potret keamanan pangan - Perpustakaan BPOM

advertisement
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
POTRET
KEAMANAN
PANGAN
DI RITEL MODERN
SWAMEDIKASI
CARA JITU ATASI
PEDIKULOSIS
[KUTUAN]
Siaran Pers:
Penjelasan Badan POM
Mengenai Beras yang Diduga
Mengandung Plastik
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Perkembangan
Integrasi dan Kesiapan
Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM)
Jelang Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015
ARTIKEL
Senyawa
Ftalat
dari
Kemasan Pangan,
Berbahayakah?
1
editorial
Pembaca yang terhormat,
Pasar tradisional dan pasar modern sudah sangat dikenal oleh
berbagai kalangan masyarakat Indonesia sebagai tempat jual beli
kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk pangan. Melalui Sajian
Utama “Potret Keamanan Pangan di Ritel Modern”,
pembaca dapat mengetahui gambaran kondisi keamanan pangan
di ritel modern Indonesia saat ini. Terkait pangan yang dijual di
pasar tradisional, BPOM telah meluncurkan buku “Peraturan
Kepala BPOM RI Nomor 5Tahun 2015 tentang Pedoman
Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional”. Buku
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan
ritel pangan di pasar tradisional ini dibahas singkat dalam rubrik
Publikasi.
Pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
akan mulai diberlakukan pada tahun 2015 ini. Pemberlakuan MEA
tentunya akan membuka peluang perluasan pasar bagi berbagai
produk nasional, termasuk produk pangan hasil UMKM. Pada
artikel “Perkembangan Integrasi dan Kesiapan Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) Jelang Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015” diulas mengenai peranan UMKM
pangan serta partisipasi BPOM terkait peningkatan mutu dan
keamanan pangan produk UMKM dalam rangka menghadapi
MEA.
Plastik merupakan salah satu material yang banyak digunakan
dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai bahan kemasan
pangan. Agar plastik bersifat lunak atau lentur, maka pada
pembuatannya ditambahkan bahan pemlastis antara lain senyawa
ftalat atau esternya. Keamanan kandungan ftalat dalam kemasan
pangan plastik dibahas dalam artikel “Senyawa Ftalat dari
Kemasan Pangan, Berbahayakah?”. Masih terkait dengan
plastik, isu adanya beras plastik cukup meresahkan masyarakat di
Indonesia. Penjelasan BPOM mengenai hal ini tersaji pada Siaran
Pers “Penjelasan Badan POM Mengenai Beras yang
Diduga Mengandung Plastik”.
Rambut yang bersih, berkilau, dan sehat tentu merupakan
dambaan setiap orang. Adanya kutu pada rambut tentu dapat
merusak atau mengganggu penampilan dan kesehatan. Langkahlangkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kutu
rambut dapat disimak pada rubrik Swamedikasi. Pada Forum PIO
Nas dibahas mengenai keamanan pemberian kombinasi setirizin
dan ketokonazol pada ibu menyusui, sedangkan pada Forum
SIKer Nas berisi tanya jawab terkait pertolongan pertama pada
keracunan biji jarak.
Selamat membaca.
tim redaksi
Penasehat:
Pengarah
:
Penanggung jawab :
Redaktur
:
Editor
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Sekretaris Utama Badan POM
Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan
Kepala Bidang Informasi Obat
: •
•
•
•
Arief Dwi Putranto, S.Si, Apt., MT (PIOM)
Tanti Kuspriyanto, S.Si, M.Si (PIOM)
Arlinda Wibiayu, S.Si, Apt (PIOM)
Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM)
Kontributor: • Yanti Kamayanti Latifa, SP (Direktorat
Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan)
• Hidayati Hasanah, ST (Direktorat Pengawasan
Produk dan Bahan Berbahaya)
• Siti Maemunah, S.Farm, Apt. (Direktorat
Standardisasi Produk Pangan)
• Judhi Saraswati, SP, MKM (PIOM)
• Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM)
Sekretariat: •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Ridwan Sudiro, S.IP (PIOM)
Netty Sirait (PIOM)
Surtiningsih (PIOM)
Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM)
Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM)
Riani Fajar Sari, A.Md (PIOM)
Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM)
Tri Handayani, S.Farm, Apt (PIOM)
Endah Nuftapia, S.Farm, Apt (PIOM)
Prapanca Fitria Sutomo, S.Farm, Apt (PIOM)
Fotografer: • Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM)
• Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM)
Redaksi menerima sumbangan artikel yang berisi informasi terkait dengan obat, makanan, kosmetika, obat tradisional, komplemen makanan,
zat adiktif dan bahan berbahaya. Kriteria penulisan yaitu berupa tulisan ilmiah populer dengan jumlah karakter tidak lebih dari 10.000
karakter. Kirimkan tulisan melalui alamat redaksi dengan melampirkan identitas diri penulis.
Alamat redaksi: Ged. Pusat Informasi Obat dan Makanan lt. 5 BPOM, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat.Telepon/fax: 021-42889117.
Email ke: [email protected]
2
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
SAJIAN UTAMA
POTRET
KEAMANAN
PANGAN
DI RITEL MODERN
Kemanakah Anda pergi membeli kebutuhan pokok sehari-hari? Tentu jawabannya beragam. Ada banyak pilihan tempat mulai
dari pasar tradisional, toko kelontong, warung, dan yang sedang marak saat ini adalah beragam brand ritel modern dalam bentuk
minimarket, supermarket, department store, hypermarket atau pun grosir yang berbentuk perkulakan.
Anda yang ingin mendapatkan kebutuhan pokok sehari-hari
dengan harga yang bisa ditawar meskipun tempatnya agak
kurang nyaman tentu akan memilih pasar tradisional. Namun
jika anda menginginkan kenyamanan lebih dalam berbelanja
serta kemudahan akses mungkin akan menjatuhkan pilihan pada
ritel modern. Keberadaan ritel modern di berbagai pelosok
tanah air terutama daerah perkotaan mulai menggeser pasar
tradisional sebagai rantai pangan terakhir yang dekat dengan
konsumen. Mengusung konsep One Stop Shopping, ritel modern
kelompok Makanan, Minuman dan Rokok memiliki tingkat
pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan kelompok ritel
modern lainnya. Pada kuartal awal tahun 2015 diperkirakan
angkanya mencapai 25,9%.
Sebagai primadona baru tempat membeli kebutuhan sehari-hari
terutama pangan, tentunya keamanan pangan merupakan aspek
yang mutlak harus diperhatikan pengelola ritel pangan. Lalu
seperti apa potret keamanan pangan di ritel modern saat ini?
Potret Keamanan Pangan di Ritel Modern
Badan POM telah mengeluarkan Pedoman Cara Ritel Pangan
yang Baik (CRPB) No. HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011
tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB).
Pedoman ini dibuat sebagai acuan bagi pemilik/penanggung
jawab ritel untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar keamanan
pangan dalam ritel pangan mulai dari penerimaan, penyimpanan,
pemajangan hingga diterima konsumen untuk dikonsumsi.
Pada tahun 2013, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan Badan POM telah melakukan survei untuk memotret
penerapan prinsip-prinsip keamanan pangan berdasarkan
pedoman CRPB. Survei dilakukan di Ritel modern, meliputi
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Ritel besar (hypermarket), Ritel sedang (supermarket )dan
Ritel kecil (minimarket) yang tersebar di 13 kota di Indonesia,
meliputi Banda Aceh, DKI Jakarta, Bandung, Pontianak, Batam, Samarinda, Palembang, Manado, Jambi, Makassar, Pangkal Pinang, Ambon, dan Jayapura.
Penilaian aspek keamanan pangan dilakukan pada 10 parameter
yang terdapat pada Pedoman CRPB yaitu (1) sumberdaya
manusia; (2) rancang bangun dan fasilitas ritel pangan;
(3) pembersihan dan sanitasi serta pemeliharaan fasilitas
ritel pangan; (4) penerimaan dan pemeriksaan pangan; (5)
penyimpanan pangan; (6) penyiapan, pengemasan dan pelabelan
produk pangan; (7) penyusunan, pemajangan dan penyerahan
pangan pada konsumen; (8) produk kedaluwarsa dan pengaturan
rotasi stok pangan; (9) penyimpanan dan penggunaan bahan
kimia beracun (zat pembersih dan sanitasi, pestisida) untuk
pemeliharaan sarana ritel pangan; serta (10) pencatatan dan
dokumentasi.
Sumber Daya Manusia
Setiap karyawan yang bekerja di ritel pangan harus memenuhi
persyaratan kesehatan dan mampu menerapkan higiene
perorangan yang baik, sehingga tidak berpotensi menularkan
penyakit melalui pangan. Untuk menghindari pencemaran
terhadap produk pangan yang dijual, karyawan ritel yang sedang
bekerja tidak diperbolehkan bercakap-cakap terutama di sekitar
area pemajangan pangan segar dan pangan siap saji, sedangkan
karyawan ritel yang menunjukkan gejala atau gangguan kesehatan
sebaiknya tidak bekerja. Hasil survei menunjukkan bahwa pada
umumnya karyawan ritel sudah tampil bersih, rapi dan memakai
seragam namun beberapa ritel pangan membiarkan karyawan
3
SAJIAN UTAMA
yang sakit (batuk, pilek) bertugas sekitar area perbelanjaan
(9,45%) dan mengobrol pada saat bertugas (41,51%).
Rancang Bangun dan Fasilitas Ritel Pangan
Sarana ritel pangan hendaknya berada di lokasi yang bebas dari
pencemaran dan jauh dari daerah yang dapat membahayakan
kesehatan. Pengelolaan sampah dan buangan ritel sebaiknya
ditangani sedemikian rupa sehingga menjamin kebersihan
lingkungan, tidak menimbulkan bau dan tidak mengakibatkan
pencemaran terhadap pangan yang disimpan. Fasilitas yang harus
disediakan di ritel modern antara lain fasilitas umum yang terkait
penerangan, ventilasi dan pengatur suhu; fasilitas penyimpanan
untuk produk dingin, beku dan kering; fasilitas penyiapan pangan;
dan fasilitas sanitasi seperti sarana penyediaan air, pembuangan
limbah dan sampah, sarana pembersihan dan pencucian, sarana
toilet, dan sarana higiene karyawan. Hasil survei menunjukkan
pada umumnya ritel berlokasi pada daerah yang indah, nyaman
serta mudah dijangkau oleh pengunjung, namun beberapa ritel
masih belum menyediakan tempat sampah yang cukup (31,06%)
serta ditemukan serangga atau hama yang melintas di area
belanja (18,92%). Sedangkan terkait fasilitas, pada umumnya ritel
pangan telah memiliki fasilitas pendingin dan pembeku serta
pencahayaan yang cukup di area belanja, namun sekitar 28,80%
ritel pangan belum menyediakan toilet.
Pembersihan dan Sanitasi serta Pemeliharaan Fasilitas
Ritel Pangan
Fasilitas ritel pangan harus terjaga kebersihannya untuk
mencegah pencemaran dan berkembangbiaknya hama. Hasil
survei menunjukkan bahwa pada umumnya pengelola ritel telah
mengatur peralatan yang bersentuhan dengan pangan berada
pada tempat yang mudah dibersihkan dan dirawat. Pembersihan
dan sanitasi yang efisien dapat menurunkan jumlah mikroba
pada permukaan yang bersentuhan dengan pangan. Oleh
karena itu sebaiknya pada ritel pangan ada program dan jadwal
pembersihan yang dipantau pelaksanaannya.
4
Penerimaan dan Pemeriksaan Pangan
Sarana ritel pangan sebaiknya memiliki sistem penerimaan dan
pemeriksaan pangan yang efektif untuk menjamin keamanan
pangan yang diterima. Sebaiknya ditunjuk minimal satu
orang karyawan sebagai penanggung jawab untuk mengawasi
penerimaan pangan dari pemasok. Pengecekan kondisi pangan
yang diterima harus dilakukan secara teliti untuk memastikan
semua produk pangan tidak cacat atau rusak. Produk yang tidak
memenuhi spesifikasi ataupun kedaluwarsa tidak boleh diterima. Untuk menghindari kontaminasi, sebaiknya ritel modern
memiliki area khusus untuk penerimaan pangan. Hasil survei
menunjukkan 12,76% ritel modern tidak memiliki ruangan
khusus untuk penerimaan dan pemeriksaan bahan pangan yang
masuk. Pencatatan, seleksi dan sortasi terhadap bahan pangan
yang masuk, umumnya sudah dilakukan oleh ritel modern agar
produk yang masuk sesuai dengan spesifikasi. Lebih dari 90%
ritel pangan telah menunjuk petugas khusus untuk melakukan
proses tersebut.
Penyimpanan Pangan
Ritel modern sebaiknya mempunyai sistem khusus untuk
pengendalian penerimaan, penyimpanan dan penanganan
produk di gudang, terutama untuk produk rusak, produk
yang akan dikembalikan, dan produk yang keluar dari gudang.
Sistem penyimpanan harus memastikan bahwa produk dirotasi
berdasarkan First In First Out (FIFO). Lebih dari 90% ritel pangan
telah memiliki sistem FIFO, dan 68,50% diantaranya dilengkapi
dengan pencatatan cara penyimpanan pangan.
Tempat penyimpanan pangan harus disesuaikan dengan
karakteristik produk, baik pangan kering, pangan dingin maupun
pangan beku. Fasilitas tersebut harus mudah dibersihkan serta
mempunyai pengontrol suhu untuk tempat penyimpanan
pangan dingin dan beku. Hasil survei menunjukkan terdapat
11,70% ritel modern yang memiliki fasilitas penyimpanan dingin
dan beku tanpa dilengkapi pengontrol suhu.
Penyiapan, Pengemasan dan Pelabelan Produk Pangan
Ritel modern hendaknya menjual produk pangan olahan
terkemas yang mempunyai label sesuai persyaratan label pangan.
Hasil survei menemukan adanya produk pangan dengan label
yang tidak memenuhi persyaratan peraturan dijual di ritel
modern (17,35%). Selain menjual produk pangan terkemas,
beberapa ritel modern menjual produk pangan siap saji yang
disiapkan langsung di area ritel. Tentunya untuk menjamin
keamanan pangan, ritel modern harus memperhatikan kualitas
bahan baku pangan yang dibuatnya. Hasil survei menunjukkan
9,63% ritel modern masih menggunakan bahan baku pangan
yang tidak diijinkan maupun yang tidak jelas kehalalannya.
Bila pangan tidak langsung disajikan, hendaknya ritel modern
memperhatikan penyimpanannya. Produk matang dan mentah
dikemas dan disimpan terpisah untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Masing-masing produk tersebut sebaiknya
diberi label dengan jelas.
Penyusunan, Pemajangan dan Penyerahan Pangan Pada
Konsumen
Karyawan perlu memiliki pemahaman mengenai pangan agar
ketika memajang dan menyusun produk pangan tersebut
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
SAJIAN UTAMA
tidak salah dan berisiko terhadap keamanan pangan. Hasil
survei menunjukkan bahwa lebih dari 90% ritel modern telah
melakukan pengaturan pemajangan pangan kering maupun
basah sedemikian rupa sehingga tidak tercemar oleh produk
bukan pangan atau cemaran yang berasal dari lingkungan. Rak
untuk memajang pangan dikelompokkan berdasarkan jenis
produk pangan dan dijaga kebersihannya.
Pemeriksaan terhadap kondisi produk pangan juga perlu
dilakukan, jangan sampai produk pangan yang sudah rusak atau
tidak baik mutunya dikonsumsi oleh konsumen. Seperti produk
pangan dalam kemasan kaleng, karyawan ritel hendaknya
memeriksa apakah kaleng tersebut penyok, gembung, dan
berkarat. Pangan kaleng seperti ini sebaiknya dibuang, karena
kondisi tersebut biasanya mengindikasikan adanya pencemaran
dan dapat menimbulkan keracunan pangan. Hasil survei
menunjukkan masih ditemukan pangan kaleng yang penyok,
gembung dan berkarat (13,31%), pangan dengan kemasan
kardus yang robek (8,31%) serta pangan dengan label yang
rusak (12,32%) di rak pemajangan.
Produk Kedaluwarsa dan Pengaturan Rotasi Stok
Pangan
Ritel modern sebaiknya memiliki kebijakan penarikan produk
untuk menentukan kapan produk sebaiknya ditarik dari rak
pemajangan ataupun dari gudang penyimpanan sebelum
menimbulkan risiko bagi konsumennya. Hendaknya ada sistem
yang memastikan bahwa produk yang sudah melewati masa
kedaluwarsa tidak lagi dipajang di area belanja. Oleh karenanya
perlu diterapkan rotasi produk pangan dengan sistem FEFO
(First Expired First Out). Stok lama sebaiknya disimpan di depan/
di atas sedangkan stok baru disimpan di belakang/di bawah.
Untuk produk curah yang diisikan di tempat pemajangan,
stok lama dan stok baru tidak boleh dicampur. Pemeriksaan
tanggal kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala dan efektif,
terutama pada produk pangan dengan masa simpan singkat. Hasil
Pustaka
1. Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. No.
HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011.
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
survei menunjukkan terdapat produk yang telah lewat masa
kedaluwarsanya (20,65%) dan dijumpai kegiatan pencampuran
produk stok lama dan stok baru untuk produk curah (7,51%).
Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Kimia Untuk
Pemeliharaan Sarana Ritel Pangan
Sarana ritel pangan diijinkan menggunakan bahan kima beracun
yang diperlukan untuk penunjang kegiatan dan pemeliharaan
sarana ritel pangan, seperti untuk membersihkan dan
mensanitasi peralatan dan perkakas serta mengontrol serangga
atau binatang pengerat. Bahan-bahan kimia tersebut sebaiknya
disimpan di tempat khusus sehingga tidak mencemari pangan
dan peralatan. Wadah yang sebelumnya digunakan untuk
menyimpan bahan kima beracun atau berbahaya tidak boleh
digunakan untuk menyimpan, memindahkan atau mengemas
pangan demikian juga sebaliknya. Hasil survei menunjukkan
terdapat 7,59% ritel yang tidak memiliki tempat khusus untuk
menyimpan bahan kimia beracun.
Selain bahan kimia berbahaya, obat-obatan yang disimpan di
ritel pangan terutama untuk perlengkapan P3K hendaknya
diperhatikan penyimpanannya dan diberi label yang jelas dan
mudah terbaca, namun 33,94% ritel modern belum melakukan
hal tersebut.
Pencatatan dan Bahan Dokumentasi
Dokumentasi pada sarana ritel pangan merupakan bagian dari
sistem informasi manajemen untuk menjamin keamanan pangan
yang diterima, disimpan, dipajang hingga dijual ke konsumen.
Dokumentasi meliputi prosedur, metode dan instruksi, catatan,
laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh
rangkaian kegiatan sarana ritel pangan. Sistem dokumentasi
hendaknya menggambarkan secara lengkap dan jelas asal-usul
setiap jenis produk sehingga mudah penelusuran kembali. Hasil
survei menunjukkan pada umumnya ritel modern telah memiliki
sistem dokumentasi, terutama untuk pencatatan penerimaan
produk, pencatatan produk yang dipajang, pencatatan penjualan
produk, serta pencatatan pemeriksaan peralatan.
Simpulan dan Langkah Selanjutnya
Secara umum keamanan pangan di ritel pangan dapat
dikategorikan baik, namun pada beberapa ritel masih
teridentifikasi beberapa faktor ketidaksesuaian ritel pangan
terhadap aspek yang diatur dalam pedoman, diantaranya
aspek sumber daya manusia, rancang bangun dan fasilitas,
serta penerimaan dan pemeriksaan pangan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan karyawan ritel
tentang keamanan pangan, melalui sosialisasi Pedoman CRPB,
pembinaan serta pemantauan yang dilakukan secara sinergi oleh
Pemerintah dan APRINDO.
Mari bersama meningkatkan keamanan pangan di Ritel Modern
untuk melindungi masyarakat dari pangan tidak aman !
Penulis: Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
2. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2013.
Laporan Kajian Awareness Keamanan Pangan di Ritel. Direktorat
Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI.
3. Retail Sales Survey. www.bi.go.id. [Diakses pada Februari 2015]
5
ARTIKEL
SENYAWA
FTALAT
DARI KEMASAN
PANGAN,
BERBAHAYAKAH?
Senyawa ftalat merupakan bahan pemlastis yang umum digunakan
pada pembuatan plastik, termasuk plastik kemasan pangan.
Bagaimanakah potensi efek senyawa ftalat terhadap kesehatan baik
jangka pendek maupun jangka panjang?
Senyawa ftalat atau ester senyawa ftalat merupakan bahan kimia
yang secara umum digunakan sebagai pemlastis atau pelunak untuk
menambah fleksibilitas polimer plastik dalam pembuatan plastik,
termasuk plastik kemasan untuk kemasan pangan, agar lentur sehingga
dapat dicetak dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Selain digunakan pada pembuatan plastik, senyawa ftalat juga digunakan
pada pembuatan produk mainan anak, kosmetik, tinta cetak, cairan
pemoles kayu, dan lain-lain. Dengan struktur molekul gugus karboksilat
yang berdekatan, serta adanya inti lingkar benzena, maka senyawa ftalat
memiliki kereaktifan oksidasi dan reaksi organik lainnya yang cukup
tinggi.
Seiring dengan semakin pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kemasan pangan,
isu terkait keamanan kemasan
pangan juga menjadi semakin
beragam. Kemasan
pangan
dari plastik sangat banyak
digunakan sebagai wadah untuk
membungkus makanan. Salah
satu jenis plastik yang banyak
dipakai sebagai kemasan pangan
dan mengandung senyawa ftalat
adalah polivinil klorida, biasa
Gambar 1. Struktur Kimia senyawa ftalat
disingkat PVC, yang merupakan
polimer termoplastik urutan
ketiga dalam hal jumlah pemakaiannya di dunia, setelah polietilena dan
polipropilena. PVC banyak digunakan karena harganya relatif murah,
tahan lama, dan mudah dirangkai.
Jenis kemasan pangan plastik PVC yang ada di pasaran dikenal masyarakat
dengan sebutan “mika”. Kemasan ini ada yang berbentuk wadah kotak
yang biasa digunakan untuk mewadahi pangan, seperti nasi uduk,
nasi goreng dan mie, serta ada pula yang berupa plastik pembungkus
berbentuk lembaran atau gulungan (cling wrap). Jenis plastik ini memiliki
ciri kuat, keras, dapat jernih dan melunak pada suhu 80 ºC. Terkait
dengan penggunaannya sebagai kemasan pangan, sebaiknya hindarkan
penggunaan jenis plastik ini untuk mewadahi pangan yang panas, asam
dan berminyak karena dapat terjadi migrasi bahan kimia penyusun
plastik dari kemasan ke dalam pangan yang dikemas dan dikhawatirkan
dapat merugikan kesehatan. Untuk mengenali jenis plastik PVC ini,
produsen mencantumkan simbol/logo daur ulang berbentuk segitiga
bernomor 3 pada kemasan.
6
Sesuai sifat plastik PVC yang
keras, jenis plastik ini banyak
digunakan untuk bahan bangunan,
tetapi untuk penggunannya
pada kemasan pangan biasanya
ditambahkan bahan pemlastis/
pelunak. Umumnya senyawa
ftalat yang banyak digunakan
sebagai pemlastis pada PVC
adalah di(2-ethylhexyl pthalate)
(DEHP), yang
berdasarkan
Gambar 2. Logo jenis plastik PVC
International Agency for Research
on Cancer (IARC) termasuk
dalam grup karsinogen 2B, yaitu kemungkinan dapat menyebabkan
kanker pada manusia. Beberapa jenis senyawa ftalat lain, seperti di-nbutyl phthalate (DBP), di-n-octyl phthalate (DNOP), diisononyl phthalate
(DINP), dan diisodecyl phthalate (DIDP), meskipun tidak menyebabkan
kanker, namun dapat menyebabkan iritasi pada saluran napas, kulit
dan mata. Menurut penelitian, senyawa DBP, DEHP dan DNOP dapat
membahayakan organ reproduksi. Pada paparan jangka panjang atau
kronik, senyawa ftalat dapat berpengaruh pada hati dan ginjal.
Pada studi menggunakan mencit dan tikus hamil, paparan ftalat dosis
tinggi melalui mulut dapat berdampak pada perkembangan janin,
seperti cacat lahir serta kematian janin. Dari uji tersebut menunjukkan
kemungkinan dampak yang sama dapat pula terjadi pada manusia,
yaitu DEHP atau produk hasil uraiannya dapat melewati plasenta bayi
sehingga ibu hamil yang terpapar DEHP dosis tinggi kemungkinan dapat
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan gangguan perkembangan
sistem saraf atau kerangka. Selain itu DEHP dan beberapa produk
uraiannya dapat bermigrasi dari tubuh ibu ke bayi melalui ASI.
Studi paparan jangka panjang pada mencit dan tikus menunjukkan
bahwa DEHP dosis tinggi dapat menyebabkan dampak buruk, terutama
pada hati dan testis. Hingga saat ini risiko kesehatan akibat DEHP pada
anak dan orang dewasa belum diketahui perbedaannya.
Gambar 3. Macam-macam bentuk kemasan plastik PVC
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
ARTIKEL
No
2.1.1
Fungsi
Pemlastis
No
Senyawa
Migrasi
spesifik
(bpj)
Nama Indonesia
Nama Inggris
1
Ester asam senyawa
ftalat, benzil butil (Butil
benzil senyawa ftalat –
BBP)
Phthalic acid, benzyl butyl
ester (Butyl benzyl
phthalate – BBP)
30
2
Ester asam senyawa
ftalat, bis (2-etilheksil)
(Dietilheksil
senyawa
ftalat – DEHP)
Phthalic acid, bis (2ethylhexyl) ester (Diethyl
hexyl phthalate – DEHP)
1,5
3
Ester asam senyawa
ftalat, dibutil (Dibutil
senyawa ftalat – DBP)
Phthalic acid, dibutyl
ester (Dibutyl phthalate –
DBP)
0,3
4
Diester asam senyawa
ftalat, dengan cabang
alkohol primer jenuh
C8-C10, lebih dari 60%
C9 (Diisononil senyawa
ftalat – DINP)
Phthalic acid, diesters
with primary, saturated
C8-C10 branched
alcohols, more than 60 %
C9 (Diisononyl phthalate
–DINP)
9 (jumlah
migrasi dari
DIDP dan
DIDP)*
5
Diester asam senyawa
ftalat, dengan alkohol
primer jenuh C9-C11,
lebih dari 90% C10
(Diisodesil
senyawa
ftalat – DIDP)
Phthalic acid, diesters
with primary, saturated
C9-C11 alcohols more
than 90 % C10 (Diisodecyl
phthalate DIDP)
6
Minyak
terepoksidasi
Soybean oil, epoxidised
(Epoxidised soybean oil ESBO)
- 60
Adipic acid, bis(2ethylhexyl) ester (Diethyl
hexyl adipate - DEHA)
18
7
kedelai,
Ester
asam
adipat,
bis(2-etilheksil)
(Dietil
heksil adipat – DEHA)
- 30 (bayi
dan
anakanak)
Tabel 1. Zat Kontak Pangan yang Diizinkan Digunakan dengan Persyaratan Batas Migrasi
Tubuh manusia memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap
dan memecah DEHP dibandingkan dengan tikus dan mencit. Oleh
karena itu, efek yang terlihat pada tikus dan mencit setelah terpapar
DEHP mungkin tidak muncul pada manusia dan hewan tingkat tinggi,
seperti monyet (primata). Namun kehati-hatian tetap diperlukan
karena pada manusia paparan DEHP dapat terjadi melalui pangan, air,
atau udara yang masuk ke darah melalui saluran pencernaan dan paruparu.
2. Tidak menggunakan kemasan plastik PVC untuk mewadahi pangan
yang panas, berminyak dan asam.
Di Indonesia, batas migrasi senyawa ftalat sebagai bahan pemlastis pada
kemasan plastik ke dalam pangan diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 tahun
2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan.
1. Mohammad Sulchan, Endang Nur. W. 2007. Food Safety of Plastic and
Styrofoam Packaging.
Masyarakat diharapkan dapat lebih cermat dalam memilih dan
menggunakan kemasan pangan plastik untuk mengurangi risiko
kesehatan yang ditimbulkan oleh senyawa ftalat yang umum digunakan
sebagai bahan pemlastis.
3. Public Health Statement. 2002. Di(2-ethylhexyl)phthalate (DEHP). www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp9-c1-b.pdf [diakses pada April
2015]
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
kesehatan akibat paparan senyawa ftalat dari kemasan pangan plastik
antara lain:
1. Cermat dan bijak dalam memilih dan menggunakan kemasan pangan
plastik
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
3.Tidak menggunakan kemasan plastik PVC untuk memanaskan
pangan di dalam microwave.
Penulis: Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Pustaka
2.Chemical Class – Phthalates. www.atsdr.cdc.gov/substances/
toxchemicallisting.asp?sysid=41 [diakses pada April 2015]
4. Di(2-Ethylhexyl)
Phthalate.
http://monographs.iarc.fr/ENG/
Monographs/vol77/mono77-6.pdf [diakses pada April 2015]
5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Keamanan
Pangan.
7
SIARANPERS
Penjelasan Badan POM
Mengenai Beras yang Diduga Mengandung Plastik
Sehubungan adanya pemberitaan terkait dugaan beredarnya beras yang
mengandung plastik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)
memberikan penjelasan kepada masyarakat sebagai berikut:
Bantargebang untuk digunakan dalam proses penyidikan tindak
pidana.
6. Bahwa Badan POM telah menghubungi The International Food Safety
Authorities Network (INFOSAN) atau lembaga otoritas pangan di
bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 21 Mei 2015
untuk menanyakan apakah ada kasus beras plastik yang beredar di
negara lain. INFOSAN memastikan tidak ada kasus beras plastik di
negara lain.
1.Bahwa Badan POM tidak pernah menerima email/telepon/SMS/
tweet tentang pengaduan mengenai beras yang diduga mengandung
plastik dari Sdri. Dewi Septiani, alamat email Unit Layanan Pengaduan
Konsumen (ULPK) Badan POM adalah [email protected] dan ulpk_
[email protected]
2. Bahwa Badan POM menerima sampel beras yang diduga mengandung
plastik, dengan status sebagai barang bukti, dari Penyidik Polri pada
Polsek Bantargebang pada Selasa Sore, 19 Mei 2015 untuk dilakukan
pengujian laboratorium.
7. Bahwa pada 27 Mei 2015, Kepala Badan POM bersama dengan
Kapolri, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, dan Kepala BIN
telah memberikan penjelasan kepada publik, termasuk penjelasan
tentang hasil pengujian Badan POM terhadap sampel beras yang
diduga mengandung plastik dengan hasil negatif.
3.Bahwa Badan POM telah melakukan pengujian laboratorium
terhadap sampel beras sebagaimana dimaksud pada angka 2 dengan
menggunakan FTIR (Fourier Transform InfraRed Spectroscopy) untuk
mengidentifikasi gugus fungsi bahan, identifikasi jenis polimer yang
mungkin terkandung dalam beras. Selain itu juga dilakukan pengujian
titik leleh beras menggunakan alat DSC (Differential Scanning
Calorymeter), untuk memperkuat hasil uji, dilakukan uji kesetaraan
substansi dengan beras standard, meliputi analisis proksimat dan
logam berat.
8. Sebagai perlindungan terhadap masyarakat, Badan POM, melalui
Balai Besar/Balai POM di 32 provinsi akan mengawal pengawasan
di daerah melalui Jejaring Pengawasan Pangan Daerah, dimana focal
point keamanan pangan di daerah adalah Balai Besar/Balai POM, jika
ada informasi lebih lanjut terhadap kasus ini akan segera diumumkan
kepada masyarakat.
Badan POM akan tetap memantau dan mengawasi isu ini, jika
memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center
HALOBPOM 1-500-533, SMS 0-8121-9999-533, email halobpom@
pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
4. Bahwa selanjutnya hasil uji dari laboratorium Badan POM tersebut
diserahkan kembali kepada Penyidik Polri pada Polsek Bantargebang
pada 22 Mei 2015.
Jakarta, 29 Mei 2015
Biro Hukum dan Humas Badan POM
PUBLIKASI
5. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 Huruf a angka 1 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,
Badan POM tidak mengumumkan hasil uji laboratorium tersebut,
tetapi menyerahkan hasil uji kepada Penyidik Polri pada Polsek
Judul buku :
Penerbit :
Tahun:
Penulis:
Pasar
tradisional
hingga saat ini
masih
menjadi
tempat bagi masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, diantaranya kebutuhan pangan. Berbagai jenis pangan
diperjualbelikan di pasar tradisional, mulai dari pangan segar hingga
pangan siap saji. Di sisi lain, banyak kegiatan di pasar tradisional
yang berpotensi menyebabkan kontaminasi khususnya terhadap
pangan, seperti kontaminasi silang dan penyimpanan pangan yang
kurang tepat. Hal tersebut dirasakan cukup mengkhawatirkan
mengingat kegiatan ritel di pasar tradisional merupakan rantai
pangan terakhir yang langsung berhubungan dengan konsumen.
Untuk memberikan jaminan keamanan terhadap produk pangan
yang dijual, pasar tradisional hendaknya menerapkan cara-cara
yang baik dan benar (best practices) dalam sistem usahanya. Terkait
dengan hal tersebut, Badan POM menetapkan suatu Pedoman
Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional. Muatan dalam
rancangan peraturan tersebut telah dibahas bersama dengan Tim
8
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel
Pangan yang Baik di Pasar Tradisional
Badan POM RI
2015
Direktorat Standardisasi Produk Pangan - Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Pakar dan stakeholder terkait dan untuk pemantapannya telah
dilakukan kunjungan ke beberapa pasar tradisional yang termasuk
dalam pasar percontohan (pasar aman dari bahan berbahaya) dan
proyek pasar rakyat.
Pedoman ini disusun sebagai acuan yang digunakan dalam
melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional. Dalam
peraturan ini diuraikan berbagai macam tindakan pencegahan
untuk memperkecil risiko keamanan dan kerusakan pangan akibat
kesalahan dalam penanganan, pemajangan dan penyimpanannya.
Seiring dengan terbitnya Peraturan ini, diperlukan upaya
tindaklanjut diantaranya pembuatan media informasi bagi
pedagang agar pedoman ini lebih mudah diaplikasikan serta usaha
membangun komitmen penjual, pembeli, pengelola, dan pengawas
pasar dalam menerapkan pedoman melalui penyuluhan langsung
oleh Badan POM.
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
SWAMEDIKASI
CARA JITU ATASI
PEDIKULOSIS
“KUTUAN”
Pernahkah Anda membayangkan jika ada hewan kecil yang selalu menggigit dan menghisap darah dari kulit kepala serta hidup dan
bersarang di kepala? Belum lagi rasa gatal yang mengganggu dan efek yang ditimbulkan seperti infeksi. Ternyata hal ini dapat terjadi
bila kita tidak menjaga kebersihan diri kita sendiri. Selain itu, kontak fisik dengan penderita dan penggunaan bersama barangbarang pribadi seperti handuk, topi, ikatan rambut dan lain-lain juga dapat menjadi penyebabnya.
Pedikulosis atau menetapnya kutu di tubuh manusia biasa dikenal
dengan istilah “kutuan”. Kutu yang biasanya identik dengan rambut
kepala (Pediculus humanus capitis) ternyata juga dapat berada di area
lainnya yaitu kutu badan (Pediculus humanus corporis) dan kutu pubis
(Phthirus pubis). Kutu kepala merupakan jenis kutu yang paling banyak
menetap pada manusia. Sebelum mengetahui pengobatannya, ada
baiknya kita memahami siklus hidup hewan bernama kutu ini.
KUTU
Siklus hidup kutu melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur
kutu berdiameter kurang lebih 1 mm dan bewarna kekuningan atau
putih keabu-abuan. Setelah menetas, kutu harus makan dalam waktu 24
jam atau kutu tersebut akan mati. Kutu yang baru menetas (nimfa) akan
menjadi dewasa dalam 8 sampai 9 hari. Apabila tidak diterapi, siklus
hidup kutu ini akan berulang setiap 3 minggu sekali.
KUTU KEPALA
Gigitan
kutu
kepala
dapat
menyebabkan bentol pada area
sekitar gigitan. Rasa gatal dan luka
kecil akibat garukan dapat timbul
dan menyebabkan infeksi. Kutu
dewasa yang berukuran sebesar biji
wijen, biasanya lebih sulit ditemukan
karena mereka berpindah-pindah.
Sementara telur maupun cangkang
telur dari kutu dapat lebih mudah
ditemukan di dasar atau kulit kepala
saat helaian rambut dibagi menjadi
beberapa bagian. Ini merupakan pemeriksaan langsung terhadap
pedikulosis dimana pemeriksaan dapat difokuskan pada area puncak
kepala, dekat telinga dan bawah leher. Telur kutu maupun cangkang
telur kutu dapat dibedakan dengan ketombe atau kotoran lainnya
karena mereka melekat di batang rambut meliputi helaian rambut.
Pada infeksi yang berat, helaian rambut akan melekat satu dengan yang
lainnya dan mengeras, dapat ditemukan banyak kutu rambut dewasa,
telur dan eksudat nanah yang berasal dari gigitan yang meradang.
KUTU BADAN
Gambar 1. Siklus Hidup Kutu Kepala
Keterangan:
Siklus hidup kutu kepala memiliki tiga tahap: telur, nimfa, dan dewasa.
Telur: Nimfa:
Telur kutu adalah telur kutu kepala, telur diletakkan
oleh kutu betina, di batang rambut dekat kulit kepala (1),
mereka berukuran 0,8 mm 0,3 mm, oval dan biasanya
berwarna kuning hingga putih. Telur-telur membutuhkan
waktu sekitar 1 minggu untuk menetas (kisaran 6 sampai
9 hari). Telur yang akan menetas biasanya terletak 6 mm
dari kulit kepala.
Telur menetas untuk melepaskan nimfa (2). telur kemudian
menjadi lebih terlihat kusam kuning dan tetap melekat pada
batang rambut. Nimfa tampak seperti kutu kepala dewasa
(3,4) dan menjadi dewasa sekitar 7 hari setelah menetas.
Dewasa: Kutu dewasa seukuran biji wijen, memiliki 6 kaki (masingmasing dengan cakar), dan berwarna keabu-abuan-putih
(5).
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Kutu badan hidup, bersembunyi
dan menempatkan telur mereka di
pakaian terutama pada bagian lipatan
dan jahitan. Secara periodik, kutukutu ini menggigit badan penderita
untuk mendapatkan makanan yaitu
darah dan dapat menyebabkan
infeksi seperti tifus atau demam.
Kutu badan ini biasanya dijangkit
oleh orang yang tidak mandi dan
tidak mengganti pakaiannya secara
rutin.
KUTU PUBIS
Kutu yang berada di daerah kemaluan
biasanya menular melalui hubungan
seksual maupun melalui toilet umum
atau karpet dan tempat tidur yang
digunakan bersama. Kutu ini biasanya
ditemui di daerah kemaluan namun
juga dapat menginfeksi ketiak, bulu
mata, kumis, jenggot atau alis mata.
9
SWAMEDIKASI
PENGOBATAN PEDIKULOSIS
Berada bersama penderita pedikulosis dalam satu ruangan yang sama
atau lingkungan umum seperti sekolah, asrama, tempat penitipan anak
dan lain-lain terlebih dengan kuantitas kontak fisik, sering merupakan
penyebab tertularnya penyakit ini antar satu individu dengan individu
lainnya. Terlebih lagi jika kondisi kebersihan yang tidak terjaga dengan
baik (misalnya jarang membersihkan rambut, jarang mandi atau
menggunakan pakaian yang tidak dicuci bersih) serta tukar menukar
atau pemakaian bersama barang-barang pribadi seperti sisir, topi,
handuk , bantal dan lain-lain dengan penderita pedikulosis.
TERAPI NONFARMAKOLOGI (TANPA OBAT)
• Cuci dan bersihkan sikat rambut, sisir, mainan, pakaian, sprei, handuk
dan barang-barang lain yang digunakan penderita pedikulosis dengan
air dengan temperatur 55 ºC atau lebih selama 10 menit.
pengeringan serta menyetrika dengan suhu > 60 ºC selama 30 menit
dapat membunuh kutu beserta telurnya.
Jika memerlukan pengobatan dapat digunakan permetrin dengan
mengoleskan krim keseluruh tubuh selama 8 jam kemudian bilas/mandi
dengan air hangat dan/atau dengan mencampur permetrin pada saat
mencuci pakaian.
Kutu Pubis
Standar pengobatan yang digunakan untuk mengatasi infeksi kutu pubis
yaitu dengan permetrin 1% yang dioleskan selama 10 menit kemudian
dibilas dengan air hangat. Permetrin 5% digunakan apabila pengobatan
dengan permetrin 1% tidak memberikan perubahan. Permetrin hanya
menyerang sistem saraf kutu tetapi tidak mempengaruhi telur kutu.
Pengobatan sebaiknya diulang setelah 1 (satu) minggu untuk membunuh
kutu yang belum menetas.
• Barang-barang atau pakaian yang tidak dapat dicuci, dapat dibungkus
dengan plastik selama masa siklus hidup kutu yaitu 2 minggu
sehingga kutu-kutu tersebut tidak dapat mendapatkan makanan
dari inangnya.
• Hindari kontak fisik dengan penderita serta pengunaan barangbarang atau pakaian bersamaan.
• Vakum rumah atau area lingkungan sekitar secara rutin selama masa
pengobatan.
• Secara kasat mata, periksa rambut dan kulit kepala sebelum, selama,
dan setelah pengobatan untuk mencegah terkenanya pedikulosis.
Gunakan sisir kutu secara rajin dan rutin untuk menghilangkan telur
kutu dan sisir rambut dengan membagi menjadi beberapa bagian
dimana pemeriksaan pada setiap helai rambut akan lebih mudah
dilakukan untuk mendeteksi adanya kutu, telur kutu maupun kutu
yang telah mati.
• Pada penderita pedikulosis di rambut kepala, memangkas rambut
hingga habis (botak) merupakan penanganan yang mungkin dapat
ditempuh meskipun stigma sosial masih cukup menjadi pertimbangan
• Bila telah sembuh dari pedikulosis, pasien harus diberikan
pengetahuan dan pemahaman untuk mencegah terjangkitnya lagi di
kemudian hari.
TERAPI FARMAKOLOGI (DENGAN OBAT TANPA RESEP
DOKTER)
Perlu tidaknya pengobatan pada penderita pedikulosis, dapat
ditentukan oleh banyak dan tidaknya kutu maupun telur kutu, serta
frekuensi kontak dengan yang lainnya. Obat yang dapat digunakan tanpa
resep dokter adalah permetrin. Pasien harus diingatkan mengenai cara
dan ketentuan penggunaan obat ini karena dapat berisiko timbulnya
resistensi kutu bila tidak tepat dalam pemakaian. Kekeliruan pemakaian
dapat berupa penggunaan dosis yang berlebihan, pengunaan yang tidak
tepat, maupun waktu kontak yang tidak benar.
Kutu Kepala
Permetrin yang digunakan untuk mengatasi infeksi kutu kepala
yaitu permetrin 1 %. Cara permetrin dalam membasmi pedikulosis
adalah dengan menyerang sistem saraf kutu (neurotoksik) sehingga
melumpuhkan kutu dan memudahkan untuk dihilangkan dari rambut
dan kulit kepala.
Permetrin digunakan dengan cara mengoleskan secara merata pada
rambut yang telah dibasahi kemudian didiamkan selama 10 menit,
setelah itu dibilas hingga bersih. Pemberian permetrin dapat diulang
pada hari ketujuh setelah pemakaian untuk memastikan tidak ada kutu
yang tersisa.
Permetrin dilarang diberikan untuk penderita pedikulosis yang usianya
kurang dari 2 (dua) bulan. Efek samping yang sering terjadi adalah
bercak-bercak sementara, rasa terbakar, rasa seperti tersengat, dan
iritasi pada kulit kepala.
Kutu Badan
Penanganan utama untuk mengatasi kutu badan adalah dengan
menerapkan pola hidup higienis. Kutu badan terutama hidup di pakaian,
karena itu mandi dan mencuci pakaian, selimut dan handuk adalah
langkah yang paling penting dalam mengobati kutu badan. Pencucian,
10
PENGOBATAN TAMBAHAN
Penggunaan shampo yang mengandung 10% tea tree oil dan 1% minyak
lavender yang diaplikasikan setiap minggunya selama 3 minggu dapat
dijadikan pilihan pengobatan pedikulosis. Namun, penggunaan produk ini
harus hati-hati karena dapat beresiko terhadap kerusakan hati maupun
reaksi alergi. Produk berbahan dasar minyak lainnya adalah petrolleum
jelly dan mayonaise yang dipercaya dapat merusak sistem pernafasan
kutu. Sejauh ini, pengobatan ini dapat menghambat pertumbuhan kutu
meskipun belum terbukti efektif dalam penyembuhan pedikulosis.
PENGOBATAN DARURAT
Pengobatan baru yang berpotensi untuk pengobatan pedikulosis
berdasarkan penelitian adalah produk losion. Penggunaannya adalah
dengan cara mengaplikasikan di rambut lalu dikeringkan dengan
menggunakan hair-dryer. Losion ini dapat menutupi lubang pernapasan
kutu dan mencegah tumbuh kembangnya kutu. Losion yang mengandung
dimetikon 4% terbukti dapat dipilih sebagai pengobatan pedikulosis
dengan tingkat kemampuan mengiritasi yang rendah dibandingkan
pengobatan tradisional. Cara kerja dimetikon adalah dengan membalut
tubuh kutu dan melumpuhkan kutu dengan penggunaan selama 5 menit
pada rambut.
Penulis: Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pustaka
1. Badan POM RI. 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan
POM, Jakarta.
2.Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Pediculosis.
www.cdc.gov/dpdx/pediculosis/ [diakses pada tanggal 20 Mei 2015]
3. Habif, T et al. 2005. Skin Disease Diagnosis and Treatment. Elsevier,
Philadelphia.
4. Krinsky, D.L et al. 2012. Handbook of Nonprescription Drugs 17th
Edition. American Pharmacist Association, Washington DC.
5. C. W. Scherer, P. G. Koehler, and J. W. Diclaro. 2013. Body Lice and
Pubic Lice. https://edis.ifas.ufl.edu/ig084 [diakses pada tanggal 18 Juni
2015]
6. Karen Gunning. 2012. Pediculosis and Scabies: A Treatment Update.
http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html [diakses pada tanggal
18 Juni 2015]
7. Harvard Health Publication. Body Lice Guide : Causes, Symptoms, and
Treatment Options. http://www.drugs.com/health-guide/body-lice.
html [diakses pada tanggal 18 Juni 2015]
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
FORUMPIONas
Keamanan Pemberian Kombinasi Obat Setirizin dan
Ketokonazol Pada Ibu Menyusui
Pertanyaan:
Saya suami dari seorang ibu yang sedang menyusui, istri saya menderita gatal-gatal,
dokter memberikan resep setirizin dan ketokonazol. Apakah setirizin dan ketokonazol
aman dikonsumsi ibu menyusui? Mengingat pada waktu berkonsultasi dengan dokter
istri saya tidak menyebutkan bahwa kondisinya sedang menyusui.Terimakasih. (R, PNS)
Jawaban:
Pada prinsipnya, penggunaan setirizin dan ketokonazol aman pada wanita menyusui.
Meskipun obatnya masuk juga ke ASI tapi jumlah yang terdistribusi sangat sedikit
dan tidak berefek yang membahayakan bagi bayi. Adapun efek dari obat tersebut
pada bayi, kemungkinan bayi akan mengantuk (efek dari setirizin). Namun efek itu
belum tentu terjadi pada semua bayi. Hal ini berdasarkan informasi dari masingmasing obat tersebut sebagai berikut:
1. Setirizin merupakan golongan antihistamin generasi dua (terbaru). Indikasi
setirizin diantaranya untuk radang selaput hidung (yang ditandai dengan
gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi bersin-bersin, hidung tersumbat,
gatal hidung) menahun atau musiman, gatal-gatal/biduran. Efek samping yang
mungkin timbul dalam penggunaannya jika sesuai dengan dosis yang dianjurkan
adalah efek kantuk yang ringan, tetapi harus tetap hati-hati bila mengendarai
kendaraan atau mengoperasikan mesin. Untuk penggunaan pada ibu menyusui
tidak banyak dilaporkan terkait keamanannya. Beberapa informasi menyatakan
bahwa walau setirizin dikeluarkan lewat air susu ibu, akan tetapi dalam jumlah
yang sangat rendah. Walau dapat menyebabkan efek yang sampai pada bayi
yaitu efek mengantuk, namun tidak semua bayi mengalaminya.
2. Ketokonazol merupakan golongan anti jamur. Indikasi ketokonazol diantaranya
untuk infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang disebabkan
oleh jamur, infeksi pada rongga pencernaan, infeksi pada vagina (kelamin
wanita). Efek samping yang mungkin timbul diantaranya adalah mual, sakit perut,
diare, pusing dan reaksi alergi. Ketokonazol juga digunakan untuk pencegahan
pada pasien yang daya tahan tubuhnya menurun sehingga resiko infeksi jamur
meningkat. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, alergi
terhadap ketokonazol dan ibu hamil (khususnya trimester pertama). Pada
beberapa laporan, ketokonazol telah dapat menimbulkan kecacatan janin pada
penggunaan trimester pertama. Tidak ada laporan penggunaan ketokonazol
terkait efek yang membahayakan pada ibu menyusui.Tetapi beberapa produsen
menyatakan bahwa ketokonazol mungkin dikeluarkan lewat air susu ibu, tetapi
efek bagi bayi akibat paparan ketokonazol belum diketahui.
Pustaka
Briggs G, Roger K, Summer J. Yaffe. 2011. Drugs in Pregnancy and Lactation 9th ed.
Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.
FORUMSIKerNas
Kandungan senyawa kimia lain dalam biji jarak adalah asam galat. Menelan asam
galat dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan iritasi lambung dan gagal ginjal.
Gejala yang paling sering muncul pada keracunan biji jarak adalah mual, muntah,
nyeri perut dan diare. Gejala lainnya dapat berupa kedutan pada otot, keluar air
liur yang banyak, berkeringat, pembesaran pupil, detak jantung tak beraturan, dan
kejang.Terpapar kadar racun yang tinggi dapat mengakibatkan perdarahan saluran
cerna, syok hipovolemik hingga kematian.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah:
• Jangan merangsang muntah, karena dapat mengakibatkan iritasi saluran cerna.
• Pada korban yang sadar dan dapat menelan, dapat diberikan karbon aktif
untuk membantu penyerapan racun jika diberikan dalam waktu kurang dari
4 jam setelah terpapar biji jarak melalui oral. Gejala keracunan umumnya
muncul setelah 1-6 jam terpapar racun, dan hepatotoksisitas dapat terjadi
setelah 48-72 jam racun masuk ke dalam tubuh.
• Segera bawa korban ke rumah sakit
Keracunan Biji Jarak
Pertanyaan:
Sebanyak 13 siswa SMK mengalami keracunan setelah mengonsumsi biji jarak yang
digoreng. Biji jarak tersebut diperoleh dari salah satu siswa yang dikatakan sebagai
kacang arab. Biji tersebut kemudian dimakan bersama – sama. Pertolongan pertama
apa yang dapat dilakukan pada keracunan biji jarak? (NN, Pelajar)
Jawaban:
Biji jarak yang berasal dari tanaman jarak kepyar (Ricinus communis, L..) mengandung
senyawa protein beracun yang disebut ricin. Sedangkan biji jarak jenis lain yaitu
biji jarak pagar (Jatropha curcas, L.) mengandung protein beracun yang disebut
curcin. Ricin dan curcin merupakan zat beracun yang dikenal sebagai toksalbumin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji jarak mampu menggumpalkan sel
darah merah. Curcin dan ricin yang tertelan dapat mengakibatkan radang saluran
cerna parah yang kadang ditandai dengan pendarahan, mengakibatkan gangguan
sensorik dan kejang, mengiritasi mukosa lambung, mengakibatkan pendarahan, dan
mempengaruhi pembekuan darah.
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Bagi petugas kesehatan, tindakan yang dapat dilakukan pada pasien adalah dengan
pengobatan simptomatis dan suportif terhadap gejala keracunan yang muncul
dan memantau kondisi pasien agar gejala tidak bertambah buruk. Tidak tersedia
antidotum khusus untuk keracunan biji jarak.
Pustaka
1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Ricin: Biotoxin. http://
www.cdc.gov/niosh/ershdb/emergencyresponsecard_29750002.html
[Diakses pada tanggal 26 Mei 2015]
2. Cornell University College of Agriculture and Life Sciences. Ricin Toxin from
Castor Bean Plant, Ricinus communis. http://www.ansci.cornell.edu/plants/
toxicagents/ricin.html; [Diakses pada tanggal 31 maret 2015]
3. National Poison Control and Information Service. 1997. Targeting the Poisoned
Patient: A Manual on Clinical Toxicology. Philippines. 173-174.
4. New Zealand National Poisons Centre. Castor Oil Seeds. http://toxinz.com/
Spec/2339848/214580; [Diakses pada tanggal 30 Maret 2015]
11
ARTIKEL
PERKEMBANGAN
INTEGRASI DAN KESIAPAN
USAHA MIKRO KECIL
MENENGAH (UMKM)
JELANG
MASYARAKAT EKONOMI
ASEAN 2015
Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar yang terkait satu sama
lain, yaitu Masyarakat Politik Keamanan ASEAN,
Masyarakat Sosial Budaya ASEAN, dan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA), yang diharapkan dapat bekerja secara
bersamaan untuk membentuk Masyarakat ASEAN.
MEA merupakan kesepakatan yang dibangun oleh sepuluh negara
ASEAN meliputi Indonesia,Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina,
Brunei Darussalam,Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja untuk
membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN.
MEA merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020, yaitu untuk
melakukan integrasi terhadap ekonomi negara-negara ASEAN
dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama.
Pembentukan MEA bermula dari disepakatinya ASEAN Free
Trade Agreement (AFTA) pada tahun 1992 dimana AFTA akan
ditetapkan pada tahun 2020. Pada tahun 2007 para Kepala Negara
ASEAN sepakat untuk mempercepat pencapaian MEA dari
tahun 2020 menjadi tahun 2015. Konsekuensi diberlakukannya
MEA adalah liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan tenaga
terampil secara bebas, penurunan dan penghapusan tarif secara
signifikan serta penghapusan hambatan non tarif sesuai skema
AFTA. Untuk memperlancar arus perdagangan ASEAN, maka
perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan diantaranya
melakukan harmonisasi standar dan kesesuaian (standard and
conformance).
Indonesia harus siap dalam menghadapi MEA dengan melakukan
perencanaan dan strategi yang tepat agar mampu bersaing
dengan negara ASEAN lainnya, terutama untuk menyiapkan
industri UMKM agar mampu berkompetisi saat diberlakukannya
MEA. Industri UMKM sebagai salah satu komponen dalam
industri nasional, mempunyai peranan yang sangat penting
dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu pemerintah
pusat dan daerah harus mulai intens dalam memberdayakan
pelaku UMKM agar dapat memenuhi standar internasional yang
berlaku.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 tercatat
jumlah UMKM sebanyak 56.534.592, dengan jumlah penduduk
BPOM
JlPercetakan Negara 23
JakartaPusat10560
12
0214244691
081 21 9999 533
0214263333
[email protected]
www.pom.go.id
@HaloBPOM1500533
Bpom RI
Indonesia tercatat 245,19 juta jiwa dengan pertumbuhan ratarata per tahun mencapai 1,66%. Kondisi ini menggambarkan
betapa besarnya potensi pasar Indonesia untuk berbagai produk,
termasuk produk makanan dan minuman. Diharapkan UMKM
Pangan Indonesia dapat mampu bersaing dan menjadi pemimpin
ekonomi di kawasan ASEAN dalam pasar bebas ASEAN Tahun
2015.
Badan POM sebagai salah satu instansi pemerintah yang
memiliki tanggungjawab di bidang pengawasan keamanan
pangan juga turut berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan
mutu dan keamanan produk UMKM dalam rangka menghadapi
MEA. Bentuk partisipasi tersebut antara lain dengan melakukan
bimbingan teknis kepada UMKM terkait mutu dan keamanan
pangan. Dalam bimbingan teknis tersebut UMKM Pangan
dibekali pengetahuan mengenai Cara Produksi Pangan Olahan
yang Baik (CPPOB), pengetahuan mengenai bahan tambahan
pangan, pelabelan dan iklan, aspek yang akan diharmonisasi oleh
ASEAN, proses pendaftaran produk pangan MD, serta proses
sertifikasi halal dan eksportasi pangan. BPOM juga melakukan
pendampingan terhadap UMKM untuk mendapatkan nomor
pendaftaran MD dan proses sertifikasi halal. Badan POM juga
memiliki program Piagam Bintang yang merupakan salah satu
kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk peningkatan UMKM
Pangan.
Siap atau tidak siap, MEA sudah menjadi keputusan dan ketetapan
politik yang harus dihadapi semua negara ASEAN. Oleh karena
itu, Badan POM berupaya untuk terus meningkatkan pengawasan
pre dan post market berbasis risiko, dalam rangka perlindungan
kesehatan masyarakat, sekaligus menjadi barier terhadap produk
dari luar negeri yang tidak memenuhi syarat.
Penulis: Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan institusi
pemerintah yang melaksanakan tugas di bidang pengawasan
Obat dan Makanan agar produk Obat, Obat Tradisional,
Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan Makanan/Minuman yang
beredar terjamin keamanan, mutu, dan khasiat/manfaatnya
dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat.
Untuk menghubungi, menyampaikan pengaduan maupun
permintaan informasi ke BPOM dapat menghubungi Contact
Center Halo BPOM.
InfoPOM Vol. 16 No. 3 Mei-Juni 2015
Download