STUDI PENGEMBANGAN RESERVOIR Z

advertisement
BAB II
TINJAUAN LAPANGAN
Semua materi dalam Bab II ini diambil dari hasil analisa peneliti lain8.
2.1
Geologi Regional
Secara regional, lapangan X berada di bagian tengah Cekungan Sumatra Utara,
dan secara geografis berada di antara Kota Medan dan Pangkalan Brandan (Gambar
II.1). Cekungan Sumatra Utara, dibatasi oleh Busur Asahan di bagian selatan, dan
dibatasi oleh Rangkaian Bukit barisan di sebelah barat. Ke arah timur menyatu dengan
Paparan Sunda, sedangkan ke arah utara menerus dan mendalam ke arah Andaman.
Cekungan Cekungan Sumatra Utara terdiri dari beberapa “Dalaman” (Tamiang
Deep, Jawa Deep, Paseh Deep, dan beberapa tinggian: Lhok Sukon High, Alur High,
Arun High) dan Lapangan X berada di Yang Besar High (Gambar II.2). Geologi
Cekungan Sumatra Tengah telah banyak dibahas oleh beberapa ahli, diantaranya:
Davies (1984), Daly, et al. (1987), Sosromihardjo (1988), Cameron, et al. (1980), dan
Tiltman (1990). Dua pola konfigurasi batuan dasar (basement), yaitu pola utara-selatan
dan pola tenggara-baratlaut (NE-SW) pada saat sekarang tercermin dalam bentuk
tinggian (horst) dan rendahan (graben), seperti terlihat pada Gambar II.2 dan Gambar
II.3. Demikian juga pembahasan stratigrafi Cekungan Sumatra Utara, diantaranya
Rhyadi, dkk (1998), (Gambar II.4). Hubungan antara stratigrafi regional dan sistem
hidrokarbon di Cekungan Sumatra Utara dapat dilihat pada Gambar II.4.
2.1.1 Kerangka Tektonik
Evolusi geologi Cekungan Sumatra Utara dapat dirunut dalam 3 fase/tahapan
tektonik dan sedimentasi, yaitu (1) fase tektonik rifting, (2) fase tektonik Quiescence,
dan (3) fase tektonik kompresi-inversi.
Gambar II.1 Lokasi Lapangan X, tenggara Pangkalan Brandan
.
II.2
Elemen Tektonik Cekungan Sumatera Utara dan Lokasi Lapangan
Gambar II.3 Pola struktur Cekungan Sumatra Utara (Davies, et al, 1983)
(Kamili, et al, 1976)
Gambar II.4. Stratigrafi Lapangan X
Pada waktu Pre-Rift, Eosen Tengah, daerah Cekungan Sumatra Utara merupakan
bagian tepi barat Paparan Sunda. Saat itu, daerah daratan berada di Paparan Sunda, ke
arah SW menuju ke cekungan. Endapan batugamping Formasi Tampur adalah bukti
adanya paparan karbonat, dan berubah facies ke timur menjadi endapan litoral
silisiklastik Formasi Meucampli.
Ketidakselarasan terjadi waktu Eosen Atas sampai Oligosen Bawah, sebagian
wilayah Cekungan Sumatra Utara menjadi daratan. Endapan kipas aluvial berupa
batupasir konglomeratan Formasi Parapat berkembang di sepanjang Proto-Barisan, dan
berubah dengan endapan batupasir aluvial di daratan. Endapan tersebut termasuk ke
dalam Formasi Parapat yang tidak selaras di atas batuan dasar dan Formasi Tampur.
Fase tektonik “rifting” menyebabkan geometri cekungan berupa graben atau
setengah graben yang terjadi selama waktu akhir Oligosen Bawah hingga Oligosen
Atas. Pada saat syn-rift, graben atau setengah graben terpisah oleh tinggian (horst) dan
di dalamnya diendapkan serpih hitam Formasi Bambo di lingkungan lakustrin (sebagai
Source Rocks). Pada akhir Oligosen Atas, genang laut mulai terjadi dan diendapan
serpih gampingan Formasi Bambo pada lingkungan laut tertutup. Genang laut berlanjut
terus menandai fase post-rift pada Miosen Bawah, dan cekungan menjadi lingkungan
laut terbuka, di bagian barat diendapkan serpih gampingan Formasi Belumai, ke timur
atau NE berkembang batugamping terumbu (Arun Limestones) dan Formasi Peutu.
Fase tektonik Quiescence ditandai kestabilan cekungan dan subsidence berjalan
terus serta uplift kecil di daerah lain (tengah dan timur). Fase tektonik ini disertai global
rising sea-level selama waktu Miosen Tengah, sehingga Cekungan Sumatra Utara
mendalam di bagian barat. Dalam kala Miosen Tengah diendapkan serpih gampingan
Formasi Baong bagian bawah pada lingkungan laut dalam (batial). Pada akhir Miosen
Tengah, zonasi N11–N13 diendapkan batupasir turbidit (Duyung dan PTT Sands) yang
sumbernya dari arah utara, sedangkan pada zona N14 batupasir (Sembilan Sand)
diendapkan dengan provenan yang berbeda dari batupasir di atas. Pada saat Sembilan
Sand diendapkan sumber batuannya berasal dari bagian barat. Adanya perbedaan
provenan di atas menandai bahwa Pegunungan Barisan (Barisan Mountain) aktif sebagai
sumber batuan di Cekungan Sumatra Utara (CSU), kemungkinan cekungan fore-land
dimulai pada saat itu juga.
Pada awal Miosen Atas, fase pendangkalan cekungan dimulai, dan diendapkan
serpih gampingan Formasi Baong bagian atas di lingkungan laut-dangkal/paparan.
Selanjutnya pada akhir dari Miosen Atas sumber batuan dari barat semakin membesar
dan pendangkalan serta susut laut berlangsung menerus. Pada zona N17–N19
diendapkan batupasir Formasi Keutapang dalam lingkungan transisi–delta. Pengendapan
batupasir Formasi Keutapang seiring dengan fluktuasi muka-laut hingga akhir Pliosen.
Selanjutnya susut laut berlangsung terus hingga zona N21, progradasi endapan darat
Formasi Seurula dan Formasi Julurayeu terjadi dalam lingkungan rawa-rawa–daratan.
Pada fase tektonik, kompresi terjadi sekitar Plio-Pleistosen, Barisan Mountain
berupa rangkaian gunung api aktif, dan produknya menutupi secara tidak selaras
formasiyang lebih tua, di antaranya produk letusan tufa Toba. Pada fase kompresi ini
menimbulkan reaktifasi sesar batuan dasar dan struktur inverse tersebut ditandai oleh
perkembangan struktur bunga dengan lipatan-lipatan, baik pop-up maupun pop-up
negatif. Struktur tutupan di daerah Cekungan Sumatra Utara, umumnya karena tektonik
inversi, membentuk lipatan antiklinirium.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Secara umum, stratigrafi pada Cekungan Sumatra Utara dibagi menjadi 2 yaitu
endapan–endapan sedimen saat pemekaran cekungan (syn-rift sediment) dan endapan–
endapan yang tersedimentasi pasca pemekaran cekungan (post rift ).
Pada awal pengisian cekungan, diendapkan sedimen klastik awal pembentukan
cekungan tarikan, berupa klastik kasar batupasir dan konglomerat. Kelompok sedimen
ini dikenal sebagai Formasi Prapat (Pertamina,1972) atau disebut juga Formasi Bruksah
(Cameron dkk,1980). Umur Formasi Prapat adalah oligosen (N3–N4). Formasi Prapat
yang diendapkan sebagai endapan kipas aluvial secara berangsur berubah menjadi
endapan aluvial di sebelah timurnya, menindih secara tidak selaras Formasi Tampur
(economic basement) yang berumur Eosen.
2.1.2.1 Formasi Bampo
Formasi ini dicirikan oleh litologi batu lempung hitam atau batu lumpur, tidak
mengandung mikrofosil plankton. Lingkungan pengendapan di perkirakan dari lakustrin
hingga deltaik (inner sublitoral). Umur Formasi Bampo adalah Oligosen–Miosen
Bawah (N4–N7).
2.1.2.2 Formasi Belumai
Formasi Belumai dicirikan oleh batupasir karbonatan, batugamping klastik yang
menunjukkan berkembangnya facies marine dalam kondisi transgresif. Formasi Belumai
ini berkembang di bagian selatan dan timur cekungan sedang di utara berkembang
Formasi Peutu dengan litologi batupasir glaukonitan. Umur Formasi Belumai adalah
Miosen Bawah hingga awal Miosen Tengah.
2.1.2.3 Formasi Baong
Formasi Baong dicirikan oleh berkembangnya serpih lingkungan laut dengan
perselingan batupasir. Formasi ini dibagi menjadi tiga: 1) Anggota Formasi Baong
bagian bawah, 2) Anggota bagian tengah dicirikan oleh dominasi batupasir (Middle
Baong Sand), dan 3) Anggota Formasi Baong bagian atas dicirikan oleh Serpih.
Lingkungan Pengendapan formasi ini dibangun oleh lebih dari sekali siklus genang laut
yang kemudian air laut menjadi susut pada saat pengendapan bagian atas formasi
sebagai akibat pengangkatan Pegunungan Barisan. Anggota Batupasir Baong Tengah
(MBS) merupakan seri fanlobe–turbidite pada saat air laut susut (LST) pada Cekungan
Sumatra Utara.
2.1.2.4 Formasi Keutapang
Formasi Keutapang umumnya dicirikan oleh batupasir regresif. Proses regresi
berjalan terus sejak akhir pengendapan Formasi Baong sehingga lingkungan laut
menjadi lebih dangkal dan bahkan menjadi lingkungan deltaik–transisi dengan
perubahan facies yang tinggi. Lingkungan delta semakin dominan pada umur
pengendapan Formasi Keutapang. Sumber material pengendapan di kawasan Dalaman
Tamiang berasal dari Bukit Barisan (barat). Umur Formasi Keutapang adalah Miosen
Akhir–Pliosen (N16–N18).
2.1.2.5 Formasi Seureula
Formasi ini dicirikan oleh selang-seling batupasir, batulempung dan serpih,
menunjukkan umur Pliosen Bawah (N19/N20). Banyak foraminifera planktonik dan
bentonik mengindikasikan lingkungan pengendapan Neritik Tengah–Neritik Luar. Di
bagian atas khususnya, lingkungan menjadi dangkal yakni Neritik Tengah hingga
Transisi.
2.1.2.1 Formasi Juleu Rayeu
Formasi ini dicirikan oleh batupasir dengan selingan batulempung atau serpih.
Lingkungan pengendapan adalah laut dangkal sampai pasang surut (intertidal). Di
beberapa tempat ditemukan konglomerat dan batubara tipis. Umur Formasi Juleu Rayeu
adalah Pliosen Atas (N21).
2.1.3
Sistem Petroleum
2.1.3.1 Potensial Reservoir
Interval produktif lapangan X pada umumnya terdapat pada Formasi Keutapang,
terutama batupasir Formasi Keutapang Bawah. Sebagian besar batupasir dari formasi ini
dewasa, dengan ukuran butir halus sampai sedang. Keseluruhan batupasir ini tersusun
atas kuarsa dan fraksi lempung, namun hadir juga mika dan galukonit dan plagioklas.
Total gross reservoir di formasi ini berkisar antara 700–1000 m namun ketebalan per
lapisannya dapat hanya mencapai 3–10 m. Interval batupasir facies delta ini umumnya
memproduksi minyak dan beberapa mengandung gas atau asosiasi minyak dengan gas.
2.1.3.2 Perangkap Hidrokarbon
Pada reservoir batupasir Keutapang, model perangkap yang terbentuk adalah
perangkap struktur dengan lapisan penutup batuserpih Formasi Keutapang bagian atas
ataupun "Intraformational shale" Formasi Keutapang itu sendiri.
Reservoir batupasir Formasi Baong Tengah dan reservoir batugamping Formasi
Belumai secara regional terperangkap oleh serpih Formasi Baong diatasnya. Jenis
Perangkap yang terbentuk dapat berupa perangkap struktur, perangkap stratigrafi
maupun kombinasi.
2.1.3.3 Batuan Induk dan Migrasi Hidrokarbon
Batulempung dari Formasi Bampo yang mengisi deposenter lokal pada saat
rifting berlangsung, sebagai endapan lakustrin, berpotensi sebagai batuan induk yang
utama. Batuan serpih lain yang juga berpotensi sebagai batuan induk adalah serpih
Formasi Belumai dan serpih Formasi Baong.
Proses migrasi dari batuan induk menuju reservoir berkaitan dengan tahap
kematangan batuan induknya sendiri. Oleh karena itu, secara umum untuk Cekungan
Sumatra Utara, proses migrasi dikelompokan menjadi 3 tahap yaitu :
1. Migrasi dari batuan induk pada Formasi Bampo ke reservoir “Basal sandstone” dan
batupasir di Formasi Belumai pada Kala Miosen Tengah dengan pola migrasi vertikal
dan lateral dengan media migrasi berupa sesar bongkah akibat Reactivated Rifting.
2. Migrasi dari batuan induk pada Formasi Bampo, Belumai dan Baong Bawah menuju
reservoir pada Formasi Belumai, Baong (Bawah dan Tengah) dan Keutapang pada Kala
Miosen Atas dengan pola migrasi disassociated dan lateral/vertikal dengan media
migrasi berupa sesar-sesar normal.
3.Migrasi dari batuan induk Formasi Belumai dan Baong Bawah menuju reservoir pada
Formasi Belumai, Baong (Bawah dan Tengah) dan Keutapang pada Kala Pliosen–Resen
dengan pola migrasi vertikal dan disassociated.
Migrasi dan akumulasi hidrokarbon melalui sesar dan retakan mengikuti dampak
aktivitas tektonik Miosen Tengah hingga akumulasi hidrokarbon yang dipengaruhi
aktivitas tektonik Plio-Pleistosen (Umar, L. dkk, 1993).
2.1.3.4 Kematangan dan Jalur Migrasi
Batu serpih Formasi Bampo (Oligosen Akhir) dan batuserpih Formasi Baong
bagian bawah (Miosen Tengah) merupakan batuan induk utama bagi hidrokarbon yang
terbentuk di Cekungan Sumatra bagian Utara. Analisa geokimia mengindikasikan
bahwa gas pada batuan induk Bampo berumur lebih tua (Miosen Tengah) dan pada
tahap proses metamorfisme yaitu sekitar Pliosen Akhir, ketika minyak dan gas pada
serpih Formasi Baong bagian bawah telah masak (mature stage) yaitu pada kala Miosen
Awal (Pranyoto et. Al, 1990).
Hidrokarbon bermigrasi dari Batuserpih Bampo menuju Formasi Belumai dan
Batupasir Formasi Baong bagian tengah (MBS) sebagai reservoir melalui zona patahan
yang terbentuk selama fase tektonik Intra Miosen (Miosen Tengah sampai Miosen
Akhir). Beberapa roll-over antiklin dengan relief rendah terbentuk diantara dua buah
transtensional faults hingga terkumpullah hidrokarbon.
2.2
Stratigrafi Daerah Studi
2.2.1
Interpretasi Data Sumur
Jumlah sumur yang diinterpretasi pada Lapangan X berjumlah 120 sumur. Data
yang di interpretasi adalah data wireline log sedangkan data biostratigrafi dan geokimia
menggunakan referensi dari penelitian terdahulu.
2.2.2
Identifikasi Tipe Lapisan Reservoir
Lapisan reservoir Lapangan X merupakan lapisan batupasir yang termasuk
dalam Formasi Keutapang. Formasi Keutapang merupakan lapisan batupasir berselingan
serpih yang diendapkan pada lingkungan transisional deltaik.
Analisa umur didapat berdasarkan dari intergrasi biostratigrafi foram, nanno, dan
polen .Analisa lingkungan pengendapan ditafsirkan dari log dan data fosil. Zona
produksi Lapangan X yang menjadi obyek studi ini adalah Zona A.
2.2.2.1 Tipe Reservoir Zona A
Lapisan reservoir Zona A dicirikan oleh dominasi bentuk kurva log listrik
corong dan serrate. Tipe log ini dapat dicirikan sebagai endapan bar (distributary mouth
bar). Ketebalan gross berkisar dari 2–5 m. Ketebalan gross dari zona ini mengalami
penipisan ke arah timurlaut searah dengan pola pengendapannya yang berasal dari
barat–barat daya atau merupakan daerah Bukit Barisan dengan ketebalan yang relatif
homogen, zona ini disisipi beberapa lapisan serpih yang cenderung menipis dan di
beberapa sumur didapati sebagai lensa serpih.
Download