Metode Sederhana dan Praktis Pengujian

advertisement
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratoriurn Terpadu Faku!tas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor dan Unit Pengujian Mutu Serum PT. Bio Farma (persero),
Bandung selarna kurang lebih 2 tahun.
Bahan Penelitian
Isolat Bakteri
Penelitian ini menggunakan 43 isolat lapang S. aureus yang diisolasi dari sapi
terkena mastitis subklinis (1 1 isolat), dari manusia yang terinfeksi S. aureus (32
isolat: 4 isolat dari penderita infeksi saluran nafas atas yang diperiksa di Bagian
mkrobiologi FKUI dan 28 isolat dari penderita infeksi nosokomial di Rumah Sakit
Husada, Jakarta), 4 isolat Kronvall A,B,C,D dan
S. aureus Cowan I (sebagai
kontrol positif sekaligus pembanding). Sedangkan untuk kontrol negatif digunakan
isolat S. epidermidis.
Untuk Ag vaksin digunakan Streptococcus Grup C 5.60
(SGC 5.60).
Hewan Percobaan
Sebagai sumber darah untuk media, digunakan 2 (dua) ekor domba dan untuk
pengujian serologis digunakan 3 ekor kelinci dan 2 ekor ayam.
Media Biakan
Bakteri ditumbuhkan pada agar darah (Blood agar base, ~ i f c o ~
US
, A),
subkultur dilakukan setiap 3 minggu.
Untuk tujuan uji-uji tertentu, bakteri
dibiakkan dalam media cair (Todd Hewitf BrothITHB, ~ i f c o USA)
~,
atau Brain
Heart Infusion/BHI ( ~ i f c o ~
USA).
,
Bahan Reidentifikasi
Nutrient agar, manitol, NaCl fisiologis, larutan
H202,
brom cresol purple,
akuades, alkohol70% dan 96%, pewarna Gram.
Bahan-bahan lain
Bahan yang dipakai meliputi bahan-bahan untuk identifikasi bakteri, DEAE
(dietilaminoetil) Sephacel, SDS PAGE (sodium dodesil sulfat poliakrilarnida gel
elektroforesis), Soft Agar, Dot Blot, afinitas kromatografi, ekstraksi protein dan
pengawetan. Larutan bufer PBS (Phosphate Buffer Saline), methanol, ethanol, achloronaphtol, Hexadecane, bromsian (BrCN), NaOH 1 N, amonium sulfat, glisin,
acrylamide,
bisacryIamide,
TRIS-HCl,
SDS 20%,
sodium dodecylsulphate,
TEMED (Tetra metil etilendiarnin), comassie-blue (R250, Serva, Germany),
phenol-red, kertas nitroselulose, bromtymol blue, forrnaldehyda.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan berupa api bunsen, Bse platina, tabung reaksi beserta
raknya, petri dish, tabung Eppendorf dan raknya, gelas ukur berbagai volume, alat
~,
pipet
suntik disposable tuberkulin dan volume 2,5 sampai 10 ml ( ~ e r u m o Japan),
Pasteur, pipet kaca, kaca pengaduk, vortex (Vortex Genie K-550 GE, USA), sentrifus
(Sorvall S S - 3 Automatic, USA), kulkas dan freezer, inkubator ( ~ e m m e r t Germany),
~,
penangas
air, gelas obyek dan penutupnya, hemositometer, mikroskop cahaya dan
kameranya (Olympus BH-2), kamera (Pentax, Japan), alat untuk elektroforesis
(sigmam, USA), kaki tiga dan kasa untuk memanaskan, autoklaf, kandang hewan
percobaan, pipet otomatis 5-50 p1 dan 200-1000 pl saluran tunggal
(Finnpipette,
Labsystem, Finland) dan pipet otomatis 4 saluran (Titertek, Finland) beserta tip dan
asesoris lainnya,
tabung sentrihs (Corning, USA) dan adaptomya, mikrotiter plate
(Nunc), spektrofotometer (Spectronic 20, USA).
Metode Penelitian
A. Reidentifikasi Bakteri
Bakteri ditumbuhkan pada perbenihan agar darah selama 18 jam pada 37OC,
bentuk koloni dan pola hemolitik yang dihasilkan diamati secara makroskopik.
Susunan dan bentuk scl diamati secara mikroskopik dengan pewarnaan Gram
(Carter, 1986). Selanjutnya penentuan spesies bakteri, dilakukan dengan cara : uji
glukosa, manitol, katalase dan koagulase.
Uji glukosa dilihat dengan menumbuhkan bakteri pada perbenihan cair gula-
gula gIukosa (mengandung indikator brom cresol purple), diinkubasi pada 37OC
selama 18-24 jam.
Hasil positif akan ditunjukkan dengan adanya kekeruhan dan
perubahan warna media dari ungu menjadi kuning, pembentukan gas dapat dilihat
pada tabung Durham.
Uji manitol dilihat dengan menumbuhkan bakteri pada perbenihan cair gulagula manitol (mengandung indikator brom cresol purple), diinkubasi pada 37OC
selama 18-24 jam.
Hasil positif akan ditunjukkan dengall adanya kekeruhan dan
perubahan warna media dari ungu menjadi kuning, pembentukan gas dapat dilihat
pada tabung Durham.
Uji I~atalasedilakukan dengan menuangkan larutan Hz02 di atas bakteri yang
tumbuh subur pada perbenihan agar miring.
Pembentukan gelembung udara
(pelepasan Oz) menunjukkan hasil uj i positif.
Koagulase dilakukan dengan cara tabung (tube coagulation test). Kultur
bakteri ditumbuhkan dalam 0.1 ml
kaldu BHI
pada 37°C selama 18-24 jam.
Kemudian ditarnbahkan 0.5 ml plasma kelinci dan dicampur, diinkubasi kembali
pada 37°C dalam penangas air (water-bath) selama 4 jam. Terjadinya pembekuan
menunjukkan hasil positif.
B. Penentuan kandidat
Penentuan kandidat dari sampel yang akan diteruskan adalah satu isolat S.
aureus asal manusia, satu isolat S. aureus asal hewan dan satu isolat S. aureus
Cowan I sebagai pembanding dengan melalui Salt Agregation Test (uji agregasi
dengan larutan amonium sulfat1SAT) dan Dot Blot.
Salt Agregation Tesf (SAT)
Uji ini bertujuan untuk mengamati keberadaan protein di permukaan sel
bakteri. Sel bakteri dengan permukaan yang didominasi oleh protein akan mudah
diendapkan dengan larutan amonium sulfat konsentrasi rendah
(hidrofob),
sebaliknya sel bakteri yang memiliki kapsul polisakarida sulit diagregasi dengan
larutan amonium sulfat yang hidrofil (Wibawan dan Lammler, 1990). Prosedur uji
ini adalah sebagai berikut.
Bakteri dibiakkan pada 50 ml THB, lalu diinkubasi
pada 37OC selama 18-24 jam. Suspensi bakteri disentrifus pada 3000 rpm selama
15 menit, kemudian supernatan dibuang.
Pelet (sedimen) yang telah dicuci
disuspensikan dalam PBS dan ditentukan secara fotometrik (A
/ 600, 0,9),ini
setara dengan kandungan sel sebesar 101° per ml (WadstrBm e f al.. 1984).
Sebanyak 25 pl suspensi bakteri dicampurkan di atas gelas obyek dengm 25 pl
larutan amonium sulfat dengan konsentrasi masing-masing 0.2, 0.4, 0.8, 1.6 dan
3.2 M (Molar). Campuran dihomogenkan dengan cara menggoyang-goyang gelas
obyek selama 2 menit, kemudian dilakukan pembacaan h a d . Ilasil positif ditandai
dengan adanya agregasi se1 bakteri.
Sedangkan reaksi negatif apabila suspensi
tetap jernih (Lindahl et al., 1981). Sebagai kontrol positif, bakteri berasal dari S.
aureus Cowan I sekaligus sebagai pembanding dan untuk kontrol negatif, bakteri
berasal dari S. epidermidis.
Dot Blot
Kertas nitroselulose yang telah diberi lajur-lajur ditetesi dengan isolat bakteri
kemudian
keringkan
dengan pengering
(hair dryer).
Setelah itu kertas
nitroselulose direndam dalam susu skim yang telah diencerkan 10 kali selama 45
menit pada suhu kamar.
Selanjutnya kertas nitroselulose dicuci dengan larutan
PBS sebanyak dua kali, kemudian diinkubasi dengan serum kelinci selama satu
jam pada suhu kamar dan diikuti pencucian dengan larutan PBS sebanyak dua kali.
Kemudian direndam dalam larutan konyugat (25 pl konyugat + 5 ml larutan PBS)
selama satu jam, dan diikuti pencucian kembali dengan larutan PBS sebanyak dua
kali. Agar hasil reaksi dapat dibaca, kertas nitroselulose tersebut direndam dalam
larutan a-chloronaphtol (9 ml a-chloronaphtol
ditambahkan 2 ml
H202
+3
ml metanoI
+ 25 mi PBS) yang
3% dan ditunggu beberapa saat sampai muncul wama
hitam (reaksi positif).
Konyugat yang dipakai adalah serum tikus yang
mengandung anti antibodi kelinci dan diberi penanda peroksidase (Wibawan,
1993).
C. Purifikasi d a n Karakterisasi Protein A.
1. Aiinitas kromatografi.
afinitas kromatografi.
Untuk keperluan isolasi protein A perlu dibuat matriks
Matriks aktif dibuat dengan mengaktifkan nitroselulose
dengan bromsian (Br-CN) sebagai berikut : Potongan kertas nitroselulose (8x8
cm) dimasukkan dengan pinset ke dalam beaker glass berisi larutan bufer (PBS
10 ml) pada suhu 4°C. Ditambahkan bromsian (Br-CN) sebanyak kurang lebih 23 gram, sehingga pHnya sekitar 11-15. Kestabilan pH dijaga selama 45-60 menit
(dengan pemberian NaOH pekat) sambil digoyang-goyang.
Kemudian cairan
dibuang, kertas nitroselulose dicuci dengan akuades atau larutan PBS dengan
ulangan 6-8 kali. Permukaan kertas nitroselulose (matriks) ditetesi larutan PBS (k
5 ml), selanjutnya ditambahkan serum kelinci sebanyak 2 ml dan diinkubasi pada
suhu 25"-27°C selama 24 jam. Matriks aktif dicuci dengan akuades atau larutan
PBS untuk menghilangkan imunoglobulin yang tidak terikat oleh bromsian.
2. Ekstraksi protein A.
Bakteri ditanam pada perbenihan THB (100 ml) dan
diinkubasi pada 37°C selama 18-24 jam. Inokulum disentrifus (1000-3000 rpm)
selama 10 menit.
Pelet (sedimen) yang mengandung whole cell diambil,
sedangkan supernatan dilanjutkan untuk proses C.3.
Kemudian pelet diekstraksi
dengan enzim lisosim yang ditambahkan (4000 unitlml suspensi).
Didiamkan
selama 2-24 jam dan dinetralisasi dengan phenol red dan 0.1 N (Normal) NaOH
(pH 7-7.5), dilanjutkan dengan sentrifus (1000 rpm) selama 5-10 menit, supernatan
(ekstrak protein A) disimpan dalam tabung Eppendorf.
3. Presipitasi amonium sulfat. Supernatan yang dihasilkan pada C.2. diambil dan
diendapkan dengan amonium sulfat, (NH4)2S04. 472 gradliter selama 18-24 jam
dengan stirrer. Endapan disuspensi dengan 5 ml larutan PBS dan didialisa selama
18 jam terhadap akuades pada suhu 4°C.
4. Isolasi Protein A dengan matriks nitroselulose aktif. Ekstrak yang mengandung
protein A diinkubasikan dengan matriks nitroselulose aktif selama 45-60 menit,
kemudian dibasuh dengan PBS untuk menghilangkan material yang melekat pada
matriks. Ikatan spesifik antara protein A dan matriks dielusi dengan 2 mI 0,l M
glisin-HC1 pada pH 2.5, kemudian dinetralisasi dengan larutan
NaOH 0,l N
hingga mencapai pH 7.5. Hal yang sama dilakukan pula terhadap presipitat protein
yang dihasilkan dari pengendapan amonium sulfat. Karakterisasi protein A
dilakukan dengan Dot Blot dan elektroforesis SDS-PAGE.
5. Eiektroforesis SDS-PAGE.
Untuk mengetahui pola protein permukaan sel
bakteri S. aureus dilakukan elektroforesis SDS-PAGE terhadap ekstrak protein A.
Pembuatan gel pemisahlrunning gel (1 1%) terdiri dari : (1) 3,7 ml akrilamid yang
terdiri dari 30% akrilamid dan O,8% bisakrilamid (Sigma, Deisenhafen, Germany),
( 2 ) 3,7 ml akuades, (3) 2,5 ml Tris-HC1 2 M pH 8.8, (4) 25 p1 larutan SDS 20%
(5) 5 p1 TEMED (tetra metil etilendiamin, Serva, Germany), ( 6 ) 50 pl larutan
amonium persulfat (100
mg/ml akuades), yang diberikan terakhir sebelum gel
dicetak. Setelah gel pemisah membeku, disiapkan gel penyumpul (stacking ge/)
yang terdiri
dari
: (1)
0,65 ml akrilamid dengan komposisi seperti untuk
pembuatan gel pemisah, (2) 3 ml akuades, (3) 1,25 ml Tris-HCI 0.625 M pH 6.8,
(4) 25 pl larutan SDS 20%, (5) 5 pl T E E D , (6) 25 pl larutan amonium persulfat
(100 mg/ml akuades), yang diberikan terakhir sebelum gel dicetak. Preparasi gel
pengumpul dicetak dengan bantuan 'sisir' (comb) untuk membuat sumur-sumur
tempat memasukkan sampel yang akan dipisahkan.
Setelah gel membeku, sisir
diangkat. Preparasi sampel menggunakan bufer sampel yang terdiri dari 2,5 ml
SDS 20%, 1 ml gliserin, 1 ml Tris-HC1 0.625 M pH 6 . 8 , 2,s ml PMSF (fenil metil
sulfonil fluorida) 40 mM, 1,8 gram urea dan 50 p1 biru brom timol. Sebanyak 50
pl sampel dicampur dengan 25 p1 bufer sampel yang terdiri dari 80 mg Tris, 5 mI
gliserin, 500 mg SDS dan 1,25 ml merkaptoetanol Cjika perlu dipanaskan
suhu 80°C selama 5 menit untuk denaturasi contoh).
pada
Sebanyak 10 p1 sampel
dimasukkan ke dalam sumur-sumur yang telah tersedia pada gel. Proses pemisahan
protein menggunakan bufer pemisah (running bufer) yang terdiri dari Tris-HCI
0,025 M, glisin 0,192 M dan SDS 0 , l %
(pH 8.3). Pemisahan dilakukan pada
tegangan 200 V dan suhu kamar selama 60 menit atau jika zat warna sampel telah
hampir sampai (jangan sampai melewati) ujung bawah gel pemisah.
Sebagai
penanda molekui (molecuiar marker) digunakan chymostrypsinogen A (25 m a ) ,
albumin ayam (45 m a ) , albumin serum sapi (68 kDa), aldolase (158 kDa),
katalase (240 kda) dan ferritin (450 m a ) .
Setelah elektroforesis selesai, gel
diwarnai dengan biru komasi 0,25O/0 (Coomassie blue R 250, Serva, Gennany)
yang dilarutkan dalam 5% metanol dan 73% asam cuka dalam 1 Iiter akuades.
Pewarnaan dilakukan selama 2 jam (minimal), setelah itu, gel dipucatkan dengan
larutan yang terdiri dari campuran metanol, asam cuka, dan
akuades dengan
perbandingan 5 : 4 : 1 sambil digoyang-goyang selama 3 jam.
D. Penentuan awal keberadaan Protein A
1. Pemurnian Ig kelinci.
Ion Exchange
Pemurnian dilakukan dengan presipitasi O\IH4)2S04 dan
Chromatography D E A E Sephacel (Harlow dan Lane, 1988).
Konsentrasi imunoglobulin diukur dengan Spektrofotometer (A 280 nm).
Pemurnian serum dengan amonium sulfat
Pemurnian dengan amonium sulfat merupakan metode yang paIing umum
digunakan dan biasanya dikombinasikan dengan metode lainnya. Sebanyak 15 ml
s e w kelinci, ditambahkan setetes demi tetes sebanyak 90 ml amonium sulfat
(NH4)*SO4jenuh sehingga konsentrasi menjadi 60% diatas stirrer, dan disentrihs
dengan kecepatan 3500 rpm seIama 15 menit. Penambahan amonium sulfat
dimaksudkan untuk meningkatkan konsentrasi garam sehingga kemampuan protein
terlarut menjadi rendah dan terbentuk endapan. Supernatan dibuang, endapan yang
terbentuk ditambahkan dengan PBS sampai dengan volume asal. Kemudian
dilakukan kembali penambahan sebanyak 75 ml setetes demi tetes amonium sulfat,
sehingga mencapai 50% konsentrasi jenuh diatas stirrer, disentrifus dengan
kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Protein akan terendapkan pada akhir
sentrifus.
Supematan dibuang dan endapan ditambahkan dengan PBS sampai
dengan volume asal.
Penamballan
amonium
sulfat
konsentrasi garam yang tinggi.
tersebut,
mengakibatkan
larutan
dalam
Pada saat melewati jumlah maksimum residu
protein, sebagian enzim juga dapat terendapkan. Untuk memindahkan garam dari
larutan dilakukan dengan teknik dialisa menggunakan selektif membran permeabel
dalam larutan PBS pH 8 selama 2 malam pada suhu 4°C.
Pemurnian dengan Ion Exchange Chromatograplty D E A E SephaceL
Pemurnian
dengan
ammonium
sulfat biasanya
dikombinasikan dengan
menggunakan kromatografi. Ion-exchange chromatography merupakan alat yang
dapat digunakan untuk memisahkan hampir semua bentuk molekul protein besar
hingga nukleotida kecil dan asam amino. Alat ini terdiri dari tiga bagian yaitu
bagian utarna yang mengatur pola penampungan fraksinasi. Bagian kedua adalah
monitor absorban yang berfbngsi mendeteksi adanya protein yang dihubungkan
pada bagian ketiga yaitu monitor grafik.
Sejumlah gel filtrasi, DEAE-cellulose/Sephadex
G-25, yang
diperlukan
dimasukan ke dalam erlenrneyer 250 cc dan dicuci dengan akuades. Hal ini
dilakukan secara berulang kali sampai gel terlihat bersih. Akuades dibuang dan
ditambahkan NaOH IN, stirrer. Ditambahkan HCl 1 N dengan stirrer kemudian
kembali dibuang. Selanjutnya larutan ditarnbahkan dengan Phuspat Buffer pH 8 .
Sejumlah gel yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam Colunln yang
berukuran 50 cm dengan diameter 22 cm, dengan perbandingan bahwa ada setiap 1
ml sampel memerlukan 2 ml gel (1).
Gel dibilas dengan larutan Tris 10 mM hingga pada grafik menunjukkan garis
lurus. Sejumlah sampel hasil didialisa pemurnian dengan arnonium sulfat
dimasukkan sehingga gel akan berikatan dengan protein (Ig). Sejumlah larutan Tris
ditambahkan kembali dengan tujuan memberikan waktu gel dan protein untuk
berikatan sekaligus untuk mencuci column sehingga protein yang tidak diinginkan
dapat terelusi terlebih dahulu. Agar imunogobulin terelusi maka ditambahkan
sejumlah larutan 100 mM NaCl dalam Tris 10 mM.
Hal ini dilakukan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 200 dan 400 mM NaCL dalam Tris 10 mM.
Apabila grafik menunjukan adanya peak rnaka protein telah terelusi dan segera
dilakukan penampungan dengan menggunakan erlenmeyer yang steril.
Untuk selanjutnya kembali dilakukan pencucian dengan menambahkan larutan
Tris 10 mM. Gel dapat disimpan untuk pemakaian selanjutnya. HasiI yang telah
ditampung didialisa dalam larutan PBS selama 2 malam pada temperatur 4 O C .
Pengujian dengan menggunakan Spektrofotometer
Larutan
sampel
imonoglobulin
hasil
pemurnian
dengan
ion
exchange
chromatography yang telah didialisa, diuji kemurniannya dengan menggunakan
Spektrofotometer.
Larutan sampel diambil sebanyak 100 p1 didalam cryol tube
dengan menambahkan 100 p1 akuades, kemudian diperiksa dengan menggunakan
spektrofotometer adanya imunoglobulin ditunjukkan dengan adanya puncak grafik
pada panjang gelombang 280 nm.
2. Melihat pertumbuhan bakteri pada Soft Agar (SA). Pembuatan medium soft
agar dilakukan dengan menambahkan 0.15% agar pada medium cair (Wibawan
dan L h m l e r , 1990).
Inokulum dibuat dengan cara menanam satu koloni bakteri
dari medium agar darah ke dalam perbenihan THB, diikuti dengan inkubasi pada
37OC selama 18-24 jam. Hasil pengamatan dinyatakan sebagai keruh (ada
pertumbuhan) atau jemih (tidak ada pertumbuhan).
Dengan menggunakan ose
jarum suspensi ditanam dalam larutan NaCl fisiologis, kemudian divortex selama 2
menit.
Setelah itu dengan ose jarum suspensi dari NaCl fisiologis ditanam ke
dalam medium SA dan divortex selama 2 menit, diinkubasi pada 37OC selama 1824 jam. Pengamatan terhadap bentuk koloni yang tumbuh, dan ini dikategorikan
sebagai koloni difus d m koloni kompak (Wibawan dan Liknmler, 1990).
3. Pertumbuhan bakteri pada Serum Soft Agar (SSA). Untuk melihat keberadaan
protein A dapat dilihat dari variasi bentuk koloni yang ditampilkan dengan
menggunakan metode
SSA.
Pembuatan medium
SSA dilakukan dengan
menarnbahkan 100 pl serum keIinci ke dalam 10 ml kaldu BHI, ditambahkan
0,15% agar. Sebagai kontrol negatif dengan cara yang sama, serum kelinci diganti
dengan serum ayam.
Pertumbuhan bakteri pada SSA dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Inokulum dari perbenihan THB (D.2.) divortex selama 2 menit, kemudian dengan
menggunakan Bse jarum disuspensikan pada perbenihan NaCl fisiologis, divortex
selama 2 menit.
Selanjutnya dengan ose jarum suspensi ditanam ke dalam
medium SSA serum kelinci dan SSA serum ayam, diinkubasi pada 37OC selama
18-24 jam.
Pengamatan dilakukan terhadap bentuk koloni yang tumbuh dengan kategori :
(a). Jika mengandung protein A, maka koloni bakteri pada medium SSA kelinci
berbentuk kompak, sedangkan pada medium SSA serum ayam berbentuk difus ;
(b). Jika tidak mengandung protein A, maka koloni bakteri pada ke dua medium
berbentuk difus. Sebagai kontrol positif, inokulum berasal dari S. aureus Cowan I
dan untuk kontrol negatif, inokulum berasal dari S. epidermidis.
4. Pertumbuhan bakteri pada soft agar yang diberi Ig. Dengan cara yang sama
seperti di atas (D.3.) serum kelinci diganti dengan Ig murni. Untuk Ig murni yang
dipakai terdiri atas berbagai konsentrasi untuk menentukan konsentrasi Ig murni
yang membentuk koloni kompak sempurna.
E. Scree~ringkeberadaan protein A dengan SA dan SSA.
Pelacakan protein A pada isolat S. aureus lapangan dengan menggunakan
teknik SA dan SSA. Untuk ini 36 isolat S. aureus asal manusia dan 11 isolat S.
aureus asal sapi diuji keberadaan protein A-nya menggunakan teknik SA dan SSA
(D.2. dan D.3.)
P. Metode Pengawetan.
Pengawetan terhadap S. aureus protein A positif (whole celllmatriks protein A)
dilakukan dengan 3 (tiga) cara : (1) pemanasan 80°C dalam penangas air selama satu
jam; (2) pemberian formaldehida 0.5 % selama 1, 2, dan 3 jam pada suhu kamar ;(3)
pemberian formaldehida 0.5 O h selama 1, 2, dan 3 jam pada suhu kamar diikuti dengan
pemanasan 80°C dalam penangas air selama 1 jam (modifikasi dari Edwards dan
Larsen, 1974 dalam Lesmana et al., 1980).
Prosedur pengawetan diawali dengan penanaman
bakteri pada 250 ml
perbenihan THB, inkubasi pada 37°C selama 18-24 jam.
Hasil pengamatan
dinyatakan sebagai keruh (ada pertumbuhan) atau jernih (tidak ada perturnbuhan).
Suspensi disentrifus 3000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan pelet.
1. Pengawetan dengan pemanasan 80°C selama 1 jam. Pelet dibuat suspensi 10%
dengan larutan PBS, kemudian dipanaskan dalam penangas air (water bcith) pada
80°C selama 1 jam.
Kemudian dicuci dengan larutan PBS sebanyak 3 kali
(sentrifus masing-masing 3000 rpm selama 15 menit). Pelet dibuat suspensi 10%
dari volume awal, kemudian disimpan pada 4°C (matriks protein A whole cell).
Dengan cara yang sama 1 ml suspensi matriks protein A ditambah 0,l ml serum
spesifik SGC 5.60, dihornogenkan kemudian diinkubasi selama 3 jam pada suhu
kamar dan dikocok setiap 3 0 menit.
Dari suspensi ini diambil 1 ml dan
ditambahkan 9 ml larutan PBS selanjutnya disimpan pada 4OC (matriks protein A
yang diikat dengan serum spesifik SGC 5.60). Aktivitas protein A diuji dengan
metode koaglutinasi (KronvaIl, 1972 &lam Lesmana et aL, 1980).
2. Pengawetan dengan formaldehida O,SO/o. Pelet ditambahkan formaldehida O,5%
dalam PBS, inkubasi selama 1, 2 dan 3 jam sambil digoyang pada suhu kamar.
Kemudian dicuci dengan larutan PBS sebanyak 3 kali (sentrifus masing-masing
3000 rpm selama 15 menit). Selanjutnya dibuat matriks protein A whole cell dan
matriks protein A yang diikat dengan serum spesifik SGC 5.60 dengan cara seperti
di atas. Selanjutnya disimpan pada 4°C.
3. Pengawetan dengan formaldehida 0,5% dan pemanasan 80°C selama 1 jam.
Dilakukan seperti cara di atas (F.2.) dilanjutkan dengan pemanasan 80°C selama 1
jam. Kemudian disimpan pada suhu 4°C.
G. Aplikasi protein A untuk pengembangan kit diagnostik
Penggunaan protein A untuk identifikasi bakteri dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
1. Preparasi Ag vaksin SGC 5.60. Bakteri SGC 5.60 dibiakkan pada media THB
kemudian inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, inokulum disentrifus 3000
rpm selarna 10 menit.
Supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan dengan
l m t a n PBS kemudian disentrifus 3000 rpm sebanyak 2 kali. Supernatan dibuang
dan pelet yang didapat disetarakan dengan suspensi Bas04 pada h 620 nrn,
transmisi 10% untuk menentukan kandungan bakteri 1o9 sel/ml.
Suspensi
diinaktiflcan dengan penangasan bersuhu 50-60°C selama 60 menit, selanjutnya
didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin untuk memproduksi Ab.
2. Produksi Ab terhadap SGC 5.60. Kelinci divaksinasi dengan vaksin bakteri utuh
yang telah disiapkan sebelumnya dengan metode berurutan (sequential method)
yaitu vaksinasi rninggu I sebanyak 0,5 ml, diulang minggu I1 berturut-turut tiga
kali sebanyak 1 ml kemudian diulang lagi minggu 111 bertumt-turut tiga kali
sebanyak 1 ml (Zhou et al., 1994). Injeksi dilakukan melalui vena auricularis.
Satu minggu seteIah vaksinasi terakhir darah diambil dari arteri auricularis. Darah
yang didapat diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam kemudian diinkilbasi pada
suhu 4°C selama 18-24 jam. Serum dipisahkan dan disimpan dalam tabung
Eppendorf untuk kemudian dikarakterisasi dengan uji Agar Gel Precipitation Test
(AGPT).
3. Pembuatan ekstrak autoclave antigen. Bakteri SGC 5.60 ditanam pada 30 ml
media THB kemudian inkubasi selama 18-24 jam pada 37°C.
Suspensi bakteri
disentrifus 3000 rpm selama 10 menit. Pelet dicuci dengan 5 ml larutan NaCl 0,14
M sebanyak dua kali. Pelet yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan 0,5 ml
NaCl 0,14 M, dihomogenkan dan dinetralkan dengan I tetes merah phenol hingga
berwarna kuning dan 0,l N NaOH hingga suspensi berwarna merah muda.
Selanjutnya suspensi diautoclaf selama 15 menit pada 110°C tekanan 15 psi.
Kemudian suspensi disentrifus 3000 rpm selama 10 menit dan supernatan yang
dihasilkan digunakan sebagai Ag (Wibawan, 1993).
4. Pengujian Ab dengan teknik Agar Gel Precipitation Test (AGPT). Untuk
membuat media agar, kedalam tabung Erlenmeyer dicampur 0,4 gram Agarose
(Serva, Heidelberg, Jerman) dan 1,2 gram Polyethylene glycol (PEG 6000, Serva)
yang kemudian dilarutkan dalam 20 ml aquades dan 20 ml larutan PBS 0,5 ml, pH
7,2.
Suspensi ditangas pada air mendidih sehingga Larut sempurna, kemudian
biarkan sampai suhu agak dingin. Dengan menggunakan pipet ukur 10 ml, agar
cair dituangkan pada gelas obyek dan ditunggu sampai mengeras. Pada agar ini
dibuat sumur-sumur untuk Ag dan Ab homolognya dengan menggunakan Gel
Puncter. Ke dalam bagian tengah sumur diisikan Ab (25pl), sedangkan Ag ( 2 5 ~ 1 )
yang diuji dimasukkan pada sumur-sumur yang mengelilinginya. Rak yang berisi
gelas obyek kemudian ditaruh pada tempat yang telah diberi kertas saring basah
untuk menjaga kelembabannya. Reaksi dibaca setelah 18-48 jam dengan melihat
garis presipitasi pada daerah Ag dan Ab yang homolog.
5. Metode koaglutinasi (modifikasi Kronvall, 1972 &durn Lesmana et a l . , 1980).
Sebanyak 25p1 matriks protein A yang telah diikat dengan serum spesifik SGC
5.60 diteteskan pada gelas obyek kemudian direaksikan dengan 25p1 Ag nzrtoclave
SGC 5.60, dihornogenkan dengan cara digoyang selama 3 0 detik. Reaksi positif
ditandai
oleh
adanya
aglutinasi
menunjukkan adanya aglutinasi.
Cowanl.
yang jelas,
sedang
reaksi
negatif
tidak
Sebagai kontrol positif digunakan S. nureus
Download