stabilitas vitamin larut lemak

advertisement
Ir. Priyanto Triwitono, MP.
Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
VITAMIN A
• Struktur Vit A terdiri dari senyawa Hidrokarbon tidak
jenuh C20 dan C40 , tdpt dalam 3 bentuk, yaitu :
1. Bentuk Alkohol bebas  Retinol
2. Ester  Retinil asetat / Retinil Palmitat
3. Aldehid atau Asam  Retinal / As. Retinoat
• Bentuk Alkohol ---O2--- Aldehid ---O2- Asam
• Bentuk Ester  lebih Stabil  Vit A komersial (ester
asam Asetat / Palmitat dg Retinol)
Kurang Stabil
• Adanya ikatan ganda dalam struktur Vitamin A
membuatnya mengalami isomerisasi,
khususnya dalam media cair pada pH asam.
Vitamin A relatif stabil dalam larutan alkali.
• Isomer dengan aktivitas biologis tertinggi
adalah all-trans vitamin A. Isomer 13-cis
atau neovitamin A hanya memiliki aktivitas
biologis 75% dari isomer all-trans, sedangkan
isomer 6-cis dan 2, 6-di-isomer cis memiliki
aktivitas biologis <25% dari bentuk all-trans
vitamin A.
Ester dari Retinol + Asetat / Palmitat
R-OH + HOOCR’ R-OOCR’ +
H2O
Bentuk Ester  Relatif Lebih
Stabil
Sumber Vitamin A
• Sumber Vit A berasal dari =
1. Bahan pangan hewani (liver, kuning telur)
2. Bahan pangan Nabati (minyak sawit).
• Pada tanaman dan jamur, vit A masih berupa proVitamin A (dalam bentuk senyawa Karotenoid) yg
akan di konversi menjadi Vitamin A setelah
diabsorbsi dalam usus halus.
• Senyawa karotenoid dengan aktivitas provitamin
A tsb terdapat secara alami dalam a) pigmen
tanaman yang memberikan karakteristik kuning,
oranye dan merah pada berbagai macam buahbuahan dan sayuran; dan juga pada b) ginjal hati
limpa dan susu.
• Pro Vitamin A yang paling potensial adalah betakaroten  strukturnya mampu menghasilkan 2
ekuivalent Vitamin A.
Aktivitas pro-Vit A Seny Karotenoid
• Adanya Ikatan Rangkap Konjugasi pada struktur
Seny Karotenoid  memp sifat Absorbansi terhadap
Sinar UV yg sangat kuat  absorbansinya 300 – 500
nm (warna Orange – Kuning)
• Absorbansi Karotenoid 400 – 500 nm, tetapi secara
individu bervariasi  beta-Karoten 450 nm ;
Retinoid 320 – 380 nm.
Stabilitas Vit A pada Pangan
• Destruksi provitamin A selama pengolahan dan
penyimpanan makanan sangat tergantung kondisi
reaksinya.
1. Pada Kondisi Anaerob – tanpa Oksigen 
kemungkinan terjadi transformasi thermal dan
sebagian Isomerisasi Cis-Trans.
• Proses ini dpt terjadi pd Sayur Rebus & Kaleng,
dan kehilangannya mencapai 5-40 % tergantung
Suhu, waktu, dan sifat Karotenoidnya.
• Pada suhu yg tinggi, beta-karoten dpt
terfragmentasi dan menghasilkan senyawa
Hidrokarbon Aromatik.
2. Pada kondisi Aerob – ada Oksigen  terjadi
OKSIDASI.
• dpt terjadi kehilangan karotenoid, terutama bila
dipacu oleh Cahaya, Enzyme, dan Hidroperoksida.
• Oksidasi kimiawi beta-karoten menghasilkan
5,6 epoxide  akan terisomerisasi menjadi
Mutachrome (5,8 epoxide)  telah diteliti pd
Orange Juice.
• Oksidasi Vitamin A menyebabkan Kehilangan
Aktivitas Vitamin seluruhnya.
• Oksidasi selama penyimpanan dehydrated Food 
terjadi kehilangan Vitamin dan Provitamin A (tabel
11)
Degradasi Beta-Karoten
AEROB
ANAEROB
Kehilangan beta Karoten pada Produk
Kering selama Penyimpanan
Efek Oksigen
• Vitamin A sangat sensitif terhadap Oksigen
atmosfer, sehingga Vitamin A bentuk alkohol
menjadi kurang stabil daripada ester.
Dekomposisi ini dikatalisis oleh adanya
mineral.
• Oleh karena itu vitamin A komersial biasanya
dilapisi Antioksidan sebagai lapisan
pelindung  Butylated HidroksiAnisol
(BHA) dan Butylated HydroxyToluene
(BHT).
Efek Pemanasan
• Secara umum, vitamin A relatif stabil selama
pengolahan makanan yang melibatkan
pemanasan.
• Ester Palmitat diketahui lebih stabil terhadap
panas dibanding Retinol, sehingga biasanya
dianggap stabil selama pengolahan susu.
• Namun, pemanasan suhu tinggi dalam
waktu lama dengan terpapar Udara pada
produk susu atau mentega dapat menurunkan
aktivitas vitamin A secara signifikan.
Efek Sulfur Dioksida
• Perlakuan sulfur dioksida diketahui dapat
mengurangi kerusakan karotenoid dalam
sayuran selama dehidrasi dan penyimpanan.
• Perlakuan sulfur dioksida diketahui dapat
meningkatkan stabilitas β-karoten , baik yg
ditambahkan dalam bentuk larutan sulfit
ATAU sebagai gas headspace dalam kemasan
b-karoten). Produk yang mengandung bkaroten harus dilindungi dari cahaya dan
udara headspace harus dijaga agar tetap
minimum.
Metode Kolorimetri Carr-Price
• Merupakan metode yg banyak digunakan sampai tahun
1970-an.
• Metode ini berdasarkan pembentukan Komplek warna biru
antara Anthimon Trichlorida ATAU Tri Fluor Asam Asetat
(TriFluoroacetic acid) dg Retinol dalam Khloroform dan
diukur pada panjang gelombang 620 nm.
• Metode ini mempunyai beberapa kelemahan :
1. tdk mempunyai spesifisitas tertentu  seny karotenoid
lain ikut terdeteksi & mengabaikan Cis-trans Isomer yg
terjadi selama pengolahan pangan sehingga hasilnya bias;
2. warna tidak stabil shg memerlukan pengukuran dg cepat
dan waktu yg konsisten;
3. Reagen yg digunakan bersifat korosif dan karsinogen.
Metode Lain
1. Metode Spektroscopy  untuk mengkarakterisasi
dan mengukur senyawa karotenoid.
• Spektroscopy yg dipakai Nucleic Magnetic
Resonance (NMR) Spectroscopy ; Near Infrared
Spectroscopy; Photo Acoustic Spectoscopy, Electro
Absorption Spectroscopy; Resonance Raman
Spectroscopy.
2. HPLC  metode terbaik, karena mampu mendeteksi
Cis dan Trans Isomer Karotenoid  hasil lebih akurat.
Khromatogram Hasil Pemisahan Karotenoid
Vitamin D
• Vitamin D merupakan derivat sterol yg
berperan sbg Anti-Rakhitik.
• Bentuk vitamin D  Vitamin D2 dan Vitamin
D3.
• Semua bentuk vitamin D mempunyai ciri
kisaran spektrum panjang gelombang
maksimum 264 nm dan minimal 228 nm.
Struktur Vit D2 dan Vit D3
Ergocalciferol
Cholecalciferol
Aktivasi
proVitamin
D menjadi
Vitamin D
Stabilitas Vit D
• Vitamin D sangat sensitif terhadap Oksigen
dan Cahaya. Sebaliknya Vitamin D stabil
pada kondisi tanpa air, tanpa cahaya, tanpa
asam, dan pada suhu rendah.
• Pada kondisi asam dan terkena Cahaya, terjadi
isomerisasi vit D menjadi 5,6-trans-isomer
dan isotachysterol.
• Oksidasi merupakan jalur terjadinya
dekomposisi ikatan rangkap terkonjugasi
pada posisi 5,6 dan 7,8 struktur Secosteroid.
• Dibandingkan Vitamin E, beta-karoten, dan
Retinol, Vitamin D relatif tidak peka
terhadap kehilangan karena oksidasi,
sehingga stabilitas vitamin D pada pangan
tidak dianggap sebagai masalah yg serius.
• Stabilitas vitamin D pada pangan dianggap
cukup stabil dan tidak masalah, sebab pada
produk pangan seperti susu cair dan susu
bubuk telah difortifikasi sebagai pembawa
vitamin D.
• Pemaparan dg cahaya pd produk susu
fortifikasi ternyata hanya menyebabkan sedikit
kehilangan Vitamin D3. Demikian juga
pemaparan dg Oksigen terbukti tidak
menyebabkan kehilangan berarti.
• Penelitian lain membuktikan bahwa perlakuan
panas pada susu fortifikasi seperti preheating, steam Injection pada suhu 95oC ,
evaporasi 5 tingkat, dan spray drying pada
suhu 149oC ternyata tidak menyebabkan
kehilangan vitamin D3 secara signifikan.
Vit D pada pangan Non Susu
• Stabilitas vit D pada produk daging sangat
bervariasi tergantung pada metode pengolahannya.
• Pada produk bakar tdk terjadi kehilangan vit D3,
tetapi pada daging rebus hanya tinggal 58-65%.
• Penjemuran mampu menyebabkan kerusakan vit
D3 seluruhnya pada ikan Mackerel dan Saury.
• Pemurnian, pemucatan dan Deodorisasi pd
minyak menyebabkan penurunan vitamin D3
sebesar 80%.
Vitamin E
• Vit E dikenal sbg faktor yg diperlukan untuk reproduksi, anti-sterilitas, dan pencegah kematian bayi 
selanjutnya dikenal sbg Tocopherol  dari bhs Yunani
kata “pherein”=“carry” & kata “tocos”=“to birth”.
• Vit E terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu :
1. Tocoferol  5 Isomer (α, β, gamma, δ, tocol)  yg
paling aktif α-tokoferol
2. Tocotrienol
• Tokoferol adalah derivat Polyisoprenol yg memp 16
Atom C jenuh, dan mempunyai variasi substitusi
Metil pd gugus R1, R2, dan R3.
Tocopherol
Tocotrienol
Analisa Vit E
• Analisa vit E kaitannya dg fungsi Vit E bagi
manusia dan hewan, antara lain =
1. Mengukur bia-assay vit E kaitannya dg fungsi
biologis  misal dlm fungsinya untuk mencegah
resorpsi fetal pd tikus & Encephalomalacia pada
anak ayam
2. Mengukur fungsi Fisiologis vit E  misal dalam
kaitannya dg fungsi pencegahan hemolisis
erytrosit.
3. Mengukur level vit E secara in vivo  pada
cadangan vit E di Liver dan plasma
Sumber Vit E
• Vit E banyak terdapat pada : Biji-bijian, serealia ,
biji-bijian sbr minyak (wijen, kacang, kedelai dll) ,
Minyak goreng, Buah, Sayur, produk hewani  Tabel
13.
• Keberadaan Vit E bersama-sama dg Lipid, terutama
Asam Lemak Tidak Jenuh  mudah teroksidasi.
• Faktor pemicu oksidasi  Cahaya, panas, alkali, pH,
enzim lipoksidase, logam terutama Besi dan Cu, adanya
radikal bebas pd minyak.
• Intake harian vitamin E  2,6 – 15,4 mg/hari 
dipenuhi dari bhn pangan segar dan olahan, dari nabati
dan hewani.
Sumber Tokoferol
• Tokoferol selain sbg Vitamin juga potensial sbg
Antioksidan (kemampuannya rendah, biasanya
digunakan secara sinergis dg antioksidan lain).
• Macam antioksidan berdasarkan mekanisme
reaksinya ada 2 =
1. Antioksidan primer  memutus rantai (chain
breaking Antioxidant)
2. Antioksidan sekunder  mencegah / menghambat /memperlambat laju reaksi
• Mekanisme antioksidan Vit E  memutus rantai
radikal bebas peroksil  sbg Scavengger 
menjadi bentuk yg stabil  menghentikan reaksi
berantai.
Stabilitas Vit E
• Kehilangan vit E dapat terjadi karena =
1. Proses mekanis  degerminasi / penghilangan
sekam/kulit/bekatul pd biji2an; pemisahan atau
penghilangan fraksi lipid  pengepresan, proses
Refining & Hydrogenasi pd lipid.
• Pemurnian minyak menyebabkan kehilangan vit
E, meskipun demikian stabilitas terhadap oksidasi
tetap tinggi  karena senyawa2 pro-oksidant yg
ada sudah dihilangkan pd saat pemurnian.
• Vit E juga dpt hilang selama Deodorisasi.
2. Oksidasi  terjadi bersamaan dg oksidasi lemak
pelarutnya; penggunaan bhn kimia seperti Benzoil
Peroksida atau Hidrogen Peroksida.
• Proses penggorengan menyebabkan kerusakan Vit
E pada minyak goreng  karena adanya Udara
dan ALB tak Jenuh  terjadi Oksidasi.
• Stabilitas Vitamin E menurun pada suhu di bawah
titik beku. Dalam hal ini peroksida yang terbentuk
dari hasil oksidasi lemak yang stabil pada suhu di
bawah 0°C dapat bereaksi dengan vitamin E,
sehingga terjadi Oksidasi.
Vitamin K
• Vit K merupakan faktor AntiHemorrahagic atau
faktor Koagulasi.
• Deffisiensi Vit K  jarang terjadi  bila
terjadi pd bayi  karena kualitas gizi si ibu yg
buruk & asupan vit K melalui ASI rendah.
• Vit K merupakan derivat NaphtaQuinone, yg
banyak tdpt pada sayuran hijau, terutama
brocolli, sawi, bayam, dll.  lihat Tabel 4.1.
Bayam
Sawi
Brokoli
Selada
Struktur Vitamin K1 dan K2
Stabilitas Vit K
• Vit K sangat stabil terhadap Oksidasi dan proses
preparasi maupun pengolahan pangan.
• Vitamin K sangat stabil selama pengolahan, dan
hanya sedikit menurun pada suhu penggorengan
185-190oC selama 40 menit.
• Vit K sangat tdk stabil bila terkena cahaya, dan
kondisi Alkali. Pemaparan cahaya sinar matahari
dan cahaya lampu mampu merusak vit K.
• Senyawa reduksi juga dapat merusak aktivitas
Vitamin K.
Download