondisi pH 4 pada larutan KCl 0.1 M. Nilai Ipa diperoleh sebesar 49.02 µA dan Ipc sebesar 51.32 µA (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa gugus-gugus fenolik yang terdapat pada brazilin teroksidasi dan tereduksi dengan maksimum pada suasana asam. Menurut Taufik (2013), penurunan puncak oksidasi pada kondisi basa berhubungan dengan dekomposisi molekul flavonoid. Flavonoid mudah 8 terdekomposisi pada kondisi basa menjadi molekul-molekul sederhana. Molekul ini tidak dapat meningkatkan respon arus pada saat pengukuran karena peluang mediasi analit dan elektrode juga menurun. non dapar (pH 6.40) dapar pH 4 dapar pH 5 dapar pH 6 dapar pH 7 60 40 i (A) 20 0 -20 -40 -60 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 E (V) vs Ag/AgCl Gambar 4 Voltammogram siklik EPK termodifikasi fraksi brazilin 5 %(b/b) dalam larutan elektrolit KCl 0.1 M dengan variasi pH NM pH 7 M5 pH 4 M5 pH 5 M5 pH 6 M5 pH 7 60 40 i (A) 20 0 -20 -40 -60 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 E (V) vs Ag/AgCl Gambar 5 Voltammogram siklik EPK termodifikasi fraksi brazilin 5 % dalam larutan Pb(II) 50 ppb dengan variasi pH larutan elektrolit KCl 0.1 M Hal berbeda ditunjukkan respons arus pada penambahan analit Pb(II) dalam larutan (Gambar 5). Peningkatan pH menyebabkan adanya peningkatan intensitas arus oksidasi maupun reduksi kompleks brazilin-timbal(II). Nilai arus maksimum larutan Pb(II) untuk pengukuran pada voltammetri siklik yaitu pada pH 7 (Lampiran 9). Hal ini dapat terjadi diduga karena adanya efek sinergis antara brazilin yang terdapat pada permukaan elektrode dengan Pb(II) dalam larutan. Senyawa kompleks yang terbentuk ini memberikan respons tertinggi pada kondisi tidak terlalu asam. Menurut Taufik (2013), kondisi pH yang terlalu asam akan 9 mengakibatkan flavonoid pada permukaan elektrode terprotonasi. Hal ini menyebabkan flavonoid yang terdapat pada permukaan elektrode terlarut ke dalam larutan sehingga elektrode tidak memberikan peningkatan intensitas arus pada saat pengukuran. Tabel potensial puncak redoks E(V) EPK EPKM5 Epa 0.4780 0.5380 Epc 0.1900 0.0160 0.2880 0.5220 E Reversibilitas reaksi redoks yang terjadi pada analit diketahui dari selisih antara potensial puncak redoks (Tabel). Berdasarkan persamaan energi bebas gibbs, jika beda potensial antara puncak anodik dan katodik lebih kecil atau sama dengan 59 mV, maka reaksi redoks tersebut reversibel (Scholz 2010). Dengan demikian, pasangan redoks yang ditunjukkan oleh EPK maupun EPK termodifikasi brazilin 5 % termasuk ke dalam jenis reaksi kuasireversibel karena memiliki nilai beda potensial yang lebih besar dari 0.059 V. Pengaruh Laju Payar Pengaruh laju payar terhadap intensitas arus dianalisis untuk mengetahui proses yang terjadi pada permukaan elektrode dan juga untuk mengetahui sensitivitas pengukuran pada berbagai variasi laju payar (Gambar 6). 100 80 60 i (A) 40 20 10 mV/detik 20 mV/detik 40 mV/detik 50 mV/detik 80 mV/detik 100 mV/detik 125 mV/detik 160 mV/detik 0 -20 -40 -60 -80 -100 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 E (V) vs Ag/AgCl Gambar 6 Voltammogram siklik EPK termodifikasi fraksi brazilin 5 %(b/b) dalam larutan Pb(II) 50 ppb dengan larutan elektrolit KCl 0.1 M pH 7 dalam variasi laju payar Hubungan antara laju payar dan tinggi arus puncak adalah linear mengikuti persamaan Ipc=5.9706v1/2-4.9725 dengan koefisien determinasi 0.9671 dan Ipa=5.5864v1/2-8.8469 dengan koefisien determinasi 0.9470. Ipa (µA) adalah intensitas arus puncak anodik atau oksidasi, Ipc (µA) adalah intensitas arus puncak katodik atau reduksi, dan v (mV s-1)1/2 adalah laju payar. ip (µA) 10 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 y = 5.9706x - 4.9725 R² = 0.9671 Oksidasi y = 5.5864x - 8.8469 R² = 0.947 0 5 10 Reduksi 15 v1/2 Gambar 7 Hubungan akar laju payar (v1/2) dengan intensitas arus puncak (ip) Laju payar 10 mV s-1 menghasilkan satu puncak oksidasi dan reduksi dengan intensitas arus yang sangat rendah, sementara pada laju payar selanjutnya proses transfer muatan kedua lebih mudah teramati karena adanya peningkatan intensitas arus oksidasi maupun reduksi (Lampiran 10). Menurut Timbola (2006), profil voltammogram siklik dengan perubahan laju payar menunjukkan terjadinya suatu reaksi kimia homogen berdasarkan proses transfer muatan. Proses ini dapat diamati dari plot antara akar laju payar terhadap arus puncak anodik dan katodik sehingga diperoleh persamaan dan koefisien regresi (Gambar 7). Interaksi antara brazilin dengan analit dapat diketahui melalui proses yang terjadi pada permukaan elektrode. Proses ini dapat diketahui dari persamaan Randles-Ševč k l m persamaan 2 (Zosky 2007). n p v Berdasarkan persamaan Randles-Ševč k, y tu ntens t s us punc k y ng dihasilkan proporsional dengan konsentrasi larutan dan meningkat seiring kenaikan akar kuadrat dari laju payar maka proses pada elektrode melibatkan proses difusi (Prasek et al. 2012). Brazilin yang dicampurkan ke dalam pasta karbon terdapat pada permukaan elektrode dan tersebar secara merata. Pb(II) terdifusi di permukaan pasta karbon dan bereaksi dengan brazilin sehingga meningkatkan sensitivitas pengukuran. Semakin banyak Pb(II) yang berdifusi dengan fraksi brazilin, maka semakin tinggi intensitas arus puncak yang dihasilkan. Pengaruh Konsentrasi Kurva kalibrasi dibuat untuk mengetahui respons linear elektrode terhadap pengukuran menggunakan voltammetri siklik. Konsentrasi Pb(II) berbanding lurus dengan intensitas pasangan arus puncak reduksi-oksidasi pada selang konsentrasi 0.5–2.5 ppb (Gambar 8). Hubungan linearitas antara konsentrasi Pb(II) pada selang konsentrasi tersebut dengan intensitas arus puncak anodik mengikuti persamaan Ipa = 0.0942c + 36.132 dengan koefisien determinasi 0.8775 11 dan dengan intensitas arus puncak katodik mengikuti persamaan Ipc=0.0391c + 50.029 dengan koefisien determinasi sebesar 0.8717 (Lampiran 11). 55 Ip (µA) 50 y = 0.0391x + 50.029 R² = 0.8717 45 Oksidasi y = 0.0942x + 36.132 R² = 0.8775 40 Reduksi 35 0 10 20 30 40 50 60 [Pb(II)] ppb Gambar 8 Hubungan konsentrasi Pb(II) dengan intensitas arus puncak (ip) Saat kontak dengan elektrode, Pb(II) dalam larutan berdifusi ke dalam pasta karbon dan membentuk kompleks dengan brazilin. Semakin banyak Pb(II) yang berdifusi, semakin tinggi arus puncak yang dihasilkan. Linearitas respons elektrode terhadap konsentrasi analit sangat menentukan keakuratan analisis (Sari 2013). Linearitas dapat diketahui dari koefisien determinasi dan kemiringan. Nilai koefisien determinasi pengukuran Pb(II) memberikan hasil yang baik karena mendekati nilai 1. Namun, respons yang diberikan kurang sensitif karena memberikan nilai kemiringan kurva yang sangat rendah. Hasil pengukuran dikatakan linear saat kemiringan kurva regresi mendekati 0, artinya perubahan arus linear terhadap perubahan konsentrasi (Harmita 2004). 60 y = 3.824x + 46.028 R² = 0.9598 Ip (µA) 55 50 Oksidasi 45 40 Reduksi y = 1.274x + 38.197 R² = 0.928 35 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 [K3Fe(CN)6] mM Gambar 9 Hubungan konsentrasi K3[Fe(CN)6] dengan intensitas arus puncak (ip) Sementara itu, analisis respons linear elektrode modifikasi diamati pula terhadap larutan analit K3[Fe(CN)6] sebagai analisis terhadap anion (Gambar 9). Hal yang serupa ditunjukkan dari hasil pengukuran, konsentrasi analit berkorelasi positif terhadap respons arus puncak anodik dengan mengikuti persamaan Ipa=3.824c+46.028 dengan koefisien determinasi 0.9598 dan respons arus puncak katodik mengikuti persamaan Ipc=1.274c+38.197 dengan koefisien determinasi sebesar 0.928. Hasil uji elektrode termodifikasi fraksi brazilin terhadap kedua larutan analit menunjukkan adanya respons yang lebih baik daripada terhadap 12 Pb(II). Nilai koefisien determinasi yang diperoleh mendekati nilai 1, namun nilai kemiringan kurva yang dihasilkan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa arus puncak anodik maupun katodik yang dihasilkan tidak linear terhadap peningkatan konsentrasi analit sehingga memenuhi kriteria untuk dilakukan analisis secara kuantitatif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fraksi brazilin sebagai pemodifikasi elektrode pasta karbon memiliki potensial oksidasi pada 0.20 V dan potensial reduksi pada 0.02 V. Komposisi fraksi brazilin terbaik yaitu pada modifikasi 5 %(b/b) dengan larutan elektrolit KCl pH 7 dan laju payar 0.01 V/detik. Pengujian terhadap larutan Pb(II) dan K3[Fe(CN)6] menunjukkan bahwa elektrode termodifikasi berhasil meningkatkan respons arus, namun hasil pengukuran arus Pb(II) dan K3[Fe(CN)6] menghasilkan linearitas yang rendah. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan brazilin murni. Penelitian mengenai kondisi optimum pengukuran perlu dilakukan untuk meningkatkan linearitas pengukuran. DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of AOAC International. Edisi ke-14. Arlington (US): Association of Official Analytical Chemist. Apriliani R. 2009. Studi penggunaan kurkumin sebagai modifier elektroda pasta karbon untuk analisis timbal (II) secara stripping voltammetry [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Aurelia I. 2005. Studi modifikasi glassy carbon dengan teknik elektrodeposisi iridium oksida untuk aplikasi sebagai elektroda sensor arsen (III). Karya utama Departemen Kimia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2010. Brazilin from Caesalpinia sappan wood as an antiacne agent. J Wood Sci 56:77-81. Ghiffari MAT. 2013. Metode cepat penentuan brazilin dalam produk jamu dan kayu secang menggunakan spektrofotometri derivatif ultraviolet [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hangoluan BYM. 2011. Pengembangan metode isolasi brazilin dari kayu secang (Caesalpinia sappan L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Maj Ilmu Kefarm 1(3): 117-135. ISSN: 1693-9883. 13 Hastuti S, Masykur A, Apriliani R. 2012 Penggunaan Elektroda Pasta Karbon Termodifikasi Kurkumin untuk Analisis Timbal(II) secara Stripping Voltammetry. J EKOSAINS 4(1): 19-25 Herdiana M. 2010. Analisis sidik jari kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan kromatografi lapis tipis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jun H, Xiaoling Y, Wei W, Hao W, Lei H, Lijun D. 2008. Antioxidant activity in vitro of the three constituents from Caesalpinia sappan L. Tsinghua Sci and Tech 13(4): 474-479. ISSN 1007-0214. os nov ć MM, S m ž ć M, M l test N, S k-Bosnar M. 2011. Electroanalytical characterization of a copper(II)-rutin complex. Int J Electrochem Sci 6: 1075-1084. Liu Y, Guo M. 2015. Studies on Transition Metal-Quercetin Complexes Using Electrospray Ionization Tandem Mass Spectrometry. Molecules 20: 85838594. doi:10.3390/molecules20058583. Maslukah L. 2007. Konsentrasi logam berat (Pb, Cd, Cu, Zn) terlarut,dalam seston, dan dalam sedimen di estuari banjir kanal barat, Semarang. Akuatik. J Sumberdaya Perairan 1(2). ISSN 1978-1652. Mulyani R, Buchari, Noviandri I, Ciptati. 2012. Studi voltametri siklik sodium dedocyl benzen sulfonat dalam berbagai elektroda dan elektrolit pendukung. J Tek Pengelolaan Limbah. 15(1): 51-56. Oliveira LFC, Howell GME, Eudes SV, M Nesbitt. 2002. Vibrational spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main constituents of brazilwood from Brazil. Vibr Spec 28:243-249. Pahnwar QK, Memon S. 2014. Synthesis of Cr(III)-morin complex: characterization and antioxidant study. Sci World J 1-8. doi: 10.1155/2014/845208. Pandurangachar M, Swamy K, Chandrashekar BN, Gilbert O, Reddy S, Sherigara S. 2010. Electrochemical investigation of potassium ferricyanide and dopamine by 1-butyl-4-methylpyridinium tetrafluoro borate modified carbon paste electrode: a cyclic voltammetric study. Int J Electrochem Sci 5: 1187-1202. Prasek J, Trnkova L, Gablech I, Businova P, Drbohlavova J, Chomoucka J, Adam V, Kizek R, Hubalek J. 2012. Optimization of planar three-electrode system for redox system detection. Int J Electrochem Sci 7: 1785-1801. Q Hu, G Yang, H Li, X Tai J Yin. 2004. Study on determination of seven transition metal ions in water and food by microcolumn high-performance liquid chromatography. J Bull Korean Chem Soc. 25 (5): 694-698. Rout SS, Sahoo RN, Pattnaik S, Pal A, So SC, Mohanty P. 2013. Anti-nociceptive activities of complexes of naringin with Co(II) metal ions. Int J Pharm Pharm Sci 5(3): 972-975. Sari EO. 2013. Kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi nanomagnetit pada teknik voltammetri siklik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saryati, Wardiyati S. 2008. Aplikasi voltametri untuk penentuan logam berat dalam bahan lingkungan. J Sains Materi Ind. ISSN 1411-1098: 265-270. Scholz F, editor. 2010. Electroanalytical Methods Guide to Experiments and Applications. Ed ke-2. Heidelberg (DE): Springer. 14 Sun S, Chen W, Cao W, Zhang F, Song J, Tian C. 2008. Research on the chelation between quersetin and Cr(III) ion by density functional theory (DFT) method. J Molec Struct 860(1): 40-44. Taufik M. 2013. Elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin untuk analisis ion tembaga(II) secara voltammetri [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Timbola AK, Souza CD, Giacomelli C, Spinelli A. 2006. Electrochemical oxidation of quercetin in hydro-alcoholic solution. J Braz Chem Soc 17(1): 139-148. Wang J. 2001. Analytical Electrochemistry Second Edition. New York (US): Willey. Wongsooksin K, Saowanee R, Malee T, Vichitr R, John BB. 2008. Study of an Al(III) complex with the plant dye brazilein from Caesalpinia sappan Linn. J Sci Technol 15(2):159-165. Xia F, Zhang X, Zhou C, Sun D, Dong Y, Liu Z. 2010. Simultaneous determination of copper, lead, and cadmium at hexagonal mesoporous silica immobilized quersetin modified carbon paste electrode. JAMMC 2010: 1-6. doi: 10.1155/2010/824197. Zoski CG. 2007. Handbook of Electrochemistry. Las Cruces (US): Elsevier. 15 LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian Kadar air Oven 105C Serbuk secang Maserasi dengan metanol 2x12 jam Ekstrak kasar Isolasi menggunakan kloroform:metanol (15:1-5:1)(v/v) Fraksi Brazilin Identifikasi KLT deteksi UV 366 nm Fraksi Brazilin Grafit Parafin EPK termodifikasi fraksi brazilin Uji kinerja Penentuan komposisi elektrode terbaik Optimasi pH Elektrolit Laju payar Konsentrasi Pb(II) Konsentrasi K3[Fe(CN)6] 16 Lampiran 2 Data kadar air secang Bobot cawan Bobot Bobot cawan + Bobot secang Kadar air Ulangan kosong (g) secang (g) secang kering (g) kering (g) (%) 1 1.9573 2.0020 3.8718 1.9145 4.37 2 1.9982 2.0012 3.9120 1.9138 4.37 3 2.0383 2.0020 3.9530 1.9147 4.36 Contoh perhitungan: Bobot secang kering = (bobot cawan + secang kering) – bobot cawan kosong = 3.8718 – 1.9573 g = 1.9145 g o ot sec ng o ot sec ng ke ng g o ot sec ng g g g ( ) e t k (b/b) Lampiran 3 Data rendemen ekstrak secang Bobot sampel Kadar air Bobot Ulangan awal (g) (%) ekstrak (g) 1 5.0002 4.37 0.2476 2 5.0031 4.37 0.2359 3 5.0002 4.37 0.2400 Contoh perhitungan: o ot ekst k g en emen o ot s mpel g –k g en emen g ( ) e t Rendemen (%b/b) 5.18 4.93 5.04 en emen (b/b) Lampiran 4 Hasil isolasi brazilin Partisi fraksi non-polar: Fraksi heksana: 75.2886 – 73.9639 = 1.3247 gram Fraksi metanol: 29.8601 Bobot ekstrak : 2.0089 gram Pelarut : Kloroform:metanol 15:1, 13:1, 11:1, 9:1, 7:1, 5:1 (v/v) Uji KLT : Dietil eter: diklorometana 5.9:4.1 (v/v) 17 Lanjutan Lampiran 4 Hasil isolasi brazilin Bobot wadah Fraksi Nomor Vial kosong (g) 1 3-45 37.6249 2 46-60 37.7760 3 61-86 37.5073 Bobot wadah+fraksi (g) 38.2737 37.1213 37.2831 Bobot fraksi (g) 0.6488 0.6547 0.2242 Fraksi mengandung brazilin: Fraksi 1 o ot ks en emen o ot ekst k g m en emen g m en emen (b/b) Lampiran 5 Karakterisasi fraksi brazilin dengan metode deteksi UV 366 nm Lampiran 6 Pengaruh komposisi fraksi brazilin Komposisi (b/b) Potensial (V) 0% 5% 0.2780 10% 0.2980 15% 0.3380 Lampiran 7 Pengaruh elektrolit Potensial (V) Larutan Anodik Katodik KCl 0.1 M 0.2780 0.0200 KNO3 0.1 M 0.2780 0.0660 Dapar Asetat pH 4 0.2780 0.1060 Dapar Asetat pH 7 0.2780 0.0780 Lampiran 8 Pengaruh pH KCl 0.1 M Potensial (V) pH Anodik Katodik 4 0.6580 0.2100 5 0.6180 0.2160 6 0.3480 0.1460 7 0.2860 0.1060 Ipa (µA) 41.79 25.87 24.61 I (µA) Anodik 41.79 16.66 2.29 27.07 Katodik 56.31 30.41 4.67 38.34 I (µA) Anodik 49.02 27.22 36.18 28.54 Katodik 51.32 28.53 50.63 44.90 18 Lampiran 9 Pengaruh pH Pb(II) 50 ppb dalam KCl 0.1 M Potensial (V) I (µA) pH Anodik Katodik Anodik Katodik 4 0.5680 0.0580 36.59 42.25 5 0.5380 0.0280 39.97 46.90 6 0.5380 0.0080 41.79 49.25 7 0.5380 0.0160 44.37 52.35 Lampiran 10 Pengaruh laju payar Potensial (V) Lajupayar (mV/s) Anodik Katodik 10 0.2580 0.1360 20 0.3480 0.1360 40 0.3780 0.1060 50 0.4080 0.0980 80 0.4180 0.0860 100 0.4280 0.0760 125 0.4280 0.0560 160 0.4680 0.0480 I (µA) Anodik 9.84 17.29 27.11 31.13 37.10 46.85 46.54 69.80 Lampiran 11 Pengaruh Pb(II) Potensial (V) [Pb(II)] (ppb) Anodik Katodik 0 0.2780 0.0060 10 0.2880 0.0160 20 0.3080 0.0300 30 0.3380 0.0560 40 0.3780 0.0560 50 0.4080 0.0560 80 Katodik 14.40 22.25 34.26 38.40 44.93 55.06 55.96 76.67 I (µA) Anodik 37.39 37.02 38.43 38.87 39.05 41.42 Katodik 51.84 50.50 50.98 49.81 50.55 52.17 Pb(II) 0 ppb Pb(II) 10 ppb Pb(II) 20 ppb Pb(II) 30 ppb Pb(II) 40 ppb Pb(II) 50 ppb 60 40 i (A 20 0 -20 -40 -60 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 E (V) vs Ag/AgCl Gambar 10 Voltammogram siklik M5 dengan larutan Pb(II) variasi konsentrasi 19 Lampiran 12 Pengaruh [K3Fe(CN)6] Potensial (V) [K3Fe(CN)6] (mM) Anodik Katodik 0 0.2580 0.0560 0.5 0.3280 0.0680 1.0 0.3280 0.0780 1.5 0.3280 0.0980 2.0 0.3280 0.0780 2.5 0.3280 0.0680 I (µA) Anodik 25.03 38.57 39.53 40.52 40.80 41.12 Katodik 39.98 47.87 50.18 51.92 52.66 56.19 60 40 i (A) 20 0 K3Fe(CN)6 0 mM K3Fe(CN)6 0.5 mM -20 K3Fe(CN)6 1.0 mM K3Fe(CN)6 1.5 mM -40 K3Fe(CN)6 2.0 mM K3Fe(CN)6 2.5 mM -60 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 E (V) vs Ag/AgCl Gambar 11 Voltammogram siklik M5 dengan larutan K3[Fe(CN)6] variasi konsentrasi 20 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Agustus 1992 dari Ayah Drs. Sutarlan dan Ibu Ida Dalia. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cimalaka, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Keahlian Analisis Kimia D3 Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis berkesempatan melaksanakan praktik kerja lapangan di PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, Gunung Putri, Bogor, dan lulus sebagai ahli madya pada tahun 2013 dengan judul tugas akhir Perbandingan Metode Spektrofotometri UV-Tampak dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Penetapan Kadar Risperidon. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Alih Jenis Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi staf pengajar di lembaga bimbingan belajar Katalis (2013), asisten praktikum Kewirausahaan dan asisten praktikum Statistik Untuk Kimia Analitik (SUKA) pada Program Keahlian D3 Analisis Kimia Institut Pertanian Bogor tahun ajaran 2014/2015, serta asisten praktikum Teknik Pemisahan Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga berperan aktif dalam kepanitiaan Chemistry Challenge pada Pesta Sains Nasional 2014.