78 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Dari keseluruhan iklan TV provider telpon seluler Kartu AS, XL dan Axis yang tayang pada bulan Januari sampai September 2011 berjumlah 37 iklan TV. Berdasarkan 7 kategori elemen yang dipilih untuk mengukur iklan TV tersebut, diperoleh 213 kategori memenuhi kode etik periklanan dan 46 kategori yang tidak memenuhi kode etik periklanan. Dengan demikian diketahui bahwa tidak semua TVC Axis, Kartu AS, dan XL memenuhi Etika Pariwara Indonesia. 2. Dari total 259 kategori yang telah diujikan terdapat 46 kategoriyang melakukan pelanggaran, diantaranya berupa pelanggaran kategori adegan sebanyak 15 pelanggaran, kategori model (talent) sebanyak 1 pelanggaran, kategori suara sebanyak 13 pelanggaran, serta kategori musik sebanyak 1 pelanggaran. 3. Dari total 46 kategori yang melakukan pelanggaran ditemukan beberapa bentuk pelanggaran. Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh iklan TV dari ketiga provider tersebut diantaranya berupa penggunaan kalimat superlatif “paling” tanpa secara spesifik memberikan tolok ukur dari penggunaan kalimat/kata tersebut serta tanpa disertai bukti tertulis serta otentik dari otoritas terkait. Hal tersebut 78 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 79 menjadikan pernyataan tersebut tidak dapat dipercaya dan melanggar Etika Pariwara Indonesia Bab IIIA. Pelanggaran tersebut dilakukan oleh ketiga provider tersebut baik Axis, Kartu As, dan XL. Bentuk pelanggaran lainnya berupa tindakan merendahkan pesaing dengan menggunaan ikon kuntilanak yang dijatuhkan dan menimpa sebuah mainan berbentuk kuda. Tindakan merendahkan pesaing tersebut diperkuat dengan pernyataan yang diucapkan oleh talent dalam iklan TV tersebut yaitu pernyataan “ksurupan setan mahal?” dan “dijamin gak ribet, gak nakut-nakutin” serta pernyataan “salah set kunti?”. Bentuk lain yang dinilai merendahkan pesaing yaitu berupa penggunaan ikon warna dari produk pesaing yang dikenakan pada pakaian model/talent dan membuatnya seolah-olah para pesaing mereka kalah dengan cara mengejarnya hingga lelah dan terengahengah. Dalam iklan TV lain terlihat satu provider mengalahkan pesaingnya dengan cara mencabik-cabik pakaian dengan ikon warna pesaing yang digunakan oleh model (talent) dengan menggunakan pedang yang menjadikan hal-hal tersebut melanggar Etika PariwaraBab IIIA pasal 1.21 tentang Merendahkan Pesaing. Kedua bentuk pelanggaran tersebut masuk dalam kategori adegan sebanyak 15 pelanggaran, kategori model (talent) sebanyak 1 pelanggaran, kategori suara sebanyak 13 pelanggaran, serta kategori musik sebanyak 1 pelanggaran, baik dalam bentuk penggunaan kalimat superlatif, maupun merendahkan pesaing baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Kecendrungan pelanggaran yang dilakukan oleh iklan TV provider Kartu AS, XL, dan Axis terdapat dalam kategori adegan dan naskah dengan persentasi sebanyak http://digilib.mercubuana.ac.id/ 80 33% dengan jumlah 15 pelanggaran dari ke 7 kategori yang diujikan dalam bentuk penggunaan kalimat superlatif “paling murah” yang melanggar Etika Pariwara Indonesia Bab IIIA pasal 1.2. 5. Membandingkan provider mana yang melakukan kecendrungan pelanggaran lebih dominan? Dari ketiga provider seluler yang diteliti, terdapat provider yang melakukan pelanggaran lebih dominan dibandingkan yang lainnya. Axis tercatat melakukan sebanyak 10 kategori pelanggaran dengan persentasi 23% dari total 44 pelanggaran yang tercatat secara keseluruhan, sedangkan Kartu As tercatat melakukan sebanyak 30 kategori pelanggaran dengan persentasi 68% dari total 44 pelanggaran yang tercatat secara keseluruhan, sedangkan XL tercatat melakukan sebanyak 4 kategori pelanggaran dengan persentasi 9% dari total 44 pelanggaran yang tercatat secara keseluruhan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Kartu As tercatat melakukan pelanggaran lebih dominan yaitu sebanyak 30 kategori pelanggaran dari total pelanggaran keseluruhan sebanyak 44 kategori pelanggaran dengan kecendrungan pelanggaran yang dilakukan dalam kategori adegan sebanyak 10 kategori pelanggaran dan naskah sebanyak 10 kategori pelanggaran. Dengan demikian berarti keseluruhan iklan TV Kartu As yang tayang pada periode Januari – September 2011 tidak memenuhi atau dalam kata lain melanggar kategori adegan serta naskah dalam bentuk penggunaan kalimat superlatif “paling murah” tanpa secara spesifik menyertakan bukti tertulis dan otentik dari otoritas terkait berkenaan dengan penggunaan kalimat “paling murah” tersebut. Secara http://digilib.mercubuana.ac.id/ 81 tidak langsung penggunaan kalimat tersebut telah melanggar Etika Pariwara Indonesia pada Bab IIIA pasal 1.2 dalam hal penggunaan Bahasa. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Kartu As telah melakukan pelanggaran lebih dominan dibandingkan dengan kedua provider yang lainnya yaitu Axis dan XL. 5.2. Saran Beberapa saran yang dapat periset sampaikan untuk menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian adalah : 1. Meskipun tidak semua iklan TVAxis, Kartu As, serta XL yang tayang pada periode Januari sampai September 2011 melanggar semua kategori serta Etika Pariwara Indonesia, khususnya pada Bab IIIA, namun tetap terjadi pelanggaran dalam beberapa iklan TV yang tayang tersebut dan hendaknya kategori yang tidak memenuhi kode etik periklanan lebih diperhatikan lagi agar kedepan Axis, Kartu AS dan XL dapat membuat iklan yang benar-benar mematuhi kode etik periklanan sebagai wujud kepedulian terhadap konsumen pengguna produk yang ditawarkan. Serta lebih memperhatikan penggunaan bahasa pada iklan TV yang ditayangkan agar tidak hanya terkesan sebuah kebohongan belaka bagi konsumen pengguna produk yang ditawarkan dan dikhawatirkan konsumen hanya menganggap apa yang diiklankan melalui TV hanya sebagai bualan belaka karena tidak adanya bukti yang otentik terhadap penggunaan bahasa tertentu, terlebih dalam penggunaan kalimat/pernyataan yang bernada “superlatif”. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 82 2. Hendaknya Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia memantau serta mengawasi dan membina para biro iklan yang membuat iklan-iklan diatas untuk menghindari pelanggaran Etika Pariwara. Bagi para biro iklan hendaknya lebih berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia, dan menjadikan Etika Pariwara Indonesia sebagai alat serta tolok ukur untuk berkarya lebih kreatif, bukan sebagai halangan untuk berkarya lebih kreatif dalam membuat serta merancang sebuah iklan. Perlu ditegaskan bahwa wajib bagi setiap pihak yang bergerak di dalam dunia periklanan agar mengetahui dan memahami Etika Pariwara Indonesia yang dijadikan sebagai pedoman dalam membuat sebuah iklan. Karena iklan bukan hanya sebagai alat komunikasi dan promosi dari produsen kepada konsumen tetapi juga sebagai suatu pesan yang tetap harus memperhatikan aspek moral dan normanorma yang ada di masyarakat. 3. Selain itu diperlukan juga kerjasama dari ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan para stasiun TV yang menayangkan iklan–iklan tersebut serta KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang berhak memberhentikan setiap tayangan TV, jika tayangan tersebut dianggap telah melanggar Etika serta norma-norma yang ada. 4. Hendaknya YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan lembaga – lembaga perlindungan terhadap hak–hak konsumen lainnya, lebih memperhatikan hak-hak konsumen yang dilanggar dalam iklan TV yang ditayangkan tersebut sebagai wujud kepedulian terhadap konsumen serta dalam rangka menjalankan fungsi utama lembaga tersebut untuk melindungi hak-hak konsumen sebagai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 83 pengguna produk dari iklan-iklan yang ditayangkan. Dan hendaknya masyarakat umum sebagai konsumen atau pengguna produk harus lebih cerdas dan tidak begitu saja menerima iklan TV yang ditayangkan, serta lebih selektif dalam memilih produk terutama produk provider seluler yang ditawarkan. 5. Diperlukan pula adanya kerjasama dan peran serta masyarakat luas dalam hal mengawasi serta melaporkan kepada BPP-P3I setiap iklan TV yang berpotensi melanggar Etika dan norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga dapat melanggar Etika Pariwara Indonesia BAB IIIA. http://digilib.mercubuana.ac.id/