133 [M-] SEBAGAI AFIKS DERIVASIONAL DAN INFLEKSIONAL DALAM BAHASA SASAK DIALEK KUTO-KUTE Muhammad Sukri9 Universitas Mataram [email protected] ABSTRAK Bahasa Sasak Dialek Kuto-Kute (henceforth: BSDK) diangkat sebagai fokus kajian dalam artikel singkat ini karena keunikan yang dimiliki secara morfosintaksis. Salah satu keunikan tersebut adalah perubahan bentuk dasar suatu kata yang bisa terjadi dengan atau tanpa pelekatan afiks tertentu pada kata dasarnya. Bahasa tertentu hanya dapat mengalaminya dengan proses afiksasi, sementara sebagian bahasa yang lain hanya memungkinkan melalui derivasi zero, sedangkan bahasa sasak dialek Kuto-Kute, dimungkinkan melalui keduanya. Keunikan selanjutnya yang dimiliki oleh bahasa sasak dialek BSDK terletak pada afiks [M-] yang mampu berfungsi sebagai afiks derivasional dan infleksional. Kemampuannya sebagai afiks derivasional dibuktikan melalui fungsi derivatif {mә-} ketika melekat dengan BD nomina dan mengubahnya menjadi verba, {mә-} yang melekat pada verba dan mengubahnya menjadi nomina, serta {mә-}yang melekat pada adjektiva dan mengubahnya menjadi verba. Adapun {mә-}berfungsi inflektif ketika dilekatkan dengan BD yang berkategori verba. Kata kunci: afiks derivasional,afiks infleksional ABSTRACT Sasak language dialect Kuto-Kute (henceforth: BSDK) was chosen as the focus of study in this short article because of its morphosyntactical uniqueness. One of the uniqueness is the change in the basic form of a word that can occur with or without adding certain affixes to the basic word. Some language can only be experienced with the process of affixation, while most other languages are only possible through the derivation of zero, while the Sasak language dialect Kuto-Kute, is made possible through both. The next uniqueness owned by Sasak language dialect Kuto-Kute is onthecharacteristic of affix [M-] that is capable of functioning as a derivational and inflectional affixes. Its ability to be derivational affixes is evidenced by the derivative function of {mә-} when attached with noun base and turn it into a verb, {mә-} attached to verbs and turn it into a noun, and {mә-} attached to adjectives and turn it into verb. The { mә- } has inflectional function when attached with verb base. Keywords: derivational affixes, inflectional affixes 9 Dosen tetap Program Pascasarjana Program studi Magister Linguistik Universitas Mataram, menjabat sebagai sekretaris Program studi Magister Linguistik dengan ketertarikan dan keahlian khusus pada bidang fonologi, morfofonologi dan sintaksis. Merupakan doctor linguistic yang aktif dibidang penelitian bahasa, khususnya bahasabahasa daerah dan bahasa-bahasa yang hampir punah. 134 PENDAHULUAN Tulisan singkat ini adalah salah satu bab dari sepuluh bab disertasi saya ketika menyelesaikan program studi doktoral di universitas Udayana pada tahun 2008 yang lalu. Namun demikian, tampilan data yang dimunculkan sebagai bahan diskusi dalam makalah ini tentunya bersumber pada fenomena kebahasaan yang terjadi sekarang ini. Dengan kalimat lain, data-data yang dimunculkan pada bab lima disertasi ini (lihat Sukri, 2008) tidak diambil seluruhnya. Sebagaimana diketahui bahwa morfem dan kata adalah dua entitas yang sampai sekarang ini menjadi topik utama kajian morfologi. Hal ini sesuai dengan anggitan utama morfologi sebagai cabang linguistik yang berhubungan dengan struktur internal kata serta korespondensi antara bentuk dan makna kata-kata secara sistematis (Sukri, 2008:3). Dalam kajiannya, morfologi berhubungan dengan proses infleksi dan proses derivasi. Adapun yang termasuk dalam proses infleksi dapat ditemukan dalam contoh bahasa Inggris: forms (form), books (book), stops (stop, stoped), watches (watch) dan lain-lain. Selanjutnya, dalam bahasa Inggris juga dapat ditemukan proses derivasi, yaitu dance dancer, drive driver, run runner, dan lain-lain. Mencermati cuplikan data tersebut, dapat dikatakan bahwa baik proses infleksi maupun proses derivasi merupakan proses morfemis. Akan tetapi, kriteria yang digunakan untuk membedakan apakah suatu proses morfemis itu termasuk infleksi atau derivasi adalah bahwa proses derivasi merupakan suatu proses morfemis yang menghasilkan leksem baru, sedangkan infleksi merupakan proses morfemis yang menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari kelas kata dasarnya dan jelas tidak membentuk suatu unit leksikal yang baru. Pembahasan derivasi dan infleksi mendapat tempat yang layak dalam studi morfologi generatif. Spencer (1993:9) menyatakan bahwa infleksi tidak dapat mengubah kategori sintaksis sebuah kata, sedangkan derivasi menyebabkan suatu perubahan dalam kategori sintaksis. Dalam Bahasa Sasak Dialek Kuto-Kute (henceforth: BSDK) bentuk dasar (BD) /anak/ [ank] ‘anak’ yang secara sintaksis berkategori nomina (N) dapat berubah menjadi verba (V) setelah diderivasi melalui pelekatan morfem afiks [m-] (Perlu ditulis morfem meng- di luar transkripsi fonetis atau gunakan juga transkripsi ortografis) sehingga menghasilkan bentukan /menganak/ ([mank] ‘melahirkan’. 135 KONSEP DAN KERANGKA TEORI Dalam makalah ini, ada sejumlah konsep dasar yang dipandang perlu dibicarakan. Konsep-konsep yang dimaksud dijadikan sebagai definisi operasional yang merepresentasikan cakupan penelitian. Suatu konsep dasar juga dimaksudkan memberikan penegasan atas beberapa ide yang terkait dalam penelitian ini. Konsepkonsep dasar yang dimaksudkan adalah morfem (baik infleksional maupun derivasional), kata, dan morfologi. KONSEP KONSEP MORFEM Morfem merupakan bentuk linguistik terkecil atau unsur bahasa yang terkecil yang mempunyai arti. Morfem bisa berwujud bebas dan bisa juga berwujud terikat. Jadi, konsep morfem yang digunakan terkait dengan kajian ini adalah bentuk linguistik yang bermakna (sekaligus memiliki kategori sintaksis) dan dapat pula belum memiliki makna namun dapat menyebabkan perubahan kategori sintaksis terhadap satuan lain yang dilekatinya. KONSEP KATA Kata merupakan satuan bebas terkecil atau unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri dan telah memiliki kategori sintasis. Dalam BSDK, terdapat kategori verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan numeralia. KONSEP MORFOLOGI Morfologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang berhubungan dengan struktur internal kata serta korespondensi antara bentuk dan makna kata-kata secara sistematis (bandingkan Ramlan, 1987:21, Keraf, 1994, Kridalaksana, 1996:10, Muslich, 1990:28, Nida, 1974:1, Matthews,1997:231, Malmkjær, 1995:314, O’Grady dan Dobrovolsky, 1989: 89-90, Bauer,1983: 33, Crystal, 1997: 249, Katamba, 1993:3, dan Boiij, 2007:7). KONSEP MORFEM Hockett (1959:123) memberi batasan: morphemes are the smallest individually meaningful elements in the utterances of a language. Menurut Hockett, morfem adalah unsur terkecil dalam tutur bahasa yang mengandung arti sendiri-sendiri. 136 Akmajian dkk. (1984:58) menyatakan bahwa morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna atau yang dapat dikenal. Bauer (1987:13-17) memberi batasan morfem sebagai satuan-satuan dasar analisis dalam morfologi. Jadi, inti pernyataan Bauer adalah bentuk itu dapat dipilah-pilah (take a part) untuk memperlihatkan unsur-unsur konstituennya. Katamba (1993:24-44) mengatakan bahwa morfem adalah perbedaan terkecil mengenai bentuk kata yang berhubungan dengan perbedaan terkecil mengenai makna kata atau makna kalimat atau dalam struktur gramatikal. Dikatakan juga oleh Katamba bahwa suatu morf merupakan bentuk fisik yang mewakili beberapa morfem dalam suatu bahasa. Sekian banyak anggitan morfem yang dikemukakan di atas, pada prinsipnya memang sama, tetapi mungkin cara penyampaiannya serta sudut pandang yang digunakan berbeda. Semuanya sependapat bahwa morfem merupakan bentuk linguistik terkecil atau unsur bahasa yang terkecil yang mempunyai arti. Morfem bisa berwujud bebas dan bisa juga berwujud terikat. Jadi,, batasan-batasan tersebut di atas saling melengkapi satu dengan yang lain. KERANGKA TEORI Nida (1974:1) mendefinisikan morfologi sebagai berikut: “Morphology is the study of morphemes and their arrangements in forming word”. Tampak jelas definisi tersebut mengisyaratkan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem dan aturannya atau kaidahnya dalam pembentukan kata. Dalam pada itu, Matthews (1997:231) mengemukakan The study of the grammatical structure of words and the categories realized by them.Thus, a morphological analysis will divide girls into girl and –s, which realized ‘plural. Bauer (1983: 33) mengatakan bahwa morfologi membahas struktur internal bentuk kata. Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya (yang kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk menjelaskan kemunculan setiap formatif. Crystal (1997: 249) menjelaskan bahwa morfologi sebagai cabang tatabahasa yang mengkaji struktur atau bentuk kata, khususnya melalui penggunaan konstruksi morfem. Secara tradisional biasanya dibedakan dari sintaksis yang khusus berkaitan dengan kaidah 137 penguasaan dari kombinasi kata dalam kalimat. Morfologi biasanya dibedakan atas dua bidang kajian, yaitu kajian infleksi (morfologi infleksi) dan pembentukan kata (morfologi leksikal atau morfologi derivasi) – suatu perbedaan yang kadang-kadang didasari oleh status teorinya (morfologi split/terpisah). Dalam hal ini Aronoff dan Corbin (dalam McCarthy, 1992:44) secara eksplisit menghilangkan morfologi infleksi dari pertimbangannya, sehingga mereka tidak membicarakan pokok permasalahan apakah ada atau semua bentuk kata yang diinfleksi seharusnya secara leksikal dibuat daftarnya. Namun, Halle masih (dalam McCarthy, 1992:44) memandang tidak ada alasan untuk tidak membuat daftar bentuk-bentuk infleksif sebagaimana halnya bentuk derivatif; perbedaan antara keduanya hanya bentuk infleksi telah dikelompokkan di dalam kamus ke dalam model pola. Crowley (2007) menambahkan bahwa sebuah bahasa mempunyai seperangkat kaidah yang menentukan bagaimana morfem dapat digabungkan bersama untuk membentuk unit/kesatuan yang lebih besar yang disebut kata. Ketika kita membicarakan tentang morfologi atau struktur morfologi suatu bahasa, kita merujuk pada jenis-jenis morfem yang dimiliki dan cara menggabungkannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Katamba (1993:3) menyebutkan morfologi mengkaji struktur kata. Pernyataan bahwa kata mempunyai struktur bisa mengejutkan karena penutur secara normal berfikir bahwa kata sebagai kesatuan makna yang tidak dapat dibagi. Hal ini barangkali berkaitan dengan kenyataan bahwa banyak kata yang secara morfologis sederhana dan tidak dapat dipenggal-penggal menjadi unit-unit yang lebih kecil yang masing-masing mempunyai makna. Terakhir, Boiij (2007:7). Boiij berpendapat bahwa dalam kajian linguistik setakat ini, istilah morfologi mengarah kepada kajian struktur internal kata dan korespondensi antara bentuk dan makna kata-kata secara sistematis. Katamba (1993: 17-19) mengemukakan sebagai berikut “We may use the term word to refer to a particular physical of that lexeme in the speech or writing, i.e. a particular word form. Thus, we can refer to see, sees, seeing, saw, and seen as five different words. In this sense, three different occurences of any one of these wordforms would count as three words. We should agree that: physical word-form like see, sees, seeing, saw, and seen are realisation of the lexeme SEE”. Jika 138 dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, kurang lebih menjadi ‘Kita dapat menggunakan istilah kata untuk menunjuk pada bentuk fisik sebuah leksem dalam suatu tuturan atau tulisan. Jadi, kita dapat menunjuk bahwa to see, sees, seeing, saw dan seen sebagai lima kata yang berbeda. Dalam pengertian ini, munculnya tiga bentuk yang berbeda dari leksem tersebut akan dianggap sebagai tiga kata. Kita seharusnya setuju bahwa bentuk fisik suatu kata seperti see, sees, seeing, saw, dan seen adalah realisasi dari leksem SEE.” Selaras dengan Katamba, Subroto (dalam Dardjowidjojo, 1983:268) mengemukakan bahwa ada kekaburan mengenai istilah kata sehingga Matthews (1974) dalam hal ini membedakan pengertian kata sebagai berikut: a) kata adalah apa yang disebut kata fonologis atau ortografis, b) kata adalah apa yang disebut leksem, dan c) kata adalah apa yang disebut kata gramatikal. Selanjutnya, Subroto menjelaskan bahwa kata menurut pengertian (a) semata-mata didasarkan atas wujud fonologis atau wujud ortografisnya, sedangkan kata menurut pengertian (b) dan (c) berhubungan dengan konsep derivasi dan infleksi, sehingga apabila kita berbicara mengenai konsep leksem tidak bisa dipisahkan dari konsep derivasi dan infleksi. Di pihak lain, O’Grady dan Dobrovolsky (9189: 91) menyatakan bahwa definisi kata yang paling umum diterima oleh para linguis adalah bahwa kata merupakan suatu bentuk bebas yang terkecil, yaitu suatu unsur yang dapat muncul tersendiri dalam berbagai posisi dalam kalimat. Mengingat kenyataan ini, O’Grady dan Dobrovolsky (1989: 89) membagi semua kata dalam suatu bahasa ke dalam dua kategori utama: 1) kategori kata tertutup (close categories), yang mencakup katakata fungsi, dan 2) kategori kata terbuka (open categories), yang mencakup kategori-kategori leksikal mayor, seperti nomina, verba, adjektiva, dan adverbia. Kepada kategori-kategori leksikal mayor inilah kata-kata baru dapat ditambahkan. Karena masalah utama morfologi ialah bagaimana orang membentuk dan memahami kata yang belum pernah ditemukan sebelumnya, maka morfologi hanya berurusan dengan kategori-kategori leksikal mayor. Setiap kata yang menjadi anggota suatu kategori leksikal mayor disebut butir leksikal yang merupakan entri dalam leksikon. Entri untuk setiap butir leksikal akan mencakup pengucapannya (fonologi), informasi tentang maknanya (semantik), termasuk kategori leksikal apa dan dalam lingkungan sintaksis mana kata itu dapat 139 muncul (subkategorisasi). Selanjutnya, ditinjau dari segi bentuknya, terdapat dua jenis kata dalam bahasa manusia, yaitu (1) kata sederhana dan (2) kata kompleks. Kata sederhana adalah kata yang tidak dapat diuraikan menjadi satuan-satuan bermakna yang lebih kecil sedangkan kata kompleks adalah kata yang dapat diuraikan menjadi bagian-bagian konstituen yang menyatakan suatu makna yang dapat dikenal. Sekian banyak pengertian kata yang dikemukakan di atas, pada prinsipnya memang sama, tetapi mungkin cara penyampaiannya serta sudut pandang yang digunakan berbeda. Semuanya sependapat bahwa kata merupakan satuan bebas terkecil atau unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri. Jadi, batasan-batasan tersebut di atas saling melengkapi satu dengan yang lain. Terkait dengan kajian ini, penulis sependapat mengenai pengertian kata dengan kriteria tersebut untuk diterapkan dalam kajian [M-] Sebagai Afiks Derivasional Dan Infleksional Bahasa Sasak Dialek Kuto-Kute. PEMBAHASAN PROSES DERIVASI Derivasi pada umumnya dilakukan dengan proses afiksasi, yakni melalui mekanisme pelekatan afiks pada kata dasar, tetapi ada pula melalui derivasi zero, dapat dicontohkan: kata tambah ‘cangkul’ kategori semantik: nomina, dapat berubah menjadi verba melalui proses afiksasi. Narsah jauk tambah Nnd membawa (V) cangkul (N) ‘Narsah membawa cangkul’ bandingkan dengan: Tambah bangket tia cangkul (V) sawah (N) ‘Cangkul (lah) sawah itu Narsah’ Narsah art Nnd Di samping perian data di atas, dalam BSDK juga ditemukan data berikut ini. goreng + goreng Kata dasar V ngoreng infleksi V pengorengan [pә+[+[gore] ]-an] derivasi N. 140 Jadi, [pә-[-an]N-aff+[gore]V ]-an] (derivasi N) ‘alat’ diperlakukan melalui mekanisme pembentukan kata derivasional yang bersifat jalin-menjalin (concatenation). Artinya, kata bentukan /pengorengan/ merupakan hasil kombinasi dari unsur-unsur pembentuk menjadi sebuah rangkaian yang linear. Dapat dikatakan di sini bahwa kata bentukan /pengorengan/ dibentuk melalui dua langkah. ( lihat Booij, 2007: 7-8) Infleksi secara umum beroperasi membentuk kata menyangkut perubahan bentuk yang meliputi: jumlah, jenis (gender), kasus unit nomina, dan meliputi aspek, kala, modalitas dan diatesis untuk verba. Dalam BSDK, infleksi verba meliputi perubahan valensi (termasuk diatesis di dalamnya), sedangkan untuk aspek, kala, modalitas, demikian pula infleksi nomina tidak ada pemarkah berupa afiks secara ajek. Dalam BSDK terdapat afiks-afiks yang dapat mengubah kategori sintaksis suatu kata yang lebih dikenal dengan afiks derivasional dan ada juga afiks-afiks yang tidak membentuk suatu unit leksikal yang baru yang lebih dikenal dengan afiks infleksional. AFIKS PEMBENTUK VERBA Afiks {mә-} memiliki fungsi derivatif ketika afiks {mә-} itu dilekatkan dengan MD yang berkategori N, Adj. dan Num. Akan tetapi afiks {mә-} juga berfungsi infleksif jika MD yang dilekatkan dengan {mә-} itu berkategori V. Afiks {mә-}memiliki morf-morf: {mә-}{mәm-}{mә-}{mәә-}, dan {mәn-} yang menunjukkan kemiripan secara formal di samping secara semantik menunjukkan adanya pertalian, yakni makna aktif intransitif (lihat tabel 4.1 di bawah). 141 Tabel 4.1 Contoh Kata Bentukan derivasi prefiks {m -} Transkripsi Fonemik Kata Jadian MD + mә/mearit/ /meanak/ /meonda/ Transkripsi Fonetik Kata Jadian Glos Morfem Dasar (MD) Perubahan kategori [mәart] [mәanak] [mәonda] ‘menyabit’ ‘melahirkan’ ‘mengendarai’ /arit/ ‘sabit’ /anak/ ‘anak’ /onda/ ‘sepeda motor’ /odol/ ‘pasta gigi’ /utaq/ ‘muntahan’ /uan/ ‘hujan’ /impi/ ‘mimpi /iak/ ‘nafas’ /elaq/ ‘lidah’ /ende/ ‘prisai’ N→V N→V N→V /meodol/ [mәodl] ‘memakai pasta’ /meutaq/ [mәuta] ‘muntah’ /meujan/ /meimpi/ /meiak /meelaq/ /meende/ [mәuan] [mәimpi] [mәiak] [mәela] [mәende] /megabah/ /megajo/ [mәgabah] [mәgaj] ‘mandi hujan’ ‘bermimpi’ ‘bernafas’ ‘berbicara’ ‘menggunakan prisai’ ‘memanen padi’ ‘menimba air’ /gabah/ ‘padi’ /gajo/ ‘gayu’ ‘memakai gelang’ /gla/ ‘gelang’ ‘memakai kain’ /kere/ ‘kain’ ‘memakai kalung’ /kalo/ ‘kalung’ ‘berdiam diri’ /sepi/ ‘sepi’ ‘memakai parfum /seeh/’ wangi’ ‘mencari angin’ /eln/ ‘sejuk’ ‘berteduh’ /alung/ ‘teduh’ ‘bertindak seperti /edan/ ‘gila’ orang gila ‘menyatu’ /sopoq/ ‘satu’ N→V N→V /megela/ [mgәla] /mekere/ /mekalo/ [mәgker] [mәkal] /meepi/ /meeeh/ [mәәpi] [mәәh] /meelen/ /mealu/ /meedan/ [mәeln] [mәalu] [mәedan] /meopoq/ [mәop] N→V N→V N→V N→V N→V N→V N→V N→V N→V N→V Adj→V Adj→V Adj→V Adj→V Adj→V Num→V Prefiks {mә-} dalam BSDK di samping memiliki fungsi derivatif yakni membentuk kata dasar nonverbal menjadi verba intransitif juga memiliki fungsi infleksif. Oleh karena itu, prefiks {mә-} dalam bahasa ini bersifat derivasional kehadirannya. Kederivasionalan sifat -} karena berdasarkan data di atas, morfem dasar yang berkategori nomina (N), adjektiva (Adj), numeralia (Num) berubah menjadi verba setelah dilekatkan dengan afiks tersebut. Dari 142 data di atas (diambil lima data: menganak, mengimpi, mengonda, menggabah, dan mengiak) , apabila didistribusikan dalam kalimat, maka akan tampak seperti berian berikut. 1) Yanti menganak kon [ Yanti mәanak kn NNd mә-anak di ‘Yanti melahirkan di rumah’ bale bale ] rumah 2) Sukran mengimpi tekelem [ Sukran mәimpi tәkәlәm ] NNd mә-mimpi semalam ‘Sukran bermimpi semalam’ 3) Qurtubi mengonda paq peken [ Qurtubi mәonda pa pәkәn ] NNd mә-honda ke pasar “Qurtubi mengendarai sepeda motor ke pasar’ 4) Sarudin menggabah tebin kon Panon [ Sarudin mәgabah tәbn kn Panon ] NNd mә-gabah kemarin di Panon ‘Sarudin memanen padi kemarin di Panon’ 5) Manuk nunu masih mengiak [ Manuk nunu masih mәiak Ayam itu masih -nafas “Ayam itu masih bernafas belum mati’ depoq mate dep mate ] belum mati Kalimat (1) sampai dengan kalimat (5) di atas menunjukkan bahwa prefik {mә-} berfungsi membentuk verba intransitif karena kehadiran konstituen yang mengikuti kata jadian: (menganak [mәanak] ‘melahirkan’, mengimpi mәimpi] ‘bermimpi’, mengonda [mәonda] ‘mengendarai motor’, menggabah [mәgabah] ‘memanen padi’, dan /mengiak/ [mәiak] ‘bernafas’) tidak mutlak dibutuhkan sehingga kalimat (1) sampai dengan kalimat (5) dapat berbentuk Yanti menganak ‘Yanti melahirkan’, kalimat (2) dapat berbentuk Sukran mengimpi ‘Sukran bermimpi’, kalimat (3) dapat berbentuk Qurtubi mengonda ‘Qurtubi mengendarai sepeda motor’, kalimat (4) dapat berbentuk Sarudin menggabah ‘Sarudin memanen padi’, dan terakhir kalimat (5) dapat berbentuk Manuk nunu masih mengiak ‘Ayam itu masih bernafas’ -} juga dapat bergabung dengan bentuk dasar adjektiva (Adj). Data pada tabel di atas: menyepi [mәәpi] ‘berdiam diri’, menyengeh [mәәh] ‘memakai parfum’, mengelen [mәeln] ‘mencari angin’, mengalung 143 [mәalu] ‘berteduh’, dan mengedan [mәedan] ‘berperilaku seperti orang gila’) adalah termasuk kata jadian atau kata bentukan yang diproses dengan melekatkan prefiks {mәng-} dengan bentuk dasar berkelas adjektiva. Ihwal pendistribusian kata bentukan tersebut dapat dilihat dalam kalimat (6) sampai dengan kalimat (10) berikut. (6) Marsih menyepi kon rong [ Marsih mәәpi kn ro] NNd meng-sepi di kamar ‘Marsih berdiam diri di dalam kamar’ (7) Sukardan menyengeh lalo sekolah [ Sukardan mәәh lalo sәkolah ] NNd meng-wangi pergi sekolah ‘Sukardan memakai parfum pergi sekolah’ (8) Amaq mengelen kon teras bilang tengari [ama mәeln kn teras bila tәari ] NNd meng-sejuk di teras tiap siang ‘Ayah mencari angin di teras setiap siang hari’ (9) Faridah mengalung kon bawaq ketapang [ Faridah mәalu kn bawa kәtapa] NNd meng-teduh di bawah ketapang ‘Faridah berteduh di bawah (pohon) ketapang’ (10) Kadep mengedan tebin kon lapangan [Kadәp mәedan tәbn kn lapaan] NNd meng-gila kemarin di lapangan ‘Kadep berperilaku seperti orang gila kemarin di lapangan’ Kalimat (6) sampai dengan kalimat (10) di atas menunjukkan bahwa prefik {mә-} berfungsi membentuk verba intransitif karena kehadiran konstituen yang mengikuti kata jadian: ( menyepi [mәәpi] ‘berdiam diri’, menyengeh [mәәh] ‘memakai parfum’, mengelen [mәeln] ‘mencari angin’, mengalung [mәalu] ‘berteduh’, dan mengedan [mәedan] ‘berperilaku seperti orang gila’ ) tidak mutlak dibutuhkan sehingga kalimat (6) sampai dengan kalimat (10) dapat berbentuk: (6) Marsih menyepi ‘Marsih berdiam diri’, kalimat (7) dapat berbentuk Sukardan menyengeh ‘Sukardan memakai parfum’, kalimat (8) dapat berbentuk Amaq mengelen ‘Ayah mencari angin’, kalimat (9) dapat berbentuk Faridah mengalung ‘Faridah 144 berteduh’, dan kalimat (10) dapat berbentuk Kadep mengedan ‘Kadep berperilaku seperti orang gila’ Di samping melekat pada bentuk -} juga dapat bergabung dengan bentuk dasar numeralia (Num). Data pada tabel di atas: (menyopoq [mәop] ‘bersatu’, menjadi satu’. Perhatikan kalimat (11) di bawah ini. (11) Lokaq bajang menyopoq kon [ Loka baa mәop kn Tua muda meng-satu di ‘Tua muda menyatu (berkumpul) di masjid’ mesjid mәsid ] masjid Tampak jelas bahwa bentuk dasar sopoq [sop] ‘satu’ mengalami perubahan kategori dari adjektiva menjadi verba. Perubahan ini dikarenakan morfem dasar yang dimaksud mendapat bubuhan prefiks {mә-}. Konstruksi di atas dapat berbentuk Lokaq bajang menyopoq ‘Tua muda berkumpul’ karena kehadiran konstituen kon mesjid ‘di masjid’ tidak mutlak diperlukan. Di samping dapat bergabung dengan morfem dasar (MD) nomina, adjektiva, dan numeralia, -} dapat bergabung dengan MD verba. Misalnya: beli [bәli] ‘beli’, peta [peta] ‘cari’, bait [bat] ‘ambil’, jual [jual], engat [eat] ‘lihat’, tulis [tuls] ‘tulis’, talet [talәt] ‘tanam’ dan sejenisnya. Akan tetapi, pelekatan afiks {mә-} tidak mengubah kategori MD yang dilekati oleh {mә-}. Dengan demikian, kehadiran {mә-} infleksional sifatnya ketika MD yang dilekatinya adalah verba. Perhatikan tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Penurunan verba dengan MD verba infleksional {mәŋ-} Transkripsi Fonemik Kata Jadian /membeli/ /memeta/ /membait/ /menual/ /meeat/ /mekea/ /menulis/ /menalet/ Transkripsi Fonetik Kata Jadian [mәmbәli] [mәmeta] [mәmbaijt] [mәnuwal] [mәeat] [mәkea] [mәnuls] [mәnalәt] Glos ‘membeli’ ‘mencari’ ‘mengambil’ ‘menjual’ ‘melihat’ ‘memakai’ ‘menulis’ ‘menanam’ Morfem Dasar (MD) /beli/ ‘beli’ /peta/ ‘cari’ /bait/ ‘ambil’ /jual/ ‘jual’ /eat/ ‘lihat’ /keang/ ‘pakai’ /tulis/ ‘tulis’ /talet/ ‘tanam’ Perubahan bentuk (transposisi) V→V V→V V→V V→V V→V V→V V→V V→V 145 Data pada tabel 4.2 di atas: ( membeli [mәmbeli] ‘membeli’, memeta [mәmeta] ‘mencari’, membait [mәmbat] ‘mengambil’, menjual [mәnjual] ‘menjual’, mengengat [mәeat] ‘melihat’, mengkeang [mәkea] ‘memakai’, menulis [mәnuls] ‘menulis’, dan menalet [mәnalәt] ‘menanam’) termasuk kata jadian atau kata bentukan yang diproses dengan melekatkan prefiks {mә-} dengan bentuk dasar berkelas verba. Ihwal pendistribusian kata bentukan tersebut dapat dilihat dalam kalimat (12) sampai dengan kalimat (18) berikut. (12) Marsih membeli [ Marsih mәmbәli NNd meng-beli ‘Marsih membeli pecel’ pecel pәcәl ] pecel (13) Sukardan memeta pegawean [ Sukardan mәmeta pәgawean ] NNd meng-peta pekerjaan ‘Sukardan mencari pekerjaan’ (14) Amaq membait tambah kon gudang [ Ama mәmbat tambah k NNd meng-bait cangkul di gudang ‘Ayah mengambil cangkul di gudang’ (15) Faridah menjual [ faridah mәnual NNd meng-jual ‘Faridah menjual kalung’ kalong kal] kalung (16) Kadep mengengat [Kadәp mәeat NNd meng-engat ‘Kadep melihat lukisan itu’ lukisan eno lukisan әno] lukisan itu (17) Sarudin menulis [Sarudin mәnuls NNd meng-tulis ‘Sarudin menulis lontar’ lontar lontar ] lontar (18) Tono menalet ambon kon kebon [Tono mәnalәt ambn kn kәbn] NNd meng-talet ubi di kebun ‘Tono menanam ubi di kebun’ 146 Kalimat (12) sampai dengan kalimat (18) di atas menunjukkan bahwa prefiks {mә-} berfungsi membentuk verba transitif karena kehadiran konstituen yang mengikuti kata jadian: ( membeli [mәmbәli] ‘membeli’, memeta [mәmeta] ‘mencari’, membait [mәmbat] ‘mengambil’, menjual [mәnjual] ‘menjual’, mengengat [mәeŋat] ‘melihat’, menulis [mәnuls] ‘menulis’, dan menalet [mәnalәt] ‘menanam’) mutlak dibutuhkan sehingga kalimat (12) sampai dengan kalimat (18) termasuk ke dalam kalimat aktif transitif karena predikat kalimat (12-18) menghendaki objek. Jadi, dapat diperikan di sini bahwa ketika {mә-} dilekatkan dengan MD yang berkategori N, Adj, Num, maka {mә-} memiliki fungsi derivasional karena pelekatan {mә-} telah menyebabkan perubahan kategori MD yang dilekatinya menjadi verba intrnasitif. Adapun ketika MD yang dilekati oleh {mә-} adalah verba (V), maka {mә-} memiliki fungsi infleksional karena tidak menyebabkan perubahan kategori terhadap MD yang diekatinya. SIMPULAN Berdasarkan pada isu sentral dan kelogisan masalah yang dikaji dalam makalah sederhana ini, maka hal-hal berikut dapat dijadikan simpulan kajian. Pertama, morfem afiks {mә-} dalam BSDK termasuk ke dalam afiks derivasional dan juga infleksional. Kedua, -} ketika melekat dengan BD nomina dan mengubahnya menjadi verba, {mә-} yang melekat pada verba dan mengubahnya menjadi nomina, serta {mә-}yang melekat pada adjektiva dan mengubahnya menjadi verba. Adapun {mә-}berfungsi inflektif ketika dilekatkan dengan BD yang berkategori verba. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi perbaikan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Akmajian,dkk. 1984. Linguistic: An Introduction to Language and Communication. Camridge, Massachusetts: The MIT Press. Bauer, L.1987. English Word- Formation. Cambridge: Cambridge University Press. Booij, Geert. 2007. The Grammar of Words: An Introduction to Morphology. (second edition). Oxford Textbooks in Linguistics, Oxford University Press. Crowley, Terry. 2007. Field Linguistics: A Beginner’s Guide. Oxford New York: Oxford University Press. 147 Crystal. D. 1997. A Dictionary of Linguistics and Phonology. London: Blackwell. Dardjowidjojo, Soenjono. 1983. Beberapa Aspek Linguistik Indonesia. Jakarta: Djambatan. Hockett, Charles F.1959. A Course in Modern Linguistics. New York: The Mac Millan Company. Katamba,F.1993. Morphology. London: Macmilland Press,LTD. Keraf,Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti.1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. (edisi kedua). Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Malmkjær, K. 1995. The Linguistics Encyclopedia. London: Routledge. Matthews, P.H. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. New York:Oxford University Press. Mc Carthy, Andrew Carstairs. 1992. Current Morphology. London and New York: Routledge. Muslich, Masnur.1990.Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif.YA3 Malang. Nida, Eugene. 1974. Morphology: The Descriptive Analysis of Words. An Arbor (second edition): The University of Michigan Press. O’grady, William dan Michael Dobrovolsky. 1989. Comtemporary Linguistics, New York: St. Martin Press. Ramlan, M.1987. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta:CV Karyono. Spencer, A. 1993. Morphological Theory. Cambridge: Blackwell Publisher. Sukri,Muhammad. 2008. Sistem Morfologi Bahasa Sasak Dialek Kuto-Kute: Kajian Berdasarkan Morfologi Generatif (disertasi). Denpasar: Program Doktor Linguistik Universitas Udayana.