Green Transport: Upaya Mewujudkan Transportasi yang Ramah Lingkungan Oleh: Doni J. Widiantono Pagi itu panas kota Jakarta begitu terik. Langit biru tanpa awan seperti membiarkan radiasi sinar matahari yang panas langsung menembus ke dalam ruang kendaraan yang kami tumpangi. AC kendaraan yang sudah disetel hingga paling dingin tetap tidak dapat melawan panasnya udara luar. Lalulintas yang bergerak merayap seperti rangkaian gerbong yang sedang langsir semakin membuat para penumpang kendaraan yang pagi itu berangkat kerja merasa tersiksa. Namun keadaan semacam itu tak berlangsung lama. Menjelang tengah hari, cuaca tiba-tiba berubah muram, langit gelap seolah menyekap Jakarta. Tak lama kemudian mulai terdengar petir sambar-menyambar di atas gedung-gedung bertingkat yang menjulang menggapai langit. Dan tak lama setelah itu hujan mulai turun bagaikan air bah yang disiramkan dari langit. Angin kencang yang mengiringi hujan yang terjadi seakan-akan hendak menggoyang gedung-gedung tinggi dan mencerabut pohon-pohon dari akarnya. Isu mengenai dampak lingkungan akibat transportasi merupakan isu yang telah muncul sejak ditemukannya kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil. Data lingkungan yang ada menunjukkan bahwa sektor transportasi umumnya berkontribusi sekitar 23% dari emisi gas CO (carbon monoxide/green house gas) dan tumbuh lebih cepat dari penggunaan energi di sektor lainnya. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di perkotaan yang sangat pesat di era 90-an diduga terkait dengan kecenderungan terjadinya urban sprawl yang tidak diikuti dengan penyediaan sistem angkutan umum yang memadai sehingga menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Berbagai studi yang ada menuding bahwa transportasi yang tidak terkendali telah mengakibatkan penurunan kualitas kehidupan perkotaan seperti menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, buruknya kualitas udara perkotaan, meningkatnya korban kecelakaan lalulintas, meningkatnya tekanan kejiwaan akibat kemacetan dan berkurangnya aktivitas fisik seseorang karena lebih banyak di kendaraan. Sistem transportasi perkotaan yang disandarkan pada penggunaan kendaraan pribadi telah terbukti mengkonsumsi energi yang berlebihan, mengganggu kondisi kesehatan masyarakat, dan tingkat pelayanan yang terus menurun walaupun dengan investasi yang terus bertambah. Kerugian akibat kemacetan lalulintas di perkotaan dilaporkan mencapai $ 1.000 per kapita/tahun di kota-kota besar di Amerika. Perhitungan yang dilakukan untuk kota Jakarta menunjukkan kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat kemacetan mencapai Rp. 1,25 juta per kapita per tahun. Ironisnya sebagian besar dampak negatif tersebut harus dipikul oleh pihak yang justru umumnya tidak memiliki akses terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Berbagai dampak lingkungan yang muncul akibat aktivitas transportasi tersebut telah mendorong munculnya gerakan untuk mengembangkan suatu sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan yang dikenal sebagai transportasi berkelanjutan (sustainable transport). Pengertian Transportasi berkelanjutan adalah sebuah konsep yang dikembangkan sebagai suatu antithesis terhadap kegagalan kebijakan, praktek dan kinerja sistem transportasi yang dikembangkan selama kurang lebih 50 tahun terakhir. Istilah transportasi berkelanjutan sendiri berkembang sejalan dengan munculnya terminologi pembangunan berkelanjutan pada tahun 1987 (World Commission on Environment and Development, United Nation). Secara khusus transportasi berkelanjutan diartikan sebagai “upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya”. OECD (1994) juga mengeluarkan definisi yang sedikit berbeda yaitu: “Transportasi berkelanjutan merupakan suatu transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten dengan memperhatikan: (a) penggunaan sumberdaya terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya; dan (b) penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan.” Dengan demikian, secara umum konsep transportasi berkelanjutan merupakan gerakan yang mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam upaya memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Dalam konteks perencanaan kota, konsep ini diterjemahkan sebagai upaya peningkatan fasilitas bagi komunitas bersepeda, pejalan kaki, fasilitas komunikasi, maupun penyediaan transportasi umum massal yang murah dan ramah lingkungan seperti KA listrik maupun angkutan umum lainnya yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, khususnya di kawasan CBD. Di samping itu, konsep transportasi berkelanjutan juga mendorong upaya pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk mengurangi kebutuhan pergerakan orang dan barang melalui penerapan konsep teleconference, tele-working, tele-shopping, tele-commuting, maupun pengembangan kawasan terpadu di perkotaan yang dapat mengurangi kebutuhan mobilitas penduduk antar kawasan seperti Transit Oriented Development (TOD). Dampak Lingkungan Akibat Transportasi Faktor-faktor lingkungan yang timbul akibat aktivitas transportasi umumnya terkait dengan: Kebisingan, Polusi Udara, Tundaan pejalan kaki, Kecelakaan lalulintas, Stress bagi pengemudi, Kesehatan masyarakat. Di antara faktor-faktor tersebut yang dirasakan paling mengganggu adalah kebisingan dan polusi udara. Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan karena memiliki intensitas atau volume yang melampaui level yang dapat diterima. Umumnya suara yang makin keras makin tidak diinginkan. Suara mulai tidak nyaman pada tingkat 65 dB dan mulai mengganggu ketika mencapai 85 dB dan pada tingkat 95 dB sudah sangat mengganggu dan dapat merusak pendengaran. Suara kendaraan di jalan lokal umumnya sekitar 60dB, sedangkan suara kendaraan di jalan arteri dan bebas hambatan mencapai sekitar 75dB yang diukur pada jarak kurang dari 10 meter. Suara kereta api yang melintas dapat mencapai 95dB. Sedangkan suara pesawat terbang yang lepas landas pada jarak 60 meter dapat mencapai 120 dB. Tabel 1. Berbagai Tingkatan Kebisingan Sumber Kebisingan Tingkat Kebisingan (dB) Mesin roket (dekat) Jet lepas landas (dekat) Operasi di deck pesawat Jet lepas landas (60m) Klakson mobil (1m) Konstruksi bangunan (3m) Suara teriakan (15cm) Kereta Api 180 150 140 120 115 110 100 95 Truk berat (15m) 90 Kantor dg mesin Kereta barang (15m) Lalulintas jalan raya (15m) 80 75 70 Berbicara (1m) Kantor Lalulintas ringan (15m) Kamar tidur Perpustakaan Studio Suara daun 65 60 55 40 30 20 10 0 Keterangan Batas rasa sakit Sangat mengganggu Jika terus-menerus membahayakan pendengaran Mengganggu Percakapan telepon sulit Tenang Sangat tenang Nyaris tidak terdengar Batas pendengaran Sumber: diadaptasi dari Hodges (1973) Polusi udara adalah berbagai jenis senyawa gas dan partikel yang keberadaannya dalam proporsi tertentu dapat membahayakan manusia. Udara normal mengandung Nitrogen (78%), oksigen (21%), Argon (0,93%), dan CO2 (0,032%). Selain itu udara juga mengandung beberapa senyawa lain seperti Neon, Helium, Methane, Krypton, Hydrogen, N2O, CO, O3, SO2, NO2 dalam jumlah terbatas. Gas buang sisa pembakaran kendaraan bermotor umumnya menghasilkan beberapa senyawa gas dan partikulat yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Senyawa gas akibat polusi dapat dikelompokkan ke dalam: senyawa sulfur, senyawa nitrogen, senyawa karbon, oksida karbon, dan senyawa hidrogen. Senyawa berbentuk gas yang muncul dari gas buang kendaraan bermotor dapat berupa carbon monoxide (CO), nitrogen oxide (Nox), hydro-carbon (HC); partikulat dan timbal. Dampak polusi udara terhadap manusia dapat berupa gangguan kesehatan dalam jangka panjang yang dapat mengakibatkan penurunan daya refleks dan kemampuan visual; atau jangka pendek seperti gangguan pernafasan dan sakit kepala. Polusi udara umumnya memberikan dampak terhadap sistem pernafasan manusia seperti kesulitan bernafas, batuk, asma, kerusakan fungsi paru, penyakit pernafasan kronis dan iritasi penglihatan. Tingkat keseriusan gangguan tersebut tergantung dari tingkat pemaparan dan konsentrasi polutan yang merupakan fungsi dari volume dan komposisi lalulintas, kepadatan serta kondisi cuaca. Tabel 2. Dampak Kesehatan Akibat Polusi Udara Polutan CO NO2 O3 Timbal SO2 Partikulat Efek terhadap kesehatan Penurunan kemampuan sistem sirkulatori pernafasan dalam mengangkut oksigen. Kerusakan daya kemampuan dalam melakukan aktivitas yang membutuhkan konsentrasi. Memperburuk penyakit kardiovaskular. Meningkatnya kerentanan terhadap penyakit pernafasan Penurunan fungsi paru-paru Kerusakan saraf daya pikir dan sensor motorik Perubahan hemesynthesis dan heamotogis Peningkatan keberadaan penyakit pernafasan kronis. Peningkatan risiko penyakit pernafasan akut. Perwujudan Transportasi Ramah Lingkungan Upaya mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan upaya mencegah terjadinya perjalanan yang tidak perlu (unnecessary mobility) atau dengan penggunaan teknologi angkutan yang dapat mengurangi dampak lingkungan akibat kendaraan bermotor. Bentuk-bentuk yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah perjalanan yang tidak perlu dapat berupa pengembangan kawasan terpadu yang masuk kategori compact city seperti kawasan super-block, kawasan mix-used zone, maupun transit-oriented development. Selain itu, pengurangan jumlah perjalanan dapat dilakukan dengan melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management). Transit Oriented Development (TOD). Transit Oriented Development adalah upaya revitalisasi kawasan lama atau kawasan terpadu baru yang berlokasi pada jalur-jalur transportasi utama seperti jalur KA, busway dll dengan mengembangkan kawasan berfungsi campuran (mixed-use) antara fungsi hunian, komersial dan perkantoran. Dengan akses yang mudah terhadap aktivitas hunian, komersial dan perkantoran serta jaringan transportasi umum yang terpadu dengan fasilitas pedestrian dan jalur sepeda, konsep kawasan TOD diharapkan dapat mengurangi kebutuhan pergerakan transportasi antar kawasan dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Sebuah kawasan TOD umumnya memiliki pusat kawasan berupa stasiun kereta, metro, trem atau stasiun bus yang dikelilingi oleh blok-blok hunian, perkantoran atau komersial berkepadatan tinggi yang makin berkurang kepadatannya ke arah luar. Kawasan TOD umumnya memiliki radius 400-800m dari pusat terminal, yaitu dalam jarak yang masih dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Selain sifatnya yang mixed used, kawasan TDM umumnya dicirikan oleh fasilitas pejalan kaki yang sangat nyaman, penyeberangan, jalan yang tidak terlalu lebar, gradasi kepadatan bangunan ke arah luar. Kawasan ini juga umumnya membatasi jumlah lahan parkir untuk kendaraan pribadi. Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan beban transportasi yang ada ke dalam moda transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini dianggap merupakan penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan transportasi. Dengan demikian penerapan TDM juga diharapkan dapat menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu kota. Beberapa bentuk penerapan TDM yang mungkin dilakukan adalah: Mendorong peningkatan okupansi kendaraan melalui kebijakan ride-sharing, three-in-one, car-pooling dan lain-lain. Menyediakan sarana angkutan umum yang cepat, murah dan nyaman yang dapat menjangkau seluruh bagian kota. Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantungan kepada kendaraan bermotor. Menerapkan jam kerja yang lebih fleksibel atau penggeseran waktu kerja (staggering work hours) dan pemisahan waktu kerja dan sekolah untuk mengurangi beban lalulintas pada jam puncak. Membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui penerapan pembatasan plat nomor kendaraan yang dapat dioperasikan pada kawasan atau waktu tertentu. Menerapkan congestion pricing, pengenaan tarif parkir yang tinggi pada kawasan-kawasan CBD untuk memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi. Sarana Transportasi Ramah Lingkungan. Sarana transportasi yang dikembangkan untuk mengurangi dampak lingkungan akibat transportasi seperti kebisingan dan polusi udara umumnya mengarah ke penggunaan kendaraan tidak bermotor maupun penggunaan bahan bakar terbarukan seperti sinar matahari, listrik dll. Bentuk-bentuk moda angkutan yang ramah lingkungan antara lain: Pedestrian. Penyediaan sarana dan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Jarak optimum yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki umumnya adalah sekitar 400-500 meter. Sepeda. Sekarang dikembangkan kelompok-kelompok masyarakat yang mengusung ide penggunaan sepeda sebagai alternatif alat transportasi yang ramah lingkungan seperti gerakan Bike-to-Work (B2W). Sepeda dapat digunakan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam dan daya jelajah sekitar 1-5 kilometer. Sepeda Listrik. Alternatif lain dari sepeda manual adalah sepeda yang digerakkan dengan tenaga listrik baterai yang dapat diisi ulang. Di samping lebih hemat biaya, sepeda ini juga tidak menimbulkan kebisingan dalam penggunaannya dibandingkan sepeda motor. Kecepatan berkendaraan maksimum jenis sepeda ini adalah sekitar 40-60 km/jam dengan daya jelajah hingga 60 km. Kendaraan Hybrid. Adalah kendaraan yang dikembangkan dari bahan yang ultra-ringan tapi sangat kuat seperti komposit. Sumber tenaga kendaraan jenis ini umumnya merupakan campuran antara bahan bakar minyak dan listrik yang dibangkitkan dari putaran mesin kendaraan melalui teknologi rechargeable energy storage system (RESS). Kendaraan jenis ini diklaim sebagai memiliki tingkat polusi dan penggunaan bahan bakar yang rendah. Kendaraan berbahan bakar alternatif. Beberapa teknologi bahan bakar alternatif seperti biodiesel, ethanol, hydrogen atau kendaraan dengan teknologi yang dapat menggunakan 2 jenis bahan bakar secara bergantian (flexible fuel vehicle). Kendaraan hypercar. Kendaraan jenis ini memiliki fitur konstruksi yang sangat ringan, desain yang aerodinamis, penggerak berbahan bakar hybrid dan beban aksesoris yang minimal. Penutup Dampak lingkungan akibat aktivitas transportasi baik yang secara langsung maupun tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat telah mencapai tingkat yang mengkuatirkan apabila tidak dilakukan upayaupaya penanganan. Transportasi ramah lingkungan atau green transport merupakan suatu gerakan yang mendorong pengurangan kebutuhan perjalanan dan ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Hal tersebut diupayakan antara lain melalui pengembangan kawasan-kawasan terpadu yang berlokasi di sekitar jalur angkutan umum masal sehingga dapat mengurangi kebutuhan perjalanan antar kawasan, serta penerapan prinsipprinsip TDM untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana jalan. Selain itu pengembangan teknologiteknologi alternatif pengganti bahan bakar yang tidak terbarukan terus diupayakan untuk mengurangi dampak polusi udara dan kebisingan yang ditimbulkan. Dengan demikian diharapkan transportasi yang bertujuan untuk memindahkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat, aman, dan nyaman dapat terpenuhi tanpa memberikan dampak yang berarti terhadap lingkungan.