EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI UKL-UPL DALAM

advertisement
EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI UKL-UPL
DALAM MENGURANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN
(Studi pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
dan Masyarakat Sekitar PT Tri Surya Plastik Kecamatan Lawang)
Tri Fitri Puspita Sari, Mochamad Makmur, Mochamad Rozikin
Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
E-mail: [email protected]
Abstract: Effectiveness of UKL-UPL implementation in Reducing Environmental Damage
(Study in Enviromental Corporation Malang Regency and The Communities Around the PT Tri
Surya Plastik in Subdistrict of Lawang). To reducing the environmental damage that caused by
industrial development in Indonesia, the Government establises sustainable development, by
obliging industrial agent to comply UKL-UPL in the environmental permit and business license.
However, there are still contamination that occurred, one of that is made by PT Tri Surya Plastik
in Lawang subdistrict. Although it has UKL-UPL but still violate the decisions that has been
agreed. Besides the strong smell, the factory also dispose of waste to Suko River that causing
harm and health disorders surrounding communities, so that it make questioned how the
effectiveness of the UKL-UPL implementation. This research is a qualitative descriptive study. The
results of this research show that implementations have not been effective, though the regulation
was clear and accordance with the public issues that evolved, but the expected results in reducing
water pollution has not been effective. Due to lack of awareness of efforts in fulfilling the UKLUPL, not optimal implementation and enforcement violations by Environmental Corporation, and
the presence of elements that hinder effectiveness.
Keywords: effectiveness, implementation of UKL-UPL in reducing environmental damage
Abstrak: Efektivitas Implementasi UKL-UPL dalam Mengurangi Kerusakan Lingkungan
(Studi pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang dan Masyarakat Sekitar PT Tri
Surya Plastik Kecamatan Lawang). Mengurangi kerusakan lingkungan akibat pembangunan
industri di Indonesia pemerintah memberlakukan pembangunan perkelanjutan, dengan
mewajibkan pelaku usaha memenuhi UKL-UPL di dalam pengurusan izin lingkungan dan izin
usaha. Namun, masih terdapat pencemaran yang terjadi, salah satunya yang dilakukan PT Tri
Surya Plastik Kecamatan Lawang. Walaupun sudah memiliki UKL-UPL namun masih melanggar
ketentuan yang sudah disepakati. Selain bau menyengat, pabrik juga membuang limbah ke Kali
Suko menyebabkan kerugian dan gangguan kesehatan masyarakat sekitar sehingga mempertanyakan bagaimana efektivitas implementasi UKL-UPL. Penelitan ini merupakan penelitian
kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi yang dilakukan belum
efektif walaupun peraturan sudah jelas dan sesuai dengan isu publik yang berkembang, tetapi hasil
yang diharapkan dalam mengurangi pencemaran air belum efektif. Dikarenakan kurangnya
kesadaran pelaku usaha dalam memenuhi UKL-UPL, belum optimalnya implementasi dan
penindakan pelanggaran oleh BLH, dan terdapatnya unsur-unsur yang menghambat efektivitas.
Kata kunci: efektivitas, implementasi UKL-UPL dalam mengurangi kerusakan lingkungan
Pendahuluan
Revolusi industri menyebabkan negara
maju maupun negara berkembang, termasuk
Indonesia terus memacu pertumbuhan industri di negaranya, karena dianggap sebagai
salah satu jaminan pertumbuhan ekonomi
jangka panjang. Sebab dianggap dapat meningkatkan pendapatan negara dan mampu
memecahkan masalah pengangguran. Tidak
dipungkiri sektor industri memang memberikan sedikit pencerahan terhadap perekonomian Indonesia, namun tingginya pembangunan industri juga dapat mengancam lingkungan dan masyarakat jika tidak diiringi
dengan usaha pencegahan perusakan lingkungan. Karena itulah pemerintah memberlakukan sustainable development (pembangunan berkelanjutan) yang tercantum dalam
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 161
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Salah satu upaya preventif yang dilakukan dengan mewajibkan kepada setiap pelaku industri untuk memenuhi pengurusan izin
lingkungan dengan menyertakan Analisis
Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL),
dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(SPPL) sebagai syarat pengurusan izin.
Melalui kewajiban tersebut diharapkan
dapat mendorong kesadaran pihak pengusaha untuk mengkaji perencanaan pembangunan proyek yang lebih ramah lingkungan.
Karena menurut Sony Keraf di dalam
Harjiyatni (2009) “Tanpa izin lingkungan,
rencana kegiatan dan/atau usaha seperti pertambangan, industri, atau kegiatan lain yang
berpotensi berdampak bagi lingkungan tidak
bisa dijalankan.” Menindaklanjuti hal ini pemerintah daerah Kabupaten Malang mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun
2010 tentang Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan Hidup menimbang
banyaknya industri dan isu lingkungan yang
muncul akibat pencemaran.
Salah satu isu lingkungan yang menghebohkan adalah pencemaran oleh PT Tri
Surya Plastik. Berdasarkan liputan dari salah
satu media melalui tulisan Humaniora yang
terdapat pada http://metrotvnews.com bahwa
“Masyarakat Sumbersuko, Kel. Lawang,
Kecamatan Lawang mengalami sakit gatalgatal dan sesak napas akibat dampak
buruknya IPAL (Instalasi Pengelolaan Air
Limbah) pabrik PT Tri Surya Plastik.
WALHI menentukan pemilik pabrik secara
sah mencemari lingkungan.”
Adanya keluhan masyarakat ini mempertanyakan bagaimana efektivitas UKLUPL di dalam mengurangi kerusakan lingkungan karena belum ada tindakan dari pemerintah terkait pencemaran tersebut. Untuk
itu, perlu ditinjau kembali bagaimana bentuk
implementasi oleh BLH (Badan Lingkungan
Hidup) Kabupaten Malang. Apakah telah
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau
belum. Maka penulis mengambil rumusan
masalah terkait bagaimana efektivitas implementasi UKL-UPL di Kecamatan Lawang
dalam mengurangi kerusakan lingkungan
dan faktor penghambat dan pendorong apa
saja yang mempengaruhinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan menganalisis efektivitas
implementasi UKL-UPL di Kecamatan
Lawang dalam mengurangi kerusakan lingkungan dan faktor-faktor penghambat dan
pendorong yang berpengaruh di dalamnya.
Manfaat penelitian sebagai masukan terhadap pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan terkait upaya mengurangi
kerusakan lingkungan guna mewujudkan
sustainable development serta menghimbau
masyarakat untuk berpartisipasi didalamnya.
Tinjauan Pustaka
1. Kebijakan Publik
Sebuah isu menurut Wahab (2010,
h.14) dapat diangkat menjadi sebuah kebijakan jika mencapai suatu titik kritis, menimbulkan dampak yang dramatik, menyangkut
emosi orang banyak, mendapat dukungan
media massa, menjangkau dampak yang
luas, mempermasalahkan kekuasaan dan legitimasi, persoalan fashionable, sulit dijelaskan namun dapat dirasakan. Menurut Islamy
(1991, h.20-21) sebuah kebijakan publik dapat didefinisikan: berorientasi pada tujuan,
berupa penetapan tindakan pemerintah, tidak
hanya dinyatakan juga dilaksanakan dalam
bentuk nyata, dilakukan atau tidak dilandasi
maksud dan tujuan tertentu, ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Adapaun yang menjadi faktor pendukung implementasi kebijakan menurut
Soenarko (2005, h.186-187) yaitu persetujuan, dukungan dan kepercayaan rakyat, isi
dan tujuan kebijakan jelas, pelaksana mempunyai cukup informasi kondisi kesadaran
masyarakat, pembagian kerja yang efektif,
kekuasan dan wewenang dibagi secara rasional, pemberian tugas dan kewajiban yang
memadai. Sedangkan penyebab kegagalan
kebijakan menurut Sunggono (1994, h.149153), yaitu isi kebijakan kurang jelas,
kurangnya ketetapan intern dan ekstern,
kurangnya informasi akibat gangguan komunikasi, kurangnya dukungan, SDM, dan
pembagian potensi antar pelaku kebijakan
terkait diferensiasi tugas, struktur dan
wewenang organisasi pelaksana.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 162
2. Efektivitas Implementasi Kebijakan
Terkait efektivitas Arthur G.Gedein dkk
dalam Mahmudi (2005, h.61) mengatakan
bahwa “Efektivitas merupakan hubungan
antara output dengan tujuan, semakin besar
kontribusi output terhadap pencapaian
tujuan semakain efektif organisasi, program
atau kegiatan.” Nugroho (2012, h.709) menjelaskan bahwa terdapat 5 tepat dalam mengukur implementasi kebijakan yang efektif,
yaitu tepat kebijakannya, pelaksannya, target, lingkungan dan prosesnya. Sedangkan
untuk mengukur efektivitas menurut Duncan
dalam Steers (1985, h.53) dilakukan dengan
melihat: pencapaian tujuan, baik kurun waktunya, target dan dasar hukumnya; integritas, yaitu pengukuran kemampuan organisasi dilihat dari prosedur dan proses sosialisasi di dalam dan luar organisasi; dan
yang terkahir adaptasi, yaitu proses penyesuaian terhadap perubahan peningkatan kemampuan dan sarana prasarana.
3. Pembangunan Berkelanjutan
Dalam UU-PPLH pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup, keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi saat kini dan generasi masa depan.
Menurut Mukhtasor (2008, h.214) diperlukan indikator untuk menilai keberhasilan
pembangunan berkelanjutan, yaitu tercukupinya kebutuhan SDA saat ini dan generasi
mendatang, menjaga keharmonisan antara
pembangunan dan lingkungan, pembangunan dilakukan dengan menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, adanya kesetaraan sosial yang menjamin keberlanjutan
moral, sosial dan fisik lingkungan, serta mengubah prilaku dan kebiasaan politik dengan
meningkatkan partisipasi.
4. Kebijakan dalam Pengendalian Lingkungan Hidup
Soemarwoto (1983, h.42-46) menjelaskan bahwa manusia membutuhkan makhluk
hidup lain dan lingkungannya untuk hidup,
saling berinteraksi sehingga mempengaruhi
dan dipengaruhi antar satu dan lainnya. Karena itu, menurut Taufiq (2011, h.24) di-
perlukan kebijakan lingkungan yang mempunyai sasaran untuk mengatur pengelolahan dan pemanfaatan SDA dan lingkungan
yang berkelanjutan dan berkeadilan seiring
dengan peningkatan kesejahteraan.
Menurut Taufiq (2011, h.) yang perlu
diperhatikan dalam ranah kebijakan untuk
keberlanjutan lingkungan yaitu: ditekankannya pengelolaan hutan, air, dan tanah dalam
pengelolaan sumber alam, pengelolaan dampak pembangunan terhadap lingkungan, dan
pembangunan SDM yang baik. Karena itu di
dalam kebijakan lingkungan dibutuhkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sebagai usaha untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar
dapat terpenuhi dengan baik (Soemarwoto,
1983, h.66). Keberhasilnnya dicerminkan
berdasarkan kemampuan daerah/negara dalam mengelola lingkungan. Mengubah sikap
dan kelakuan terhadap lingkungan dapat
dilakukan dengan menggunakan instrumen:
pengaturan, pengawasan, ekonomi, dan persuasif (Supriadi, 2005, h.32-33)
Masalah yang sering timbul biasanya
adalah masalah pencemaran dan perusakan
lingkungan. Pencemaran menurut Mukhtasor (2008, h.106) adalah masuknya bahan
atau zat ke dalam lingkungan baik itu pada
tanah, air, maupun udara sehingga konsentrasi zatnya mengganggu lingkungan. Menurut Erwin (2008, h.36) “Pada prinsipnya
orang yang melakukan pencemaran juga
akan melakukan perusakan lingkungan dan
sebaliknya.” Dalam pengendalian masalah
lingkungan perlakuan setiap negara sangatlah berbeda, Mukhtasor membedakannya:
Tabel Perbedaan Pengendalian Masalah
Lingkungan Hidup
No
Indikator
1. Tingkat kesadaran
masyarakat terhadap
kerusakan dan
pencemaran
lingkungan.
2. Perhatian
pemerintah
terhadap reaksi
masyarakat.
3. Teknologi dalam proses
produksi.
Perbedaan Masalah Lingkungan Hidup
Negara Maju
-Tinggi
-Responsif
Negara Berkembang
-Rendah
-Kurang responsif
-Tinggi
-Cepat bertindak
-Rendah
-Lambat Bertindak
-Canggih
-Limbah memenuhi
baku mutu
4. Teknologi dalam
-Canggih
penanganan masalah
-Tanggung jawab
lingkungan yang timbul. tinggi
5. Penerapan sangsi hukum -Diterap-kan secara
ketat dan konsisten
-Seadanya
-Limbah sering melampaui
baku mutu
-Kurang tersedia
-Tanggung jawab kurang
-Sering mengalami kendala
dalam pembuktian
- Kurang diterapkan karena
pertimbangan tenaga kerja,
berkurangnya penerimaan
dari pajak, dll
Sumber: Mukhtasor (2008, h.217)
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 163
5. Konsep dan Pelaksanaan UKL-UPL
Metode Penelitian
Dalam UU-PPLH, UKL-UPL diartikan
sebagai pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan. Tidak berdampak penting
disini maksudnya berada di luar kriteria
AMDAL. Adapun fungsi UKL-UPL menurut Erwin (2011, h.103-105) yaitu sebagai
acuan dalam penyusunan pedoman teknis
UKL-UPL bagi departemen/lembaga pemerintah non departemen sektoral, acuan penyusunan UKL-UPL bagi pemrakarsa apabila pedoman teknis UKL-UPL dari sektoral
belum diterbitkan, dan istrumen pengikat
bagi pihak pemrakarsa untuk melaksanakan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Untuk pelaksanaannya mencakup rencana
usaha yang akan dilaksankan; uraian secara
singkat mengenai SDA dan lingkungan yang
terkena dampak; uraian mengenai sumber,
jenis, sifat, dan tolak ukur dampak yang
muncul; uraian secara rinci mengenai upaya
pengelolaan lingkungan; uraian secara rinci
mengenai upaya pemantauan lingkungan terkait sifat kegiatan, dampak yang dipantau,
lokasi, waktu, dan cara pemantauan; uraian
secara rinci mengenai mekanisme laporan
dari pelaksanaan UKL-UPL saat rencana
usaha dilaksanakan; dan pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan atas rencan yang dibuat.
Menurut Rangkuti yang dikutip Harjiyatni (2009, h.87) pengelolaan lingkungan
hanya dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan apabila pemerintah berfungsi efektif dan terpadu dengan cara mengendalikan sistem perizinan. Diwajibkannya UKL-UPL dalam perizinan menurut
Harjiyatni (2008, h.87) dilakukan untuk mengendalikan lingkungan supaya tidak rusak.
Karena perizinan bersifat yuridis maka
pemerintah berhak mengontrol dan menuntut kepatuhan penuh. Menurut Tony Keraf
yang dikutip Harjiyatni (2009) “Tanpa izin
lingkungan, rencana kegiatan seperti pertambangan, industri, atau kegiatan lain yang
berpotensi berdampak bagi lingkungan tidak
bisa dijalankan.
Jenis penelitian yang dipakai di dalam
penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989, h.4)
penelitian deskriptif “dimaksudkan untuk
pengukuran yang cermat terhadap fenomena
sosial tertentu yang mengembangkan konsep
dan penghimpunan fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.”
Fokus dalam penelitian ini adalah: (1)
Efektivitas implementasi UKL-UPL sebagai
instrumen pencegahan terjadinya kerusakan
lingkungan di Kecamatan Lawang berdasarkan hubungan output dan tujuannya yang
dilihat dari ketepatan kebijakan, dukungan
internal dan eksternal dalam pencapaian
efektivitas, serta kepatuhan dan daya tanggap aktor yang terlibat dalam implementasi.
(2) Faktor pendorong dan penghambat yang
berpengaruh dalam pencapaian efektivitas
implementasi UKL-UPL sebagai upaya pengurangan kerusakan lingkungan.
Lokasi penelitian Kecamatan Lawang,
situs penelitian pada Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Malang dan masyarakat
sekitar PT Tri Surya Plastik. Sumber data
diperoleh dari data primer dan sekunder.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Analisis data menggunakan Model Interaktif
menurut Miles dan Hubberman yang dikutip
oleh Sugiyono (2012, h.99). Dilakukan melalui tiga tahap yakni reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
Pembahasan
1. Efektivitas Impelementasi UKL-UPL dalam
Mengurangi Kerusakan Lingkungan di
Kecamatan Lawang
Mendukung pelaksanaan sustainable
development pemerintah Kabupaten Malang
melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang tercantum dalam UUPPLH. Menindaklanjuti UU tersebut maka
dibuatlah PERDA Nomor 7 tahun 2010
tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup yang salah satu
isinya mewajibkan pelaku usaha memenuhi
UKL-UPL. Berdasarkan implementasi yang
dilakukan BLH Kabupaten Malang ternyata
masih banyak kekurangan-kekurangan yang
ditemui sehingga implementasi UKL-UPL
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 164
belum berjalan efektif dalam mengurangi
kerusakan lingkungan dilihat dari output
yang berkaitan dengan tujuan dari UKLUPL dalam mengurangi kerusakan lingkungan khususnya perusakan air oleh limbah
industri di Kecamatan Lawang. Dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Ketepatan dalam Memecahkan Masalah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pada masyarakat di sekitar pabrik dan
bantaran Kali Suko, terkait pencemaran oleh
PT Tri Surya Plastik di Dusun Sumber Suko,
Kelurahan Lawang, Kecamatan Lawang ternyata banyak warga mengeluhkan dan merasa dirugikan. Selain itu, aktivitas pabrik
yang dekat dengan pemukiman warga memang mengeluarkan bau menyengat dan
limbah yang dibuang langsung ke sungai
membuat sungai berbau dan kotor. Padahal
Kali Suko masih dijadikan sebagai tempat
aktivitas MCK oleh warga. Menurut ibu-ibu
yang sering mencuci di Kali Suko, limbah
pabrik membuat air sungai berbau, apalagi
jika kapasitas yang dibuang cukup banyak.
Selain itu, limbah yang berbentuk seperti
lendir, jika menempel di pakaian susah dibersihkan. Sedangkan menurut warga yang
sering menggunakan Kali Suko untuk mandi
mengungkapkan bahwa air sungai kadang
memang membuat gatal-gatal.
Berdasarkan masalah tersebut kebijakan UKL-UPL memang tepat untuk dilakukan untuk menjawab isu yang ada, karena
dengan UKL-UPL pelaku industri dapat
dipaksa untuk bertanggung jawab terhadap
lingkungan. Dengan penjelasan yang terdapat di dalam dokumen UKL-UPL mengenai
kegiatan usaha dan dampak yang ditimbulkan, maka pencemaran dan bahaya yang
muncul terhadap lingkungan dapat ditekan
karena pencemaran dapat diprediksi, dan
dengan adanya IPAL (Instalasi Pembuangan
Air Limbah) bahaya dari limbah yang
dibuang langsung ke media air, tanah ataupun udara juga dapat dikurangi.
Selain itu, dokumen UKL-UPL juga
dapat mempermudah tugas BLH sebagai
lembaga yang ditugaskan di dalam mengimplementasikan UKL-UPL dan menetapkan
kebijakan terkait lingkungan. Baik dalam
melakukan crosschek dan pengawasan. Apalagi mengingat industri yang ditangani oleh
BLH sampai dengan tahun 2012 yaitu 1330
buah industri yang terdiri dari 978 industri
kecil, 325, industri sedang, dan 27 industri
besar. Melihat jumlah tersebut wajar jika
UKL-UPL tepat dalam pengendalian pencemaran lingkungan dikarenakan rata-rata industri masih bertaraf kecil, dan menengah,
sedangkan yang besar belum terlalu banyak.
Untuk Kecamatan Lawang sendiri industri
besarnya hanya 2, menengah 36, dan kecil
83 industri.
Menunjang implementasi UKL-UPL,
BLH membuat program-program yang mendukung tercapainya keberhasilan, terlihat
adanya peningkatan dokumen dari tahun ke
tahunnya walaupun angkanya tidak begitu
tinggi. Untuk program yang dilakukan tahun
2011 sebanyak 322 industri menjadi 326
industri pada 2012. Walaupun belum optimal, namun visi, misi, dan program yang
dilakukan BLH telah sesuai dengan tujuan
UKL-UPL dalam mengendalikan kerusakan.
b. Dukungan dalam Pencapaian
1) Lingkungan Internal
Kerjasama antar BLH dan dinas terkait
lainnya sudah cukup baik. Adanya dukungan
dari dinas terkait pada masing-masing sektor
yang ditangani BLH cukup membantu kinerja BLH, sehingga penanganan terhadap
pelanggaran dapat dilakukan lebih cepat.
Untuk koordinasi dengan masyarakat dilakukan melalui sosialisasi yang disebut
dengan BINA DESA, sedangkan untuk
pelaku usaha, dilakukan dengan tatap muka
langsung dan melalui pertemun, seminar,
serta dialog. Walaupun koordinasi berjalan
dengan cukup baik, akan tetapi belum ada
kerjasama BLH dengan LSM sebagai
lembaga nonpemerintah menyebab-kan
berukurangnya efektivitas pengawasan.
Padahal BLH memang kekurangan tenaga
sehingga ditemukannya tugas multifungsi
yang kadang dilakukan oleh pegawai BLH.
Berefek pada tertunda/batalnya pengawasan.
Selain itu, panjangnya prosedur penindakan, kewenangan sebagai unsur pembina
yang membuat keterbatasan langkah, serta
adanya pertimbangan PAD di dalam keputusan penindakan pencemaran dan penutupan industri memberikan kelonggaran terhadap pelanggaran yang dilakukan pelaku
industri sehingga BLH terkesan kurang
tegas. Izin lingkungan yang dapat dijadikan
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 165
instrumen pemaksa di dalam meununtut
kepatuhan pelaku industri pun belum berjalan optimal. Walaupun sudah ada beberapa
industri yang memenuhi izin lingkungan
untuk usahanya yaitu PT Bentoel Prima, PT
Ekamas Fortuna, PT Pindad PERSERO, PT
Molindo Raya Industrial, PG Rajawali I dan
PT Otsuka Indonesia. Akan tetapi karena PP
yang dikeluarkan terkait izin lingkungan
yaitu PP Nomor 27 tahun 2012 Tentang Izin
Lingkungan masih baru sehingga izin lingkungan yang ditangani BLH masih dalam
tahap proses pengajuan kepada Bupati.
Berdasarkan hal tersebut lingkungan
internal yang terdapat pada BLH terkait
kewenangan, kerja sama antara pemerintah
dan aktor lain yang terlibat, dan ketegasan
penindakan pelanggaran dalam pelaksanaan
UKL-UPL belum optimal sehingga efektivitas juga belum tercapai.
2) Lingkungan Ekternal
Adanya azas kelestarian dan keberlanjutan, serta partisipatif terkait pengendalian
pencemaran, menyebabkan dibutuhkannya
partisipasi dan kesadaran setiap masyarakat
untuk terlibat dalam pengendalian pencemaran. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan kesadaran masyarakat Sumbersuko cukup tinggi terhadap kesehatan
lingkungannya, selain itu mereka juga terlibat aktif dalam pengawasan pencemaran di
lingkungannya, terbukti dengan adanya aksi
demo terhadap pemilik pabrik dan pelaporan
kepada Kelurahan dan Kecamatan.
Masalah pencemaran inipun mendapat
liputan dari beberapa media cetak lokal
seperti Malang post dan Surabaya post serta
berita dari liputan6.com dan metrotvnews.
com. Menurut keterangan warga selain dari
media, WALHI juga ikut melakukan penyelidikan terhadap pencemaran yang terjadi.
Dalam melakukan aksi protes warga menyatakan bahwa mereka juga dibantu oleh
beberapa mahasiswa KKN dari UM. Membuktikan bahwa lingkungan eksternal mendukung pengendalian pencemaran, namun
belum dimanfaatkan dengan baik oleh BLH
karena hanya terfokus pada penguatan koordinasi dalam lembaga pemerintah saja.
3) Keberhasilan sebagai Pencegah Kerusakan
Walaupun proses pelaksanaan UKLUPL telah dilakukan BLH sesuai dengan
peraturan yang berlaku, namun, dilihat dari
jumlah dokumen yang terdaftar pada BLH
hingga tahun 2012 dari jumlah total industri
di Kecamatan Lawang (121 indutri), ternyata yang mengantongi UKL-UPL hanya 17
industri dan SPPL hanya 4 industri. Jika
dihitung porsentase jumlah dokumen yang
ada dengan jumlah total keseluruhan dokumen maka hanya 14% industri yang memiliki dokumen menandakan kesadaran pelaku
industri masih sangat minim
Selain itu, dari keseluruhan perusahaan
yang sudah memiliki dokumen di Kabupaten Malang, menurut BLH hanya 20%
yang melakukan pelaporan setiap 6 bulannya
dan pengujian emisi setiap 3 bulannya walaupun pelaku industri telah diberikan sosialisasi dengan fasilitasi yang baik, bahkan
juga melibatkan asosiasi pelaku industri
yang ada. Untuk memaksimalkan sosialisasi
yang bermutu, BLH juga bekerja sama
dengan lembaga pendidik seperti UB, dan
orang-orang yang ahli dan berkompeten
dalam lingkungan untuk dipercayai sebagai
narasumber dalam seminar maupun diskusi.
Ditambah denan pengurusan IPAL
yang tinggi dan tidak adanya standarisasi
dari BLH menyebabkan pelaku industri
mengabaikan pembuatan IPAL sehingga
kerusakan ling-kungan tetap terjadi. Seperti
halnya pada PT Tri Surya Plastik. Perusahaan yang tergolong kecil ini memang sudah
mengantongi UKL-UPL dan dilengkapi
IPAL, namun tidak sesuai dengan standar
keluaran limbah, sehingga kapasitas limbah
yang dapat digolongkan limbah B3 ini
kadang melebihi kapasitas IPAL. Wajar jika
limbah seringkali melimpah dan masuk ke
Kali Suko. Lebih parahnya lagi menurut
warga kadang limbah juga sengaja dibuang
ke sungai ketika hujan.
Terkait integritas BLH, walaupun kesadaran masyarkat terhadap pencemaran
sudah tinggi, namun karena belum adanya
sosialisasi langsung dari BLH sehingga masyarakat belum memahami kebijakan UKLUPL, wajar jika warga hanya melakukan
pengaduan belum berupa pelaporan resmi
sesuai dengan ketetapan. Kelurahan sebagai
lembaga pemerintah terendah mengakui
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 166
bahwa belum pernah mengeluarkan surat
pelaporan resmi kepada BLH terkait pencemaran yang dilakukan oleh PT Tri Surya
Plastik dan tidak mengetahui hal tersebut.
Skala prioritas yang diberlakukan BLH pun
tidak berjalan efektif, karena dengan pemilihan beberapa daerah dan industri saja
menyebabkan tidak meratanya pengawasan.
Hal ini menandakan kesadaran pelaku
usaha sangat minim, integritas dalam memenuhi efektivitas belum tercapai karena sosialisasi belum merata. Belum adanya kerjasama dengan LSM, kurangnya SDM dan prasarana dibandingkan wilayah kerja membuat
BLH kewalahan menangani banyaknya industri menandakan adaptasi BLH dalam
mewujudkan efektivitas belum maksimal.
Kurang berhasilnya kebijakan juga dikarenakan tingginya tuntutan kepatuhan dan melibatkan banyak aktor, sehingga hubungan ketergantungannya besar.
2. Faktor Pendorong dan Penghambat yang
Mempengaruhi Efektivitas Implementasi
UKL-UPL sebagai Upaya Mengurangi
Kerusakan Lingkungan di Kec. Lawang
Berdasarkan faktor dominan dalam
efektivitas implementasi UKL-UPL yang
muncul didapatkan bahwa komunikasi intern
pemerintah, sosialisasi kepada pelaku usaha
dan masyarakat sudah difasilitasi dan dilakukan BLH dengan baik sehingga mendukung
berjalannya efektivitas. Namun, karena sumber daya pegawai dan biaya operasioanal
yang minim, serta sarana prasarana yang
kurang memadai dibandingkan dengan banyak industri dan luas wilyah kerja menyebabkan efektivitas implementasi terhambat.
Kewenangan yang dimiliki BLH Kabupaten Malang tidak didukung dengan
hukum lingkungan dan keterlibatan aparat
hukum yang kuat menyebabkan kepatuhan
belum tercapai maksimal. Apalagi sumber
informasi terkait UKL-UPL masih minim
sehingga persepsi dan pemahaman terhadap
UKL-UPL minim. Walaupun partisipasi masyarakat tinggi namun belum dimanfaatkan
BLH untuk menunjang efektivitas implementasi karena adanya unsur ketidakpercayaan terhadap LSM dan masyarakat. Tingginya biaya pembuatan IPAL menyebabkan
pelaku usaha mengabaikannya, padahal dengan teknologi ini dapat membantu meminimalisir kerusakan lingkungan.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan terlihat bahwa
walaupun kewajiban UKL-UPL tepat dalam
pemecahan masalahan pencemaran karena
menjawab isu yang ada. Namun, karena kesadaran pelaku usaha yang minim, integritas,
adaptasi BLH, serta tujuan dalam pengendalian perusakan belum tercapai menyebabkan
efektivitas impelementasi UKL-UPL di
Kecamatan Lawang dalam mengurangi kerusakan lingkungan belum tercapai. Apalagi
ditambah dengan masih banyaknya faktor
penghambat yang muncul.
Daftar Pustaka
Erwin, Muhammad. (2011) Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan
Lingkungan Hidup. Bandung, Refika Aditama.
Harjiyatni, F.R. (2009) Izin Lingkungan sebagai Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009. Socia [Internet], 11(1) September,
pp.85-94. Diunduh dari: http://jurnal.pdii.lipi.go.id [Acessed 14 Mei 2013].
Humaniora. (2013) Walhi Jatim Sambangi Pabrik Plastik Pembuang Limbah B3 ke Sungai.
[Internet], Malang, Nusatrip.com. Available from: <http://www.metrotvnews.com/> [Accessed 14
Mei 2012]
Islamy, Irfan. (1991) Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta, Bumi Aksara.
Mahmudi (2005) Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta, UPP AMP YKPN.
Mukhtasor (2008) Pengantar Ilmu Lingkungan. Surabaya, Itspress.
Nugroho, Riant. (2012) Public Policy. Jakarta, Elex Media Komputindo.
Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Pencemaran
dan Perusakan Lingkungan Hidup Malang, Pemerintah Kabupaten Malang.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (1989) Metode Penelitian Survai. Jakarta, LP3ES.
Soemarwoto, Otto. (1983) Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta, Djambatan.
Steers, Richard M. (1984). Efektivitas Organisasi. Jakarta:Erlangga.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 167
Sugiyono (2008) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta.
Supriadi (2008) Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengatar. Jakarta, Sinar Grafika.
Sunggono, Bambang. (1994) Hukum dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta, Sinar.
Taufiq, M. (2011) Kedudukan dan Prosedur AMDAL dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Wiga
[Internet], 2(2) September, pp.21-42. Diunduh dari: http://www.stiewiga-lumajang.ac.id/files/
publikasi/jurnal.pdf [Acessed 1 Mei 2013].
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jakarta, Pemerintah Republik Indonesia.
Wahab, Abdul Solichin. (2010) Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta, Bumi Aksara.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 161-168 | 168
Download