SEMINAR NASIONAL TEKNIK KIMIA INDONESIA 2006 ISBN 979-97893-0-3 Palembang, 19-20 Juli 2006 bersamaan dengan Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2006 (Undip), Soehadi Reksowardojo 2006 (ITB), Fundamental & Aplikasi Teknik Kimia 2006 (ITS), Teknologi Proses Kimia 2006 (UI), dan Seminar Teknik Kimia Anggota APTEKINDO 2006 PENGARUH KADAR AIR SUBSTRAT DAN KONSENTRASI DEDAK PADI PADA PRODUKSI ASAM SITRAT DARI AMPAS TAPIOKA MENGGUNAKAN ASPERGILLUS NIGER ITBCCL74 Achmad Ali Syamsuriputra, Tjandra Setiadi, Ratih Kushandayani, dan Rita Farida Yunus Program Studi Teknik Kimia, Kelompok Keahlian Perancangan dan Pengembangan Produk Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung 40132 E-mail: [email protected] Abstrak Produksi asam sitrat dilakukan melalui fermentasi semi padat menggunakan bahan baku utama berupa ampas tapioka dan Aspergillus niger ITBCCL74 sebagai biokatalis. Pengaruh kadar air substrat dan penambahan dedak padi (sebagai sumber faktor pertumbuhan dan sumber makro dan mikronutrien) telah diteliti menggunakan labu Erlenmeyer 250 dan 500 mL pada pH 3,0 dan temperatur 30oC dalam rangka menetapkan kadar air substrat dan penambahan dedak padi yang optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kisaran kadar air substrat 40, 50, 60, 70 dan 80%-(b/b), perolehan asam sitrat tertinggi dicapai pada kadar air substrat 60%; sedangkan dari kisaran penambahan dedak padi 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5 %-(b/b), perolehan asam sitrat tertinggi dicapai pada penambahan dedak padi 0,4%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kadar air dan penambahan dedak padi optimum masing-masing adalah 60% dan 0,4% dengan perolehan asam sitrat tertinggi sebesar 36,58 gram/100 gram ampas tapioka. Penambahan dedak padi 0,4% meningkatkan perolehan asam sitrat sebesar 7%. Kata Kunci : asam sitrat; ampas tapioka; Aspergillus niger Abstract The production of citric acid was conducted through SSF using cassava bagasse as substrate and Aspergillus niger ITBCCL74 as biocatalyst. The effects of the moisture content and the concentration of rice bran in the fermentation medium (as the fungus growth factor, source of macronutrient and micronutrient) had been investigated using 250 dan 500 ml Erlenmeyer flasks at pH 3,0 and temperature 30oC in order to determine the optimum conditions of moisture content and concentration of rice bran in the fermentation medium. The result of this study showed that in the range of 40, 50, 60, 70 and 80%-(w/w) of moisture content, the highest yield of citric acid was achieved at 60%; whilst in the range of 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5 %-(w/w) of rice bran concentration in the fermentation medium, the highest yield of citric acid was achieved at 0,4%. It was concluded that the optimum conditions of moisture content and concentration of rice bran in the fermentation medium are 60% and 0,4%. Under those optimum conditions, 36,32 gram citric acid/100 gram cassava bagasse (45,1% based on initial sugar level) was obtained as the highest yield. The concentration of rice bran increased 7% of the citric acid yield. Key words : citric acid, cassava bagasse, Aspergillus niger BBTP 19 - 1 1. Pendahuluan Asam sitrat merupakan salah satu produk komersial yang penting di dunia maupun di Indonesia. Di Indonesia, 65% konsumsi asam sitrat berada di industri makanan dan minuman, 20% berada di industri deterjen rumah tangga dan sisanya berada di industri tekstil, farmasi, kosmetik dan lainnya (Anonim, 2005a.). Hampir seluruh asam sitrat diproduksi melalui fermentasi submerged dengan menggunakan jamur Aspergillus niger dan medium yang berbasiskan pati atau sukrosa. Namun, belakangan ini produksi asam sitrat melalui fermentasi padat mulai diminati. Hal ini karena produksi asam sitrat melalui fermentasi semi padat memiliki beberapa keuntungan lebih dibandingkan dengan fermentasi submerged, yaitu penghematan energi, resiko kontaminasi medium fermentasi yang lebih kecil, dan menghasilkan lebih sedikit air limbah sehingga lebih ramah lingkungan (Kumar, dkk., 2002). Dalam memproduksi asam sitrat dapat digunakan berbagai substrat, seperti molase bit, molase cane, tepung jagung, sirup jagung, glukosa, sukrosa, kulit luar gandum, ampas kentang dan ampas tapioka (Wells, 1938). Ampas tapioka terdapat dalam jumlah yang melimpah di Indonesia sebagai produk samping industri tapioka. Ampas tapioka masih mengandung ± 56% (Anonim, 2005b.) pati yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satu pemanfaatan ampas tapioka adalah sebagai substrat dalam produksi asam sitrat. Produksi asam sitrat telah menjadi objek penelitian yang menarik untuk dilakukan oleh peneliti, seperti Kumar (2002) dan Vandenberghe (2005). Kumar (2002) mengkaji pengaruh ukuran partikel, kadar air medium, penambahan metanol, dan kadar gula terhadap produksi asam sitrat dari ampas tebu. Vandenberghe (2005) mengevaluasi produksi asam sitrat dari tiga limbah agroindustri yang berbeda yaitu ampas tebu, coffee husk, dan ampas tapioka. Kedua penelitian tersebut dilaksanakan dengan metode fermentasi padat dan menggunakan Aspergillus niger sebagai biokatalis. Produksi asam sitrat melalui fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya kadar air, konsentrasi ion logam, dan konsentrasi vitamin dan mineral dalam medium fermentasi (Kumar, dkk., 2002). Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah kadar air dan penambahan dedak padi (sebagai faktor pertumbuhan, makro dan mikronutrien). Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah menentukan kadar air dan konsentrasi dedak padi optimum dalam pembuatan asam sitrat dari ampas tapioka. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi industri asam sitrat, khususnya yang menggunakan ampas tapioka sebagai substrat, agar dapat memaksimalkan produksi asam sitrat yang dilakukan secara fermentasi padat dengan cara mengatur kadar air substrat dan menambahkan dedak padi pada kondisi yang optimum. Kedua variabel penelitian, kadar air dan konsentrasi dedak padi dalam medium fermentasi, merupakan variabel yang independen, sehingga penelitian dapat dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah tahap penentuan kadar air optimum dan tahap kedua adalah tahap penentuan konsentrasi dedak padi optimum dalam medium fermentasi. Pada tahap kedua kadar air medium fermentasi diatur sesuai dengan kadar air optimum yang diperoleh pada tahap pertama. 2. Fundamental Aspergillus niger merupakan jamur yang dapat menghasilkan enzim, seperti α-amilase, βamilase, dan selulase (Wiseman, 1985), sehingga A. niger dapat digunakan sebagai biokatalis dalam produksi asam sitrat secara fermentasi. Pada umumnya fermentasi asam sitrat melibatkan pati sebagai sumber karbohidrat. Pati dihidrolisis menjadi gula oleh amilase yang diproduksi oleh jamur atau ditambahkan ke dalam broth fermentasi (Chau, 2002). Katabolisme aerobik dari sumber karbon seperti sukrosa atau glukosa dalam produksi asam sitrat terdiri dari dua tahap yaitu (Chau, 2002) tahap glikolisis yang mengkonversi glukosa menjadi asam piruvat dan tahap konversi piruvat menjadi asam sitrat melalui siklus Krebs. Proses fermentasi berkaitan erat dengan mikroorganisme. Air memiliki fungsi yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme, diantaranya berfungsi sebagai sumber unsur hidrogen dan oksigen yang diperlukan untuk biosintesis komponen-komponen sel, berperan penting pada proses hidrolisis enzimatik, dan sangat berperan penting pada proses transpor nutrien dan produk-produk metabolit melalui membran sel (Sukandar, 2002). Selain itu, kadar air medium berpengaruh terhadap nilai aktivitas air (aw) yang cocok untuk pertumbuhan jamur (Kamilawati dan Evelien, 2001). Aktivitas air adalah jumlah air bebas sistem yang dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan parsial air dalam medium (Pw) dengan tekanan parsial air murni pada temperatur yang sama (Pwo) (Alais, 1991). Dalam perkembangan produksi asam sitrat secara fermentasi, banyak penelitian dilakukan untuk meneliti kebutuhan nutrisi mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi, serta untuk mengetahui bagaimana pengaruh nutrisi yang tepat pada jumlah dan aktivitas enzim yang digunakan di dalam proses fermentasi. BBTP 19 - 2 Pertumbuhan jamur Aspergillus niger memerlukan sumber karbon, nitrogen, fosfat, kalium, magnesium, dan sulfur. Selain itu, sejumlah kecil besi, seng, tembaga, dan mangan juga dibutuhkan di dalam medium. Ketika semua kebutuhan nutrisi terpenuhi, maka jamur akan tumbuh secara maksimal hingga akhirnya akan mencapai tahap sporulasi. Agar asam sitrat dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup untuk dikomersialkan, maka di dalam proses tidak boleh terjadi tahap sporulasi ataupun pertumbuhan yang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan pembatasan jumlah nutrisi yang tepat. Kristiansen dan Sinclair (1979) menyatakan bahwa nitrogen merupakan syarat penting bagi akumulasi asam sitrat dengan kandungan NH4NO3 maksimum sebesar 0,8 kg/m3. Di lain pihak, Kubicek dan Rohr (1977) mendemonstrasikan bahwa kadar fosfat tertentu dapat mengarah pada akumulasi sitrat, meskipun nitrogen tidak dibatasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nitrogen dan fosfat merupakan faktor pembatas yang efektif dalam merangsang pembentukan asam sitrat tergantung jenis strain dan kondisi lainnya (Moo Young, 1985). Salah satu sumber nutrisi lain dapat diperoleh melalui penambahan dedak padi. Dedak padi berfungsi sebagai sumber vitamin, asam amino, dan mineral (Anonim, 2005d.) bagi pertumbuhan jamur yang akan mempengaruhi produksi asam sitrat. Pada umumnya, vitamin berperan dalam pembentukan koenzim. Vitamin B dan asam amino tertentu diperlukan sebagai faktor pertumbuhan mikroorganisme; sedangkan mineral berfungsi sebagai makronutrien dan mikronutrien. 3. Metodologi 3.1. Bahan 3.1.1. Ampas Tapioka Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tapioka yang diperoleh dari pabrik tapioka PT Asia di daerah Nagrek, Garut. Ampas tapioka diperoleh dalam bentuk bubuk halus dan berwarna putih agak kekuningan. Sebelum digunakan sebagai substrat dalam medium fermentasi, ampas tapioka dikeringkan pada temperatur 60oC hingga memiliki berat yang konstan (diasumsikan kadar air 0%). 3.1.2. Dedak Padi Dedak padi diperoleh dari daerah penggilingan padi di Dago, Bandung. Sebelum digunakan dalam penelitian, dedak padi dikeringkan selama 7 jam. Kadar air dalam dedak padi setelah dikeringkan diasumsikan mencapai 0%. 3.1.3. Organisme Organisme yang digunakan adalah Aspergillus niger ITBCCL74 yang diperoleh dari koleksi kultur Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung. 3.1.4. Medium Kultur Jamur dibiakkan dalam medium agar glukosa kentang (Potato Dextrose Agar). Medium disterilisasi pada temperatur 121 oC selama 15 menit dan siap untuk diinokulasi. 3.1.5. Inokulum Spora Aspergillus niger ITBCCL74 dibiakkan dalam medium agar glukosa kentang (Potato Dextrose Agar) selama 6 hari dalam agar miring. Agar miring ditempatkan dalam tabung reaksi. Inokulum berupa spora dihitung menggunakan counting chamber setelah sporanya dilepaskan dengan jarum penanam dan kemudian disuspensikan dalam 200 ml air fisiologis steril. 3.1.6. Bufer Sitrat pH 3 Larutan bufer sitrat digunakan untuk mengatur pH medium fermentasi pada nilai 3. Bufer sitrat merupakan campuran larutan asam sitrat dengan larutan natrium sitrat (Na3C6H5O7.2H2O). 3.1.7. Bahan Lain Bahan lain yang digunakan di dalam penelitian adalah asam sitrat anhidrat, sodium borat P.A., thiourea P.A., H2SO4 P.A., KBr P.A., KMnO4 P.A, H2O2 teknis, heptana P.A., air steril 0,9% NaCl, (NH4)NO3 P.A., MgSO4.7 H2O P.A., KH2PO4 P.A, HCl P.A., akuades, dan kertas saring. 3.2. Alat Alat yang digunakan di dalam penelitian adalah labu Erlenmeyer 250 mL dan 500 mL, termometer, labu takar 50, 100, 1000 mL, water bath, jarum penanam, inkubator, autoclave, pH meter, pipet hisap 5 mL dan 10 mL, spektrofotometer, kuvet 10 mm lightpath, batang pengaduk, tabung reaksi, hot plate, gelas kimia 50, 100, 250, 500, 1000 mL, bunsen, spatula, batang pengaduk, rotary shaker, timbangan, corong Büchner dan corong. 3.3. Variabel yang Diteliti Variabel yang diteliti di dalam penelitian ini adalah kadar air substrat sebesar 40, 50, 60, 70, 80%-(b/b) dan konsentrasi dedak padi di dalam medium fermentasi sebesar 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5%-(b/b). Penetapan konsentrasi tersebut didasarkan pada Lorentzen (2005) yang BBTP 19 - 3 menyatakan bahwa sejumlah vitamin berupa yeast extract sebanyak 0,05-0,5% akan meningkatkan pertumbuhan jamur. Kedua variabel merupakan variabel yang independen. Oleh karena itu, penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk menentukan kadar air optimum dan dilangsungkan selama 6 hari. Tahap kedua bertujuan untuk menentukan konsentrasi dedak padi optimum dan dilangsungkan selama 9 hari. 3.4. Formulasi Medium Fermentasi Ampas tapioka kering dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL atau 500 mL dan ditambah dengan 0,25%-b NH4NO3, 0,025%-b MgSO4.7H2O, 0,1%-b KH2PO4 (Kumar,dkk., 2002) beserta dengan moistening agent berupa air. Berat total medium fermentasi adalah 125 gram. Kadar air medium diatur pada variasi yang telah ditentukan. pH medium diatur pada nilai 2,5-3,5 (Prescott dan Dunn, 1940) dengan menggunakan HCl. Kadar air optimum yang diperoleh digunakan dalam medium dengan variasi konsentrasi dedak padi. Medium ini memiliki komposisi yang sama dengan medium sebelumnya, namun menggunakan moistening agent berupa bufer sitrat yang memiliki pH 3. Medium disterilisasi pada temperatur 121oC selama 15 menit dan siap diinokulasi untuk proses fermentasi. 3.5. 3.6. Metode Analisis Asam sitrat dianalisis menggunakan metode spektrofotometri dengan pereaksi pentabromoaseton (Anonim, 2005c.). Perolehan asam sitrat ditentukan dengan membandingkan berat asam sitrat yang terbentuk dan berat ampas tapioka kering. 4. 4.1 Hasil dan Pembahasan Pengaruh Kadar Air terhadap Perolehan Asam Sitrat Perolehan asam sitrat pada berbagai variasi kadar air substrat dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perolehan asam sitrat tertinggi diperoleh pada kadar air substrat 60%, dengan perolehan sebesar 19,16 g/100 g ampas tapioka. Hal ini karena pada kadar air tersebut aktivitas metabolik jamur dan proses hidolisis enzimatik sitrat sintase dalam membentuk asam sitrat berlangsung dengan baik. Pada kadar air substrat yang tinggi (80%) terjadi penurunan porositas medium dan laju difusi oksigen yang menyebabkan perpindahan panas dan massa berlangsung kurang baik. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan miselium jamur terhambat pada kadar air substrat yang tinggi. Hal tersebut didukung dengan pengamatan visual yang memperlihatkan bahwa spora jamur pada medium dengan kadar air 80% lebih sedikit dibandingkan dengan spora jamur pada kadar air yang lebih rendah. Pada kadar air yang tinggi proses hidrolisis enzimatik sitrat sintase dalam membentuk asam sitrat berlangsung dengan baik. Namun, akibat jumlah mikroorganisme yang mengkonversi substrat menjadi asam sitrat sedikit, maka asam sitrat yang terbentuk sedikit. Kadar air substrat yang rendah (40%) dapat meningkatkan porositas medium dan laju difusi oksigen yang akan memperlancar proses perpindahan panas dan massa. Namun, rendahnya kadar air mengakibatkan aktivitas metabolik jamur terganggu sehingga pertumbuhan jamur tidak optimum. Proses Fermentasi Proses fermentasi dilaksanakan pada reaktor batch berupa labu Erlenmeyer 250 mL atau 500 mL. Setiap medium fermentasi mengandung 107-108 spora Aspergillus niger per 1 gram ampas tapioka kering (Kumar, dkk., 2002). Medium yang telah diinokulasi spora, kemudian diaduk dan diinkubasi pada temperatur 30oC (Chau, 2002). Pengambilan sampel dilaksanakan sebanyak 8 kali untuk mengetahui konsentrasi asam sitrat yang dihasilkan selama fermentasi. Selama proses fermentasi, pH medium dijaga pada nilai 2,5-3,5 (Prescott dan Dunn, 1940). Tabel 4.1 Data perolehan asam sitrat pada berbagai kadar air substrat Waktu (jam) 17,25 38,25 62,25 68,25 89,25 113,25 133,25 139,25 Kadar air 40% 0,08 0,71 2,42 4,85 6,54 12,94 7,19 Asam sitrat (g)/100 g ampas tapioka Kadar air 50% Kadar air 60% Kadar air 70% 0,01 0,03 0,20 0,65 0,85 0,31 7,75 5,37 3,04 8,39 6,69 2,43 9,82 7,05 2,45 8,87 10,37 5,45 13,96 19,16 9,75 12,62 16,24 9,29 BBTP 19 - 4 Kadar air 80% 0,50 2,97 5,30 0,91 0,46 0,89 5,88 1,20 Asam sitrat (g)/100g ampas tapioka kering 22 20 18 Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar Air Air Air Air Air 20 30 80% 70% 60% 50% 40% 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 10 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Waktu (jam) Gambar 4.1 Kurva laju produksi asam sitrat pada berbagai kadar air substrat Selain itu, proses hidrolisis enzimatik sitrat sintase dalam pembentukan asam sitrat tidak berlangsung dengan baik. Aktivitas metabolik jamur dan proses hidrolisis enzimatik yang tidak berlangsung dengan baik ini mengakibatkan produksi asam sitrat yang rendah. Sehubungan dengan hasil percobaan ini, Kumar, dkk. (2002) melaporkan bahwa kadar air optimum dalam produksi asam sitrat dari substrat ampas tebu adalah sebesar 75%; sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar air optimum adalah sebesar 60%. Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai kadar air optimum tersebut berbeda, diantaranya adalah perbedaan substrat, strain, dan perbedaan ukuran partikel dari substrat yang digunakan. Substrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tapioka. Ampas tapioka dan ampas tebu memiliki komposisi serat yang berbeda (Jones dan Scard, 1921). Komposisi serat dapat mempengaruhi daya tampung air di dalam substrat. Semakin banyak serat suatu bahan maka semakin besar daya tampung bahan tersebut terhadap air, sehingga jumlah air bebas dalam sistem lebih sedikit. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan kadar air substrat optimum dalam pembuatan asam sitrat. Masing-masing strain jamur memiliki kondisi optimum yang spesifik. Strain A. niger yang dipakai dalam penelitian Kumar, dkk. (2002) adalah A. niger DS 1; sedangkan dalam penelitian ini digunakan A. niger ITBCCL74. Hal ini menyebabkan perbedaan kondisi kadar air optimum dalam produksi asam sitrat. Ukuran partikel medium yang digunakan dalam penelitian ini lebih kecil daripada ukuran partikel medium dalam literatur (1,2-1,6 mm). Porositas medium harus berada dalam keadaan yang tepat, karena ketersediaan substrat terhadap jamur akan berkurang pada medium yang porositasnya terlalu besar. Kumar, dkk. (2002) menyatakan bahwa semakin besar ukuran partikel maka semakin besar pula porositas medium; sedangkan peningkatan kadar air akan menurunkan porositas medium. Oleh karena itu, untuk menjaga porositas pada medium yang ukuran partikelnya lebih kecil (porositasnya sudah terbatas), diperlukan penyusutan kadar air. 4.2 Pengaruh Penambahan Konsentrasi Dedak Padi terhadap Perolehan Asam Sitrat Produksi asam sitrat tertinggi yaitu sebesar 36,32 g asam sitrat/100 g ampas tapioka diperoleh dari medium dengan konsentrasi dedak padi sebesar 0,4%. Hal ini disebabkan oleh penambahan dedak padi pada konsentrasi tersebut menyediakan kebutuhan vitamin, mineral, dan asam amino dalam jumlah yang tepat bagi jamur dalam menghasilkan asam sitrat. Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa produksi asam sitrat cenderung meningkat seiring dengan penambahan dedak padi. Hal ini karena penambahan vitamin, asam amino, dan mineral akan menstimulasi pertumbuhan dan biosintesis beberapa jenis produk metabolit (growth factor) (Sukandar, 2002). Akan tetapi, dalam dedak padi juga terkandung mineral fosfor (P) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor pembatas (limiting factor) bagi jamur Aspergillus niger dalam merangsang pembentukan asam sitrat, sehingga pada penambahan dedak padi yang berlebih diperoleh penurunan perolehan asam sitrat. Ketersediaan mineral P dan N yang berlebih mengakibatkan metabolisme jamur terpusatkan pada pembentukan sel daripada pembentukan metabolit primer (dalam hal ini asam sitrat). BBTP 19 - 5 Tabel 4.2 Data perolehan asam sitrat pada berbagai konsentrasi dedak padi dalam medium Waktu (jam) 42,75 69,75 94,25 117,75 139,75 165,75 189,75 213,75 Konsentrasi dedak padi 0% 0,85 5,92 14,38 16,52 29,67 14,84 16,09 Konsentrasi dedak padi 0,1% 2,86 5,41 15,15 17,15 30,85 27,52 27,65 24,03 Asam sitrat (g)/100 g ampas tapioka Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi dedak padi dedak padi dedak padi 0,2% 0,3% 0,4% 3,40 3,92 6,29 4,91 5,97 13,47 17,30 15,91 14,15 20,99 24,18 20,74 30,45 32,44 34,91 19,81 22,96 36,32 26,14 28,43 21,78 23,91 26,06 21,09 Konsentrasi dedak padi 0,5% 3,39 5,20 12,96 16,06 31,24 32,29 33,47 20,47 Asam sitrat (g)/100g ampas tapioka 39 36 33 30 27 0% dedak padi 0,1% dedak padi 0,2% dedakpadi 0,3% dedak padi 0,4% dedak padi 0,5% dedak padi 24 21 18 15 12 9 6 3 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Waktu (jam) 200 220 240 Gambar 4.2 Kurva laju produksi asam sitrat pada berbagai konsentrasi dedak padi dalam medium Pada penelitian ini, produksi asam sitrat dengan penambahan dedak padi sebesar 0,5% mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh adanya mineral P dan N dalam jumlah yang berlebih. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan adanya penurunan perolehan asam sitrat akibat penambahan dedak padi (>0,5%). Dalam penelitian Sukandar (2005) yang juga menggunakan ampas tapioka sebagai substrat dan dedak padi sebagai vitamin dan mineral dilaporkan bahwa konsentrasi dedak padi yang paling optimum dalam memproduksi asam sitrat adalah sebesar 6,25-%(b/b) (berat dedak padi per berat total medium). Perbedaan konsentrasi dedak padi optimum tersebut disebabkan oleh perbedaan komposisi substrat ampas tapioka yang digunakan. Substrat ampas tapioka yang dipakai dalam penelitian Sukandar (2005) diperoleh dari tempat pengolahan yang berbeda dengan substrat yang digunakan pada penelitan ini. Oleh karena itu, sangat memungkinkan jika komposisi ampas tapioka pada masing-masing penelitian berbeda. Komposisi awal ampas tapioka berpengaruh terhadap konsentrasi dedak padi optimum sebagai sumber dari vitamin, asam amino, dan mineral. Persentase kenaikan perolehan asam sitrat dengan penambahan dedak padi sebanyak 0,4% adalah sebesar ± 7%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penambahan dedak padi dalam jumlah yang tepat akan meningkatkan produksi asam sitrat 4.3 Laju Produksi Asam Sitrat pada Berbagai Kadar Air Substrat dan Konsentrasi Dedak Padi dalam Medium Dari hasil percobaan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa produksi asam sitrat, baik yang menggunakan medium BBTP 19 - 6 dengan penambahan dedak padi maupun tanpa penambahan dedak padi, meningkat seiring dengan bertambahnya waktu hingga pada selang waktu tertentu produksi asam sitrat mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa kemungkinan sebagai berikut : • Inhibisi produk pada medium fermentasi Inhibisi produk terjadi karena pada saat produk (asam sitrat) mencapai konsentrasi tertentu, produksi enzim yang membantu pembentukan asam sitrat terinhibisi (Syamsuriputra, 2006). Oleh karena itu, produksi asam sitrat mengalami penurunan. • Konversi asam sitrat menjadi asam lain (Mathews, 1999) Konversi asam sitrat menjadi asam lain terjadi akibat peningkatan konsentrasi asam sitrat yang dapat menggeser kesetimbangan reaksi sebagai berikut: Sitrat ↔ cis-akonitat + H2O (4.1) (4.2) Cis-akonitat + H2O ↔ isositrat 4.4 Pengaruh Bufer terhadap Produksi Asam Sitrat Jamur Aspergillus niger aktif menghasilkan asam sitrat pada rentang pH 2-4, karena pada pH di bawah 2 akan terjadi inhibisi enzim yang membantu dalam pembentukan asam sitrat; sedangkan pada pH di atas 4 akan terbentuk asam lain yaitu asam oksaloasetat atau asam glukonat (Prescott dan Dunn, 1940). Pada penelitian dengan medium tanpa dedak padi digunakan air untuk mengatur kadar air substrat. Produksi asam sitrat akan terus menurunkan pH medium, sehingga setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan derajat keasaman medium untuk menyesuaikan pH pada rentang nilai 2,53,5. Dengan menyesuaikan pH medium pada rentang tersebut, maka diharapkan terbentuk asam sitrat, tanpa kehadiran asam organik lain. Pada penelitian dengan medium yang ditambahkan dedak padi digunakan bufer sitrat pH 3 untuk mengatur kadar air substrat. Hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan bahwa produksi asam sitrat pada medium yang menggunakan bufer lebih tinggi dibandingkan produksi asam sitrat pada medium yang tidak menggunakan bufer. Pada penelitian yang menggunakan air sebagai moistening agent dilakukan pengaturan pH dalam rentang 2,5-3,5 dengan cara menambahkan NaOH atau HCl. Oleh karena itu, diperlukan pengadukan untuk mencapai homogenitas pH dalam sampel. Pengadukan tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan miselium jamur, sehingga energi lebih banyak digunakan untuk regenerasi sel dan bukan untuk sintesis enzim yang mengakibatkan produksi asam sitrat tidak (Kamilawati dan Evelien, 2001). maksimum 4.5. Kajian Literatur mengenai Produksi Asam Sitrat Produksi asam sitrat melalui proses fermentasi padat telah diteliti oleh banyak peneliti, di antaranya adalah Vandenberghe (1999) dan Kumar, dkk. (2002). Kedua penelitian tersebut memiliki beberapa persamaan dengan penelitian yang dilakukan. Tabel 4.3 menyajikan data perbandingan kondisi dan hasil penelitian mengenai produksi asam sitrat menggunakan Aspergillus niger. Secara umum, perbedaan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 diduga disebabkan oleh perbedaan kadar air substrat, strain Aspergillus niger, temperatur fermentasi, lamanya fermentasi, dan kandungan metanol di dalam medium fermentasi. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk membuktikan pengaruh faktor-faktor tersebut dalam produksi asam sitrat, sehingga dapat diperoleh kondisi optimum (untuk variabel konsentrasi metanol, dedak padi, dan moistening agent dalam substrat dan waktu fermentasi tertentu) dalam produksi asam sitrat secara komersial. 5. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Kadar air optimum dalam pembuatan asam sitrat dari ampas tapioka dengan menggunakan Aspergillus niger ITBCCL74 adalah sebesar 60%-(b/b) (berat air per berat total medium); dengan perolehan asam sitrat tertinggi sebesar: - 19,16g/100g ampas tapioka untuk medium dengan moistening agent berupa air, dan - 29,67g/100g ampas tapioka untuk medium dengan moistening agent berupa bufer sitrat pH 3. 2. Penambahan dedak padi dalam jumlah tertentu, dalam hal ini sebesar 0,1% hingga 0,5%-(b/b) (berat dedak padi per berat total medium), ke dalam medium pembuatan asam sitrat dari ampas tapioka dengan menggunakan Aspergillus niger ITBCCL74 dapat meningkatkan perolehan asam sitrat secara nyata (±1-7%). 3. Konsentrasi dedak padi yang optimum dalam rentang 0,1-0,5%-(b/b) (berat dedak padi per medium total) pada medium pembuatan asam sitrat dari ampas tapioka dengan menggunakan Aspergillus niger ITBCCL74 (kadar air medium = 60% dengan menggunakan bufer sitrat) adalah sebesar 0,4%; dengan perolehan asam sitrat tertinggi sebesar 36,32g/100g ampas tapioka. BBTP 19 - 7 Tabel 4.3 Data perbandingan berbagai kondisi dan hasil penelitian produksi asam sitrat secara fermentasi padat menggunakan Aspergillus niger Variabel penelitian Substrat Temperatur (oC) Waktu fermentasi (hari) Kadar air substrat (%) Moistening agent Penambahan zat lain pH Perolehan asam sitrat (%) (basis glukosa) Penelitian yang dilakukan 6 Air - Ampas tapioka 30 9 60 9 Kumar, dkk. (2002) Ampas tebu 30 9 75 Sukrosa Bufer sitrat pH 3 Bufer sitrat pH 3 Air - 0,4%-b dedak padi 0,2%-v metanol 2,5 - 3,5 23,79 Vandenberghe (1999) Ampas tapioka 26 5 62 36,84 Ucapan terima kasih Penelitian ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung yang telah menyediakan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan penelitian ini, staf Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses atas bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan penelitian serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini. Daftar Pustaka [1] Alais, C., G. Linden, (1991), “Food Biochemistry”, London, Ellis Horwood. [2] Anonim,(2005a), www.tidco.com. [3] Anonim, (2005b), “Cassava flour and starch”, www.fao.org. [4] Anonim, (2005c), “Production of Citric Acid from Paraffins by Candida Yeast”. [5] Chau, Lien, (2002), “Citric and Lactic Acids Fermentation From Starch Waste”, The University of Queensland. [6] Evelien, Kamilawati, (2001), “Produksi Enzim-Enzim Hidrolitik dalam Koji Dedak Padi Menggunakan Aspergillus niger ITBL74”, Makalah Penelitian, Institut Teknologi Bandung, Indonesia, 7-8. [7] Jones, Llewelyn, Frederick I. Scard, (1921), “The Manufacure of Cane Sugar”, London, Duckworth & Co. [8] Kumar, D., V.K. Jain, G. Shanker, A. Srivastava, (2002), “Citric Acid Production by Solid State Fermentation Using Sugarcane Bagasse”, www.science direct.com. [9] Lorentzen, Marit Sjo, (2005), “Cell culture and medium, Department of Molecular Biotechnology”, University of Troms, Norway, http://cold.imb.fm.uit.no/Bio3320 /lecture/Cellculture_1_Marit_pdf. 1,2 - 2 45,1 20,47 0,4%-v metanol - 4 28,11 47,85 [10] Matthews, Christopher, K.E. Van Holde, Kevin G. Ahern, (1999), “Biochemistry”, Edisi ke-3, Addison Wesley Longman, Inc., 487, 503. [11] Moo Young, Murray, (1985), “Comprehensive Biotechnology: The Principles, Applications and Regulations of Biotechnology in Industry, Agriculture and Medicine”, Edisi ke-1, Vol. 3, Pergamon Press Ltd., Great Britain, 665-678. [12] Prescott, Samuel C., Cecil G. Dunn, (1940), “Industrial Microbiology”, Edisi ke-2, McGraw Hill Book Co., New York, 381385. [13] Sukandar, Ukan, (2002), ”Proses Metabolisme”, Departemen Teknik Kimia, ITB, Bandung, 7-8, 16-18. [14] Sukandar, Ukan, (2005), “Pembentukan Asam Sitrat Menggunakan Substrat Campuran Ampas Tapioka dan Dedak dengan Cara Fermentasi Semipadat”, Jurnal Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo, Bandung. [15] Syamsuriputra, A. A., (2006), (Staf Pengajar Program Studi Teknik Kimia, ITB), komunikasi pribadi. [16] Vanderberghe, Luciana, Carlos R. Soccol, Ashok Pandey, Jean-Michel Lebeault, (2005), “Citric Acid Production by Aspergillus niger in Solid State Fermentation Using Agro-Industrial Waste”, http://www.deq.uem.br/biblioteca/deq/ais/sh ebVI/VI%20Sheb/Poster/Poster_052.pdf. [17] Wells, P.A., Herrick H.T., (1938), ”Citric Acid Industry”, Industrial and Engineering Chemistry, Easton, Mack Printing Company, Vol. 30, 258. [18] Wiseman, Alan, (1985), “Handbook of Enzyme Biotechnology”, Edisi ke-2, Chichester, John Wiley & Sons, 280-283. BBTP 19 - 8