KECERDASAN SPIRITUAL PADA PERWIRA TINGGI TNI YANG AKAN MENGHADAPI PENSIUN BUDI WAHYU SATRIA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Masa pensiun bagi sebagian individu merupakan hal ditakuti dikarenakan akan berkurangnya berbagai segi kemampuan yang biasa dimiliki, dalam hal ini Monk dkk,(2002), mengatakan suatu perkembangan tidak berhenti pada waktu orang mencapai kedewasaan fisik pada masa remaja atau kedewasaan sosial pada masa dewasa awal. Selama orang melewati setiap tahapan perkembangannya dari mulai bayi hingga dewasa akan selalu terjadi perubahanperubahan pada cara berfikir mereka dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi, hal ini menyangkut pula bagaimana inidividu mengatasi masalahnya dalam hal memasuki masa pensiunnya, salah satu diantaranya adalah memperkuat kecerdasan spiritual individu itu sendiri. Penelitian ini menggunakan wawancara bersifat terbuka dan terstuktur, dalam penelitian ini peneliti juga mengunakan observasi berstruktur dan non-partisipan. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang PATI TNI AL yang berusia 55 tahun dan akan memasuki masa pensiun serta berada dalam tahapan perkembangan yakni periode dewasa madya (Middle Adulthood/Middle Age). Periode ini berkisar antara usia 40-60 tahun (Riyanti, Prabowa & Puspitawati, 1996). Dalam usia 55-60 tahun inilah seseorang biasanya akan memasuki masa pensiun. Monk dkk,(2002), mengatakan suatu perkembangan tidak berhenti pada waktu orang mencapai kedewasaan fisik pada masa remaja atau kedewasaan sosial pada masa dewasa awal. Selama orang melewati setiap tahapan perkembangannya dari mulai bayi hingga dewasa akan selalu terjadi perubahan-perubahan pada cara berfikir mereka dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi, hal ini menyangkut pula bagaimana inidividu mengatasi masalahnya dalam hal memasuki masa pensiunnya, salah satu diantaranya adalah memperkuat kecerdasan spiritual individu itu sendiri, Danah Zohar dan Ian Marshall (dalam Agustian,2003) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Yaitu kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna di bandingkan dengan yang lain. Hasil penelitian ini antara lain berhubungan dengan perubahan-perubahan saat akan memasuki pensiun, gambaran kecerdasan spiritual, faktor faktor yang mempengaruhi dan proses perkembangan spiritualnya. Subjek juga memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi meski telah memasuki masa pensiun yaitu dari sikap ramah tamah, kedekatan, keingintahuan, kreatifitas, konstruksi, penguasaan diri, dan religinya. Karena subjek memiliki minat untuk bersosialisasi membuat subjek menjadi orang yang tetap mampu membuka diri dan beradaptasi untuk lingkungan baru termasuk orang-orangnya dan aktivitasnya. Selain itu dihasilkan pula faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu subjek sejak dulu memang selalu ingin melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupannya, dan ini tidak berubah meskipun subjek sekarang telah pensiun. Ini disebabkan oleh kedekatannya dengan Allah SWT. Kata Kunci : Kecerdasan Spiritual, Pensiun. PENDAHULUAN Karir dalam kehidupan manusia merupakan salah satu tujuan dalam hidup yang harus di gapai bagi sebagian orang guna memenuhi segala harapan-harapan yang ingin di gapai guna memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri yang layak atau ideal, oleh karena itu tidak sedikit manusia yang rela menghabiskan seluruh waktunya guna mencapai tingkatan tertinggi dalam dunia karir atau pekerjaannya, hal seperti ini sudah tidak asing lagi kita temui di keseharian hidup kita apalagi di Jakarta yang merupakan ibu kota negara Indonesia dimana roda perekonomiannya sangat cepat dalam perputarannya. Berbicara tentang karir tidak akan luput dari yang namanya istilah pensiun juga, Hal ini dikarenakan manusia memiliki masa dimana manusia itu sudah dianggap tidak terlalu mampu untuk lebih berproduktif lagi di dalam dunia pekerjaannya, sehingga masa pensiun pun akan menjumpai setiap manusia yang berkerja baik di instansi sipil, perusahaan swasta atau di dinas pemerintahan. Masa pensiun di dunia ini berbeda-beda waktunya, sedang di Indonesia umumnya masa pensiun jatuhnya diantara usia 55 hingga 60 tahun, namun semua itu tergantung dari instansi yang menaunginya masih tetap membutuhkan individu yang bersangkutan atau tidaknya. Salah satu dinas pemerintahan yang ada di Negara Indonesia adalah TNI (Tentara Nasional Indonesia). TNI merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang bergerak di bidang pertahanan Negara dimana fungsinya menjaga stabilitas keamanan Negara dari gangguangangguan yang dirasa dapat membahayakan kesatuan Negara Indonesia pada khususnya. Vieira dkk, (1990), mengatakan bahwa angkatan bersenjata sendiri mengorganisasikan program pelatihan yang berbeda untuk menyiapkan dan melatih para anggotanya yang akan segera pensiun. Para anggota yang menjalankan kewajiban pekerjaan untuk menempatkan personel dalam posisi yang cocok sesudah para anggota pensiun. Usia pensiun seseorang yang dalam masalah pekerjaannya akan memasuki masa pensiun, berada dalam tahapan perkembangan yakni, periode dewasa madya (Middle Adulthood/Middle Age). Periode ini berkisar antara usia 40-60 tahun (Riyanti, Prabowa & Puspitawati, 1996). Dalam usia 55-60 tahun inilah seseorang biasanya akan memasuki masa pensiun. Pensiun adalah seorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diberhentikan (wikipedia, 2007). Seseorang dimana yang setiap harinya mengerjakan suatu pekerjaan suatu saat akan memasuki masa istirahat, dimana tidak lagi melakukan aktivitas pekerjaan yang biasanya dilakukan. Kualitas kerja, ketrampilan kerja, kekuatan dan kecepatan mereka berkurang dan mundur sejalan dengan usia. Pada saat masa pensiun itu benar-benar tiba, bagaimanapun juga masa itu nampak kurang diinginkan dari masa sebelumnya. Orang usia madya merasa bahwa tunjangan pensiun mereka tidak mencukupi untuk memungkinkan mereka hidup sesuai dengan rencana dan harapan mereka (Hurlock, 1997). Hal tersebut juga memungkinkan berpengaruh pada para anggota TNI yang akan memasuki masa pensiun. Selain merasa bahwa tunjangan pesiun mereka tidak mencukupi hal lain yang membuat anggota TNI memungkinkan mengalami hal baru yang dianggap tidak nyaman dalam kesehariannya yang menyangkut status kewibawaan jabatan yang biasa ditemui dalam dunia pekerjaannya kini tidak ditemui lagi, hal ini dikarenakan pengaruh hirarki dalam tubuh TNI sangat kuat. Sesorang yang menjadi seorang anggota TNI harus menjalani banyak tugas-tugas yang harus diembannnya guna mencapai jabatan yang lebih tinggi, semakin tinggi jabatan yang diembannya maka semakin besar pula pengaruh jabatan yang dimiliki seorang anggota TNI tersebut dan semakin kuat pula pengaruh hirarki yang dimilikinya terhadap bawahannya sesama anggota TNI atau sipil. Monk dkk,(2002), mengatakan suatu perkembangan tidak berhenti pada waktu orang mencapai kedewasaan fisik pada masa remaja atau kedewasaan sosial pada masa dewasa awal. Selama orang melewati setiap tahapan perkembangannya dari mulai bayi hingga dewasa akan selalu terjadi perubahan-perubahan pada cara berfikir mereka dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi, hal ini menyangkut pula bagaimana inidividu mengatasi masalahnya dalam hal memasuki masa pensiunnya, salah satu diantaranya adalah memperkuat kecerdasan spiritual individu itu sendiri, Danah Zohar dan Ian Marshall (dalam Agustian,2003) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Yaitu kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna di bandingkan dengan yang lain. Dalam Sukidi, (2004) kecerdasan spritual (SQ) mengambil tempat diseputar jiwa, hati (yang merupakan wilayah spirit), yang karenanya dikenal sebagai the soul s intelligence. Kecerdasan jiwa, hati yang menjadi hakikat sejati kecerdasan spiritual. Kuatnya pengaruh hirarki dalam tubuh TNI yang berkaitan dalam hal jabatan dan pengalaman tugas-tugas yang dijalani yang menyangkut tahapan-tahapan jabatan yang di embannya memungkinkan akan mempengaruhi masa dimana anggota TNI tersebut akan memasuki masa pensiunnya apalagi jika anggota TNI tersebut telah mencapai jabatan yang semakin tinggi atau telah mencapai jabatan menjadi seorang Perwira Tinggi (PATI) TNI dimana pada saat-saat memasuki masa pensiun tersebut mulai perlahan pengaruh-pengaruh yang kuat tadi tersebut akan mulai berkurang sehubungan dengan akan hilangnya segala atribut TNI yang dimiliki semasa jaya di dalam tubuh TNI itu sendiri. Hal yang dapat memungkinkan untuk mensinambungkan antara tuntutan dunia dan tuntutan akhirat seorang, sehingga individu tersebut memungkinkan tidak banyak mengalami suatu masalah yang berarti dalam hal memamsuki masa dimana dirinya sudah tidak terlalu dianggap produktif di dalam dunia pekerjaannya yang dikarenakan individu tersebut telah memiliki pandangan yang jelas tentang apa yang akan di hadapi dan dapat memaknai dari kenyataan yang harus diterimanya berkaitan dengan kecerdasan spiritual seseorang dimana kecerdasan spiritual seorang akan mempengaruhi segala hal yang menyangkut keduniaan menjadi sesuatu yang menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya dan hidup seseorang akan menjadi lebih bermakna dibandingkan sesuatu yang lainnya. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada PATI TNI yang akan menhghadapi pensiun, gambaran kecerdasan spiritual, faktorfaktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual dan proses perkembangan kecerdasan spiritual pada perwira tinggi TNI yang akan pensiun. TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual Menurut Zohar dan Marshall (2001), kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang bertumpu pada bagian dalam diri yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan yang individu gunakan bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. Menurut Abdullah (2004), bahwa kondisi spiritual seseorang itu dipengaruhi terhadap kemudahan dia dalam menjalani kehidupan. Jika spiritualnya baik, maka ia menjadi orang yang paling cerdas dalam kehidupan. Untuk itu yang terbaik bagi kita adalah memperbaiki hubungan kita kepada Allah, yaitu menguatkan sandaran vertical kita dengan cara memperbesar takwa dan menyempurnakan tawakal serta memurnikan pengabdian kita kepada-Nya. Sementara Khavari (2000), menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material kita-ruh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang semua manusia memilikinya. Individu harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosok sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan kecerdasan lainnya (kecerdasan intelegensi & kecerdasan emosi), kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas. Dengan nada yang sama Zuhri (dalam Nggermanto, 2001) memberikan definisi kecerdasan spiritual yang menarik. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi kecerdasan spiritual setiap orang sangat besar, dan tidak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan, atau materi lainnya. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah suatu bentuk dimensi non material dan merupakan kemampuan untuk mengkonfigurasi kehidupan walaupun elemennya baru yang yang dapat menghasilkan karya kreatif dalam berbagai bidang kehidupan dan merupakan kemampuan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. 2. Aspek Kecerdasan Spiritual Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual mengandung beberapa aspek yang merupakan cirri dari kecerdasan spiritual yang tinggi, yaitu : sikap ramah-tamah, kedekatan, keingintahuan, kreatifitas, konstruksi, penguasaan diri, dan religius. a. Sikap ramah-tamah, yaitu adanya minat bersosialisasi, menyesuaikan diri dengan kelompok, dan menikmati berbagai aktifitas kelompok. b. Kedekatan yaitu kebutuhan untuk memberikan cinta atau merasa dicintai. c. Keingintahuan, yaitu dorongan untuk menyelidik, tertarik dengan berbagai hal. d. Kreatifitas, yaitu membuat sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. e. Konstruksi, yaitu memiliki perasaan batiniah yang kaya, menekankan pada kontrol diri, harga diri. f. Penegasan diri yaitu berkaitan dengan pengabdian kepada masyarakat dan untuk kepentingan transpersonal. g. Religius, yaitu berkaitan dengan penemuan makna dan nilai dalam segala aktifitas. B. Pensiun 1. Pengertian Pensiun Menurut Aiken (dalam Afiatry, 2003) pensiun adalah proses yang menyebabkan penarikan dari pekerjaan dan menerima pemunduran dari tugas atau peran. Dwidjosoesastro (dalam Afiatry, 2003) berpendapat bahwa pensiun adalah pemberhentian yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang kepada pegawai dilingkungannya, karena sudah mencapai usia lanjut sehingga tidak lagi mampu bekerja dengan sempurna. Menurut Turner & Helms (1983) pensiun adalah suatu tahap kehidupan dengan tuntutan perilaku sendiri yang mana membutuhkan suatu aspek kesepian mental dalam menghadapi perubahan sosial dan ekonomi berupa pendapatan yang jauh berkurang bila dibandingkan semasa masih bekerja atau sebagai pejabat, serta membutuhkan penerimaan diri yang baik, bahwa masa ini benar-benar datang dari mereka yang bekerja sehingga tidak menimbulkan depresi dan frustasi serta stress pada diri individu. Maka dapat disimpulkan pula, pensiun adalah proses penarikan atau pemberhentian dari pekerjaan dan menerima pemunduran dari tugas atau peran yang dikarenakan sudah mencapai usia lanjut sehingga tidak lagi mampu bekerja dengan sempurna yang dilakukan oleh pejabat kepada pegawai dilingkungannya. 2. Tipe KepribadianTerhadap Menjelang Masa Pensiun. Menurut Reichard, Livson, dan Peterson (dalam Widyastomo, 1987) mengemukakan adanya lima tipe kepribadian sehubungan dengan adanya masa pensiun ini, yaitu: a. Orang yang matang (Mature Men). Mereka menerima dan menikmati masa tua sebaik mungkin, merasa hidupnya menguntung. Dalam masa persiapan pensiun, mereka mampu mendapatkan kepuasan dalam hubungan personal dan dalam aktivitas sehari-hari yang dilakukan. b. Orang yang bersikap pasif (Rocking-Chair Men). Mereka menerima masa persiapan pensiun sebagai masa untuk bersantai dan tidak melakukan aktivitas kerja lagi. Individu memandang masa tua sebagai kesempatan untuk bebas dari tanggung jawab dan menyalurkan kebutuhan-kebutuhan pasif mereka. c. Orang yang mempunyai defence kuat (The Armored Men). Mereka menekan kecemasan karena datangnya masa tua dan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap masa pensiun dengan cara mempertahankan aktivitas yang tinggi. Mereka mempunyai sistem pertahanan yang kuat berfungsi dengan baik untuk menekan perasaan cemas karena datangnya masa tua. d. Orang yang kecewa (The Angry Men). Mereka tidak mampu untuk menerima dirinya yang beranjak tua. Perasaannya didominasi oleh dendam karena gagal untuk mencapai tujuan atau kesuksesan hidup dalam masa tua ini dan biasanya mereka menyalahkan orang lain atas kegagalannya ini. e. Orang yang membenci dirinya sendiri (The Self Haters). Mereka juga menyesali kegagalan dan kekecewaan sebagaimana tipe kepribadian The Angry Men , tetapi mereka menyalahkan diri sendiri atas kegagalan itu. Ciri-ciri yang biasa tampil pada tipe kepribadian ini adalah depresi yang disertai oleh parasaan inadekuat dan ketidak-berartian. C. Perwira Tinggi TNI 1. Pengertian Perwira Tinggi TNI Menurut Poerwadarminta (1987) Perwira anggota tentara yang berpangkat di atas bintara, atau pangkat ketentaraan yang di atas bintara dimana perwira tinggi merupakan tingkatan ketentaraan yang tinggi kedudukannya (jendral, letnan jendral, mayor jendral). Menurut Poerwadarminta (1987) TNI merupakan pasukan dari pada orang-orang yang berperang atau kesatuan alat Negara yang terlatih untuk berperang. Maka dapat disimpulkan pula, Perwira Tinggi TNI adalah orang-orang yang merupakan alat kesatuan Negara yang terlatih yang berpangkat di atas bintara perwira tinggi dan merupakan tingkatan ketentaraan yang tinggi kedudukannya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yag berbentuk studi kasus dengan menggunakan triangulasi data, pengamat, teori dan metode. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang Perwira Tinggi TNI. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum dan observasi non participant. HASIL DAN ANALISIS A. Gambaran dan hasil analisis kasus Hasil Wawancara a. Subjek 1) Pelaksanaan Wawancara a). Wawancara ke-1 Hari / Tanggal : Sabtu, 30 Juli 2007 Waktu : 11.13 13.20 WIB Tempat : Rumah Jabatan Subjek Aspek Gambaran Kecerdasan Spiritual 1. Sikap Ramah Tamah a. Adanya Minat Bersosialisasi Dengan pensiun, ternyata tidak merubah minat subjek untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Subjek menyadari sepenuhnya bahwa dirinya adalah manusia yang memang membutuhkan bersosialisasi dengan dasar alasan bahwa kodrat manusia dari Tuhan YME adalah makhluk sosial . Jelas punya. Kita kan manusia, makhluk sosial sesuai dengan kodarat dari ALLAH SWT. Ya pasti ingin dong yang namanya bersosialisasi. Kalau manusia sudah tidak punya minat untuk bersosialisasi, nah itu sesuatu yang perlu dikhawatirkan . b. Dapat Menyesuaikan Diri dengan Kelompok Subjek meskipun memiliki komunitas baru, tapi subjek ternyata dapat beradaptasi dengan cukup mudah dan cepat. Faktor yang menyebabkan subjek mudah beradaptasi dengan orang-orangnya, lingkungannya, maupun aktivitasnya mungkin karena komunitas baru yang dipilihnyapun disesuaikan dengan kondisi diri subjek, ini merupakan keyakinan subjek dari apa yang Tuhan berikan kepada subjek. Sekali lagi saya tegaskan, komunitas saya yang sekarang adalah komunitas yang sesuai dengan kondisi diri yang ALLAH SWT berikan kepada saya sekarang. Jadi baik orang-orangnya, lingkungannya, maupun aktivitasnya, semuanya dapat saya ikuti dengan baik c. Dapat Menikmati berbagai Aktifitas Kelompok Subjek untuk dapat menikmati berbagai aktifitas kelompok, diperlukan sikap dapat menerima rahmat dan karunia Allah yang maha pemurah, sehingga apa yang di berikan Allah akan diterima dengan rasa mensyukuri. ..Demikian pula dalam berbagai aktifitas berupa kegiatan individu maupun kelompok, harus didasari dengan mensyukuri nikmat yang di berikan oleh yang maha kuasa, karena apabila hal itu tidak dihayati, niscaya apapun rizqi yang didapat dan diberikan Allah tidak akan dapat dinikmati . b). Significant Other 1) Pelaksanaan wawancara a) Wawancara ke 1 Hari / Tanggal Waktu Tempat 2) Hasil Wawancara : Senin / 6 Agustus 2007 : 18.30 20.00 WIB : Rumah Significant Other Aspek Gambaran Kecerdasan Spiritual 1. Sikap Ramah Tamah a. Adanya Minat Bersosialisasi F melihat bahwa dengan adanya pensiun, ternyata tidak merubah minat subjek untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Subjek menyadari sepenuhnya bahwa dirinya adalah manusia yang memang membutuhkan bersosialisasi. Yaa bapak memang selalu menjaga sikap ramah tamahnya dengan siapapun selagi masih saling hormat menghormatidalam bersosialisasinya . b. Dapat Menyesuaikan Diri dengan Kelompok Subjek meskipun memiliki komunitas baru, tapi subjek ternyata dapat beradaptasi dengan cukup mudah dan cepat.hal itulah yang F lihat, Faktor yang menyebabkan subjek mudah beradaptasi dengan orangorangnya, lingkungannya, maupun aktivitasnya mungkin karena komunitas baru yang dipilihnya pun disesuaikan dengan kondisi diri subjek. Yaa bapak memang sangat mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, ya mungkin karena bapak tidak suka pilah-pilih orang . c. Dapat Menikmati berbagai Aktifitas Kelompok F Mengatakan bahwa Subjek sudah sangat siap dalam masa pensiunnya salah satunya hal yang diperlukan adalah sikap dapat menerima rahmat dan karunia Allah yang maha pemurah, sehingga apa yang di berikan Allah akan diterima dengan rasa mensyukuri. Bapak dalam menikmati aktifitas dalam kelompoknya adalah dengan jalan selalu mensyukuri dengan apa yang ada dan apa yang dimiliki bapak . B. Pembahasan Perubahan dalam Menghadapi Masa Persiapan Pensiun Berdasarkan data yang diperoleh maka bahwa subjek merasakan perubahan baik aktivitas maupun fasilitas. Berubah dari penuh kegiatan menjadi tidak berkegiatan, termasuk ditariknya fasilitas yang selama ini diberikan kepada subjek., Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kecocokan antara data yang diperoleh dari subjek dengan teori yang dikemukan oleh Turner dan Helms (dalam Widyastomo, 1987) yang mengatakan bahwa ada 5 perubahan yang terjadi pada karyawan dalam menghadapi masa persiapan pensiun, yaitu: a. Berkurangnya sumber-sumber keuangan (loss finance). Berkurangnya sumber keuangan ini merupakan dampak langsung dari tidak bekerjanya seseorang. Sebagai contoh, di Indonesia berdasarkan UU No.11 tahun 1969, besarnya uang pensiun maksimum adalah 75 % dari gaji pokok yang terakhir diterimanya. Bagi sejumlah orang, bisa berakibat pada berubahnya pola hidup atau gaya hidup individu maupun keluarganya. Disini masalahnya apakah individu sudah mempersiapkan aktivitas atau usaha tertentu yang dapat mengkompesir kekurangan tersebut atau harus ada perubahan dalam gaya hidup agar pendapat saat ini bisa sesuai. Hal ini dapat dilihat dari data subjek yaitu yang mana subjek mengatakan bahwa terjadi perubahan dalam hal keuangan namun tetap mensyukuri kepada Tuhan YME. b. Berkurangnya harga diri (loss of self esteem). Penelitian menunjukkan bahwa pada individu yang masih bekerja memiliki derajat esteem yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang pensiun (Keith, Dobson, Goudy & Powers, dalam Wiyastomo, 1987). Hal-hal yang terpengaruh bila terjadi penurunan harga diri adalah: 1). Rasa ketergolongan (feeling of belonging) yaitu perasaan diterima, diakui dan dihargai oleh kelompoknya (keluarga, masyarakat, pekerjaan). 2). Rasa keberdayaan (feeling of competence). Setelah pensiun, mungkin individu mengalami perasaan tidak mampu atau berdaya terhadap tugas-tugas yang biasa dilakukan sebelumnya. 3). Rasa kebergunaan diri (feeling of worthwhile). Perasaan ini berpengaruh dalam menggambarkan keadaan diri sebagai bermakna atau tidak dalam keseluruhan kehidupannya. Perasaan ini dipengaruhi oleh penerimaan dan penghargaan orang lain terhadap diri dan bagaimana individu memandang dirinya sendiri. Mengenai berkurangnya harga diri pada diri subjek dapat dilihat dari data yang didapat dari subjek yaitu kehilangan tugas yang berarti dirasa wajar dikarnakan berkurangnya rutinitas tugas dan penghargan yang pernah ada dengan cara mengikhlaskan hanya kepada Tuhan YME, dan Significant other juga mengatakan hal serupa yaitu perubahan dalam hal dihargai hanya merupakan efek dari apa yang status yang pernah dimiliki. c. Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan (loss of work-oriented social contact). Hubungan dengan teman sejawat maupun bawahan biasanya berkurang karena saat ini individu bukan lagi pejabat dilingkungan pekerjaan tersebut. Padahal mungkin sekali bahwa individu tersebut mendapat keuntungan atau penghargaan dari lingkungan pekerjaan atas dasar kedudukkannya terdahulu. Hal ini nampak dari banyaknya pensiunan yang mencari aktivitas baru pada lingkungan baru, mengenai rasa berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu tidak ada rasa untuk menutup diri baik dari subjek maupun keluarga,karena bahwa semua sudah diatur oleh Tuhan sehingga menjadi ikhlas dengan semua yang terjadi dan mempertimbangkan dengan dasar ridho dari Tuhan YME. Kehilangan tugas yang berarti (loss of meaningfull task) Pekerjaan yang dilakukan dahulu mungkin merupakan pekerjaan yang menimbulkan kepuasan dan keberartian diri. Dengan memasuki masa pensiun, segala atribut mesti ditanggalkan, begitu pula dengan pekerjaan yang menimbulkan kepuasaan tersebut. Gejala ini jelas terlihat pada individu yang sangat terlibat dan dalam posisi manajerial, sedangkan bagi pekerjaan rutin dan membosankan, perasaan ini mungkin tidak terlalu dirasakan. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek merasakan kehilangan tugas yang berarti dirasa wajar dikarnakan berkurangnya rutinitas tugas dan penghargan yang pernah ada dengan cara mengikhlaskan hanya kepada Tuhan YME. e. Kehilangan kelompok referensi (loss of reference group) Individu terkadang mengidentifikasikan diri dengan kelompok sosial yang dibanggakannya atau yang berarti bagi dirinya, misal kelompok bisnis atau profesi. Kelompok ini bisa menjadi sumber bagi evaluasi diri serta menggali nilai dan tujuan. Mengenai hal kehilangan kelompok referensi dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek rasa kehilangan dari pengakuan lingkungan yang dibanggakan memang semakin menghilang namun tetap dapat menjaga komunikasi dengan lingkungan yang baru dengan cara mengikhlaskan semua dan meyakini bahwa semua sudah diatur oleh Tuhan, begitu juga significant others mengatakan hal serupa yaitu significant others melihat bahwa subjek merasakan kehilangan dari kelompok sosial yang dibanggakannya dikarenakan akan pensiun dan subjek juga tetap menjaga komunikasi dengan lingkungan yang barunya. 2. Kecerdasan Spiritual Berdasarkan data yang diperoleh dari subjek maka subjek memilki kecerdasan spiritual yang tinggi, hal ini sesuai dengan teori yang tersebut dikemukakan oleh Zohar dan Marshall (2001) bahwa kecerdasan spiritual mengandung beberapa aspek yang merupakan ciri dari kecerdasan spiritual yang tinggi, yaitu : sikap ramah-tamah, kedekatan, keingintahuan, kreatifitas, konstruksi, penguasaan diri, dan religius. h. Sikap ramah-tamah, yaitu adanya minat bersosialisasi, menyesuaikan diri dengan kelompok, dan menikmati berbagai aktifitas kelompok. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek merasa masih berminat untuk bersosialisasi dengan komunitas atau kelompok yang baru atasa dasar keyakinan bahwa kodrat manusia yang diberikan ALLAH SWT adalah makhluk sosial kemudian significant others juga mengatakan serupa yaitu subjek selalu berusaha untuk mencari komunitas yang baru. i. Kedekatan yaitu kebutuhan untuk memberikan cinta atau merasa dicintai. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek pada masa pensiun membuat subjek memiliki banyak waktu untuk berbagi untuk keluarga yang tadinya tidak ada, ini merupakan rasa tanggung jawab dan rasa syukurnya kepada Tuhan YME. Keingintahuan, yaitu dorongan untuk menyelidik, tertarik dengan berbagai hal.Hai ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek tetap tertarik pada hal-hal baru di lingkungan sekitar subjek kemudian significant others juga mengatakan hal serupa yaitu subjek memang tertarik pada hal-hal baru. j. Kreatifitas, yaitu membuat sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya.Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu Subjek hanya mampu menghasilkan ide dan benda baru karena terbatasnya kemampuan, namun tetap berkreatif dalam hidupnya atas dasar meyakini keratif merupakan salah satu sifat Tuhan. k. Konstruksi, yaitu memiliki perasaan batiniah yang kaya, menekankan pada kontrol diri, harga diri, Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek semakin mnedekatkan diri dengan Allah SWT dan menjadi lebih baik dalam hal mengkontrol dirinya dan significant others juga mengatakan hal serupa yaitu significant other melihat bahwa subjek semakin memantapkan dirinya dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. l. Penegasan diri yaitu berkaitan dengan pengabdian kepada masyarakat dan untuk kepentingan transpersonal.Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu rasa pengabdian diri subjek terhadap masyarakat tidak berkurang meski telah memasuki masa pensiun. Yang biasa menjadi tugasnya, sekarangpun sebisanya masih dia lakukan untuk beramal sholeh, kemudian significant others juga mengatakan hal serupa yaitu significant other melihat bahwa subjek cenderung menjadi lebih sering melakukan kegiatan yang sifatnya lingkungan sosial dan bentuknya beramal. m. Religius, yaitu berkaitan dengan penemuan makna dan nilai dalam segala aktifitas. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu mampu menerima apabila mendapat kejadian yang buruk sekalipun dengan dilandasi oleh keyakinan bahwa seperti apa yang tertulis di dalam Al-Quran kemudian significant others juga mengatakan hal serupa yaitu subjek memaknai segala kejadian yang ada dalam kesehariannya dengan keikhlasan kepada Allah SWT. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual Berdasarkan data yang diperoleh dari Subjek maka Subjek memilki kesesuaian dengan teori dalam hal faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual subjek di masa sekarangnya,kesesuain teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual tersebut dikemukakan Zohar dan Marshall (2001) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual, diantaranya adalah : Motif, kesadaran diri, dan disiplin. a. Motif, sebagian orang menyebutnya niat atau tujuan hidup; adalah energi jiwa yang sangat besar. Motif menggerakkan potensi dari permukaan atau lapisan ego. Melalui motif itulah seseorang bertindak. Dengan demikian motif yang baik seseorang akan memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi.Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek merasa adanya hubungan yang erat antara motif yang dimilikinya dalam hidup dengan pendekatan diri terhadap Allah SWT, Hal serupa dikatakan oleh significant others yaitu melihat bahwa subjek tetap memiliki motivasi untuk hidup walau sudah memasuki tahap pensiun. b. Memiliki kesadaran diri, bahwa ada kekuatan lain Yang Maha Besar selain ALLAH SWT sehingga akan membuat diri selalu berusaha untuk bertindak dengan baik dan benar. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu Subjek tetap ingin merasa ingin melakukan hal-hal yang benar dan baik, kemudian significant others juga mengatakan hal serupa yaitu sejak dulu, subjek memang suka melakukan hal-hal yang baik dan benar c. Disiplin, disiplin dalam melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek tetap berusaha untuk selalu disiplin dalam segala hal, significant others juga mengatakan hal serupa yaitu significant others tetap merasakan kedisiplinan dari diri subjek. Sedangkan menurut Abdullah (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual diantaranya adalah menyempurnakan rasa takwa serta memurnikan pengabdian kepada-Nya dengan cara : Meluruskan niat, berdoa sebelum melangkah, menjaga keimanan dan kebersihan hati. a. Meluruskan niat, sesungguhnya niat seseorang itu berpengaruh terhadap langkah yang akan ditempuh selanjutnya. Niat yang benar akan mendatangkan kesudahan yang baik ketika semuanya dilakukan diatas aturan yang benar, sementara niat yang buruk akan mendatangkan kesudahan yang buruk, dan orang tidak akan mendapatkan sesuatu kecuali sesuai dengan apa yang diniatkan. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu dalam mengambil langkah-langkah apa yang akan ditempuh harus berdasarkan untuk kebaikan dan selalu meminta perlindungan dari Allah, sehingga apapun hasilnya kita sandarkan kepada Allah, kemudian significant others juga mengatkan hal serupa yaitu bahwa subjek menjalani aktifitas keseharian setiap langkah yang dijalankan harus disertai keyakinan bahwa yang dilakukan adalah ibadah, dengan demikian kita melakukannya dengan sungguh-sungguh. b. Berdoa sebelum melangkah, jika kita ingin mendapatkan kemudahan, kita harus berdoa terlebih dahulu kepada Tuhan agar dihindarkan dari segala keburukan, serta ditolong dan dimudahkan dalam meraih apa yang kita inginkan. Atau dengan kata lain kita diberi keselamatan diawal dan kesudahannya, dan orang yang tidak mau meminta kepada Tuhan akan dibenci oleh-Nya, karena hal itu menunjukkan keangkuhan diri kita. Padahal sebenarnya diri kita sangat lemah. Sementara itu kalau seorang hamba mau berdoa kepada-Nya maka dia akan dicintai-Nya. Karena dengan meminta kepada Tuhan berarti mengakui bahwa dirinya lemah dan Tuhanlah Yang Maha Kuat. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu bahwa subjek dengan niat dan doa yang dimiliki subjek maka kemudahan dan pertolongan akan selalu mengiringinya, significant c. others juga mengatakan hal serupa yaitu membenarkan dengan doa, kita wajib memohon kepada Allah dalam setiap langkah perbuatan yang kita lakukan. Menjaga keimanan dan kebersihan hati, salah satu indikator bahwa seseorang memiliki kecerdasan spiritual yang baik adalah apabila dirinya memiliki keimanan yang kokoh, serta hatinya bersih dari segala macam penyakit hati (seperti iri, dengki, sombong, dll) termasuk pula bersih dari semua keinginan yang buruk. Maka untuk menuju kepuncak spiritual, seseorang ditunut untuk meneguhkan keimanan yang ada didalam dada serta seniantiasa membersihkan dan menjaga kebersihannya. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari subjek yaitu subjek meyakini dirinya bukanlah manusia yang sempurna oleh karena itu untuk menjaga keimanan dilakukan dengan banyak belajar dalam kehidupannya dan yang diyakini adalah tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dari Allah SWT serta tetap selalu menjaga kebersihan hati, significant others juga mengatakan hal serupa yaitu subjek tetap menjaga keimanannya dengan jalan menjaga keimanan dan kebersihan hati yang subjek miliki dengan selalu berusaha menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perubahan-perubahan dalam Menghadapi Masa Pensiun Subjek merasakan perubahan yang besar, baik aktivitas maupun fasilitas. Berubah dari penuh kegiatan menjadi tidak berkegiatan, termasuk ditariknya fasilitas yang selama ini diberikan kepada subjek, namun subjek dapat mensyukuri dari semua kenyataan yang diterimanya kepada Tuhan YME. Menurunnya status ekonomi, mempengaruhi gaya hidup subjek. Karena pensiun, secara otomatis gaji yang didapat subjek juga menurun. Hal ini membuat subjek harus merubah gaya hidup keluarganya. Namun, subjek berhasil memberikan pengertian pada keluarganya hingga semua perubahan tersebut menjadi hal yang wajar dan harus dapat menikhlaskan semua kepada Tuhan YME. Dalam penghargaan yang didapat dari lingkungan sekitar, subjek masih terus mendapatkannya meski telah memasuki masa pensiun. Ini disebabkan karena subjek masih tetap membantu orang-orang disekitarnya meski terbatas pada kemampuannya yang sekarang, namun subjek tetap menjaga hubungan ukhuwah islamiahnya serta meyakini rahmat manusia sebgai makhluk sosial yang ditentukan oleh Tuhan YME. Berkurangnya kontak sosial secara otomatis, karena berubahnya komunitas subjek, sehingga membuat subjek menjadi lebih ikhlas dalam meyakini kenyataan yang diterimanyadan meyakini semua hal tersebut merupakan kehendak dari tuhan YME. 2. Kecerdasan Spiritual Subjek memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi meski telah memasuki masa pensiun yaitu dari sikap ramah tamah, kedekatan, keingintahuan, kreatifitas, konstruksi, penguasaan diri, dan religinya. Karena subjek memiliki minat untuk bersosialisasi membuat subjek menjadi orang yang tetap mampu membuka diri dan beradaptasi untuk lingkungan baru termasuk orang-orangnya dan aktivitasnya dengan landasan rasa syukur, tanggung jawab, dan terus berbuat amal sholeh dan mendekatkan diri dengan Tuhan YME.. Pensiun membuat subjek memiliki banyak sekali waktu luang dan menjadikan subjek dapat berbagi, peduli dan memberikan perhatian pada keluarga dan orang terdekatnya, hal ini dikarena subjek meyakini bahwa perhatian yang diberikan tersebut merupakan tanggung jawab kepada Tuhan YME dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhiratnya kelak. Kemampuan subjek menurun dalam fisik dan mental, menjadikan subjek tetap dapat membuat ide dan benda baru namun terbatas hanya dengan kemampuannya, hal yang mempengaruhi subjek tatap berkreastifitas adalah atas dasar subjek ingin tetap menjalani salah satu sifat yang dimiliki oleh Tuhan YME yaitu kreatifitas yang kemudian subjek menjadi lebih bisa mendekatkan diri dengan Allah SWT dan menjadi ikhlas dalam menerima segala kejadian yang ada di kehidupannya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual Subjek sejak dulu memang selalu ingin melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupannya, dan ini tidak berubah meskipun subjek sekarang telah pensiun. Ini disebabkan oleh kedekatannya dengan Allah SWT. Kedisiplinan dalam melakukan pekerjaannya, membuat subjek menjadi orang yang disiplin dalam hampir segala hal. Bahkan kedisiplinan subjek diterapkan juga pada seluruh anggota keluarganya. Ketakwaan yang dimiliki subjek tidak hanya sebatas berdoa pada Allah SWT, namun juga berdoa dan berniat baik setiap akan melakukan sesuatu, menjaga keimanan dan kebersihan hati yang subjek miliki dengan selalu berusaha menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. B. Saran Berdasarkan proses dan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Subjek Sehubungan dengan keadaan subjek untuk memasuki masa pensiun maka diharapkan subjek tetap dapat memaksimalkan diri dalam hal kecerdasan spiritual, hal ini dikarenakan agar subjek lebih bisa memaknai masa pensiunnya di kemudian hari menjadi siap dan tidak menjadikannya suatu masalah yang berarti terutama dalam hal psikologisnya. 2. Bagi PATI TNI Kepada para PATI (Perwira Tinggi) TNI agar dapat mempersiapkan masa pensiun dengan sesuatu yang dapat menimbulkan ketenangan baik secara batin maupun jiwa individu yang bersangkutan salah satu jalan menuju ketenangan itu dapat melalui mempertajam kecerdasan spiritual dirinya guna menghilangkan kekhawatiran individu yang akan menghadapi masa pensiun khususnya seorang PATI TNI. 3. Bagi Keluaga Subjek Diharapkan kepada kelurga yang memiliki hubungan emosional dan menjaga agar subjek tetap mengasah spiritualnya agar subjek dapat selalu memberikan dan mempertahankan keharmonisan dalam kehidupannya sehingga subjek merasa tidak menjadi masalah yang berarti dalam masa purna tugasnya dalam mengemban sebagai PATI TNI. 4. Bagi Penelitian Selanjutnya Berhubung pada penelitian ini subjeknya merupakan seorang PATI TNI mka disarankan untuk pengambilan penelitian yang masih menyangkut seorang TNI dengan tingkatan pangkat TNI yang lainnya serta diikutsertakan sebagai subjek penelitian dan dapat dibandingkan hasilnya. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M.U. (2004). Meledakkan IESQ dengan langkah takwa & tawakal. Jakarta : Zikrul. Afiatry, D. (2003). Efektivitas pelatihan pra-purnabakti dalam mengurangi kecemasan karyawan menjelang masa pensiun. Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Agustian, A.G. (2003). ESQ : Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual. Cetakan Kesepuluh. Jakarta : Arga. Agustian, A.G. (2003). Rahasia sukses membangkitkan ESQ power. Jakarta : Arga. Creswell, J.W. (2003). Research design: Qualitative and quantitative approaches. Thousand Oaks: Sage Publication. Danandjaja, J. (1994). Antropologi psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Dinas Penerangan Angkatan Laut (2007). Buku pedoman TNI AL.( Tidak diterbitkan). Hurlock, E.B. (1997). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soejarwo. Jakarta : Erlangga. Kartono, K. (1981). Patologi sosial gangguan-gangguan kejiwaan. Jakarta: Rajawali Pers Khavari, K. (2000). Spiritual intelligence. Ontario : White Mountain Publication. Marshall, C & Rossman,G.B. (1989). Designing qualitative research. London : Sage Publication. Moleong, L.J. (1996). Metodologi penelitian kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Monks, P.J, Knoers, A.M.P & Haditono, S.R. (2002). Psikologi perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Nashori, S & Mucharam, R.D. (2002). Mengembangkan kreativitas : Dalam perspektif psikologi islami. Yogyakarta : Menara Kudus. Nawawi, H. (2005). Metode kualitatif. Cetakan kesebelas. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nggermanto, A. (2001). Quantum quetiont (kecerdasan kuantum) : Cara praktis melejitkan IE, EQ, SQ yang harmonis. Bandung : Nuansa. Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga pengembangan sarana pengukuran dan pendidikan psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universita Indonesia. Poerdarminta, W.J.S. (1987). Kamus umum bahsa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Suharsono. (2004). Akselerasi inteligensi : Optimalkan IQ, EQ, SQ. Jakarta : Inisiasi Press. Sukidi. (2004). Rahasia sukses hidup bahagia kecerdasan spiritual : Mengapa SQ lebih penting daripada IQ dan EQ. Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Turner & Helms. (1983). Life span development. Second Edition. Orlondo: Hardcourt Brace College. Turner & Helms. (1987). The deppression of widowhood. British Journal of Psychiatry. Edisi 7. Hal 83. Viera, W.E, Parkinson, C.N, & Rustomji, M.K. (1990). Masa pensiun yang bahagia. Jakarta.: Binarupa Aksara. Widyastomo, B. (1987). Kebahagian perkawinan dalam masa pensiun: studi deskriptif berdasarkan skala ramsay pada suami istri. Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Widyawati, Y. ( 2004). Pengaruh kelebihan berat badan terhadap citra tubuh pada pria dan wanita. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas psikologi Gunadarma. Wikipedia (2007). http : // www.wikipedia.com/pensiun/.htm. Zohar, D. & Marshall, I. (2001). SQ : Memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam berfikir integralistik dan holistik untuk memaknai kehidupan. Jakarta : Mizan. This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.