KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran. Ada kemungkinan kreditur terpaksa melakukan tindakan hukum, atau bahkan menderita kerugian dalam jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah yang diperkirakan (pada saat pemberian kredit) dapat ditolerir (Siswanto, 2008). Menurut Veithzal dan Andria (2005) ada beberapa pengertian kredit bermasalah, yaitu: 1. Kredit yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank; 2. Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas; 3. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan pembayaran bunga, serta denda keterlambatan yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan; 4. Kredit golongan kurang lancar, diragukan, dan macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak. 5 Bagi bank semakin dini menganggap kredit yang diberikan menjadi bermasalah, semakin baik karena akan berdampak semakin dini pula dalam upaya penyelamatannya sehingga tidak terlanjur parah yang berakibat semakin sulit penyelesaiannya. Prinsip pemberian Kredit Sebelum fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin kalau kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan ini diperoleh berdasarkan analisis kredit sebelum kredit tersebut disalurkan untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan prinsip 5C, yaitu Character (Karakter), Capacity (Kapasitas), Capital (Modal), Collateral (Jaminan), Condition (Kondisi) (Kasmir, 2004). Sebab-sebab Terjadinya Kredit Bermasalah Menurut Siswanto (2008) penyebab kredit bermasalah dapat berhulu pada tiga macam sumber, yaitu faktor intern bank kreditur, ketidaklayakan debitur, dan faktor-faktor ekstern. a. Faktor intern bank yang dapat menjadi penyebab munculnya kredit bermasalah adalah: Rendahnya kemampuan atau ketajaman bank melakukan analisis kelayakan permintaan kredit yang diajukan oleh calon debitur. Lemahnya sistem informasi kredit serta sistem pengawasan dan administrasi kredit mereka. 6 Campur tangan yang berlebihan dari para pemegang saham bank dalam pemberian kredit. Pengikatan jaminan kredit yang kurang sempurna b. Debitur sebagai penyebab kredit bermasalah Debitur bank terdiri dari dua kelompok, yaitu perorangan dan perusahaan atau korporasi. Sumber dana pembayaran bunga dan angsuran kredit sebagian besar debitur perorangan (consumer debtors) adalah penghasilan tetap mereka, misalnya gaji, upah, honorarium dan sebagainya. Setiap jenis gangguan terhadap kesinambungan keuangan mereka sehingga menyebabkan ketidaklancaran pembayaran bunga dan/atau cicilan kredit. Penyebab kredit bermasalah perorangan yang lain erat hubungannya dengan gangguan terhadap diri pribadi debitur, misalnya kecelakaan, sakit, kematian dan perceraian. c. Faktor esktern sebagai penyebab kredit bermasalah Faktor ekstern pertama yang dapat mempengaruhi kondisi usaha debitur adalah perkembangan kondisi ekonomi atau bidang usaha yang merugikan kegiatan bisnis mereka. Menurunnya keuntungan akan menurunkan kemampuan debitur melunasi kredit. Faktor ekstern kedua yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha dan kemampuan debitur mengembalikan pinjaman adalah bencana alam seperti gempa bumi, banjir, badai, musim kemarau yang berkepanjangan, kebakaran, dan sebagainya. 7 Dampak Kredit Bermasalah Menurut Siswanto (2008) kredit bermasalah dalam jumlah besar dapat mendatangkan dampak yang tidak menguntungkan baik bagi bank pemberi kredit, dunia perbankan pada umumnya, maupun terhadap kehidupan ekonomi/moneter negara. a. Dampak terhadap kelancaran operasi bank pemberi kredit Sebuah bank yang dirongrong oleh problem kredit bermasalah dalam jumlah besar akan mengalami berbagai macam kesulitan operasional karena hal-hal yang berikut. Oleh kebanyakan bank sentral, kredit bermasalah dikategorikan sebagai aktiva produktif bank yang diragukan kolektibitasnya. Untuk menjaga keamanan dana para deposan, bank sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan kredit bermasalah. Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitibilitasnya. Kerugian yang ditanggung bank dari kredit bermasalah akan mengurangi jumlah modal sendiri mereka. b. Dampak terhadap dunia perbankan Bilamana jumlah bank bermasalah dalam suatu negara cukup besar maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank pada umumnya akan menurun, 8 sehingga mau tidak mau sistem perbankan di setiap negara itu akan terganggu. Penyelesaian kredit bermasalah secara berhasil sangat penting artinya bagi sistem perbankan di setiap negara manapun di dunia ini. Hal itu disebabkan karena kesulitan operasional yang dihadapi oleh sebuah bank, dapat membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi bank-bank lain yang beroperasi di negara yang bersangkutan. c. Dampak terhadap kehidupan ekonomi/moneter negara Dengan munculnya kredit bermasalah, dana yang telah diberikan bank kepada debitur untuk sementara atau seterusnya tidak kembali lagi kepada bank yang meminjamkannya. Oleh karena itu, dana yang seharusnya dapat dipinjamkan lagi kepada para debitur lain yang membutuhkannya untuk mendanai operasi atau perluasan operasi bisnis mereka, tidak dapat diberikan lagi. Dengan demikian, perputaran dana bank terhenti dan seluruh dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh penyaluran kredit tidak dapat terjadi. Dengan terhentinya perputaran dana tersebut, peranan bank sebagai lembaga perantara (intermediary) antara pemilik dana surplus yang menitipkan dananya pada bank dengan mereka yang membutuhkan dana juga tidak dapat berfungsi secara penuh. 9 Cara Penyelesaian Kredit Bermasalah Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993) a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang) Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang serta perubahan besarnya angsuran kredit. Tidak semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad baik dan karakter yang jujur serta memiliki kemauan untuk melunasi kreditnya. b. Reconditioning (Persyaratan Ulang) Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang. c. Restructuring (Penataan Ulang) Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank dan konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru serta sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan. 10 Pinjaman yang Diberikan dan Piutang Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan non derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi di pasar aktif, kecuali: (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia,2008) a. pinjaman yang diberikan dan piutang yang dimaksudkan oleh entitas untuk dijual dalam waktu dekat, yang diklasifikasikan dalam kelompok diperdagangkan, serta pinjaman yang diberikan dan piutang yang pada saat pengakuan awal oleh entitas ditetapkan sebagai aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi; b. pinjaman yang diberikan dan piutang yang pada saat pengakuan awal ditetapkan dalam kelompok tersedia untuk dijual; atau c. pinjaman yang diberikan dan piutang dalam hal pemilik mungkin tidak akan memperoleh kembali investasi awal secara substansial kecuali yang disebabkan oleh penurunan kualitas pinjaman yang diberikan dan piutang, dan diklasifikasikan sebagai kelompok tersedia untuk dijual. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 Tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat menyebutkan bahwa Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, yang selanjutnya disebut PPAP adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan 11 penggolongan kualitas Aktiva Produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) berfungsi sebagai cadangan biaya antisipasi terhadap kerugian, yang ditempatkan pada pos aktiva pada suatu neraca pada laporan keuangan. Biasanya PPAP diperhitungkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penambahan dan pengurang dari suatu laporan laba rugi. Untuk mengantisipasi potensi kerugian, bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif. PPA meliputi cadangan umum untuk Aktiva Produktif, dan cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif. Aktiva produktif memang berfungsi untuk memperoleh pendapatan utama bank. Sebagai sumber utama, pada aset ini juga terdapat risiko besar. Potensi kerugian yang diakibatkan oleh buruknya tingkat kolektibilitas aset ini dapat membawa kebangkrutan bank oleh karena itu bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) berupa cadangan umum dan cadangan khusus guna menutupi risiko kemungkinan kerugian tersebut. Cadangan yang dibentuk dari aktiva produktif ini terdiri dari: 1. PPAP umum sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan paling kurang sebesar 0,5% (lima permil) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar. 2. PPAP khusus yang ditetapkan paling kurang sebesar: a. 10% (sepuluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; b. 50% (lima puluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan 12 c. 100% (seratus perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPAP hanya dapat dilakukan untuk Aktiva Produktif. Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP ditetapkan sebesar: Tabel 2.0: Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP Bobot 100% Sifat Agunan Likuid: Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN), Tabungan/Deposito yang diblokir, dan logam mulia. 85% Emas perhiasan (nilai pasar) 80% Tanah, bangunan atau rumah yang memiliki sertifikat yang diikat dengan hak tanggungan; 70% Resi gudang yang penilaiannya dilakukan kurang dari atau sampai dengan 12 (dua belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku. 60% Tanah, bangunan atau rumah yang memiliki sertifikat yang tidak diikat dengan hak tanggungan (NJOP). 50% Tanah atau bangunan dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau yang dipersamakan dengan itu termasuk Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh notaris dilampirkan surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) pada satu tahun terakhir; Tempat usaha//kios/lapak yang disertai bukti kepemilikan yang dikeluarkan oleh pengelola yang sah dan disertai dengan surat kuasa menjual (harga pasar, harga sewa). Kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai dengan bukti kepemilikan dan telah dilakukan pengikatan sesuai ketentuan yang berlaku (nilai pasar). 13 Tabel 2.0 Lanjutan Resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan sampai dengan 18 (delapan belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku. Bagian dana yang dijamin oleh BUMN/BUMD yang melakukan usaha sebagai penjamin kredit. Kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan disertai dengan surat kuasa menjual yang disahkan oleh notaris (nilai pasar). Resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku. 30% BPR wajib melakukan penilaian atas agunan untuk mengetahui nilai ekonomisnya. Dalam hal BPR tidak melakukan penilaian agunan maka agunan tersebut tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang PPAP. BPR dilarang memperhitungkan agunan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP apabila agunan tersebut tidak ada, tidak dapat diketahui keberadaannnya dan/atau tidak dapat dieksekusi. Bank Indonesia berwenang melakukan perhitungan kembali atau tidak mengakui nilai agunan yang telah diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP apabila BPR tidak memenuhi ketentuan. BPR wajib melakukan penyesuaian perhitungan PPAP sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau laporan publikasi sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 14 Untuk kredit bermasalah, salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian pada kredit bermasalah tersebut adalah bahwa bank juga dapat melakukan restrukturisasi kredit untuk debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit namun masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah dilakukan restruktuirisasi. Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari penurunan kualitas kredit, peningkatan pembentukan PPA, atau penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. Untuk itu bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai restrukturisasi kredit yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko bank. Penentuan Penyisihan Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan Pengakuan penyisihan aktiva produktif dengan menggunakan metode cadangan akan membawa konsekuensi pada penentuan besarnya penyisihan dan cadangan yang akan disajikan dalam neraca maupun laporan laba/rugi. Untuk menentukan besarnya cadangan dikenal ada dua pendekatan yaitu: (Taswan, 2008). 1. Pendekatan Laba / Rugi Yaitu terlebih dahulu ditentukan besarnya PPAP yang akan disajikan ke dalam Laba/ Rugi, sedangkan besarnya cadangan PPAP ditentukan berapa persen kemudian bergantung dari baki debet aktiva produktifnya. 15 2. Pendekatan Neraca Kalau pendekatan neraca yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah Cadangan Penghapusan Aktiva Produktif. Dalam hal ini adalah piutang yang tak tertagih. 16