BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hardiness 1. Pengertian Hardiness

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hardiness
1. Pengertian Hardiness
Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) hardiness adalah definisi
konstruk sebagai "konstelasi karakteristik kepribadian yang berfungsi
sebagai sumber daya tahan dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang
penuh stres". Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) menemukan bahwa
orang yang memiliki kekuatan cenderung mengalami lebih sedikit stres.
Penelitian telah menunjukkan bahwa individu kuat memiliki kemampuan
untuk berperilaku dengan cara yang adaptif ketika stres yang dirasakan
atau dialami.
Individu yang memiliki sifat tahan dapat ditunjukkan dari dirinya,
didalam perasaan dan perilaku yang ditandai dengan adanya komitmen,
kontrol, dan tantangan. Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) menemukan
bahwa orang yang memiliki sifat-sifat hardiness jarang jatuh sakit dan
memiliki kemampuan untuk mengubah peristiwa kehidupan yang penuh
stres menjadi peluang untuk tumbuh menjadi pribadi yang berkembang.
Ketangguhan
dikarakteristikkan
(hardiness)
oleh
suatu
adalah
komitmen
gaya
kepribadian
(daripada
yang
keterasingan),
pengendalian (daripada ketidakberdayaan) dan persepsi terhadap masalah-
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
masalah sebagai tantangan (daripada sebagai ancaman) (dalam Santrock,
2002).
Menurut Funk (dalam Schellenberg, 2005) dengan memiliki
karakteristik ini individu kuat mampu tetap sehat di bawah tekanan.
Individu kuat yang aktif, berorientasi pada tujuan yang berkomitmen untuk
diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Mereka melihat diri
mereka sendiri, bukan sebagai korban dari suatu perubahan yang
mengancam, tetapi sebagai orang-orang yang merupakan penentu aktif
terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perubahan (Kobasa dalam
Schellenberg, 2005).
Sifat hardiness sudah dikemukakan sebagai suatu langkah yang
kuat untuk menghadapi tekanan (Bonanno dalam Maddi, 2013). Sifat
hardiness adalah gabungan yang terdiri dari internal locus of control (vs
ketidakberdayaan), komitmen (vs keterasingan), dan tantangan (vs
ancaman), dimensi kepribadian yang diyakini memberikan kekuatan
terhadap efek stres psikologis (Kobasa dalam Contrada, 1989). Hardiness
merefleksikan karakteristik individu yang memiliki kendali pribadi, mau
menghadapi tantangan, dan memiliki komitmen. Tingkat hardiness
seseorang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap stresor potensial
dan respon terhadap stresnya (Maddi dalam Dewi, 2012).
Orang yang memiliki kekuatan yang rendah akan lebih rentan
terhadap faktor-faktor yang berbahaya dalam waktu jangka panjang.
Sementara orang-orang dengan sifat tahan yang tinggi memiliki keamanan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
alami terhadap faktor stres. Sifat kuat atau tahan adalah kemampuan untuk
memahami kondisi eksternal dan keputusan yang diinginkan dalam
meningkatkan kualitan diri. Kobasa mendefinisikan tahan banting sebagai
karakteristik pribadi yang kompleks yang telah dibentuk oleh tiga
konstituen yaitu tantangan, kontrol dan komitmen. Komitmen, kontrol dan
tantangan diasumsikan sebagai satu gabungan yang menengahi efek stres
dengan mengubah persepsi situasi dan mengurangi tekanan peristiwa
kehidupan yang penuh stres (dalam Hasanvand, 2013).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
hardiness suatu karakteristik kepribadian yang didalamnya terdapat
kekuatan dasar yang dimiliki oleh individu untuk menghadapi tekanan dan
persoalan yang menimbulkan stres. Sehingga individu dapat bertingkah
laku dan berpikir positif.
2. Aspek-aspek Hardiness
Hardiness dikemukakan oleh Kobasa (dalam Vanbreda, 2001)
sebagai mediasi stres dan penyakit, yang memiliki potensi untuk
mengurangi efek negatif stres. Hardiness itu sendiri terdiri dari tiga aspek
yaitu komitmen, kontrol dan tantangan:
a. Komitmen
Komitmen sebagai lawan keterasingan"Di antara orang-orang
yang berada di bawah tekanan, individu mampu berkomitmen untuk
berbagai bidang kehidupan individu untuk tetap sehat, daripada
mereka yang terasing". Komitmen adalah hal pertama yang terdapat
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
dalam kehidupan seseorang, diri sendiri, hubungan seseorang.Dan
yang kedua yaitu penanaman diri dalam dimensi-dimensi nilai hidup.
Komitmen berhasil dalam arti tujuan,agar dapat membawa seseorang
dapat melalui ketika memiliki masa-masa sulit.
b. Kontrol
Kontrol sebagai lawan ketidakberdayaan. "Di antara individu
yang berada di bawah tekanan, individu yang memiliki rasa yang lebih
besar terhadap kontrol mampu mengendalikan apa yang terjadi dalam
kehidupan mereka sehingga mereka bisa tetap sehat walaupun dibawah
tekanan.
Sedangkan
mereka
yang
merasa
kesulitan
dalam
mengendalikan apa yang terjadi dalam kehidupan mereka akan merasa
tidak berdaya.
Kontrol melibatkan aktifitas 'seolah-olah' seseorang memiliki
kontrol atas apa yang terjadi di sekitar. Hal ini memerlukan
kepercayaan (dan tindakan konsekuen) bahwa peristiwa hidup adalah
sebagian akibat dari tindakan sendiri dan sikap, dan dengan demikian
menerima perubahan. Orang-orangdengan kontrol "dapat mengartikan
dan menggabungkan berbagai macam peristiwa dalam rencana
kehidupan yang sedang berlangsung dan mengubah peristiwa ini
menjadi sesuatu yang konsisten ".
c. Tantangan
Tantangan sebagai lawan ancaman. "Di antara orang-orang
yang berada di bawah tekanan, mereka yang melihat perubahan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
sebagai tantangan akan tetap sehat daripada mereka yang melihatnya
tantangan sebagai ancaman”. "Tantangan ini didasarkan pada
keyakinan bahwaperubahanadalah cara untuk dapat mempertahankan
hidup yang lebih baik". Dengan pandangan ini terhadap kehidupan,
peristiwa kehidupan yang penuh stres dipandang tidak dengan kejutan
(sejak mereka mengantisipasi) tidak dengan cemas karena mereka
melihat sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut Kobasa (dalam Schellenberg, 2005), Aspek-aspek yang
dibangun meliputi:
a. Komitmen
Komitmen adalah kecenderungan individu untuk melibatkan
dirinya dalam berbagai aktivitas, kejadian, dan orang-orang dalam
kehidupannya. Komitmen terhadap nilai-nilai kehidupan dan kegiatan
yang
unik
untuk
masing-masing
sebagai
individu,
yang
memungkinkan mereka untuk melibatkan diri secara penuh dalam
berbagai situasi yang membahayakan keberadaan mereka. Komitmen,
bukan semata-mata dari segi individu, juga mengacu pada rasa
kebersamaan individu di suatu tempat. Komitmen sebagai suatu hal
yang penting untuk mengatasi peristiwa stres karena pemahaman dan
keamanan mengenai individu di suatu tempat, seperti komunitas yang
memberikan kontribusi sumber dukungan dalam situasi stres.
Orang yang komitmen memiliki rasa umum dari tujuan itu
memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dengan menemukan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
peristiwa bermakna, hal, dan orang-orang di lingkungan mereka.
Mereka diinvestasikan dalam diri mereka dan hubungan mereka
dengan konteks sosial. Orang berkomitmen tidak mudah menyerah di
bawah tekanan dan keterlibatan mereka mengambil pendekatan aktif
bukan pasif dan penghindaran (Kobasa dalam Schellenberg, 2005).
b. Kontrol
Kontrol adalah kecenderungan untuk menerima dan percaya
bahwa mereka dapat mengontrol dan mempengaruhi suatu kejadian
dengan pengalamannya ketika berhadapan dengan hal-hal yang tidak
terduga. Kontrol melibatkan pencarian makna, serta tanggung jawab
atas hasil, termasuk pengakuan tentang bagaimana perilaku telah
memberi kontribusi pada pencapaian tujuan atau penyelesaian
masalah. Menurut Averill (dalam Bartone, 2009) seseorang yang
memiliki kontrol dinyatakan sebagai kecenderungan untuk merasa dan
bertindak seolah-olah berpengaruh (bukan tak berdaya) dalam
menghadapi berbagai macam persoalan dari kehidupan, memberikan
rasa otonomi dan efek di masa depan.
Gagasan ini menyiratkan persepsi diri sebagai memiliki
pengaruh melalui pelaksanaan imajinasi, pengetahuan, keterampilan,
dan
pilihan.
Kontrol
meningkatkan
ketahanan
stres
dengan
meningkatkan kemungkinan bahwa peristiwa yang dialami sebagai
akibat dari tindakan seseorang, bukan sebagai terduga dan luar biasa.
Kontrol,
muncul
bertanggung
jawab
untuk
pengembangan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
perbendaharaan luas dan beragam tanggapan terhadap stres, bahkan
yang paling mengancam keadaan. Dalam hal mengatasi, rasa kontrol
mengarah ke tindakan yang ditunjukan untuk mengubah cara menjadi
sesuatu yang konsisten dengan rencana hidup yang berkelanjutan.
c. Tantangan
Tantangan adalah kecenderungan untuk melihat masalah bukan
sebagai ancaman atau hambatan yang tidak dapat diatasi, tetapi sebagai
kesempatan untuk pertumbuhan dan prestasi. Tantangan memerlukan
cara dalam memandang dunia yang memungkinkan untuk mencari dan
mengejar pengalaman baru yang dirasakan tidak menakutkan,
melainkan untuk memperluas pengetahuan dalam mencapai masa
depan dan pengalaman.
Dari beberapa penjabaran diatas mengenai aspek hardiness maka
dapat disimpulkan bahwa secara umum hardiness itu muncul jika individu
yakin bahwa individu ikut serta dalam melakukan aktivitas yang
dihadapinya, bahwa kehidupan itu bermakna dan memiliki tujuan.
Individu juga dapat mengendalikan apapun
yang terjadi dalam
kehidupannya. Dimana individu memandang suatu perubahan sebagai
kesempatan untuk mengembangkan menjadi lebih baik bukan merupakan
suatu ancaman.
3. Faktoryang Mempengaruhi Hardiness
Menurut Warner (dalam Heriyanto, 2011) menyebutkan beberapa
faktor yang mempengaruhi hardiness seperti memiliki hubungan yang
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
menyediakan perawatan dan dukungan, cinta dan kepercayaan, dan
memberikan dorongan, baik di dalam maupun di luar keluarga. Faktor
tambahan lain yang juga terkait dengan hardiness, seperti:
a. Kemampuan
untuk
membuat
rencana
yang
realistis,
dengan
kemampuan individu merencanakan hal yang realistis maka saat
individu menemukan suatu masalah maka individu akan mengetahui
apa cara terbaik yang dapat dilakukan individu dalam keadaan
tersebut.
b. Memiliki rasa percaya diri dan positif terhadap citra diri, individu akan
lebih tenang dan optimis, jika individu memiliki rasa percaya diri yang
tingi dan citra diri yang positif maka individu akan terhindar dari stres.
c. Mengembangkan keterampilan komunikasi, dan kapasitas untuk
mengelola perasaan yang kuat.
Selain faktor diatas juga ditemukan bahwa menurut Sweetman
(dalam Hersen, 2006) disis lain, optimisme adalah faktor pelindung yang
berfungsi untuk meningkatkan dan sebagai sumber dasar bagi hardiness
yang dimiliki individu, yang merupakan kapasitas untuk bertahan dan
bangkit dalam menghadapi tantangan.
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor hardiness yaitu kemampuan untuk membuat rencana yang
realistis, memiliki rasa percaya diri dan positif terhadap citra diri,
mengembangkan keterampilan komunikasi dan optimis.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
4. Fungsi Hardiness
Menurut Florian (dalam Heriyanto, 2011) fungsi hardiness adalah:
a. Membantu individu dalam proses adaptasi dan lebih memiliki toleransi
terhadap stres.
b. Mengurangi akibat buruk dari stres kemungkinan terjadinya burnout
dan penilaian negatif terhadap suatu kejadian yang mengancam dan
meningkatkan pengharapan untuk melakukan coping yang berhasil.
c. Membuat individu tidak mudah jatuh sakit.
d. Membantu individu mengambil keputusan yang baik dalam keadaan
stres.
Berdasarkan pada penjabaran diatas mengenai fungsi hardiness
maka dapat disimpulkan bahwa hardiness dapat membantu individu dalam
proses adaptasi sehingga dapat mengurangi efek stres. Membuat individu
menjadi lebih positif dalam menghadapi suatu persoalan sehingga
mempermudah individu dalam pengambilan keputusan.
B. Optimisme
1. Pengertian Optimisme
Optimisme adalah alat untuk membantu individu dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan untuk dirinya sendiri (Seligman, 2006).
Menurut Seligman (2008) mendefinisikan optimisme sebagai suatu gaya
penjelasan yang menghubungkan peristiwa yang baik yang terjadi pada
dirinya bersifat pribadi, permanen dan pervasive, sedangkan untuk
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
kejadian buruk yang terjadi pada dirinya bersifat eksternal (bersumber dari
luar), sementara dan spesifik. Optimisme bermanfaat dalam memberikan
daya tahan terhadap depresi.
Optimisme baik untuk kesehatan, laboratorium di seluruh dunia
telah menghasilkan berbagai bukti ilmiah bahwa sifat-sifat psikologis,
terutama optimisme, dapat menghasilkan kesehatan yang baik (dalam
Seligman, 2006). Menurut Seligman(dalam Chang, 2000) optimisme
adalah cara berpikir individu dalam menghadapi keadaan yang baik (good
situation) maupun keadaan yang buruk (bad situation).
Optimisme adalah keyakinan dalam menyikapi sebuah peristiwa
baik
menyenangkan
maupun
tidak
menyenangkan,
menempatkan
penyebab kegagalan pada keadaan di luar diri, memiliki harapan dan
ekspektasi menyeluruh bahwa akan ada lebih banyak hal baik daripada hal
buruk yang akan terjadi pada masa yang akan datang yang diukur dengan
skala oprimisme, yang disusun berdasarkan aspek-aspek ekplanatory style
yang dikemukakan oleh Seligman (2008).
Definisi kamus optimisme mencakup dua konsep terkait. Pertama
adalah disposisi harapan atau keyakinan bahwa baik pada akhirnya akan
menang. Konsepsi yang lebih luas kedua mengacu pada keyakinan, atau
kecenderungan untuk percaya, bahwa dunia adalah "terbaik dari semua hal
yang mungkin terjadi”. Dalam penelitian psikologis, optimisme telah
disebut harapan dalam situasi tertentu dan baru-baru ini disebut harapan
umum yang bersifat positif (Scheier dalam Chang, 2000).
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Definisi yang lebih luas dari optimisme, istilah optimisme dan
pesimisme baru-baru ini diterapkan pada cara-cara di mana orang secara
rutin menjelaskan peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka (Seligman,
dalam Chang, 2000). Menurut Seligman (2008) mendeskripsikan bahwa
individu-idividu yang memiliki sifat optimis akan terlihat pada aspekaspek optimisme yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.
Menurut Chang (2000) optimisme didefinisikan sebagai kecenderungan
stabil untuk "percaya bahwa hal-hal yang baik akan terjadi daripada yang
buruk".
Menurut Peterson (dalam Chang, 2000) menemukan bahwa gaya
penjelasan
optimis
dikaitkan
dengan
berbagai
praktek
"sehat":
berolahraga, minum secukupnya, menghindari makanan berlemak, dan
sejenisnya. Menurut Seligman (dalam Chang, 2000) mengemukakan
bahwa optimisme berhubungan dengan pola pikir tentang suatu kejadian
yang menimpa seseorang,
khusunya kejadian buruk.
Optimisme
merupakan kemampuan seseorang untuk menginterpretasi secara positif
segala kejadian dan pengalaman dalam kehidupannya. Segala sesuatu
dimulai dari pikiran seseorang, yang kemudian diwujudkan dalam
perilaku.
Dalam literatur optimisme disposisi, optimisme dan pesimisme
sering dipandang sebagai dua kutub kontinum yang sama. Istilah
optimisme, pesimisme, harapan, dan keputusasaan sering digunakan secara
bergantian. Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa semakin banyak
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
orang
mengharapkan
peristiwa
positif,
semakin
sedikit
mereka
mengharapkan kejadian negatif terjadi. Chang (2011) menyarankan
menggunakan istilah pesimisme untuk merujuk pada harapan hasil negatif
dan optimisme untuk merujuk harapan hasil positif. Dengan demikian,
individu bisa tinggi atau rendah pada optimisme dan tinggi atau rendah
pada pesimisme. Strategi optimisme mungkin berhubungan erat dengan
jenis "ilusi positif" dijelaskan oleh Taylor (dalam Chang,2011).
Peterson(dalam Chang, 2000) menemukan bahwa orang dengan
gaya penjelasan optimis lebih mungkin dibandingkan dengan gaya
penjelasan pesimis untuk merespon sakit dengan tindakan yang tepat:
istirahat dan mengkonsumsi lebih dari sup. Menurut Seligman (dalam
Chang, 2000) telah menunjukkan bahwa normal, optimis bahagia
kurangrealistis dalam harapan mereka daripada pesimis depresi. Namun,
jika mereka bertahan cukup lama, "optimis" yang dilakukan mendapatkan
kekuatan, tidak seperti mereka pesimis yang mencoba apa-apa dan karena
itu kehilangan banyak penghargaan.
Optimisme adalah alat untuk membantu individu mencapai tujuan
yang ditetapkan pada dirinya sendiri (Seligman, 2008). Optimisme adalah
bagaimana seseorang bersikap positif terhadap suatu keadaan. Optimisme
lebih ditujukan pada bagaimana seseorang menjelaskan mengenai sebab
terjadinya suatu keadaan baik atau keadaan buruk (Seligman dalam Chang,
2000). Menurut Scheier (dalam Nurtjahjanti, 2011) menjelaskan bahwa
individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal yang
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
baik terjadi pada mereka, sedangkan individu yang pesimis cenderung
mengharapkan hal-hal buruk terjadi kepada mereka.
Seligman (2008), mengatakan bahwa optimisme berpengaruh
terhadap kesuksesan di dalam pekerjaan, sekolah, kesehatan, dan relasi
sosial. Dalam studinya, Seligman membuktikan bahwa sikap optimis
bermanfaat untuk memotivasi seseorang di segala bidang kehidupan.
Dalam penelitiannya selama dua puluh tahun, yang meliputi lebih dari
seribu penelitian, dan melibatkan lebih dari lima ratus ribu orang dewasa
dan anak-anak, didapatkan hasil bahwa orang pesimis memiliki prestasi
yang rendah atau kurang di sekolah maupun di pekerjaan, daripada orang
yang optimis.
Optimisme lebih ditujukan pada bagaimana seseorang menjelaskan
mengenai sebab terjadinya suatu keadaan baik atau keadaan buruk
(Seligman,2008).Menurut Corsini (dalam Waruwu, 2006) mengemukakan
bahwa optimisme adalah sikap positif yang memdanang bahwa segala
sesuatu merupakan hal yang terbaik. Menurut Seligman (2008) istilah
optimisme dan pesimisme diterapkan pada cara berpikir individu dalam
menyikapi penyebab kejadian dalam kehidupan mereka sehari-hari. Carver
(2004) optimisme adalah anggapan individu bahwa hal yang baik akan
terjadi dan pesimis merupakan anggapan bahwa hal buruk yang akan
terjadi padanya (dalam Limono, 2013)
Menurut
Goleman
(dalam
Nurtahdjanti,
2011)
terciptanya
optimisme tidak lepas dari karakter kepribadian yang dimiliki seseorang.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Individu yang optimis akan lebih percaya diri, nyaman, ekspresif dan
memandang dunia lebih positif. Ada beberapa hal yang mempengaruhi
cara berfikir optimis dalam diri seseorang, diantaranya dari dalam dirinya
sendiri dan dari luar dirinya. Individu yang memiliki sikap optimis
memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam
kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak
masalah dan frustasi.
Menurut Scheier (dalam Nurtjahjanti, 2011) optimis dalam jangka
panjang juga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan fisik dan
mental, karena membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam
kehidupan sosial, mengurangi masalah-masalah psikologis dan lebih dapat
menikmati kepuasan hidup serta merasa bahagia. Menurut Seligman
(2006), beberapa ciri individu yang optimis yaitu memiliki ciri-ciri sikap
yang khas, salah satu diantaranya menghentikan pemikiran yang negatif.
Hal tersebut sejalan dengan salah satu sikap yang terkandung dalam
kepribadian hardiness, yaitu menemukan makna positif dalam hidup
(dalam Nurtjahjanti, 2011).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
optimisme merupakan sikap yang positif sehingga individu memandang
suata persoalan dengan pemikiran yang positif. Individu yang mempunyai
pemikiran positif dapat membantu dalam memandang persoalan untuk
menjadi lebih baik.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
2. Faktor- faktor Optimisme
Menurut Vinacle (dalam Nurtahdjanti, 2011) menjelaskan bahwa
ada dua faktor yang mempengaruhi pola pikir pesimis-optimis, yaitu:
a. Faktor etnosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok
atau orang lain yang menjadi ciri khas dari kelompok atau jenis lain.
Faktor etnosentris ini berupa keluarga, status sosial, jenis kelamin,
agama dan kebudayaan.
b. Faktor egosentris, yaitu sifat-sifat yang dimiliki tiap individu yang
didasarkan pada fakta bahwa tiap pribadi adalah unik dan berbeda
dengan pribadi lain. Faktor egosentris ini berupa aspek-aspek
kepribadian yang memiliki keunikan sendiri dan berbeda antara pribadi
yang satu dengan yang lain.
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor dari optimisme yaitu
terdiri dari faktor etnosentris dan faktor
egosentris. Faktor etnosentris yaitu sifat yang dimiliki oleh suatu
kelompok. Dan faktor egosentris yaitu sifat yang dimiliki tiap individu.
3. Dimensi-dimensi Optimisme
Menurut
Seligman
(2008)
terdapat
dimensi-dimensi
optimisme
diantaranya yaitu:
a. Permanen
Permanence adalah gaya penjelasan masalah yang berkaitan
dengan waktu, yaitu temporer atau permanen. Orang yang pesimis
akan menjelaskan kegagalan atau peristiwa yang menekan sebagai
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
peristiwa permanen atau menetap. Hal ini ditandai dalam cara
menghadapi masalah atau peristiwa yang tidak menyenangkan dengan
menggunakan kata-kata “selalu” atau ‘tidak pernah”. Sebaliknya
orang-orang yang optimis akan melihat peristiwa yang tidak
menyenangkan secara temporer atau tidak menetap, biasanya ditandai
dengan kata-kata “kadang-kadang” atau “akhir-akhir ini”.
Gaya penjelasan untuk peristiwa yang menyenangkan orang
yang pesimis melihatnya sebagai sesuatu yang temporer, dan
sebaliknya
oarang
yang
optimismemandang
peristiwa
yang
menyenangkan sebagai sesuatu yang permanen.
b. Pervasive
Pervasiveness adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan
ruang lingkup, dibedakan menjadi spesifik dan universal. Orang yang
pesimis menjelaskan peristiwa yang tidak menyenangkan dengan cara
yang universal, sedangkan orang yang optimis menjelaskan sesuatu
yang tidak menyenangkan dengan cara yang spesifik. Untuk peristiwa
yang menyenangkan orang pesimis menjelaskannya dengan cara
spesifik dan sebaliknya orang yang optimis dengan cara yang
universal.
c. Personalization
Personalization adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan
sumber penyebab dan dibedakan menjadi dua yaitu internal dan
eksternal. Orang yang pesimis memandang masalah yang tidak
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
menyenangkan bersumber dari dalam diri (intenal) dan peristiwa yang
menyenangkan bersumber dari luar dirinya (eksternal). Bagi orang
yang optimis memandang masalah yang tidak menyenangkan sebagai
sesuatu yang bersumber dari luar dirinya (eksternal) dan peristiwa
yang menyenagkan sebagai hasil dari usahanya sendiri (internal).
Adapun elemen optimisme bisa dilihat dari cara individu
menjelaskan kejadian, baik kejadian buruk atau baik yang menimpa diri
kita (Seligman, 2006). Tipe penjelasan yang pertama adalah: permanence.
Orang yang pesimis selalu menjelaskan peristiwa buruk yang menimpa
mereka sebagai sesuatu yang cenderung permanen dan tidak dapat diubah.
Sebaliknya orang optimis akan memandang kejadian buruk yang menimpa
mereka sebagai sesuatu yang bersifat temporer/ sementara dan bisa
dihindari di masa mendatang.
Tipe penjelasan yang kedua adalah: pervasiveness. Orang yang
pesimis
cenderung
memberikan
penjelasan
yang
menggeneralisir
(pervasive) atas kejadian buruk yang ada disekeliling mereka.Pervasive
artinya kita menggeneralisasi akan sesuatu peristiwa atau kejadian.
Sebaliknya, individu yang optimis akan memberikan penjelasan yang
bernada spesifik, dan bukan sebuah generalisasi. Penjelasan yang bersifat
spesifik membuat kita mampu melihat bahwa sesungguhnya tidak semua
dimensi dalam suatu kejadian itu merugikan. Pasti masih ada celah positif
di balik beragam dimensi lainnya.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek dari optimisme yaitu individu mempunyai sikap hidup kearah
kematangan dalam jangka waktu yang lama. Individu berpandangan secara
umum terhadap suatu kejadian sehingga individu mampu menjelaskan
penyebabnya baik dari dalam maupun dari luar.
4. Ciri-ciri Individu yang Optimis
Menurut Robinson (dalam Ghufron, 2014) menyatakan individu
yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi dan lebih mudah
mencapai kesuksesan dalam hidup, memiliki kepercayaan, dapat berubah
kearah yang lebih baik, adanya pemikiran dan kepercayaan mencapai
sesuatu yang lebih dan selalu berjuang dengan kesadaran penuh.
Sedangkan menurut McGinnis (dalam Ghufron, 2014) menyatakan orangorang optimis jarang merasa terkejut oleh kesulitan. Mereka merasa yakin
memiliki kekuatan untuk menghilangkan pemikiran negatif, berusaha
meningkatkan kekuatan diri, menggunakan pemikiran yang inovatif untuk
menggapai kesuksesan dan berusaha gembira meskipun tidak dalam
kondisi bahagia.
Menurut Scheiver (dalam Ghufron, 2014) menegaskan bahwa
individu yang optimis akan berusaha menggapai pengharapan dengan
pemikiran positif, yakin akan kelebihan yang dimiliki. Individu optimisme
biasa bekerja keras menghadapi stres dan tantangan sehari-hari secara
efektif, berdoa, dan mengakui adanya faktor keberuntungan dan faktor lain
yang turut mendukung keberhasilannya. Ghufron (2014) menyimpulkan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
bahwa individu yang optimis memiliki impian untuk mencapai tujuan,
berjuang dengan sekuat tenaga, dan tidak ingin duduk berdiam diri
menanti keberhasilan yang akan diberikan oleh orang lain. Individu
optimis ingin melakukan sendiri segala sesuatunya dan tidak ingin
memikirkan ketidakberhasilan sebelum mencobanya. Individu yang
optimis berpikir yang terbaik, tetapi juga memahami untuk memilih bagian
masa yang memang dibutuhkan sebagai ukuran untuk mecari jalan.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa individu yang
memiliki optimisme yaitu memiliki keyakinan, mampu berubah ke arah
yang lebih baik. Tidak mudah putus asa atau menyerah ketika dihadapkan
pada suatu persoalan. Dan memiliki pemikiran yang positif dalam
menghadapi tantangan
C. Penyakit Jantung Koroner
1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner
Didalam kehidupan dewasa ini, penyakit pembulu darah inisudah
umum. Biasanya disebut penyakit jantung koroner. Penyakit jantung
koronerpenyebabnya beragam, kebanyakan orang pada umumnya yang
tinggal di negara-negara barat yang sudah maju cenderung mengalami
kerusakan nadi koronernya secara berangsur-angsur (Knight, 1996).
Penyakit jantung koroner (PJK = Penyakit Jantung Iskemik = PJI)
mulai dikenal sejak awal tahun 1930, dan merupakan penyebab kematian
terbanyak di negara industri, terutama pada usia relatif muda (dalam
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Poerjoto, 1992). Penyakit jantung iskemi (IHD) dan penyakit jantung
koroner (CHD) ialah pengertian umum untuk empat bentuk penyakit
jantung yang terjadi karena ketidakseimbangan antara keperluan oksigen
pada miokardium dan pembekalannya (Robbins,1995). Pada kebanyakan
penderita ketidakseimbangan disebabkan aliran darah yang tidak memadai
sebagai akibat menyempitnya arteri koroner, biasanya sering digunakan
istilah “penyakit jantung koroner” (Robbins, 1995).
Penyakit
disebabkan
oleh
jantung
koroner/CHD
mengerasnya
arteri
(coronary
(dikenal
heart
dengan
disease)
nama
arterosklerosis), akibat banyaknya tumpukan lemak (dikenal dengan nama
plaque) di dinding arteri, secara khusus mempengaruhi arteri yang
langsung memasok darah ke jantung (Albery, 2011). Penyakit Jantung
Koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi penimbunan plak
pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit
atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah ke
otot jantung dengan membawa oksigen yang banyak. Terdapat beberapa
faktor pemicu penyakit ini yaitu gaya hidup, faktor genetik, usia dan
penyakit penyerta yang lain. (Norhasimah dalam Salim, 2013).
Penyakit jantung koroner adalah terjadinya ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Ketidakseimbangan ini
terjadi akibat: 1) penyempitan arteri koroner, 2) penurunan aliran
darah/curah jantung cardiae output, 3) peningkatan kebutuhan oksigen di
miokard atau, 4) spasme arteri koroner. Penyebab tersering adalah
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
aterosklerosis (Rokhaeni dalam Anggraeni, 2014). Penyakit jantung
koroner adalah penyakit yang menyebabkan otot jantung kekurangan
oksigen, memar dan kematian akibat adanya gangguan pasokan oksigen
dari pembulu darah koroner (Majid dalam Heriyanto, 2011).
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan
oleh penyempitan atau penghambatan pembulu arteri yang mengalirkan
darah ke otot jantung. Mengerasnya dan menyempitnya pembuluh darah
oleh pengendapan kalsium dan endapan lemak berwarna kuning dikenal
sebagai aterosklerosis,
bila terdapat kekurangan aliran darah ke otot
jantung, kondisi ini dikenal sebagai iskemik. Penyakit jantung iskemik
biasanya mulai nampak pada umur setengah tua ketika urat nadi koroner
mulai tersumbat, sehingga suplai darah tidak cukup untung memenuhi
keperluan otot jantung (Soeharto, 2000).
Seseorang yang meninggal secara mendadak sudah sering kita
dengar atau bahkan melihatnya sendiri secara nyata, dan setelah diperiksa,
Dokter
menyimpulkan
akibat
serangan
jantung,
dan
sekaligus
menakutkan, bahwa seseorang yang nampaknya sehat-sehat saja secara
tiba-tiba langsung meninggal. Demikianlah kenyataannya serangan
penyakit jantung koroner (Margatan, 1996).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
penyakit jantung koroner merupakan suatu jenis penyakit yang berbahaya
dan mematikan. Penyakit jantung koroner yaitu adanya penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan karena pengendapan dan penumpukan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
lemak yang biasa disebut plak pada dinding arteri sehingga menghambat
saluran oksigen ke otot jantung, akibatnya jantung menjadi melemah
karena tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh.
2. Faktor-faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner
Menurut Djohan (2004) menyebutkan beberapa faktor penyakit jantung
koroner, yaitu:
a. Faktor Utama
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko yang sangat penting terhadap
penyakit jantung koroner. Tekanan darah sering dipengaruhi oleh
beberapa keadaan misalnya postur tubuh, latihan atau kegiatan
fisik, emosi atau stres, suhu dan waktu sehingga dapat berubah
setiap saat. Apabila seorang yang menderita hipertensi mengalami
stres akan lebih mudah terkena serangan jantung karena tingginya
tekanan darah yang menyebabkan jantung sulit menyuplai darah
yang datang secara terus menerus. Studi Framingham didalam
buku Poerjoto (1992) mendapatkan, bahwa tekanan darah lebih
dari 160/95 mmHg mepunyai risiko PJK dua kali lipat daripada
tekanan darah kurang dari 140/90 mmHG.
2) Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting
karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner
disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
yang kurang diperhatikan kesehatannya akan membuat kadar
kolesterol darah meningkat. Selain itu keturunan, umur, jenis
kelamin, obesitas, alkohol dan stress dapat mempengaruhi juga
kadar kolesterol darah. Apabila individu memiliki kadar kolesterol
tinggi, yang menyebabkan tekan darah meningkat akibat emosi,
maka aliran darah dalam arteri yang menyuplai darah menjadi
terhambat, hal ini yang membuat seseorang terkena penyakit
jantung koroner.
3) Merokok
Meroko sudah termasuk sebagai faktor resiko utama penyakit
jantung koroner disamping hipertensi dan hiperkolesterolami.
Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan
menyebabkan darah menjadi kental, ketika individu mengalami
stres maka pembulu darah yang seharusnya berjalan cepat kini
menjadi lambat, akibatnya membuat pembuluh darah menyempit
hal ini yang menyebabkan individu mudah terkena penyakit
jantung koroner. Penelitian Framingham didalam buku Poerjoto
(1992), mendapatkan kematian mendadak akibat penyakit jantung
koroner pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan
perokok dan pada perempuan perokok 4.5 kali lebih dari pada
bukan perokok.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
b. Faktor Resiko Lainnya
1) Umur
Seiring bertambahnya usia maka akan menghadapi berbagai
macam persoalan dan gaya hidup yang kurang sehat. Hal tersebut
membuat individu semakin bertambah umur maka individu
semakin rentan terkena penyakit jantung koroner. Apabila individu
dengan kadar kolesterol pada laki-laki dan pada perempuan
meningkat di umur 20 tahun. Pada laki-laki meningkat sampai
umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause 45 sampai 0
tahun lebih rendah daripada laki-laki, namun pada perempuan
setelah menopause akan meningkat kadar kolesterolnya jauh lebih
tinggi daripada laki-laki.
2) Jenis kelamin
Gejala penyakit jantung koroner sebelum umur 60 tahun
didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Hal ini
menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai resiko penyakit jantung
koroner 2-3 kali lebih besar dari perempuan.
3) Geografis
Resiko penyakit jantung koroner pada orang Jepang masih tetap
merupakan salah satu yang paling rendah di dunia. Namun akan
meningkat resiko penyakit jantung koroner pada orang jepang yang
melakukan
imigrasi
ke
Hawai
dan
Califfornia.
Hal
ini
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
menunjukkan bahwa faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya
daripada genetik.
4) Ras
Perbedaan resiko penyakit jantung koroner antara ras didapatkan
sangat menyolok, walaupun bercampur baur dengan faktor
geografis, sosial dan ekonomi. Karena adanya perbedaan dari
faktor sosial yang berbeda menyebabkan pola perilaku dan
kebiasaan dari individu setiap ras berbeda pula, termasuk dalam
menghadapi masalah dan tekanan. Tidak hanya itu setiap ras
memiliki kepribadian dan tingkat emosi yang berbeda-beda.
5) Diet
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak
di dalam susunan makanan sehari-hari (diet). Makanan orang
indonesia rata-rata mengandung lemak dan kolesterol tinggi
sehingga dapat memicu meningkatnya kadar kolesterol darah.
Namun pada orang jepang umumnya berupa nasi, sayur-sayuran
dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterolnya
rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa makanan
yang
mengandung lemak dan kolesterol tinggi akan lebih rentan terkena
penyakit jantung koroner.
6) Obesitas
Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM,
dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
kolesterol dalam darah. Apabila individu yang memiliki obesitas
ketika mengalami tekanan dan stres akan cenderung lebih mudah
mengalami hipertensi yang akan membuat individu menjadi lebih
rentan terkena penyakit jantung koroner.
7) Perilaku dan kebiasaan lainnya
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950
yaitu : Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk
berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat
menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih
santai dan tidak terikat waktu. Resiko PJK pada tipe A lebih besar
daripada tipe B.
8) Perubahan Keadaan Sosial dan Stres.
Perubahan sosial menyebabkan perubahan angka kematian yang
menyolok terjadi di Inggris dan Wallas. Korban serangan jantung
terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat
stress.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa faktor resiko
penyakit jantung koroner yaitu hipertensi, hiperkolesterolemi, dan
merokok dimana merupakan faktor uang dapat dikontrol. Faktor resiko
lain yaitu umur, ras, jenis kelamin, keturunan, geografis, diet, obesitag,
diabetes, perilaku dan kebiasaan hidup lainnya, stress, perubahan sosial.
Dengan mengatur, berhenti merokok dan perubahan hipertensi yang
efektif dapat menurunkan resiko kematian akibat penyakit jantung koroner
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
3. Gejala Penyakit Jantung Koroner
Menurut Margatan (1996) menyebutkan gejala penyakit jantunh koroner
sebagai berikut:
a. Nyeri dada (Angina Pectoris)
Rasa sakit yang dibiasanya disebut sebagai angina, biasanya dipicu
oleh tekanan fisik dan emosional. Nyeri dada yang berlangsung antara
1 sampai 10 menit akan menghilang setelah berisitrahat. Itulah yang
disebut sebagai angina pectoris.
b. Serangan jantung (Infark myokard akut)
Serangan jantung merupakan akibat penyakit jantung koroner.
Munculnya serangan jantung disebabkan oleh gangguan pada
pembuluh darah koroner (arterosklerosis).
Gejala yang timbul seperti pada nyeri (angina), bisa disertai rasa
lemah, sesak nafas, berkeringat, mual, muntah. Rasa nyerinya bisa
berlangsung setelah hilang beberapa jam, bisa tiba-tiba tanpa pencetus
atau didahului kerja fisik, emosional, makan terlalu banyak, cuaca
dingin, kekurangan darah, atau alergi.
c. Mati Secara Mendadak
Mati secara mendadak merupakan kematian yang datang tidak didugaduga. Faktor pencetus kematian mendadak juga bermacam-macam,
antara lain emosi, stres, ketegangan jiwa.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa gejala penyakit
jantung koroner yaitu angina pektoris seperti rasa nyeri di dada sebelah
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
kanan berlangsung 1-10 menit nyeri tersebut hilang ketika individu
berhenti atau istirahat dari aktivitasnya. Selanjutnya terdapat infark
myokard atau biasa disebut dengan serangan jantung. Dan terakhir yaitu
kematian mendadak muncul dari berbagai macam faktor seperti individu
yang mempunyai penyakit jantung koroner karena stres, emosi, pekerjaan
fisik yang berat dengan berbagai macam keluhan sebelumnya.
4. Penyebab Penyakit Jantung Koroner dari Pandangan Psikologi
Riset multi budaya telah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
didalam setiap kejadian penyakit jantung koroner di negara-negara
tertentu, dan khususnya angka kematian akibat penyakit jantung koroner.
Sebagai contoh, individu di Rusia memiliki angka kematian sangat tinggi
karena penyakit jantung koroner, sedangkan mereka yang tinggal di
Prancis dan Rusia memiliki angka kematian yang sangat rendah. Di
seluruh wilayah Eropa sendiri, negara-negara di utara memiliki kejadian
kematian akibat penyakit jantung koroner lebih tinggi sedangkan di
negara-negara di selatan menunjukkan kejadian kematian yang lebih
rendah. Temuan ini menunjukkan peran penting faktor gaya hidup,
khususnya pola makan, pada kasus kematian akibat penykait jantung
koroner (Albery, 2011).
Walaupun kebanyakan studi lebih memfokuskan faktor biologis
dan gaya hidup, tapi beberapa bukti menunjukkan bahwa faktor psikologis
memiliki peran yang sangat penting dalam kemunculan, perkembangan,
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
dan hasilnya dari penyakit jantung koroner. Faktor-faktor yang paling
penting adalah depresi, kecemasan dan stres (Nekouei, 2013).
Menurut Taylor (dalam Pratiwi, 2009) mengemukakan reaksireaksi yang ditimbulkan oleh individu yang menderita penyakit kronis
seperti penyakit jantung koroner, yaitu:
1. Shock
Shockmerupakan reaksi pertama individu saat mengalami
diagnosa fisik mengenai masalah kesehatan yang kronis.Rasa terkejut
dan bingung atau perilaku yang muncul secara otomatis. Shock terjadi
sebenarnya akan berlanjut beberapa minggu, shock terjadi untuk
beberapa tingkat situasi krisis yang dialami oleh seseorang, dan
ketegasan itu muncul tanpa peringatan.
2. Denail
Denail merupakan mekanisme pertahanan diri seseorang
dimana seseorang menghindari kenyataan bahwa individu menderita
suatu penyakit. Individu akan menolah kenyataan bahwa individu
menderita suatu penyakit.
3. Anxiety
Anxiety merupakan rasa kecemasan akan segera muncul setelah
adanya diagnosis penyakit kronis pada diri seseorang. Banyak pasien
yang ditakuti suatu perubahan yang potensial akan terjadi dalam hidup
mereka dan masa depan mereka adalah kematian. Masalah kecemasan
tidak hanya disebabkan oleh stres tapi juga digabungkan dalam fungsi-
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
fungsi yang baik. Kecemasan juga tinggi saat seseorang mengharapkan
perubahan gaya hidup yang muncul dari penyakit ataupun treatmen,
saat mereka tergantung dengan profesional kesehatan, saat mereka
mengalami kejadian berulang-ulang.
4. Depression
Depression yaitu kemungkinan akan terjadi setelah proses
denail dan anxiety muncul. Depresi merupakan reaksi terakhir
terhadap penyakit kronis, karena sering menghabiskan waktu pasien
untuk memahami kenyataan kondisi mereka. Depresi tidak hanya akan
menghasilkan distress tetapi juga disebabkan oleh gejala-gejala yang
dialami dan bagaimana masa depan seseorang dengan penyakitnya.
Depresi yang muncul karena penyakit dan treatmen juga dapat
dihubungkan dengan bunuh diri dan lansia.
Sudah diketahui dalam beberapa waktu kedepan faktor-faktor gaya
hidup sangat mempengaruhi resiko penyakit jantung koroner. Hal ini
meliputi sejarah keluarga tentang penyakit jantung koroner, merokok,
naiknya tekanan darah, terkait dengan meningkatnya kolesterol, kurangnya
olah raga, diabetes, obesitas dan stres (Albery, 2011).Perubahan angka
kematian yang terjadi di Inggris dan Wallas. Korban serangan jantung
terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress
(dalam Djohan, 2004).
Stres adalah faktor resiko lain penyakit jantung koroner yang nyata
dengan
psikologi
kesehatan,
khususnya
berdasarkan
peransentral
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
psikoneuroimunologi dalam memahami pengalaman subjektif tentang stres
dan pengaruhnya bagi kesehatan. Meskipun stresor lingkungan sudah
terbukti meningkatkan resiko penyakit jantung koroner, namun sebenarnya
ini lebih banyak dipengaruhi persepsi subjektif pelaku terhadap stresorstresor ini. Khusunya, kurangya kontrol yang dirasakan terhadap stresor
lingkungan (contohnya akibat tuntutan kerja seseorang) nampaknya
menjadi faktor resiko yang penting bagi penyakit jantung koroner (Albery,
2011).
Dampak dari stres dapat menimbulkan gangguan detak jantung,
gangguan aliran darah koroner secara langsung maupun tidak langsung
sebagai akibat spasme pembulu darah koroner, karena stres memicu
pelepasan zat katekolamin. Stres juga lebih mudah menyerang mereka
yang berkepribadian tipe A. Stres juga erat kaitannya dengan faktor resiko
lain seperti hipertensi, merokok dan dislipidemisa (Margatan, 1996).
Serangan jantung memang memberikan efek psikologis yang besar.
Menurut Robert R. Kowalski dalam bukunya “8 Step to Health Heart”
yang paling terkena dampak penyakit jantung koroner bukanlah jantung
atau bagian lain dari sistem kardiovaskular. Organ yang paling
terpengaruh dan menentukan proses penyembuhan itu terletak dalam otak
yang muncul dalam bentuk sikap mental atau kejiwaan seseorang (dalam
Mangoenprasodjo, 2005).
Sikap mental memiliki peranan yang besar dalam proses
penyembuhan dan peningkatan harapan hidup pasien penyakit jantung
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
koroner. Menurut Prof. Dr. Harmani Kalim, MPH., Sp.jp., dari Pusat
Jantung Nasional (PJN) Harapan Kita, Jakarta, peran penderita dalam
menangani masalah psikologis sangat penting untuk mencapai hasil dari
proses penyembuhan yang maksimal. Kematangan mental selanjutnya
harus dilakukan bersamaan dengan usaha meminimalkan resiko serangan.
Faktor resiko itu antara lain hipertensi (tekanan darah), gula darah tinggi,
kadar kolesterol tinggi, obesitas, pola makan tinggi, lemak dan garam,
kurang gerak dan istirahat, stres, kebiasaan merokok dan mengkonsumsi
alkohol. Faktor-faktor tersebut dapat di kontrol atau diperbaiki (dalam
Mangoenprasodjo, 2005).
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Faktor
Psikologis
Faktor
Perilaku
depresi
Merokok.
Aktifitas fisik:
diet kalori
tinggi, diet
kolesterol
tinggi,
rendahnya
dukungan
sosial, ketidak
patuhan
terhadap
pengobatan
Stres kronik:
Kemiskinan,
rasa benci,
tekanan
pekerjaan,
tekanan
perkawinan,
kecemasan
Faktor
Biologis
gen
Diabetes
obesitas
Tinggi
kolesterol
Meningkatnya
stres
Bahaya stres
akut
Awal dari
Penyakit
Peradangan
pembuluh
darah tinggi
Tekanan darah
tinggi
Ketidak seimbangan otonom
kelelahan
Penyakit jantung koroner
Gambar 1: Skema depresi dengan penyakit jantung koroner
dimodifikasikan Wulsin. L. R 2007 sebuah pembaharuan
untuk depresi, stres dan penyakit jantung (Vanderbilt
University Press) (dalam Wulsin, 2012).
Model skema diatas menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner
bisa ditimbulkan oleh faktor psikologis berupa depresi. Depresi akan
memunculkan gejala berupa faktor perilaku seperti merokok dan aktifitas fisik
yang berlebihan mempengaruhi faktor biologis, yang nantinya akan
menimbulkan obesitas dan tingginya kolestrol. Obesitas dapat menimbulkan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
gejala awal penyakit jantung koroner yaitu diabetes resiesen insulin.Sehingga
apabila tidak diatasi maka akan muncul jantung koroner. Begitu juga pada
tingginya kolesterol apabila tidak diperhatikan maka akan menimbulkan
penyakit jantung koroner (dalam Wulsin, 2012).
Selain itu faktor psikologis dari penyakit jantung koroner dari depresi
yangjuga akan memunculkan gejala dari faktor biologis yaitu meningkatnya
stres
dan
ketidak
seimbangan
otonom.
Meningkatnya
stres
dan
ketidakseimbangan otonom dapat mengakibatkan munculnya awal dari suatu
penyakit berupa peradangan pembuluh darah tinggi dan tekanan darah tinggi.
Apabila tidak diatasi maka akan muncul penyakit jantung koroner (dalam
Wulsin, 2012).
Penyakit jantung koroner bisa ditimbulkan oleh faktor psikologis
berupa depresi. Depresi akan memunculkan gejala stres kronik biologis berupa
ketidakseimbangan otonomi, ketidakseimbangan ini bisa menimbulkan gejala
awal penyakit jantung koroner berupa tekanan darah tinggi, sehingga apabila
tidak dapat diatasi terus menerus akan muncul jantung koroner (dalam Wulsin,
2012).
Tidak hanya itu, faktor psikologis seperti depresijuga dapat
memunculkan gejala stres kronik, stres kronik ini bisa bersumber dari
kemiskinan, rasa benci, tekanan pekerjaan, tekanan perkawinan, dan
kecemasan. Apabila stres tersebut tidak diatasi maka akan mengakibatkan
stres akut yang berbahaya bagi kesehatan. Bahaya stres akut akan
mempengaruhi faktor bilogis yaitu individu akan mudah merasa kelelahan dan
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
ketidakseimbangan otonom. Dari munculnya faktor biologis ini dapat memicu
terjadinya awal penyakit seperti tekanan darah tinggi. Sehingga apabila tidak
ditangani dengan tepat maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner
(dalam Wulsin, 2012).
D. Pengaruh Optimisme terhadap Hardiness pada Pasien Penyakit Jantung
Koroner
Jantung merupakan tempat untuk memompa aliran darah keseluruh
tubuh. Darah yang mengalir keseluruh tubuh melalui pembulu darah arteri.
Apabila pembulu darah arteri mengalami penyumbatan akibat tumpukan
lemak atau plak sehingga oksigen sulit masuk kejantung yang menyebabkan
aliran darah keseluruh tubuh terhambat dan akhirnya timbul penyakit jantung
koroner. Penyakit jantung koroner yang juga merupakan penyakit jantung
iskemik disebabkan oleh mengerasnya arteri akibat adanya tumpukan lemak
didinding arteri sehingga menghambat aliran darah ke jantung. Penyakit
jantung koroner merupakan penyakit yang mematikan. Dulu penyakit ini
hanya menyerang pada orang-orang berusia lanjut. Namun seiring kemajuan
zaman dan perubahan gaya hidup, penyakit jantung koroner dapat menyerang
siapa saja.
Pasien yang didiagnosis penyakit jantung koroner awalnya pasien
merasa cemas, khawatir dan shock tidak menyangka bahwa dirinya terkena
penyakit
kronis.
Pasien
setelah
terkena
penyakit
jantung
koroner
memilikiberbagai macam permasalahan dalam kehidupannyan. Dimana
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
kehidupan pasien selanjutnya merupakan sebuah tantangan dan hal baru yang
harus dijalani setelah terkena penyakit jantung koroner. Individu yang
memiliki penyakit jantung koroner ada yang mudah melakukan perubahan
pola hidup dan perilaku yang lebih sehat, namun ada juga pasien penyakit
jantung koroner yang kesulitan.
Kondisi pasien penyakit jantung koroner berbeda-beda ada yang
masih bekerja dan ada yang sudah tidak bekerja. Pasien yang masih bekerja
terkadang merasa putus asa karena pasien sudah tidak bisa semaksimal dulu
dalam bekerja.Kemudian adanya tuntutan dalam pekerjaan dan kehidupan
yang menjadikan tekanan tersendiri bagi pasien. Pasien terkadang sulit untuk
menerima kondisi setelah terkena penyakit jantung koroner. Namun ada juga
pasien yang berusaha untuk menerima kondisi setelah terkena penyakit
jantung koroner. Aktivitas pasien menjadi terbatas, sebagai contoh ketika
pasien berjalan kaki pasien merasa nafasnya sesak dan sakit.
Rasa
sakit
yang
timbul
ketika
penyakitnya
kambuh
dapat
mempengaruhi kondisi psikologis pasien yaitu pasien merasa tidak berdaya,
cemas, dan takut meninggal tiba-tiba.Walaupun pasien rutin melakukan
kontrol dan minum obat secara teratur namun pasien merasa penyakitnya tak
kunjung sembuh.Pasien juga merasa bosan ketika harus minum obat, karena
pasien merasa hidupnya menjadi tergantung dengan obat. Sebenarnya pasien
dapat memperbaiki kondisi penyakitnya, namun pasien sulit menjaga pola
makan yang dikonsumsi yang bisa saja memperburuk kondisi penyakitnya.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Permasalahan-permasalahan yang dialami pasien penyakit jantung
koroner menyebabkan pasien merasa tidak berguna, khawatir dan putus asa
dalam menjalani kehidupan. Adapun usaha yang harus dilakukan agar pasien
bisa kuat dalam menjalani kehidupan setelah terkena penyakit jantung koroner
adalah dengan adanya hardiness. Menurut Kobasa (dalam Schellenberg, 2005)
hardiness
adalah
definisi
konstruk
sebagai
"konstelasi
karakteristik
kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya tahan dalam menghadapi
peristiwa kehidupan yang penuh stres".
Schultz (dalam Utami, 2010)menjelaskan bahwa individu yang
memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka
lebih mampu dalam melawan stres. Individu dengan hardy personality
percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadiankejadian dalam hidupnya. Mereka secara mendalam berkomitmen terhadap
pekerjaannya dan aktivitas-aktivitas yang mereka senangi, dan mereka
memandang perubahan sebagai sesuatu yang menarik dan menantang lebih
daripada sebagai sesuatu yang mengancam. Sebaliknya, kurangnya hardiness
dalam diri individu dapat dihubungkan dengan tingkat stres yang tinggi
(Riggiodalam Utami, 2010).
Hardiness dapat diperoleh apabila individu berusaha untuk yakin dan
merasa mampu dalam menghadapi berbagai macam persoalan sekalipun
menimbulkan stress, sehingga individu dapat menemukan jalan keluar dari
setiap persoalan yang dihadapi. Hardiness bisa dikatakan penting untuk
dimiliki oleh setiap individu termasuk pada pasien penyakit jantung
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
koroner.Individu yang memiliki hardiness dalam dirinya akan mampu
bertahan menghadapi semua tuntutan dan tantangan setelah terkena penyakit
jantung koroner. Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) hardiness adalah definisi
konstruk sebagai "konstelasi karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai
sumber daya tahan dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang penuh stres".
Setiap pasien memiliki sikap yang berbeda-beda dalam menghadapi
berbagai macam persoalan setelah terkena penyakit jantung koroner. Menurut
Seligman (2006), beberapa ciri individu yang optimis yaitu memiliki ciri-ciri
sikap yang khas, salah satu diantaranya menghentikan pemikiran yang negatif.
Hal tersebut sejalan dengan salah satu sikap yang terkandung dalam
kepribadian hardiness, yaitu menemukan makna positif dalam hidup (dalam
Nurtjahjanti, 2011).
Individu
dikatakan
optimis
jika
individu
memiliki
ciri-ciri
kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil
resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinana dan
kepercayaan diri yang mantap (Achmad, 2013). Pasien penyakit jantung
koroner dengan adanya sikap yang optimis dapat membantu pasien untuk
mampu dalam menghadapi persoalan setelah terkena penyakit jantung
koroner, sehingga pasien dapat bertahan dengan kondisinya saat ini.
E. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas maka dapat
disimpulkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, bahwa pasien penyakit
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
jantung koroner yang disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti makanan
yang berkolestrol, merokok, usia, jenis kelamin, tekanan psikologis, dan
penyakit penyerta lainnya. Pasien setelah terkena penyakit jantung koroner ini
akan memunculkan berbagai macam permasalahan seperti mengalami rasa
sakit yang diakibatkan oleh kondisi penyakitnya. Rasa sakit yang dialami
tentu juga akan berpengaruh terhadap kondisi psikisnya, seperti mucul merasa
tidak berguna, putus asa, dan stres karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh.
Selain itu juga aktivitas pasien menjadi terbatas seperti tidak dapat
melakukan pekerjaan yang berat bahkan ketika berjalan saja, pasien merasa
nafasnya sesak dan muncul nyeri. Kemudian pasien harus merubahpola hidup
dan perilaku lebih sehat.Pasien ada yang mudah melakukan perubahan pola
hidup dan perilaku lebih sehat, namun ada juga yang kesulitan, sehingga
memperburuk kondisi penyakitnya. Tuntutan pekerjaan yang menambah
beban bagi pasien yang terkadang membuat pasien menjadi khawatir akan
keadaannya karena pasien sudah tidak bisa bekerja semaksimal dulu.Adanya
perasaan takut meninggal ketika sedang bekerja. Selain tuntutan pekerjaan,
ada juga tuntutan kehidupan dimana pasien harus bekerja untuk keluarga.
Adapun usaha yang harus dilakukan agar pasien bisa kuat dalam
menghadapi setiap persoalan adalah dengan adanya hardiness. Kekuatan yang
muncul dari dalam diri pasien dapat membantu pasien dalam menghadapi
berbagai macam persoalan hidupnya sekalipun itu menimbulkan stres. Faktor
lain yang diperlukan yaitu optimisme, sikap yang optimis pada diri pasien
dapat membuat pasien merasa mampu, merasa yakin dan tidak mudah putus
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
asa dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidupnya kedepan setelah
terkena penyakit jantung koroner, sehingga harapannya pasien dapat mencari
solusi dengan berfikir positif dalam menghadapi setiap persoalan yang
dihadapi.
F. Hipotesis
Berdasarkan teori diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa ada
pengaruh optimisme terhadap hardiness pada pasien penyakit jantung koroner
di Instalasi Rawat Jalan RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Pasien Penyakit Jantung Koroner
1.
2.
3.
4.
Rasa sakit
Keterbatasan aktifitas
Perubahan pola hidup
Tuntutan pekerjaan dan kehidupan
1.
2.
3.
4.
5.
Hardiness:
Optimisme:
1. Permanen
2. Pervasif
3. Personalisasi
Optimis
Cemas
Khawatir
Tidak berguna
stres
Putus asa
Pesimis
1. Kontrol
2. Komitmen
3. Tantangan
Hardiness
Non hardiness
Gambar 2
Kerangka Berpikir
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Download