M. ARIF ISKANDAR-FDK - UIN Repository

advertisement
PEMBERDAYAAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL PADA
PROGRAM KETERAMPILAN MENJAHIT HIGH SPEED
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA”
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I.)
Oleh:
M. Arif Iskandar
NIM: 105054102075
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H./2009 M.
PENGESAHAN PANITIA UJUAN
Skripsi berjudul PEMBERDAYAAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL
PADA PROGRAM KETERAMPILAN MENJAHIT HIGH SPEED DI
PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA” PASAR
REBO-JAKARTA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Desember
2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat
IslamKonsentrasi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 17 Desember 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Angota,
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Mahmud Jalal, MA
NIP: 19520422 198103 1 002
Ismet Firdaus M. Si,
NIP: 150411196
Anggota
Penguji I,
Penguji II,
Dra. Asriati Jamil, M.Hum.
NIP: 19610422 199003 2 001
Nurul Hidayati S.Ag., M.Pd.
NIP: 19690322 199603 2 001
Pembimbing,
Ahmad Zaky, M.Si.
NIP: 150 411 158
PEMBERDAYAAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL PADA PROGRAM
KETERAMPILAN MENJAHIT HIGH SPEED
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA”
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam
Oleh:
M. Arif Iskandar
NIM: 105054102075
Di bawah Bimbingan
Ahmad Zaky M. Si
NIP: 150 411 158
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H./2009 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian Hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Desember 2009
M. Arif Iskandar
ABSTRAK
M. Arif Iskandar
Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial Pada Program Keterampilan High
Speed (Menjahit Cepat) di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”
Minimnya pendidikan dan sulitnya lapangan pekerjaan membuat seseorang
menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keadan ini semakin memburuk
dengan adanya krisis ekonomi yang semakin parah, harga kebutuhan pokok semakin
meningkat sedangkan penghasilan tidak juga bertambah. Krisis ekonomi juga
berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi
mengakibatkan turunnya pendapatan nyata penduduk akibat hilangnya kesempatan
kerja.
Dampak lanjutan dari krisis ekonomi adalah kerawanan yang menyangkut
berbagai hal, salah satu di antaranya adalah bidang ekonomi dan sosial. Krisis
ekonomi juga dapat meningkatkan jumlah wanita tuna susila, mereka bekerja sebagai
wanita tuna susila karena kurangnya lapangan pekerjaan dan minimnya pendidikan.
Dalam pekerjaan ini tidak dibutuhkan keterampilan dan keilmuan, yang penting mau
dan berani. Penghasilan yang didapat jauh lebih menggiurkan dari pekerjaan pada
umumnya.
Sesuai surat keputusan Menteri Sosial RI Nomor 59/HUK/2003, Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Jakarta adalah salah satu Panti
Rehabilitasi Sosial yang menangani penyandang masalah tuna susila. Tugas Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” adalah memberikan pelayanan,
perawatan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif,
promotif dalam bentuk pembinaan / bimbingan fisik, mental, sosial, merubah sikap
dan tingkah laku serta pelatihan keterampilan, resosialisasi dan pembinaan lanjut bagi
para tuna susila agar mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya. Dari
keterampilan yang di berikan salah satunya adalah High Speed (Menjahit Cepat).
Penelitian ini ingin mengetahui bagai mana pelaksanaan pemberdayaan
wanita tuna susila melalui program keterampilan High Speed di Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”, dan bagaimana Hasil yang dicapai dalam pemberian
keterampilan program High Speed bagi para siswa dan Apa saja faktor pendukung
dan penghambat dalam pemberian keterampilan program High Speed.
Melalui wawancara, observasi dan studi pusaka diketahui bahwa
Pemberdayaan Wanita Tuna Susila Pada Program Keterampilan High Speed
(Menjahit Cepat) di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” berjalan
dengan baik. Pemberdayaan dilakukan pada beberapa tahap yaitu tahapan
Perencanaan (Planning), Tahapan Pelaksanaan Program (Implementation), Tahapan
Evaluasi (Evaluation), dan Tahapan terminasi. Manfaat pemberdayaan ini sangat
positif bagi wanita tuna susila baik secara sosial, ekonomi, pendidikan, dan psikologis
menjadi lebih baik lagi.
i
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahirabil’alamiin
Segala puji hanya milik Allah SWT tuhan semesta alam yang menguasai bumi
dan langit dan karena nikmat-Nyapenulis bisa beraktifitas dengan sepenuh hati, hanya
rasa syukur yang disertai tasbih dan tahmid yang pantas penulis ucapkan untuk
membalas semuanya, karena Rahmat dan berkah-Nya penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini.
Shalawt dan salam semoga tercurahkan kepada Junjungan Nabi Besar
Muhamad SAW, yang telah membimbing umat manusia kepada jalan kebenaran dan
penyelamat di yaumil mahsyar yang akan dating. sekaligus menjadi inspirasi dalam
kehidupan penulis karena kemuliaan akhlaknya.
Skripsi ini berjudul “Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial Pada Program
Keterampilan Menjahit High Speed (Kecepatan Tinggi) di Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW) Mulya Jaya Pasar Rebo-Jakarta”. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
gelar Sarjana Sosial Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari, skripsi ini terwujud atas bantuan berbagai pihak. Maka
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Keluarga besar H. Ahmad (alm) Dan H. Saman (alm).
2. Yang terhormat dan tercinta yaitu Ayahanda Syam Adang dan Ibunda
Mamah Serta Bapak Syamsuluddin dan Ibu Ranah Syamsul semoga Allah
SWT selalu mencurahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan
atas cinta kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus dan
ikhlas kepada penulis.
ii
3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi beserta para pembantu Dekan, yang telah membimbing
penulis selama melaksanakan studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
4. Bapak Drs.Helmi Rustandi, MA dan Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, dan juga seluruh
Staf Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah membantu
penulis dalam memperlancar penulisan skripsi ini.
5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan dan mengorbankan waktunya untuk memberikan perhatian,
bimbingan, arahan, kritik dan saran yang bermanfaat serta motivasi yang
besar kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh bapak/ibu dosen yang telah memberikan dedikasi dan ilmunya
selama penulis kuliah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
7. Kepala Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) ”Mulya Jaya” beserta staf,
khususnya Bapak Abdul Rahman selaku pembimbing penulis di panti,
Bapak Ali Samanta selaku kasie Resos, Bapak Hasan Otoy dan Ibu Sri
Purwanti selaku pendamping dan instruktur High Speed, OD, OH, DS, dan
anak-anak High Speed angkatan 35 tahun 2009, semoga Allah SWT.
membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
8. Kakak-kakak tercinta; M. Rizqi, Irmah, Warman. Adik-adik tersayang:
Atikah Rahmawati, M. Darham Aditama, Lia Aprianti, dan Nur Wardatul
Jamilah. Serta keponakanku: M. Taqiyuddin, M. Fikri Zahir dan M. Nur
Fakhri Zamzami, M. Zein Abdilah dan Istriku Tercinta Unah Iskandar
iii
Syam yang menjadi penyemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat Kessos tempat berbagai macam inspirasi dan warna-
warni kehidupan. Sahri, Izmoel, Fahmi, Dony, Neo, Akmal, Iman, Riza,
dan Ersyad. Semoga persahabatan tetap abadi. Tidak ketinggalan juga
semua Teman-teman Perempuan thanks for all. Juga teman-teman Kessos
angkatan 2005 tanpa terkecuali, semoga persaudaraan tetap terjalin selama
nafas masih berhembus. Serta Kessos angkatan 2006, 2007 dan 2008
semoga sukses.
10. Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya
namun telah ikut berpartisipasi membantu dan mendo’akan penulis dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa
hormat, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih.
Pada akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan kepada para pembaca pada umunya. Dan juga
semoga semua perhatian, motivasi dan bantuan yang telah mereka berikan kepada
penulis mendapat imbalan dan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Semoga Allah
menuntun ke jalan yang lurus yaitu jalan yang Engkau ridhoi dan bukan jalan yang
Engkau murkai. Amin yaa Robbal’alamin.
Jakarta, 31 Desember 2009
M. Arif Iskandar
iv
DAFATAR ISI
ABSTRAK ……………………………………….……………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. v
DAFTAR LAMPIRAN ..………………………………………………………... viii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………….………. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..……………………………………….. 6
D. Metodologi Penelitian ..………………………………………………… 7
1.Pendekatan Penelitian ……………………………………………….. 8
2. Sumber Data ………………………………………………………… 8
3. Tekhnik Pengumpulan Data…………………………………………. 8
4. Analisis Data…………………………………………………………. 9
5.Tempat dan Waktu Penelitian ..……………………………………… 10
E. Tinjauan Pustaka……………………………………………………….. 10
F. Sistematika Penulisan…………………………………………… ……. 11
BAB II KERANGKA TEORI………………………………………….………. 13
A. Pemberdayaan Masyarakat………………………………………………. 13
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat………………………………... 13
2. Tahapan Pemberdayaan……………………………………….………. 16
3. Aras Pemberdayaan…………………………………………………… 20
B. Pekerja Seks Komersial …………………………………………………. 22
1. Pengertian Pekerja Seks Komersial…………………………………… 22
2. Pengertian Prostitusi ………………………………………………….. 26
3. Jenis-jenis Prostitusi …………………………………………………..
27
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Prostitusi ….. ……... 30
v
5. Dampak dari Prostitusi……………………………………….………..
34
C. High Speed……………………………………………………………….. 36
1. Pengertian High Speed………………………………………………… 36
2. Macam-macam Mesin High Speed ……………………………………. 37
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA………………………………….. 40
A. Gambaran Umum Lembaga………………………………………………. 40
1.
Sejarah Singkat …………………………………………………………….. 40
2.
Visi dan Misi PSKW............................................................................ 41
3.
Struktur Organisasi .............................................................................. 42
4.
Sasaran Pelayanan ............................................................................... 43
5.
Dasar Hukum ....................................................................................... 43
6.
Persyaratan Calon Siswa PSKW ......................................................... 44
7.
Proses Rehabilitasi .............................................................................. 44
a. Proses Pendekatan Awal dan Penerimaan Siswa ........................... 44
b. Bimbingan Sosial, Mental, Fisik, dan Keterampilan ...................... 45
c. Resosialisasi (Proses Pemulangan) ................................................ 46
d. Penyaluran....................................................................................... 46
e. Evaluasi ........................................................................................... 46
f. Terminasi ........................................................................................ 46
8. Sarana Dan Prasarana ............................................................................ 47
9. Target .................................................................................................... 48
10. Pembiyayaan Oprasional ....................................................................... 49
11. Kerjasama .............................................................................................. 49
vi
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN DI PANTI SOSIAL KARYA
WANITA (PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO.......................... 51
A. Bagaimna Metode yang Dilakukan dalam pemberian keterampilan Menjahit
High Speed bagi para Pekerja Seks Komersial di PSKW Mulya Jaya Pasar
Rebo...........................................................................................................
51
1. Pelatih .................................................................................................
52
2. Peserta .................................................................................................
53
3. Waktu Pelatihan High Speed ............................................................... 56
4. Kurikulum Pelatihan High Speed ........................................................
56
5. Alat-Alat Praktek keterampilan High Speed .......................................
61
B. Hasil dan Manfaat yang di Capai Dalam Program Keterampilan
High Speed Bagi WTS di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ....................
61
1. Awal Pelatihan Keterampilan High Speed ..........................................
61
2. Tahapan Pelatihan Keterampilan High Speed.....................................
62
3. Hasil dan Manfaat yang di Capai Dalam Pelatihan Keterampilan
High Speed...........................................................................................
C. Faktor
Pendukung
dan
Penghambat
dalam
Pelaksanaan
64
Program
Keterampilan High Speed di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ...............
67
BAB V PENUTUP……………………………………………………………… 71
A. Kesimpulan………………………………………………………………
71
B. Saran …………………………………………………………………….
73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Pada dasarnya setiap perempuan dan laki-laki adalah sama mereka
mempunyai derajat yang tinggi dan mereka patut untuk di hormati sebagai
mana mestinya, tidak ada yang membedakan antara perempuan dan laki-laki.
Perempuan punya hak untuk berekspresi dan prempuan juga mampu untuk
berkarya seperti para lelaki. Seperti apa yang telah Nabi sabdakan melalui
hadisnya:
“Sebaik-baiknya perempuan ialah perempuan yang apabila engkau
memandangnya ia menyenangkanmu, dan apabila engkau menyuruhnya maka
dituruti perintahmu dan jika engkau bepergian maka dipeliharanya hartamu
dan dijaganya kehormatannya.” (Al-Hadist). 1
Namun sayang kian waktu semua itu hilang tergerus dengan seiring
berjalannya waktu, banyak orang yang beranggapan wanita adalah barang
dagangan yang dapat dibeli dengan beberapa lembar uang dan perempuan
adalah pemenuh nafsu birahi semata bagi kaum adam. Sungguh sangat
menyedihkan bila budaya ini terus berlanjut hingga masa yang akan datang
maka akan percuma semua pengorbanan Ibu Kartini sebagai Pahlawan
pembela perempuan di Negri ini.
Hampir setiap hari kita melihat berita tentang prostitusi menghiasi layar
kaca dan menjadi pemenuh pada lembaran surat kabar di pagi hari, para
petugas melakukan razia tempat-tempat mesum dan berapa banyak dalam
razia tersebut yang tertangkap belasan bahkan puluhan wanita penghibur
1
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 2001), h. 378.
1
2
hampir setiap malam hal ini dilakukan para petugas namun tetap saja tidak
pernah habis bahkan semakin bertambah banyak seperti jamur yang tumbuh di
musim penghujan.
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit
masyarakat yang harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan
usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari kata pro-stituere atau
pro-stauree, yang berarti membiarkan diri membuat zina, melakukan
persundalan, percabulan, dan pergendakan. Sedangkan prostitue adalah
pelacur atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau wanita tuna susila. 2
Sejak jaman dahulu para pelacur selalu dikecam atau dikutuk oleh
masyarakat, karena tingkah lakunya yang tidak susila dan diangap mengotori
sakralitas hubungan seks. Mereka disebut sebagai orang-orang yang
melanggar norma moral, adat dan agama, bahkan kadang-kadang juga
melanggar norma negara, apabila negara tersebut melarangnya dengan
undang-undang atau peraturan.
Wanita-wanita pelacur kebanyakan ada di kota-kota, daerah-daerah
lalulintas para turis dan tempat-tempat plesir, dimana banyak didatangi orangorang yang hendak berlibur, beristirahat atau berwisata. Pada umumnya, di
tempat-tempat tersebut diterapkan prinsip 4S dari turisme, yaitu sea (laut dan
adanya air), sun (ada matahari), service (pelayanan) dan seks. Maka untuk
menyelegarakan pelayanan seks guna pemuaskan kebutuhan baik dari kaum
pria maupun wanita, diselenggarakan praktik-praktik pelacuran secara resmi di
2
h. 207.
Dr. kartini Kartono, Patologi Sosial-Jilid I, (Jakrta: PT. Graja Grafindo Persada, 2005),
3
bordil-bordil dan lokasi tertentu ataupun secara tidak resmi merembes ke
hotel-hotel, penginapan-penginapan dan tempat-tempat hiburan. 3
Namun, ada masyarakat-masyarakat tertentu yang memperkenankan
hubungan seks diluar perkawinan. Pada masyarakat Eskimo, kelahiran bayi di
luar pernikahan ditoleransi oleh masyarakat. Bahkan untuk menghormati
tamu-tamu yang terpandang istri sendiri disuruhnya tidur dengan tamunya dan
memberikan pelayanan seks seperlunya. Juga pada beberapa kelompok suku
di pulau Kei, Plores, Mentawai, sistem perkawinannya mengijinkan anak-anak
gadis melakukan hubungan kelamin dengan laki-laki sebelum menikah.
Bahakn gadis-gadis yang trampil dan pandai memberikan pelayanan seks akan
lebih laku terlebih dahulu
Bukan hanya para perempuan yang cukup umur yang menjajakan dirinya
sebagai wanita penghibur tetapi banyak gadis belia belasan tahun yang telah
terenggut keperawanannya demi uang, hal ini tidak hanya di Indonesia saja
tetapi hampir setiap belahan dunia kegiatan prostitusi ini ada bahkan sudah
menjadi perdagangan perempuan tingkat Internasional dan Indonesia adalah
salah satu pemasok terbesar, diantaranya melalui jasa Tenaga Kerja Wanita
(TKW) yang di kirim keberbagai Negara dengan alasan sebagai pekerja rumah
tangga.
Allah telah jelas melarang dalam Al-Qur’an:
⌧
⌧
3
Ibid., h. 230.
4
Artinya : “Dan Janganlah Kamu Mendekati Zina, Sesungguhnya Zina
Itu Adalah Perbuatan Yang Sangat Keji Dan Merupakan Suatu
Jalan Yang Buruk ’’ (QS. Al-Isra’:32)
Hingga pada akhirnya timbulah citra buruk di masyarakat bagi para
wanita ini sebagai WTS (Wanita Tuna Susila) pada dasarnya mereka tidak
mau melakukan hal tersebut mereka mau seperti kebanyakan para wanita baikbaik dan mendapatkan perlakuan yang baik di masyrakat. Tapi kenyataan telah
menuntun mereka seperti itu, penyebabnya antara lain: faktor ekonomi,
kerusakan rumah tangga, salah pergaulan dan yang sedihnya adalah dijual oleh
orang tua.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dampaknya mulai terasa sejak
awal tahun 1998 selain langsung pada kehidupan ekonomi bangsa, juga
berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi
mengakibatkan turunnya pendapatan nyata penduduk akibat hilangnya
kesempatan kerja. Dampak lanjutan adalah kerawanan yang menyangkut
berbagai hal, salah satu di antaranya adalah bidang ekonomi dan sosial. Krisis
ekonomi dapat meningkatkan jumlah penjaja seks komersial (PSK). Pekerja
seks yang beroperasi di Jakarta datang dari berbagai daerah. Suatu survey
menunjukkan bahwa mereka datang dari Jawa Timur 4%, dari Jambi 2%, dari
Sumatera Barat 6%, dari Jawa Tengah 17%, dari Jawa Barat 18% dan D.K.I
sendiri 50% (Suara Pembaruan, Maret 1999). 4
Sesuai surat keputusan Menteri Sosial RI Nomor 59/HUK/2003, Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Jakarta adalah salah satu Panti
Rehabilitasi Sosial yang menangani penyandang masalah tuna susila, dengan
kedudukan sebagai salah satu Pelaksana Tekhnis di lingkungan Departmen
4
Riyan Maulana, Data Prostitusi 2008, artikel ini diakses pada tanggal 1 Oktober 2009
dari http://www.pikiran rakyat.4a//.SeP,H content&task=view&id=254&Itemid=33.,
5
Sosial RI yang berada di bawah dan langsung bertanggung jawab langsung
kepada Direktorat Jendral Pelayaanan dan Rehabilitasi Sosial, sehari-hari
secara fungsional dibina oleh direktur Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial.
Tugas Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” adalah
memberikan pelayanan, perawatan dan rehabilitasi sosial yang bersifat
preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk pembinaan / bimbingan
fisik, mental, sosial, merubah sikap dan tingkah laku serta pelatihan
keterampilan, resosialisasi dan pembinaan lanjut bagi para tuna susila agar
mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya.
Untuk itu Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” yang
bergerak dalam rehabilitasi Wanita Tuna Susila sejak tahun 1959 yang berada
di bawah naungan Departmen Sosial RI memberikan pelatihan keterampilan
High Speed bagi para siswa tuna susila, di harapkan dengan pemberian
keterampilan
ini
akan
mengembalikan
keberfungsian
sosial
mereka
dimasyarakat dan mereka dapat bekerja dengan cara yang baik.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis
tertarik untuk meneliti mengenai Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial
Pada Program Keterampilan Menjahit High Speed di Panti Sosial Karya
Wanita (PSKW) Mulya Jaya Pasar Rebo-Jakarta Timur.
B. Pembatasan dan perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Mengingat keterbatasan penulis dalam hal ilmu pengetahuan, waktu,
dana dan agar terfokusnya pemikiran maka penelitian ini penulis batasi pada
6
masalah “Pemberdayaan Wanita Tuna Susila Pada Program Keterampilan
High Speed di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Pasar ReboJakarta Timur”.
2. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan peneliti lakukan adalah:
1). Bagaimana metode pemberian keterampilan program High Speed di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya kepada para
pekerja seks komersial dilakukan?
2). Bagaimanakah Hasil yang dicapai dalam pemberian keterampilan
program High Speed bagi para pekerja seks komersial di PSKW?
3). Apa saja paktor pendukung dan penghambat dalam pemberian
keterampilan program High Speed di PSKW?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a) Untuk mengetahui bagaimana metode pemberian keterampilan High
Speed di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya bagi para
pekerja seks komersial dilakukan.
b) Untuk mengetahui hasil yang dicapai dalam program keterampilan
High Speed di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya bapa
para pekerja seks komersial.
c) Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam
program keterampilan High Speed di PSKW.
7
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi masyarakat dan para
wanita tuna susila di PSKW, dan dapat dijadikan sumbangan
pemikiran bagi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya dalam
pemberian keterampilan program High Speed.
b. Secara Praktis
Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis, berkaitan dengan
konsep maupun metodologinya.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif,
menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif dalam berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati . 5
Menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai
rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi
sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan dihubungkan dengan
pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun
praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-
5
Syamsir Salam, Metode Penelitian Sisial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30.
8
informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu
generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.6
Penelitian ini menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya dalam rangka pemberian
keterampilan pada program High Speed bagi wanita tuna susila.
2. Sumber Data
a) Data Primer, yaitu berupa data yang diperoleh langsung dari
partisipan atau sasaran penelitian, yaitu para wanita tuna susila
yang menjadi siswi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya yang mengikuti program keterampilan High Speed
b) Data Sekunder, yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil
dari berbagai literature, buku-buku, atau internet yang berhubungan
dengan masalah penelitian ini.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
a) Observasi, Yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung
dalam pelaksanaan pemberian keterampilan High Speed bagi
wanita tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya.
b) Interview atau Wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk
memperoleh data dari berbagai nara sumber, wawancara dalam
penelitian ini lebih di arahkan kepada pelaksana program pelatihan
High Speed dan terutama pada penerima program tersebut yaitu
para siswa di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya.
6
Nawawi hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1992)h. 209.
9
c) Dokumentasi, dalam dokumentasi penelitian ini peneliti berusaha
mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam
bentuk data tertulis yang ada di lapangan serta data-data lain yang
didapat dari buku, majalah, surat kabar, artikel, kliping dan lainlain.
4. Analisis Data
Setelah data terkumpul dan informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melaksanakan
analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut
penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil
temuan penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai
dengan petikan hasil wawancara.
Nasir mengemukakan analisa data merupkan bagian yang sangat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat
diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah
penelitian. 7
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya
Jaya” dengan alamat Jl. Tat Twam Asi No. 47 Komp. Depsos Pasar ReboJakarta Timur 13760 Telp. (021) 8400631, Fax. 8415717. Penelitian ini
dilakukan pada bulan September-Oktober.
7
Moh. Nasir D. Metode Penelitian ,(Jakrta: Graha Indonesia, 1993) h.405.
10
E. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan studi kepustakaan, telah banyak bukubuku yang berhubungan dengan masalah prostitusi. Antara lain: Kartini
Kartono
Patologi Sosial-Jilid I, Kartini Kartono Patologi Abnormal dan
Patologi Seks dan Marzuki Umar Sa’abah, Seks dan Kita.
Studi kepustakaan juga penulis lakukan pada skripsi yang ada di
perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di antaranya: Evaluasi
Program Keterampilan Olahan Pangan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
Mulya Jaya Pasar Rebo oleh Tri Yani Kusuma dan Evaluasi Program
Bimbingan Rohani di Panti Wanita Kedoya oleh Unah Iskandar.
Namun demikian, penulis belum menemukan pembahasan mengenai
pentingnya pemberdayaan pekerja seks komersial melalui keterampilan High
Speed pada umumnya penulis dari setiap buku dan skripsi tersebut di atas
hanya menekankan/membahas hal-hal yang berkaitan dengan pekerja seks
komersial dan penyebap terjadinya prostitusi dan sedikit yang menulis tentang
pemberdayaan
para
pekerja
seks
komersial
guna
mengembalikan
keberfungsian sosial mereka.
Menyadari belum adanya pembahasan tentang pemberdayaan pekerja seks
komersial melalui program keterampilan High Speed penulis merasa perlu
melakukan studi lebih lanjut mengenai hal ini dalam sebuah skripsi. Oleh
karena itu skripsi ini membahas tentang pelaksanaan pemberdayaan para
pekerja seks komersial melalui program keterampilan High Speed dan apa saja
yang mereka dapatkan dari program keterampilan yang mereka jalankan.
11
F. Sistematika Penulisan
BAB I
: Pendahuluan
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian,
Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II
: Landasan Teori
Pengertian
Pemberdayaan,
Tahapan
Pemberdayaan,
Aras
Pemberdayaan, Pengertian Pekerja Seks Komersial, Pengertian
Prostitusi,
Jenis-jenis
Mempengaruhi Terjadinya
Prostitusi,
Faktor-faktor
yang
Prostitusi, Dampak dari Prostitusi
dan Pengertian High Speed.
BAB III
: Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
Jaya
Sejarah berdirinya, Visi dan Misi, Fungsi dan Tujuan, Program
Kerja dan Struktur Organisasi Panti dan Kiprah Panti Sosial
Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya dalam Pemberdayaan wanita
tuna susila.
BAB IV : Temuan dan hasil Penelitian di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
“Mulya Jaya” dalam rangka pemberdayaan wanita tuna susila:
Bagaimna
Metode
yang
Dilakukan
dalam
pemberian
keterampilan High Speed bagi para Pekerja Seks Komersial di
PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo, Bagaimanakah Hasil dan
Manfaat yang di Capai Dalam Program Keterampilan High Speed
Bagi Para Pekerja Seks Komersial di PSKW “Mulya Jaya” Pasar
12
Rebo, Apa Saja yang Menjadi Faktor Pendukung dan
Penghambat dalam Pelaksanaan Program Keterampilan High
Speed di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo.
BAB V
: Penutup
Kesimpulan dan Saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pemberdayaan masyarakat
1. Pengertian pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan
adalah
mengembalikan
keberfungsian
sosial
seseorang hingga ia mampu kembali berfungsi sosial dengan baik melalui
bantuan seorang agen perubah. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya,
seperti: pendidikan, kemanan, kesehatan dan lain sebagainya. 1
Istilah
pemberdayaan
masyrakat
mengacu
kepada
kata
empowerment yang berarti penguatan. Yaitu sebagai upaya untuk
mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat.
Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah
penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu
sistem yang mengorganisir diri mereka. Maka pendekatan pemberdayaan
masyarakat diharapkan adalah yang dapat memposisikan individu sebagai
subjek bukan sebagai objek. 2
Menurut
Suharto
(2005)
pemberdayaan
menunjuk
kepada
kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga
mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi
kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom),
dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas
1
Siti nafsiyah, Disability dan Gerontologi, disampaikan pada kuliah Disability dan
Gerontologi kesejahteraan sosial, April 2008.
2
Siti halimah Assa’diyah, Pemberdaayaan Tuna Netra Melalui Komputer Bicara di
Yayasan Mitra Netra Jakarta Selatan, dalam Nurjanah, Ed., Implikasi Filsafat Konstruktivisme
Untuk Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2007). Cet.1, h. 79.
13
15
dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan (b) menjangkau
sumber-sumber
produktif
yang
memungkinkan
mereka
dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasajasa yang mereka perlukan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan
dan keputusan-keputusan yang memungkinkan kehidupan mereka. 3
Shardlow (1998) melihat bahwa berbagai pengertian yang ada
mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu,
kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri
dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan
keinginan mereka (“such a definition of empowerent is centrally about
people taking control of their own lives and having the power to shape
their own future”). Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan
bahwa pemberdayaan adalah sebagai suatu gagasan. 4
Biestik (1961) berpendapat yang dimaksud dengan gagasan yang
dikenal dalam ilmu kesejahteraaan sosial dengan nama Self-Determination
atau prinsip dasar dalam bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial.
Prinsip ini pada dasarnya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa
yang harus ia lakukan dalam upaya mengatasi permasalahan yang ia
hadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam
membentuk hari depannya. 5
Menurut Diana pemberdayaan dapat diartikan sebagai perubahan
kearah yang lebih baik, dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan
3
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), h. 58.
4
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pembangunan dan Intervensi Komunitas, (Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 54-55.
5
Ibid h. 55.
15
16
terkait dengan upaya meningkatkan taraf hidup ketingkat yang lebih baik.
Pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri
untuk menggunakan daya yang dimiliki, tentunya dalam menetapkan
tindakan yang lebih baik lagi. 6
Jadi pemberdayaan adalah mengembalikan keberfungsian sosial
seseorang seperti semula dengan bantuan seorang tenaga perubah dengan
memanfaatkan potensi yang ada pada diri seseorang tersebut baik secara
individual, kelompok dan masyarakat agar mereka dapat keluar dari segala
permasalahan yang mereka hadapi sehingga mereka mendapatkan
kebebasan (free) dalam berbagai hal, di antaranya adalah: masalah
ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya yang
bersifat manusiawi.
2. Tahapan pemberdayaan
Menurut Nanih Mahendrawati dan Agus Ahmad Syafe’I ada tiga
tahapan dalam pemberdayaan, yaitu:
1. Pemberdayaan pada mata ruhaniah, dalam hal ini terjadi degradasi
moral atau pergeseran nilai masyarakat Islam yang sangat
mengguncang kesadran Islam. oleh karena itu pemberdayaan jiwa
dan akhlak harus lebih ditingkatkan.
2. Pemberdayaan intelektual, pada saat ini seperti yang disaksikan
betapa umat Islam Indonesia sudah jauh tertinggal dalam kemajuan
6
Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press 1991),h.15.
16
17
penguasaan tekhnologi, untuk itu di perlukan berbagai upaya
pemberdayaan intelektual sebagai perjuangan besar (jihad).
3. Pemberdayaan ekonomi, masalah kemiskinan menjadi semakin
identik dengan masyarakat Islam Indonesia, pemecahannya adalah
tanggung jawab masyarakat Islam sendiri. 7
7
Syamsudin RS, Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat Islam Dalam Dakwah Islam,
(Bandung: KP. HADID 1999), h. 28.
17
18
Sedangkan menurut Adi (2003), tahapan pemberdayaan adalah
sebagai berikut:
Persiapan (Engagment)
Pengkajian (Assesment)
Perencanaan Alternatif
Program atau Kegiatan
Pemformulasian rencana
aksi
Pelaksanaan Program
atau Kegiatan
Evaluasi
Terminasi
Untuk memperjelas bagan di atas maka di bawah ini akan
diuraikan penjelasannya:
a. Tahapan Persiapan (Engagment)
Pada tahap ini ada dua tahap yang harus dikerjakan yaitu, pertama
penyiapan petugas atau tenaga pemberdaya masyarakat yang bisa
juga dilakukan oleh Community Worker hal ini diperlukan untuk
menyamakan persepsi antara anggota tim mengenai pendekatan apa
yang akan dipilih, penyiapan petugas lebih diperlukan lagi bila dalam
proses pemberdayaan masyarakat tenaga yang dipilih memiliki latar
18
19
belakang yang berbeda antara satu sama lain seperti: pendidikan,
agama, suku dan strata. dan penyiapan lapangan yang pada dasarnya
diusahakan dilakukan secara non direktif
b. Tahapan Pengkajian (Assesment)
Proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melaui tokohtokoh masyarakat (Key Person), tetapi juga dapat melalui kelompokkelompok dan masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha
mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (Felt Needs)
dan juga sumberdaya yang dimiliki klien atau lebih tepatnya jika
menggunakan teori SWOT dengan melihat kekuatan (Strength),
kelemahan (Weaknesses), kesempatan (Opportunities), dan ancaman
(Threat).
c. Tahapan Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah secara partisipatif
mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang
mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini
masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif
program dan kegiatan yang dapat dilakukan
d. Tahapan Pemformulasian rencana aksi
Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk
memformulasikan gagasan mereka kedalam bentuk tertulis, terutama
bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang
dana.
19
20
e. Tahapan Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran
masyarakat
sebagai
kader
diharapkan
dapat
menjaga
keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerja sama
antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap
ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik
melenceng atau kembali pada tahap-tahap awal.
f. Tahapan Evaluasi
Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap
program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya
dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga
tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu
sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka
panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri
dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada.
g. Tahapan Terminasi
Tahapan terminasi merupakan tahapan pemutusan secara formal
dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan petugas tidak
meninggalkan komunitas secara tiba-tiba walaupun proyek harus
segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak meskipun
tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan mengurangi
kontak dengan komunitas sasaran. 8
8
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta:
FISIF UI Perss, 2004), h.56.
20
21
3. Aras pemberdayaan
Dalam
konteks
pekerjaan
sosial
menurut
Edi
Suharto
pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan
(empowerment setting) :
1. Aras Mikro, pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan konseling, stress management, crisis intervensison.
Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut
sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task contered
approach).
2. Aras Mezzo, pemberdayaan dilakukan kepada sekelompok klien,
pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervensi, pendidikan dan pelatihan, dan dinamika kelompok.
Biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3. Aras Makro, pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar
(Large System Strategi). Karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungan yang lebih luas, perumusan kebijakan, perencanan
sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,
dan manajemen konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
21
22
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri dan untuk
memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak. 9
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan diatas
dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat di
singkat menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan,
Penyokongan dan Pemeliharaan.
1. Pemungkinan: Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus
mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan
struktural yang menghambat.
2. Penguatan: Memperkuat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan
segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang
menunjang kemandirian mereka.
3. Perlindungan: Melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat. Pemberdayaan harus
diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi
yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
4. Penyokongan:
masyarakat
Memberikan
mampu
bimbingan
menjalankan
dan
peranan
dukungan
dan
agar
tugas-tugas
kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat
9
Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 66-67.
22
23
agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah
dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan: Memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh
kesempatan berusaha. 10
B. Warga Binaan Sosial (WBS)
1. Pengertian Warga Binaan Sosial
Dalam kehidupan sekarang ini keberadaan Pekerja Seks Komersial
atau sering disebut PSK merupakan fenomena yang tidak asing lagi dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, akan tetapi keberadaan tersebut ternyata
masih menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Apakah Pekerja
Seks Komersial (PSK) termasuk kaum yang tersingkirkan atau kaum yang
terhina, hal tersebut mungkin sampai sekarang belum ada jawaban yang
dirasa dapat mengakomodasi konsep PSK itu sendiri. Hal ini sebagaian
besar disebabkan karena mereka tidak dapat menanggung biaya hidup
yang sekarang ini semuanya serba mahal.
Dalam kamus B. Indonesia “Pekerja Seks Komersial” atau WTS
dapat diartikan secara terpisah yaitu, “Pekerja” artinya, orang yang
bekerja; orang yang menerima upah atas hasil kerjanya, “Seks” artinya,
jenis kelamin, hal yang berhubungan dengan alat kelamin seperti
10
Ibid., h. 67-68.
23
24
senggama; birahi, “Komersial” artinya, berhubungan dengan niaga atau
perdagangan; dimaksudkan untuk perdagangan; bernilai niaga tinggi,
kadang-kadang mengorbankan nilai-nilai sosial, budaya, agama dan lain
sebagainya. 11
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit
masyarakat yang harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan
usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari kata pro-stituere
atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri membuat zina, melakukan
persundalan, percabulan, dan pergendakan. Sedangkan prostitue adalah
pelacur atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau wanita tuna
susila. 12
Dalam pandangan Departmen Sosial RI Pekerja Seks Komersial
adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau
lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian di luar perkawinan yang
sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi dan jasa. Pekerja
Seks Komersial yang diklasifikasikan dalam PMKS adalah Pekerja Seks
yang memiliki permasalahan sosial berkaitan dengan sumber mata
Pencaharian. 13
Tidak jauh berbeda Istilah pelacur sering diperhalus dengan
pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga mengacu
kepada layanan seks komersial. Dalam pengertian yang lebih luas,
seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga
11
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Ikhtiar Baru Van Hove, 1984) Jilid 5, h. 554, 1014, 5803.
12
kartini, Patologi Sosial-Jilid I, h. 207.
13
Departmen Sosial RI, Penyandang Masalah Sosial, artikel ini di akses pada tanggal 1
Oktober 2009 dari http://www.depsos.go.id/modules.phap?name-News&file-side-327.
24
25
juga disebut melacurkan dirinya sendiri, di Indonesia pelacur sebagai
pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini
menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk
hina dan menjadi musuh masyarakat. 14
Menurut Soejono Soekanto yang dikutip Abdul Syani dalam
Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, mengartikan bahwa “Wanita
Tuna Susila” adalah sebagai suatu pekerjaan yang bersifat penyerahan diri
kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan
mendapat upah. 15
Peraturan Pemerintah DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai
penaggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut: “ Wanita
tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubungan kelamin diluar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun
tidak”. Sedangkan Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat
menyebutkan “Pelacur atau WTS adalah mereka yang biasa melakukan
hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah. 16
Menurut Waraw, wanita tuna susila sebagai masalah sosial karena
wanita tuna susila merugikan keselamatan, ketentraman dan kemakmuran
baik jasmani, rohani maupun sosial dan kehidupan bersama. Dengan
14
Syamsul Arif, Prostitusi di Negara Berkembang, artikel ini diakses pada tanggal 5
Oktober2009http://yanrehsos.depsos.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=254&
Itemid=15.
15
Abdul Syani, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, (Jakarta: Fajar Agung, 1987), h.
133.
16
kartini, Patologi Sosial-Jilid I, h. 214.
25
26
demikian wanita tuna susila dipandang dari berbagai sudut merupakan
tindakan yang sangat merugikan masyarakat. 17
Sedangkan menurut kamus sosiologi disebutkan bahwa wanita tuna
susila adalah proses memperjual belikan jasa-jasa seksual. Lazimnya
dilakukan oleh wanita walau kemungkinan adanya pelacur pria. 18
Sedangkan dalam agama Islam prostitusi dikenal dengan nama
Zinah atau Perzinahan, yaitu hubungan seorang laki-laki dan perempuan
diluar penikahan baik dia
sudah menikah atau belum menikah, yang
berbuat zinah dinamakan Zani (penzinah laki-laki) dan Zaniah (penzinah
perempuan) sedangkan orang yang berzina ada dua macam: 1. “Muhsan”,
yaitu orang yang sudah baligh, berakal, merdeka, dan pernah bercampur
dengan jalan yang sah. Hukuman bagi mereka adalah “rajam” (dilontar
dengan batu sederhana sampai mati). 2. “Goira Muhsan”, yaitu yang tidak
mencukupi syarat-syarat diatas, seperti: gadis dan budak. Hukuman bagi
mereka adalah didera seratus kali dan diasingkan keluar negeri selama satu
tahun. 19
Dari banyaknya pendapat yang mengemukakan tentang Wanita
Tuna Susila bisa disimpulkan bahwa mereka/WTS adalah orang yang
bekerja dengan menjual diri mereka kepada orang lain demi mendapatkan
imbalan berupa uang, barang atau jasa guna memenuhi semua kebutuhan
hidupnya baik pribadi atau keluarga.
17
Alam. As, Pelacuran dan Pemasaran, Studi Sosiologi Tentang Eksploitasi Manusia oleh
Mnusia, (Bandung: CV. ALUMNI 1997) h. 32.
18
Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 158.
19
Rasjid, Fiqih Islam, h. 436.
26
27
Pada dasarnya mereka adalah manusia biasa yang ingin
mendapatkan penghormatan seperti para wanita pada umumnya di
masyarakat yang dihormati, disayangi, dicintai dan berprilaku normal,
namun karena perbuatan mereka yang tidak bermoral maka mereka
menjadi sampah masyarakat yang hina dan menjadi musuh bagi
masyarakat
2. Pengertian Prostitusi
Sarjana P.J. de Bruin van Amstel menyatakan sebagai berikut:
“Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki
dengan pembayaran”. Definisi ini mengemukakan adanya unsur-unsur
ekonomis dan penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulangulang atau terus menerus dengan banyak laki-laki. 20
Dr. Kartini Kartono mengemukakan definisi prostitusi dalam buku
Patologi Sosial jilid I sebagai berikut:
a. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola
organisasi implus/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak
terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa
kendali dengan banyak orang (Promiskuitas), disertai eksploitasi
dan komersialisasi seks yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.
b. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan)
dengan cara memperjual belikan badan, kehormatan, kepribadian
20
kartini, Patologi Sosial-Jilid I, h. 215.
27
28
kepada orang banyak untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan
imbalan pembayaran.
c. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang
menyerahkan badannya untuk berbuat cabul serta seksual dengan
mendapatkan upah. 21
Jelasnya, prostitusi itu bisa dilakukan baik oleh kaum wanita dan
pria. Jadi, ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang
bersama-sama melakukan perbuatan cabul tidak hanya berupa hubungan
kelamin di luar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa
homoseksual dan permainan-permainan seksual lainnya. 22
3. Jenis-jenis Prostitusi
Dari hasil penelitian dilapangan sebelumnya yang dilakukan oleh
Hull (1996), terdapat tipe-tipe pelacuran yang diklasifikasikan berdasarkan
atas perbedaannya. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan perbedaan kelas pelangannya, yaitu:
Kelas ekonomi menengah kebawah vs menengah keatas.
Pelanggan menengah keatas memiliki gaya hidup yang berbeda
dengan pelanggan dari kelas menengah kebawah, oleh karena itu
ada tempat-tempat dimana bangunan dan fasilitasnya disesuaikan
dengan kondisi para pelanggan.
21
Ibid., h. 216.
Mulia, T.S.G. et. al., Pelacuran. Ensikopledi Indonesia, (Bandung: N. V. W. van Hoevc,
2001) h. 161.
22
28
29
b. Berdasarkan lokasi/tempat, yaitu:
Pelacuran terbuka vs terselubung
Pelacuran terjadi baik secara terbuka maupun sebagai kegiatan
terselubung. Pelacuran terbuka dilaksanakan seperti di lokasi
sekitar daerah lampu merah, jalan-jalan, dan taman. Sedangkan
pelacuran terselubung dilaksanakan seperti di panti pijat, salon
kecantikan, diskotek, bar/kafe, dan mal/plaza.
c. Berdasarkan sistem kerja, yaitu:
Freelance vs terikat
Sistem kerja secara freelance artinya mereka para WTS beroprasi
secara mandiri (tidak dibawah kendali seorang germo) dan bebas
melakukan kegiatannya tanpa harus terikat oleh waktu. Sedangkan
sistem kerja terikat artinya mereka bekerja di bawah kendali
seorang germo/perantara dan berkewajiban membayar sejumlah
uang kepada germo/perantaranya. 23
Sedangkan Kartini Kartono Berpendapat dalam buku Patologi
Sosial sebagai berikut;
a. Menurut aktifitasnya, yaitu:
Terdaftar dan tidak terdaftar
Prostitusi yang terdaftar pelakuknya diawsai oleh bagian Vice
Control dari kepolisian, yang dibantu dan bekerja sama dengan
Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka
dilokasikan pada daerah tertentu. Penghuninya secara prodik harus
23
ILO, Sebuah Kajian cepat: Perdagangan Anak untuk Tujuan Pelacuran di Jakarta dan
Jawa Barat, (Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional, 2004), h. 25.
29
30
memeriksakan dirinya pada dokter atau petugas kesehatan dan
mendapatkan penyuntikan serta pengobatan sebagai tindakan
kesehatan dan keamanan umum.
Prostitusi yang tidak terdaftar termasuk dalam kelompok ini adalah
mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar,
baik secara perorangan maupun secara kelompok. Perbuatannya
tidak terorganisasi, tempatnya pun tidak tertentu bisa disembarang
tempat. Baik mencari mangsa sendiri, maupun melalui calo-calo
dan panggilan. Mereka tidak mencatat diri mereka pada yang
berwajib. Sehingga kesehatannya sangat diragukan karena belum
tentu mereka itu mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter.
b. Menurut jumlahnya, yaitu:
Individual dan terorganisir, yaitu:
Prostitusi yang beroprasi secara individual merupakan singel
operator, sedangkan prostitusi yang bekerja dengan bantuan
organisasi dan sindikat yang teratur rapi mereka adalah prostitusi
yang terorganisir dan sistem kerja mereka diatur oleh suatu
organisasi. 24
Semakin berkembangnya zaman maka semakin jadilah macammacam prostitusi bukan hanya barang elektronik yang semakin maju dan
canggih, dunia prostitusi juga demikian jika dahulu mereka para WTS
hanya melakukan kegiatan terselubung kini bisa dengan jelas, dapat
dipanggil, bukan hanya malam hari dan dibantu dengan aparatur
24
kartini, Patologi Sosial-Jilid I, h. 252.
30
31
pemerintahan yang ada. Walaupun demikian tetap saja keberadaan tempat
prostitusi adalah lahan maksiat yang harus dimusnahkan.
Kita
tidak
dapat
membiarkan
kemaksiatan
terjadi
dan
menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan membuka luas
lahan penyebaran penyakit bagi para penerus bangsa di masa yang akan
datang.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya prostitusi
Soedjono Soekanto berpendapat, sebab-sebab terjadinya prostitusi
harus dilihat dari faktor-faktor endogen. Seperti nafsu kelamin yang besar,
sifat malas dan keinginan yang besar untuk hidup mewah. Di antara faktor
eksogen yang utama adalah faktor ekonomis, urbanisasi yang tidak teratur,
keadaan yang tidak memenuhi syarat dan seterusnya. 25
Sedangkan Marzuki Umar Sa’abah mengatakan bahwa penyebap
terjadinya prostitusi pada diri seseorang adalah karena:
a. Hubungan keluarga berantakan, terlalu menekan dan mengalami
penyiksaan seksual dalam keluarga.
b. Kegagalan keluarga dalam memfungsikan perannya sebagai
pembina nilai-nilai keagamaan atau nilai-nilai agama yang dianut
tidak memberikan dasar untuk menolak prostitusi.
c. Paduan antara kemiskinan, kebodohan, kekerasan dan tekanan
penguasa. 26
25
26
Soedjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985) h. 159.
Marzuki Umar Sa’abah, Seks dan Kita, (Jakarta: Gema Insani Perss,1998), cet.I, h. 87.
31
32
Sedangkan Kartini Kartono Berpendapat lebih banyak tentang
terjadinya prostitusi sebagaimana tertulis dalam buku Patologi Sosial,
diantaranya:
a. Kurangnya pendidikan
Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk
menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan
kesenangan melalui jalan yang pendek. Kurang pengertian, kurang
pendidikan dan buta huruf sehingga menghalalkan pelacuran.
b. Tekanan ekonomi
Faktor kemiskinan, tekanan ekonomi, dan adanya pertimbanganpertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya khususnya dalam upaya mendapatkan status sosial yang
lebih baik.
c. Aspirasi materil pada diri wanita yang menginginkan kehidupan
mewah
Tingginya keinginan para wanita untuk mengejar kesenangan dan
ketamakan dalam berpakaian indah dan perhiasaan yang mewah
atau ingin hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja.
d. Termakan janji manis para calo yang menjanjikan pekerjaan
dengan upah besar
Banyak dari para korban prostitusi dibuai janji para lelaki dan calo
untuk pekerjaan-pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi. Misalnya
sebagai pelayan toko, bintang film, pragawati, dan lain-lain.
32
33
Namun pada akhirnya mereka dijebloskan kedalam bordil-bordil
dan rumah-rumah pelacuran.
Menurul ILO (International Labor Organization), di Jepang sekitar
80% imigran perempuan terjerumus kedalam dunia prostitusi yang
dikamuflase menjadi dunia entertainment, dan salah satu negara
pemasoknya adalah Indonesia.
e. Penundaan perkawinan
Jauh sesudah kematangan biologis disebabkan oleh pertimbanganpertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi, lebih suka
melacurkan diri dari pada kawin.
f. Adanya traumatis (luka jiwa) dan shock mental
Para wanita mengalami berbagai macam hal kegagalan dalam
bercinta atau pernikahan dimadu, ditipu, sehingga kematangan seks
yang terlalu dini dan abnormalitas seks. Contoh: seorang gadis
cilik yang pernah terenggut kesuciannya oleh seorang laki-laki,
menjadi terlalu cepat matang secara seksual ataupun menjadi patah
hati dan penuh dendam kesumat, lalu menerjunkan dirinya kedalam
dunia pelacuran.
g. Adanya nafsu seks yang abnormal yang menyebapkan tidak puas
terhadap satu pasangan
Nafsu seks yang abnormal dan tidak terintegrasi dalam
kepribadian, dan keloyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga
tidak puas mengadakan relasi seks dengan satu pasangan.
33
34
h. Melakukan
hubungan seks sebelum perkawinan sekedar untuk
menikmati keindahan masa muda.
Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka
melakukan hubungan seks sebelum perkawinan (premarital
sexrelation) untuk sekedar iseng atau untuk menikmati “masa
indah” di kala muda. Atau sebagai simbol keberanian atau
kegagahan telah menjalani dunia seks secara nyata. Selanjutnya,
gadis-gadis tadi terbiasa melakukan banyak hubungan seks dengan
pemuda-pemuda sebayanya dan trerperosoklah dalam dunia
pelacuran.
i. Banyaknya stimulasi seks dalam berbagai bentuk
Misalnya Film-film biru, gambar-gambar biru, bacaan cabul, ganggang anak muda yang memperaktikkan relasi seks, Kecanduan
obat-obatan dan memaksakan diri untuk menjadi pelacur untuk
dapat membeli obat-obatan tersebut.
j. Ajakan teman yang telah terlebih dahulu terjun dalam dunia
prostitusi
Pekerjaan menjadi pelacur tidak membutuhkan keterampilan/skill,
tidak memerlukan inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang
yang
bersangkutan
memiliki
kecantikan,
kemudahan,
dan
keberanian. Tidak hanya orang-orang normal, wanita-wanita yang
agak lemah ingatan pun bisa melakukan pekerjaan ini.
k. Ada kebutuhan seks yang normal akan tetapi tidak terpuaskan oleh
pihak suami
34
35
Misalnya karena suami impoten, lama menderita sakit, banyak
istri-istri lain hingga suami jarang mendatangi yang bersangkutan,
lama bertugas ditempat yang jauh, dan lain-lain. 27
Jelaslah bahwa eksploitasi perempuan yang selama ini timbul
adalah konsekuensi dari banyak sistem yang tidak adil. Banyak perempuan
yang berperan sebagai pekerja seks dalam dunia pertama datang dari dunia
kedua, ketiga dan keempat. Di Indonesia dan di tempat lain banyak dari
mereka diperdagangkan dari negeri lain untuk melayani permintaan
jumlah pelanggan yang meningkat.
Betapa tidak adilnya dunia bagi para wanita, mereka membutuhkan
keadilan yang layak dan kesejahteraan dalam kehidupan mereka.
5. Dampak dari Prostitusi
Kartini Kartono Berpendapat banyak tentang dampak dari
prostitusi sebagaimana tertulis dalam buku Patologi Sosial, diantaranya:
a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit
Penyakit yang paling sering terjadi ialah syphilis dan gonorrhoe
(kencing nanah). Terutama syphilis, apabila tidak mendapatkan
pengobatan yang sempurna bisa menimbulkan cacat jasmani dan
rohani pada diri sendiri dan anak keturunan. Antara lain ialah: (1)
Congential syphilis (sipilis herediter/keturunan) yang menyerang bayi
semasih dalam kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau
bayi lahir mati. Jika bayi bisa lahir biasanya kurang bobot, kurang
27
kartini Kartono, Patologi Sosial-Jilid I, h. 245-247.
35
36
darah, buta, tuli, kurang inteligensinya, defect (rusak cacat) mental dan
defect jasmani lainnya. (2) Syphilis amenita, yang mengakibatkan
cacat mental ringan, retardasi atau lemah ingatan dan imbisilitas.
Sedangkan yang berat bisa mengakibatkan serangan epilepsi atau ayan,
kelumpuhan sebagian dan kelumpuhan total, bisa jadi idiot psikotik,
atau menurunkan anak idiocy.
b. merusak sendi-sendi kehidupan keluarga
Suami-suami yang tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya
sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan.
c. Memberikan dampak buruk pada anak-anak remaja pada kriminal dan
obat-obatan
Dampak buruk bagi remaja adalah adanya pengaruh demoralisasi
kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa
puber dan adolesensi serta
berkorelasi dengan kriminalitas dan
kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lainlain).
d. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama
Terutama
sekali
menggoyahkan
sendi
perkawinan,
sehingga
menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama karena
digantikan dengan pola pelacuran dan promiskuitas yaitu digantikan
dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang
awut-awutan, murah serta tidak bertanggung jawab. Bila pola
pelacuran ini telah membudaya maka rusaklah sendi-sendi kehidupan
keluarga yang sehat.
36
37
e. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain
Pada umumnya wanita-wanita pelacur ini hanya menerima upah
sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena
sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centengcenteng, pelindung dan lain-lain. Dengan kata lain ada sekelompok
manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.
f. Menyebapkan terjadinya disfungsi seksual
Misalnya: impotensi, anorgasme, nymfomania, satyriasis, ejakulasi
premature yaitu pembuangan sperma sebelum zaakar melakukan
penetrasi dalam vagina atau liang sanggama, dan lain-lain. 28
C. High Speed
1. Pengertian High Speed
Pada dasarnya High Speed (mesin jahit cepat) tepatnya mesin besar
yang digunakan pada pabrik tekstil tidak jauh berbeda dengan mesin jahit
pada umumnya. Hanya saja telah mengalami berbagai perubahan, tidak
lagi mengandalkan tenaga manusia untuk mengoprasikannya melainkan
dengan menggunakan tenaga listrik yang disambungkan kedinamo sebagai
penggerak mesin. Mesin High Speed terdiri dari berbagai macam. 29
28
Ibid., h. 250-252.
Ridwan Firdaus, Macam-macam Mesin High Speed, artikel ini diakses pada tanggal 23
Oktober 2009 dari http://e-nengcaos.com/archives/100.
29
37
38
2. Macam-macam Mesin High Speed
a. Mesin Jahit jarum 1 ( single needle )
Mesin jahit jarum satu merupakan mesin jahit pokok yang harus
dipunyai
dalam dunia garment. Adapun teknologi baru yang dikembangkan
pada mesin ini adalah :
1. Otomatis Potong Benang ( Automatic Thread trimmer )
Mesin single needle yang berfasilitaskan otomatis potong benang
merupakan trend mesin yang dibutuhkan dunia garment saat ini.
Dimana sistem ini menghilangkan tenaga tambahan yang
dikeluarkan operator untuk memutus benang setelah dijahit. Jadi
sehabis bahan dijahit maka secara otomatis benang akan putus dan
bahan bisa langsung diambil dilanjutkan dengan proses jahit yang
lain.
2. Control panel
control panel digunakan untuk memprogram suatu jahitan yang
berada pada mesin tersebut. control panel ini menempel diatas
body mesin. Contoh program yang bisa diatur dengan control panel
adalah jahitan label, otomatis jahitan kunci, menjahit terus menerus
dll.
3. Direct drive
Teknologi ini memakai motor berkekuatan tinggi yang ditanam
didalam body mesin. Pada mesin ini sudah tidak ditemui lagi
dynamo yang berukuran relatif lebih besar dari bawah meja mesin
38
39
jahit itu sendiri. Dengan direct drive maka getaran yang dihasilkan
sangat kecil sehingga tingkat keakuratan jahitan lebih bagus.
4. Dry Head
Mesin ini didesain tanpa ada minyak sama sekali atau dengan
sedikit minyak yang ditampung dalam botol kecil. teknologi ini
dikembangkan berdasarkan kendala yang terjadi di lapangan,
dengan seringnya bahan itu kotor karena terkena minyak mesin.
b. Mesin jahit jarum 2 (double needle)
Macam – macam tipe jarum dua :
1. Jarum dua standar
2. Jarum dua split
Mesin ini memungkinkan untuk mengatur salah satu jarum utuk
jahit / tidak. Contoh proses pada saku.
3. Jarum dua rantai
Mesin ini sama dengan mesin jarum dua standart tapi jahitan
bawah yang dihasilkan adalah jahitan rantai.
c. Mesin obras (overlock)
Dimana mesin ini untuk jahit pengaman bahan. Mesin ada 4 tipe :
obras benang 3, obras benang 4, obras benang 5, obras benang 6. setiap
mesin mempunyai fungsi masing masing dilihat dari proses yang
dijahit.
d. Mesin bartacking
Mesin bartacking digunakan untuk menjahit kunci pada akhir jahitan.
Teknologi didalam mesin bartack adalah :
39
40
1. Computer controlled
Patren dan kecepatan bartack yang diinginkan dapat diatur dengan
mudah oleh control panel.
2. Active tension
Teknologi ini memungkinkan kita mengatur kekencangan jahitan
yang berbeda didalam dua model jahitan yang berbeda pada bahan
yang berbeda yang dilakukan sekaligus.
3. Direct Drive
Motor penggerak dengan kualitas tinggi ditanamkan langsung
didalam body mesin.
e. Mesin pasang kancing
Ada 2 tipe mesin pasang kancing :
1. Pasang kancing chainstitch
model mesin lama yang masih sangat manual. Hasil jahitannya
adalah jahitan rantai yang bila satu jahitan itu lepas maka akan
sangat mudah kancing itu lepas dari jahitan.
2. Pasang kancing lockstitch
model mesin terbaru yang sekarang ini menjadi trend di dunia
buyer fhasion dunia. Dengan jahitan lockstitch maka kualitas
jahitan akan lebih tahan lama, anti copot. Model pasang kancing
lockstitch pertama keluar langsung berbasis otomatis program
komputer. Teknologi pasang kancing computer adalah : direct
drive, active tension dan automatic program.
40
41
f. Mesin lubang kancing
Mesin lubang kancing merupakan salah satu mesin spesial di sektor
produksi garment. Teknologi mesin lubang kancing JUKI adalah :
1. Computer controlled
2. Bastingstitch system
3. Active tension
4. Option long presser foot ( 120 mm )
g. Mesin Zig zag
Mesin jahit yang menghasilkan jahitan zig zag 2 step dan zig zag 3
step. 30
30
Ibid.
41
BAB III
GAMBARAN LEMBAGA
A. Gambaran Umum Lembaga
1. Sejarah Singkat
Panti Sosial Kaya Wanita “Mulya Jaya” adalah salah satu lembaga
yang menangani masalah wanita tuna susila. Lembaga ini didirikan oleh
Departemen Sosial RI., pada tahun 1959 panti ini berstatus Pilot Projek
Pusat
Pendidikan
Wanita,
sebagai
projek
percontohan
Depsos.
Pembangunan dan penyempurnaan panti ini dilakukan secara bertahap.
Setahun kemudian tepatnya tanggal 20 Desember 1960 dibuka oleh
Menteri Sosial Bapak H. Moeljadi Djojomartono (Alm) dengan nama
Mulya Jaya berdasarkan motto panti sendiri yaitu, “Wanita Mulya Negara
Pasti Jaya”. 1
Pada tahun 1963 panti ini diresmikan menjadi Panti Pendidikan
Wanita (PPW) Mulya Jaya berdasarkan SK Menteri Sosial RI No. HUK/41-9/10005 tanggal 1 Juni 1963. Setelah enam tahun kemudian (1969) pada
pelita 1 disempurnakan kembali menjadi Panti Pendidikan dan Pengajaran
Kegunaan Wanita “Mulya Jaya” (P3KW). Dan pada tahun 1979 ditetapkan
menjadi Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila “Mulya Jaya” (PRWTS)
dengan SK Menteri Sosial dengan No. 41/HUK/Kep/XI/1979 tanggal 1
November 1979 yang sekaligus diterbitkan struktur organisasi dan tata
kerja panti di seluruh Indonesia.
1
Brosur, Departemen Sosial RI Panti Sosial karya wanita”Mulya Jaya”. Th. 2008.
40
41
Berdasarkan SK Menteri Sosial di atas pula pada akhirnya tanggal
31 Desember 1982, Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila “Mulya Jaya”
diserahkan pada Kanwil Departemen Sosial DKI Jakarta dan sejak tanggal
23 April 1994 nama Panti Rehabilitasi Wanita (PRW) “Mulya Jaya”
dengan Mensos RI No. 14/HUK/1994, dan pada tanggal 24 April 1995
ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”
sampai sekarang. 2
2. Visi dan Misi PSKW
1. Visi:
“Pelayanan Dan Rehabilitasi Tuna Susila yang Bermutu Dan
Profesional”.
2. Misi:
a. Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sesuai dengan paduan
yang ada.
b. Mewujudkan Keberhasilan Pelayan dan Rehabilitasi Tuna Susila
sesuai dengan indikator indikator keberhasilan Pelayan dan
Rehabilitasi Tuna Susila.
c. Mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait
pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan Pelayanan
dan Rehabilitasi Tuna Susila. 3
2
Brosur Panti Sosial Karya Wanita ( PSKW ) “ Mulya Jaya “, Kep / Mensos RI No:
22/HUK/ 1995.
42
3. Struktur organisasi
SK. Menteri Sosial RI No : 22 Tahun 1995 4
KEPALA PANTI
Drs. Suyono MM
Kepala Sub Bagian Tata
Usaha
Emi Astuti, S.Sos
Kepala Seksi Program dan
Advokasi Sosial
Dra. Dwismari Novi. R
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial
Drs. Ali Samantha. MM
Kelompok Jabatan
Fungsional
Dra. Nendah Nurhida
Instalasi Produksi
(Shelter Workshop)
4
Dra. Dwismari Novi. R, Wawan Cara Pribadi, tanggal 08 Oktober 2008 dan Brosur
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jak-Tim.
43
4. Sasaran Pelayanan
a. Sasaran Utama
1) Wanita Tuna Susila (WTS)
2) Wanita korban trafficking yang dipaksa menjadi pelacur
b. Sasaran Penunjang
1) Keluarga korban / klien
2) Tokoh masyarakat
3) LSM atau Orsos
4) Germo atau Mucikari
5) Perantara atau Broker
5. Dasar Hukum
a. Undang – Undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan – ketentuan
pokok kesejahteraan sosial.
b. UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah.
c. Kep. Mensos RI. No. 20/HK/1999 Tentang rehabilitasi sosial bekas
penyandang masalah tuna susila.
d. Kep. Mensos. RI. No. 06/HUK/2001 tentang organisasi dan tata kerja
Departemen Sosial.
e. Kep. Mensos. RI. No. 59/HUK/2003 tentang organisasi dan tata kerja
panti sosial di lingkungan Departemen Sosial.
f. Kep. Mensos. RI. No. 40/HUK/2004tentang prosedur kerja panti sosial
di lingkungan Departemen Sosial.
44
6. Persyaratan Calon Siswa PSKW
a.
Usia 15 s/d 45 tahun.
b. Sehat jasmani dan rohani/tidak sakit ingatan.
c.
mampu didik dan mampu latih
d.
Tidak mengidap penyakit berat dan menular kecuali penyakit kelamin.
e.
Wajib tinggal di asrama dan mematuhi ketentuan yang berlaku.
f.
wajib mengikuti bimbingan mental, sosial dan fisik serta keterampilan
selama 6 bulan.
7. Proses
Pelayanan dan rehabilitasi sosial siswa di laksanakan melalui satu
rangkaian kegiatan yang mengacu pada tahapan profesi pekerjaan sosial yaitu:
a.
Pendekatan awal dan penerimaan siswa
Pendekatan Awal
1) Penjajagan awal dengan instasi terkait
2) Konsultasi dengan pihak terkait dalam persiapan sosialisasi
3) Sosialisasi program pelayanan panti
4) Identifikasi
5) Motivasi
6) Seleksi
Penerimaan Siswa yang memenuhi syarat
1) Registrasi
2) Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment)
3) Penempatan dalam program rehabilitasi sosial
45
b. Bimbingan Sosial, Mental, Fisik, dan Keterampilan:
Bimbingan sosial meliputi:
1) Dinamika kelompok
2) Terapi kelompok
3) Penyuluhan
4) Konseling
5) Group session
Yang bertujuan untuk memulihkan dan meningkatkan
keberfungsian siswa
Bimbingan Mental meliputi:
1) Pembinaan rohani (ceramah/penyuluhan agama, sholat, baca dan
tulis Kitab Suci Al – Qur’an)
2) Kedisiplinan (mentaati tata tertib yang berlaku dipanti,
pembinaan dan polri dan koramil)
3) Pembinaan budi perketi
4) Out bond
Bertujuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain serta
berfikiran positif dan berkeinginan untuk berprestasi.
Bimbingan fisik meliputi:
1) Senam kebugaran
2) Olah raga (bola volly, tenis meja, bulu tangkis, futsal)
Dengan tujuan agar siswa dapat hidup berpola sehat dan
memahami pentingnya arti sebuah kesehatan serta selalu dalam
kondisi sehat.
46
Bimbingan keterampilan kerja meliputi:
1) Menjahit manual
2) High sped
3) Olahan pangan/tata boga
4) Tata rias pengantin
5) Tat rias rambut
6) Bordir
c. Resosialisasi (proses pemulangan) meliputi:
1) Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat,
2) Bimbingan sosial hidup bermasyarakat.
d. Penyaluran meliputi:
1) Pemberian bantuan stimulant usaha produktif,
2) Bimbingan usaha kerja.
e. Bimbingan lanjut meliputi:
1) Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran
serta dalam pembangunan
2) Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan
keterampilan
3) Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha kerja
f. evaluasi meliputi:
1) memastikan apakah eks siswa telah mampu mandiri dalam
melaksanakan fungsi dan peranan sosialnya di masyarakat.
2) Untuk mengetahui indikator – indikator keberhasilan
pelayanan dalam rehabilitasi sosial.
47
g. Terminasi
Pemutusan pelayanan dan rehabilitasi sosial dengan eks siswa
PSKW dengan indikator keberhasilan yaitu eks siswa telah beralih
profesi dan hidup normatife.
8. Sarana Dan Prasarana
Kelancaran pelaksanaan kegiatan pelayanan dapat berjalan secara
keseluruhan sangat bergantung pada kelengkapan sarana dan prasarana
yang ada,Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya sampai dengan
tahun 2007 telah memiliki bangunan fisik terdiri dari:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
JENIS BANGUNAN
Luas m²/m¹/m³
Unit Kantor (ka. Panti & TU)
187
Unit Kantor (Rhesos, Musholla & PAS)
420
Unit Gues House (TPA)
195
UNIT Rumah Dinas Pegawai (1 kopel)
155
Unit ruang seleksi
179
Unit Aula
216
Unit keterampilan tata rias dan olahan pangan
231
Unit kesehatan, konsultasi dan dat
140
Unit asrama siswa Cut. Nyak Dien, Nyi. A. Serang
130
(1kopel)
Unit asrama siswa kartini I & II (2 kopel)
260
Unit asrama darurat (ex. R. Keterampilan)
200
Unit Rumah Dinas pimpinan
185
Unit rumah dinas pegawai (1 kopel)
115
Unit rumah pegawai (1 kopel)
117
Unit mess pegawai (2 kopel)
200
Unit R. Keterampilan menjahit manual
156
Unit keterampilan menjahit Highspeed
198
Unit R. Makan dan dapur
275
Unit Asrama siswi bertingkat (Mahlayati)
266
Unit R. Serbaguna (R. Pendidikan)
353
Unit pos jaga
9
Unit Rumah Ibadah (Mesjid Al’Khairat)
435
Unit lap. Tenis
757
48
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Unit selasar
Unit lap. Olahraga dan T. Upacara
Taman
Lahan pertanian
Empang I
Empang II
Empang III
Jalan dalam komplek
Pagar keliling
Drainase
Gardu, penghijauan dan semak belukar
Gedung Taman Penitipan Anak (TPA)
Gedung asrama traficking
90
1.280
1.680
2.903
600
416
416
780
785
1.750
2.427
257
340
9. Target
Kriteria–kriteria
indikator
keberhasilan
dalam
pelaksanaan
pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi wanita tuna susila, antara lain:
1. Adanya perubahan perilaku dan sikap hidup yang konstruktif,
untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai wanita.
2. Tidak lagi melakukan Prostitusi atau sebagai wanita tuna susila.
3. Tidak berkumpul kembali dengan teman-teman wanita tuna susila.
4. Diterima kembali dan hidup secara normative ditengah-tengah
keluarga dan masyarakat.
5. Timbulnya dorongan semangat untuk bekerja dan penghasilan
yang layak.
6. Berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak untuk meningkatkan
taraf ekonomi atau kehidupan.
7. Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dan memperoleh penghasilan yang halal.
49
10. Pembiayaan Oprasional
Anggaran dan pembiyayaan pada PSKW “ Mulya Jaya ”
sepenuhnya diperoleh dari Departemen Sosial RI. Berupa Anggaran Rutin
( DIK ) dan Anggaran Pembangunan ( DIP ) 5 .
11. Kerjasama
PSKW “ Mulya Jaya ” bekerjasama dengan instansi lain dalam
bentuk pemberian bantuan guru/ pelatih antara lain :
a. RSCM FK-UI Bagian Kulit dan Kelamin
b. Kantor Meneg UPW
c. Dit. Bimtibnas Polda Metro Jaya
d. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Fakultas Psikologi UI
f. IKIP Jakarta
g. FISIP UI Jurusan Kessos
h. Koordinator Dakwah Islam ( KODI ) DKI Jakarta
i. Aisyiyah Wilayah DKI Jakarta
j. Wanita Islam DKI Jakarta
k. STKS Bandung
l. SMK N 28 Jakarta
m. Y.A.I persada / Psikologi
n. Dinas Kesehatan Kota DKI
o. Koramil Pasar Rebo
5
Kesetiakawanan Nasional, Brosur panti sosial karya wanita “ Mulya Jaya ” Th. 2008.
50
p. Polsek Pasar Rebo
q. Kantor Urusan Agama ( KUA ) Wilayah Jakarta Timur
r. Balai Latihan Kerja Industri ( BLKI ) Cijantung Jakarta Timur
s. Ikatan Keluarga Besar Alumni 9 IKBAL ) Ponpes Asyahadatain
Munjul
Cirebon Cabang Jakarta
t. dan instansi-instansi/ Ormas-Ormas lainya. 6
6
wawancara, Ust. Abdul Rahman, S.Sos.i, tanggal 12 Oktober 2009.
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN DI PANTI SOSIAL KARYA
WANITA (PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO
A. Bagaimna Metode yang Dilakukan dalam pemberian keterampilan
Menjahit High Speed bagi para Pekerja Seks Komersial di PSKW Mulya
Jaya Pasar Rebo
Minimnya pendidikan dan sulitnya lapangan pekerjaan membuat
seseorang menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keadan ini
semakin memburuk dengan adanya krisis ekonomi yang semakin parah, harga
kebutuhan pokok semakin meningkat sedangkan penghasilan tidak juga
bertambah. Krisis ekonomi juga berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi mengakibatkan turunnya pendapatan
nyata penduduk akibat hilangnya kesempatan kerja.
Dampak lanjutan dari krisis ekonomi adalah kerawanan yang
menyangkut berbagai hal, salah satu di antaranya adalah bidang ekonomi dan
sosial. Krisis ekonomi juga dapat meningkatkan jumlah wanita tuna susila,
mereka bekerja sebagai wanita tuna susila karena kurangnya lapangan
pekerjaan dan minimnya pendidikan. Dalam pekerjaan ini tidak dibutuhkan
keterampilan dan keilmuan, yang penting mau dan berani. Penghasilan yang
didapat jauh lebih menggiurkan dari pekerjaan pada umumnya.
Tetapi keadan ini bukanlah hal yang patut dilestarikan, keberadaan
wanita tuna susila merupakan penyakit masyarakat yang harus diberantas.
Prostitusi sangat berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat dan merupakan
51
52
suatu pelecehan terhadap norma-norma yang telah ada. Tetapi kita tidak bisa
jika hanya memberantas keberadaan wanita tuna susila tanpa harus
memperhatikan solusi bagi mereka.
Oleh karena itu sesuai surat keputusan Menteri Sosial RI Nomor
59/HUK/2003 Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Jakarta.
Diberikan mandat untuk menanggulangi keberadaan wanita tuna susila.
Dengan pemberian berbagai macam keterampilan dan pembinaan lanjut.
Diantara keterampilan yang diberikan adalah program High Speed (menjahit
cepat), yang banyak terdapat didunia industri atau perusahaan-perusahaan
garment. OD, OH dan DS merupakan wanita tuna susila yang mengikuti
keterampilan
tersebut.
Disini
mereka
diberikan
keterampilan
untuk
pengembangan potensi dan pengembalian keberfungsian sosial mereka.
1. Pelatih
Dalam pelatihan keterampilan High Speed yang menjadi Instruktur adalah
Ibu Sri Purwanti, dan didampingi oleh Bapak Hasan Otoy beserta Ibu
Supani Eka Wulandari. Ibu Sri merupakan orang yang berpengalaman
dalam dunia Fasion, karena beliau adalah penulis tetap pada sebuah
majalah bulanan Kartini. Sedangkan Bapak Hasan dan Ibu Eka adalah
pegawai tetap dipanti, mereka memiliki jabatan lain selain menjadi
pendamping. Bapak Hasan merupakan seorang Peksos (Pekerja Sosial)
sedangkan Ibu Eka merupakan staf Sub Bagian Tata Usaha panti.
53
2. Peserta
a. Jumlah Peserta
Peserta yang ikut keterampilan High Speed mememang tidak terlalu
banyak jika dibandingkan dengan program keterampilan lain, yaitu
sebanyak 10 orang. Mungkin jumlah ini terbilang sangat sedikit bila di
bandingkan dengan jumlah peserta pelatihan keterampilan lain yang
mencapai belasan bahkan puluhan. Tetapi tetap hal ini tidak
menyurutkan minat mereka untuk belajar High Speed.
Pak Hasan Otoy selaku pendamping pada keterampilan High Speed
mengatakan,
“Sebenarnya yang saya inginkan adalah pembatasan peserta pada
penerimaan setiap keterampilan, supaya tidak terjadi timpang tindih
antara yang satu dan yang lainnya. Mungkin tidak banyak peserta
pelatihan yang memenuhi suatu keterampilan dan sistem pembelajaran
dapat lebih teratur.” 1
Bila dilihat dari keadan dilapangan memang betul, keterampilan lain
jauh lebih banyak diminati dari pada High Speed. Jika di lihat kedepan
High Speed jauh lebih menjanjikan. Seperti kata Pak Hasan,
“keterampilan lain hanya sebatas itu-itu saja, sedangkan High Speed
adalah keterampilan yang banyak menjanjikan keberhasilannya.
Seperti hasil surfei setelah mereka keluar, bahwa lebih banyak yang
berhasil mereka yang ikut keterampilan High Speed. Mereka ada yang
bekerja di PT dan membuka usaha rumahan.” 2
1
2
Wawancara pribadi dengan Pak Hasan Otoy, Selasa 6 oktober 2009
Ibid
54
b. Kriteria Peserta
Para peserta pada keterampilan High Speed adalah mereka para wanita
tuna susila yang telah menjalani berbagai tahap proses peneriman di
dalam panti, mereka merupakan wanita tuna susila hasil dari razia di
berbagai kota dan ada juga mereka yang menjadi korban trafficking
yang dipaksa menjadi pelacur. Para wanita tuna susila yang mengikuti
keterampilan High Speed sudah menjalani serangkaian proses
penerimaan. Mulai dari pemeriksaan kesehatan dan bersedia untuk
mengikuti peraturan yang diterapkan di panti.
Seperti kata Bapak Ali Samanta selaku kepala Rehabilitasi Sosial,
”Proses penerimaan yang dilakukan dalam rangka penerimaan
siswa/klien memeng sedikit ketat, Seperti pemeriksaan kesehatan. Hal
ini dilakukan agar tidak ada siswa yang terjangkin penyakit IMS
(infeksi menular seksual) dan ditularkan kepada siswa lain. Jadi
mereka yang ada di Panti dapat dijamin kesehatannya”. 3
Pihak panti selalu berhati-hati dalam penerimaan siswa, hal ini akan
berdampak positif bagi panti agar tidak terjadi hal yang kurang
menyenangkan. Walaupun panti ini adalah tempat rehabilitasi sosial
para wanita tuna susila tetap harus terlihat nyaman dan sopan.
c. Pola Rekrutmen
Pola rekrutmen yang dilakukan pihak panti dalam pemilihan
keterampilan untuk para siswa adalah melalui tes penelusuran minat
dan bakat, hal ini dilakukan untuk mengetahui apa yang diinginkan
siswa dalam rangka pemberian keterampilan. Dengan kata lain tanpa
3
Wawancara pribadi dengan Pak Ali samanta selaku Kasie Resos, kamis 1 Oktober 2009
55
adanya paksaan dari berbagai pihak, sebagai mana dikatakan olah Pak
Hasan selaku Pendamping dan Peksos:
“untuk pemilihan keterampilan, para siswa dipersilahkan untuk
memilih sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka. Hal ini
dilakukan pada tes penelusuran minat dan bakat.” 4
Hal ini dilakukan agar para peserta merasa bertanggung jawab atas
keputusan yang mereka pilih. Hingga suatu hari tidak ada alasan
bahwa mereka belajar karena rasa terpaksa dan tertekan.
d. Latar Belakang Pendidikan Peserta
Para peserta keterampilan High Speed memiliki latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda, diantara mereka ada yang hanya
tamatan SD dan SMP. Tidak ada kriteria khusus harus seberapa tinggi
pendidikan mereka. Seperti OD hanya tamatan SMP PGRI Cibitung,
OH tamatan SD Jaya Winaya Subang, dan DS tamatan Mts Al-Imaroh.
Dalam keterampilan High Speed hanya ditekankan bisa baca dan tulis
agar para peserta dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan
mencatat setiap materi yang diajarkan.
Pak Hasan mengatakan:
“Pendidikan memang suatu pola ukur yang paling pas, tetapi apa arti
pendidikan jika tidak diimbangi dengan keterampilan. Banyak hal telah
terbukti, bahwa keterampilan jauh lebih berperan dari tingkatan
pendidikan yang didapat.” 5
4
5
Wawancara pribadi dengan Pak Hasan Otoy, Selasa 6 oktober 2009
Ibid.
56
3. Waktu Pelatihan High Speed
a. Lama Pelatihan
Pelatihan dilakukan selama empat bulan dari keseluruhan waktu siswa
tinggal di panti selama enam bulan. Dalam seminggu pelatihan
diadakan sebanyak tiga hari yaitu: hari senin, selasa dan rabu. Setiap
harinya pelatihan berjalan selama dua jam, dari jam 09.00 - 11.00 wib.
b. Periode Pelatihan
Setiap tahunnya ada dua periode pelatihan High Speed, angkatan
pertama dan kedua. Angkatan pertama dari bulan Januari - Juni
sedangkan angkatan kedua dari bulan Juli - Desember, hal ini
berdasarkan waktu pelepasan siswa.
4. Kurikulum Pelatihan High Speed
a. Pengenalan Mesin
Pada tahapan ini para peserta pelatihan akan diperkenalkan pada
komponen-komponen mesin dan tata cara bagai mana mengoprasikan
mesin, peserta juga diajarkan bagian mana saja yang harus lebih hatihati karena sangat sensitif terhadap kerusakan. Tahapan ini berjalan
selama satu minggu, karena ada berbagai macam mesin yang di
kenalkan pada peserta dan membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi.
Seperti kata Ibu Sri:
“Dalam keterampilan High Speed siswa harus banyak mengetahui
tentang berbagai mesin. Tidak seperti mesin jahit manual yang hanya
ada satu macam, tetapi untuk High Speed ada berbagai macam mesin,
57
diantaranya yaitu: mesin jarum satu atau mesi utama, mesin obras,
mesin jarun dua dan lain-lain.” 6
Pada tahap ini peserta diwajibkan mencatat tentang nama-nama mesin,
kegunaan dan bagian yang terpentingnya. Diharapkan setelah pelatihan
selesai dapat menjadi bahan bacaan di asrama.
b. Belajar Menjalankan Jarum di Atas Kertas Tanpa Benang
Para peserta diajarkan menjalankan jarum tanpa benang diatas kertas
dengan mengikuti garis yang telah tercetak. Materi ini bertujuan agar
peserta terbiasa dan terlihat tidak kaku. Motif garis yang diajarkan
berupa lingkaran, zig-zag, lurus atas bawah dan berbagai macam
bentuk. Tahapan ini sangat berguna untuk para peserta, walaupun
kelihatan mudah ternyata para peserta tetap merasa kesulitan. Dan
tahapan ini berjalan selama satu minggu.
Para siswa benar-benar ditekankan untuk bisa mengikuti garis yang
disediakan. Ibu Sri mengatakan: “kebanyakan pada melenceng, karena
mereka tidak bisa mengimbangi antara laju jarum dengan gerakan
tangan. Walau ada yang bisa, itu juga karena dia pernah jadi leader di
PT.” 7
Seperti kata OH:
“Ternyata penggunaan mesih High Speed dengan mesin jahit manual
sedikit lebih sulit, jarumnya cepet banget jalannya. Kadang-kadang
suka kelewat, apalagi kalo otomatisnya keinjek lama bisa acakacakan.” 8
6
Wawancara pribadi dengan Ibu Sri Purwati, senin 12 Oktober 2009
Ibid.
8
Wawancara pribadi dengan OH, Selasa13 Oktober 2009
7
58
c. Belajar Menjalankan Jarum di Atas Kertas Memakai Benang
Setelah peserta dirasa telah lancar menjalankan jarum diatas kertas,
kini saatnya mengunakan benang untuk menjahit. Tetap seperti diawal
bahan dasar yang digunakan adalah kertas dan pola garis yang diujikan
juga sama. Yang membedakan pada tahap ini adalah pengunaan
benang saja. Para peserta akan lebih dapat melihat hasil yang mereka
jahit, tidak hanya sebatas kertas yang bolong saja melainkan ada aluran
jarum yang melekat pada kertas.
Tahapn ini juga menentukan apakah peserta sudah benar-benar lancar
dan bisa pindah pada media yang sebenarnya atau bahan. Hal ini sesuai
dengan ucapan Ibu Sri, “anak-anak akan saya pindahkan kepada
tahapan penggunaan bahan jika pada tahapan menjahit diatas kertas
sudah lancar”. 9 Biasanya tahapn ini berjalan satu minggu pada minggu
ke-III, Ibu Sri akan menambahkan waktu dan hari pelaksanaan jika
para peserta belum mampu.
d. Belajar Menjahit Menggunakan Bahan
Setelah dilihat para peserta sudah mulai cukup mahir menggunakan
jarum untuk menjahit, maka media yang digunakan adalah bahan atau
kain. Di tahap ini para siswa diberikan potongan-potongan kain bekas
dan diperintahkan untuk bisa menyatukannya atau membuat suatu
model jahitan tertentu. Memang tidak terlalu ditekankan untuk
membuat apa tetapi diharapkan para peserta mampu menjahit diatas
bahan.
9
wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 6 Oktober 2009
59
Seperti dikatakan oleh Ibu Sri, “ para peserta tidak dianjurkan untuk
membuat sesuatu. Tetapi peserta harus mampu membuat jahitan diatas
bahan, bahan yang dipakai adalah bahan sisa.” 10 Sedangkan Pak Hasan
mengatakan, “hal ini sangat menunjang kemahiran peserta untuk
beberapa saat kedepan sebelum mereka membuat macam-macam
keterampilan.” 11
e. Membuat Pola
Materi pembuatan pola adalah dasar sebelum para peserta benar-benar
akan membuat suatu hasil kerajinan, pada tahapan pembuatan pola
peserta diajarkan berbagai macam jenis bentuk. Mulai dari pola
pembuatan rample, kembang, lis pinggir jahitan dan macam-macam
bentuk lainnya. Peserta juga diajarkan membuat bentuk pola kerajinan,
seperti: tutup kulkas, bantal love, perlak memasak, tatakan gelas, tutup
galon dan masih banyak lagi. Dari pola yang mereka buat nantinya
akan dijadikan barang jadi atau kerajinan yang layak pakai.
f. Peraktek Membuat Berbagai Macam Kerajinan
Inilah tahap inti dari pembelajaran keterampilan High Speed. Setelah
lama para peserta belajar menjalankan mesin di berbagai media dan
pembuatan pola. Pada tahapan ini peserta akan diuji kemampuannya
sejauh mana peserta dapat menggunakan mesin. Kerajinan yang
pertama mereka buat adalah perlak untuk masak, ini merupakan model
dasar yang mudah sterusnya mereka akan di berikan model-model lain
yang lebih berfariasi.
10
11
Ibid.
Wawancara pribadi dengan Pak Hasan,
60
Tahapan ini berjalan cukup lama, hampir semua waktu dari tahapan
pelatihan High Speed adalah peraktek pembuatan kerajinan. Ditahapan
ini instruktur sangat menekankan para peserta dapat membuat suatu
kerajinan, karena inilah yang akan mereka kembangkan suatu hari
nanti. Para peserta bisa membuat usaha kecil dirumah dengan
kemampuan pembuatan berbagai macam kerajinan melalui mesin high
speed.
Seperti kata ibu Sri:
“Model-model keterampilan yang diajarkan harus berpariasi, tidak
hanya pada satu model saja. Hal ini bertujuan untuk membangun
kreatifitas dan imajinasi peserta untuk berkembang. Para peserta
diharapkan mampu mengamalkan ilmu yang telah mereka dapatkan
selama berada di panti.” 12
Berbagai macam pembuatan kerajinan diajarkan. Ada tutup kulkas,
tutup galon, perlak masak, bantal love, sarung bantal, dan lainnya.
Variasi ini akan membuat para peserta tidak bosan. Seperti kata OH,
“di keterampilan High Speed saya diajarkan berbagai macam kerajinan
dari bahan, mulai dari yang mudah hingga yang sulit. Tetapi saya
sangat puas walau hasilnya masih sedikit kurang sempurna.” 13
g. Ujian Keterampilan
Tahapan
ini
dilakukan
setelah
seluruh
rangkaian
kegiatan
pembelajaran telah usai. Ujian dilaksanakan pada minggu ke-XVI,
materi yang diujikan adalah menjahit diatas kertas dengan mengikuti
pola yang telah ditentukan dan peserta di perintahkan membuat suatu
kerajinan dari apa yang telah mereka dapatkan dalam pelatihan.
12
13
wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 6 Oktober 2009
wawancara pribadi dengan OH, kamis 15 Oktober 2009
61
Karena pada akhir dari pelatihan ini para peserta akan mendapatkan
sertifikat yang menerangkan bahwa mereka telah mengikuti pelatihan
keterampilan High Speed. Sertifikat ini akan berguna ketika para
peserta melamar kerja nanti.
5. Alat-Alat Praktek keterampilan High Speed
Alat yang digunakan dalam pelatihan keterampilan High Speed bermacammacam, diantaranya adalah:
a. Mesin jarum dua
b. Mesin obras
c. Mesin pembuat ban pinggang
d. Mesin pasang karet
e. Mesin neci
f. Mesin pasang kancing
g. Mesin lubang kancing
h. Mesin zig zag
B. Hasil dan Manfaat yang di Capai Dalam Program Keterampilan High
Speed Bagi Pekerja Seks Komersial di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo
1. Awal Pelatihan Keterampilan High Speed
Pada awal pelatihan mungkin para peserta tidak mengerti apa yang
dimaksud dengan keterampilan High Speed, sekalipun ada hanya beberapa
orang saja. OD dan DS adalah peserta yang sudah mengetahui apa yang di
maksud High Speed, tetapi mereka hanya sebatas tahu saja karena pernah
62
melihat waktu bekerja di PT dulu. Sedangkan OH sama sekali tidak
mengerti karena ia baru pertama kali. Pelatihan keterampilan akan lebih
mudah bila sebelumnya peserta telah mengerti cara pengoprasiannya.
Berbeda dengan keterampilan lain yang hanya menggunakan satu mesin
saja. Pada keterampilan High Speed berbagai macam mesin ada. Dan para
peserta harus mengerti secara keseluruhan dari kegunaan setiap mesin.
Tidak hanya tahu tetapi paham dan bisa menggunakannya.
Peserta juga tidak begitu paham dengan kegunaan berbagai mesin High
Speed, apa yang dimaksud jarum dua, pasang kancing dan lain sebagainya.
Mereka juga tidak mampu membuat sesuatu dari mesin-mesin ini. Seperti
apa yang dipaparkan Ibu sri, “banyak dari mereka yang merasa aneh ketika
masuk ruangan High Speed karena bukan hanya satu mesin yang harus
merka pelajari.” 14
2. Tahapan Pelatihan Keterampilan High Speed
Tahapan pelatihan keterampilan High Speed di PSKW Mulya Jaya ada
beberapa tahapan:
a. Tahapan Perencanaan (Planning)
Tahapan ini merupakan perencanan pada materi-materi baru dan
pengaturan jadwal. Umumnya perencanaan dilakukan ketika peserta
telah mengikuti tahapan penelusuran minat dan bakat. Pada tahap ini
instruktur membuat sendiri tentang kurikulum yang akan diajarkan
kepada peserta, tahapan ini sangat menentukan akan berapa lama
14
Wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 6 Oktober 2009
63
waktu yang dibutuhkan untuk peserta ikut dalam keterampilan High
Speed. Jadwal yang dibuat akan disesuaikan dengan kegiatan di dalam
panti.
b. Tahapan Pelaksanaan Program (Implementation)
Pemberdayaan wanita tuna susila pada program keterampilan High
Speed merupakan upaya untuk mengembalikan keberfungsian sosial.
Mereka mengikuti keterampilan ini diberikan secara cuma-cuma tanpa
harus membayar kepada pihak panti. Pelaksanaan program keterampiln
High Speed melalui beberapa tahapan: pengenalan mesin, pembuatan
pola, pembuatan kerajinan dan ujian (lihat poin kurikulum high speed
hal 56).
Tahapan-tahapan ini harus diikuti oleh stiap peserta, karena ini akan
menjadi orientasi mereka terhadap pengenalan mesin dan manfaatnya
sekaligus melatih kepekaan tangan mereka terhadap mesin. Dan
kendala yang dihadapi tidak hanya itu saja, para peserta juga harus
dapat beradaptasi dengan waktu yang telah ditentukan dalam pelatihan
ini. Peserta dituntut sebisa mungkin menggunakan waktu dan
kesempatan yang mereka miliki.
Ibu Sri Purwati, instruktur program keterampilan High Speed
mengatakan,
“Peserta tidak memiliki waktu banyak untuk mengikuti keterampilan
High Speed empat bulan yang dijadualkan tidak full setiap minggunya.
Hanya beberapa hari saja dan setiap harinya hanya 2 jam saja.”
Persoalan yang lain, peserta yang ikut keterampilan memiliki latar
belakang keterampilan yang berbeda ada yang sudah paham dan ada
yang belum sama sekali, jadi para instruktur harus mengimbangi
64
materi yang diberikan antara yang sudah sedikit mahir dengan yang
belum mahir sama sekali.
c. Tahapan Evaluasi (Evaluation)
Tahapan ini dilakukan dengan mengadakan ujian materi pada akhir
kegiatan program keterampilan High Speed. Evaluasi harian juga
dilakukan oleh instruktur setaip jam kelas berakhir. Tahapan evaluasi
ini akan menimbulkan berbagai ide dan gagasan yang akan menjadi
acuan pada pelatihan berikutnya.
d. Tahapan terminasi
Tahapan ini ditunjukan dengan pemberian sertifikat bagai para peserta
dan pembagian mesin jahit. Peserta diharapkan mampu menggunakan
keilmuan yang mereka telah dapatkan selama ini dan bisa kembali
berfungsi soisal di masyarakat. Pada tahapan berikutnya pihak panti
akan melakukan home study pada peserta, apakah mereka benar-benar
menggunakan dengan baik apa yang telah diberikan panti atau kembali
menjadi wts.
3. Hasil dan Manfaat yang di Capai Dalam Pelatihan Keterampilan
High Speed
Ada beberapa hasil dan manfaat yang dicapai dalam keterampilan high
speed bagi para peserta, diantaranya:
a. Pengenalan Mesin
Pada akhirnya peserta mengetahui kegunaan mesin–mesin High Speed.
Peserta paham cara pengoprasian mesin dan apa yang bisa dilakukan
dengan mesin tersebut. Mereka senang sekarang telah memiliki
65
keterampilan yang bisa menjadi harapan untuk kehidupan mereka
kedepan, apa yang mereka inginkan telah tercapai. Mereka tidak takut
lagi harus bekerja apa nanti.
DS peserta pelatihan mengatakan,
“sekarang saya bisa menggunakan berbagai macam mesin High Speed,
saya berharap ini akan menjadi modal saya ketika keluar nanti. Saya
mau cari rezeki yang halal untuk keluarga saya.” 15
Seraya dengan DS, OH juga mengatakan,
“Saya merasa senang sekarang, akhirnya saya memiliki keterampilan
juga. Saya ingin kalo keluar nanti saya kerja di PT yang dulu.” 16
Begitupun dengan OD,
“akhirnya saya bisa menggunakan mesin High Speed juga, saya yakin
kalo keluar nanti. Saya akan berusaha untuk kerja yang bener.” 17
Tujuan pengenalan mesin memang sangat signifikan, peserta harus
betul-betul paham tentang mesin. Hal ini dianjurkan supaya peserta
mengerti mesin dan pengoprasiannya
b. Membuat Pola
Pembuatan pola yang dipelajari akan membantu para peserta untuk
membuat keterampilan, pola yang dipelajari bermacam-macam. Hal ini
memungkinkan untuk peserta membuat kerajinan yang baru dengan
model yang mereka inginkan. Mereka tidak hanya membuat pola
bunga yang selama ini telah ada, tetapi mereka juga dapat membuat
pola batik dan sebagainya.
Ibu Sri mengatakan,
15
Wawancara pribadi dengan DS, selasa 12 Oktober 2009
Wawancara pribadi dengan OH, selasa 12 Oktober 2009
17
Wawancara pribadi dengan OD, rabu 13 Oktober 2009
16
66
“Ketika peserta dapat membuat pola, maka peserta akan mampu
menemukan model-model kerajinan yang baru. Mereka mampu
menjadikan berbagai model dalam satu bentuk.”
Pola adalah dasar pembentukan kerajinan, pembuatan pola yang benar
akan menghasilkan kerajinan yang bagus. Pola yang dibuat tidak
sembarangan dan harus sesuai ukuran, karena dari dasar inilah
kerajinan dapat tercipta. OD, OH dan DS telah mampu membuat
berbagai macam pola, hal ini terbukti dari hasil kerajinan yang telah
mereka buat. Mereka mampu menciptakan kreasi baru dalam kerajinan
menggunakan mesin High Speed.
c. Membuat Kerajinan
Pembuatan
kerajinan
merupakan
inti
dari
pelatihan
program
keterampilan High Speed, para peserta mampu membuat berbagai
macam keterampilan. Yang selama ini telah mereka kuasai adalah:
pembuatan tutup kulkas, tutup galon, perlak masak, bantal love dan
sarung bantal. Semua kerajinan yang telah peserta kuasai merupakan
hasil dari kegiatan program keterampilan High Speed.
Dan dari penguasaan materi inilah terlihat bahwa peserta telah berhasil
dalam pelatihan High Speed. peserta telah mampu menyerap keilmuan
yang telah diberikan dan menjadi modal kedepan.
67
C. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Program
Keterampilan High Speed di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam kegiatan program
keterampilan high speed terbagi dalam dua komponen, ada yang berasal dari
dalam (Internal) dan dari luar (Eksternal). Diantaranya adalah:
1. Faktor Pendukung Pelaksanaan Keterampilan High Speed
a. Alat peraktek yang cukup mendukung
Adanya unit mesin yang banyak memungkinkan para siswa bisa
mengikuti program keterampilan dengan baik. Hampir setiap siswa
menggunakan satu mesin dalam sekali peraktek keterampilan. Dan
inilah faktor pendukung yang sangat menunjang guna terlaksananya
kegiatan peraktek keterampilan High Speed
b. Metode yang berfariasi
Para siswa tidak akan merasa jenuh dengan materi yang diberikan.
Dalam pelatihan keterampilan High Speed siswa mendapatkan
berbagai macam model kerajinan. Hal ini sangat memotifasi siswa agar
lebih giat lagi, sekaligus menjadi acuan untuk membangun imajinasi
siswa terhadap hal-hal baru yang mungkin belum mereka dapatkan
c. Instruktur berpengalaman
Para siswa beruntung sekali dapat dibimbing oleh seorang instruktur
berpengalaman, ini menjadikan nilai lebih pada keterampilan High
Speed karena tidak semua instruktur yang ada di PSKW adalah yang
berpengalaman. Dari sisni para siswa bisa mendapatkan keilmuan yang
berkualitas dari seorang yang sangat mahir dan trampil. Ibu Sri Purwati
68
yang menjadi instruktur merupakan penulis tetap pada sebuah majalah
wanita bulanan Kartini.
d. Bebas biaya
Pada pelatihan keterampilan High Speed para peserta tidak dipungut
biaya sama sekali. asalkan peserta mau, mereka bisa ikut keterampilan
High Speed. peserta tidak perlu memikirkan masalah keuangan, bahan
peraktek dan upah instruktur ditanggung oleh pihak panti. Panti
menyediakan
keterampilan
High
Speed
dengan
gratis,
guna
menjalankan surat keputusan Mentri Departmen Sosial RI Nomor
59/HUK/2003. sebagai lembaga rehabilitasi sosial yang menangani
masalah wanita tuna susila melalui berbagai macam program.
e. Bersertifikat
Pelaksanaan program keterampilan High Speed yang diselenggarakan
oleh PSKW Muya Jaya ini bersifat non formal, namun diakhir
pelatihan
peserta
diberikan
sertifikat
kelulusan
yang
bisa
dipergunakan. Misalnya bila peserta ingin melamar pekerjaan.
Diharapkan Hal ini akan mengurangi peserta yang bersifat apriori dan
bingung menggunakan keterampilan yang telah diperoleh dari
keterampilan High Speed.
f. Mendapatkan mesin
Tidak hanya sertifikat, Diakhir pelatihan para peserta akan
mendapatkan bantuan dari Departmen Sosial RI berupa mesin jahit.
Dengan pemberian mesin ini diharapkan peserta mampu menggunakan
69
keterampilan yang telah mereka miliki sebagai usaha rumahan. Dan
mereka mampu mengembangkannya.
g. Ketersediaan lapangan pekerjaan
High Speed merupakan mesin pabrik, Di Indonesia terdapat begitu
banyak pabrik garment. Dan pabrik garment merupakan perusahan
yang banyak menarik buruh wanita untuk dipekerjakan. Upah yang
ditawarkan pun setara dengan UMR Nasional, mungkin inilah faktor
pendukung dari luar (Eksternal) untuk Keterampilan High Speed.
Diharapkan dengan luasnya lapangan pekerjaan di perusahaan garment
akan menjadikan peluang untuk peserta mencari pekerjaan.
2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Keterampilan High Speed
a. Kurangnya motivasi dari keluarga
Hampir dari setiap peserta yang mengikuti keterampilan selalu
diperintahkan pulang. Baik itu keluarga atau teman kerja peserta waktu
menjadi WTS, kebanyakan mereka menganggap keterampilan ini
hanya buang-buang waktu saja dan mereka merasa tidak akan
membawa perubahan pada peserta. Lebih baik mereka keluar dan
bekerja kembali menjadi WTS. Mungkin keluarga dan orang terdekat
tidak paham dengan tujuan pemberian keterampilan High Speed. tetapi
tetap pihak panti akan menahan mereka demi perubahan kedepan.
b. Tidak adanya montir mesin
Ketika mesin rusak maka kegiatan pemberian keterampilan akan
terhambat. Hal ini tentu akan sangat merugikan bagi para peserta,
karena mereka tidak bisa menggunakan mesin apalagi jika mesin rusak
70
lebih dari satu semakin menambah buruk keadaan. Hanya Pak Hasan
yang membetulkan mesin tersebut, bila dilihat Pak Hasan merupakan
pendamping dan peksos bukan montir. Maka keberadaan montir sangat
diperlukan ketika mesin rusak, supaya kegiatan belajar bisa tetap
berjalan.
c. Pemasaran hasil kerajinan
Hasil dari kerajinan High Speed sudah sangat banyak, hasilnya cukup
patut untuk dipasarkan. Tetapi pihak panti tidak bisa memasarkan
kerajinan dari keterampilan High Speed, tentu ini menjadi kendala
yang berarti. Jika hanya dipajang pada etalase kaca di ruangan High
Speed maka tidak akan terjual. Sedangkan pembelian bahan berasal
dari penjualan barang jadi keterampilan High Speed.
d. Kerjasama dengan pihak lain
Panti tidak melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam
pelaksanaan keterampilan High Speed. seandainya panti bekerja sama
dengan investor asing untuk membuka usaha, pasti akan menjadikan
lapangan pekerjaan baru bagi peserta High Speed. setidaknya peserta
bisa magang di perusahan tersebut dan akan menjadi pertimbangan
perusahaan ketika peserta dianggap layak untuk dipekerjaan.
e. Sekolah paket
Betapa lebih baik jika panti mengadakan sekolah paket bagi peserta.
Hal ini tentu akan memberikan kontribusi baik bagi peserta. Bahwa
peserta tidak hanya mengikuti keterampilan saja tetapi peserta
diberikan sekolah paket yang berijazah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang diperoleh, penulis
menyimpulkan hasil penelitian dalam poin-poin dibawah ini:
1. Metode yang Dilakukan dalam pemberian keterampilan Menjahit High
Speed bagi para Pekerja Seks Komersial di PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo
adalah upaya Panti Sosial Karya Waniata (PSKW) “Mulya Jaya” dalam
menjalankan amanat yang diserahkan Mentri Sosial RI melalui surat
mandat Nomor 59/HUK/2003 tentang rehabilitasi Pekerja Seks Komersial.
Panti memberikan pelayanan kepada wanita tuna susila melalui programprogram keterampilan, salah satu yang diberikan adalah keterampilan High
Speed (Menjahit Cepat). Hal ini bertujuan untuk mengembalikan
keberfungsian sosial para wanita tuna susila.
Dalam pelatihan keterampilan High Speed yang menjadi Instruktur adalah
Ibu Sri Purwanti, dan didampingi oleh Bapak Hasan Otoy beserta Ibu
Supani Eka Wulandari. Ibu Sri merupakan orang yang berpengalaman
dalam dunia Fasion sedangkan Peserta yang ikut keterampilan High Speed
mememang tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan program
keterampilan lain, yaitu sebanyak 10 orang mereka adalah para pekera
seks komersial yang menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita
“mulya Jaya”, Untuk pemilihan peserta Panti melakukan penelusuran
minat dan bakat. Pelatihan dilakukan selama empat bulan dari keseluruhan
71
72
waktu siswa tinggal di panti selama enam bulan. Dalam seminggu
pelatihan diadakan sebanyak tiga hari yaitu: hari senin, selasa dan rabu.
Setiap harinya pelatihan berjalan selama dua jam, dari jam 09.00 - 11.00
wib
2. Hasil dan Manfaat yang di Capai Dalam Program Keterampilan High
Speed Bagi Pekerja Seks Komersial di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo
bagi OD, OH, dan DS:
a. Secara psikologis. OD, OH, dan DS telah mempunyai konsep yang
matang untuk menatap masa depan mereka. Mereka merasa percaya
diri dengan keterampilan yang telah mereka dapatkan.
b. Secara pendidikan. OD, OH, dan DS telah mendapatkan keilmuan
yang bermanfaat walau bersifat non formal. Sertifikat yang mereka
dapatkan adalah bukti dari kegigihan mereka mengikuti keterampilan
High Speed.
c. Secara sosial. Dengan bantuan yang diberikan oleh Department Sosial
RI mereka menjadi percaya diri untuk bisa bersosialisasi. Kemampuan
mereka menggunakan mesin High Speed akan membantu mereka
berhubungan dengan orang lain melalui pekerjaan.
d. Secara politik. Bahwa seorang wanita tuna susila juga mampu merubah
hidup mereka kepada arah yang lebih baik. Mereka mampu membuat
berbagai macam keterampilan dari mesin High Speed sebagai sumber
pencaharian mereka yang halal.
e. Secara ekonomi. Dari sertifikat yang diberikan dan bantuan mesin,
diharapkan mereka mampu bersaing dengan para pekerja lain dalam
73
dunia kerja. Tanpa menutup kemungkinan mereka akan membuka
usaha rumahan dan merekrut orang lain untuk membantu pekerjaan
mereka.
3. Beberapa kesulitan yang dialami Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
“Mulya Jaya” dalam pelaksanaan program keterampilan High Speed
diantaranya:
a. Kurangnya motivasi dari keluarga peserta untuk mengikuti program
keterampilan High Speed.
b. Tidak ada montir mesin untuk memperbaiki mesin High Speed ketika
rusak. keadaan ini akan menambah lama kegiatan belajar para peserta.
c. Pemasaran hasil kerajinan yang belum ada membuat hasil kerajinan
menumpuk di etalase kaca ruang High Speed dan menjadi penyumbat
pemutaran modal untuk pembelian bahan dasar pelatihan.
d. Tidak ada kerjasama antara panti dengan pihak lain dalam program
keterampilan High Speed. yang membuat keterampilan High Speed
sulit untuk dikembangkan dan diperkenalkan di luar panti.
B. Saran
Pada bagian ini penulis memberikan saran-saran penelitian terkait dengan
keterampilan High Speed, berangkat dari harapan-harapan informan (OD, OH,
DS, Pak Hasan Otoy dan Ibu Sri Purwanti).
1. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” hendaknya:
a. Menambah pegawai montir untuk memperbaiki kerusakan mesin.
74
b. Bekerja sama dengan pihak lain guna mengembangkan keterampilan
High Speed diluar panti dan menjadi satu relasi untuk penempatan
peserta kerja setelah mengikuti keterampilan.
c. Berusaha membuat pemasaran yang lebih baik untuk hasil kerajinan
keterampilan High Speed. Sehingga tidak ada kerajinan yang tidak
terjual dan hasilnya dapat dijadikan modal pembelian bahan dasar
pelatihan.
d. Mengadakan sekolah paket untuk menunjang keterampilan peserta
yang tidak hanya mendapatkan sertifikat saja tetapi juga mendapatkan
ijazah pendidikan formal.
2. Keluarga peserta hendaknya memberikan motivasi dan dorongan untuk
lebih serius dan bersungguh-sungguh mengikuti program keterampilan
High Speed.
3. Pemerintah pusat yaitu Departmen Sosial RI hendaknya:
a. Melakukan kerja sama dengan investor asing untuk membuka
lapangan kerja baru yang nantinya akan menyerap banyak peserta
pelatihan dari Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”
terutama peserta keterampilan High Speed.
b. Bekerja sama dengan Departmen Pendidikan RI untuk pelaksanaan
sekolah paket di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”.
Tentunya sekolah paket ini akan menambah tingkatan pendidikan bagi
peserta pelatihan di panti.
75
Demikian beberapa saran yang dapat penulis sampaikan terkait penelitian
ini. Penulis berharap skripsi ini akan memberikan sumbangan bagi upaya
pemberdayaan wanita tuna susila pada program keterampilan High Speed di
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”. Sekaligus menjadi inspirasi
demi
kemajuan
pemberdayaan
pengembalian fungsis sosial.
terhadap
masyarakat
dalam
rangka
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Adi, Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pembangunan dan Intervensi Komunitas,
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003.
__, _______________, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Jakarta:
FISIF UI Perss, 2004.
Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press 1991.
Hadari, Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1992.
ILO, Sebuah Kajian cepat: Perdagangan Anak untuk Tujuan Pelacuran di Jakarta
dan Jawa Barat, Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional, 2004.
Kartono, Kartini, Patologi Sosial-Jilid I, Jakrta: PT. Graja Grafindo Persada, 2005.
______, _____, Patologi Abnormal dan Patologi Seks. ALUMNI, Bandung: PT.
Graja Grafindo Persada, 1979.
Marzuki Umar Sa’abah, Seks dan Kita, Jakarta: Gema Insani Perss,1998.
Mulia, T.S.G. et. al., Pelacuran. Ensikopledi Indonesia, Bandung: N. V. W. van
Hoevc, 2001.
Nasir, Moh. D Metode Penelitian ,Jakarta: Graha Indonesia, 1993.
Nurjanah, Ed., Implikasi Filsafat Konstruktivisme Untuk Pemberdayaan
Masyaaarakat, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2007.
Rasjid, Sulaiman, H. Fiqih Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 2001.
Salam, Syamsir , Metode Penelitian Sisial, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005.
Syamsudin, RS, Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat Islam Dalam Dakwah
Islam, Bandung: KP. HADID 1999.
Syani, Abdul, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, Jakarta: Fajar Agung, 1987.
Alam, As, Pelacuran dan Pemasaran, Studi Sosiologi Tentang Eksploitasi Manusia
oleh Mnusia, Bandung: CV. ALUMNI 1997.
Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
Soekanto, Soedjono, Sosiologi Suatu Pengantar, .Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hove, 1984.
Utama, A. Yoga dan Nainggolan Yossa P., Makalah Persentasi Penelitian Kajian
Cepat: “Perdaganagan Anaka untuk Eksploitasi Seksual di Jakarta dan Jawa
Barat”, YKAI-ILO-IPEC, Jurnal Perempuan, juni-juli 2003.
Wibowo, Adik, Memapukan Wanita Agar Menggunakan Hak Produksi, Jakarta: Obor
dan Harian Kompas, 1997.
Sumber Internet
Departmen Sosial RI, Penyandang Masalah Sosial, artikel ini di akses pada tanggal 1
Oktober 2009 dari http://www.depsos.go.id/modules.phap?name-News&fileside-327
Syamsul Arif, Prostitusi di Negara Berkembang, artikel ini diakses pada tanggal 5
Oktober 2009 http://yanrehsos.depsos.go.id/indek.php?option-comconten+taskview+id-254+Itemid-15
Ridwan Firdaus, Macam-macam Mesin High Speed, artikel ini diakses pada tanggal
23 Oktober 2009 dari http://e-nengcaos.com/archives/100
Wawancara Pribadi
Wawancara pribadi dengan Pak Ali Samanta, Kamis 1 Oktober 2009
Wawancara pribadi dengan Pak Hasan Otoy, Selasa 6 oktober 2009
Wawancara pribadi dengan Ibu Sri Purwati, Selasa 6 Oktober 2009
Wawancara pribadi dengan OH, Selasa12 Oktober 2009
Wawancara pribadi dengan DS, selasa 12 Oktober 2009
Wawancara pribadi dengan OD, rabu 13 Oktober 2009
Download