BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan teknologi maju dan modern. Salah satu konsekuensi dari perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi kerja dalam perusahaan supaya terus menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan demikian diharapkan ada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimal (Imansyah, 2005). Lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat misalnya bising yang melebihi ambang batas merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara dan ketulian permanen juga akan berdampak negatif lain seperti gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan dan reaksi masyarakat (Hadian, 2000). Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL ) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising 2 merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbiakusis (Irwandi, 2008). Menurut WHO (1995), bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor yaitu : 1) intensitas bunyi yang berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik akibat getaran dalam rentang pendengaran, 2) frekuensi, yaitu bunyi dengan frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya, 3) durasi, yakni lamanya paparan bising yang berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam, dan 4) sifat bunyi yang mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermitten) bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang dari satu detik) sangat berbahaya. Data dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA) dan U.S Environmental Protection Agency (EPA) menyatakan bahwa paparan tingkat kebisingan yang berpotensi membahayakan adalah umum terjadi di tempat kerja di Amerika. Lembaga Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) memperkirakan bahwa jumlah pekerja yang terpapar tingkat pencemaran kebisingan adalah kira-kira 30 juta (Franks et al., 1996). Hal ini ditemui dalam bidang konstruksi, pertambangan, pertanian, manufaktur dan utilitas, transportasi, serta dalam kemiliteran. Perkiraan oleh OSHA menunjukkan bahwa hampir seperempat dari pekerja di industri ini secara rutin terpapar tingkat kebisingan dalam kisaran 90 sampai 100 dB (AS Departemen Tenaga Kerja OSHA, 1981). 3 Secara internasional ketulian akibat bising diakui sebagai masalah kesehatan kerja yang signifikan, dengan perkiraan prevalensi berkisar 7% dari populasi di negara-negara barat dan 21% di negara berkembang. Di Australia, gangguan pendengaran di perkirakan merugikan negara sekitar US 11,6 milyar (Thorne et al., 2008). Kebisingan dapat menyebabkan ancaman bagi sistem pendengaran, kesehatan umum, proses pembelajaran dan perilaku manusia. Bising di atas 85 dB tidak hanya akan menyebabkan keluhan pada organ telinga dan pendengaran tetapi berbagai penelitian membuktikan terjadinya peningkatan tekanan darah, gangguan tidur, kelainan pencernaan, meningkatnya emosi dan berbagai kelainan akibat stress (Ighoroje et al., 2004). Hilangnya sensitivitas dan kejelasan terhadap suara nada tinggi terutama dengan adanya latar belakang kebisingan menjadi sulit untuk berkomunikasi, sehingga seseorang menjadi tidak bisa toleran terhadap suara keras dan mengeluh tinnitus. Kesulitan-kesulitan ini mengakibatkan tekanan fisik dan psikologis yang besar bagi pekerja yang kemudian berdampak mengurangi kualitas hidup pekerja dengan membatasi komunikasi, hiburan, dan kesempatan kerja, serta menjadi beban berat pada keluarga dan teman-temannya. Tidak mengherankan, jika terjadi gangguan pendengaran pada seseorang yang tidak dikoreksi dapat menyebabkan isolasi sosial dan depresi (Thorne et al., 2008) Lama kerja seseorang dalam satu hari agar dapat bekerja dengan baik pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut 4 biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Dalam seminggu seseorang biasanya dapat bekerja baik selama 40-50 jam (Suma’mur, 1996). Pada pabrik konveksi dalam penelitian ini memberlakukan sistem lembur sehingga jumlah jam kerja karyawannya bertambah menjadi sekitar 14 jam dalam sehari dan intensitas kebisingan ruangan sekitar 77 dB. Dengan adanya sistem lembur dan perubahan jadwal kerja, harus juga diperhatikan kemungkinan terjadinya kelelahan kronik dan masalah kesehatan lainnya. B. Rumusan Masalah Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen. Bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi, oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala (Mahdi, 1993; Oetomo dan Suyitno, 1993). Bising dalam kurun waktu yang lama dan kontinyu dapat mengakibatkan penurunan pendengaran dan merupakan faktor stresor psikologis dan fisik yang dapat mempengaruhi fungsi pendengaran. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, rasa jengkel rasa khawatir, cemas, susah tidur, mudah marah dan cepat tersinggung. Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah 5 mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (Budiono, 2003), dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Priatna dan Utomo, 2002) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur, 1996). C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat disusun pertanyaan penelitian: Adakah korelasi antara stres psikologis dengan nilai ambang dengar di lingkungan bising mesin pada pekerja pabrik konveksi? D. Keaslian Penelitian Sukar et al., 2003 meneliti dampak kebisingan frekuensi 6000 Hz dan 8000 Hz terhadap ketulian karyawan bagian boiler dan laundry (terpapar) dengan bagian umum (tidak terpapar) di rumah sakit di Jakarta, jumlah sampel keseluruhan 42 karyawan, usia 20 sampai 56 tahun, masa kerja minimum 5 tahun, yaitu tingkat kebisingan karyawan yang terpapar > 78 dB sedangkan yang tidak terpapar < 78 dB. 6 Hasil yang diperoleh yaitu pada frekuensi 6000 Hz berdasarkan lama terpapar menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja di lokasi terpapar dengan lama terpapar ≥ 10 tahun yang telah mengalami ketulian sebanyak 47,6% dan yang bekerja di lokasi tidak terpapar yang telah mengalami ketulian sebanyak 42,9% sedangkan karyawan yang telah terpapar < 10 tahun yang telah mengalami ketulian sebanyak 14,3% dan karyawan yang tidak terpapar telah mengalami ketulian sebanyak 9,5%. Pada frekuensi 8000 Hz dengan lama terpapar ≥ 10 tahun telah mengalami ketulian sebanyak 52,4% dan yang tidak terpapar yang telah mengalami ketulian sebanyak 38,1%, sedangkan karyawan yang terpapar < 10 tahun yang bekerja di lokasi terpapar telah mengalami ketulian sebanyak 14,3% dan karyawan yang bekerja di lokasi tidak terpapar telah mengalami ketulian sebanyak 9,5% (Sukar et al., 2003). Usmianto (2007) meneliti hubungan antara umur, masa kerja dan intensitas kebisingan dengan nilai ambang dengar pada karyawan di pengolahan kayu bagian rotari dan pengamplasan di kabupaten Kendal dengan jumlah sampel 35 orang. Hasil yang diperoleh data intensitas kebisingan 87,6 dB yaitu 23 orang (65,7%), intensitas kebisingan terendah 76,6 dB sebanyak 12 orang (34,2%), umur tertinggi 42 tahun umur terendah 22 tahun, masa kerja terlama 18 tahun, masa kerja terbaru 2 tahun dengan rata-rata masa kerja 8 tahun. Ambang dengar terendah 25 dB dan tertinggi 64 dB rata-rata ambang dengar 38 dB. Sihole (2008) meneliti hubungan kebisingan terhadap stres pada pekerja bagian produksi PT Hadi baru Medan, Jumlah sampel 42 orang. Hasil pengukuran di 7 lakukan pada 4 titik berbeda di bagian produksi diperoleh intensitas kebisingan berada antara 86.1 dB(A)-101,3 dB(A) hasil yang peroleh diketahui 5 orang (12,5%) pekerja mengalami stres. Penelitian oleh Hanifa (2006) membuktikan adanya hubungan signifikan antara kebisingan dengan kelelahan pada tenaga kerja industri pengolahan kayu brumbung Perhutani semarang. Halawa (2011) pada penelitiannya tentang korelasi antara lama terpapar bising mesin dengan nilai ambang dengar pekerja pabrik konveksi menunjukkan bahwa lama kerja mempunyai korelasi terhadap ambang dengar meskipun intensitas bising berada dibawah 80 dB yaitu 77 dB. Penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti berbeda dengan penelitianpenelitian tersebut diatas, yaitu peneliti ingin melihat korelasi antara stres psikologis dengan nilai ambang dengar pekerja pabrik konveksi dengan intensitas kebisingan ruangan 77 dB. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan korelasi antara stres psikologis dengan nilai ambang dengar di lingkungan bising mesin pada pekerja pabrik konveksi. 8 F. Manfaat Penelitian Diharapkan manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti dan medis Dari hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang korelasi stres psikologis terhadap nilai ambang dengar pada bising pabrik sehingga dapat bermanfaat dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Bagi Perusahaan dan tenaga kerja Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat di jadikan dasar untuk mengevaluasi kesehatan pekerja yang terpapar bising dan dapat memberikan masukan bagi penentu kebijakan untuk membuat sistem regulasi dan keselamatan pekerja serta tenaga kerja timbul kesadaran untuk mematuhi peraturan menggunakan alat pelindung telinga.